• Tidak ada hasil yang ditemukan

Transaksi Jual Beli Menggunakan Media Internet

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Kerangka Teori

2. Transaksi Jual Beli Menggunakan Media Internet

Jual beli secara etimologis artinya: Menukar harta dengan harta. Secara terminologis artinya: Transaksi penukaran selain dengan fasilitas dan

kenikmatan. Sengaja diberi pengecualian “fasilitas” dan “kenikmatan”, agar

tidak termasuk di dalamnya penyewaan dan menikah. Jual beli adalah dua kata yang saling berlawanan artinya, namun masing-masing sering digunakan untuk arti kata yang lain secara bergantian. Oleh sebab itu, masing-masing dalam akad transaksi disebut sebagai pembeli dan penjual (Esther Magfirah, 2010: 2).

Menurut Pasal 1457 KUHPerdata,

“Jual beli adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu

mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu barang, dan pihak yang

lain untuk membayar harga yang dijanjikan.”

Jual beli di anggap telah terjadi antara kedua belah pihak, segera setelah orang-orang itu mencapai kesepakatan tentang barang tersebut beserta harganya, meskipun barang itu belum diserahkan dan harganya belum di bayar. Hak milik atas barang yang di jual tidak pindah kepada pembeli selama barang itu belum diserahkan. Jika barang yang di jual itu berupa barang yang sudah ditentukan, maka sejak saat pembelian, barang itu menjadi tanggungan pembeli, meskipun penyerahannya belum dilakukan dan penjual berhak menuntut harganya. Harga beli harus ditetapkan oleh kedua belah pihak. Namun penaksirannya dapat diserahkan kepada pihak ketiga. Jika pihak ketiga itu tidak suka atau tidak mampu membuat taksiran, maka tidaklah terjadi suatu pembelian.

b. Klasifikasi Jual Beli dari Sisi Objek Dagangan

Di tinjau dari sisi ini jual beli di bagi menjadi tiga jenis: Pertama: Jual beli umum, yaitu menukar uang dengan barang. Kedua: Jual beli ash-sharf atau Money Changer, yakni penukaran uang dengan uang. Ketiga: Jual beli

commit to user

muqayadhah atau barter. Yakni menukar barang dengan barang

(Muhammad Washito, 2010: 5). c. Syarat-Syarat Sah Jual Beli

Jual Beli merupakan suatu perikatan. Maka syarat-syarat sah jual beli sama dengan syarat sah nya suatu perikatan atau perjanjian menurut KUHPerdata Pasal 1320, yaitu :

1) Adanya kesepakatan kedua belah pihak.

Maksud dari kata sepakat adalah, kedua belah pihak bersepakat atau mempunyai satu tujuan yang sama untuk melakukan jual beli.

2) Kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum.

Cakap dalam melakukan perbuatan hukum, adalah setiap orang yang sudah dewasa, sehat pikirannya dan tidak di bawah pengampuan.

Ketentuan sudah dewasa, ada beberapa pendapat, menurut

KUHPerdata, dewasa adalah 21 tahun bagi laki-laki, dan 19 th bagi wanita. Menurut UU no 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, dewasa adalah 19th bagi laki-laki, 16 th bagi wanita.

3) Adanya Obyek.

Sesuatu yang di perjanjikan dalam suatu perjanjian haruslah suatu hal atau barang yang cukup jelas.

4) Adanya kausa yang halal.

Pasal 1335 KUHPerdata, suatu perjanjian yang tidak memakai suatu sebab yang halal, atau di buat dengan suatu sebab yang palsu atau terlarang, tidak mempunyai kekuatan hukum.

d. Perkembangan Jual Beli

Jual beli dilakukan dengan cara penjual menyerahkan barang dagangannya secara langung dan pembeli menyerahkan sejumlah uang untuk membayar sesuai harga yang telah di sepakati kedua pihak. Ini merupakan jual beli konvensional yang telah hidup di masyarakat sejak dulu. Jual beli pun hanya dilakukan di tempat-tempat bertemunya penjual dan pembeli seperti: pasar tradisional, pasar swalayan, minimarket dan

commit to user

warung-warung kecil. Jual beli terjadi saat penjual menawarkan barangnya secara langsung dan pembeli menerima harga yang di sepakati kedua pihak. Jadi jual beli harus bertemu secara langsung atau bertatap muka antara penjual dan pembeli.

