• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 1 PENDAHULUAN

1.2 Tujuan

Praktek Kerja Profesi Apoteker PT Aventis Pharma bertujuan untuk:

a. Memahami penerapan ketentuan CPOB di industri farmasi, khususnya pada PT Aventis Pharma

b. Memahami tugas dan tanggung jawab apoteker di industri farmasi.

2.1 Industri Farmasi

Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 Bab 1 pasal 1, yang dimaksud dengan industri farmasi adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Suatu industri farmasi wajib mempunyai izin usaha industri farmasi sebelum memulai proses produksinya. Proses pembuatan adalah seluruh rangkaian kegiatan yang menghasilkan suatu obat yang meliputi produksi dan pengawasan mutu mulai dari pengadaan bahan awal, proses pengolahan, pengemasan sampai obat jadi dan siap untuk didistribusikan. Obat jadi adalah sediaan atau paduan bahan-bahan yang siap digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan, dan kontrasepsi. Adapun yang dimaksud dengan bahan baku obat adalah bahan, baik yang berkhasiat maupun tidak berkhasiat yang digunakan dalam pengelolaan obat dengan standar mutu sebagai bahan farmasi.

Setiap industri farmasi wajib memiliki izin usaha dari Menteri Kesehatan.

Izin usaha industri farmasi diberikan kepada pemohon yang telah siap berproduksi sesuai dengan persyaratan CPOB. Untuk mendapatkan izin usaha industri farmasi, sebelumnya harus melalui tahap persetujuan prinsip. Persetujuan prinsip ini diberikan kepada industri farmasi untuk melakukan persiapan-persiapan dan usaha pembangunan, pengadaan dan pemasangan instalasi peralatan. Persetujuan prinsip tersebut berlaku selama jangka waktu 3 tahun dan setiap tahun perusahaan yang bersangkutan menyampaikan informasi kemajuan pembangunan proyeknya kepada Kepala Badan pengawas Obat dan Makanan. Bagi industri farmasi yang melakukan penambahan kapasitas produksi atau penambahan bentuk sediaan tidak memerlukan izin perluasan. Izin industri farmasi berlaku untuk seterusnya selama perusahaan industri farmasi yang bersangkutan berproduksi.

Izin usaha industri farmasi yang diberikan dapat berlaku untuk seterusnya selama perusahaan industri farmasi yang bersangkutan berproduksi dan tidak

melanggar ketentuan yang telah ditetapkan dalam surat keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 245/MENKES/SK/V/1990.

Beberapa persyaratan yang diperlukan industri farmasi dalam mendapatkan Izin Usaha adalah:

a. Dilakukan oleh Perusahaan Umum, Badan Hukum berbentuk Perseroan Terbatas, atau Koperasi.

b. Memiliki Rencana Investasi.

c. Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).

d. Memenuhi persyaratan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) sesuai ketentuan Pedoman CPOB 2012 (current GMP).

e. Mempekerjakan secara tetap sekurang-kurangnya tiga Apoteker warga negara Indonesia, masing-masing sebagai penanggung jawab produksi, pemastian mutu dan pengawasan mutu, sesuai persyaratan CPOB.

f. Obat jadi yang diproduksi oleh perusahaan farmasi hanya dapat diedarkan setelah memperoleh persetujuan, sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Kewajiban yang harus dilakukan oleh perusahaan farmasi yang telah memperoleh Izin Usaha Industri Farmasi, yaitu:

a. Membuat laporan dan nilai produksinya sekali dalam 6 (enam) bulan.

Sedangkan untuk laporan lengkap wajib dilaporkan sekali dalam setahun.

b. Menyalurkan produksinya sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

c. Melaksanakan upaya keseimbangan dan kelestarian serta mencegah pencemaran lingkungan.

d. Melaksanakan keamanan dan keselamatan alat, bahan baku, proses, hasil produksi, pengangkutan dan keselamatan kerja.

e. Melakukan Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL) berupa Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL).

