• Tidak ada hasil yang ditemukan

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT AVENTIS PHARMA JL. JEND. A. YANI, PULOMAS JAKARTA PERIODE 5 FEBRUARI 28 MARET 2013

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT AVENTIS PHARMA JL. JEND. A. YANI, PULOMAS JAKARTA PERIODE 5 FEBRUARI 28 MARET 2013"

Copied!
182
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT AVENTIS PHARMA

JL. JEND. A. YANI, PULOMAS JAKARTA PERIODE 5 FEBRUARI – 28 MARET 2013

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

SUCI TRISNAENI, S. Farm.

1206313766

ANGKATAN LXXVI

FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER

DEPOK

(2)

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT AVENTIS PHARMA

JL. JEND. A. YANI, PULOMAS JAKARTA PERIODE 5 FEBRUARI – 28 MARET 2013

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker

SUCI TRISNAENI, S. Farm.

1206313766

ANGKATAN LXXVI

FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER

DEPOK

(3)
(4)

Segala puji dan syukur hanyalah untuk Allah SWT atas limpahan nikmat, rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Praktek Kerja Profesi Apoteker di PT Aventis Pharma dan menyusun laporan ini tepat waktu. Shalawat dan salam senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan sahabatnya. Pada kesempatan ini, dengan segala kerendahan hati, penulis ingin menyampaikan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada :

1. Bapak Rajesh Kamat selaku Head of Industrial Affair PT Aventis Pharma atas izin dan kesempatan yang diberikan sehingga terlaksananya Prkatek Kerja Profesi Apoteker di PT Aventis Pharma.

2. Dra. Yeni Suciani, Apt selaku Head of Industrial Quality and Compliance (IQC) atas bimbingan, kesempatan, dan fasilitas yang telah diberikan untuk melaksanakan Praktek Kerja Profesi Apoteker di PT Aventis Pharma.

3. Nina Kurniawaty, S.Si, Apt., selaku Quality Assurance Manager PT Aventis Pharma atas bimbingan dalam pengerjaan laporan tugas umum dan tugas khusus, serta pembelajaran selama Praktek Kerja Profesi Apoteker.

4. Prof. Dr. Yahdiana Harahap, M.S. selaku Dekan Fakultas Farmasi UI yang telah memberi ijin dan kesempatan untuk melakukan Praktek Kerja Profesi Apoteker.

5. Dr. Harmita, Apt, selaku Ketua Program Profesi Apoteker yang telah memberikan kesempatan untuk melakukan Praktek Kerja Profesi Apoteker.

6. Dr. Hayun, M.Si, Apt, selaku pembimbing yang selalu memberikan bimbingan, saran dan wawasan selama penulisan laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker ini.

7. Seluruh karyawan di PT Aventis Pharma, khususnya di bagian Quality Assurance (Mas Bambang, Kak Kathie, Mbak Resti, dan Mbak Ika) atas ilmu, arahan dan bantuan yang telah diberikan selama pelaksanaan PKPA ini.

8. Seluruh dosen dan staf tata usaha Fakultas Farmasi UI atas ilmu dan bantuan yang diberikan selama penulis menjalani pendidikan di Program Profesi Apoteker.

(5)

Apoteker ini dengan sebaik mungkin.

10. Seluruh sahabat dan teman-teman seperjuangan Program Profesi Apoteker angkatan 76 Fakultas Farmasi UI yang telah memberikan dukungan dan semangat.

Penulis menyadari bahwa penyusunan laporan PKPA ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis dengan senang hati menerima segala kritik dan saran demi perbaikan di masa yang akan datang. Tidak ada yang penulis harapkan selain sebuah keinginan agar laporan PKPA ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan pada umumnya dan ilmu farmasi pada khususnya.

Penulis

2013

(6)

Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Suci Trisnaeni, S. Farm.

NPM : 1206313766

Program Studi : Profesi Apoteker

Fakultas : Farmasi

Jenis karya : Laporan Praktek Kerja

demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul :

Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di PT Aventis Pharma Jl. Jend. A. Yani, Pulomas Jakarta Periode 5 Februari – 28 Maret 2013

beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/format-kan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Depok Pada tanggal : 25 Juni 2013

Yang menyatakan

( Suci Trisnaeni )

(7)

HALAMAN JUDUL ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang... 1

1.2 Tujuan ... 2

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 3

2.1 Industri Farmasi ... 3

2.2 Cara Pembuatan Obat yang Baik ... 5

BAB 3 TINJAUAN UMUM PT AVENTIS PHARMA ... 15

3.1 Sejarah PT Aventis Pharma ... 15

3.2 Visi dan Misi PT Aventis Pharma ... 16

3.3 Lokasi dan Sarana Produksi ... 16

3.4 Karyawan PT Aventis Pharma ... 17

3.5 Struktur Organisasi Sanofi Group Indonesia ... 18

3.6 Produk PT Aventis Pharma ... 18

BAB 4 TINJAUAN KHUSUS DIVISI INDUSTRIAL AFFAIRS ... 20

4.1 Industrial Quality and Compliance Department ... 20

4.2 Production Department ... 52

4.3 Technical Services Department ... 60

4.4 Health, Safety,and Environment Department ... 68

4.5 Plant Logistics Department ... 79

BAB 5 PEMBAHASAN ... 93

5.1 Manajemen Mutu... 95

5.2 Personalia ... 96

5.3 Bangunan dan Fasilitas ... 97

5.4 Peralatan ... 100

5.5 Sanitasi dan Higiene ... 101

5.6 Produksi ... 103

5.7 Pengawasan Mutu ... 105

5.8 Inspeksi Diri dan Audit Internal ... 107

5.9 Penanganan Keluhan Terhadap Produk, Penarikan Kembali Produk dan Produk Kembalian ... 108

5.10 Dokumentasi ... 110

5.11 Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak ... 110

5.12 Kualifikasi dan Validasi ... 111

(8)

6.2 Saran ... 113 DAFTAR ACUAN ... 114

(9)

Tabel 1. Klasifikasi ruangan PT Aventis Pharma ... 115

Tabel 2. Spesifikasi pemeriksaan portable water, purified water dan purified water MilliQ plus ... 116

Tabel 3. Jenis – jenis Air Handling Unit ... 117

Tabel 4. Tingkatan Occupational Exposure Band (OEB) ... 118

Tabel 5. Kategori produk PT Aventis Pharma berdasarkan OEB ... 118

Tabel 6. Parameter baku mutu air kategori D ... 119

(10)

Lampiran 1. Peta akses PT Aventis Pharma ... 120

Lampiran 2. Peta lokasi PT Aventis Pharma ... 121

Lampiran 3. Struktur organisasi Sanofi Group Indonesia... 122

Lampiran 4. Struktur organisasi Industrial Affairs ... 123

Lampiran 5. Struktur organisasi Industrial Quality & Compliance Department ... 124

Lampiran 6. Diagram pengambilan keputusan terhadap hasil di luar spesifikasi ... 125

Lampiran 7. Contoh – contoh label ... 126

Lampiran 8. Alur pemeriksaan bahan baku ... 127

Lampiran 9. Persyaratan jumlah bakteri, total koliform, dan koliform tinja pada masing – masing jenis air ... 128

Lampiran 10. Pembagian iklim, tipe pemeriksaan, kondisi penyimpanan dan waktu pemeriksaan pada uji stabilitas ... 129

Lampiran 11. Skema purified water plant ... 130

Lampiran 12. Alur pengumpulan dan penyimpanan MSDS bahan produk PT Aventis Pharma ... 131

Lampiran 13. Alur penanganan limbah... 132

Lampiran 14. Skema waste water treatment plant ... 133

Lampiran 15. Denah warehouse ... 134

(11)

1.1. Latar Belakang

Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan dalam rangka pembentukan sumber daya manusia Indonesia, serta peningkatan ketahanan dan daya saing bangsa bagi pembangunan nasional. Dalam berbagai upaya pelayanan kesehatan, obat merupakan salah satu komponen esensial. Oleh karena itu, pemerintah bertanggung jawab dalam menjamin agar obat tersedia secara merata dan terjangkau oleh masyarakat. Selain itu, pemerintah bertanggung jawab dalam melindungi masyarakat dari bahaya yang disebabkan oleh penggunaan obat yang tidak memenuhi persyaratan mutu, keamanan, dan khasiat (Depkes RI, 2009).

Aspek mutu, keamanan, dan khasiat pada obat menjadi sangat penting karena obat merupakan zat kimia yang dapat mempengaruhi sistem fisiologi tubuh sehingga dapat menjadi sarana penyelamatan nyawa, tetapi dapat pula justru mengancam jiwa manusia. Oleh karena itu, secara mutlak diperlukan suatu pedoman yang meliputi seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu sehingga setiap obat yang dihasilkan selalu memenuhi ketentuan mutu yang telah ditetapkan.

Cara Pembuatan Obat Yang Baik (CPOB) adalah pedoman pembuatan obat bagi industri farmasi di Indonesia yang bertujuan untuk menjamin obat dibuat secara konsisten, memenuhi persyaratan yang ditetapkan dan sesuai dengan tujuan penggunaannya. CPOB menyangkut keseluruhan aspek produksi dan pengendalian mutu. Semua industri farmasi harus menerapkan CPOB dalam seluruh aspek dan rangkaian kegiatan pembuatan obat (BPOM, 2012).

