• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I: PENDAHULUAN

D. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana:

1. Untuk mendeskripsikan bagaimana pembinaan akhlak kepada orang lain anak dari segi adab bertamu di Ampang Kualo Kampung Jawa Kota Solok 2. Untuk mendeskripsikan bagaimana pembinaan akhlak kepada diri sendiri

dari segi sopan santun di Ampang Kualo Kampung Jawa Kota Solok 3. Untuk mendeskripsikanbagaimana pembinaan akhlak kepada diri dari segi

jujur di Ampang Kualo Kampung Jawa Kota Solok E. Manfaat dan Luaran Penelitian

Adapun upaya yang dapat diambil dari hasil penelitian ini dapat diarahkan pada dua manfaat yaitu sebagai berikut:

1. Manfaat Penelitian a. Manfaat teoritis

Secara teoritis penelitian ini berguna untuk mengembangkan teori-teori yang berhubungan dengan pembinaan akhlak anak oleh orang tua pekerja buruh pabrik.

b. Manfaat praktis

1) Bagi penulis, untuk menambah pengetahuan dan memperoleh wawasan terkait dengan masalah yang penulis angkat.

2) Bagi instansi yang berkaitan untuk mengetahui bagaimana pembinaan akhlak anak oleh orang tua pekerja buruh pabrik.

3) Bagi pembaca, untuk mengetahui bagaimana pembinaan akhlak anak oleh orang tua pekerja buruh pabrik PT Ampang Kualo Kampung Jawa Solok.

2. Luaran Penelitan

Sementara luaran penelitian atau target yang ingin dicapai dari penelitian ini selanjutnya adalah layak sebagai syarat untuk dapat diseminarkan dan mendapat gelar S-I Pendidikan Agama Islam

F. Defenisi Operasional

Agar tidak terjadi kesalah pahaman dalam memahami dalam memahami proposal ini, dan untuk menghindarkan terjadinnya salah pengertian atau interpretasi yang berbeda-beda, maka perlu penulis jelaskan istilah yang terdapat dalam judul sebagai berikut:

1. Pembinaan Akhlak Anak Usia Sekolah Dasar

Pembinaan akhlak yang penulis maksud adalah suatu usaha, tindakan dan kegiatan yang dilakukan melalui usaha sendiri dalam usaha sendiri dalam rangka mengembangkan akhlak anak usia sekolah dasar yang berumur kisaran 6-12 tahun agar mereka mempunyai akhlak yang mulia, dan memiliki kebiasaan yang terpuji atau dengan kata lain anak didik diharapkan bisa menjadi pribadi yang berakhlakul karimah.

2. Orang Tua Pekerja

Orang tua terdiri dari ayah dan ibu yang paling bertanggung jawab terhadap anak-anaknya. Hal tersebut ada dua hal, orang tua dalam keluarga adalah pendidik kodrati, yaitu setiap orang yang telah bekeluarga yang secara kodrati memiliki kewajiban untuk mendidik anak-anaknya.

Selanjutnya, karena kepentingan dan kehendak ke dua rang tua juaga agar anaknya maju berkembang secara positif. Dan pekerja yang dimaksud adalah mengarah pada bekerja untuk orang lain yang mendapat upah atau imbalan lain. Orang tua pekerja yang dimaksud penulis yaitu melakukan suatu kegiatan di luar rumah dengan tujuan untuk mencari nafkah untuk mencukupi kebutuhan keluarga.

3. Buruh Pabrik PT CNM

Buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain. Dengan dipadankanya istilah pekerja dengan buruh merupakan kompromi setelah dalam kurun waktu yang amat panjang dua istilah tersebut bertarung untuk dapat diterima oleh masyarakat. Dan PT CNM yang penulis maksud di sini kepanjangan dari PT Citra Nusantara Mandiri yang merupakan perseroan terbatas yang bergerak dalam bidang produksi dan penangkaran benih jagung hibrida yang berada di Ampang Kualo Kampung Jawa Kota Solok yang menjadi tempat bertanya dan tempat mengambil data penelitian.

