• Tidak ada hasil yang ditemukan

LANDASAN TEOR

B. Pendidikan Karakter

3. Tujuan dan Fungsi Pendidikan Karakter

Hasan dkk. (2010) mengatakan bahwa pendidkan karakter setidaknya mempunyai lima tujuan, yaitu (1) mengembangkan potensi kalbu/nurani/afektif peserta didik sebagai manusia dan warganegara yang memiliki nilai-nilai karakter bangsa, (2) mengembangkan kebiasaan dan perilaku peserta didik yang terpuji dan sejalan dengan nilai-nilai

universal dan tradisi budaya bangsa yang religius, (3) menanamkan jiwa kepemimpinan dan tanggung jawab peserta didik sebagai generasi penerus bangsa, (4)

mengembangkan kemampuan peserta didik menjadi manusia yang mandiri, kreatif, dan berwawasan kebangsaan, dan (5) mengembangkan lingkungan kehidupan sekolah sebagai lingkungan belajar yang aman, jujur, penuh kreativitas dan persahabatan, dan dengan rasa kebangsaan yang tinggi serta penuh kekuatan.

Adapun menurut Zubaedi (2011), mempunyai tiga fungsi utama, yaitu (1) fungsi pembentukan dan

pengembangan potensi, (2) fungsi perbaikan dan penguatan, dan (3) fungsi penyaring. Pertama, fungsi pembentukan dan pengembangan potensi. Pendidikan karakter berfungsi untuk

membentuk dan mengembangkan potensi peserta didik agar berpikiran baik, berhati baik, dan berperilaku baik sesuai dengan nilai-nilai keagamaan, kemanusiaan, kesatuan dan kebersamaan, mesyuwarah, dan solidaritas sosial

sebagaimana terkandung dalam falsafah hidup Pancasila. Sejujurnya, nilai-nilai Pancasila yang telah dirumuskan pada zaman Orde Baru yang tertuang dalam Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4) jika diamalkan secara sungguh-sungguh –yang dalam zaman Orde Baru – disebut ”secara murni dan konsekuen”, tidak sekedar sebagai slogan kampanye politik atau sekedar ”proyek” yang bertajuk ”Penataran P4”, sudah cukup memadai untuk membangun karakter bangsa. Namun sayang, butir-butir nilai Pancasila yang telah dirumuskan secara baik dan telah diterbitkan secara massal tersebut tidak dihayati apalagi diamalkan oleh para pejabat publik waktu itu, sehingga sebagain besar

rakyat juga ikut meneladaninya: tidak mengamalkan

Pancasila secara murni dan konsekuen. Akibatnya, nilai-nilai Pancasila yang telah dirumuskan dengan sangat baik

tersebut, kini telah dimuseumkan, dilupakan, dan dicampakkan.

Kedua, fungsi perbaikan dan penguatan. Pendidikan karakter berfungsi memperbaiki dan memperkuat peran

keluarga, satuan pendidikan, masyarakat, dan pemerintah untuk ikut berpartisipasi dan bertanggung jawab dalam pengembangan potensi warga negara dan pembangunan bangsa menuju bangsa yang maju, mandiri, dan sejahtera. Terkait dengan fungsi pendidikan karakter dalam

memperbaiki dan memperkuat peran keluarga, atau sebaliknya: peran keluarga sebagai pilar utama untuk

kesuksesan pendidikan karakter, Allah SWT berfirman dalam Al-Quran yang terjemahannya sebagai berikut.

"Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan" (Q.S. At-Tahrim: 6).

"Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar" (Q.S. An-Nisa’: 9). Keluarga merupakan tempat untuk mempersiapkan generasi muda yang akan meneruskan perjuangan dari para pendahulunya. Oleh karena itu, para orang tua harus

menciptakan kondisi keluarga yang harmonis, keluarga yang tenteram yang penuh dengan cinta dan kasih sayang

sehingga kondusif untuk mendidik anak-anak terutama dalam menanamkan akhlak mulia Jika keluarga itu sangat kondusif,

tentu saja akan menghasilkan generasi penerus yang tangguh dan tanggap sehingga lebih siap menghadapi berbagai tantangan kehidupan dalam bermasyarakat,

berbangsa, dan bernegara. Sebaliknya, sebuah keluarga yang tidak kondusif untuk mendidik anak, bukan saja tidak

menghasilkan generasi penerus yang berkualitas, tetapi justru menghasilkan generasi yang bermasalah yang menjadi beban tersendiri bagi keluarga dan masyarakatnya.

Di antara tugas keluarga terutama orang tua dalam pendidikan karakter/akhlak adalah memberikan teladan yang baik bagi anak-anaknya dalam berpegang teguh kepada akhlak mulia. Keteladanan merupakan faktor terpenting untuk mencapai tujuan utama pendidikan yaitu tertanamnya akhlak mulia pada anak-anaknya. Anak yang mendapatkan pendidikan agama dan pendidikan karakter/akhlak yang baik serta keteladanan yang baik umumnya akan baik pula

karakter/akhlaknya. Namun sebaliknya kurangnya pendidikan agama dan keteladanan dari orang tua akan berakibat pada buruknya karakter/akhlak anak.