Sumber daya manusia menjadi faktor penting dalam pembentukan dan penerapan sistem pemastian mutu. Oleh karena itu, industri farmasi bertanggung jawab untuk menyediakan personil yang memenuhi kualifikasi dalam jumlah yang memadai. Seorang apoteker merupakan SDM kunci dalam penerapan aspek– aspek yang tercantum dalam CPOB, sehingga pemenuhan kualifikasi apoteker menjadi hal paling utama. Dengan keahlian dan tanggung jawab Apoteker serta CPOB sebagai penuntun, diharapkan setiap industri farmasi akan menghasilkan obat yang bermutu, aman, dan berkhasiat sesuai dengan tujuan penggunaannya.

(12)

Berdasarkan hal tersebut, maka seorang calon Apoteker harus memahami tanggung jawab profesinya secara nyata, serta harus memiliki pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman yang berkaitan dengan pekerjaan kefarmasian di industri farmasi. Salah satu cara untuk mencapai tujuan tersebut adalah melalui sebuah praktek kerja profesi di industri farmasi. Oleh karena itu, Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi UI mengadakan kerjasama dengan PT Aventis Pharma dalam menyelenggarakan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) agar dapat menjadi sarana pembelajaran bagi para calon apotekernya ketika kelak memasuki dunia kerja, terutama di industri farmasi. Praktek Kerja Profesi Apoteker di PT Aventis Pharma ini dilaksanakan pada periode 5 Februari – 28 Maret 2013.

1.2. Tujuan

Praktek Kerja Profesi Apoteker PT Aventis Pharma bertujuan untuk:

a. Memahami penerapan ketentuan CPOB di industri farmasi, khususnya pada PT Aventis Pharma

b. Memahami tugas dan tanggung jawab apoteker di industri farmasi.

(13)

2.1 Industri Farmasi

Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 Bab 1 pasal 1, yang dimaksud dengan industri farmasi adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Suatu industri farmasi wajib mempunyai izin usaha industri farmasi sebelum memulai proses produksinya. Proses pembuatan adalah seluruh rangkaian kegiatan yang menghasilkan suatu obat yang meliputi produksi dan pengawasan mutu mulai dari pengadaan bahan awal, proses pengolahan, pengemasan sampai obat jadi dan siap untuk didistribusikan. Obat jadi adalah sediaan atau paduan bahan-bahan yang siap digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan, dan kontrasepsi. Adapun yang dimaksud dengan bahan baku obat adalah bahan, baik yang berkhasiat maupun tidak berkhasiat yang digunakan dalam pengelolaan obat dengan standar mutu sebagai bahan farmasi.

Setiap industri farmasi wajib memiliki izin usaha dari Menteri Kesehatan.

Izin usaha industri farmasi diberikan kepada pemohon yang telah siap berproduksi sesuai dengan persyaratan CPOB. Untuk mendapatkan izin usaha industri farmasi, sebelumnya harus melalui tahap persetujuan prinsip. Persetujuan prinsip ini diberikan kepada industri farmasi untuk melakukan persiapan-persiapan dan usaha pembangunan, pengadaan dan pemasangan instalasi peralatan. Persetujuan prinsip tersebut berlaku selama jangka waktu 3 tahun dan setiap tahun perusahaan yang bersangkutan menyampaikan informasi kemajuan pembangunan proyeknya kepada Kepala Badan pengawas Obat dan Makanan. Bagi industri farmasi yang melakukan penambahan kapasitas produksi atau penambahan bentuk sediaan tidak memerlukan izin perluasan. Izin industri farmasi berlaku untuk seterusnya selama perusahaan industri farmasi yang bersangkutan berproduksi.

Izin usaha industri farmasi yang diberikan dapat berlaku untuk seterusnya selama perusahaan industri farmasi yang bersangkutan berproduksi dan tidak

(14)

melanggar ketentuan yang telah ditetapkan dalam surat keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 245/MENKES/SK/V/1990.

Beberapa persyaratan yang diperlukan industri farmasi dalam mendapatkan Izin Usaha adalah:

a. Dilakukan oleh Perusahaan Umum, Badan Hukum berbentuk Perseroan Terbatas, atau Koperasi.

b. Memiliki Rencana Investasi.

c. Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).

d. Memenuhi persyaratan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) sesuai ketentuan Pedoman CPOB 2012 (current GMP).

e. Mempekerjakan secara tetap sekurang-kurangnya tiga Apoteker warga negara Indonesia, masing-masing sebagai penanggung jawab produksi, pemastian mutu dan pengawasan mutu, sesuai persyaratan CPOB.

f. Obat jadi yang diproduksi oleh perusahaan farmasi hanya dapat diedarkan setelah memperoleh persetujuan, sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Kewajiban yang harus dilakukan oleh perusahaan farmasi yang telah memperoleh Izin Usaha Industri Farmasi, yaitu:

a. Membuat laporan dan nilai produksinya sekali dalam 6 (enam) bulan.

Sedangkan untuk laporan lengkap wajib dilaporkan sekali dalam setahun.

b. Menyalurkan produksinya sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

c. Melaksanakan upaya keseimbangan dan kelestarian serta mencegah pencemaran lingkungan.

d. Melaksanakan keamanan dan keselamatan alat, bahan baku, proses, hasil produksi, pengangkutan dan keselamatan kerja.

e. Melakukan Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL) berupa Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL).

Pencabutan Izin Usaha Industri Farmasi dilakukan bila Perusahaan Industri Farmasi yang telah mendapat Izin Usaha Industri Farmasi:

a. Melakukan pindah tangan hak milik izin usaha industri farmasi dan

(15)

perluasan tanpa izin.

b. Tidak menyampaikan informasi industri tiga kali berturut-turut atau dengan sengaja menyampaikan informasi yang tidak benar.

c. Melakukan pemindahan lokasi industri tanpa persetujuan tertulis terlebih dahulu dari Menteri Kesehatan Republik Indonesia.

d. Dengan sengaja memproduksi obat atau bahan baku obat yang tidak memenuhi persyaratan dan ketentuan yang berlaku (obat palsu).

e. Tidak memenuhi ketentuan dalam izin usaha industri farmasi

2.2 Cara Pembuatan Obat Yang Baik (CPOB) (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2012)

Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) menyangkut seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu yang bertujuan untuk menjamin bahwa produk obat dibuat senantiasa memenuhi persyaratan mutu yang telah ditentukan sesuai dengan penggunaannya. CPOB merupakan pedoman yang bertujuan untuk memastikan agar sifat dan mutu obat yang dihasilkan sesuai dengan yang dikehendaki. Bila perlu dapat dilakukan penyesuaian dengan syarat bahwa standar mutu obat yang telah ditentukan tetap dicapai. Selain itu, CPOB merupakan bagian dari sistem pemastian mutu yang mengatur dan memastikan obat diproduksi dan mutunya dikendalikan secara konsisten sehingga produk yang dihasilkan memenuhi persyaratan mutu yang ditetapkan sesuai tujuan penggunaan poduk disamping persyaratan lainnya.

Tidaklah cukup jika produk jadi hanya sekedar lulus dari serangkaian pengujian, tetapi yang lebih penting adalah bahwa mutu harus dibentuk ke dalam produk tersebut. Mutu obat tergantung pada bahan awal, bahan pengemas, proses produksi dan pengendalian mutu, bangunan, peralatan yang dipakai, dan personil yang terlibat. Pemastian mutu suatu obat tidak hanya mengandalkan pada pelaksanaan pengujian tertentu saja, namun obat dibuat dalam kondisi yang dikendalikan dan dipantau secara cermat.

Ruang lingkup CPOB 2012 meliputi: manajemen mutu, personalia, bangunan dan fasilitas, peralatan, sanitasi dan higiene, proses produksi, pengawasan mutu, inspeksi diri dan audit mutu, penanganan keluhan terhadap

(16)

obat, penarikan kembali obat dan obat kembalian, dokumentasi, pembuatan analisis berdasarkan kontrak, serta kualifikasi dan validasi.

2.2.1 Manajemen Mutu

Industri farmasi harus membuat obat sedemikian rupa agar sesuai dengan tujuan penggunaannya dan memenuhi persyaratan yang tercantum dalam dokumen izin edar (registrasi) serta tidak menimbulkan risiko yang membahayakan penggunanya karena tidak aman, mutu rendah, atau tidak efektif.

Manajemen bertanggung jawab untuk mencapai tujuan ini melalui suatu kebijakan, yang memerlukan partisipasi dan komitmen dari semua jajaran di semua departemen di dalam perusahaan, para pemasok, dan para distributor.

Untuk mencapai tujuan mutu secara konsisten dan dapat diandalkan, diperlukan manajemen mutu yang didesain secara menyeluruh dan diterapkan secara benar. Unsur dasar manajemen mutu adalah suatu infrastruktur atau sistem mutu yang tepat mencakup struktur organisasi, prosedur, proses dan sumber daya.

Tindakan yang sistematis diperlukan untuk mendapatkan kepastian dengan tingkat kepercayaan yang tinggi sehingga produk yang dihasilkan akan selalu memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan.

2.2.2 Personalia

Sumber daya manusia sangat penting dalam pembentukan dan penerapan sistem pemastian mutu yang memuaskan dan pembuatan obat yang benar. Jumlah karyawan untuk semua tingkatan hendaknya cukup, serta memiliki pengetahuan, keterampilan dan kemampuan sesuai dengan tugasnya. Mereka hendaknya juga memiliki kesehatan mental dan fisik yang baik sehingga mampu melaksanakan tugasnya secara profesional dan sebagaimana mestinya serta mempunyai kesadaran tinggi untuk mewujudkan tujuan CPOB. Oleh sebab itu, industri farmasi bertanggung jawab untuk menyediakan personil yang terkualifikasi dalam jumlah yang memadai untuk melaksanakan semua tugas.

