• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PERWALIAN ANAK (STUDI PADA PANTI ASUHAN ADE IRMA SURYANI NST DI MEDAN) SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PERWALIAN ANAK (STUDI PADA PANTI ASUHAN ADE IRMA SURYANI NST DI MEDAN) SKRIPSI"

Copied!
107
0
0

Teks penuh

(1)

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PERWALIAN ANAK (STUDI PADA PANTI ASUHAN ADE IRMA SURYANI NST DI MEDAN)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Tugas Akhir dan Melengkapi Syarat Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

OLEH :

MAURA MERALDA HARAHAP 130200077

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM PERDATA BW

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2016

(2)

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PERWALIAN ANAK (STUDI PADA PANTI ASUHAN ADE IRMA SURYANI NST DI MEDAN)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Tugas Akhir dan Melengkapi Syarat Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

OLEH :

MAURA MERALDA HARAHAP 130200077

Disetujui oleh :

Ketua Departemen Hukum Perdata

196603031985081001

Prof. Dr. Hasim Purba. SH. M.Hum

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Edy Ikhsan, SH, MA

NIP. 196302161988031002 NIP.19680112281994032001 Dr. Rosnidar Sembiring,SH., M.Hum

PROGRAM SARJANA ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2016

(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur penulis panjatkan kehadirat Alah SWT, karena atas Rahmat dan Karunianya penulis dapat mengikuti semua proses pendidikan dimulai dari masa perkuliahan sampai dengan tahap penyelesaian tugas akhir pada Departemen Hukum Perdata BW di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Skripsi ini diberi judul “PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PERWALIAN ANAK (STUDI PANTI ASUHAN ADE IRMA SURYANI NASUTION DI MEDAN)”. Skripsi ini membahas tentang pengaturan perwalian anak dalam hukum di Indonesia. Kemudian membahas tentang pelaksanaan perwalian terhadap anak asuh yang kedua orang tuanya masih hidup. Serta hak dan kewajiban para pihak dalam pelaksanaan perwalian anak di Panti Asuhan Ade Irma Suryani Nasution.

Skripsi ini juga merupakan salah satu syarat bagi setiap mahasiswa untuk melengkapi tugas-tugas dan syarat-syarat mendapatkan gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Dalam penulisan skripsi ini penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dan hasil masih jauh dari sempurna sehingga dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih jika ada kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan skripsi ini.

Penulis juga mengucapkan banyak terima kasih kepada para pihak yang telah membantu selama proses pengerjaan skripsi ini sampai dengan selesai, melalui kesempatan ini penulis berbangga hati megucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Runtung Sitepu, S.H., M.Hum., selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

(4)

2. Prof. Budiman Ginting, S.H., M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Dr. OK. Saidin, S.H., M.Hum., selaku Wakil Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

4. Ibu Puspa Melati Hasibuan, S.H., M.Hum., selaku Wakil Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

5. Bapak Dr. Jelly Leviza, S.H., M.Hum., selaku Wakil Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

6. Prof. Dr. Hasim Purba, S.H., M.Hum., selaku Ketua Departemen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

7. Ibu Rabiatul Syahriah, S.H., M.Hum, selaku Sekretaris Departemen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

8. Bapak Dr. Edy Ikhsan, S.H., M.A., selaku Dosen Pembimbing I yang telah banyak meluangkan waktu dalam memberikan bimbingan dan mengarahkan penulis sehingga skripsi ini bias diselesaikan dengan baik.

9. Ibu Dr. Rosnidar Sembiring, S.H., M.Hum., selaku Dosen Pembimbing II yang telah banyak meluangkan waktu dalam memberikan bimbingan kepada penulis dalam mengerjakan skripsi ini.

10. Ibu Zulfi Chairi, S.H., M.Hum., selaku Dosen Penasehat Akademik Penulis.

(5)

11. Para Dosen, Asisten Dosen dan seluruh staf administrasi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang turut mendukung segala urusan perkuliahan dan administrasi penulis selama menjalani masa kuliah.

12. Teristimewa kepada Keluarga Besar Alm. Drs. H. M. Saleh Harahap dan Keluarga Besar H. Ichram Lubis terutama untuk orang tua yang penulis sayangi Ayahanda Muktar Efendi Harahap dan Ibunda Imelda Lubis yang selalu menjadi motivasi bagi penulis dan tidak pernah berhenti memberikan semangat, kasih sayang serta selalu mendoakan penulis dalam menjalani kehidupan, termasuk juga dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini.

13. Kepada seluruh pengurus Panti Asuhan Ade Irma Suryani Nasution yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan penelitian, Ibu Hj. Hendrati, S.H. selaku Ketua Panti Asuhan, Ibu Iriana selaku Wakil Sekretaris dan Bapak Febriansyah Mirza, S.H. selaku Pengawas Panti Asuhan yang telah banyak memberikan bantuan dan informasi kepada penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik

14. Kepada saudara tersayang Ulfa Chairani serta sahabat terbaik Adi Putra dan Caroline Noviyanti, yang selalu menyemangati, menemani, mendoakan dan berbagi tawa bersama selama ini.

15. Kepada teman teman terbaik Winda Aprilia, Rissa Putri Bert, Magdalena Sitompul dan Briando Roy yang telah banyak membantu

(6)

dan menyemangati penulis dalam mengerjakan skripsi ini dan selama berkuliah di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

16. Kepada teman teman yang lain yang tidak bisa saya ucapkan satu persatu disini, kelompok Klinis Hukum, teman teman Grup A dan jurusan Hukum Perdata BW stambuk 2013 yang telah banyak membantu dan mendukung penulis selama ini.

17. Dan kepada semua pihak yang telah banyak membantu penulis secara langsung maupun tidak langsung yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terima kasih atas doa dan dukungan serta semangat yang diberikan kepada penulis.

Demikianlah yang dapat penulis sampaikan. Bila ada kesalahan dan kekurangan dalam skripsi ini penulis mohon maaf yang sebesar- besarnya. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua masyarakat yang membaca dan membutuhkannya. Atas perhatiannya penulis ucapkan terima kasih.

Medan, Januari 2017

Maura Meralda Harahap

(7)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ………... i

DAFTAR ISI ………..ii

ABSTRAK ………....iii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ………... 1

B. Permasalahan ………. 15

C. Tujuan Penulisan ……… 15

D. Manfaat Penulisan ……….. 15

E. Tinjauan Kepustakaan ……… 16

F. Metode Penelitian ………... 18

G. Keaslian Penulisan ………. 22

H. Sistematika Penulisan ……… 24

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGATURAN PERWALIAN ANAK DALAM HUKUM DI INDONESIA A. Tinjauan Umum Tentang Anak ………. 26

1. Pengertian Tentang Anak ……… 26

2. Batasan Usia Anak ………... 29

3. Hak-Hak Anak ……….. 31

4. Macam-Macam Anak ………... 39

B. Tinjauan Umum Tentang Perwalian ………... 41

1. Pengertian dan Dasar Hukum Perwalian ……….. 41

2. Asas-Asas Perwalian ……… 49

3. Macam-Macam Perwalian ……… 50

(8)

4. Syarat Untuk Menjadi Wali ……….. 52

5. Tugas dan Kewajiban Wali ……….. 53

6. Hak Seorang Wali ………. 54

7. Cara Pengangkatan Wali ……….. 55

8. Mulai Berlakunya Perwalian ……… 57

9. Berakhirnya Perwalian ………. 58

C. Tinjauan Umum Tentang UU No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak……….. 60

1. Latar Belakang UU No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak ………... 60

2. Sistematika UU No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak ………. 62

BAB III PELAKSANAAN PERWALIAN TERHADAP ANAK ASUH YANG KEDUA ORANG TUANYA MASIH HIDUP A. Sejarah dan Latar Belakang Pendirian Panti Asuhan Ade Irma Suryani Nasution ………...………. 64

B. Visi, Misi dan Tujuan ………. 68

C. Prosedur Perwalian Anak pada Panti Asuhan Ade Irma Suryani Nasution ……….. 72

D. Perwalian Terhadap Anak Asuh yang Kedua Orang Tuanya Masih Hidup ………... 77

(9)

BAB IV HAK DAN KEWAJIBAN PARA PIHAK DALAM

PELAKSANAAN PERWALIAN ANAK DI PANTI ASUHAN ADE IRMA SURYANI NASUTION

A. Hak dan Kewajiban Anak Dalam Panti Asuhan Ade Irma Suryani Nasution ………...………. 83 B. Hak dan Kewajiban Panti Asuhan Terhadap Anak Asuh ….. 84 C. Permasalahan yang Timbul dalam Panti Asuhan …………... 86 D. Aspek atau Segi Berlangsungnya Perwalian di Panti Asuhan

Ade Irma Suryani Nasution ……… 90 BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ……… 92 B. Saran ………... 94 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

(10)

ABSTRAK

*)Maura Meralda Harahap

**)Edy Ikhsan

***)Rosnidar Sembiring

Permasalahan perwalian merupakan hal terpenting bagi kelangsungan hidup anak kecil atau anak yang masih belum bisa mengurus diri sendiri seperti anak-anak terlantar, baik dalam mengurus harta kekayaan maupun dalam mengurus lingkungannya sendiri atau dengan istilah lain yakni anak yang masih belum bisa atau belum cakap bertindak dalam hukum. Permasalahan yang diangkat dalam skripsi ini adalah bagaimana pengaturan perwalian anak di indonesia, bagaimana pelaksanaan perwalian terhadap anak asuh yang kedua orang tuanya masih hidup, bagaimana terhadap hak dan kewajiban para pihak dalam pelaksanaan perwalian di Panti Asuhan Ade Irma Suryani Nasution.

Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kombinasi metode pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris. Penelitian yuridis normatif yaitu mengacu kepada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang- undangan dan norma-norma hukum yang ada dalam masyarakat. Sementara penelitian yuridis empiris adalah penelitian permasalahan mengenai hal-hal yang bersifat yuridis dan didasarkan atas fakta-fakta yang diperoleh dari hasil penelitian dengan mengacu kepada pola-pola perilaku masyarakat yang nyata di lapangan.

Dari hasil penelitian yang dilakukan di Panti Asuhan Ade Irma Suryani Nasution diketahui bahwa anak-anak yang berada di bawah perwalian panti asuhan Ade Irma Suryani Nasution pada umumnya adalah anak-anak terlantar, anak yang tidak memiliki orang tua, anak yang status orang tuanya tidak diketahui atau dikatakan sebagai anak alam, dan anak-anak yang berasal dari keluarga yang kurang mampu sehingga tidak meninggalkan harta benda bagi anaknya. Perwalian yang diberikan oleh panti asuhan Ade Irma Suryani Nasution tidak hanya kepada anak-anak yang berada di dalam lingkup panti asuhan tetapi juga terhadap anak-anak terlantar yang layak dibantu dan tetap harus memenuhi persyaratan. banyak ditemui hambatan dalam pelaksanaan tujuan untuk menjadikan anak dapat bertanggung jawab pada diri sendiri maupun orang lain dalam hidup bermasyarakat, diakibatkan anak-anak asuh berasal dari berbagai latar belakang keluarga dan mempunyai sifat masing- masing yang berbeda. Selain itu masalah yang timbul karena faktor biaya.

Hendaknya Panti Asuhan mendapat perhatian lebih dari para pihak khususnya dari pemerintah maupun dinas sosial untuk memberikan bantuan dalam segi materi agar memudahkan segala kegiatan dan kelangsungan hidup anak-anak yang berada dalam perwalian Panti Asuhan, serta mengatasi permasalahan dalam Panti Asuhan khususnya masalah biaya agar tidak membebankan para pengurus Panti Asuhan.

Kata Kunci : Perlindungan Hukum, Anak, Perwalian, Panti Asuhan

*)Mahasiswi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

**)Dosen Pembimbing I

***)Dosen Pembimbing II

(11)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Kedudukan anak sangat erat sekali hubungannya dengan masalah perkawinan, oleh karena di dalam perikatan perkawinan sangat penting di dalam pergaulan masyarakat, bahkan hidup bersama ini yang kemudian melahirkan anak keturunan mereka merupakan sendi yang utama bagi pembentukan negara dan bangsa. Kesejahteraan dan kebahagiaan hidup bersama ini menentukan kesejahteraan dan kebahagiaan masyarakat dan negara, sebaliknya rusak dan kacaunya hidup bersama yang bernama keluarga ini akan menimbulkan rusak dan kacaunya bangunan masyarakat.1

Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang sensntiasa harus kita jaga karena dalam dirinya melekat harkat, martanat, dan hak- hak sebagai manusia harus dijunjung tinggi. Hak asasi anak merupakan bagian dari hak asasi manusia yang termuat dalam Undang-Undang Dasar 1945 dan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hak-Hak Anak. Dari sisi kehidupan berbangsa dan bernegara, anak adalah masa depan bangsa dan generasi penerus cita-cita bangsa, sehingga setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang, berpartisipasi serta berhak atas perlindungan dari tindak kekerasan dan diskriminasi serta hak sipil dan kebebasan.2

Undang-undang ini menegaskan bahwa pertanggungjawaban orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah dan negara merupakan rangkaian kegiatan yang

1Soedharyo Soimin. 1992. Hukum Orang dan Keluarga. Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 3.

2Penjelasan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Pelindungan Anak, I. Umum.

(12)

dilaksanakan secara terus-menerus demi terlindunginya hak-hak anak. Rangkaian kegiatan tersebut harus berkelanjutan dan terarah guna menjamin pertumbuhan dan perkembangan anak, baik fisik, mental, spiritual maupun sosial. Tindakan ini dimaksudkan untuk mewujudkan kehidupan terbaik bagi anak yang diharapkan sebagai penerus bangsa yang potensial, tangguh, memiliki nasionalisme yang dijiwai oleh akhlak mulia dan nilai Pancasila, serta berkemauan keras menjaga kesatuan dan persatuan bangsa dan negara.

Upaya perlindungan anak perlu dilaksanakan sedini mungkin, yakni sejak dari janin dalam kandungan sampai anak berumur 18 (delapan belas) tahun.

Bertitik tolak dari konsepsi perlindungan anak yang utuh, menyeluruh, dan komprehensif, undang-undang ini meletakkan kewajiban memberikan perlindungan kepada anak berdasarkan asas-asas sebagai berikut :

a. nondiskriminasi;

b. kepentingan yang terbaik untuk anak

c. hak untuk hidup, kelangsungan hidup, dan perkembangan d. penghargaan terhadap pendapat anak.3

Dalam melakukan pembinaan, pengembangan dan perlindungan anak, perlu peran masyarakat, baik melalui lembaga perlindungan anak, lembaga keagamaan, lembaga swadaya masyarakat, organisasi kemasyarakatan, organisasi sosial, dunia usaha, media massa, atau lembaga pendidikan.

Mengingat peranan yang dimiliki keluarga sangat penting bagi tegak dan sejahteranya masyarakat dan negara, maka negara membutuhkan tata tertib dan

3 Penjelasan Atas Undang-Undang Republik Indonesia No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak

(13)

kaidah-kaidah yang mengatur tentang keluarga. Dan peraturan-peraturan inilah yang menimbulkan pengertian perkawinan, yaitu hidup bersama dari seorang laki- laki dan seorang perempuan yang memenuhi syarat-syarat yang termasuk dalam peraturan tersebut, kata Dr. Wirjono.4

1. Kekuasaan orang tua terhadap diri si anak. Menurut Pasal 45 Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan disebutkan bahwa orang tua wajib memelihara dan mendidik anak-anak mereka sebaik- baiknya, sampai anak itu kawin atau dapat berdiri sendiri. Selain itu dalam Pasal 298 ayat 2 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ditentukan bahwa orang tua wajib memelihara dan mendidik anak mereka yang belum dewasa.

Dalam perkawinan yang sah antara seorang pria dan seorang wanita jika mempunyai anak, anak tersebut menjadi anak yang sah dari kedua orang tuanya.

Anak-anak yang belum dewasa tidak wenang melakukan perbuatan hukum sendiri, baik di dalam maupun di luar pengadilan sehingga diperlukan adanya orang dewasa yang melakukan perbuatan hukum untuk anak tersebut. Disinilah pentingnya kekuasaan orang tua terhadap anak yang belum dewasa, kekuasaan orang tua meliputi 2 hal yaitu:

2. Kekuasaan orang tua terhadap harta benda si anak, yang meliputi:

a) Pengurusan harta benda si anak.

b) Menikmati hasil dari harta benda si anak.

Pencabutan kekuasaan orang tua dapat terjadi pada salah satu atau bahkan

4Soedharyo Soimin.Loc. Cit.

(14)

kedua orang tua dari anak tersebut yang permintaannya dapat diajukan oleh orang tua yang lain, keluarga anak dalam garis lurus keatas dan saudara kandung yang telah dewasa atau pejabat yang berwenang yang ditetapkan dalam keputusan pengadilan.

Dalam hal dicabutnya kekuasaan orang tua atas anak maka akan timbul suatu perwalian, sesuai dengan Pasal 50 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang menyebutkan bahwa anak yang belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun atau belum pernah melangsungkan perkawinan, yang tidak berada di bawah kekuasaan orang tua berada di bawah kekuasaan wali.5

1. Anak sah yang kedua orang tuanya telah dicabut kekuasaannya sebagai orang tua.

Dengan demikian maka yang berada di bawah perwalian:

2. Anak sah yang orang tuanya telah bercerai.

3. Anak yang lahir diluar perkawinan.

Perwalian tersebut mengenai pribadi anak yang bersangkutan maupun harta bendanya, Hal ini sesuai dengan yang tercantum dalam Pasal 3 UU No 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak yang menyatakan bahwa Setiap anak berhak atas kesejahteraan perawatan, asuhan berdasarkan kasih sayang , pelayanan untuk berkembang, pemeliharaan dan perlindungan baik semasa dalam kandungan atau setelah dilahirkan, perlindungan lingkungan hidup yang menghambat perkembangan dan dalam keadaan yang berbahaya/ membahayakan, anaklah yang

