• Tidak ada hasil yang ditemukan

C. Tradisi Pernikahan Yogyakarta Menurut Subjek Penelitian

3. Tradisi Pernikahan Yogyakarta Menurut S2 (Orang Tua Pengantin

a. Pelaksanaan Tradisi Pernikahan Yogyakarta Menurut S2

S2 memulai rangkaian pernikahan dengan upacara melamar, berikut adalah pernyataan yang disampaikan oleh S2 “Untuk memulai kehidupan pernikahan anak saya, saya sebagai orang tua ya melamar”. Ketika

tidak menggunakan atau melaksanakan langkah itu. Kemudian, S2 melanjutkan penjelasan “Saya melamar, saya bersama saudara yang tua atau kakak saya. Artinya kalau tradisi Jawa itu, biasanya kalau lamar-melamar itu, ketika masih ada orang tua atau orang yang lebih tua itu kan biasanya sok diajak sebagai wakil. Begitu pula dari pihak calon besan itu juga diterima saudara tertua sana”. S2 juga menyampaikan bahwa pelaksanaan

melamar ini dilaksanakan sekitar 6 bulan sebelum peresmian. Rangkaian kegiatan berikutnya adalah musyawarah kedua keluarga untuk menentukan hari pernikahan, dan disampaikan demikian “Berikutnya saya tidak mengajak kakak saya atau orang tua lagi, artinya hanya antara kedua keluarga saja, keluarga saya dan besan saya, bermusyawarah menentukan harinya. Disarankan oleh kakak saya, karena kakak saya ini orang Jawa tulen, sehingga dari kedua keluarga ini, saya bersama besan saya, bermusyawarah akhirnya kita minta hari kelahiran dari kedua calon mempelai. Setelah saya mendapatkan hari kelahiran calon menantu saya, saya juga datang ke kakak saya, saya sampaikan karena kakak saya ini orang tua dan orang Jawa kemudian (meng)itung-itung menggunakan perhitungan Jawa. Lalu dari pihak besan itu memberi ancer-ancer (rambu-rambu), kalau bisa hari H- nya itu hari Sabtu. Kemudian dihitung sama kakak saya, ketemunya Sabtu Kliwon”.

S2 menyampaikan juga bahwa untuk melangsungkan acara pernikahan ini, beliau mendapat pesan dari kakak tertua tentang pelaksanaan tunangan dan pemberian firman sebelum pernikahan. Berikut keterangan lengkap yang S2 sampaikan “Pesan kakak saya, ada dua hal yang bisa ditempuh, yang pertama apakah dengan cara Nekseke. Acara Nekseke itu kepada para tentangga. Kemudian setelah satu bulan

kemudian dari pembicaraan itu, dari keluarga calon besan itu, sebaiknya ini biar nanti tetangga tidak ada kecurigaan, itu disekseke. Artinya diperkenalkan kepada masyarakat sekitar bahwa anak perempuan itu sudah dilamar oleh keluarga saya. Kalau Nekseke itu kan sebenarnya semi resmi, artinya hanya untuk mendapat pengakuan dari masyarakat itu, bahwa ketika anak saya itu sering datang ke situ (kediaman calon pengantin putri) biar tidak ada kecurigaan. Nekseke itu juga pas malam Sabtu juga”.

Penjelasan tentang acara Nekseke atau tunangan diperlengkap dengan keterangan S2 tentang persyaratan yang diperlukan “Ya kalau orang Jawa itu ya menyiapkan uang pesen, itu saran dari kakak saya, dan itu menjadi otoritas kepada calon besan apakah mau digunakan atau tidak. Jadi syarat waktu Nekseke itu diberikan cincin dan uang Paseksen. Diharapkan orang yang datang itu menyaksikan untuk mengukuhkan bahwa ini adalah calon menantunya. Saya dan keluarga saya ke sana bersamaan wakil dari keluarga”.

Selain acara tunangan atau S2 menyebutnya dengan istilah Nekseke dilangsungkan juga acara pemberian firman dan nasehat menurut agama dan dikemas dalam upacara keagamaan yang disebut dengan Biston. S2 menjelaskan prosesnya sebagai berikut

“Saya melalui pemuka agama, melalui pendeta saya, saya katakan anak saya mau menikah tolong Pak Pendeta itu diberkati, diberikanlah firman untuk memberikan bekal, baik untuk kedua calon mempelai maupun orang tuanya. Isitlahnya Kristen Jawa itu diadakan Biston, kumpulan doa untuk disahkan kepada masyarakat, didengarkan oleh masyarakat. Itu kan ngaturi masyarakat paling tidak satu RT”.