Jadi, maksud judul “Pembinaan Akhlak Anak Usia Sekolah Dasar oleh Orang Tua Pekerja Buruh PT CNM Ampang Kualo Kampung Jawa Kota Solok” adalah suatu aktivitas orang tua dalam membina akhlak anak usia sekolah dasar yang berusia 6-12 tahun. Dalam rangka membina, menasehati dan mengajarkan kepada anak usia sekolah dasar tersebut bisa bersikap dan berperilaku sesuai dengan akhlak yang baik terutama akhlak terhadap orang lain dan diri sendiri dan menjauhi perilaku-perilaku akhlak tercela.

BAB II KAJIAN TEORI

A. Landasan Teori 1. Pembinaan Akhlak

Pembinaan berasal dari kata bahasa arab “bana” yang berarti membina, membangun, mendirikan. Menurut kamus besar Indonesia, pembinaan adalah suatu usaha tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara berdaya guna dan berhasil guna untuk memperoleh hasil yang baik. Sedangkan menurut Maolani pembinaan didefinisikan sebagai Upaya pendidikan baik formal maupun nonformal yang dilaksanakan secara sadar, berencana, terarah dan bertanggung jawab dalam rangka menumbuhkan, membimbing dan mengembangkan dasar-dasar kepribadian yang seimbang, utuh dan selaras pengetahuan dan keterampilan sesuai dengan bakat serta kemampuan-kemampuannya sebagai bekal untuk selanjutnya atas prakarsa sendiri untuk menambah, meningkatkan dan mengembangkan dirinya, sesamanya maupun lingkungannya kearah tercapainya martabat, mutu dan kemampuan manusiawi yang optimal dan pribadi mandiri (Manan Syaepul, 2017: 52).

Pembinaan akhlak dapat diartikan sebagai usaha sungguh-sungguh dalam rangka membina akhlak, dengan menggunakan sarana pendidikan dan pembinaan yang terprogram dengan baik dan dilaksanakan dengan sungguh-sungguh dan konsisten. Pembinaan akhlak ini dilakukan berdasarkan asumsi bahwa akhlak adalah hasil usaha pembinaan, bukan terjadi dengan sendirinya. Potensi rohaniah yang ada dalam diri manusia, termasuk didalamnya akal, nafsu amarah, nafsu syahwat, fitrah, kata hati, hati nurani dan instuisi dibina secara optimal dengan cara dan pendekatan yang tepat.

Berdasarkan pengertian-pengertian di atas, maka yang dimaksud dengan pembinaan adalah suatu usaha yang dilakukan dengan sadar, sungguh-sungguh, terencana dan konsisten dengan cara membimbing,

11

mengarahkan dan mengembangkan pengetahuan, kecakapan, dan pengamalan ajaran Islam sehingga mereka mengerti, memahami dan menerapkannya dalam dalam kehidupan sehari-hari.

Pembinaan akhlak terjadi melalui pengalaman sejak kecil. Pendidik atau pembinaan pertama adalah orang tua, kemudian guru. Semua pengalaman yang dilalui oleh anak waktu kecilnya, merupakan unsur penting dalam pribadinya. Sikap anak terhadap agama, dibentuk pertama kali di rumah melalui pengalaman yang didapatnya dengan orang tuannya, kemudian disempurnakan atau diperbaiki oleh guru di sekolah. Pembinaan akhlak atau pendidikan anak merupakan pendidikan tingkah laku yang bertujuan untuk membentuk akhlak mahmudah (akhlak terpuji).

Jadi pendidikan akhlak adalah usaha untuk membentuk akhlak dari yang belum baik menjadi baik atau dari yang kurang baik menjadi lebih baik. Pendidikan akhlak adalah kebutuhan bagi setiap anak yang harus diberikan agar ia menjadi insan yang baik. Karena anak yang baik akan menguntungkan orang lain dan dirinya sendiri, tetapi sebaliknya jika orang yang tidak baik akan merugikan orang lain dan dirinya sendiri pula (Widyawati , 2017: 26-27).