5Lihat Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan

(15)

pertama-tama mendapat pertolongan, bantuan dan perlindungan.6

Perwalian dapat dilakukan oleh setiap orang kecuali yang oleh Undang- Undang ditetapkan tidak bisa menjadi wali sebagaimana disebutkan dalam Pasal 379 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yaitu mereka yang sakit ingatan, mereka yang belum dewasa, mereka yang ada di bawah pengampuan dan mereka yang telah dipecat baik dari kekuasaan orang tua maupun dari perwalian. Dengan diangkatnya seseorang menjadi wali maka melekat pula kewajiban-kewajiban tertentu yang harus dilaksanakan terhadap anak yang ada di bawah perwaliannya dan ketentuan mengenai hal ini diatur juga dengan undang-undang.7

Perwalian anak berlaku karena alasan-alasan tertentu, tetapi secara substansial dalam syariat Islam, keberadaan perwalian sangat membantu bagi anak yang masih di bawah umur atau orang dewasa yang memiliki sikap mental yang kurang normal, misalnya pemboros, idiot, dan sejenisnya.8

Anak yang tidak berada di bawah kekuasaan orang tua, belum tentu terpenuhi kesejahteraannya secara wajar dan dalam hal ini dapat mengakibatkan anak menjadi terlantar. Keadaan terlantar ini juga dapat disebabkan oleh hal-hal lain seperti kemiskinan yang mengakibatkan tidak terpenuhinya kebutuhan anak baik secara jasmani, rohani maupun sosial. Kesejahteraan anak merupakan tanggung jawab utama dari orang tua dalam lingkungan keluarga, tetapi jika hal itu tidak dapat terlaksana maka ada pihak lain yang diserahi hak dan kewajiban tersebut. Jika memang tidak ada pihak yang dapat melaksanakannya sesuai dengan Pasal 34 Undang-Undang Dasar 1945 bahwa fakir miskin dan anak

6Lihat UU No 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak

7Lihat Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia, 1996, PT. Pradnya Paramita, Jakarta

8Mustofa Hasan, 2011, Pengantar Hukum keluarga, CV Pustaka Setia, Bandung, hlm. 277

(16)

terlantar dipelihara oleh negara, pelaksanaan hak dan kewajiban untuk mewujudkan kesejahteraan anak menjadi tanggung jawab negara.9

Perlindungan anak menurut Arif Gosita adalah “upaya-upaya untuk mendukung terlaksananya hak-hak dan kewajiban anak”.10

Perlindungan hukum bagi anak dapat diartikan sebagai upaya perlindungan hukum terhadap berbagai kebebasan dan hak asasi anak ( fundamental rights and freedoms of children ) serta berbagai kepentingan yang berhubungan dengan kesejahteraan anak. Perlindungan anak tidak hanya mengenai perlindungan atas

Seorang anak yang memperoleh dan mempertahankan hak untuk tumbuh dan berkembang dalam hidup secara berimbang dan positif, berarti mendapat perlakuan secara adil dan terhindar dari ancaman yang merugikan. Usaha-usaha perlindungan anak berupa tindakan hukum yang mempunyai akibat hukum, sehingga menghindarkan anak dari tindakan orangtua yang sewenang-wenang.

Dengan demikian, perlindungan anak harus diusahakan dalam berbagai bidang penghidupan dan kehidupan bernegara, bermasyarakat, dan berkeluarga berdasarkan hukum demi perlakuan benar, adil, dan kesejahteraan anak.

Melindungi anak berarti melindungi manusia, dan membangun manusia seutuhnya. Hakekat pembangunan nasional adalah pembangunan manusia indonesia seutuhnya yang berbudi luhur, mengabaikan perlindungan terhadap anak, berakibat dapat menimbulkan berbagai permasalahan sosial yang mengganggu penegakan hukum, ketertiban, keamanan, dan pembangunan nasional.

9Lihat Undang-Undang Dasar 1945

10Moch. Faisal Salam, 2005, Hukum Acara Peradilan Anak Di Indonesia, Mandar Maju, Bandung, hlm. 1

(17)

semua hak serta kepentingan yang dapat menjamin pertumbuhan dan perkembangannya dengan wajar, baik secara rohani, jasmani maupun sosial, dan perlindungan anak juga menyangkut aspek pembinaan generasi muda.11

Masalah perlindungan hukum bagi anak mencakup ruang lingkup yang sangat luas dilihat dari cukup banyaknya dokumen/instrumen internasional yang berkaitan dengan masalah anak, walaupun masih merupakan pernyataan (deklarasi), perjanjian/persetujuan bersama (konvensi), resolusi ataupun masih merupakan pedoman (guidelines). Berbagai dokumen internasional tersebut jelas merupakan refleksi dari kesadaran dan keprihatinan masyarakat akan perlunya perlindungan terhadap keadaan buruk/menyedihkan yang menimpa anak-anak.12

Komitmen negara untuk memberikan perlindungan sosial dalam pengertian yang sangat luas kepada warga negaranya yang kurang mampu termasuk di Perhatian terhadap anak di suatu masyarakat atau bangsa itu paling mudah dapat dilihat dari berbagai produk peraturan perundang-undangan yang menyangkut perlindungan hak – hak anak. di Indonesia, dalam beberapa tahun terakhir ini perhatian pemerintah dan publik terhadap kehidupan anak – anak semakin meningkat.

Semakin tumbuh dan berkembangnya organisasi kemasyarakatan yang bergerak di bidang perlindungan anak sebagai salah satu bukti masih adanya tingkat kepedulian yang ada di masyarakat. Dalam hal untuk merawat dan melindungi kepentingan anak, peran orang tua sangat diperlukan agar anak dapat memperoleh hak-haknya.

11Aminah Azis, 1998, Aspek Hukum Perlindungan Anak, (Medan: Universitas Sumatera Utara (USU – Press), hlm. 27.

12Ibid., hlm. 29

(18)

dalamnya bagi anak-anak ditegaskan kembali dalam Pasal 34 UUD 1945 hasil perubahan keempat, yaitu:

1. Fakir miskin dan anak – anak terlantar dipelihara oleh negara.

2. Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu

sesuai dengan martabat kemanusiaan.

3. Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam undang –undang.

Dengan adanya komitmen ini sudah sewajarnya negara berkewajiban menjamin terpenuhinya hak atas kebutuhan dasar serta memberikan kesejahteraan bagi anak yang diwujudkan baik dengan rehabilitasi sosial, jaminan sosial, pemberdayaan sosial dan perlindungan sosial.

Berbicara tentang perwalian dimana hal ini merupakan hal terpenting bagi kelangsungan hidup seorang anak yang masih belum bisa mengurus diri sendiri, baik dalam mengurus harta kekayaan maupun dalam mengurus lingkungannya sendiri atau dengan istilah lain yakni anak yang masih belum bisa atau belum cakap bertindak dalam hukum.

Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, sebagaimana disebutkan dalam Pasal 330 ayat (3) disebutkan bahwa “Perwalian (voogdij) adalah pengawasan terhadap anak di bawah umur, yang tidak berada di bawah kekuasaan orang tua.”13

13Lihat Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Sebagaimana juga dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974

(19)

Pasal 50-54 dan Kompilasi Hukum Islam (KHI) , Pasal 107-112 yang menyatakan perwalian adalah “sebagai kewenangan untuk melaksanakan perbuatan hukum demi kepentingan, atau atas nama orang tuanya telah meninggal atau tidak melakukan perbuatan hukum”.14

Dimaksud sebagai Anak dalam Undang-Undang No. 4 Tahun 1979, adalah seseorang yang belum mencapai umur 21 tahun dan belum pernah kawin. Akan tetapi walaupun seseorang belum genap berusia 21 tahun, namun apabila ia sudah pernah kawin maka dia tidak lagi berstatus anak, melainkan orang yang sudah dewasa.15

Perwalian diatur pula di dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, diatur dalam Pasal 33 ayat (1) bahwa dalam hal orang tua anak tidak cakap melakukan perbuatan hukum, atau tidak diketahui tempat tinggal atau keberadaannya, maka seseorang atau badan hukum yang memenuhi persyaratan dapat ditunjuk sebagai wali dari anak yang bersangkutan. Selanjutnya ayat (2) mengatur bahwa untuk menjadi wali anak dilakukan melalui penetapan pengadilan.16

Tugas wali yang menyangkut pribadi anak secara otentik diatur di dalam pasal 383 KUH perdata bahwa setiap wali harus menyelenggarakan pemeliharaan dna pendidikan terhadap pribadi si belum dewasa sesuai dengan harta kekayaannya, pun ia harus mewakilinya dalam segala tindak perdata.17

Sehubungan dengan itu, di dalam hal perwalian yang dilakukan oleh

14Pasal 50-54 UU No. 1 tahun 1974 dan Pasal 107-112 Kompilasi Hukum Islam (KHI)

15Undang-Undang No. 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak

16Pasal 33 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 2002 tentang Perlindungan Anak

17Sudarsono, 1991, Hukum Kekeluargaan Nasional, PT. Rineka Cipta, Jakarta, hlm. 29-30.

