• Tidak ada hasil yang ditemukan

Wujud Tuturan Menolak Berdasarkan Analisis Sosiopragmatik 1 Wujud Tuturan Berbentuk Kalimat Berita (Deklaratif)

Dalam dokumen PROSIDING SEMINAR HASIL PENELITIAN BAHAS (1) (Halaman 192-196)

pos-el: yrissariyayuk@yahoo.co.id Balai Bahasa Provinsi Kalimantan Selatan

4.1 Wujud Tuturan Menolak Berdasarkan Analisis Sosiopragmatik 1 Wujud Tuturan Berbentuk Kalimat Berita (Deklaratif)

Rahardi (2005) menyatakan bahwa tuturan deklaratif mengandung mak- sud memberitahukan sesuatu kepada mitra tutur. Kalimat ini biasanya ber- bentuk tuturan menolak langsung maupun tidak langsung. Berdasarkan data penelitian, wujud tuturan ini adalah sebagai berikut.

Tuturan 1

P : Masuk ka dalam kalu Man?

‘Masuk ke dalam terminal kan Paman?’ S : Kada, aku di muka terminal haja.

‘Tidak, aku di depan terminal saja’ P : kanapa Man?

‘kenapa Paman?

S : Kulir, saiukungannya pang panumpangnya ‘Malas, satu orang saja penumpangnya’

Konteks tuturan

Sebuah pembicaraan yang terjadi di depan terminal pal 6 pada sore hari, supir taksi menolak permintaan penumpang untuk mengantarkannya sampai ke dalam terminal yang padat.

Tuturan (1) menyatakan supir menggunakan kalimat berita untuk me- nolak permintaan penumpang yang ingin diantarkan sampai ke dalam terminal. Sebagai salah satu peserta tutur, berdasarkan jenis tuturan supir memberitahu- kan secara langsung kepada penumpang sebagai mitra tutur bahwa dia tidak dapat mengantarkan si penumpang dengan alasan malas Kulir, saiukungannya pang panumpangnya. ‘Malas, satu orang saja penumpangnya’.

Pernyataan sopir taksi ini mengimplikasikan penolakan atas permintaan penumpang. Dia langsung mengatakan ketidakinginannya untuk mengantar- kan penumpang tersebut sampai ke dalam terminal yang sesak. Sopir berharap penumpang bersedia menerima penolakannya tersebut.

Penolakan sopir ini sebenarnya tidak konvensional berdasarkan budaya masyarakat Banjar pada umumnya yang identik dengan penolakan secara tidak langsung atau halus. Kesan yang ditimbulkan oleh sopir taksi ini dalam peristiwa tutur adalah angkuh. Sebab berdasarkan parameter kesopanan sopir taksi ini juga telah melanggar dengan jelas. Biasanya dalam kehidupan ma- syarakat Banjar jika berkomunikasi antara penutur yang memiliki tingkat jarak sosial akrab atau tidak, maka menolak dengan langsung pun harus disertai isyarat tubuh yang halus (senyum, tertawa). Dalam kenyataanya peristiwa tutur yang terdapat pada data 1 ini tidaklah demikian. Sopir dengan tanpa ekspresi berkata dengan ketusnya kepada penumpang yang baru dikenalnya itu. Sopir memungsikan bahasa ketusnya sebagai ekspresi emosinya yang mungkin sudah lelah seharian menyetir angkutan umumnya itu namun jumlah penumpang tidaklah memadai.

Wujud Tuturan Menolak Berbentuk Kalimat Perintah (Imperatif)

Kalimat imperatif mengandung maksud memerintah atau meminta agar mitra tutur melakukan sesuatu sebagaimana yang diinginkan si penutur. Kali- mat imperatif berdasarkan data penelitian menunjukkan adanya perintah to- lakan secara tidak langsung yang keras hingga sangat kasar. Wujud tuturan yang dimaksud terdapat pada data berikut.

Tuturan 2.

P : Paman, lawaskah lagi barangkatnya? ‘Paman, lamakah lagi berangkat?’ S : He ih kai ai

‘iya kakek’

P : Kawakah kita barangkat wayahini an, aku handak lakas nah. ‘Bisakah kita berangkat sekarang juga, aku ingin cepat’

S : Mun handak lakas naik mutur saurang, jangan taksi.

‘Kalau ingin cepat gunakan mobil pribadi, jangan agkutan umum’ Konteks Tuturan

Waktu siang hari. Supir taksi yang berada di antrian keberangkatan terminal sedang menunggu penumpang sampai penuh, menolak keras permintaan pe- numpangnya untuk berangkat.

Tuturan supir pada (2) menggunakan kalimat perintah yang cukup keras kepada penumpangnya. Mun handak lakas naik mutur saurang, jangan taksi ‘Kalau ingin cepat gunakan mobil pribadi, jangan agkutan umum’. Padahal penum- pang meminta dengan baik-baik agar supir angkutan berkenan menjalankan mobilnya. Supir taksi angkutan umum ini memerintahkan agar penumpang jangan menyuruhnya memberangkatkan segera kendaraan yang disupirinya karena ia sedang menunggu calon penumpang lainnya yang belum datang. Permintan penumpang tersebut membuat dia sedikit naik pitam, sehingga keluarlah pernyataan yang membuat sakit hati si penumpang.

Pernyataan sopir angkutan ini juga melanggar norma kesantunan berda- sarkan budaya masyarakat Banjar kebanyakan. Berdasarkan parameter ke- santunan, jika jarak usia antara lawan tutur berbeda maka sebaiknya tata kata dijaga agar terjalin saling menghormati. Tidak demikian halnya yang terjadi pada peristiwa tutur ini. Penumpang yang usianya lebih tua dari sopir taksi mendapatkan tuturan penolakan langsung dari sang sopir. Cara sopir mengatakan kalimat itu pun terdengar ketus dan sombong sekali. Luapan emosi sopir ini adalah bukti bahwa bahasa dijadikan media ekspresi jiwa yang sedang marah.