Seluruh personil hendaknya memahami dan melaksanakan tugas dan tanggung jawab masing-masing. Selain itu, mereka harus memahami prinsip CPOB dan memperoleh pelatihan awal dan berkesinambungan, termasuk instruksi

(17)

mengenai higiene yang berkaitan dengan pekerjaan. Program pelatihan CPOB secara periodik dilakukan agar para karyawan terbiasa dengan persyaratan CPOB yang berkaitan dengan tugasnya, sedikitnya satu kali dalam setahun, baik untuk karyawan lama (sebagai kursus penyegar) ataupun untuk karyawan baru. Program pelatihan tersebut sebaiknya mencakup: orientasi umum, latihan kerja di tempat (on the job training), dan pendidikan di kelas. Latihan sebaiknya diberikan oleh atasan yang bersangkutan, tenaga ahli, atau pelatih CPOB. Setiap karyawan mempunyai catatan pelatihan untuk menilai kualifikasi masing-masing karyawan.

Struktur organisasi perusahaan sedemikian rupa sehingga bagian produksi, pemastian mutu, dan pengawasan mutu dipimpin oleh orang yang berlainan, yang tidak saling bertanggung jawab satu terhadap yang lain. Masing- masing diberi wewenang penuh dan sarana pendukung yang diperlukan untuk dapat melaksanakan tugasnya secara efektif. Personil tersebut tidak mempunyai kepentingan lain di luar organisasi yang dapat menghambat atau membatasi kewajibannya dalam melaksanakan tanggung jawab atau yang dapat menimbulkan konflik kepentingan pribadi atau finansial.

Kepala bagian produksi, pemastian mutu dan kepala bagian pengawasan mutu harus seorang apoteker yang cakap, terlatih, dan memiliki pengalaman praktis yang memadai di bidang industri farmasi dan keterampilan dalam kepemimpinan sehingga memungkinkan melaksanakan tugas secara profesional.

Kepala bagian produksi memiliki wewenang serta tanggung jawab penuh untuk mengelola produksi obat. Kepala bagian pengawasan mutu adalah satu-satunya yang memiliki wewenang untuk meluluskan bahan awal, produk antara, produk ruahan, dan obat jadi bila produk tersebut sesuai dengan spesifikasinya, atau menolaknya bila tidak cocok dengan spesifikasinya, atau bila tidak dibuat sesuai dengan prosedur yang disetujui dan kondisi yang ditentukan.

Industri farmasi memberikan pelatihan bagi seluruh personil yang karena tugasnya harus berada di dalam area produksi, gudang penyimpanan atau laboratorium (termasuk personil teknik, perawatan dan petugas kebersihan), dan bagi personil lain yang kegiatannya dapat berdampak pada mutu produk.

Disamping pelatihan dasar mengenai CPOB, personil baru mendapat pelatihan sesuai dengan tugas yang diberikan. Pelatihan berkesinambungan juga diberikan

(18)

dan efektivitas penerapannya dinilai secara berkala tersedia program pelatihan yang disetujui kepala bagian masing- masing.

2.2.3 Bangunan dan Fasilitas

Bangunan untuk pembuatan obat memiliki ukuran, rancang bangun, konstruksi, serta letak yang memadai agar memudahkan dalam pelaksanaan kerja, pembersihan dan pemeliharaan yang baik. Tiap sarana kerja memadai, sehingga setiap resiko terjadinya kekeliruan, pencemaran silang dan berbagai kesalahan lain yang dapat menurunkan mutu obat, dapat dihindarkan. Lokasi bangunan sedemikian rupa untuk mencegah terjadinya pencemaran dari lingkungan sekitarnya seperti pencemaran dari udara, tanah, air, maupun kegiatan di dekatnya. Bangunan dan fasilitas dikonstruksi, dilengkapi, dan dirawat dengan tepat agar memperoleh perlindungan maksimal dari pengaruh cuaca, banjir, rembesan dari tanah serta masuk dan bersarangnya serangga, burung, binatang pengerat, kutu, atau hewan lain. Bangunan dirawat secara teratur agar senantiasa bersih dan rapi. Setiap pelaksanaan perbaikan dilakukan diluar waktu kegiatan produksi.

2.2.4 Peralatan

Peralatan untuk pembuatan obat memiliki desain dan konstruksi yang tepat, ukuran yang memadai, serta ditempatkan dan dikualifikasi dengan tepat.

Hal ini dilakukan agar mutu obat terjamin serta seragam dari bets ke bets dan untuk memudahkan pembersihan serta perawatan. Peralatan didesain dan dikonstruksikan sesuai dengan tujuannya. Permukaan peralatan yang bersentuhan dengan bahan awal, produk antara, atau produk jadi tidak boleh menimbulkan reaksi, adisi, atau absorbsi yang dapat mempengaruhi identitas, mutu atau kemurnian di luar batas yang ditentukan.

Peralatan didesain sedemikian rupa agar mudah dibersihkan. Peralatan ditempatkan sedemikian rupa untuk memperkecil kemungkinan terjadinya pencemaran silang antar bahan di area yang sama. Peralatan dipasang sedemikian rupa untuk menghindari risiko kekeliruan atau pencemaran. Peralatan dirawat

(19)

sesuai jadwal untuk mencegah malfungsi atau pencemaran yang dapat mempengaruhi identitas, mutu, atau kemurnian produk.

2.2.5 Sanitasi dan Higiene

Tingkat sanitasi dan higiene yang tinggi diterapkan pada setiap aspek pembuatan obat. Ruang lingkup sanitasi dan higiene meliputi personil, bangunan, peralatan dan perlengkapan, bahan produksi serta wadahnya, dan segala sesuatu yang dapat merupakan sumber pencemaran produk. Sumber pencemaran potensial dihilangkan melalui suatu program sanitasi dan higiene yang menyeluruh dan terpadu. Selain itu, prosedur sanitasi dan higiene hendaknya divalidasi dan dievaluasi secara berkala untuk memastikan bahwa prosedur yang diterapkan cukup efektif dan memenuhi persyaratan.

Untuk menjamin perlindungan produk dari pencemaran dan untuk keamanan personil, personil mengenakan pakaian pelindung yang bersih dan sesuai dengan tugasnya termasuk penutup rambut. Kontak langsung antara tangan operator dengan bahan awal, produk antara dan produk ruahan yang terbuka dan juga dengan bagian peralatan yang bersentuhan dengan produk perlu dihindari.

2.2.6 Produksi

Produksi hendaklah dilaksanakan dengan mengikuti prosedur yang telah ditetapkan dan memenuhi ketentuan CPOB yang senantiasa menjamin produk yang memenuhi persyaratan mutu serta memenuhi ketentuan izin pembuatan dan izin edar (registrasi). Produksi hendaklah dilakukan dan diawasi oleh personil yang kompeten. Penanganan bahan dan produk jadi, seperti penerimaan dan karantina, pengambilan sampel, penyimpanan, penandaan, penimbangan, pengolahan, pengemasan dan distribusi dilakukan sesuai dengan prosedur atau instruksi tertulis.

Aspek produksi mencakup spesifikasi bahan awal; validasi proses (pembersihan, sterilisasi, dan lainnya); prosedur tetap; pencegahan pencemaran silang; sistem penomoran bets/lot produk ruahan atau produk jadi; penimbangan dan penyerahan bahan baku obat; pengembalian bahan baku obat; pengolahan bahan baku menjadi produk obat jadi; monitoring; dan dokumentasi.

(20)

Penimbangan dan penyerahan bahan baku, bahan pengemas, produk antara dan produk ruahan dianggap suatu bagian dari siklus produksi dan memerlukan dokumentasi dan rekonsiliasi yang lengkap. Sebelum melakukan penimbangan dilakukan pemeriksaan kebenaran penandaan bahan baku termasuk label pelulusan. Kapasitas, ketepatan dan ketelitian alat timbangan dan alat ukur yang digunakan harus sesuai dengan jumlah bahan yang ditimbang.

Semua prosedur produksi hendaknya divalidasi dengan tepat, sesuai dengan prosedur yang telah ditentukan dan catatan hasilnya hendaknya didokumentasikan. Perubahan yang penting dalam proses, baik itu penggantian alat maupun penggantian asal bahan baku, hendaknya dilakukan validasi ulang.

Hal ini untuk menjamin bahwa perubahan tersebut akan tetap menghasilkan produk yang memenuhi spesifikasi yang telah ditentukan.

2.2.7 Pengawasan Mutu

Pengawasan mutu adalah bagian yang essensial dari Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) untuk memastikan tiap obat yang dibuat senantiasa memenuhi persyaratan mutu yang sesuai dengan tujuan penggunaannya. Sistem pengawasan mutu hendaklah dirancang dengan tepat untuk menjamin bahwa tiap obat mengandung bahan yang benar dengan mutu dan jumlah yang telah ditetapkan, serta dibuat pada kondisi yang tepat dan mengikuti prosedur standar sehingga obat tersebut senantiasa memenuhi spesifikasi yang telah ditetapkan untuk identitas, kadar, kemurnian, mutu, dan keamanannya.