Pencabutan Izin Usaha Industri Farmasi dilakukan bila Perusahaan Industri Farmasi yang telah mendapat Izin Usaha Industri Farmasi:

a. Melakukan pindah tangan hak milik izin usaha industri farmasi dan

perluasan tanpa izin.

b. Tidak menyampaikan informasi industri tiga kali berturut-turut atau dengan sengaja menyampaikan informasi yang tidak benar.

c. Melakukan pemindahan lokasi industri tanpa persetujuan tertulis terlebih dahulu dari Menteri Kesehatan Republik Indonesia.

d. Dengan sengaja memproduksi obat atau bahan baku obat yang tidak memenuhi persyaratan dan ketentuan yang berlaku (obat palsu).

e. Tidak memenuhi ketentuan dalam izin usaha industri farmasi

2.2 Cara Pembuatan Obat Yang Baik (CPOB) (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2012)

Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) menyangkut seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu yang bertujuan untuk menjamin bahwa produk obat dibuat senantiasa memenuhi persyaratan mutu yang telah ditentukan sesuai dengan penggunaannya. CPOB merupakan pedoman yang bertujuan untuk memastikan agar sifat dan mutu obat yang dihasilkan sesuai dengan yang dikehendaki. Bila perlu dapat dilakukan penyesuaian dengan syarat bahwa standar mutu obat yang telah ditentukan tetap dicapai. Selain itu, CPOB merupakan bagian dari sistem pemastian mutu yang mengatur dan memastikan obat diproduksi dan mutunya dikendalikan secara konsisten sehingga produk yang dihasilkan memenuhi persyaratan mutu yang ditetapkan sesuai tujuan penggunaan poduk disamping persyaratan lainnya.

Tidaklah cukup jika produk jadi hanya sekedar lulus dari serangkaian pengujian, tetapi yang lebih penting adalah bahwa mutu harus dibentuk ke dalam produk tersebut. Mutu obat tergantung pada bahan awal, bahan pengemas, proses produksi dan pengendalian mutu, bangunan, peralatan yang dipakai, dan personil yang terlibat. Pemastian mutu suatu obat tidak hanya mengandalkan pada pelaksanaan pengujian tertentu saja, namun obat dibuat dalam kondisi yang dikendalikan dan dipantau secara cermat.

Ruang lingkup CPOB 2012 meliputi: manajemen mutu, personalia, bangunan dan fasilitas, peralatan, sanitasi dan higiene, proses produksi, pengawasan mutu, inspeksi diri dan audit mutu, penanganan keluhan terhadap

obat, penarikan kembali obat dan obat kembalian, dokumentasi, pembuatan analisis berdasarkan kontrak, serta kualifikasi dan validasi.

2.2.1 Manajemen Mutu

Industri farmasi harus membuat obat sedemikian rupa agar sesuai dengan tujuan penggunaannya dan memenuhi persyaratan yang tercantum dalam dokumen izin edar (registrasi) serta tidak menimbulkan risiko yang membahayakan penggunanya karena tidak aman, mutu rendah, atau tidak efektif.

Manajemen bertanggung jawab untuk mencapai tujuan ini melalui suatu kebijakan, yang memerlukan partisipasi dan komitmen dari semua jajaran di semua departemen di dalam perusahaan, para pemasok, dan para distributor.

Untuk mencapai tujuan mutu secara konsisten dan dapat diandalkan, diperlukan manajemen mutu yang didesain secara menyeluruh dan diterapkan secara benar. Unsur dasar manajemen mutu adalah suatu infrastruktur atau sistem mutu yang tepat mencakup struktur organisasi, prosedur, proses dan sumber daya.

Tindakan yang sistematis diperlukan untuk mendapatkan kepastian dengan tingkat kepercayaan yang tinggi sehingga produk yang dihasilkan akan selalu memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan.

