• Tidak ada hasil yang ditemukan

Macam Titik Taut

Dalam dokumen DASAR-DASAR HUKUM PERDATA INTERNASIONAL (Halaman 75-80)

BAB IV TITIK TAUT

2. Macam Titik Taut

Dalam HPI dikenal 2 (dua) jenis titik taut, yaitu:

2.1. Titik-titik Taut Primer (Primary points of contact)

Yaitu fakta-fakta di dalam sebuah perkara atau peristiwa hukum yang menunjukkan bahwa peristiwa hukum itu mengandung unsur-unsur asing dan karena itu bahwa peristiwa hukum yang dihadapi dalah peristiwa HPI dan bukan peristiwa hukum intern. Atau “faktor-faktor atau keadaan atau keadaan atau sekumpulan fakta yang melahirkan atau menciptakan hubungan HPI”.75 Titik taut primer ini biasanya juga disebut titik taut pembeda yaitu “dengan faktor-faktor atau keadaan-keadaan atau fakta-fakta itu dapat dibedakan apakah suatu peristiwa atau hubungan tertentu termasuk kategori HPI atau bukan”.76 Titik taut primer ini harus dipahami selalu dilihat dari sudut pandang Lex fori tertentu.

Faktor-faktor yang tergolong titik taut primer antara lain: - Kewarganegaraan (nasionalitas)

Nasionalitas yang berbeda di antara para pihak yang melakukan suatu perbuatan hukum atau hubungan hukum akan menimbulkan masalah HPI. Misalnya calon suami isteri yang akan melangsungkan pernikahan, di mana calon suami berkewarganegaraan Indonesia dan calon isteri yang berkewarganegaraan Singapura. Seorang warga negara Amerika Serikat melakukan transaksi jual beli barang tertentu dengan seorang warga negara Indonesia.

- Bendera kapal dan pesawat terbang

Dalam konteks hukum, kapal dan pesawat memiliki kebangsaan, yaitu dikaitkan dengan hukum negara mana kapal atau pesawat terbang harus tunduk. Kebangsaan kapal atau pesawat terbang tersebut ditentukan berdasarkan di negara mana kapal atau

75 Ibid., h. 27.

pesawat terbang tersebut didaftarkan. Misalnya, kapal yang dimiliki oleh perusahaan yang berbadan hukum Indonesia dan berdomisili di Surabaya, tetapi terdaftar di Panama, maka kebangsaan kapal itu adalah Panama. Dengan demikian, status hukum itu tunduk kepada hukum Panama, bukan hukum Indonesia. Kebangsaan kapal nampak dari bendera kapal tersebut. Jika ada warga negara Indonesia melakukan perjanjian kerja atau perjanjian pengangkutan laut dengan perusahaan pelayaran yang menggunakan kapal berbendera asing akan melahirkan hubungan hukum yang memiliki unsur hukum perdata internasional (mengandung unsur asing).

- Domisili

Domisili subyek hukum yang berbeda yang melakukan suatu hubungan hukum dapat menimbulkan hubungan hukum yang memiliki unsur hukum perdata internasional. Misalnya, Caroline Spencer, seorang warga negara Inggris yang berdomisili di Colorado, Amerika Serikat menikah dengan Bob Denver yang juga berkewarganegaraan Inggris, tetapi berdomisili di London. - Tempat kediaman

Dalam common law system, dibedakan antara domisili dan tempat kediaman (residence), karena kediaman lebih mengacu pada tempat kediaman sehari-hari. Misalnya dua orang warga negara Inggris yang sementara waktu bekerja di Texas, Amerika Serikat dan memiliki kediaman di Texas melakukan pernikahan di Texas juga akan melahirkan hubungan hukum perdata internasional. - Kebangsaan badan hukum

Badan hukum sebagai subyek hukum juga memiliki nasionalitas. Kebangsaan badan hukum ini akan menentukan tunduk kepada hukum negara badan hukum yang bersangkutan. Kalau badan hukum itu berkebangsaan Indonesia, maka status badan hukum itu tunduk kepada hukum Indonesia. Salah satu cara untuk menentukan kebangsaan badan hukum berdasarkan tempat atau negara di mana badan hukum didirikan dan didaftarkan. Misalnya, Choe Peng Sum (warga negara Singapura), Abdul Badawi (warga negara malaysia), dan Alim Tanujoyo (warga negara Indonesia) mendirikan PT di Indonesia berdasarkan hukum Indonesia, maka PT itu berkebangsaan Indonesia.

