• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III. PERSEPSI MAHASISWI S-1 PROGRAM STUDI ILMU

B. Pemilihan Pekerjaan Bidang Komunikasi

2. Transition Type

Yang dimaksud dengan transition type dalam penelitian ini yaitu pemilihan pekerjaan bidang komunikasi yang sifatnya masih labil dan belum sepenuhnya kokoh untuk terus diperjuangkan. Para Informan masih berada dalam upaya meraba-raba bentuk pekerjaan yang paling sesuai untuk mereka.

Pengalaman mengalami situasi ini diantaranya dialami oleh Agnes Amanda (2007) dan Mia Ayu Yuliavia (2007). Memasuki tahun-tahun terakhir di jurusan

commit to user

174

Ilmu Komunikasi, mereka mengaku merasa dilema untuk menentukan pilihan pekerjaan bidang komunikasi.

aku malah jadi tambah wawasan ya mbak, oh ternyata luas ya, gak hanya di media, kaya media massa doang, bisa jadi PR juga, di periklanan juga, terus ya pokoknya banyak di design juga ada spesialisasi juga kan, berarti kan designnya juga bisa. Dan saya malah semakin dilema karena semakin banyak pilihan297

berhubung semakin banyak pilihan, kalo aku jadi tambah bingung, hehe. Wah, luas ya, ilmu komunikasi bisa kemana-mana, terus jadi pengen punya radio sendiri, hehe.298

Dilema muncul saat seseorang dihadapkan pada beberapa pilihan. Munculnya pilihan-pilihan baru seperti yang dialami Agnes dan Mia di atas berasal dari semakin luasnya konsep pekerjaan bidang komunikasi seiring bertambahnya masa studi di Jurusan Ilmu Komunikasi. Berikut adalah pekerjaan-pekerjaan yang dipilih dalam tipe ini:

2.1 Majalah

Menjadi jurnalis majalah adalah perkembangan proyeksi bidang komunikasi pada Dian Erika (2008). Pada saat awal kuliah, Dian sempat memiliki ketertarikan untuk menekuni pekerjaan sebagai wartawan di surat kabar. Namun pada saat penelitian ini berlangsung ia mengatakan lebih tertarik dengan majalah daripada surat kabat. Berikut disampaikan oleh Dian Erika:

Haduh, bukan serba salah, bukan rumit,tapi usah ngomongnya ...Kalau aku sih pengennya semuanya beres, di keluarga beres, pekerjaan juga beres tapi ternyata setelah di lakoni oh gak bisa beres, gak bisa semuanya

297

Hasil wawancara mendalam dengan Agnes Amanda pada hari Rabu, 23 Februari 2011

298

pengennya anaknya diperhatikan dengan baik dan misalnya masih terus seperti ini walau pengennya seimbang tapi jadinya gak seimbang agak repot ya kaya gitu. Jadi mungkin nanti masih dalam dunia ini tapi lebih ke hal-hal yang sedikit lunak aj

harian di majalah.299

Pemilihan pekerjaan tidak lagi satu melainkan dua. Terdapat sebuah alternatif pilihan pekerjaan yang sedang dipersiapkan seandainya pilihan pekerjaan pertama tidak bisa terwujud. Majalah dipilih sebagai alternatif pilihan pekerjaan karena pekerjaan itu dinilai lebih longgar dan dapat sejalan dengan tanggung jawabnya mengurus ibunya kelak.

kalo misalnya mau sih mau banget kalau jadi kaya gitu (wartawan). Cuman nanti kan kerjanya lebih berat gimana dengan ibu. Ya cuman Yo kalau majalah kan waktunya mungkin lebih longgar ,terus e,bisa milih juga, maksude bisa milih di majalah perempuan atau majalah seni dan lain-lain.300

Berdasarkan data di atas, pergantian orientasi pada Dian Erika terjadi karena pertimbangan tanggung jawabnya pada keluarga. Oleh sebab itu ia mencari pekerjaan yang dapat menjembatani idealismenya dan juga tanggungjawabnya pada keluarga. Ia merasa majalah adalah jawabannya karena pekerjaannya yang tak seberat di surat kabar. Fakta itulah yang kemudian mendorongnya untuk coba mencari pekerjaan lain sebagai alternatif.