Selain itu, transaksi jual beli harus dilakukan di tempat penjual menjual barang dagangannya atau toko, warung, kios tempat penjual tersebut berjualan. Transaksi pun harus dilakukan saat tempat berjualan si penjual sudah mulai beroperasi atau sudah buka toko tersebut dan pada saat pasar libur atau penjual libur, transaksi jual beli akan terhenti. Jadi ada batas waktu untuk kita bertransaksi dan tempat bertransaksi pun harus pada tempat si penjual berada. Sehingga pembeli harus mencari tempat penjual dan mencari barang dagangan yang diinginkan.

Sejalan dengan kemajuan teknologi, kini ada cara yang lebih praktis yang dilakukan oleh para pelaku jual beli. Transaksi jual beli dapat dilakukan di semua tempat dan dalam waktu yang tidak terbatas, baik itu di tengah malam, hari libur, di kantor maupun di tempat tidur, bahkan di dalam WC pun dapat dilakukan transaksi jual beli jika pelaku jual beli menenteng

network komputer yang dilengkapi dengan media internet (Onno W Purbo,

2001: 5).

Dampak dari adanya internet sebagai hasil revolusi teknologi informasi bagi konsumen di satu sisi telah mengubah perilaku konsumen menjadi semakin kritis dan selektif dalam menentukan produk yang akan di pilihnya. Melalui internet, masyarakat memiliki ruang gerak yang lebih luas dalam memilih produk (barang dan jasa) yang dipergunakan tentunya sesuai dengan yang mereka inginkan (Dikdik M Arief dan Elisatris Gultom, 2009: 145)

e. Jual Beli melalui Internet

Jual Beli melalui sarana internet dapat disebut juga “jual beli online

atau “E-commerce” adalah suatu kontak transaksi perdagangan antara

penjual dan pembeli dengan menggunakan media internet jadi proses pemesanan barang, pembayaran transaksi hingga pengiriman barang

commit to user

dikomunikasikan melalui internet. E-commerce juga dapat diartikan sebagai suatu proses jual beli dengan memakai internet yang menghubungkan antara perusahaan, konsumen dan masyarakat dalam bentuk transaksi elektronik dan pertukaran/penjualan barang, servis, dan informasi secara elektronik.

Praktek perdagangan elektronik (e-commerce) telah ada sejak tahun 1965 ketika konsumen mampu untuk menarik uang dari Mesin Anjungan Tunai Mandiri (ATM) dan melakukan pembelian menggunakan terminal titik penjualan dan Kartu kredit . Hal ini diikuti oleh sistem yang melintasi batas-batas organisasi dan memungkinkan organisasi untuk pertukaran informasi dan melakukan bisnis secara

elektronik. Sistem seperti ini umumnya di kenal sebagai

interorganisasional sistem (Paul S. Licker. 2001: 131).

Elektronik commerce atau di singkat dengan E-commerce adalah

kegiatan-kegiatan jual beli yang menyangkut konsumen, manufaktur,

services providers dan pedagang perantara (intermediateries) dengan

menggunakan jaringan-jaringan komputer (computer network) yaitu

internet. Penggunaan sarana internet merupakan suatu kemajuan teknologi yang dapat dikatakan menunjang secara keseluruhan spektrum kegiatan komersial.