2.2.2 Personalia

Sumber daya manusia sangat penting dalam pembentukan dan penerapan sistem pemastian mutu yang memuaskan dan pembuatan obat yang benar. Jumlah karyawan untuk semua tingkatan hendaknya cukup, serta memiliki pengetahuan, keterampilan dan kemampuan sesuai dengan tugasnya. Mereka hendaknya juga memiliki kesehatan mental dan fisik yang baik sehingga mampu melaksanakan tugasnya secara profesional dan sebagaimana mestinya serta mempunyai kesadaran tinggi untuk mewujudkan tujuan CPOB. Oleh sebab itu, industri farmasi bertanggung jawab untuk menyediakan personil yang terkualifikasi dalam jumlah yang memadai untuk melaksanakan semua tugas.

Seluruh personil hendaknya memahami dan melaksanakan tugas dan tanggung jawab masing-masing. Selain itu, mereka harus memahami prinsip CPOB dan memperoleh pelatihan awal dan berkesinambungan, termasuk instruksi

mengenai higiene yang berkaitan dengan pekerjaan. Program pelatihan CPOB secara periodik dilakukan agar para karyawan terbiasa dengan persyaratan CPOB yang berkaitan dengan tugasnya, sedikitnya satu kali dalam setahun, baik untuk karyawan lama (sebagai kursus penyegar) ataupun untuk karyawan baru. Program pelatihan tersebut sebaiknya mencakup: orientasi umum, latihan kerja di tempat (on the job training), dan pendidikan di kelas. Latihan sebaiknya diberikan oleh atasan yang bersangkutan, tenaga ahli, atau pelatih CPOB. Setiap karyawan mempunyai catatan pelatihan untuk menilai kualifikasi masing-masing karyawan.

Struktur organisasi perusahaan sedemikian rupa sehingga bagian produksi, pemastian mutu, dan pengawasan mutu dipimpin oleh orang yang berlainan, yang tidak saling bertanggung jawab satu terhadap yang lain. Masing-masing diberi wewenang penuh dan sarana pendukung yang diperlukan untuk dapat melaksanakan tugasnya secara efektif. Personil tersebut tidak mempunyai kepentingan lain di luar organisasi yang dapat menghambat atau membatasi kewajibannya dalam melaksanakan tanggung jawab atau yang dapat menimbulkan konflik kepentingan pribadi atau finansial.

Kepala bagian produksi, pemastian mutu dan kepala bagian pengawasan mutu harus seorang apoteker yang cakap, terlatih, dan memiliki pengalaman praktis yang memadai di bidang industri farmasi dan keterampilan dalam kepemimpinan sehingga memungkinkan melaksanakan tugas secara profesional.

Kepala bagian produksi memiliki wewenang serta tanggung jawab penuh untuk mengelola produksi obat. Kepala bagian pengawasan mutu adalah satu-satunya yang memiliki wewenang untuk meluluskan bahan awal, produk antara, produk ruahan, dan obat jadi bila produk tersebut sesuai dengan spesifikasinya, atau menolaknya bila tidak cocok dengan spesifikasinya, atau bila tidak dibuat sesuai dengan prosedur yang disetujui dan kondisi yang ditentukan.

Industri farmasi memberikan pelatihan bagi seluruh personil yang karena tugasnya harus berada di dalam area produksi, gudang penyimpanan atau laboratorium (termasuk personil teknik, perawatan dan petugas kebersihan), dan bagi personil lain yang kegiatannya dapat berdampak pada mutu produk.

Disamping pelatihan dasar mengenai CPOB, personil baru mendapat pelatihan sesuai dengan tugas yang diberikan. Pelatihan berkesinambungan juga diberikan

dan efektivitas penerapannya dinilai secara berkala tersedia program pelatihan yang disetujui kepala bagian masing- masing.