Pengawasan mutu meliputi semua fungsi analisis yang dilakukan di laboratorium, termasuk pengambilan contoh, pemeriksaan, dan pengujian bahan awal, produk antara, produk ruahan, dan obat jadi. Pengawasan mutu meliputi juga program uji stabilitas, pemantauan lingkungan kerja, validasi, dokumentasi suatu bets, program penyimpanan contoh dan penyusunan serta penyimpanan spesifikasi yang berlaku dari tiap bahan dan produk termasuk metode pengujiannya.

Bagian pengawasan mutu hendaklah melakukan validasi terhadap prosedur penetapan kadar, kalibrasi instrumen serta memberi bantuan yang diperlukan atau mengambil bagian dalam pelaksanaan validasi berkala oleh

(21)

bagian lain, terutama bagian produksi, untuk menjamin bahwa setiap produk yang dihasilkan selalu memenuhi spesifikasi yang telah ditetapkan. Untuk menjamin keseragaman bets dan keutuhan obat jadi, prosedur tertulis mengenai pengambilan contoh, pengawasan, dan pengujian atau pemeriksaan terhadap produk selama proses dari tiap bets hendaklah ditetapkan dan diikuti. Prosedur pengawasan tersebut dimaksudkan untuk memantau hasil produksi dan melakukan validasi terhadap kemampuan produksi yang mungkin menjadi penyebab dari variabilitas produk dalam proses.

2.2.8 Inspeksi Diri dan Audit Mutu

Tujuan inspeksi diri adalah untuk mengevaluasi apakah semua aspek produksi dan pengawasan mutu industri farmasi memenuhi ketentuan CPOB.

Program inspeksi diri dirancang untuk mendeteksi kelemahan dalam pelaksanaan CPOB dan untuk menetapkan tindakan perbaikan yang diperlukan. Inspeksi diri dilakukan secara independen dan rinci oleh petugas yang kompeten dari perusahaan. Ada manfaatnya bila juga menggunakan auditor luar yang independen. Inspeksi diri dilakukan secara rutin dan pada situasi khusus, misalnya dalam hal penarikan obat jadi atau terjadi penolakan yang berulang. Prosedur dan catatan inspeksi diri didokumentasikan dan dibuat program tindak lanjut yang efektif.

Penyelenggaraan audit mutu berguna sebagai pelengkap inspeksi diri.

Audit mutu meliputi pemeriksaan dan penilaian semua atau sebagian dari sistem manajemen mutu dengan tujuan spesifik untuk meningkatkan mutu. Audit mutu umumnya dilaksanakan oleh spesialis dari luar atau independen atau tim yang dibentuk khusus untuk hal ini oleh manajemen perusahaan.

2.2.9 Penanganan Keluhan Terhadap Produk, Penarikan Kembali Produk, dan Produk Kembalian

Semua keluhan dan informasi lain yang berkaitan dengan kemungkinan terjadi kerusakan obat dikaji dengan teliti sesuai dengan prosedur tertulis.

Laporan dan keluhan mengenai produk dapat disebabkan oleh keluhan mengenai mutu yang berupa kerusakan fisik, kimiawi, atau biologis dari produk atau

(22)

kemasannya. Keluhan lainnya adalah karena reaksi yang merugikan seperti alergi, toksisitas, reaksi fatal, dan reaksi medis lainnya, serta keluhan mengenai efek terapetik seperti produk tidak berkhasiat atau respon klinis yang rendah.

Penarikan kembali produk adalah suatu proses penarikan kembali dari satu atau beberapa bets atau seluruh bets produk tertentu dari peredaran.

Penarikan kembali produk dilakukan jika ditemukan produk yang cacat mutu atau jika ada laporan mengenai reaksi merugikan yang serius serta berisiko terhadap kesehatan. Penarikan kembali produk dapat berakibat penundaan atau penghentian pembuatan obat tersebut. Produk yang ditarik kembali diberi identifikasi dan disimpan terpisah di area yang aman sementara menunggu keputusan terhadap produk tersebut.

Produk kembalian adalah obat jadi yang telah beredar, yang kemudian dikembalikan ke industri farmasi karena keluhan mengenai kerusakan, daluwarsa, atau alasan lain misalnya kondisi wadah atau kemasan yang menimbulkan keraguan akan identitas, mutu, jumlah, dan keamanan obat yang bersangkutan.

Penanganan produk kembalian dan tindak lanjutnya didokumentasikan dan dilaporkan. Bila produk harus dimusnahkan, dokumentasi mencakup berita acara pemusnahan yang diberi tanggal dan ditandatangani oleh personil yang melaksanakan dan saksi

2.2.10 Dokumentasi

Dokumentasi adalah bagian dari sistem informasi manajemen dan dokumentasi yang baik merupakan bagian yang esensial dari pemastian mutu.

Dokumentasi yang jelas merupakan fundamental untuk memastikan bahwa tiap personil menerima uraian tugas yang relevan secara jelas dan rinci sehingga memperkecil resiko terjadinya salah tafsir dan kekeliruan yang biasanya timbul karena hanya mengandalkan komunikasi lisan. Keterbacaan dokumen sangat penting.

Spesifikasi menguraikan secara rinci persyaratan yang harus dipenuhi produk atau bahan yang digunakan atau diperoleh selama pembuatan. Dokumen ini merupakan dasar untuk mengevaluasi mutu. Prosedur berisi cara untuk

(23)

melaksanakan operasi tertentu, misalnya pembersihan, berpakaian, pengendalian lingkungan, pengambilan sampel, pengujian, dan pengoperasian peralatan.

Dokumen didesain, disiapkan, dikaji, dan didistribusikan dengan cermat.

Dokumen dikaji ulang secara berkala dan dijaga agar selalu up to date. Bila suatu dokumen direvisi, dijalankan suatu sistem untuk menghindarkan penggunaan dokumen yang sudah tidak berlaku secara tidak sengaja.

2.2.11 Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak

Pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak harus dibuat secara benar, disetujui, dan dikendalikan untuk menghindari kesalahpahaman yang dapat menyebabkan produk atau pekerjaan dengan mutu yang tidak memuaskan.

Kontrak tertulis antara Pemberi Kontrak dan Penerima Kontrak harus dibuat secara jelas dengan menentukan tanggung jawab dan kewajiban masing-masing pihak. Kontrak harus menyatakan secara jelas prosedur pelulusan tiap bets produk untuk diedarkan yang menjadi tanggung jawab penuh kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu).

2.2.12 Kualifikasi dan Validasi

CPOB menguraikan prinsip kualifikasi dan validasi yang dilakukan di industri farmasi. CPOB mensyaratkan industri farmasi untuk mengidentifikasi validasi yang perlu dilakukan sebagai bukti pengendalian terhadap aspek kritis dari kegiatan yang dilakukan. Perubahan signifikan terhadap fasilitas, peralatan, dan proses yang dapat mempengaruhi mutu produk harus divalidasi.

Pendekatan dengan kajian risiko digunakan untuk menentukan ruang lingkup dan cakupan validasi.

Seluruh kegiatan validasi harus direncanakan terlebih dahulu. Unsur utama program validasi dirinci dengan jelas dan didokumentasikan dalam Rencana Induk Validasi (Validation Master Plan). Protokol validasi tertulis merinci kualifikasi dan validasi yang akan dilakukan. Lalu, dibuat laporan yang mengacu pada protokol kualifikasi/validasi yang memuat ringkasan hasil yang diperoleh, tanggapan terhadap penyimpangan yang terjadi, kesimpulan, dan rekomendasi perbaikan. Setelah kualifikasi selesai dilakukan, maka diberikan

(24)

persetujuan tertulis untuk dapat melakukan tahap kualifikasi dan validasi selanjutnya.

(25)

PT AVENTIS PHARMA

3.1 Sejarah PT Aventis Pharma

PT Aventis Pharma merupakan perusahaan farmasi global yang merupakan hasil merger (penggabungan) antara dua perusahaan besar kimia- farmasi, yaitu PT Rhone Poulenc dengan PT Hoechst Marion Roussel Indonesia.

PT Hoechst Marion Roussel Indonesia (merupakan pendahulu PT Aventis Pharma) berasal dari Hoechst Indonesia yang berdiri pada tahun 1956.

Kemudian, PT Hoechst Indonesia melakukan pengembangan menjadi PT Hoechst Pharmaceutical Indonesia pada tahun 1969. Kemudian, tahun 1972 dilakukan produksi tablet novalgin untuk pertama kalinya.

Pada tahun 1996, Hoechst Pharmaceutical Indonesia (HPI) mengakuisisi Marion Merrel Dow, yaitu suatu perusahaan farmasi Amerika Serikat dan bersamaan dengan itu Hoechst AG mendirikan perusahaan divisi farmasinya, yaitu Hoechst Marion Roussel Indonesia. Karena perubahan tersebut, setahun kemudian PT HPI berubah nama menjadi PT Hoechst Marion Roussel Indonesia.

Pada akhir tahun 1999 Hoechst Marion Roussel Indonesia bergabung dengan Rhone-Poulenc Rorer, suatu perusahaan kimia-farmasi Perancis, membentuk Aventis SA (suatu Holding Company) yang b e r kedudukan di Strassbourg, Perancis. Aventis SA mempunyai anak-anak perusahaan baru, seperti Aventis Pharma AG yang berkedudukan di Frankfrut, Jerman.

