• Tidak ada hasil yang ditemukan

UNSUR-UNSUR INTRINSIK NOVEL

2. Unsur Intrinsik Ranah 3 Warna (R3W)

a. Tema

Tema novel R3W adalah perjuangan dalam meraih cita- cita, yaitu seseorang yang ingin mewujudkan mimpinya seperti seorang Habibie.

b. Penokohan dan Perwatakan

1) Alif, tokoh 'aku' dalam novel ini yang berasal dari Maninjau, memiliki watak sebagai berikut:

a) Pekerja keras. “Pintu kamar pun aku kunci dan sudah berhari-hari aku mengurung diri, hanya ditemani bukut-bukit buku. Bahkan kalau adiku diam-diam mengintip dari balik pintu, aku halau mereka ...” (R3W: 296).

b) Tidak mudah putus asa dan ikhlas. “Akhirnya aku memilih untuk ikhlas saja, walau diperlakukan

dengan keras. Hari ini aku sibuk sekali karena harus memperbaiki naskah, mengetik ulang, mengantar dan dicoret Bang Togar. Sampai berulang-ulang.”

c) Selalu bersyukur. “Aku mendapatkan teman yang baik dan pengalaman yang sangat aku impikan sejak dulu. Sudah seharusnya aku selalu bersyukur ...” (R3W:425).

d) Sabar dalam menghadapi cobaan. “Surat ini sesungguuhnya mewakili sebuah pelabuhan keberuntungan yang bahagia setelah berkayuh melalui laut penuh badai dan gelombang ganas hanya bermodalkan baju sabar. Man shabara zhafira.” (R3W:348).

e) Bertawakal. “Aku mencoba menghibur diriku. Toh aku telah melakukan usaha di atas rata-rata. Telah pula aku sempurnakan kerja keras dengan doa. Sekarang tinggal aku serahkan pada Tuhan. Aku coba ikhlaskan semuanya (R3W: 28).

f) Patuh kepada orangtua. “Nak, sudah wa’ang patuhi perintah Amak untuk sekolah agama, kini pergilah menuntut ilmu sesuai keinginanmu ...” kata Amak (R3W:41).

2) Randai, teman Alif sejak kecil yang selalu bersaing dalam mengejar impian, memiliki watak sebagai berikut:

a) Merendahkan orang lain. “Hmm, kuliah di mana setelah pesantren? Emangnya wa’ang bisa kuliah ilmu umum? Kan tidak ada ijazah SMA? Bagaimana akan bisa ikut UMPTN?” (R3W 4).

b) Setia kawan, baik hati, dan suka menolong. “Lif, kita kan kawan, tinggal saja dulu di sini sampai ketemu kos yang pas.” “Atau begini saja. Bagaimana kalau gabung saja dengan aku di sini, kita bisa patungan bayar berdua kamar ini” (R3W :62).

c) Pemarah. “Mana mungkin wa’ang bisa bantu. Ini kan pelajaran Teknik, pasti nggak ngerti!” suaranya meninggi “Tadi diapakan ini? Bertahun-tahun komputer ini tidak pernah rusak!” Tangannya sekarang membuka kap CPU dengan kasar, mencabut beberapa kabel sekali renggut dengan keras” (R3W :168).

3) Raisa, teman sekaligus tetangga Alif di Bandung, dan Alif jatuh hati padanya, memiliki watak sebagai berikut:

a) Ramah, penuh senyum, adil. “Dalam pandanganku, Raisa dengan adil membagi perhatian, senyum, dan tawa yang sama kepada cerita aku dan Randai.”

b) Percaya diri. “Acara ditutup dengan Raisa tampil di depan. Seragam jas biru tua semakin menambah aura percaya dirinya yang besar” (R3W:228).

4) Amak, memiliki watak baik hati, bijaksana, penyayang. “Nak, sudah wa’ang patuhi perintah Amak untuk sekolah agama, kini pergilah menuntut ilmu sesuai keinginanmu. Niatkanlah untuk ibadah, insya Allah selalu dimudahkan-Nya. Setiap bersimpuh setelah salat, Amak selalu berdoa untuk wa’ang,” kata Amak. (R3W:41).

5) Ayah, memiliki watak sebagai berikut:

a). Menepati janjinya. “Alif, ini semua formulir yang harus diisi. Waktu ujian persamaan SMA tinggal 2 bulan lagi. Sekarang tugas wa’ang untuk belajar keras” (R3W:6).

b) Penuh perhatian. “Ayah dan Amak akan doakan dengan sepenuh hati,” kata Ayah menatapku. Tangannya mengusap kepalaku sekilas. (R3W:25) c) Keras kepala. “Sebetulnya, Pak Mantri Pian sudah

menganjurkan Ayah untuk banyak beristirahat, tapi dia tetap juga keras kepala untuk batanggang

menonton Piala Eropa bersamaku sampai subuh” (R3W:31)

d) Bijaksana. “Nak, ingat-ingatlah nasihat para orangtua kita. Di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung jangan lupa membawa nama baik dan kelakuan. Elok-elok di negeri orang. Jangan sampai berbuat salah” (R3W:41).