2.2.3 Bangunan dan Fasilitas

Bangunan untuk pembuatan obat memiliki ukuran, rancang bangun, konstruksi, serta letak yang memadai agar memudahkan dalam pelaksanaan kerja, pembersihan dan pemeliharaan yang baik. Tiap sarana kerja memadai, sehingga setiap resiko terjadinya kekeliruan, pencemaran silang dan berbagai kesalahan lain yang dapat menurunkan mutu obat, dapat dihindarkan. Lokasi bangunan sedemikian rupa untuk mencegah terjadinya pencemaran dari lingkungan sekitarnya seperti pencemaran dari udara, tanah, air, maupun kegiatan di dekatnya. Bangunan dan fasilitas dikonstruksi, dilengkapi, dan dirawat dengan tepat agar memperoleh perlindungan maksimal dari pengaruh cuaca, banjir, rembesan dari tanah serta masuk dan bersarangnya serangga, burung, binatang pengerat, kutu, atau hewan lain. Bangunan dirawat secara teratur agar senantiasa bersih dan rapi. Setiap pelaksanaan perbaikan dilakukan diluar waktu kegiatan produksi.

2.2.4 Peralatan

Peralatan untuk pembuatan obat memiliki desain dan konstruksi yang tepat, ukuran yang memadai, serta ditempatkan dan dikualifikasi dengan tepat.

Hal ini dilakukan agar mutu obat terjamin serta seragam dari bets ke bets dan untuk memudahkan pembersihan serta perawatan. Peralatan didesain dan dikonstruksikan sesuai dengan tujuannya. Permukaan peralatan yang bersentuhan dengan bahan awal, produk antara, atau produk jadi tidak boleh menimbulkan reaksi, adisi, atau absorbsi yang dapat mempengaruhi identitas, mutu atau kemurnian di luar batas yang ditentukan.

Peralatan didesain sedemikian rupa agar mudah dibersihkan. Peralatan ditempatkan sedemikian rupa untuk memperkecil kemungkinan terjadinya pencemaran silang antar bahan di area yang sama. Peralatan dipasang sedemikian rupa untuk menghindari risiko kekeliruan atau pencemaran. Peralatan dirawat

sesuai jadwal untuk mencegah malfungsi atau pencemaran yang dapat mempengaruhi identitas, mutu, atau kemurnian produk.

2.2.5 Sanitasi dan Higiene

Tingkat sanitasi dan higiene yang tinggi diterapkan pada setiap aspek pembuatan obat. Ruang lingkup sanitasi dan higiene meliputi personil, bangunan, peralatan dan perlengkapan, bahan produksi serta wadahnya, dan segala sesuatu yang dapat merupakan sumber pencemaran produk. Sumber pencemaran potensial dihilangkan melalui suatu program sanitasi dan higiene yang menyeluruh dan terpadu. Selain itu, prosedur sanitasi dan higiene hendaknya divalidasi dan dievaluasi secara berkala untuk memastikan bahwa prosedur yang diterapkan cukup efektif dan memenuhi persyaratan.

Untuk menjamin perlindungan produk dari pencemaran dan untuk keamanan personil, personil mengenakan pakaian pelindung yang bersih dan sesuai dengan tugasnya termasuk penutup rambut. Kontak langsung antara tangan operator dengan bahan awal, produk antara dan produk ruahan yang terbuka dan juga dengan bagian peralatan yang bersentuhan dengan produk perlu dihindari.

2.2.6 Produksi

Produksi hendaklah dilaksanakan dengan mengikuti prosedur yang telah ditetapkan dan memenuhi ketentuan CPOB yang senantiasa menjamin produk yang memenuhi persyaratan mutu serta memenuhi ketentuan izin pembuatan dan izin edar (registrasi). Produksi hendaklah dilakukan dan diawasi oleh personil yang kompeten. Penanganan bahan dan produk jadi, seperti penerimaan dan karantina, pengambilan sampel, penyimpanan, penandaan, penimbangan, pengolahan, pengemasan dan distribusi dilakukan sesuai dengan prosedur atau instruksi tertulis.