Di Indonesia, penggabungan antara PT Hoechst Marion Roussel Indonesia dengan PT Rhone-Poulenc Rorer diresmikan pada tahun 2001 dengan nama PT Aventis Pharma. Pada bulan Mei tahun 2007, PT Aventis Pharma mendapatkan sertifikat ISO 14000 dan OHSAS 18001. Pada bulan Januari sampai Maret 2010, PT Aventis Pharma mendapatkan sertifikasi TGA. Setelah bergabung dengan Sanofi Synthelabo di tahun 2004, nama perusahaan berubah menjadi Sanofi-Aventis, untuk kemudian berubah lagi menjadi Sanofi di tahun 2011. Sanofi Group Indonesia terdiri atas 2 (dua) badan hukum yaitu : PT

(26)

3.2 Visi dan Misi PT Aventis Pharma (Sanofi Aventis, 2012) 3.2.1 Visi PT Aventis Pharma

Visi PT Aventis Pharma adalah menjadi perusahaan terkemuka yang didorong oleh inovasi, mampu memanfaatkan kesempatan-kesempatan dalam bidang ilmu kehidupan (Life Sciences) yang tengah berkembang pesat saat ini, bertekad untuk berperan utama dalam peningkatan kualitas kehidupan manusia dan turut bersumbangsih kepada pembangunan dunia, khususnya dengan mengatasi dan menangani berbagai penyakit melalui teknik diagnosa, terapi vaksin, dan cara pengobatan yang inovatif.

3.2.2 Misi PT Aventis Pharma

Misi PT Aventis Pharma yaitu Aventis Pharma adalah perusahaan farmasi global yang memiliki tekad untuk memberi arti bagi para pasien, pemilik saham, karyawan, dan masyarakat luas dengan menemukan, mengembangkan, dan memasarkan produk-produk farmasi inovatif yang akan dapat memenuhi kebutuhan medis yang belum teratasi serta menuju pelayanan kesehatan dengan biaya lebih rendah. Perusahaan juga mempunyai tekad untuk menjadi pemimpin dalam era di mana perubahan-perubahan terjadi dengan cepat di industri ini.

3.2 Lokasi dan Sarana Produksi (Sanofi Aventis, 2012)

PT Aventis Pharma Site berlokasi di Jalan Jendral Ahmad Yani, Pulo Mas Jakarta, berdiri di atas tanah seluas 37.500 m2 atau 150 x 250 m, dan berupa lapangan rumput seluas 24.000 m2. Di kawasan ini terdapat beberapa gedung utama:

1. Factory building terbagi menjadi dua bagian, yaitu bagian produksi (processing dan packaging) dan warehouse, seluas 3160 m2. Peluasan warehouse dibangun dan diperbaiki mengukuti synergi project factory upgrade (SPFU). Factory building terdiri dari dua lantai yaitu:

a. Ground floor digunakan untuk warehouse, solid processing, cream and ointment processing, primary and secondary packaging, dan aktivitas penunjang lainnya. Warehouse memiliki satu incoming airlock dan satu

(27)

untuk transfer material. Di antara warehouse dan secondary packaging terdapat dua airlock, yaitu airlock untuk mentransfer secondary packaging material dari warehouse ke secondary packaging area dan untuk mentransfer finished goods dari secondary packaging area ke warehouse. Layout dan design di ground floor diatur sedemikian rupa untuk menyediakan alur kerja dan urutan lalu lintas bahan satu arah untuk menghindari risiko mixed up. b. First floor terutama digunakan untuk fasilitas-fasilitas seperti loker, ruang

ganti pakaian, dan technical area. 2. Office building 1, seluas 540 m2 3. Office building 2, seluas 540 m2

4. Multi purpose building, digunakan untuk office, bagian quality operation seluas 450 m2

5. Energy building and workshop, seluas 485 m2

3.3 Karyawan Sanofi Group Indonesia

Dari 110.000 karyawan di 100 negara, lebih dari 700 orang karyawan PT Aventis Pharma berada di Indonesia, mereka berprestasi bersama mendukung dan membentuk Aventis Pharma untuk menjadi salah satu perusahaan farmasi terkemuka di dunia. PT Aventis Pharma mengangkat calon-calon karyawan dari lulusan terbaik dan berbakat dari berbagai universitas dan institusi pendidikan lain di Indonesia. Mereka kemudian mendapat kesempatan untuk dilatih di berbagai disiplin industri, seperti teknik, kesehatan, keuangan, pemasaran, dan teknologi informasi. Perusahaan juga mendorong budaya kewirausahawan yang berorientasi pada pasar dan yang diinspirasi oleh fleksibilitas, kerjasama, dan pembuatan keputusan berdasarkan data, bukan tradisi.

Kelangsungan kegiatan operasi merupakan hal yang diutamakan di PT Aventis Pharma. Demikian juga dengan pengakuan terhadap kepentingan yang sejajar antara pelanggan dan kesejahteraan karyawan. Disamping mempertahankan hubungan yang baik dengan serikat pekerja, kesejahteraan karyawan juga dijamin oleh berbagai program menarik, seperti penggantian biaya kesehatan karyawan, kompensasi yang kompetitif, bonus, serta paket tunjangan hari tua. Penghargaan diberikan berdasarkan keberhasilan individu dan tim.

(28)

Semua ini menciptakan lingkungan kerja yang menyajikan tantangan sekaligus produktif dan membanggakan.

3.4 Struktur Organisasi Sanofi Group Indonesia (Sanofi Aventis, 2013) Sanofi Group Indonesia dipimpin oleh seorang Presiden Direktur yang membawahi 13 Divisi, yaitu:

a. National Sales b. Marketing

c. Strategy Development and Diabetes d. Oncology Unit

e. Communication and Public Affairs f. Finance and Accounting

g. Business Development h. Human Resources i. Medical and Regulatory j. Senior Legal

k. Industrial Affairs l. Vaccine

m. Country Compliance

Bagan struktur organisasi Sanofi Group Indonesia dapat dilihat pada Lampiran 3.

3.5 Produk PT Aventis Pharma

PT Aventis Pharma dikenal sebagai perusahaan farmasi yang menghasilkan obat-obat sesuai dengan kebutuhan bidang kesehatan di Indonesia.

Aventis Pharma Global akan mendukung dan mempertahankan predikat tersebut melalui penerapan teknologi tinggi dalam pengembangan solusi untuk menghadapi berbagai penyakit yang diderita masyarakat Indonesia. Melalui penelitian di bidang kardiovaskuler, penyakit infeksi, asma, alergi, diabetes, radang sendi, kanker serta di bidang vaksin dan protein terapetik (therapeutic proteins). Aventis Pharma yakin bahwa produk-produk yang dihasilkan akan memainkan peranan penting dalam membantu masyarakat Indonesia mengatasi masalah kesehatan di Indonesia.

(29)

Produk PT Aventis Pharma diperoleh dengan berbagai cara, antara lain dengan memproduksi obat tersebut menggunakan fasilitas produksi yang tersedia, kontrak dengan perusahaan farmasi lain (toll manufacturing), dan mengimpor baik produk ruahan untuk dikemas akhir (re-pack) maupun produk jadi yang telah dikemas namun masih memerlukan pelabelan (penempelan stiker). Produk PT Aventis Pharma secara garis besar dapat dibagi menjadi enam, yaitu:

a. Produk yang diproduksi sendiri di pabrik (Jakarta site) untuk keperluan lokal (dalam negeri) dan ekspor (luar negeri).

b. Produk impor dari Aventis Global yang dikemas ulang (repackaging) di pabrik (Jakarta site)

c. Produk impor yang berupa finished goods.

d. Produk yang bulk-nya diimpor dan kemudian dikemas di pabrik (Jakarta site) untuk keperluan lokal dan ekspor.

e. Produk toll manufacturing yang dibuat oleh PT Boehringer-Ingelheim Indonesia untuk PT Aventis Pharma.

PT Aventis Pharma telah menghasilkan serangkaian obat-obat inovatif untuk pengobatan pasien yang menderita beraneka ragam penyakit serius. Hal ini terlaksana berkat dukungan dari sumber daya yang profesional, manajemen dan pimpinan perusahaan yang penuh komitmen, serta dengan research and development anggaran terbesar di industri farmasi. Upaya riset Aventis Pharma difokuskan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan medis yang belum teratasi dan diarahkan pada 7 bidang utama, yaitu:

a. Anti infeksi, dengan pengobatan infeksi yang disebabkan bakteri dan jamur b. Radang sendi/tulang, dengan pengobatan untuk radang sendi dan osteoporosis c. Kardiologi/thrombosis, untuk pengobatan infark jantung, penyakit jantung

koroner dan kelainan jantung lainnya

d. Sistem saraf pusat, untuk pengobatan berbagai penyakit degeneratif otak dan tulang belakang

e. Metabolisme, untuk pengobatan diabetes dan penyakit metabolisme lainnya f. Onkologi, untuk pengobatan tumor ganas

Respiratori, untuk pengobatan asma dan alergi

(30)

BAB 4

TINJAUAN KHUSUS DIVISI INDUSTRIAL AFFAIRS

Berdasarkan struktur organisasi, Divisi Industrial Affairs (Industrial Affairs/IA Division) berada langsung dibawah Presiden Direktur Sanofi Group Indonesia, yang dikepalai oleh Head of Industrial Affairs. Berikut ini adalah departemen yang dibawahi oleh IA Division:

a. Industrial Quality and Compliance Department b. Production Department

c. Technical Services Department (TSD)

d. Health, Safety, and Environment Department (HSE) e. Plant Logistic Department

f. Purchasing Department

Struktur organisasi Industrial Affairs Division dapat dilihat pada Lampiran 4.