Tunas Pte Limited Singapura (perusahaan yang didirikan berdasarkan hukum Singapura), Waja, Sdn. Bhd (perusahaan yang berdasarkan hukum Negeri Johor Bahru, Malaysia) dan PT Kok Seng (perseroan yang berdasarkan hukum Indonesia) membentuk perusahaan patungan dengan nama PT Tunas Waja Seng di Indonesia berdasarkan hukum Indonesia. PT yang berkebangsaan Indonesia, meskipun pemegang sahamnya terdiri dari orang atau badan hukum asing dan orang atau badan hukum Indonesia adalah PT yang berkebangsaan Indonesia.

- Pilihan hukum intern

Contoh berikut ini akan menjelaskan apa yang dimaksud dengan pilihan hukum intern: perjanjian jual beli minyak sawit mentah yang dilakukan oleh dua perusahaan Indonesia di Jakarta, yang penyerahannya memakan waktu berjangka panjang. Penyerahan barang tersebut akan dilakukan di Rotterdam, Belanda, yang kemudian dalam perjanjian jual beli ini ditetapkan tunduk pada hukum Belanda. Di sini lahir hubungan hukum perdata internasional, sebab adanya pilihan hukum yang merujuk kepada hukum asing yang berbeda dengan hukum perusahaan di mana perusahaan berasal dan terdaftar, dalam hal ini hukum Indonesia.

2.2. Titik-titik Taut Sekunder (Secondary points of contact)

Yaitu fakta-fakta dalam perkara HPI yang akan membantu penentuan hukum manakah yang harus diberlakukan dalam menyelesaikan perkara HPI. Titik taut sekunder biasa disebut Titik Taut Penentu, karena berfungsi akan menentukan hukum dari tempat manakah yang akan digunakan sebagai the applicable law.

Pendekatan HPI Tradisional, titik taut sekunder harus ditemukan di

dalam Kaidah HPI lex fori yang relevan dengan perkara.

Jenis-jenis pertautan yang dianggap menentukan dalam HPI, antara lain:

1) Tempat penerbitan ijin berlayar sebuah kapal (bendera kapal) 2) Nasionalitas para pihak

3) Domisili, tempat tinggal tetap, tempat asal orang atau badan hukum

4) Tempat benda terletak (situs)

5) Tempat dilakukannya perbuatan hukum (locus actus)

6) Tempat timbulnya akibat perbuatan hukum/tempat pelaksanaan perjanjian (locus solutionis)

7) Tempat pelaksanaan perbuatan-perbuatan hukum resmi (locus celebrationis)

8) Tempat gugatan perkara diajukan/tempat pengadilan (locus forum)

Penerapan titik taut sekunder (titik taut penentu) bisa dilihat beberapa contoh:

1) PT Satelindo, sebuah perseroan yang didirikan dan berkedudukan di Indonesia mendapatkan kredit dari Sumitomo Bank Ltd. Cabang Singapura yang diikuti pengikatan jaminan berupa hak atas tanah (hak tanggungan) yang terletak di Indonesia. Berdasarkan asas lex rei sitae, pembebanan hak tanggungan atas tanah harus tunduk pada hukum Indonesia (dalam hal ini Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996, yang dikenal dengan Undang-Undang Hak Tanggungan).

Kalau yang dijaminkan berupa kapal laut (bentuk lembaga jaminan adalah hipotik), maka diatur berdasarkan pada hukum negara di mana kapal laut tersebut terdaftar (hukum bendera kapal laut).