6) Kiai Rais, memiliki watak piawai memotivasi. “...Cobalah bayangkan. Kalian yang dikaruniai bakat hebat dan otak cerdas adalah bak golok tajam yang berkilat-kilat. Kecerdasan kalian bisa menyelesaikan beberapa masalah. Tapi kalau kalian tidak serius, tidak sepenuh tenaga dan niat, maka kalian tidak akan maksimal, misi tidak akan sampai, usaha tidak akan berhasil, kayu tidak akan patah...”

7) Bang Togar, jurnalis senior pengajar Alif, memiliki watak sebagai berikut:

a) Berbakat menulis. “Dia bercerita, Togar masih mahasiswa tapi telah menjadi penulis tetap di berbagai media, bahkan menjadi kontributor reguler di kompas” (R3W: 65).

b) Keras, agak sombong. “Tapi dia sangat keras dan agak sombong. Banyak yang mau belajar menulis

sama dia, tapi sering ditolak atau orang itu gagal di jalan” kata Mitra berbisik (R3W: 66).

8) Rusdi, teman satu grup Alif yang unik dan pandai berpantun, memiliki watak percaya diri.“...Tapi kitalah, ya kita, yang sebetulnya berkualitas laki-laki terbaik. Kitalah manusia unggul. Kita seperti sedang menyamar. Sayang sekali mereka, para gadis, itu tidak tahu. Rugilah mereka. It’s their loss, not ours” (R3W:424).

9) Francois Pepin, partner satu tim Alif di Quebec, Canada, memiliki watak lucu, murah senyum, baik hati. “Aku kembali tertawa melihat mimiknya, mulut tersenyum lebar, alis terkembang, mata terbelalak. Mungkin aku tidak dapat mitra bahasa Inggris, tapi setidaknya aku mendapat seorang kawan yang baik dan lucu” (R3W:356).

10) Mado, memiliki watak baik hati, berhati lembut, penuh perhatian. “Mado, perempuan berambut pirang yang lembut hati ini selalu telaten membakar roti isi omelet yang gurih buat sarapanku. Sering dia berlari-lari tiba-tiba menyusulku yang sudah naik ke sadel sepeda, hanya untuk memasukkan lagi sebungkus biskuit” (R3W:428).

11) Ferdinand, memiliki watak banyak berbuat daripada bicara, perhatian, baik hati. “Sedangkan Ferdinand banyak berbuat daripada bicara. Aku pernah bilang harus mengirim artikel setiap minggu ke koran di Bandung. Diam-diam dia menghubungi anak sulungnya, Jeaninne yang sudah bekerja di Quebec City, menanyakan apakan punya komputer yang tidak dipakai” (R3W:429).

12) Kak Marwan, memiliki watak bijaksana. “Tugas kalian adalah sebagai duta muda bangsa di mata orang Kanada. Jadilah cerminan orang Indonesia yang terbaik. Gunakan setiap kesempatan untuk menjadi yang terbaik” (R3W:264).

13) Wira, teman Alif di grup "UNO" dari Jawa, memiliki watak pemarah, pemberani. “Di kananku, Wira si kera ngalam yang berparas putih ini telah menjelma seperti udang rebus. Merah padam. Matanya tak lepas-lepas menantang telunjuk Jumbo yang menghardiknya” (R3W: 55).

14) Agam, teman Alif di grup "UNO" berasal dari Sumatra, memiliki watak mudah bergaul, humoris, baik hati, usil. “Agam adalah perekat kami. Dia selalu punya humor heboh untuk diceritakan. Agam suka

mengikat sepatu orang lain atau melempat bola kertas untuk mengusili teman yang mengantuk” (R3W:59).

15) Memet, teman Alif di grup "UNO" di Bandung, memiliki watak cinta damai, suka membantu. “Memet juga berbadan subur, tapi kebalikan dari Agam. Dia pecinta damai dan selalu melarang Agam berbuat usil. Kegiatan utama Memet adalah sibuk membantu siapa aja. Kalau kami kehausan, dia akan dengan senang hati mengangsurkan botol minum” (R3W: 60).