Sama halnya dengan Tradisi pernikahan Yogyakarta secara baku, S2 juga mengadakan upacara Srah-srahan atau upacara penyerahan pengantin putra kepada pihak keluarga orang tua pengantin putri untuk dinikahkan. Penyerahan calon pengantin putra ini, tidak diserahkan oleh orang tua secara langsung akan tetapi dengan perantara wakil keluarga atau wakil orang tua. Keterangan S2 tentang acara ini adalah sebagai berikut “Saya kan punya juru bicara atau kalau dalam Jawa istilahnya warang. Warang itu wakil dari keluarga untuk menyerakan calon mempelai putra dan uba rampe atau persyaratan menurut tradisi, untuk diserahkan kepada calon mempelai putri”.

Pelaksanaan Srah-srahan tersebut sebagai awal perhelatan pernikahan oleh S2 dan besan. Acara ini dilaksanakan setelah 6 bulan dari upacara Nekseke atau setelah calon pengantin putra sudah selesai menjalankan komitmen yang disyaratkan oleh tempat kerjanya, yakni tidak diperkenankan menikah dalam kurun waktu satu tahun pertama. Penjelasan tentang hal ini disampaikan sebagai berikut “Setelah enam bulan kemudian, diadakan musyawarah lagi bahwa dihitung-hitung anak saya sudah cukup satu tahun dan sudah diperbolehkan menikah. Dari musyawarah ini, ditentukan tanggal pernikahannya Sabtu Kliwon, 4 Februari 2017”.

Pada acara Srah-srahan S2 membawa beberapa barang untuk diserahkan kepada calon pengantin putri dan orang tuanya. Acara Srah-srahan dilaksanakan pada tanggal 3 Februari 2017, atau satu hari sebelum upacara Ijab. Demikian ini adalah penjelasan S2

“Lalu yang saya siapkan itu uba rampe Lamaran, ada pisang sanggan, bersama uang, pakaian calon mempelai putri. Pakaian itu komplit. Lalu yang paling penting itu ada kain sidomukti dan sidorahayu. Lalu ada bombongan. Bombongan itu ayam jago. Lalu beras, beras itu komplit, ada beras biasa sama beras ketan. Lalu ada gula teh, itu komplit ada gula Jawa, gula pasir, gula batu. Sama makanan oleh-oleh, ada jadah, lemper, ada kue. Kalau perhiasan sudah kita serahkan ketika Nekseke. Semua itu kita serahkan pada saat malam Midodareni, atau malam Sabtu-nya”.

S2 menjelaskan juga tentang pelaksanaan pernikahan beserta yang perlu dipersiapakan pada saat pernikahan tersebut.

“Kemudian Sabtu paginya pemberkatan di gereja. Yang penting dibawa saat pemberkatan itu ya hanya cincin. Pemberkatannya sekitar 2 jam, kemudian resepsi”.

Selain persiapan secara tradisi, pernikahan yang dilaksanakan dipersiapkan juga secara iman, yaitu berdasaran agama Kristen Jawa. Persiapan tersebut dijelaskan demikian

“Namun sebelumnya kan secara iman, secara religi juga ada persiapan. Dalam persiapan iman, anak saya melalui istilahnya katekisasi atau belajar. Belajar calon mempelai yang dilayani oleh majelis gereja. Majelis gereja yang melayani itu ya Pak Pendeta, selama tiga bulan. Katekisasi pra nikah itu setelah acara Nekseke yang dilayangkan oleh majelis gereja”.

S2 menjelaskan pula tentang proses katekisasi tersebut, bahwa kedua keluarga dipertemukan dan diteliti oleh majelis gereja tentang kesungguhan rencana pernikahan. Berikut penjelasannya

“Pada prosesi katekisasi pra nikah ini, oleh majelis juga diteliti. Dari kedua keluarga ini dikunjungi oleh majelis ditanya apakah betul ini anak bapak

namanya ini, apakah benar-benar sudah bermusyawarah untuk melakukan besanan. Kedua keluarga ini dikunjungi, istilahnya Petuen”.

Kegiatan Petuen dilaksanakan setelah kegiatan katekisasi oleh kedua calon pengantin. S2 menjelaskanya sebagai berikut

“Setelah itu (katekisasi pra-nikah) pada sebelum pernikahan itu dilaksanakan, sebelum kami Srah-srahan itu, kedua keluarga dipertemukan juga. Pak majelis ya nanting apakah bener ini akan jadi besanan? Karena mereka mengharapkan kita menikahkan anak itu untuk selamanya. Dipertemukan ditanya, ya sampaikan dengan firman Tuhan dijelaskan, ya sebagai pembekalan untuk melakukan besanan dan sebagainya”.