Pendidikan dan pembinaan akhlak menjadi penting, tidak hanya karena tuntunan peraturan, tetapi juga karena sebagai kelanjutan dari misi kerasulan Muhammad saw. Pembentukan akhlak mulia tidak dapat di wariskan, harus melalui proses pendidikan, pemahamam, pembinaan, internalisasi, bimbingan, dan keteladanan. Proses pembentukan akhlak diutamakan pada penanaman nilai-nilai, pembinaan, bimbingan, dan pemberian keteladanan.

Pembinaan akhlak hendaknya dimulai dari masa kanak-kanak, bahkan para ahli pendidikan menyatakan karena pembinaan itu bagian dari proses pendidikan, harus dimulai dari masa prakonsepsi, dilanjutkan pada masa pranatal, usia anak-anak, remaja bahkan sampai dewasa. Pembinaan akhlak pada tiap fase itu dilakukan dengan pendekatan, metodologi dan materi yang sesuai dengan fase perkembangan kejiwaan dan pertumbuhannya.

Pembinaan akhlak tidak cukup dengan pembelajaran yang berorientasi pada penguasaan ilmu pengetahuan, tetapi juga harus ditekankan pada pembiasaan tindakan yang disertai keteladanan, baik guru, orang tua maupun setiap orang dewasa (Haitami Salim, 2013: 206-226).

Berdasarkan pengertian-pengertian di atas, maka yang dimaksud dengan pembinaan adalah suatu usaha yang dilakukan dengan sadar, sungguh-sungguh, terencana dan konsisten dengan cara membimbing, mengarahkan dan mengembangkan pengetahuan, kecakapan, dan pengamalan ajaran Islam sehingga mereka mengerti, memahami dan menerapkannya dalam dalam kehidupan se

hari-hari.

2. Akhlak

a. Pengertian Akhlak

Secara etimologis “akhlak” berasal dari bahasa Arab, “khuluqun”

artinnya budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat. Secara terminologi pengertian Akhlak dapat dilihat dari beberapa pendapat yang dikemukakan para ahli sebagai berikut:

1) Menurut Ibnu Miskawaih, mengemukakan rumusan akhlak yaitu

“keadaan jiwa seseorang yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan-perbuatan tanpa melalui pertimbangan pikiran terlebih dahulu”

2) Menurut Imam Al-Ghazali, akhlak ialah sifat-sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan segala perbuatan dengan gampang dan mudah tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan.

3) Menurut Ahmad Amin, akhlak adalah ilmu untuk menetapkan segala ukuran,segala perbuatan manusia yang baik atau buruk yang benar atau salah, yang hak dan yang bathil.

4) Ibnu Athir dalam kitabnya “An-Nihayah” mengatakan: Khuluq ialah gambaran batin manusia yang tepat (yaitu jiwa dan sifat-sifatnya), sedangkan akhlak merupakan gambaran bentuk luarannya (seperti raut muka, warna kulit, tinggi rendahnya tubuh dan lain sebagainnya)

5) Jamaludin al-Qasyimi berpendapat bahwa: suatu bentuk yang ada dalam jiwa dari padannya timbul perbuatan-perbuatan dengan mudah tanpa berkehendak kepada pemikiran dan pertimbangan

6) Menurut Omar Muhammad Al-Toumy Al-Syaibany mengemukakan bahwa akhlak adalah “kebiasaan atau sikap yang mendalam jiwa dari mana timbul perbuatan-perbuatan dengan mudah dan gampang”

(Ridwan A Malik, 2011: 3).

Jadi akhlak ialah suatu kondisi atau sifat yang telah meresap dalam jiwa dan menjadi kepribadian hingga dari situ timbullah berbagai macam perbuatan-perbuatan dengan cara spontan dan mudah tanpa dibuat-buat dan tanpa pemikiran.