4.1.2 Wujud Tuturan Menolak Berbentuk Kalimat Tanya (Interogatif)

Tuturan interogatif merupakan tuturan yang mengandung maksud mena- nyakan sesuatu kepada mitra tutur. Dengan perkataan lain, apabila seorang penutur bermaksud mengetahui jawaban suatu hal atau keadaan, penutur akan bertutur dengan menggunakan kalimat interogatif kepada si mitra tutur. Berdasarkan data menunjukkan wujud tuturan supir angkutan umum jurusan Martapura yang bermaksud menolak secara tidak langsung berbentuk kalimat interogatif ini, seperti contoh berikut.

Tuturan 3

P : Paman parak sampai pal anam sudahlah? ‘Paman sudah dekat ya kilo meter 6?’ S : Iya

‘Iya’

P : Kawalah diantarakan sampai Pasar Hanyar? ‘Bisakah

S : Napa tih, ulangi pang, siapa tukang antarakan? “Apa, ulangi , siapa yang mengantarkan? Konteks Tuturan

Supir angkutan umum jurusan Martapura yang menyuruh penumpangnya agar mengulangi permintaannya dengan maksud menolak karena ada ang- kutan lain yaitu angkot kuning bisa mengantarkan penumpang tersebut sampai terminal berikutnya.

Tuturan supir (3) berwujud kalimat pertanyaan atau interogatif. Peno- lakan supir terhadap permintaan penumpang memang tidak langsung dinya- takan dengan kata tidak, tetapi melalui pertanyaan balik kepada penumpang. Supir angkutan ini merasa keberatan sekali jika harus mengantarkan sampai pasar Hanyar karena angkutan yang dia supiri hanya boleh sampai terminal induk tidak sampai terminal kecil lainnya. Supir kemungkinan berpikir bahwa penumpang ini tidak pada tempat menyuruhnya sehingga dia pun menjadi keras bicaranya.

Tuturan tidak langsung yang memiliki implikatur penolakan dari sopir taksi ini menunjukkan pelanggaran kesantunan. Budaya Banjar mengenal kali- mat bentakan sebagai bagian dari ketidaksantunan dalam berbicara. Kalimat suruhan yang yang keluar dari mulut sopir taksi ini bernada kemarahan, dia tidak ingin disuruh penumpang untuk mengantarkan penumpangnya lebih jauh lagi.

4.1.3 Wujud Tuturan Menolak Berbentuk Kalimat Seruan (Ekslamatif)

Kalimat ekslamatif adalah kalimat yang digunakan untuk menyatakan seruan terhadap tuturan tertentu. Kalimat ini biasanya menggunakan kata umaa ‘aduh’, nah’nah’, dan ayu ‘ayo’. Contoh kalimat yang dimaksud dalam tuturan supir angkutan umum jurusan Martapura adalah sebagai berikut. Tuturan 4

P : Martapurakah Man? ‘Martapurakah Paman?’ S : Iya, ayu kasi kaina ada pulisi.

‘Iya, ayo cepat nanti ada polisi.’

P : Hadangi satumat Man lah, mahadang kawan lagi dalam gang inya manuju ka sini

S : Umaa, lawasnya lagi, kada nah, aku handak hancap. ‘Aduuh, lamanya , tidak bisa, aku mau cepat!’ Konteks Tuturan

Seorang calon penumpang meminta supir jurusan Martapura di luar terminal induk agar menunggu pemberangkatan sebab masih ada temannya yang ditunggu.

Tuturan (4) menggambarkan kalimat seru bernada tolakan langsung yang dinyatakan oleh supir angkutan umum ini dimaksudkan untuk menolak per- mintaan si penumpang. Supir merasa terlalu lama memberangkatkan ang- kutannya jika teman si calon penumpang masih berada di dalam gang di luar jalan raya. Supir pun menggunakan kata seru dalam kalimat tersebut yang memungkinkan calon penumpang merasa tersinggung. Umaa, lawasnya lagi, kada nah, aku handak hancap! ‘Aduuh, lamanya , tidak bisa, aku mau cepat!’

Berdasarkan empat tuturan yang berwujud contoh kalimat (1) kalimat berita atau pernyataan (deklaratif), (2) kalimat perintah (imperatif), (3) kalimat tanya (interogatif), dan (4) kalimat seruan (eksklamatif) yang terdapat pada peristiwa tutur antara penumpang/calon penumpang dengan supir taksi ju- rusan Martapura, terlihat adanya maksud-maksud tertentu yang ingin disam- paikan supir taksi kepada penumpang/calon penumpang. Maksud yang ter- kandung dalam empat wujud kalimat tersebut ada yang disampaikan baik secara langsung maupun tidak. Secara formal, maksud penutur yaitu supir taksi memang dapat tersampaikan kepada mitra tutur yaitu penumpang/calon penumpang. Namun, ada hal lain yang menjadi proses komunikasi itu menjadi timpang kalau dilihat berdasarkan etika berbahasa karena terjadinya penyim- pangan kesantunan dalam bertutur. Akibat supir angkutan tidak menerapkan prinsip kesopanan ini, dia pun menggunakan ungkapan-ungkapan yang me- rendahkan orang lain sehingga komunikasi berjalan dalam situasi yang tidak kondusif, khususnya bagi diri mitra tutur. Hal ini dapat dijelaskan pada ba- hasan berikutnya.

Dalam dokumen PROSIDING SEMINAR HASIL PENELITIAN BAHAS (1) (Halaman 192-196)