4.1 Industrial Quality and Compliance Department (Aventis Pharma, 2012)

Industrial Quality and Compliance (IQC) Department adalah salah satu bagian dari IA Division yang bertanggung jawab terhadap pengendalian mutu menyeluruh dalam arti pengendalian mutu terhadap produk yang dihasilkan sejak bahan awal, produk setengah jadi (termasuk In Process Control/IPC), sampai dengan produk jadi yang siap digunakan, termasuk didalamnya penilaian terhadap pemasok dan distributor. Untuk menjamin mutu produk yang dihasilkan serta menjamin ketelitian pemeriksaan perlu dilakukan pengecekan, validasi, dan kalibrasi dari alat dan ruangan yang digunakan untuk memeriksa produk. IQC Department juga perlu melakukan pemeriksaan stabilitas untuk memonitor secara tidak langsung mutu obat yang telah beredar. Departemen ini dipimpin oleh seorang Head of IQC yang membawahi dua unit kerja, yaitu Quality Assurance Unit (QA Unit) dan Quality Control Unit (QC Unit). Struktur organisasi dari IQC Department dapat dilihat pada Lampiran 5. Berikut ini penjelasan mengenai QA Unit dan QC Unit.

(31)

4.1.1 Quality Assurance Unit (Unit Pemastian Mutu)

Unit ini bertanggung jawab dalam menjamin mutu suatu produk mulai dari pemesanan bahan baku dan kemasan obat sampai obat siap dikonsumsi konsumen, termasuk didalamnya pemilihan pemasok dan distributor. Sistem mutu di PT Aventis Pharma ditetapkan berdasarkan CPOB, Aventis Global Quality Standards dan Global IQC Directive. Pengendalian mutu dilakukan terhadap semua faktor yang dapat mempengaruhi mutu obat, yaitu mulai dari bahan awal, bahan pengemas, proses pembuatan, bangunan, peralatan, dan personalia. Unit ini dipimpin oleh seorang QA Manager yang bertanggung jawab kepada Head of IQC. Aspek-aspek yang ditangani oleh unit ini adalah:

4.1.1.1 Penanganan personil

Unit Pemastian Mutu bertanggung jawab terhadap koordinasi perencanaan dan penyelenggaraan pelatihan karyawan bidang operasional. Menurut CPOB, seluruh karyawan yang langsung ikut serta dalam kegiatan obat dan yang karena tugasnya mengharuskan mereka masuk ke daerah pembuatan obat hendaklah dilatih mengenai kegiatan tertentu yang sesuai dengan tugasnya maupun mengenai prinsip CPOB. Sejalan dengan hal itu, standar Health, Safety, and Environment juga mensyaratkan pelatihan yang memadai bagi seluruh karyawan di bidang HSE (HSE Department). Secara garis besar pelatihan dibedakan menjadi dua, yaitu:

a. Pelatihan dasar, meliputi teori dan praktek CPOB, pengenalan mikroorganisme, keselamatan kerja, dan lain-lain.

b. Pelatihan tambahan, misalnya keluar masuk di cold storage room yang ada di warehouse, pelatihan khusus tentang pengoperasian suatu alat/mesin.

Tanggung jawab lain QA adalah untuk memastikan bahwa program pelatihan yang disiapkan sesuai dengan aturan-aturan pemerintah maupun Global HSE Standard serta memonitor pelaksanaannya. Pelatihan dilakukan secara kontinyu untuk menjamin personil terbiasa dengan persyaratan CPOB yang berkaitan dengan tugasnya dan untuk menjaga agar sistem yang telah ditetapkan berjalan sesuai dengan yang diharapkan.

(32)

Setiap awal tahun, masing-masing departemen harus merencanakan program pelatihan untuk satu tahun mendatang untuk departemennya yang mencakup topik pelatihan, waktu pelaksanaan, peserta, serta instrukturnya.

Pelatihan yang dilakukan diutamakan untuk prosedur tetap (protap) baru atau protap yang diubah atau direvisi karena suatu temuan pada saat inspeksi diri atau temuan pada suatu failure investigation (penyelidikan terhadap kegagalan), kecelakaan kerja, dan sebagainya. Khusus untuk karyawan baru selain mengikuti pelatihan dasar mengenai teori dan praktek dari CPOB atau HSE, mereka juga harus menerima pelatihan yang sesuai atau berkaitan dengan tugasnya baik umum maupun khusus. Untuk mengevaluasi efektifitas dari pelatihan, dilakukan dengan pelatihan pemahaman karyawan terhadap materi pelatihan dengan menggunakan metode scoring (berdasarkan hasil tertulis) maupun dengan pengamatan langsung terhadap karyawan dalam melaksanakan protap tersebut. Contohnya: pada saat pelatihan pengunaan alat tertentu, karyawan langsung diminta untuk mendemonstrasikan cara menggunakan alat. Hal ini kemudian dinilai oleh pelatih.

4.1.1.2 Penanganan dan pengaturan sistem dokumentasi

Tugas QA Unit adalah menangani dokumen yang berlaku, baik dalam hal penyimpanannya, fotokopi dokumen induk, serta penanganan dokumen yang sudah tidak berlaku. Dokumen adalah segala sesuatu berupa catatan tertulis atau tercetak, seperti instruksi, raw data, formulir, panduan dan kebijakan yang berhubungan dengan proses pengembangan, pembuatan, pemeriksaan, distribusi obat, yang diperlukan untuk pemenuhan persyaratan CPOB, Sanofi Aventis directives dan peraturan pemerintah yang berhubungan yang digunakan di PT Aventis Pharma. Dokumennya antara lain adalah General Manufacturing Instruction, Test method (produk, bahan baku dan bahan pengemas), Test Method Validation, Stability Study, Global IQC Directive, Global HSE, Drug Surveillance Action Plan (DSAP), dan dokumen registrasi. Termasuk di dalamnya pula adalah dokumen pembuatan obat yang merupakan bagian manajemen sistem informasi yang meliputi spesifikasi, prosedur pembuatan, metode pemeriksaan, serta laporan lain yang diperlukan dalam perencanaan, pelaksanaan, pengendalian, dan evaluasi

(33)

seluruh rangkaian kegiatan pembuatan obat atau seluruh dokumen yang dipersyaratkan dalam CPOB. Jenis dokumen ada 2 macam, yaitu:

a. Batch related document, contohnya: Prosedur pengolahan atau pengemasan induk (PPI); catatan pengolahan/pengemasan bets; Spesifikasi dan catatan hasil pemeriksaan bahan baku, bahan pengemas, produk antara, produk ruahan, obat jadi (termasuk kromatogramnya); raw data; test method, protap, catatan distribusi obat.

b. Non batch related document, contohnya: kualifikasi dan validasi, penyelidikan terhadap kegagalan (FIR), catatan pembersihan dan sanitasi, program stabilitas, pengendalian hama, audit, registrasi, change control, gambar teknik, pemeriksaan dan kalibrasi alat, penanganan keluhan dan obat kembalian, pemantauan lingkungan, log book, pelatihan pegawai, technical agreement, dan dokumen lainnya.

4.1.1.3 Menyusun dan mengendalikan prosedur tetap (protap)

Menurut CPOB dan ketentuan dari Global IQC Directives maupun Global Health Safety and Environment (HSE) untuk setiap kegiatan yang dilakukan hendaklah disiapkan suatu prosedur tertulis berupa Protap. Protap atau yang juga dikenal sebagai Standard Operating Procedure (SOP), adalah prosedur tertulis yang telah disahkan oleh pejabat berwenang dan berisi instruksi untuk pelaksanaan tugas yang tidak khusus berkaitan dengan suatu produk atau bahan tertentu, tetapi lebih bersifat umum, misalnya pengoperasian, pemeliharaan dan pembersihan mesin, kalibrasi, validasi, pembersihan gudang dan pengendalian kondisi lingkungan, pengambilan contoh (sampling), dan inspeksi diri. Protap dimaksudkan untuk:

a. Memastikan bahwa semua proses setiap kali dilakukan dengan cara yang sama oleh petugas.

b. Memastikan bahwa proses dilakukan sesuai dengan ketentuan CPOB dan HSE.

c. Memudahkan pengendalian proses baru atau perubahan dari proses yang telah berlaku.

d. Membantu melatih karyawan baru.

(34)

Protap ada dua macam, yaitu:

1) Protap umum, yang berisi hal-hal umum

a) Berguna untuk menjelaskan dan mendokumentasikan sistem QA pada IA Division dalam bidang CPOB dan HSE.

b) Suatu bagian dari buku pedoman dari sistem penjaminan mutu atau protap panduan mutu.

c) Sangat tidak cocok digunakan sebagai protap di “lapangan” meskipun berbagai operasi yang dilukiskan adalah bersifat umum.

2) Protap khusus, yang berisi hal-hal khusus

a) Berguna untuk menjelaskan dan mendokumentasikan sistem QA dan HSE dalam masing-masing lingkungan departemen dan lingkungan kelompok pada IA Division.

b) Mengatur seluruh kegiatan yang berkaitan dengan CPOB dan HSE yang bersifat spesifik bagi departemen atau kelompok unit tertentu.

c) Bermanfaat sebagian untuk digunakan sebagai protap di “lapangan”

apabila protap tersebut merinci departemen terkait.