Aspek produksi mencakup spesifikasi bahan awal; validasi proses (pembersihan, sterilisasi, dan lainnya); prosedur tetap; pencegahan pencemaran silang; sistem penomoran bets/lot produk ruahan atau produk jadi; penimbangan dan penyerahan bahan baku obat; pengembalian bahan baku obat; pengolahan bahan baku menjadi produk obat jadi; monitoring; dan dokumentasi.

Penimbangan dan penyerahan bahan baku, bahan pengemas, produk antara dan produk ruahan dianggap suatu bagian dari siklus produksi dan memerlukan dokumentasi dan rekonsiliasi yang lengkap. Sebelum melakukan penimbangan dilakukan pemeriksaan kebenaran penandaan bahan baku termasuk label pelulusan. Kapasitas, ketepatan dan ketelitian alat timbangan dan alat ukur yang digunakan harus sesuai dengan jumlah bahan yang ditimbang.

Semua prosedur produksi hendaknya divalidasi dengan tepat, sesuai dengan prosedur yang telah ditentukan dan catatan hasilnya hendaknya didokumentasikan. Perubahan yang penting dalam proses, baik itu penggantian alat maupun penggantian asal bahan baku, hendaknya dilakukan validasi ulang.

Hal ini untuk menjamin bahwa perubahan tersebut akan tetap menghasilkan produk yang memenuhi spesifikasi yang telah ditentukan.

2.2.7 Pengawasan Mutu

Pengawasan mutu adalah bagian yang essensial dari Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) untuk memastikan tiap obat yang dibuat senantiasa memenuhi persyaratan mutu yang sesuai dengan tujuan penggunaannya. Sistem pengawasan mutu hendaklah dirancang dengan tepat untuk menjamin bahwa tiap obat mengandung bahan yang benar dengan mutu dan jumlah yang telah ditetapkan, serta dibuat pada kondisi yang tepat dan mengikuti prosedur standar sehingga obat tersebut senantiasa memenuhi spesifikasi yang telah ditetapkan untuk identitas, kadar, kemurnian, mutu, dan keamanannya.

Pengawasan mutu meliputi semua fungsi analisis yang dilakukan di laboratorium, termasuk pengambilan contoh, pemeriksaan, dan pengujian bahan awal, produk antara, produk ruahan, dan obat jadi. Pengawasan mutu meliputi juga program uji stabilitas, pemantauan lingkungan kerja, validasi, dokumentasi suatu bets, program penyimpanan contoh dan penyusunan serta penyimpanan spesifikasi yang berlaku dari tiap bahan dan produk termasuk metode pengujiannya.

Bagian pengawasan mutu hendaklah melakukan validasi terhadap prosedur penetapan kadar, kalibrasi instrumen serta memberi bantuan yang diperlukan atau mengambil bagian dalam pelaksanaan validasi berkala oleh

bagian lain, terutama bagian produksi, untuk menjamin bahwa setiap produk yang dihasilkan selalu memenuhi spesifikasi yang telah ditetapkan. Untuk menjamin keseragaman bets dan keutuhan obat jadi, prosedur tertulis mengenai pengambilan contoh, pengawasan, dan pengujian atau pemeriksaan terhadap produk selama proses dari tiap bets hendaklah ditetapkan dan diikuti. Prosedur pengawasan tersebut dimaksudkan untuk memantau hasil produksi dan melakukan validasi terhadap kemampuan produksi yang mungkin menjadi penyebab dari variabilitas produk dalam proses.

2.2.8 Inspeksi Diri dan Audit Mutu

Tujuan inspeksi diri adalah untuk mengevaluasi apakah semua aspek produksi dan pengawasan mutu industri farmasi memenuhi ketentuan CPOB.