Secara mendasar kata akhlak ini erat kaitannya dengan kejadian manusia yaitu pencipta dan yang diciptakan. Rasulullah diutus untuk menyempurnakan akhlak manusia yaitu untuk memperbaiki hubungan manusia dengan Allah Ta‘ala dan hubungan baik antara manusia dan manusia. Kata“menyempurnakan” tersebut berarti akhlak itu bertingkat atau bertahap, sehingga perlu untuk disempurnakan lagi. Hal tersebut menunjukkan bahwasanya akhlak itu bermacam-macam, mulai dari akhlak yang sangat buruk, buruk, sedang, baik, baik sekali hingga sempurna.

Rasulullah sebelum bertugas menyempurnakan akhlak, beliau sendiri sudah berakhlak sempurna seperti yang sudah Allah jelaskan dalam QS.

al-Qalam ayat 4 yang berbunyi:

   

Artinya: ‘’Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung” (QS. al-Qalam).

Akhlak merupakan salah satu dari tiga kerangka dasar dalam ajaran Islam. Aqidah, Syariah dan akhlak merupakan hal yang paling berkaitan dan tidak dapat terpisahkan akhlak merupakan buah yang dihasilkan oleh proses penerapan aqidah dan syariah. Ibarat bangunan akhlak ini merupakan kesempurnaan dari bangunan tersebut setelah pondasi dan

bangunannya kuat. Jadi tidak mungkin akhlak ini akan terwujud pada diri seseorang jika ia tidak memiliki aqidah dan syariah yang baik (Sylviyanah, 2012: 192). Rasulullah SAW bersabda:

ِقﻼ ْﺧَﻷا َمِرﺎ َﻜَﻣ َﻢﱢﻤَﺗُﻷ ُﺖْﺜ ِﻌُﺑ ﺎَﻤﱠﻧِإ

Artinya: sesungguhnya aku diutus (Allah) untuk menyempurnakan akhlak mulia (HR. Bukhari).

Hadis diatas menjelaskan bahwa rasulullah SAW diutus ke muka bumi untuk membawa misi menyempurnakan akhlak manusia. Begitulah Rasulullah diutus ditengah-tengah masyarakat pada zaman jahiliyah. Saat itu akhlak dan perilaku masyarakat sangat biadab, penuh dengan penyembahan berhala-berhala. Maka dari itu Rasulullah membawa misinnya untuk menyempurnakan akhlak dan menjadi teladan yang mulia bagi umatnya dengan tujuan untuk memperbaiki kondisi umat yang pada saat itu dalam kejahiliaan. Dimana mannusia mengagungkan hawa nafsu, dan sekaligus menjadi hamba hawa nafsu.

b. Sumber Akhlak

Sumber akhlak adalah menjadi ukuran baik buruk ataun mulia dan tercela. Sumber akhlak Al-Qur’an dan Sunnah. Al-Qur’an dan sunnah sebagai basis rujukan umat Islam secara general telah menyepakati bahwa yang mampu menjelaskan kriteria baik buruknya sesuatu perbuatan adalah al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah Saw. kedua dasar itulah yang menjadi landasan dan sumber ajaran secara keseluruhan sebagai pola hidup dalam menetapkan mana yang baik dan mana yang buruk (Ridwan A Malik,

Artinya: Maka hadapkanlah wajahmu dengan Lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. (QS. Ar-Rum:

30).

Ayat diatas mejelaskan bahwa fitrah manusia tidak selalu terjamin dapat berfungsi dengan baik karena pengaruh dari luar, misalnya pengaruh pendidikan dan lingkungan. Fitrahnya tetutup sehingga hati nurani tidak dapat lagi melihat kebenarannya.

c. Ciri-ciri Akhlak dalam Islam

Akhlak Islam mempunyai ciri-ciri khusus yang membedakannya dengan akhlak wad’iyah (akhlak yang diciptakan oleh manusia). Adapun ciri-ciri akhlak Islam adalah, kebaikan yang absolut, kebaikan yang menyeluruh (universal), kemantapan, kewajiban yang dipatuhi, dan pengawasan yang menyeluruh.

1) Kebaikan yang Absolut

Karena berdasar pada Al-Qur’an dan Sunnah, maka kebaikan dalam akhlak Islam bersifat absolut (mutlak). Akhlak islam dengan sendirinnya mampu menjamin kebaikan yang sempurna, kebaikan yang bersih dari mementingkan diri sendiri maupun golongan, juga bersih dari pengaruh hawa nafsu dan lingkungan.