(20)

perhimpunan, yayasan ataupun lembaga amal, sesuai Pasal 365 KUH Perdata yang mengatur bahwa bilamana hakim harus mengangkat seorang wali, maka perwalian itu boleh diperintahkan kepada suatu perhimpunan berbadan hukum yang bertempat kedudukan di Indonesia, kepada suatu yayasan atau lembaga amal yang bertempat kedudukan di sini pula, yang mana menurut anggaran dasarnya, akta-akta pendiriannya atau reglemen-reglemennya berusaha memelihara anak- anak belum dewasa untuk waktu yang lama. Sesuai Pasal 331 sub 4e KUH Perdata diatur bahwa perwalian ini mulai berlaku jika suatu perhimpunan, yayasan atau lembaga amal, tidak atas permintaan atau kesanggupan sendiri diangkat menjadi wali, pada saat mereka menyatakan sanggup menerima pengangkatan itu.18

Perwalian dapat dilakukan oleh seseorang dan atau suatu badan atau yayasan. Dalam perwalian yang dilakukan oleh seseorang atau yayasan wajib menyelenggarakan kepentingan anak yang belum dewasa yang berada di bawah perwaliannya. Hal itu dilakukan agar seorang anak yang berada di bawah perwaliannya dapat merasakan cinta kasih dan terlindungi hak-haknya, seolah- olah ia berada dalam kekuasaan orang tuanya sendiri. Pasal 365 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyebutkan bahwa dalam segala hal apabila hakim harus mengangkat seorang wali maka perwalian itu dapat diperintahkan dan diserahkan pada perkumpulan yang berbadan hukum yang berkedudukan di Indonesia. Hal tersebut tergantung pula pada anggaran dasar, akta pendiriannya atau peraturan-peraturan yang bertujuan untuk memelihara dan mengasuh anak-

18Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia, 1996, PT. Pradnya

(21)

anak yang masih dibawah umur untuk waktu yang lama sampai anak itu menjadi dewasa.19

Panti Asuhan merupakan salah satu lembaga perlindungan anak yang berfungsi untuk memberikan perlindungan terhadap hak-hak anak. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak Pasal 2 ayat (1), memuat aturan bahwa setiap anak berhak untuk mendapat kesejahteraan, perawatan, asuhan, dan bimbingan berdasarkan kasih sayang baik dalam keluarganya maupun di dalam asuhan khusus untuk tumbuh dan berkembang secara wajar.

Salah satu pihak yang melaksanakan perwalian adalah Panti Asuhan, untuk melaksanaan fungsi perwalian terdapat ketentuan-ketentuan mengenai perwalian yang ditentukan dengan undang-undang. Dan sebagai wali, maka terdapat kewajiban-kewajiban yang berkaitan dalam pemenuhan kesejahteraan anak yang berada di bawah perwaliannya. Selain itu sebagai lembaga pelayanan kesejahteraan sosial, Panti Asuhan juga memiliki kewajiban-kewajiban tertentu terhadap usaha perwujudan kesejahteraan anak.

20

Pada prinsipnya Panti Asuhan merupakan salah satu badan hukum yang dapat memberikan bimbingan serta arahan bagi anak asuhnya (yatim atau piatu), yang mana secara otomatis harus mengikuti atau melaksanakan dengan taat segala aturan-aturan yang telah di tetapkan dalam Undang – undang sebagai wali bagi anak-anak asuhnya. Akan tetapi, setiap Panti Asuhan memiliki sistem dan penerapan yang berbeda-beda untuk melaksanakan kewajiban sebagai wali bagi

19Ibid.

20Pasal 2 Undang – Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak

(22)

anak-anak asuhnya.21

Dengan diserahkannya anak-anak tersebut pada Panti Asuhan maka mereka akan mendapatkan pengawasan dan pembinaan yang lebih baik. Dengan demikian bahwa tujuan menyelenggarakan Panti Asuhan adalah bahwa dalam jangka waktu tertentu memberikan pelayanan sosial yang meliputi perawatan, bimbingan, pendidikan, pengembangan dan rehabilitasi serta kemudian menyerahkan mereka menjadi anggota masyarakat yang dapat hidup lebih layak dan penuh tanggung Panti Asuhan sebagai lembaga perwalian bertindak sebagai wali bagi anak- anak yang mengalami gangguan ekonomi atau anak terlantar. Anak yatim piatu, anak terlantar dan anak tidak mampu merupakan anak-anak yang terganggu kesejahteraannya sehingga membutuhkan penanganan dari Panti Asuhan yang dikelola oleh pemerintah maupun masyarakat sesuai dengan Pasal 11 ayat 2 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak bahwa usaha kesejahteraan anak dilakukan oleh pemerintah atau masyarakat.

Banyak hal yang melatarbelakangi diserahkannya seorang anak kepada Panti Asuhan, diantaranya adalah karena faktor ekonomi yang menyebabkan orang tua tidak mampu merawat anak tersebut. Orang tua lebih memilih untuk menyerahkan anaknya ke Panti Asuhan agar anak tersebut dapat hidup layak.

Penyebab yang lain adalah karena meninggalnya kedua orang tua dan tidak ada yang bersedia merawat anak tersebut sehingga kekuasaan untuk merawat anak diserahkan pada Panti Asuhan. Hal lain yang sering terjadi adalah penelantaran terhadap anak, yang disebabkan anak lahir di luar kehendak orang tuanya.

21Burhanudin Salam, Etika Sosial ‘Asas Moral dalam Kehidupan Manusia’, (Jakarta: Rineka Cipta, 1997), h. 114.

(23)

jawab sebagaimana mestinya terhadap diri sendiri, keluarga maupun masyarakat.

Sedangkan fungsi Panti Asuhan adalah sebagai pengganti keluarga dalam mengembangkan pribadi anak yang meliputi aspek fisik, psikis maupun sosial untuk menyiapkan anak-anak asuh yang berdiri sendiri dan bertanggung jawab baik dalam ekonomi, mental maupun sosial.

Maka dengan ditunjuknya seseorang atau badan menjadi wali menuntut tanggung jawab yang besar akan tugasnya. Sesuai dengan Pasal 51 Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan seorang wali harus beritikad baik dalam melaksanakan tugas perwaliannya, sebab anak yang dibawah perwaliannya tersebut bukan darah dagingnya sendiri.22

Tetapi harus diakui bahwa dalam kenyataannya anak belum mendapatkan perlindungannya tersebut secara maksimal. Dalam kenyataan yang kita hadapi saat ini, masih terdapat anak-anak terlantar karena keadaan mereka tidak

Hal ini dapat ditunjukkan dengan memberikan perhatian dan pemeliharaan yang baik dalam hal pendidikan, kesehatan maupun kasih sayang.

Pada garis besarnya perwalian sama dengan kekuasaan orang tua dalam pemeliharaan anaknya, hanya perbedaannya bahwa kekuasaan orang tua meliputi segala segi kehidupan anak baik secara pribadi, harta kekayaan anak maupun dalam bidang hukum perdata maupun pidana. Luasnya perwalian terhadap diri anak adalah seluas seperti apa yang menjadi kewajiban hukum pada pelaksanaan kekuasaan orang tua, yang meliputi pemeliharaan kesejahteraan jasmani dan rohani anak.

22Pasal 51 Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan

(24)

mempunyai kesempatan untuk dapat tumbuh dan berkembang secara wajar baik jasmani, rohani, maupun sosialnya.

Berkaitan dengan usaha perlindungan terhadap anak tersebut sudah tentu akan menemui hambatan dan kendala yang berupa prosedur penetapan perwalian anak. Dan di dalam pelaksanaan akan ditemukan fakta di lapangan tentang hambatan yang timbul di dalam pelaksanaan perwalian anak. Sisi lain akan muncul permasalahan tentang bagaimana tanggung jawab seorang wali terhadap anak di bawah perwaliannya apabila wali tersebut berbuat tidak sebagaimana mestinya.

Dengan penjelasan tersebut maka sudah seharusnya kita bersama-sama menyadari tentang arti pentingnya perlindungan dan kesejahteraan anak. Karena dengan hal tersebut, di samping kita mengamalkan rasa kemanusiaaan, kita juga membantu pemerintah dalam membangun bangsa dan negara, karena anak adalah aset bangsa yang sangat berharga serta penerus generasi dan masa depan bangsa dalam tanggung jawab mereka.

Berdasarkan uraian tersebut saya menarik untuk dilakukannya penelitian dengan judul “PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PERWALIAN ANAK (STUDI PADA PANTI ASUHAN ADE IRMA SURYANI NASUTION DI MEDAN)”

(25)

B. Permasalahan

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dalam penulisan ini permasalahan yang akan dibahas adalah sebagai berikut :

1. Bagaimanakah pengaturan perwalian anak di indonesia?

2. Bagaimanakah pelaksanaan perwalian terhadap anak asuh yang kedua orang tuanya masih hidup?

3. Bagaimanakah hak dan kewajiban para pihak dalam pelaksanaan perwalian anak di Panti Asuhan Ade Irma Suryani Nasution?

C. Tujuan Penulisan

Berdasarkan permasalahan diatas, maka yang menjadi tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui pengaturan perwalian anak di indonesia

2. Untuk mengetahui pelaksanaan perwalian terhadap anak asuh yang kedua orang tuanya masih hidup

3. Untuk mengetahui hak dan kewajiban para pihak dalam pelaksanaan perwalian anak di Panti Asuhan Ade Irma Suryani Nasution

D. Manfaat Penulisan

Dalam suatu penelitian diharapkan akan memberikan manfaat yang berguna, adapun manfaat yang diharapkan dari penulisan ini yaitu secara teoritis maupun praktis, yaitu :

a. Secara Teoritis:

1. Bagi ilmu Pengetahuan memberi sumbangan pengetahuan dalam

(26)

bidang hukum pada umumnya Hukum Perdata pada khususnya mengenai Perlindungan Hukum Terhadap Perwalian Anak.