Program inspeksi diri dirancang untuk mendeteksi kelemahan dalam pelaksanaan CPOB dan untuk menetapkan tindakan perbaikan yang diperlukan. Inspeksi diri dilakukan secara independen dan rinci oleh petugas yang kompeten dari perusahaan. Ada manfaatnya bila juga menggunakan auditor luar yang independen. Inspeksi diri dilakukan secara rutin dan pada situasi khusus, misalnya dalam hal penarikan obat jadi atau terjadi penolakan yang berulang. Prosedur dan catatan inspeksi diri didokumentasikan dan dibuat program tindak lanjut yang efektif.

Penyelenggaraan audit mutu berguna sebagai pelengkap inspeksi diri.

Audit mutu meliputi pemeriksaan dan penilaian semua atau sebagian dari sistem manajemen mutu dengan tujuan spesifik untuk meningkatkan mutu. Audit mutu umumnya dilaksanakan oleh spesialis dari luar atau independen atau tim yang dibentuk khusus untuk hal ini oleh manajemen perusahaan.

2.2.9 Penanganan Keluhan Terhadap Produk, Penarikan Kembali Produk, dan Produk Kembalian

Semua keluhan dan informasi lain yang berkaitan dengan kemungkinan terjadi kerusakan obat dikaji dengan teliti sesuai dengan prosedur tertulis.

Laporan dan keluhan mengenai produk dapat disebabkan oleh keluhan mengenai mutu yang berupa kerusakan fisik, kimiawi, atau biologis dari produk atau

kemasannya. Keluhan lainnya adalah karena reaksi yang merugikan seperti alergi, toksisitas, reaksi fatal, dan reaksi medis lainnya, serta keluhan mengenai efek terapetik seperti produk tidak berkhasiat atau respon klinis yang rendah.

Penarikan kembali produk adalah suatu proses penarikan kembali dari satu atau beberapa bets atau seluruh bets produk tertentu dari peredaran.

Penarikan kembali produk dilakukan jika ditemukan produk yang cacat mutu atau jika ada laporan mengenai reaksi merugikan yang serius serta berisiko terhadap kesehatan. Penarikan kembali produk dapat berakibat penundaan atau penghentian pembuatan obat tersebut. Produk yang ditarik kembali diberi identifikasi dan disimpan terpisah di area yang aman sementara menunggu keputusan terhadap produk tersebut.

Produk kembalian adalah obat jadi yang telah beredar, yang kemudian dikembalikan ke industri farmasi karena keluhan mengenai kerusakan, daluwarsa, atau alasan lain misalnya kondisi wadah atau kemasan yang menimbulkan keraguan akan identitas, mutu, jumlah, dan keamanan obat yang bersangkutan.

Penanganan produk kembalian dan tindak lanjutnya didokumentasikan dan dilaporkan. Bila produk harus dimusnahkan, dokumentasi mencakup berita acara pemusnahan yang diberi tanggal dan ditandatangani oleh personil yang melaksanakan dan saksi

2.2.10 Dokumentasi

Dokumentasi adalah bagian dari sistem informasi manajemen dan dokumentasi yang baik merupakan bagian yang esensial dari pemastian mutu.

Dokumentasi yang jelas merupakan fundamental untuk memastikan bahwa tiap personil menerima uraian tugas yang relevan secara jelas dan rinci sehingga memperkecil resiko terjadinya salah tafsir dan kekeliruan yang biasanya timbul karena hanya mengandalkan komunikasi lisan. Keterbacaan dokumen sangat penting.

Spesifikasi menguraikan secara rinci persyaratan yang harus dipenuhi produk atau bahan yang digunakan atau diperoleh selama pembuatan. Dokumen ini merupakan dasar untuk mengevaluasi mutu. Prosedur berisi cara untuk

melaksanakan operasi tertentu, misalnya pembersihan, berpakaian, pengendalian lingkungan, pengambilan sampel, pengujian, dan pengoperasian peralatan.

Dokumen didesain, disiapkan, dikaji, dan didistribusikan dengan cermat.