Ibarat angka, generasi yang bermasalah yang dihasilkan dari keluarga yang tidak kondusif itu adalah angka minus. Agar menjadi angka plus, tentu memerlukan perhatian dan perlakuan yang serius karena sebelum menjadi plus harus

melewati angka nol dulu. Pendek kata, perubahan dari

generasi minus menuju plus itu menyita perhatian dan waktu tersendiri yang semestinya perhatian dan waktu itu sudah dapat dipergunakan untuk "menangkarkan tunas-tunas muda yang berkualitas pada lahan yang lebih luas" sehinga "panen raya" akan segera menjadi kenyataan.

Demikianlah gambaran betapa pentingnya menciptakan kondisi keluarga yang harmonis, keluarga yang tenteram yang penuh dengan cinta dan kasih sayang (sakinah,

mawaddah, wa rahmah) sehingga kondusif untuk mendidik

anak-anak terutama dalam menanamkan karakter/akhlak mulia kepada mereka, dimana karakter/akhlak mulia ini merupakan prasyarat yang harus ada bagi tercapainya cita- cita: keluarga bahagia. Dampak positif dari keluarga-keluarga bahagia itu, akan –secara karambol –berdampak luas bagi terwujudnya ”lahan” dan lingkungan yang kondusif untuk menyemai benih-benih karakter mulia. Secara sederhana, dapat dikatakan bahwa: jika banyak keluarga yang baik, keadaan dusun akan baik, desa akan baik, selanjutnya: kecamatan, kabupaten, provinsi, dan negara akan baik.

Ketiga, fungsi penyaring. Pendidikan karakter berfungsi memilah budaya bangsa sendiri dan menyaring budaya bangsa lain yang tidak sesuai dengan nilai-nilai budaya dan

karakter bangsa yang bermartabat. Termasuk di dalamnya adalah menyaring atau menyeleksi berbagai informasi yang semakin ”membanjir” dari media cetak, elektronik, dan online seiring dengan pesatnya perkembangan teknologi informasi dan komunikasi sekarang ini. Fungsi ini sejalan dengan salah satu fungsi pendidikan sebagaimana yang dinyatakan

Muhadjir (1993), yaitu untuk menumbuhkan kreativitas peserta didik. Di era teknologi informasi yang canggih dewasa ini, informasi yang diterima manusia sangat beragam, ada yang bermanfaat dan ada pula sampah informasi yang beracun. Keragaman informasi menantang manusia untuk memilah, memilih atau menyaring validitas (kebenaran) isinya, terpercaya salurannya, dan sebagainya. Dalam menyaring informasi tersebut dibutuhkan kemampuan kreatif untuk menggeneralisasikan, mengabstrakkan,

menemukan hubungan unuiknya untuk akhirnya

menampilkan pendapat, sikap, dan wawasan yang tepat, sehingga kita tidak hanyut bahkan tenggelam dalam sampah informasi.

Selain tiga fungsi yang telah dipaparkan di atas, pendidikan karater juga berfungsi untuk menghancurkan penyakit mental block. Prihadi (2009) menyatakan bahwa penyakit mental block adalah cara berpikir dan perasaan

yang terhalangi oleh ilusi-ilusi yang sebenarnya hanya membuat kita terhambat untuk melangkah menuju

kesuksesan. Di samping memiliki penyakit fisik, manusia juga memilki penyakit mental (mental block), yang sangat

berbahaya untuk seseorang atau kelompok yang ingin sukses.

Penyakit mental ini dapat dideteksi dengan

memperhatikan gejala-gejala awal yang biasanya dialami si penderita seperti suka mengeluh, konflik batin, tidak ada perubahan kehidupan, dan tidak mau mengambil resiko. Cara mendeteksi penyakit mental block dapat dilakukan sendiri atau meminta bantuan orang lain. Caranya dengan pasang target, perhatikan pola, tanya oarang lain, dan tanya hati nurani. Beberapa penyebab penyakit mental block adalah citra diri buruk, pengalaman buruk, lingkungan buruk, rujukan buruk, dan pendidikan buruk. Adapun virus-viru penyebab penyakit ini adalah banyak alasan, pembenaran, gengsi, malas, takut, menunggu, tidak percaya diri, dan buruk sangka.

Orang yang terjangkit penyakit mental block perlu segera dilakukan upaya pengobatan. Penyakit mental block dapat dicegah dengan optimisme, selalu berpikir positif, antusias, dan terbuka, yang semuanya mencakup aspekn

pemikiran, perasaan, sikap, dan tindakan. Agar proses penyembuhan deangan pengobatan menjadi lebih efektif, menurut Zubaedi (2011), maka diperlukan pemahaman serta harus ada kemauan yang kuat, membangun diri,

menemukan, dan mengakui keadaan yang sebenarnya. Adapaun obat penawar penyakit mental block adalah berani mengambil tanggung jawab, pembuktian diri, memperjelas sasaran hidup, menaikkan level, dan sebagainya.