2. Bagi Peneliti, untuk memperoleh data-data yang diperlukan dalam penyusunan skripsi, sebagai syarat untuk memperoleh gelar kesarjanaan dalam Ilmu Hukum di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara di samping menambah pengetahuan dan wawasan mengenai perlindungan hukum terhadap perwalian anak.

b. Secara Praktis:

1. Bagi Pemerintah, memberi sumbangan dan masukan kepada pemerintah sehingga dapat memberikan pelayanan yang maksimal dan produk hukum yang lebih baik mengenai perwalian anak.

2. Bagi Masyarakat, memberi sumbangan dan masukan terhadap masyarakat sehingga mereka lebih dapat mengetahui dan memahami mengenai perlindungan hukum terhadap perwalian anak.

E. Tinjauan Kepustakaan

Perwalian berasal dari kata “wali” mempunyai arti orang lain selaku pengganti orang tua yang menurut hukum diwajibkan memiliki anak yang belum dewasa atau belum akil balig dalam melakukan perbuatan hukum, demikian menurut Prof. Subekti.23

Dalam kamus hukum, perkataan “wali” dapat diartikan pula sebagai orang yang mewakili. Dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1974, Perwalian ini diatur dalam pasal 50 ayat (1): Anak yang belu mencapai 18 (delapan belas) tahun atau

23Soedharyo Soimin, Op. cit., hlm. 55

(27)

belum pernah melangsungkan perkawinan, yang tidak berada di bawah kekuasaan orang tua, berada dibawah kekuasaan wali; ayat (2): Perwalian itu mengenai pribadi anak yang bersangkutan maupun harta bendanya.24

Menurut Pipin Syarifin (dalam Hukum Perdata), peranan wali terhadap anak yang belum dewasa sangat besar, baik terhadap harta bendanya maupun kelangsungan hidup pribadi anak tersebut. Menurut bahasa, istilah perwalian berasal dari kata dasar “wali”, yang mendapat awalan per. Kata wali dalam Bahasa Indonesia berarti orang yang menurut hukum (agama, adat) diserahi kewajiban mengurus anak yatim dan hartanya selama anak itu belum dewasa.

Adapun kata perwalian berarti segala sesuatu mengenai urusan wali;

pemeliharaan dan pengawasan anak yatim dan hartanya.25

Perwalian menurut hukum perdata ialah “Pengawasan terhadap anak yang di bawah umur yang tidak di bawah kekuasaan orang tua, serta pengurusan benda atau kekayaannya anak tersebut sebagaimana diatur oleh undang-undang.”26

Wirjono Pradjodikoro mengemukakan bahwa, “Pemeliharaan anak dinamakan voodij (perwalian), sedangkan selama perwalian berlangsung pemeliharaan anak yang berada di tangan kedua orangtua, dinamakan kekuasaan orang tua.”27

Perwalian bagi orang-orang beragama Islam di Indonesia diatur dalam Kompilasi Hukum Islam di Indonesia Pasal 107-111. Pasal 107 mengatur bahwa perwalian hanya dapat dilakukan terhadap anak yang belum mencapai umur 21

24Ibid.

25Mustofa Hasan, Loc. cit.

26Ibid., hlm. 278

27Ibid.

(28)

(dua puluh satu) tahun dan atau belum pernah melangsungkan perkawinan. Dari ketentuan tersebut, dapat dipahami usia dewasa menurut Kompilasi Hukum Islam di Indonesia adalah 21 (dua puluh satu) tahun dan atau belum pernah kawin.

Perwalian menurut Hukum Islam meliputi perwalian terhadap diri dan harta kekayaan.28

Dalam literatur fiqih islam perwalian itu disebut dengan “Al- Walayah”

(Orang yang mengurus atau yang menguasai sesuatu), sedangkan al- wali yakni orang yang mempunyai kekuasaan.29 Sedangkan menurut Ali Afandi, bahwa

“perwalian atau voogdij adalah pengawasan terhadap pribadi dan pengurusan harta kekayaan seorang anak yang belum dewasa jika anak itu tidak berada di bawah kekuasaan orang tua.”30

Menurut R. Sarjono bahwa “perwalian adalah suatu perlindungan hukum yang diberikan seseorang kepada anak yang belum mencapai usia dewasa atau belum pernah kawin yang tidak berada di bawah kekuasaannya”.31

Metode ilmiah dari suatu ilmu pengetahuan adalah segala cara dalam rangka ilmu tersebut, untuk sampai kepada kesatuan pengetahuan. Tanpa metode ilmiah, suatu ilmu pengetahuan itu sebenarnya bukan suatu ilmu, tetapi suatu himpunan pengetahuan saja tentang berbagai gejala, tanpa dapat F. Metode Penelitian

28Lihat Kompilasi Hukum Islam

29Muhammad Amin Summa, Hukum Keluarga Islam Dikeluarga Islam, PT. Raja Grafindo, Jakarta, 2001, hlm. 134.

30Ali Afandi, Hukum Waris, Hukum Keluarga, Hukum Pembuktian, Bina Aksara, Jakarta, 1997, hlm. 151.

31R. Sarjono, Masalah Perceraian, Cet 1, Academika, Jakarta, 1979, hlm. 36.

(29)

disadarihubungan antara gejala yang satu dengan gejala yang lainnya.32

1. Sifat Penelitian

Adapun metode penelitian hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

Penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah bersifat deskriptif dimana penelitian ini pada umumnya bertujuan untuk mendeskripsikan secara sistematis, faktual dan akurat terhadap suatu populasi atau daerah tertentu mengenai sifat-sifat, karateristik-karateristik atau faktor-faktor tertentu.33

2. Metode Pendekatan Soerjono Soekanto,34

Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kombinasi metode pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris. Penelitian yuridis normatif yaitu mengacu kepada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan dan norma-norma hukum yang ada dalam

berpendapat bahwa penelitian hukum dapat dibagi dalam penelitian hukum normatif, yang terdiri dari: penelitian terhadap asas-asas hukum, penelitian terhadap sistematika hukum, penelitian

terhadap taraf sinkronisasi hukum, penelitian sejarah hukum dan penelitian perbandingan hukum. Dan penelitian hukum empiris terdiri dari:

penelitian terhadap identifikasi hukum dan penelitian terhadap efektivitas hukum.

32Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2011, hlm.

45

33Ibid, hlm. 35

34Soerjono Soekanto, 1986, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta, UI Press, hlm. 3.

(30)

masyarakat. Sementara penelitian yuridis empiris adalah penelitian permasalahan mengenai hal-hal yang bersifat yuridis dan didasarkan atas fakta-fakta yang diperoleh dari hasil penelitian dengan mengacu kepada pola-pola perilaku masyarakat yang nyata di lapangan. Pendekatan hukum normatif dilakukan dengan cara penelusuran terhadap norma-norma hukum yang terdapat di dalam peraturan perundang-undangan perlindungan anak, serta memperoleh data maupun keterangan yang terdapat dalam berbagai literatur di perpustakaan, jurnal hasil penelitian, majalah, situs internet, dan sebagainya.

3. Jenis Data

Jenis data yang digunakan di dalam penelitian ini terdiri dari:

a) Data primer

Data Primer merupakan keterangan atau fakta yang diperoleh secara langsung dari sumber pertama atau melalui penelitian lapangan. Data primer dari penelitian ini merupakan keterangan dari pengelola Panti Asuhan yang berkaitan dengan pelaksanaan perwalian anak.

b) Data sekunder

Data sekunder merupakan data atau fakta yang diperoleh dari buku- buku, dokumen-dokumen, peraturan perundang-undangan, laporan, teori-teori, bahan-bahan kepustakaan dan sumber-sumber tertulis lainnya yang berkaitan dengan rumusan masalah pada penelitian ini. Bahan-Bahan hukum yang mengikat terdiri dari: Undang-Undang Dasar 1945, Peraturan Perundang-undangan yang meliputi: Undang-Undang Nomor 23 Tahun

(31)

2002 Tentang Pelindungan Anak, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

4. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang dipakai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

a) Studi Lapangan

Untuk penelitian ini penulis akan menggunakan teknik wawancara kepada para pengurus Panti Asuhan yang dilakukan pada tanggal 03 November 2016 di lingkungan Panti Asuhan Ade Irma Suryani Nasution

b) Studi Kepustakaan

Studi kepustakaan merupakan teknik pengumpulan data dengan mempelajari dokumen, buku-buku literatur, serta peraturan perundang- undangan yang berkaitan dengan masalah yang diteliti yaitu Undang- Undang Dasar 1945, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Pelindungan Anak, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia.

5. Analisa Data

Analisia data dalam penulisan ini digunakan analisa kualitatif. Seluruh data sekunder dan data primer yang diperoleh dari pustaka dan penelitian lapangan diklasifikasikan dan disusun secara sistematis, sehingga dapat dijadikan acuan dalam melakukan analisis. Langkah selanjutnya, dari data sekunder dan data primer yang telah disusun dan ditetapkan sebagai

(32)

sumber dalam penyusunan skripsi ini kemudian dianalisis secara kualitatif dengan menggunakan metode deskriptif.