2) Kebaikan yang menyeluruh (Universal)

Kebaikan dalam akhlak Islam disebut Universal, karena kebaikan yang terdapat di dalamnya dapat digunakan untuk seluruh umat manusi, kapan saja, dan di mana saja. Islam telah menciptakan akhlak yang sesuai dengan jiwa (fitrah) manusia, di samping diterima pula oleh akal sehat. Akhlak dalam Islam itu mudah, tidak mengandung kesulitan dan perintah yang tidak dapat dikerjakan diluar kemampuan.

3) Kemantapan

Sebagaimana telah dijelaskan bahwa akhlak Islam bersumber dari agama, sedangkan agama menjamin kebaikan yang mutlak. Oleh karena itu, dengan sendirinnya akhlak Islam ditandai dengan sifat

yang tetap, langgeng, dan mantap. Hal ini berkaitan dengan janji Allah, yang menjamin akan selalu memelihara agaman-Nya, sehingga akan akan tetap, langgeng, dan mantap. Tidak akan terjadi perubahan-perubahan terhadapnya (Samsul Munir Amin, 2016: 64).

d. Macam-Macam Akhlak

Adapun macam-macam akhlak yaitu sebagai berikut:

1) Akhlak Tercela (al-Akhlak Madzmumah)

Menurut Imam Al-Ghazali, akhlak yang tercela ini dikenal dengan sifat-sifat mulia, yakni segala tingkah laku manusia yang dapat membawannya kepada kebinasaan dan kehancuran diri, yang tentu saja bertentangan dengan fitrahnya yang selalu mengarah kepada kebaikan. Al-Ghazali menerangkan ada empat hal yang mendorong manusia melakukan perbuatan tercela (maksiat), diantarannya:

a) Dunia dan isinnya, yaitu berbagai hal yang bersifat material (harta, kedudukan) yang ingin dimiliki manusia sebagai kebutuhan dalam melangsungkan hidupnya agar bahagia.

b) Manusia, selain mendatangkan kebaikan manusia dapat mengakibatkan keburukan-keburukan seperti istri dan anaknya.

Karena kecintaan kepada mereka, misalnya dapat melalaikan manusia dari kewajiban terhadap Allah dan terhadap sesama.

c) Setan (iblis), setan adalah musuh manusia yang paling nyata, ia menggoda manusia melalui batinnya untuk berbuat jahat dan menjauhi Tuhan.

d) Nafsu, nafsu adakalannya baik (muthmainnah) dan adakalanya buruk (amarah), akan tetapi nafsu cenderung mengarah kepada keburukan.

Pada dasarnya sifat dan perbuatan yang tercela dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu:

a) Maksiat Lahir

Maksiat berasal dari bahasa Arab, ma’siyah, artinnya pelanggaran oleh orang yang berakal baliq (mukallaf), karena

melakukan perbuatan yang dilarang, dan meninggalkan perbuatan yang diwajibkan oleh syari’at Islam. Maksiat lahir dibagi menjadi beberapa bagian yaitu:

(1) Maksiat lisan, seperti berkata-kata yang tidak memberikan manfaat, berlebih-lebihan dalam percakapan, berbicara, hal yang batil, berdebat dan berbantah yang hanya mencari menang sendiri tanpa menghormati orang lain. Berkata kotor, mencaci-maki atau mengucapkan kata laknat kepada manusia, menghina, berdusta, dan lain sebagainnya.

(2) Maksiat telinga, seperti mendengarkan pembicaraan orang lain, mendengarkan orang yang sedang mengumpat, mendengarkan orang yang sedang namimah, mendengarkan nyanyian-nyanyian atau bunyian-bunyian yang dapat melalaikan ibadah kepada Allah SWT.

(3) Maksiat mata, seperti melihat aurat wanita yang bukan muhrimnya, melihat aurat laki-laki yang bukan muhrimnya, melihat orang lain dengan gaya menghina, melihat kemungkaran tanpa beramar ma’ruf nahi mungkar.