Pada dasarnya tiap protap dibuat oleh departemen atau unit yang bersangkutan dengan bekerjasama dan berkonsultasi dengan IQC Department atau QA Unit dan departemen lain yang berhubungan. IQC Department bertanggung jawab mengkoordinir penyiapan, penerbitan, dan implementasi semua protap yang ada. Protap dikaji ulang minimal setiap tiga tahun sekali. Protap diperiksa oleh QA Manager, Department Manager yang bersangkutan dan Department Manager yang berkaitan, serta disetujui oleh Head of IQC. Bila penerbitan protap dimaksudkan untuk mengganti protap yang telah ada, maka Department yang bersangkutan harus menarik dokumen lama dan salinannya dengan Formulir Penarikan Salinan Protap. Salinan protap kemudian dimusnahkan seluruhnya dengan membuat Berita Acara Pemusnahan Protap, sedangkan protap asli disimpan dalam dokumen khusus. Protap yang berhubungan dengan produk disimpan selama sepuluh tahun dan protap yang tidak berhubungan dengan produk selama lima tahun, sebelum akhirnya dimusnahkan oleh QA Unit.

(35)

Formulir Penarikan Salinan Protap dan Berita Acara Pemusnahan Protap dilampirkan pada protap asli yang berlaku.

4.1.1.4 Validasi

Menurut CPOB, validasi berarti suatu tindakan pembuktian dengan cara yang sesuai bahwa setiap bahan, proses, prosedur, kegiatan, sistem, perlengkapan, atau mekanisme yang digunakan dalam produksi dan pengawasan akan senantiasa mencapai hasil yang diinginkan.

a. Validasi proses

Menurut Aventis Pharma, validasi proses adalah cara pemastian dan memberi pembuktian terdokumentasi bahwa proses berlangsung dalam parameter desain yang telah ditentukan mampu dan dapat dipercaya menghasilkan produk sesuai dengan kualitas yang diinginkan dan memiliki tingkat keterulangan yang tinggi. Validasi proses dilakukan dengan cara yang berbeda tergantung pada status produk, yaitu dapat dilakukan dengan cara:

1) Prospective

Validasi ini dilakukan terhadap produk baru sebelum dipasarkan atau bila ada perubahan (pada pabrik atau proses pembuatan) yang akan mempengaruhi kualitas produk. Untuk validasi ini, minimal dilakukan terhadap 3 bets sebelum produk tersebut dipasarkan (bila memungkinkan). Biarpun produk baru, tetapi bila dalam 1 tahun jumlah bets kurang dari 3, dapat dilakukan secara concurent, asalkan disertai dengan dokumen pengkajian risiko.

2) Concurrent

Validasi ini hampir sama dengan validasi prospective, tetapi pemasaran produk tidak menunggu proses validasi hingga selesai, validasi dilanjutkan selama produksi secara rutin. Validasi ini dilakukan bila terdapat perubahan yang direncanakan yang sedikit berpengaruh terhadap produk. Validasi concurent ini diperbolehkan jika jumlah bets yang diproduksi sedikit.

3) Retrospective

Validasi yang didasarkan pada pengumpulan data yang diperoleh dalam proses produksi dan pemeriksaan pada produk yang sudah dipasarkan/dibuat.

Validasi dari proses ini tetap memerlukan protokol yang memanfaatkan data

(36)

historis sehingga bukti terdokumentasi. Jenis validasi ini tidak dianjurkan untuk digunakan.

4) Revalidasi

Validasi yang dilakukan secara internal dalam bentuk evaluasi kembali.

Revalidasi dapat dilakukan jika terjadi perubahan:

a) Bahan baku (sifat fisik misalnya viskositas, ukuran partikel, dan lain-lain).

b) Pabrik pembuat bahan baku.

c) Bahan pengemas primer, misal botol, alutube.

d) Proses, misalnya waktu pencampuran, suhu pengeringan.

e) Peralatan, misalnya alat menjadi otomatis.

f) Area produksi dan sistem penunjang, misalnya tata letak berubah.

Validation Steering Team yang telah dibentuk akan menyusun protokol validasi untuk produk yang akan divalidasi. Protokol validasi merupakan bagian dari validasi yang berupa panduan kerja dalam melakukan validasi. Tim validasi bekerja sama dengan departemen yang bersangkutan akan menyusun rincian kegiatan validasi mencakup kualifikasi peralatan (Installation/ Operational/

Performance Qualification), validasi metode analisis, dan pelatihan karyawan yang terlibat dalam kegiatan validasi. Kegiatan validasi akan dilakukan oleh departemen yang bersangkutan, dimonitor, dan didokumentasikan oleh tim validasi. Setiap akhir validasi harus dibuat suatu laporan validasi sebagai pertanggungjawaban. Protokol validasi dibuat berdasarkan data-data dari laporan optimalisasi/pengembanagan produk (jika ada) atau prosedur pengolahan, dengan harus memperhatikan aspek penting dari suatu validasi sebagai berikut:

a) Karakteristik produk b) Spesifikasi produk

c) Desain pabrik dan keterbatasannya

d) Desain proses, kemungkinan dan keterbatasannya e) Metoda analisis dan spesifikasi

f) Mikrobiologi g) Pembersihan h) Quality Assurance

(37)

b. Validasi pembersihan untuk ruangan dan peralatan

Ruangan dan peralatan setelah selesai digunakan untuk membuat atau mengemas akan segera dibersihkan. Untuk mendapatkan ruangan dan peralatan yang bersih dan memenuhi syarat yang sudah ditetapkan, maka cara pembersihan, deterjen, dan desinfektan yang digunakan, serta frekuensi desinfeksi harus sesuai dengan protap pembersihan dan sanitasi yang sudah ditetapkan. Untuk itu prosedur pembersihan dan sanitasi yang digunakan tersebut harus divalidasi.

Validasi pembersihan ruangan dan peralatan bertujuan untuk memastikan dan membuktikan bahwa prosedur untuk pembersihan yang dilakukan sesuai dengan protap yang telah ditetapkan dapat menghilangkan residu bahan aktif dan deterjen serta mengurangi jumlah cemaran mikroba sesuai dengan persyaratan yang telah ditetapkan. Aspek-aspek yang harus diperhatikan dalam melakukan validasi ini adalah:

1) Karakteristik bahan aktif 2) Desain ruangan atau peralatan

3) Jenis/tipe desinfektan yang digunakan 4) Prosedur pembersihan dan sanitasi 5) Metode analisis yang digunakan

Head of IQC bersama QA manager akan menetapkan prioritas ruangan yang akan divalidasi berdasarkan jenis produk yang dibuat (sukar larut dalam air, dosis rendah, toksisitasnya lebih besar, sering dibuat). Di samping itu, ruangan baru dan lama perlu juga diperhatikan dalam prioritas. Untuk ruangan baru, harus dilakukan pembersihan sebelum digunakan dan proses harus diverifikasi. Siapkan prosedur pembersihan dan lakukan validasi. Sedangkan untuk ruangan lama, perhatikan apakah prosedur pembersihan dibedakan antara pembersihan setelah ganti bets atau ganti produk, mulai produksi / setelah pemeliharaan / pembersihan.

Hal ini semua perlu diperhatikan dalam proses validasi.

4.1.1.5 Mengadakan audit terhadap pemasok (Vendor Audit)

Pemasok yang dimaksud meliputi pabrik pembuat, pemasok bahan yang mempunyai gudang, atau pemasok yang tidak mempunyai gudang (sale agent / broker). Penilaian terhadap pemasok dilakukan oleh tim yang terdiri dari wakil –

(38)

wakil Quality Assurance dan Purchasing, serta kepala tim adalah Quality Assurance Manager. Pada kasus tertentu anggota tim dapat diperluas dengan mengikutsertakan QC unit, Techinal Services Department dan Medical and Regulatory Affairs dan departemen lain yang terkait. Hal – hal yang perlu dinilai dari pemasok adalah proses pengadaan bahan baku, proses pembuatan, perujukan dan pemeriksaan bahan baku dan produk jadi, penanganan sisa, dokumentasi, serta prosedur dan persyaratan.

Sertifikasi pemasok dimulai dari urutan status “not approved”,

“approved”, dan “certified”. Sertifikasi status “not approved” atau belum disetujui merupakan sertifikasi untuk pemasok yang baru yang akan dijadikan pemasok tetap. Sertifikasi status “approved” atau disetujui diberikan kepada pemasok yang telah memenuhi persyaratan menurut standar kualitas PT Aventis Pharma dan menjadi pemasok tetap. Sedangkan sertifikasi status “certified” atau tersertifikasi diberikan kepada pemasok tetap yang konsisten dalam hal kualitasnya. Pemasok dengan status belum disetujui, masih dalam tahap penilaian mengenai kualitas produk yang akan dipasok. Pada saat proses pre-approval, maka supplier harus menyerahkan minimum tiga bets material untuk diperiksa oleh Sanofi Aventis.

Setelah pre-approval, status pemasok dapat meningkat menjadi approved supplier yang telah disetujui secara formal sebagai pemasok yang dapat memasok material atau servis tertentu. Untuk selanjutnya bahan awal hanya boleh didapatkan dari pemasok berstatus disetujui ini. Selanjutnya pemasok yang telah disetujui ini dimasukkan dalam Daftar Pemasok Disetujui atau List Approved Supplier.