2) Ketika terjadi perselisihan di antara pemegang saham dalam perseroan joint venture yang dimiliki oleh orang asing, namun didirikan berdasarkan hukum Indonesia, maka penyelesaiannya tentu didasarkan pada hukum Indonesia, sebab kebangsaan perseroan tersebut adalah Indonesia.

3) Perbuatan melanggar hukum (tort) yang dilakukan oleh warga negara Indonesia dengan korban juga warga negara Indonesia, di mana perbuatan melanggar hukum tersebut dilakukan di Singapura, maka sesuai dengan asas lex loci delicti commissi, hukum Singapuralah yang menyelesaikan kasus ini.

4) Kalau ada dua warga negara Indonesia melangsungkan perkawinan di negara yang menganut asas lex loci celebrationis tentu persyaratan materiil perkawinan tersebut didasarkan pada hukum di mana perkawinan tersebut dilaksanakan. Namun, kalau menggunakan asas lex patriae tentu perkawinan yang mengandung unsur asing didasarkan pada hukum nasional salah seorang yang akan melangsungkan perkawinan. Asas apa yang digunakan tergantung dari asas apa yang dianut oleh sistem hukum negara yang bersangkutan: apakah asas lex patriae ataukah lex loci celebarationis.

5) Kontrak ekspor-impor barang mebel yang dilangsungkan antara CV Mebel Antik dengan Jan van Peter (seorang warga negara Belanda) disepakati bahwa terhadap kontrak tersebut menggunakan hukum Indonesia. Ketika terjadi perselisihan di antara mereka dengan diselesaikan melalui pengadilan di Belanda, maka pengadilan tersebut harus menggunakan hukum Indonesia. Namun, kalau dalam kontrak tersebut tidak ada pilihan hukum, maka hukum yang diberlakukan dapat ditentukan berdasarkan asas lex loci contractus atau lex loci solutionis. Penggunaan titik taut secara tradisional dapat menimbulkan 2 (dua) masalah utama, yaitu:

1. titik-titik taut yang digunakan secara tradisional tidak selalu menunjuk ke arah pemilihan hukum yang rasional

2. titik-titik taut yang dipilih seringkali didasarkan pada asumsi tentang adanya kesetaraan/paralelisme konsep hukum, yang mungkin sebenarnya tidak ada.

Bagaimana jalan keluarnya? Diusulkan agar:

1. suatu titik taut sebaiknya tidak digunakan, bila secara mekanis (melalui prosedur tradisional) ternyata menunjuk ke arah suatu sistem hukum yang sama sekali tidak relevan dengan perkara yang sedang dihadapi.

2. substansi/isi suatu tata hukum asing yang ditunjuk harus menunjukkan relevansi tertentu yang signifikan, dalam arti bahwa kaidah hukum asing yang kemudian ditunjuk, adalah

kaidah hukum yang juga akan digunakan dalam perkara-perkara domestik sejenis di negara yang bersangkutan.

Pendekatan yang dikembangkan dalam sistem HPI di Amerika Serikat, dengan menganjurkan agar titik taut penentu adalah titik taut yang menunjuk ke arah The law of the place of the ”most significant

relationship”.

Pendekatan lainnya, yaitu Teori Interest Analysis, yang menekankan pada kepentingan negara untuk memberlakukan hukumnya dalam perkara sebagai titik taut penentu atau dominan.

Pendekatan inipun juga mengadung kelemahan pula, terutama bila hakim berniat untuk memberlakukan Lex Fori untuk menyelesaikan perkara. Dalam keadaaan ini ada kecenderungan hakim bersifat subyektif dan memilih titik-titik taut yang menunjuk ke arah forum saja yang disimpulkan sebagai titik-titik taut yang dominan karena menunjukkan “the most significant relationship” atau “the greatest governmental interest”.

Dalam dokumen DASAR-DASAR HUKUM PERDATA INTERNASIONAL (Halaman 75-80)