Dokumen dikaji ulang secara berkala dan dijaga agar selalu up to date. Bila suatu dokumen direvisi, dijalankan suatu sistem untuk menghindarkan penggunaan dokumen yang sudah tidak berlaku secara tidak sengaja.

2.2.11 Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak

Pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak harus dibuat secara benar, disetujui, dan dikendalikan untuk menghindari kesalahpahaman yang dapat menyebabkan produk atau pekerjaan dengan mutu yang tidak memuaskan.

Kontrak tertulis antara Pemberi Kontrak dan Penerima Kontrak harus dibuat secara jelas dengan menentukan tanggung jawab dan kewajiban masing-masing pihak. Kontrak harus menyatakan secara jelas prosedur pelulusan tiap bets produk untuk diedarkan yang menjadi tanggung jawab penuh kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu).

2.2.12 Kualifikasi dan Validasi

CPOB menguraikan prinsip kualifikasi dan validasi yang dilakukan di industri farmasi. CPOB mensyaratkan industri farmasi untuk mengidentifikasi validasi yang perlu dilakukan sebagai bukti pengendalian terhadap aspek kritis dari kegiatan yang dilakukan. Perubahan signifikan terhadap fasilitas, peralatan, dan proses yang dapat mempengaruhi mutu produk harus divalidasi.

Pendekatan dengan kajian risiko digunakan untuk menentukan ruang lingkup dan cakupan validasi.

Seluruh kegiatan validasi harus direncanakan terlebih dahulu. Unsur utama program validasi dirinci dengan jelas dan didokumentasikan dalam Rencana Induk Validasi (Validation Master Plan). Protokol validasi tertulis merinci kualifikasi dan validasi yang akan dilakukan. Lalu, dibuat laporan yang mengacu pada protokol kualifikasi/validasi yang memuat ringkasan hasil yang diperoleh, tanggapan terhadap penyimpangan yang terjadi, kesimpulan, dan rekomendasi perbaikan. Setelah kualifikasi selesai dilakukan, maka diberikan

persetujuan tertulis untuk dapat melakukan tahap kualifikasi dan validasi selanjutnya.

PT AVENTIS PHARMA

3.1 Sejarah PT Aventis Pharma

PT Aventis Pharma merupakan perusahaan farmasi global yang merupakan hasil merger (penggabungan) antara dua perusahaan besar kimia-farmasi, yaitu PT Rhone Poulenc dengan PT Hoechst Marion Roussel Indonesia.

PT Hoechst Marion Roussel Indonesia (merupakan pendahulu PT Aventis Pharma) berasal dari Hoechst Indonesia yang berdiri pada tahun 1956.

Kemudian, PT Hoechst Indonesia melakukan pengembangan menjadi PT Hoechst Pharmaceutical Indonesia pada tahun 1969. Kemudian, tahun 1972 dilakukan produksi tablet novalgin untuk pertama kalinya.

Pada tahun 1996, Hoechst Pharmaceutical Indonesia (HPI) mengakuisisi Marion Merrel Dow, yaitu suatu perusahaan farmasi Amerika Serikat dan bersamaan dengan itu Hoechst AG mendirikan perusahaan divisi farmasinya, yaitu Hoechst Marion Roussel Indonesia. Karena perubahan tersebut, setahun kemudian PT HPI berubah nama menjadi PT Hoechst Marion Roussel Indonesia.

Pada akhir tahun 1999 Hoechst Marion Roussel Indonesia bergabung dengan Rhone-Poulenc Rorer, suatu perusahaan kimia-farmasi Perancis, membentuk Aventis SA (suatu Holding Company) yang b e r kedudukan di Strassbourg, Perancis. Aventis SA mempunyai anak-anak perusahaan baru, seperti Aventis Pharma AG yang berkedudukan di Frankfrut, Jerman.

Di Indonesia, penggabungan antara PT Hoechst Marion Roussel

Di Indonesia, penggabungan antara PT Hoechst Marion Roussel

Dokumen terkait