Apabila suatu pemasok yang disetujui menunjukkan kualitas serta kinerja yang konsisten, maka pemasok tersebut dapat ditingkatkan statusnya menjadi

“pemasok tersertifikasi” atau “certified supplier”. Pemasok tersertifikasi diputuskan melalui program evaluasi terhadap hasil analisa dan penerapan aspek kualitas, regulasi dan penilaian kinerja. Evaluasi tersebut dilakukan terhadap setiap pengiriman pemasok yang menggambarkan konsistensi pemasok untuk menghasilkan material yanng memenuhi syarat yang ditentukan. Penilaian ini dilakukan oleh divisi QA, QC, pembelian dan produksi. Pemasok yang dapat menjadi pemasok tersertifikasi adalah pemasok yang telah disetujui minimal selama dua tahun dan telah mengirimkan minimal sepuluh bets. Evaluasi

(39)

konsistensi supplier dalam mengirimkan material yang memenuhi syarat. Evaluasi ini harus didasarkan pula pada kriteria kritis seperti out of specification atau penyimpangan kritis lainnya yang dilaporkan selama sepuluh bets pengiriman terakhir. Pada proses peningkatan status menjadi Pemasok Tersertifikasi, harus dilakukan juga perbandingan antara metoda analisa pemasok dan PT Aventis Pharma. Hasilnya harus menunjukkan bahwa supplier memiliki persamaan metoda analisa dengan PT Aventis Pharma. Jika terdapat perbedaan, maka harus dilakukan validasi untuk membandingkan bahwa metoda tersebut dapat diterima oleh PT Aventis Pharma. Hasil uji pemasok tersebut juga harus mendekati dengan hasil uji yang dilakukan oleh PT Aventis Pharma.

4.1.1.6 Inspeksi diri (self inspection)

Inspeksi diri adalah cara meninjau kembali seluruh tata kerja diri sendiri dari setiap segi yang mungkin berpengaruh terhadap produk. Tujuan dari inspeksi diri ini adalah untuk menilai apakah seluruh aspek produksi dan pengawasan mutu selalu memenuhi CPOB. Dalam melaksanakan inspeksi diri tidak cukup hanya mengenali cacat dan kelemahan, melainkan harus pula dapat menetapkan cara yang efektif untuk mencegah dan memperbaikinya. PT Aventis Pharma Indonesia mempunyai internal audit sistem (self inspection) untuk meyakinkan kesesuaian yang berhubungan dengan CPOB, GMP, regulatory requirement, dan Company Global Quality Standard. Inspeksi diri yang dilakukan meliputi:

a. Inspeksi di bidang GMP

1. Inspeksi diri tri wulanan (quarterly GMP self inspection)

Inspeksi ini dilakukan setiap 3 bulan sekali pada minggu kedua/ketiga bulan Januari, April, Juli, dan November. Tim ini terdiri dari Quality Assurance Manager (ketua tim), processing supervisor, packaging supervisor, Quality Control supervisor, TS supervisor, HSE supervisor, dan Quality Assurance inspector. Pada inspeksi ini dilakukan pemeriksaan terhadap lingkungan warehouse, production area (termasuk gowning) kelas 3 dan kelas 2, Technical Services Departement, dan Industrial Quality Compliance (Quality Assurance dan Quality Control).

(40)

2. Inspeksi diri Semester (IDS)

Ruang Lingkup IDS yaitu aspek keselamatan kerja Aventis Pharma dengan mengacu pada GMP dan HSE Guideline. IDS dilakukan paling sedikit selama 3 hari. IDS dilakukan setiap 6 (enam) bulan pada bulan Juni dan Desember. Dalam pelaksanaan IDS terdapat anggota tetap dan anggota pendamping. Anggota tetap meliputi Head of IQC (sebagai ketua), QA Manager, HSE & TSD Manager, Production Manager, Plant Logistic Manager. Anggota pendamping meliputi QC supervisor, TSD supervisor, processing supervisor, packaging supervisor, dan warehouse supervisor. Pemeriksaan di lapangan dilakukan dengan urutan yaitu lingkungan pabrik, warehouse, processing, gowning area, packaging kelas 2 dan 3, technical services (purified water plant, AHU-areas, workshop, utilities dan sebagainya), purchasing, dan Information System. Jika selama IDS ada temuan penyimpangan maka dicatat dan selanjutnya berdasarkan temuan tersebut, QA akan menyusun GMP CAPA (Correction Action and Preventive Action) yang mencakup Observation, Corrective/Preventive Action, Deadline dan Responsible Person. Setelah laporan IDS disetujui oleh IQC Manager, maka didistribusikan kepada Department Head dan Unit yang bersangkutan untuk ditindaklanjuti.

3. Audit CPOB (GMP audit)

Audit CPOB (GMP Audit) dilakukan 1 kali dalam setahun pada minggu terakhir bulan November atau Desember. GMP audit mencakup seluruh aspek CPOB di seluruh unit dan pemeriksaan tersebut dilakukan berdasarkan GMP ASET (Annual Site Evaluation Tool). Pada GMP audit tidak harus mengevaluasi ke masing-masing area tetapi dapat dilakukan hanya pada pertemuan reguler.

4. Audit Global Quality dan atau Global HSE

Global quality / HSE audit mencakup seluruh aspek CPOB / HSE yang ada di seluruh site Jakarta. Tim inspeksi biasanya diketuai oleh Head of IQC untuk Global Quality Audit atau HSE Supervisor untuk Global HSE Audit, yang beranggotakan Head of IA, Production Manager, Plant Logistic Manager,

(41)

TSD & HSE Manager, dan QA Manager. Laporan audit akan diterima maksimal dalam waktu 15 hari kerja.

5. Audit dari badan otoritas (Badan POM, Badan Sertifikasi ISO, dan lain-lain) Jadwal audit tergantung pada jadwal badan otoritas. Audit mencakup seluruh aspek CPOB atau aspek yang terkait serta hasil temuan sebelumnya dari badan otoritas yang bersangkutan. Anggota tim inspeksi badan otoritas didampingi oleh kepala departemen atau unit yang terkait.

b. Inspeksi di bidang HSE

Inspeksi yang diadakan 3 bulan sekali ini dilakukan untuk mengetahui apakah karyawan sudah bekerja memenuhi standar HSE perusahaan, dilakukan untuk melihat langsung ke lapangan penyesuaian antara training HSE yang pernah dilakukan dan pelaksanaannya sehari-hari sebagai suatu cara untuk menilai keberhasilan suatu training. Keluaran yang diharapkan adalah sebuah perbaikan yang terus menerus, sehingga yang tidak benar menjadi benar, dan yang sudah benar tetap dijaga agar pelaksanaannya selalu benar. Temuan di lapangan yang berkaitan dengan HSE dibagi menjadi 2 yaitu unsafe act dan unsafe condition. Tim inspeksi diri ini dilakukan oleh bagian HSE bersama pihak yang berkompeten dan berwenang di departemen tersebut, wakil dari TSD. Hasil inspeksi diri ini dicatat dan dilaporkan kemudian didistribusikan ke departemen- departemen terkait. Selain inspeksi triwulanan, HSE juga mengadakan dan mengupayakan self inspection yang diadakan sewaktu-waktu, atau temuan yang ditemukan ketika sedang berkunjung ke lapangan (langsung diberitahukan kepada Manager).

4.1.1.7 Penolakan dan pelulusan terhadap obat jadi

Obat jadi adalah bentuk sediaan obat yang telah selesai dikemas yang telah siap dipasarkan setelah lulus dari pemeriksaan. Pengambilan keputusan untuk meluluskan/menolak obat jadi dilakukan berdasarkan hasil pemeriksaan dan evaluasi yang meliputi hasil pemeriksaan selama proses pengolahan dan pengemasan, pemantauan lingkungan (jika ada), pemeriksaan produk ruahan, pemeriksaan kelengkapan bahan pengemas produk jadi, atau pemeriksaan

Referensi

Dokumen terkait

Skripsi ini disusun berdasarkan hasil penelitian yang bertujuan untuk mengetahui biaya, penerimaan, pendapatan, keuntungan, efisiensi usaha serta profitabilitas

Berdasarkan pemikiran yang diuraikan pada bab ini, khususnya subbab tentang tinjauan studi terdahulu, maka studi ini melakukan analisis tentang keputusan ekonomi rumahtangga

Dengan bijaksana dan berhati – hati dalam menggunakan media sosial instagram, dan menghormati orang lain serta menghasilkan karya yang bagus, sejati nya para

Untuk mencapai sasaran tersebut, pada tahun 2011 telah ditetapkan 41 output kegiatan yang tertuang dalam DIPA Undiksha Tahun 2011 yang selanjutnya disusun

Produsen Pedagang Besar Ritel Konsumen Akhir.. 1) Jenis pelayanan (amount service), dimana pelayanan terhadap pelanggan dapat digolongkan menjadi dua kelompok, yaitu toko

Dalam usaha mengembangakan koleksi salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan cara melakukan pembelian. Pembelian merupakan cara yang paling baik dalam mengembangkan

Pemurnian sebagian parsial dengan 80% saturasi amonium sulfat, Solanum tuberosum parsial dengan 80% saturasi amonium sulfat, Solanum tuberosum menunjukkan tinggi aktivitas

(1) Menunjuk, menugaskan dan memberi wewenang kepada Kepala Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika untuk melaksanakan ketentuan - ketentuan yang telah di