2.2 Televisi

299

Hasil wawancara mendalam dengan Dian Erika pada hari Minggu, 8 Mei 2011

300

commit to user

176

Seiring dengan bertambahnya pengetahuan mengenai pekerjaan sebagai wartawan, Aviana Cahyaningsih (2008) mulai tertarik untuk menjajagi pekerjaan sebagai penyiar televisi. Sebelumnya ia sempat mengetakan tertarik untuk menjadi jurnalis di media cetak. Berikut disampaikan oleh Aviana:

Kalo kepikirannya tetap wartawan, tapi yang TV itu

yang, jadi kaya pembawa berita atau pewawancara yang terkonsep yang gak di lapangan.301

Menurutnya, pekerjaan sebagai penyiar lebih longgar daripada wartawan. Kalau dulu tertariknya ke yang cetak, tapi setelah tahu kerjanya, maksudnya sing em, menurutku kaya media TV itu lebih bisa apa sih, lebih teratur, lebih terkonsep gitu lho. Kalo dulu lebih cenderung ke cetak tapi kalo sekarang lebih pengen ke TV nya.302

Berdasarkan pengalaman Aviana di atas, keputusannya berganti orientasi karir terjadi karena ia mulai meragukan kekuatannya untuk bekerja sebagai wartawan media cetak. Menurutnya, pekerjaan wartawan media cetak lebih berat karena harus berada di lapangan. Ia kemudian memilih pekerja di televisi sebagai penyiar karena pekerjaannya terkesan lebih ringan dengan aktivitas yang lebih banyak berada di ruangan.

Surat kabar sejauh ini memang dianggap sebagai media yang citra maskulinnya paling kuat. Dinamika kerja di surat kabar dianggap sebagai aktivitas profesional dengan mobilitas yang sangat tinggi, kerja keras, tekanan deadline yang amat ketat, tidak ada batas waktu kerja yang jelas, -bisa sampai 24

301

Hasil wawancara mendalam dengan Aviana Cahyaningsih pada hari Rabu, 11 Mei 2011

302

sosiologis303.

Pekerjaan awal dipilih lebih atas dorongan keinginan. Namun seiring berjalannya waktu, dengan masa studi yang bertambah serta pengalaman yang semakin bertambah pula, ia mulai menyadari bahwa gambaran pekerjaan sebagai wartawan tidak sesuai dengan hati nuraninya yang menginginkan pekerjaan yang lebih ringan. Dalam proses pencarian bentuk itulah untuk sementara televisi menjadi jawabannya. Bidang pekerjaan itu dinilai lebih pas untuk perempuan.

2.3 PR

Ada pun setelah memasuki mata kuliah spesialisasi, Informan yang tertarik menjadi PR semakin banyak. Beberapa pertimbangan yang bersifat personal melatarbelakangi pergantian orientasi itu. Pengalaman berganti orientasi diantaranya dimiliki oleh Fannany Norrohmah (2008) dan Aviana Cahyaningsih (2008).

Berikut seperti disampaikan oleh Fannany. Ia yang dulunya tertarik pada dunia broadcasting akhirnya mengaku mulai tertarik pada PR.

aku emang dari awal pengennya di radio, sekarang radionya Pertimbangannya dari orangtua gitu. Jujur aneh juga sih mereka nyuruh kuliah di komunikasi, tapi ketika nanti kalau lulus mau kerja dimana Aku jawabnya, kepengennya kerja jadi Nanti di daerah konflik perang atau gimana. Pengennya itu aku yang kantoran aja, gitu. Kalau misalnya setidaknya menurut orangtua kan kantoran yang emang dekat dengan kita kan ya jadi PR official kan.304

303

Siregar. Op.Cit, hlm.13

304

commit to user

178

Dalam hal ini, faktor keluarga begitu kuat berpengaruh dalam perubahan orientasi pekerjaan. Keluarga menilai pekerjaan sebagai wartawan terlalu berat untuk perempuan dengan aktivitasnya yang memiliki mobilitas tinggi sedangkan pekerjaan sebagai PR officer dinilai lebih pantas karena aktivitasnya yang lebih ringan dengan berada di kantor.