Peneliti juga menanyakan tamu undangan yang diundang dan beliau menyampaikan bahwa tidak mengundang teman-teman atau kenalan, hanya meminta dukungan kepada keluarga dekat saja, penjelasan lengkap oleh S2 adalah sebagai berikut “Saya tidak mengundang, sama sekali. Saya hanya keluarga saya sendiri. Di kantor saya pun tidak mengundang. Saya juga ngomong dengan calon besan saya, Pak Bu, nanti yang mantu itu Bapak dan Ibu, keluarga saya tidak”. S2 tidak

melangsungkan pesta pernikah dengan penjelasan sebagai berikut

“Alasannya begini Mbak! Besan saya itu kan dekat dengan rumah saya, pertimbangan saya itu kalau besan saya mantu saya mantu, itu kasian tetangga dan kasihan warga jemaat gereja saya. Kalau besan saya jauh ya mungkin saya akan mantu. Saudara pun (yang diundang) hanya saudara kandung saya saja. Begitu pula dengan keluarga istri hanya saudara kandung saja. Dari keluarga saya ada 7 keluarga, dari istri saya hanya 5 keluarga”.

Kegiatan pemasangan tenda memang dilakukan oleh S2 akan tetapi hal itu dilaksanakan untuk melangsungkan upacara

Biston. Upacara Biston adalah upacara keagamaan Kristen Jawa yang dilangsungkan dengan tujuan untuk memohon berkat kelancaran dan keselamatan dalam upacara pernikahan yang akan dilaksanakan. Keterangan S2 sebagai berikut “Saya pasang tenda juga waktu Biston. Jadi Biston ini, seminggu sebelum pernikahan Biston di tempat saya”.

Selain upacara Biston untuk memohon kelancaran dan keselamatan yang dikemas dalam upacara keagamaan, S2 juga melangsungkan Kenduri. Kenduri ini memiliki tujuan yang hampir sama dengan Biston, hanya saja kegiatan ini merupakan bentuk tradisi. Kegiatan Kenduri yang dilaskanakan oleh S2 dijelaskan sebagai berikut “Lalu istilahnya kita kan sok (melangsungkan) Kenduri gitu ya, Kenduri itu saya pesan dari katering sekitar 100 gitu, lalu saya minta tolong majelis untuk mendoakan. Sudah! Tetangga tidak saya aturi (diundang) tapi dianter. Dari katering itu kan sudah ada tulisan intinya mohon doa restu atas pernikahan ini. Kendurinya bersaman Biston, jadi jam 3 itu sudah kita bagi- bagikan malamnya nanti Biston”.

Menyebutkan tentang paket Kenduri yang dipesan, S2 juga menyampaikan hidangan yang dipesan untuk kegiatan Biston. Persiapan untuk melangsungkan Biston, tidak hanya tentang hidangan, akan tetapi juga tentang Sound system dan tenda. Penjelasan tersebut disampaikan demikian “Kendurinya 100 paket setiap paket 35 ribu, lalu untuk persiapan Biston saya pesan untuk sekitar 150 orang, setiap orang saya anggarkan 30 ribu. Pesan ketering itu seminggu sebelumnya termasuk persiapan tenda, sound system”.

Peneliti menanyakan juga tentang kegiatan persiapan yang dilaksanakan pada saat sebelum upacara Srah-srahan. S2 menjelaskannya sebagai berikut “Kalau pas malemnya Midodareni ketika kami akan menyerahkan anak saya kesana (kediaman besan) itu ya sekitar 30 lah Mbak. Kalau saya persiapan itu, karena saya ketika mau berangkat mengantarkan anak saya itu kan saya ngaturi tokoh-tokoh, orang tua sekitar sini, Pak RT, Pak RW. Sebelum berangkat ada dhahar (makan) juga, itu saya persiapan untuk 50 orang setiap orang 30 ribu anggarannya”. Peneliti

menegaskan kembali bahwa sebelum malam Midodareni di kediaman S2 ada acara, berikut adalah penjelasan S2 “Ya hanya pertemuan keluarga saja, keluarga kan memberi tahu kepada tentangga yang saya anggap sebagai tokoh. Kemudian berkumpul dulu disini. Kemudian mengantar kesana. Setelah acara selesai keluarga pada berkumpul lagi kesini, kalau tokoh setelah mengantar ya pada kondur (pulang-Jawa)”.