(4) Maksiat tangan, seperti menggunakan tangan untuk mencuri, mencopet, menggunakan tangan untuk mengurangi timbangan.

Maksiat lahir akan mengakibatkan kekacauan dalam masyarakat, dan tentu saja amat berbahaya bagi keamanan dan ketentraman masyarakat, seperti, pencurian, perampokan, pembunuhan, perkelahian (akibat fitnah, adu domba).

b) Maksiat Batin

Maksiat batin lebih berbahaya dibandingkan dengan maksiat lahir, karena tidak terlihat, dan lebih sukar dihilangkan. Selama maksiat batin belum dilenyapkan, maksiat lahir tidak bisa dihindarkan dari manusia. Bahkan para sufi menganggap maksiat batin sebagai najis maknawi, yang karena adannya najis tersebut, tidak memungkinkannya mendekati Tuhan (taqarrub ila Allah).

Maksiat batin berasal dari dalam hati manusia, atau digerakkan oleh tabiat hati. Sedangkan hati manusia memiliki sifat yang tidak tetap, bolak-balik, berubah-ubah, sesuai dengan keadaan atau sesuatu yang mempengaruhinnya. Hati terkadang baik, simpati, dan kasih sayang, tetapi disaat lainnya hati terkadang jahat.

Pendendam, syirik dan sebagainnya. Beberapa contoh penyakit batin (akhlak tercela) adalah:

(1) Marah (ghadab), dapat dikatakan sebagai nyala api yang terpendam didalam hati, sebagai salah satu godaan setan terhadap manusia. Islam menganjurkan orang yang lagi marah agar berwudhu (menyiram api kemarahan dengan air wudhu) (2) Dongkol (hiqd), perasaan jengkel yang ada dalam hati, atau

kemarahan yang tidak tersalurkan

(3) Dengki (hasad), penyakit hati yang ditimbulkan kebencian, iri dan ambisi.

(4) Sombong (takabbur), perasaan hebat yang terdapat dalam hati seseorang, bahwa dirinnya hebat dan mempunyai kelebihan (Deswita, 2012:32).

2) Akhlak Terpuji (al-Akhlak Al-Mahmudah atau Karimah)

Menurut Al-Ghazali, berakhlak mulia atau terpuji artinnya

“menghilangkan semua adat kebiasaan tercela yang sudah digariskan dalam agama Islam serta menjauhkan diri dari perbuatan tercela tersebut, kemudian membiasakan kebiasaan yang baik melakukannya dan mencintainnya”. Diperkuat oleh Hamka, sebenarnya ada beberapa hal yang mendorong seseorang untuk berbuat baik yaitu, pertama karena bujukan atau ancaman dari manusia lain. Kedua mengharap pujian, atau karena takut mendapat cela. Ketiga karena kebaikan dirinnya (dorongan hati nurani). Keempat mengharapkan pahala surga. Kelima, mengharap pujian dan takut azab Tuhan. Keenam, mengharap keridhaan Allah semata.

Akhlak yang terpuji berarti sifat-sifat atau tingkah laku yang sesuai dengan norma-norma atau ajaran Islam. Akhlak terpuji dibagi menjadi dua bagian, sebagai berikut:

a) Taat lahir. Taat lahir berarti melakukan seluruh amal ibadah yang diwajibkan Tuhan. Termasuk berbuat baik kepada sesama manusia dan lingkungan, dan dikerjakan oleh anggota lahir. Berikut perbuatan-perbuatan yang dikategorikan taat lahir:

(1) Taubat,dikategorikan kepada lahir dilihat dari sikap dan tingkah laku seseorang. Namun penyelesalannya merupakan merupakan taat batin. Tobat, menurut para sufi adalah fase awal perjalanan menuju Allah.

(2) Amar makruf dan nahi mungkar, perbuatan yang dilakukan kepada manusia untuk menjalankan kebaikan dan meninggalkan kemaksiatan dan kemungkaran.