Istilah E-commerce yang di defenisikan oleh Juolian Ding merupakan suatu transaksi komersial yang dilakukan antara penjual dan pembeli atau dengan pihak lain dalam hubungan perjanjian yang sama untuk mengirimkan sejumlah barang, pelayanan, atau peralihan hak. Transaksi komersial ini terdapat di dalam elektronik (media digital) yang secara fisik tidak memerlukan pertemuan para pihak dan keberadaan media ini dalam public network (sistem tertutup). Dan sistem public network ini harus mempertimbangkan sistem terbuka. (Niniek Suparni, 2009: 30).

Sistem transaksi jual-beli melalui E-commerce berbeda dengan model transaksi konvensional, antara penjual dan pembeli tidak harus bertemu

(face to face) dalam satu ruangan sehingga antara penjual dan pembeli

masing-masing pihak mendapat kemudahan baik dalam hal pelayanan maupun dalam hal jangkauan penjualan, dengan kata lain penjual dengan fasilitas internet tidak perlu banyak membuang waktu dan biaya untuk mempromosikan barang dagangannya, sedangkan pembeli tidak banyak

commit to user

membuang waktu dan biaya untuk datang ke sebuah toko hanya sekedar untuk mencari barang tertentu, meskipun toko tersebut berada di luar negeri (Albarda, 1997: 3).

Pemanfaatan teknologi melalui bisnis e-commerce memiliki jaringan luas dan mendunia, sehingga dengan mudah orang dapat mengakses setiap saat tanpa adanya kontak fisik antara konsumen dan penjual. Data mengenai barang produksi beserta penjelasan tentang kualitas dan kuantitas sudah tersedia bahkan pembayaran langsung via kartu kredit dapat langsung dilakukan melalui jaringan internet, setelah segala yang berkaitan dengan transaksi itu jelas dan di terima (Niniek Suparni, 2009: 33).

Syarat dan rukun jual beli secara online harus di dukung sikap saling percaya dan menjaga kejujuran. Karena penjual dan pembeli tidak bertemu dan bertatap muka secara langsung. Bahkan produk yang di jual pun tidak secara langsung di lihat oleh pembeli. Pembeli hanya mengetahui barang yang di jual melalui gambar yang di pasang di website si penjual. Cara pembayaran pembeli kepada penjual pun berbeda dengan cara konvensional sehari-hari atau yang paling umum yaitu membayar secara cash/tunai

dengan alat pembayaran yang sah yaitu uang. Pada E-commerce,

pembayaran dapat dilakukan melalui kartu kredit , kartu debit, chek pribadi, atau pun transfer antar rekening bank. Selain itu ada juga metode pembayaran melalui perantara pihak ketiga, biasa disebut juga

E-checks/electronic checks. E-checks di transmisikan secara elektronis melalui

email (Niniek Suparni, 2009: 73).

Jual beli secara online telah membawa perubahan pada sistem jual beli konvensional yang selama ini hanya dapat menawarkan produk barangnya di dalam negeri. Dengan adanya internet telah membuka keterbatasan ruang dan waktu serta batas antar wilayah negara untuk memberikan kemudahan kepada penjual dalam memasarkan produk untuk di jual keluar negeri, sehingga memperluas jangkauan pemasaran produknya. Tidak perlu mahal-mahal untuk keluar negeri dan membangun toko di sana, cukup duduk di

commit to user

depan internet dan pengelolaan website untuk penjualan barang

dagangannya secara online.

Di seluruh dunia, e-commerce adalah topik yang menarik terkonsentrasi di banyak sektor: pemerintah, bisnis, layanan sektor, konsumen, dan akademisi. E-commerce telah berkembang dari dunia tertutup dari bisnis untuk transaksi bisnis antara pihak dikenal untuk mencakup web yang rumit dari kegiatan yang berbeda, yang melibatkan sejumlah besar individu. E-commerce memiliki potensi untuk secara mendasar mengubah cara transaksi komersial, usaha pemerintah, pengiriman layanan dan sejumlah interaksi lainnya dilakukan, mengangkat isu-isu di jantung kebijakan (Salah Al-Fadhli. 2011: 2).