Pada kondisi yang hampir sama, pengalaman berganti orientasi dirasakan pula oleh Aviana Cahyaningsih (2008). Menurutnya, PR Officer jauh lebih ringan dari wartawan. Hal itu seperti ia ungkapkan berikut ini:

Em, gak tahu, semakin jalan kesini kog rasanya berat ya wartawan. Ya kan ngliat dari teman-teman juga, dari cerita-cerita juga. Apalagi cewek kan. Aku juga melihat kemampuan diriku juga kan dari masalah fisik. Dapat tugas apa baru kerja gini wes drop, baru kerja gini drop gitu. Melihat kemampuan diri, wah to ketoke yo ra patut ya, gak apa ya, gak memenuhi syarat lah kalo misalnya mau jadi wartawan yang harus kesana kesana kesana.305

Dari dua pengalaman pergantian orientasi karir ke bidang PR di atas, diperoleh gambaran bahwa pekerjaan sebagai PR officer dinilai sebagai pekerjaan yang relatif lebih aman untuk perempuan. Sisi aman itu antara lain berupa: pekerjaan kantoran, pekerjaan yang minim resiko, pekerjaan yang tidak menguras tenaga. Di lain pihak, para perempuan di atas mulai memasukkan sebuah sugesti pada diri mereka sendiri baik itu yang berasal dari pernyataan orang lain maupun dari hasil refleksi atas pengalaman orang lain, bahwasanya perempuan adalah makhluk yang lemah dan kurang pantas jika bekerja di dunia pekerjaan dengan mobilitas tinggi.

305

wartawan akhirnya menjadi goyah. Pekerjaan yang diketahui memiliki mobilitas tinggi, lebih banyak berkutat di lapangan dinilai dengan ukuran baru sebagai pekerjaan yang berat dan kurang pantas untuk perempuan. Di sini, pengetahuan yang diperoleh baik tentang pekerjaan sebagai wartawan, sebagai PR officer sedang bertambah. Namun di satu sisi terdapat pula nilai-nilai gender yang mulai bertambah hanya saja belum sampai pada sebuah pemahaman yang utuh justru menimbulkan ketakutan-ketakutan.

Dari keseluruhan data di atas dapat dilihat mulai adanya pergeseran konsep pekerjaan di kalangan mahasiswi jurusan Ilmu Komunikasi. Hal itu terjadi karena mereka dengan masa studi yang mulai bertambah mulai menyerap konsep-konsep baru yang membuat mereka memiliki wawasan yang luas mengenai dunia komunikasi. Bertambahnya wawasan itu pada beberapa Informan justru membuat mereka mengalami kebingungan untuk memilih pekerjaan karena apa yang ia bayangkan sebelumnya tentang pekerjaan tak seideal yang dibayangkan. Dari sini dapat dilihat adanya tiga faktor yang berpengaruh terhadap pemilihan pekerjaan bidang komunikasi:

Kesadaran Kemampuan Diri

Jika sebelumnya faktor kesenangan telah menjadi pertimbangan dalam pemilihan pekerjaan bidang komunikasi, pada tipe ini pertimbangan itu mulai merembet pada sisi kemampuan diri. Disini. tingkat keidealan dalam

commit to user

memilih pekerjaan sudah mulai berkurang dan mencoba untuk mencari pekerjaan yang sesuai dengan bakat dan minat mereka.

Mata Kuliah Spesialisasi Profesi

Keinginan bekerja sesuai dengan bidang studi masih menjadi motivasi utama dari para Informan. Hanya saja disini telah mengerucut pada mahasiswi semester tengah dan akhir. Semakin bertambahnya pengetahuan yang berasal dari mata kuliah spesialisasi telah membuka cakrawala para Informan mengenai dunia komunikasi.

Masukan dari Orangtua

Pada tipe ini, beberapa Informan telah merasakan sikap aktif orangtua untuk menanyakan prospek pekerjaan selepas para Informan lulus kuliah. Sebagai pihak yang bertanggung jawab langsung pada anak, para orangtua mencoba untuk terus memonitor perkembangan anak-anaknya dan tak jarang

memberi masukan terkait pertimbangan-pertimbangan yang harus

diperhatikan dalam memilih pekerjaan. Pertimbangan itu antara lain berupa identitas para Informan sebagai perempuan yang suatu saat akan menikah sehingga seyogyanya mencari pekerjaan yang tetap memberi mereka ruang untuk mengurus tumah tangga.

Dalam hal ini, para Informan mulai menyerap konsep gender sesuai dengan yang diyakini oleh masyarakat di sekitarnya khususnya mengenai pekerjaan. Mereka mencoba untuk menyesuaikan diri dengan nilai-nilai yang

kebenaran

Dokumen terkait