S2 menjelaskan pula bahwa untuk menggelar acara ini, beliau menyiapkan dana sebesar 20 juta, kemudian mendapat bantuan dari keluarga dan beberapa teman, sehingga dana total yang disiapkan sekitar 25 juta. Berikut adalah penjelasan lengkap yang S2 sampaikan “Waktu itu saya menyiapkan antara 20-25 Juta. secara operasional ngaturi kepada saudara-saudara saya istilahnya nonjok ya Mbak. Di samping itu memang ada ya yang dari teman-teman istri saya, karena istri saya itu ngajarnya di sini akhinrya kan dengar juga, ada yang datang pada waktu Biston di tempat saya, ada yang datang waktu resepsi”.

Sebagai ucapan terima kasih kepada keluarga atau teman yang turut mendukung, S2 mencatat nama-nama yang hadir dan

kemudian akan menindaklanjutinya dengan memberikan Uleh-uleh. Uleh-uleh diberikan setelah kegiatan resepsi selesai. S2 menjelaskan hal ini sebagai berikut “Lalu istri saya tak suru nyatet nama- nama yang datang. Kemudian setelah itu, ngasih Uleh-uleh, terutama keluarga. (Kerabat) yang diberikan Uleh-uleh ini 60 Mbak. Saya pesan juga, setiap dus 50 ribu. Uleh-uleh ini paling lama satu minggu setelah acara pernikahan”. S2 menambah penjelasan tentang Uleh-uleh sebagai berikut “setelah selesai resepsi, kemudian baru pesan Uleh-uleh, meskipun yang saudara lebih dahulu”. Ketika peneliti menanyakan persiapan yang menghabiskan

biaya terbesar s2 menerangkan demikian “Paling banyak pengeluaran untuk Kenduri sama Uleh-uleh”.

Penjelasan berkaitan dengan pengeluaran dilanjutkan tentang biaya sewa tenda dan kursi. Berikut keterangan yang disampaikan “Tenda, kursi 100, sama sound system itu habis 800 ribu. Itu bisa segitu karena kursinya saya minta ada yang ditinggal sekitar 30 kursi. Jadi 30 kursi ini, saya sewa selama satu minggu”. Kursi yang ditinggal ini,

digunakan untuk acara Srah-srahan, yang dilaksanakan setelah satu minggu dari upacara Biston.

S2 menjelaskan pula tentang biaya yang diperlukan untuk keperluan pengantar Srah-srahan “Istilahnya kalau memasrahkan ada sanggan, ada uang itu, kalau basa Jawa istilahnya sebagai pitumbasan. Kalau saya untuk semua itu sekitar 5 sampai 10 (juta)”.

Demikian penjelasan S2 pada saat wawancara tentang Tradisi Pernikahan Yogyakarta yang dilaksanakannya. Berdasarkan

hasil penelitian ini, diperoleh informasi-informasi yang diperlukan. Data yang berupa informasi tersebut akan dirangkum dalam poin berikutnya.

b. Unit-unit Data Pelaksanaan Tradisi Pernikahan Yogyakarta Menurut S2

Berdasarkan hasil wawancara terhadap S2 yang telah ditampilkan pada poin sebelumnya diperoleh unit-unit data sebagai berikut:

Tabel 12. Unit-Unit Data Pelaksanaan Tradisi Pernikahan Yogyakarta Menurut S2 No Unit Data Rangkaian Kegiatan Penjelasan Kegiatan

1 Pra Pernikahan

Kurang lebih 6 bulan sebelum peresmian

- Berkunjung ke kediaman calon besan bersama kakak tertua untuk melamar

- S2 menyampaikan maksud dan tujuan utuk melamar dengan diwakili oleh kakak tertuanya. - Musyawarah menentukan

hari peresmian - Berdasarkan hasil musyawarah, besan meminta agar pernikahan dilaksanakan pada hari Sabtu.

- Berkunjung ke kediaman kakak tertua untuk menanyakan hari yang cocok untuk menggelar penikahan, menggunakan perhitungan Jawa

- Perhitungan hari pernikahan dengan memperhatikan tanggal lahir dari kedua calon pengantin.