c. Latar/Setting

Latar tempat dalam novel R3W meliputi Danau Maninjau: “Batu sebesar gajah ini menjorok ke Danau Maninjau, dianungi sebatang pohon kelapa yang melengkung seperti busur” (R3W:1); kamar Alif: “Kamarku kini seperti toko barang bekas” (R3W:9); kampus: “Kampusku, jurusan Hubungan Internasional, terletak di perbukitan Dago, menempel dengan Dago Tea Huiss” (R3W:64); depan kos Bang Togar: “Dengan terengah-engah aku sampai juga di depan kos Bang Togar” (R3W:73); Bandung: “Hampir setahun aku di Bandung” (R3W:83); rumah kos Randai: “Akhirnya aku

sampai di rumah kos Randai, sebuah rumah yang terjebak di antara rumah-rumah penduduk di salah satu ujung gang” (R3W:44); Cibubur: ”Begitu menginjakkan si Hitam di gerbang kamp persiapan Cibubur” (R3W:218); Kota Amman: “Begitu satu bus besar kami membelah Kota Amman, semua mata kami kini terbuka lebar” (R3W :238); Montreal: “Setelah beberapa hari di Montreal, aku mulai berani untuk berjalan-jalan sendiri” (R3W:261).

Latar waktu dalam novel R3W dinyatakan dalam frasa-frasa sebagai berikut: setahun lalu: “Setahun lalu, beliaulah yang datang...” (R3W:5); sudah beberapa minggu: “Sudah beberapa minggu Ayah terserang batuk” (R3W:31); seminggu ini: “Seminggu ini aku rasanya ingin terus mengulum senyum” (R3W :32); empat tahun lalu: “Empat tahun lalu aku merantau ke Pondok Madani” (R3W:37); pada suatu pagi: “Pada suatu pagi, Bandung begitu gelap seperti sudah malam” (R3W:81); hampir setahun: “Hampir setahun aku di Bandung” (R3W: 83); seminggu berlalu: “Seminggu berlalu” (R3W: 209); hari Minggu pagi: “Hari Minggu pagi ini, Mado dan Ferdinand terus mondar mandir di dapur” (R3W:313); lebih dari setengah jam:

“Lebih dari setengah jam, Rusdi melampiaskan kegembiraannya sampai aku iri dengan nasib baiknya ini” (R3W:362); beberapa bulan: “Tidak terasa sudah beberaoa bulan aku tinggal di tanah berbahasa Prancis ini.” (R3W:420); dalam hitungan bulan: “Dalam hitungan bulan, pelan-pelan, kami anak-anak Indonesia menjelma menjadi selebriti lokal di Saint-Raymond” (R3W:433).

Latar suasana dalam R3W antara laian dinyatakan kata-kata: menegangkan: “Sepatu perahu Jumbo beringsut maju dan nyaris menginjak sepatu Wira. Tiba-tiba, entah dari mana datangnya komando, aku melihat Wira berkelebat cepat. Dia bangkit dari jongkok, menyergap dan menelikung tangan Jumbo. Agam yang jongkok di kiriku, tak disangka-sangka juga bergerak.” “Semakin dekat waktu pengumuman semakin kacau mimpiku dan semakin tidak enak makanku” ; menyedihkan: “Lalu beberapa isakan pecah pelan-pelan. Terbit dari arah Amak dan Adik-adikku. Pikiran-pikiran aneh muncul silih berganti. Safya di bungsu yang sangat lengket dengan Ayah terus memegang lengan Ayah” ; mengharukan: “Rasanya setiap helai bulu di badanku berdiri tegak, seakan ingin

ikut menghormat bendera.” “Aku hanya bisa mengangguk-angguk sambil mengeratkan peganganku di tangan Amak yang kurus dan mulai keriput. Aku

bungkukan badan mencium tangan beliau” ;

menyenangkan: “Aku kini sudah jadi pemuda dewasa, lengkap dengan semua syarat yang disampaikan Raisa. Saatnya aku akan sampaikan surat penting.”

d. Sudut pandang. Novel ini memakai sudut pandang orang pertama tunggal sebagai tokoh utama, yaitu pengarang sendiri. “Aku duduk di bagian batu yang landai sambil menjuntaikan kaki.”

e. Alur. Novel ini memakai alur maju, karena dalam ceritanya tidak terdapat kilas balik sehingga membuat pembaca penasaran apa yang akan terjadi di kisah selanjutnya.

f. Bahasa. Bahasa yang digunakan dalam novel ini tetap bahasa Indonesia walaupun ada sedikit bahasa yang tidak menggunakan bahasa Indonesia.

g. Amanat: kejarlah mimpi dengan kerja keras, berdoa, dan berserah diri kepada Allah. Tetap pada prinsip serta tidak mudah menyerah adalah kunci menuju keberhasilan hidup. Dengan kata lain, janganlah cepat putus asa dalam meraih cita cita walaupun banyak

rintangan yang harus kita hadapi karena Tuhan pasti memberikan jalan yang terbaik.

3. Unsur Intrinsik Rantau 1 Muara (R1M)