Analisis kualitatif yaitu metode analisis data yang mengelompokkan dan menyeleksi data yang diperoleh dari penelitian lapangan menurut kualitas dan kebenarannya kemudian dihubungkan dengan teori-teori yuridis normatif yang diperoleh dari studi kepustakaan sehingga diperoleh jawaban atas permasalahan. Sedangkan metode deksriptif yaitu metode analisis dengan memilih data yang menggambarkan keadaan sebenarnya di lapangan.

Sebagai akhir, penarikan kesimpulan dalam penulisan skripsi ini dilakukan dengan metode deduktif, yakni menarik kesimpulan dari suatu permasalahan yang bersifat umum terhadap permasalahan yang konkret dihadapi.

G. Keaslian Penulisan

Skripsi yang berjudul “Perlindungan Hukum Terhadap Perwalian Anak (Studi Pada Panti Asuhan Ade Irma Suryani Nasution di Medan)” ini merupakan benar hasil karya sendiri dari penulis sendiri, tanpa meniru karya tulis milik orang lain. Oleh karenanya, keaslian dan kebenaran ini dapat dipertanggung jawabkan oleh penulis sendiri.

Selain itu, semua informasi di dalam skripsi ini berasal dari berbagai karya tulis penulis lain, baik yang di publikasikan ataupun tidak, serta telah diberikan penghargaan dengan mengutip nama sumber penulis dengan benar dan lengkap.

(33)

Karya tulis ini memiliki kemiripan dengan beberapa karya tulis yang telah dibuat oleh mahasiswa Fakultas Hukum yaitu :

1. Nama : Yudhi Marza NIM : 107011113

Judul : Tanggung Jawab Wali Terhadap Anak yang Berada Di Bawah Perwaliannya (Suatu Penelitian Di Kota Banda Aceh)

2. Nama : Windy Febrina NIM : 100200048

Judul : Tanggung Jawab Pemerintah Dalam Perwalian Anak-Anak Terlantar Ditinjau Dari Undang-Undang No. 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak dan Undang-Undang No. 11 Tahun 2009 Tentang Kesejahteraan Sosial (Studi Di Dinas Sosial Kota Medan)

(34)

H. Sistematika Penulisan

Penulisan skripsi ini dibagi menjadi 5 (lima) bab, dimana masing-masing bab dibagi atas beberapa subbab. Urutan bab tersusun secara sistematis dan saling berkaitan satu dengan lainnya. Uraian singkat atas bab-bab dan sub saling berkaitan dengan lainnya. Uraian singkat atas bab-bab dan sub-sub bab tersebut adalah sebagai berikut:

BAB PERTAMA: PENDAHULUAN

Dalam bab ini, penulis menjelaskan secara umum hal-hal yang berkaitan dengan Latar Belakang, Perumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Tinjauan Kepustakaan, Metode Penelitian, Keaslian Penulisan dan Sistematika Penulisan.

BAB KEDUA: TINJAUAN UMUM TENTANG PENGATURAN

PERWALIAN ANAK DALAM HUKUM DI INDONESIA Bab ini terdiri dari subbab, seperti tinjauan umum tentang anak yang terdiri dari pengertian, batasan usia anak, hak-hak dan macam-macam anak. Kemudian tinjauan umum tentang perwalian yaitu pengertian, dasar hukum, asas-asas, macam- macam dan syarat perwalian, tugas dan kewajiban wali serta berakhirnya perwalian. Dan tinjauan umum tentang Undang- Undang No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

BAB KETIGA: PELAKSANAAN PERWALIAN TERHADAP ANAK

ASUH YANG KEDUA ORANG TUANYA MASIH HIDUP

(35)

Bab ini terdiri dari beberapa subbab, seperti pengertian Panti Asuhan, sejarah dan latar belakang di dirikannya Panti Asuhan Ade Irma Suryani Nasution, visi, misi serta tujuan Panti Asuhan, prosedur perwalian anak oleh Panti Asuhan ade Irma Suryani Nasution, dan perwalian terhadap anak yang kedua orang tuanya masih hidup.

BAB KEEMPAT: HAK DAN KEWAJIBAN PARA PIHAK DALAM PELAKSANAAN PERWALIAN DI PANTI ASUHAN ADE IRMA SURYANI NASUTION

Bab ini membahas tentang hak dan kewajiban anak yang mendapat perwalian oleh panti asuhan Ade Irma Suryani Nasution. Bab ini terdiri dari 4 (empat) subbab yaitu hak dan kewajiban anak dalam Panti Asuhan Ade Irma Suryani Nasution, Hak dan Kewajiban Panti Asuhan terhadap anak asuh, Permasalahan yang timbul di dalam Panti Asuhan, dan Aspek atau Segi berlangsungnya perwalian di Panti Asuhan Ade Irma Suryani Nasution.

BAB KELIMA: KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini menguraikan tentang kesimpulan dari penelitian mengenai perlindungan hukum terhadap perwalian anak di Panti Asuhan Ade Irma Suryani Nasution, dan saran-saran mengenai perwalian anak di Indonesia.

(36)

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG PENGATURAN PERWALIAN ANAK DALAM HUKUM DI INDONESIA

A. Tinjauan Umum Tentang Anak 1. Pengertian Tentang Anak

Berbicara masalah perwalian maka tidak telepas dari pembahasan anak dan batas usia seorang anak, ini penting karena untuk mengetahui bilamana seseorang anak diletakkan dibawah perwalian dan dapat mempertangung jawabkan suatu suatu perbuatanya.

Dalam bahasa arab “anak disebut walad, satu kata yang mengandung penghormatan, sebagai makhluk Allah yang sedang menempuh perkembangannya kearah abadi Allah yang saleh”.35

1) “Anak diberikan tempat khusus yang berbeda dengan kehidupan dengan orang dewasa;

Dengan memandang anak dan kaitannya dengan perkembangan membawa arti sebagai berikut:

2) Anak memerlukan perhatian dan perlakuan khusus dari orang dewasa dan para pendidiknya, artinya kehidupan anak tidak dipenggal dan dilepaskan dari dunianya serta dimensi dan prospeknya.”36

ilmu pengetahuan (the body of knowledge) tetapi dapat di telaah dari sisi pandang sentralistis kehidupan. Misalnya agama, hukum dan sosiologi menjadikan pengertian anak semakin rasional dan aktual dalam lingkungan sosial.

35 Iman Jauhari, 2003, Perlindungan Hukum Terhadap Anak Dalam Keluarga Poligami, Pustaka Bangsa, Jakarta, hlm. 81

36Ibid, hlm. 83

(37)

Untuk meletakkan anak kedalam pengertian subjek hukum maka diperlukan unsur-unsur internal maupun eksternal di dalam ruang lingkup untuk menggolongkan status anak tersebut.Unsur- unsur tersebut adalah sebagai berikut:

a. Unsur internal pada diri anak yaitu anak sebagai subjek hukum atau sebagai manusia, anak juga digolongkan sebagai Human Right yang terkait dalam ketentuan peraturan perundang-undangan. Ketentuan dimaksud diletakkan pada anak dalam golongan orang yang belum dewasa, seseorang yang berada dalam perwalian, orang yang tidak mampu melakukan perbuatan hukum. Persamaan hak dan kewajiban anak, anak juga mempunyai hak dan kewajiban yang sama dengan dengan orang dewasa yang diberikan oleh ketentuan peraturan perundang-undangan dalam melakukan perbuatan hukum. maka hukum meletakan anak dalam posisi sebagai perantara hukum untuk dapat disejajarkan dengan kedudukan orang dewasa atau untuk disebut sebagai subjek hukum.

b. Unsur eksternal pada diri anak ini didasarkan pada ketentuan hukum atau persamaan kedudukan dalam hukum Equality Before The Law dapat memberikan legalitas formal terhadap anak sebagai seorang yang tidak mampu untuk berbuat peristiwa hukum yang ditentukan oleh ketentuan peraturan-peraturan hukum itu sendiri, atau meletakan ketentuan hukum yang memuat perincian tentang klasifikasi kemampuan dan kewenangan berbuat peristiwa hukum dari anak yang bersangkutan. Ini berdasarkan Hak-hak privilege yang diberikan Negara atau pemerintah yang timbul dari Undang Undang Dasar dan peraturan perundang- undangan.