Juli 2016 - Nekseke atau tunangan - Tunangan dilaksanakan di kediaman calon besan 27 Januari 2017 - Kenduri pukul 15.00 -

-

Kenduri dikemas dalam rupa pemberian berkat oleh pendeta. Kemudian oleh- oleh Kenduri yang berupa nasi dan lauk-pauk dihaturkan kepada tentangga di sekitar kediaman S2. Oleh-oleh Kenduri S2 siapkan dengan memesannya di katering. - Biston malam hari - Jamuan yang dihaturkan

dikemas dalam tata cara prasmanan. Jamuan ini dipesan dari katering. 3 Februari 2017 - Persiapan mengantar calon - Perlengkapan yang akan

pengantin putra ke kediaman orang tua calon pengantin putri

-

diserahkan kepada calon besan antar lain: pisang Sanggan, uang, pakaian calon mempelai putri kain Sidomukti dan Sidorahayu, bombongan (ayam jago), beras biasa, beras ketan, teh, gula Jawa, gula pasir, gula batu, jadah, lemper, kue, oleh-oleh.

Sebelum berangkat rombongan pengantar berkumpul terlebih dahulu di kediaman S2 dan kemudian dipandu oleh pembawa acara. - Mengantar calon pengantin

putra ke kediaman orang tua calon pengantin putri

2 Pernikahan

4 Februari 2017 - Ijab

- Resepsi Pernikahan - S2 menghadiri upacara resepsi pernikahan yang diadakan oleh besan. 3 Pasca Pernikahan - Uleh-uleh - Uleh-uleh diberikan

kepada kerabat, dan keluarga. Uleh-uleh yang diberikan berupa nasi beserta dengan lauk- pauknya

Selain data tentang rangkaian kegiatan, diperoleh pula data tentang perlengkapan yang dibawa atau diserahkan pada saat Nekseke atau tungangan yakni cicin dan uang Paseksen. Kemudian pada saat Srah-srahan, diberikan pula beberapa barang kepada orang tua calon pengantin putri. Kelengkapan tersebut antara lain : pisang Sanggan, uang, pakain calon mempelai putri kain Sidomukti dan Sidorahayu, bombongan (ayam jago), beras biasa, beras ketan, teh, gula Jawa, gula pasir, gula batu, jadah, lemper, kue, oleh-oleh.

Data lain yang diperoleh adalah tentang pembiayaan. Berikut adalah informasi yang didapat:

Tabel 13. Unit DataPembiayaan Pelaksanaan Tradisi Pernikahan Yogyakarta Menurut S2

No Keterangan Biaya

1 Dana yang dipersiapkan Rp ± 25.000.000

2 Kenduri 100 paket @Rp 35.000 Rp 3.500.000

3 Katering saat Biston 150 paket Rp 4.500.000

4 Katering sebelum Srah-srahan 50 Paket Rp 1.500.000

5 Susukan Tukon (Srah-srahan)dan uang Paseksen Rp 5.000.000-10.000.000

6 Tenda, Sound system, Kursi 100 Rp 800.000

7 Uleh-uleh 50 dus Rp 2.500.000

Demikianlah unit-unit data yang diperoleh dari hasil wawancara dengan S2. Data-data itu kemudian divalidasi dengan metode trianggulasi waktu.

c. Validasi Data Tradisi Pernikahan Yogyakarta dari S2

Berikut adalah hasil validasi yang dilaksanakan dengan wawancara ulang kepada S2. Berdasarkan hasil wawancara validasi, diketahui bahwa hal-hal yang disampaikan sebelumnya telah benar dan sesuai, hanya saja Uleh-uleh yang diberikan bukanlah 50 akan tetapi 60 paket. Sedangkan dana untuk Srah- srahan dan uang Paseksen adalah 10.000.000. Sementara itu, untuk rangkaian acara yang disusun sudah sesuai. Berdasarkan hasil validasi tersebut, diperoleh data sebagai berikut

Tabel 14. Pembiayaan Pelaksanaan Tradisi Pernikahan Yogyakarta Menurut S2

No Keterangan Biaya

1 Dana yang dipersiapkan Rp ± 25.000.000

2 Kenduri 100 paket @Rp 35.000 Rp 3.500.000

3 Katering saat Biston 150 paket Rp 4.500.000

4 Katering sebelum Srah-srahan 50 Paket Rp 1.500.000

5 Susukan tukon (Srah-srahan) dan uang Paseksen Rp 10.000.000

6 Tenda, Sound system, Kursi 100 Rp 800.000

Dengan demikian data tentang rangkaian upacara Tradisi Pernikahan Yogyakarta menurut S2 sudah valid dan tidak ditampilkan ulang pada poin validasi data ini.

4. Tradisi Pernikahan Yogyakarta Menurut S3 (Orang Tua Pengantin