(3) Syukur, berterima kasih terhadap nikmat yang telah dianugerahkan Allah kepada manusia dan seluruh makhluknya. Perbuatan ini termasuk yang sedikit dilakukan oleh manusia.

Sedangkan cara yang ditempuh untuk meningkatkan akhlak terpuji secara lahiriah adalah:

(1) Pendidikan, menjadikan cara pandang seseorang akan bertambah luas, tentunnya dengan mengenal lebih jauh akibat dari masing-masing (akhlak terpuji dan tercela). Semakin baik tingkat pendidikan dan pengetahuan seseorang, sehingga mampu lebih mengenali mana yang terpuji dan mana yang tercela.

(2) Mentaati dan mengikuti peraturan dan undang-undang yang ada di masyarakat dan negara. Bagi seorang muslim tentunnya mengikuti aturan yang digariskan Allah dalam Al-Qur’an dan sunnah nabi Muhammad Saw.

(3) Kebiasaan, akhlak terpuji dapat ditingkatkan melalui kehendak atau kegiatan baik yang dibiasakan.

(4) Melalui perjuangan dan usaha.

b) Taat batin. Sedangkan taat batin adalah segala sifat baik, terpuji yang dilakukan oleh anggota batin (hati).

(1) Tawakal, yaitu berserah diri sepenuhnya kepada allah dalam menghadapi, menanti atau menunggu hasil pekerjaan.

(2) Sabar dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu sabar dalam beribadah, sabar ketika mendapat musibah, sabar terhadap maksiat, dan sabar terhadap perjuangan. Dasarnya adalah keyakinan bahwa semua yang dihadapi adalah ujian dan cobaan dari Allah.

(3) Qana’a, yaitu merasa cukup dan rela dengan pemberian yang dianugerahkan oleh Allah. Bagi Hamka, Qana’ah meliputi:

a. Menerima dengan rela akan apa yang ada

b. Memohon kepada Tuhan tambahan yang pantas dan ikhtiar c. Menerima dengan sabar akan ketentuan Tuhan

d. Bertawakkal kepada Tuhan

e. Tidak tertarik oleh tipu muslihat dunia

Sedangkan akhlak terpuji yang batiniyah, dapat ditingkatkan dengan :

(1) Muhasabah, yaitu selalu menghitung perbuatan-perbuatan yang telah dilakukan selama ini, baik perbuatan baik beserta akibat yang ditimbulkan olehnya, maupun perbuatan buruk beserta akibat yang ditimbulkan.

(2) Mu’aqobah, memberikan hukuman terhadap berbagai perbuatan dan tindakan yang telahdilakukan . hukuman tentu bersifat ryhiya dan berorientasi pada kebaikan, seperti melasanakan shalat sunnah yang lebih banyak dibanding biasannya, berzikir dan lain sebagainnya.

(3) Mu’ahadah, perjanjian dengan hati nurani (batin), untuk tidak mengulangi kesalahan dan keburukan tindakan yang dilakukan, serta menggantikannnya dengan perbuatan-perbuatan baik.

(4) Mujahadah, berusaha maksimal untuk melakukan perbuatan yang baik untuk mencapai derajat Ihsan, sehingga mampu mendekatkan diri kepada Tuhan. Hal ini dilakukan dengan kesungguhan dan perjuangan keras, karena perjalanan untuk mendekatkan diri kepada Allah banyak mengalami berbagai rintangan (Ridwan A Malik, 2011: 19).

e. Ruang Lingkup Akhlak 1) Akhlak terhadap Allah SWT

a) Taqwa, adalah memelihara diri dari siksaan Allah dengan mengikuti segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya.

b) Cinta dan ridha, cinta adalah kesadaran diri, perasaan jiwa dan dorongan hati yang menyebabkan seorang terpaut hatinnya kepada apa yang dicintainnya dengan penuh semangat dan kasih sayang.

Bagi seorang mukmin, cinta pertama dan utama sekali diberikan

Bagi seorang mukmin, cinta pertama dan utama sekali diberikan

Dokumen terkait