(38)

Pendapat mengenai anak sampai saat ini masih mengalami perbedaan, baik dalam hal pengertian maupun dalam hal batasan umurnya. Beberapa pengertian tentang anak diatur sebagai berikut:

a) Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tidak dijelaskan secara pasti tentang definisi anak, tetapi berdasarkan Pasal 330 dijelaskan bahwa belum dewasa adalah belum berusia 21 tahun dan tidak terlebih dahulu kawin.37

b) Anak adalah seseorang yang belum mencapai umur 21 tahun dan belum pernah kawin (Pasal 1 angka 2 Undang-Undang No. 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan anak).38

c) Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan (Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak).

d) Anak adalah orang yang dalam perkara anak nakal telah mencapai umur 8 tahun tetapi belum mencapai umur 18 tahun dan belum pernah kawin (Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No.3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak).39

e) Anak adalah setiap manusia yang berusia di bawah 18 tahun dan belum menikah, termasuk anak yang masih dalam kandungan apabila hal tersebut

37 Lihat Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia, 1996, PT. Pradnya Paramita, Jakarta

38 Lihat Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak

39 Lihat Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak

(39)

adalah demi kepentingannya (Pasal 1 angka 5 Undang- Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia).40

f) Anak adalah setiap orang yang berumur dibawah 18 tahun (Pasal 1 angka 26 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan).41

2. Batasan Usia Anak

Menyangkut masalah pengertian anak ini dan batas umurnya masih mempunyai ketidak seragaman pendapat, batas usia anak dapat dikelompokan yaitu “pengelompokan usia maksimum sebagai wujud kemampuan anak dalam status hukum, sehingga anak tersebut beralih status menjadi usia dewasa atau dapat menjadi subjek hukum yang dapat bertanggung jawab secara mandiri terhadap perbuatan dan tindakan hukum yang dilakukan anak tersebut.”42

Pengertian anak menurut Pasal 1 konvensi Hak-hak Anak yang diadopsi oleh Majelis Umum Peserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal 20 November 1989 yang menyebutkan anak merupakan orang berusia dibawah 18 tahun, kecuali yang berlaku bagi anak yang ditentukan bahwa usia dewasa dicapai lebih awal.43

Sedangkan membicarakan batas umur dari anak menurut peraturan perundang-undangan juga memiliki perbedaan dari pembatasan usia anak ini didasari dari maksud dan tujuan dari masing-masing peraturan perundang-

40 Lihat Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia

41 Lihat Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan

42 Maulana Hasan Wadong, 2000, Advokasi Dan Hukum Perlindungan Anak, Grasindo, Jakarta, hlm 14-15

43 Lihat Konvensi Hak-Hak Anak dengan Keppres No. 36 Tahun 1990

(40)

undangan tersebut, untuk meletakkan batas usia seoarang anak ini meyebabkan pluralitas dalam menentukan batas usia seorang anak dimana diantaranya:

a. Dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUH Perdata)

“Pasal 330 ayat (1) menyebutkan batas antara belum dewasa dengan usia telah dewasa yaitu 21 tahun, Kecuali anak tesebut telah kawin sebelum usianya 21 tahun atau karena pendewasaan. Pendewasaan sebagaimana tersebut dalam Pasal 419 KUH Perdata. “Dengan melakukan perlunakan seorang anak belum dewasa boleh dikatakan dewasa atau bolehlah diberikan kepadanya hak kedewasaan yang tertentu”. Yang mana perlu atas anak yang belum dewasa tersebut dinyatakan dewasa dengan surat- surat pernyataan dewasa yang diberikan oleh Presiden setelah mendengarkan nasehat dari Makamah Agung sebagaimana tersebut didalam Pasal 420 KUH Perdata.

Dari ketentuan yang tersebut pada Pasal 330 diatas dapat diketahui bahwa batasan umur anak merupakan mereka yang belum berumur 21 tahun, hal ini merupakan pembatasan yang jelas dan tegas disebutkan tentang seseorang telah dewasa atau belum dewasa.

b. Dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan tidak mengatur secara langsung tentang anak namun secara tersirat dapat dilihat dalam Pasal 6 ayat (2) yang menyatakan “untuk melakukan suatu perkawinan seseorang yang belum mencapai umur 21 tahun haruslah mendapat izin dari orang tuanya”. Pasal 7 ayat (1) menyebutkan bahwa

(41)

“perkawinan hanya di izinkan jika pihak pria sudah mencapai usia 19 tahun dan pihak wanita sudah mencapai usia 16 tahun”. Sedangkan dalam ketentuan Pasal 47 ayat (1) menyebutkan “bahwa anak yang belum mencapai umur 18 tahun dan belum pernah melakukan pernikahan berada dibawah kekuasaan orang tua selama mereka tidak dicabut kekuasaan orang tuanya.”

Tentang kedewasaan ini, merupakan salah satu dari sekian faktor yang harus diperhatikan apabila hendak melakukan suatu perbuatan hukum. Masalah tidak akan timbul jika ternyata seorang anak yang belum dewasa masih berada dibawah pemeliharaan orang tuanya. Namun apabila sianak yang belum dewasa sudah tidak berada dibawah kekuasaan orang tuannya lagi maka segala perbuatan hukum sianak harus diwakilkan oleh seseorang sebagai pengganti orang tua si anak, atas hal tersebut maka diperlukan ketentuan-ketentuan hukum mengaturnya, terutama menempatkan seorang wali dalam hal pemeliharaan seorang anak.

3. Hak-Hak Anak

Landasan hukum yang digunakan dalam melaksanakan pemenuhan hak-hak anak bertumpu pada Undang-Undang Dasar Negara republik Indonesia Tahun 1945 serta prinsip-prinsip dasar Konvensi Hak Anak yang disahkan tahun 1990 kemudian diserap ke dalam Undang-Undang no 23 tahun 2002. Berdasarkan sesuatu yang melekat pada diri anak tersebut yaitu hak yang harus dilindungi dan dijaga agar berkembang secara wajar.

Terdapat empat prinsip utama yang terkandung di dalam Konvensi Hak Anak, prinsip-prinsip ini adalah yang kemudian diserap ke dalam Undang-

(42)

Undang Nomor 23 Tahun 2002 yang disebutkan secara ringkas pada pasal 2.

Secara lebih rinci Prinsip-prinsip tersebut adalah:44 1. Prinsip non diskriminasi.

Artinya semua hak yang diakui dan terkandung dalam Konvensi Hak Anak harus diberlakukan kepada setiap anak tanpa pembedaan apapun.

Prinsip ini tertuang dalam Pasal 2 Konvensi Hak Anak, yakni :

“Negara-negara peserta akan menghormati dan menjamin hak-hak yang diterapkan dalam konvensi ini bagi setiap anak yang berada dalam wilayah hukum mereka tanpa diskriminasi dalam bentuk apapun, tanpa memandang ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, pandangan politik atau pandangan-pandangan lain, asal-usul kebangsaan, etnik atau sosial, status kepemilikan, cacat atau tidak, kelahiran atau status lainnya baik dari si anak sendiri atau dari orang tua atau walinya yang sah”. (Ayat 1). “Negara-negara peserta akan mengambil semua langkah yang perlu untuk menjamin agar anak dilindungi dari semua bentuk diskriminasi atau hukuman yang didasarkan pada status, kegiatan, pendapat yang dikemukakan atau keyakinan dari orang tua anak, walinya yang sah atau anggota keluarga”. (Ayat 2).

2. Prinsip yang terbaik bagi anak (Best interest of the child)

Yaitu bahwa dalam semua tindakan yang menyangkut anak yang dilakukan oleh lembaga-lembaga kesejahteraan sosial pemerintah atau

44 Supriyadi W. Eddyono, 2005, Pengantar Konvensi Hak Anak, ELSAM, Jakarta, hlm 2.

(43)

badan legislatif. Maka dari itu, kepentingan yang terbaik bagi anak harus menjadi pertimbangan utama (Pasal 3 ayat 1).

3. Prinsip atas hak hidup, kelangsungan dan perkembangan (The rights to life, survival and development).

Yakni bahwa negara-negara peserta mengakui bahwa setiap anak memiliki hak yang melekat atas kehidupan (Pasal 6 ayat 1). Disebutkan juga bahwa negara-negara peserta akan menjamin sampai batas maksimal kelangsungan hidup dan perkembangan anak (Pasal 6 ayat 2).

4. Prinsip penghargaan terhadap pendapat anak (Respect for the views of the child).

Maksudnya bahwa pendapat anak, terutama jika menyangkut hal-hal yang mempengaruhi kehidupannya, perlu diperhatikan dalam setiap pengambilan keputusan. Prinsip ini tertuang dalam Pasal 12 ayat 1 Konvensi Hak Anak, yaitu: Negara-negara peserta akan menjamin agar anak-anak yang mempunyai pandangan sendiri akan memperoleh hak untuk menyatakan pandangan-pandangannya secara bebas dalam semua hal yang mempengaruhi anak, dan pandangan tersebut akan dihargai sesuai dengan tingkat usia dan kematangan anak.

Dalam UU No. 23 Tahun 2002 diatur mengenai hak dan kewajiban anak yang tercantum dalam Pasal 4 s/d pasal 19. Secara lebih perinci hak-hak anak dalam UU Nomor 23 tahun 2002 adalah sebagai berikut:45

45 Lihat Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak

(44)

1. Hak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi (Pasal 4).

2. Hak atas suatu nama sebagai identitas diri dan status kewarganegaraan (Pasal 5).

3. Hak untuk beribadah menurut agamanya, berpikir, dan berekspresi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya, dalam bimbingan orang tua (Pasal 6). Hak untuk beribadah menurut agamanya, berfikir dan berekspresi merupakan wujud dari jaminan dan penghormatan negara terhadap hak anak untuk berkembang, yang mengacu kepada Pasal 14 KHA.

4. Hak untuk mengetahui orang tuanya, dibesarkan, dan diasuh oleh orang tuanya sendiri (Pasal 7). Dalam pasal ini dijelaskan bahwa jika orang tuanya tidak dapat menjamin tumbuh kembang anak maka anak tersebut berhak untuk diasuh oleh orang lain sebagai anak asuh atau anak angkat sesuai dengan ketentuan perundang-undangan (Pasal 7 ayat 2 dan 3).

5. Hak memperoleh pelayanan kesehatan dan jaminan sosial sesuai dengan kebutuhan fisik, mental, spiritual, dan sosial (Pasal 8). Hak memperoleh pelayanan kesehatan ini merupakan hak terpenting dalam kelompok hak atas tumbuh kembang anak. Setidaknya, hak atas pelayanan kesehatan bagi anak dirujuk ke dalam Pasal 24 dan 25 KHA. Mengenai bagaimana pelaksanaan hak-hak kesehatan ini, selanjutnya dirumuskan dalam ketentuan tentang penyelenggaraan hak anak dalam bidang kesehatan yang diatur dalam Pasal 44 s/d Pasal 47 UU No.23/2002. Pemerintah wajib

(45)

menyediakan fasilitas dan menyelenggarakan upaya kesehatan yang komprehensif bagi anak, agar setiap anak memperoleh derajat kesehatan yang optimal sejak dalam kandungan (pasal 44).

6. Hak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya (pasal 9). Hak anak atas pendidikan meliputi hak untuk memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan diri anak sesuai dengan bakat, minat, dan kecerdasannya.

7. Khusus bagi anak yang menyandang cacat juga berhak memperoleh pendidikan luar biasa, sedangkan bagi anak yang memiliki keunggulan juga berhak mendapatkan pendidikan khusus (Pasal 9 ayat 2).

8. Setiap anak yang menyandang cacat berhak memperoleh rehabilitasi, bantuan sosial, dan pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial (Pasal 12).

9. Hak menyatakan dan didengar pendapatnya, menerima, mencari, dan memberikan informasi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya demi pengembangan dirinya sesuai dengan nilai-nilai kesusilaan dan kepatutan (Pasal 10).

10. Hak untuk beristirahat dan memanfaatkan waktu luang, bergaul dengan anak yang sebaya, bermain, berekreasi, dan berkreasi sesuai dengan minat, bakat, dan tingkat kecerdasannya demi pengembangan diri (Pasal 11).

11. Setiap anak selama dalam pengasuhan orang tua, wali, atau pihak lain manapun yang bertanggung jawab atas pengasuhan, berhak mendapat

(46)

perlindungan dari perlakuan yang menyimpang (Pasal 13), perlakuan- perlakuan yang menyimpang itu adalah:

a. Diskriminasi.

b. Eksploitasi, baik ekonomi maupun seksual.

c. Penelantaran.

d. Kekejaman, kekerasan, dan penganiayaan.

e. Ketidakadilan.

f. Perlakuan salah lainnya.

12. Hak untuk diasuh oleh orang tuanya sendiri, kecuali jika ada alasan dan/atau aturan hukum yang sah menunjukkan bahwa pemisahan itu adalah demi kepentingan terbaik bagi anak dan merupakan pertimbangan terakhir (Pasal 14).

13. Hak untuk memperoleh perlindungan dari pelibatan dalam situasi darurat atau kerusuhan (pasal 15), hal itu adalah:

a. Penyalahgunaan dalam kegiatan politik.

b. Pelibatan dalam sengketa bersenjata.

c. Pelibatan dalam kerusuhan sosial.

d. Pelibatan dalam peristiwa yang mengandung unsur kekerasan.

e. Pelibatan dalam peperangan.

14. Hak untuk memperoleh perlindungan dari sasaran penganiayaan, penyiksaan, atau penjatuhan hukuman yang tidak manusiawi, hak untuk memperoleh kebebasan sesuai dengan hukum dan perlindungan dari penangkapan, penahanan, atau tindak pidana penjara anak hanya dilakukan

(47)

apabila sesuai dengan hukum yang berlaku dan hanya dapat dilakukan sebagai upaya terakhir (Pasal 16).

15. Setiap anak yang dirampas kebebasannya berhak untuk : a. Mendapatkan perlakuan secara manusiawi dan penempatannya b. dipisahkan dari orang dewasa.

c. Memperoleh bantuan hukum atau bantuan lainnya secara efektif dalam setiap tahapan upaya hukum yang berlaku.

d. Membela diri dan memperoleh keadilan di depan pengadilan anak yang objektif dan tidak memihak dalam sidang tertutup untuk umum (Pasal 17 ayat 1).

16. Setiap anak yang menjadi korban atau pelaku kekerasan seksual atau yang berhadapan dengan hukum berhak dirahasiakan (Pasal 17 ayat 2).

17. Setiap anak yang menjadi korban atau pelaku tindak pidana berhak mendapatkan bantuan hukum dan bantuan lainnya (Pasal 18).

Dengan adanya berbagai peristiwa pada belakangan ini maka pemerintah melakukan beberapa perubahan pada undang-undang nomor 23 tahun 2002 dengan dikeluarkannya undang-undang nomor 35 tahun 2014 yang merubah dan menambahi beberapa poin di dalam pasal-pasal undang- undang nomor 23 tahun 2002, perubahan-perubahan yang berkaitan dengan hak dan kewajiban anak tersebut adalah:46

46 Tim, Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Undang-Undang No. 23 Tahun 2002

(48)

1. Pada pasal 6 dirubah sehingga berbunyi “Setiap Anak berhak untuk beribadah menurut agamanya, berpikir, dan berekspresi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya dalam bimbingan Orang Tua atau Wali”.

2. Pada pasal 9 ayat 1 ditambah dengan ayat 1 (a) yang berbunyi “Setiap Anak berhak mendapatkan perlindungan di satuan pendidikan dari kejahatan seksual dan kekerasan yang dilakukan oleh pendidik, tenaga kependidikan, sesama peserta didik, dan/atau pihak lain”.

3. Pada pasal 9 ayat 2 dan pasal 12 terdapat perubahan kalimat “anak yang menyandang cacat” diganti dengan “anak peyandang disabilitas”.

4. Pada pasal 14 ditambah dengan ayat 2 yang berbunyi

Dalam hal terjadi pemisahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Anak tetap berhak:

a. Bertemu langsung dan berhubungan pribadi secara tetap dengan kedua Orang Tuanya;

b. Mendapatkan pengasuhan, pemeliharaan, pendidikan dan perlindungan untuk proses tumbuh kembang dari kedua Orang Tuanya sesuai dengan kemampuan, bakat, dan minatnya;

c. Memperoleh pembiayaan hidup dari kedua Orang Tuanya; dan d. Memperoleh Hak Anak lainnya.

5. Pada pasal 15 terkait dengan hak anak mendapat perlindungan ditambah dengan poin f yaitu “kejahatan seksual”.

(49)

4. Macam-Macam Anak

Menurut hukum perdata, kedudukan anak yang dikenal ada 2 macam yaitu;47

1. Anak sah adalah anak yang dilahirkan sepanjang perkawinan dan di buktikan oleh akte nikah.

2. Anak luar kawin adalah anak yang dilahirkan diluar perkawinan.

Selain yang disebutkan di atas, lalu dikembangkan kedudukan anak menurut hukum perdata, yaitu:

1. Anak sah, adalah anak yang dilahirkan didalam perkawinan dan dibuktikan oleh akte nikah.

2. Anak yang disahkan, adalah anak yang dilahirkan diluar perkawinan, pada saat kedua orang tua melakukan perkawinan anak tersebut diakui atau disahkan yang kemudian dicatat di akte nikah.

3. Anak yang disahkan dengan penetapan, adalah anak luar kawin, lalu orang tuanya mengajukan permohonan ke departemen kehakiman untuk manetapkan anaknya dengan pertimbangan Mahkama Agung, maka kemudian dikeluarkanlah penetapan anak tersebut.

4. Anak yang diakui, adalah anak luar kawin yang diakui oleh kedua orang tuanya saja atau ibunya saja atau ayahnya saja yang mempunyai akibat hukum : orang tua yang mengakui itu harus memenuhi kebutuhan anak tersebut dan anak tersebut berhak mewaris.

47 Lihat Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia, 1996, PT. Pradnya Paramita, Jakarta

Gambar

Gambar sket:

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran langsung dengan permainan balok pecahan dapat meningkatkan sikap kerja keras dan prestasi

Robert Sibarani, 2004 mengatakan bahwa “dahulu, pembentukan kata ( word-formation ) bahasa Indonesia pada umumnya dikenal melalui proses morfologis pengimbuhan (afiksasi),

Kecepatan (S) lalu lintas adalah jarak yang dapat ditempuh dalam satuan waktu tertentu, biasa dinyatakan dalam satuan km/jam. Pada umumnya kecepatan dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :..

pengujian dapat memberikan kesimpulan bahwa aplikasi sistem pendukung keputusan penentuan harga biji kopi menggunakan metode topsis berbasis android dapat berjalan dengan

Dengan kata lain, apabila seseorang tidak memilih atau memeluk suatu agama, maka orang tersebut tidak dapat melangsungkan perkawinan yang sah menurut Undang-

Form data disposisi merupakan halaman yang tampil ketika admin memilih menu disposisi perizinan, sistem akan menampilkan data disposisi yang ada di dalam

Manajerial Pegawai Negeri Sipil dan Peraturan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 8 Tahun 2013 tentang Pedoman Perumusan Standar Kompetensi Teknis Pega.wai Negeri

Menurut Dewan Pertimbangan Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia (DPP PPNI) tahun 1999, standar praktik keperawatan merupakan komitmen profesi keperawatan dalam