• Tidak ada hasil yang ditemukan

TVRI dan Ruang Publik: Antara Harapan dan Kenyataan Teguh Ratmanto

Fikom Universitas Islam Bandung Jln. Tamansari No. 1 Bandung Email: teguh_ratman@yahoo.com

Abstrak

Undang-undang No.32 tahun 2002 tentang Penyiaran dan Peraturan Pemerintah No.13 tahun 2005 tentang Lembaga Penyiaran Publik TVRI menjadi landasan bagi TVRI untuk mengemban tugasnya sebagai Lembaga Penyiaran Publik TVRI. Status baru TVRI ini mengamanatkan kepada TVRI untuk menjadi Lembaga Penyiaran Publik yang independen, mandiri, imparsial, dan kredibel. Sebagai Lembaga Penyiaran Publik, TVRI mempunyai 3 karakteristik yaitu: 1.) Punya visi untuk memperbaiki kualitas kehidupan publik, bangsa, dan hubungan antar bangsa; 2.) Punya visi untuk menjadi forum diskusi, artikulasi, dan pelayanan kebutuhan publik; dan 3.) Ada pengakuan signifikan terhadap pengawasan dan evaluasi oleh publik sebagai khalayak dan partisipan aktif. Tetapi dalam perjalanannya hingga saat ini, TVRI belum bisa menjalankan fungsi ideal tersebut. TVRI sering dilanda konflik-konflik internal yang menghabiskan energi, disamping itu TVRI juga tidak jarang mengalami intervensi dari pihak-pihak di luar TVRI yang memanfaatkannya, baik untuk kepentingan pribadi maupun kelompoknya. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus dan teori yang digunakan sebagai guidance adalah teori Strukturasi dari Anthony Giddens. Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa, TVRI belum dapat berfungsi sebagai Ruang Publik karena faktor legal, teknologi, dan konstelasi politik yang berkembang pada era Reformasi. Pembentukan LPP TVRI yang ditandai dengan adanya perubahan iklim politik yang telah menggeser pendulum kekuasaan politik dari eksekutif ke legilatif. Agen yang teridentifikasi adalah Anggota Komisi I DPR RI, Pemerintah, KPI, Manajemen TVRI yang terdiri dari Dewas dan Direksi, dan masyarakat yang diwakili oleh Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), interaksi yang terjadi antara agent dan structure berlangsung dinamis tetapi interaksi antar agent terjadi lebih dinamis lagi karena perebutan pengaruh itu berlangsung tidak seimbang karena adanya perbedaan status politik.

Kata kunci: Lembaga Penyiaran Publik, Kepentingan Politik, RuangPublik, agen, struktur

Abstract

Undang-undang No. 32/2002 on Broadcasting and Peraturan Pemerintah No.13/2005 on TVRI as Public Broadcasting Institution are the basis for TVRI to carry out his duties as Public Broadcasting Institution. This new status has mandated TVRI to be independent, impartial, and credible Public Broadcasting Institution. As Public Broadcasting Institution, TVRI has three characteristics are: 1.) Having a vision to improve the quality of public life, the nation, and relations among nations; 2.) Having a vision to become a forum for discussion, articulation, and public service needs; and 3.) There is a significant recognition of the monitoring and evaluation by the public as an audience and an active participant. However on the way to the present, TVRI has not been able to perform the function of the ideal. TVRI often disturbed by internal conflicts and also that TVRI experienced interference from outside parties, either for personal or group interests. The approach used in this study is a case study and theory used as guidance is Structuration theory of Anthony Giddens. The findings of this study indicated that TVRI had not functioned as public sphere caused by legal factors, technology, and political constellation that developed in a era of Reformation. The establishing of LPP TVRI was characterized by a change in the political climate which has shifted the pendulum of political power from the executive to legislative. The identified agent are member of Commission I of the House of Representatives, the Government, KPI, Management TVRI consisting of Dewas and Direksi, NGO, and the people. The interaction that occurs between the agent and the structure were dynamic, but the interaction among the agent occurs more dynamic because of the ongoing struggle for influence was not balanced because of differences in political status.

Keywords: Public Broadcasting Institution, Political Interests, Public Sphere, agent, structure

Runtuhnya rezim Orde Baru pada tahun 1998 telah menandai munculnya Orde Reformasi yang ditandai dengan adanya keterbukaan informasi. Media massa pada masa Reformasi telah

P r o c e e d i n g | C o m i c o s 2 0 1 5

memasuki iklim kebebasan dan tidak lagi dikekang oleh kekuasaan. Iklim kebebasan pada Orde Reformasi ditandai dengan munculnya Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers yang telah menghapuskan ketentuan pembredelan terhadap media cetak yang selama ini telah menghantui media cetak. Seiring dengan runtuhnya rezim Orde Baru, Indonesia memasuki babak baru dalam kehidupan bernegara, yaitu munculnya era Reformasi dimana pada era Reformasi ini terbitlah Peraturan Pemerintah RI Nomor 36 Tahun 2000 yang menetapkan status TVRI berubah menjadi Perusahaan Jawatan di bawah pembinaan Departemen Keuangan. Dua tahun kemudian melalui Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2002 status TVRI diubah lagi menjadi menjadi PT. TVRI (Persero) di bawah pembinaan Kantor Menteri Negara BUMN. Terakhir, melalui Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, TVRI ditetapkan sebagai Lembaga Penyiaran Publik yang berbentuk badan hukum yang didirikan oleh Negara. Berdasarkan amanat Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 tahun 2002 tentang Penyiaran, TVRI ditetapkan sebagai Lembaga Penyiaran Publik yang berbentuk badan hukum yang didirikan oleh Negara dan diresmikan pada 24 Agustus 2006. Semangat yang mendasari lahirnya TVRI sebagai Lembaga Penyiaran Publik adalah untuk melayani informasi untuk kepentingan publik, bersifat netral, mandiri dan tidak komersial. Peraturan Pemerintah Nomor 13 tahun 2005 menetapkan bahwa tugas TVRI adalah memberikan pelayanan informasi, pendidikan dan hiburan yang sehat, kontrol dan perekat sosial, serta melestarikan budaya bangsa untuk kepentingan seluruh lapisan masyarakat melalui penyelenggaraan penyiaran televisi yang menjangkau seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Setelah Era Reformasi ini ternyata TVRI belum dapat menjalankan fungsinya sebagai Lembaga Penyiaran Publik.

Stasiun TVRI mengudara dengan tujuan memberikan tontonan yang dapat memberikan informasi bermanfaat dan mendidik bagi seluruh lapisan masyarakat khususnya di Indonesia. Konten program yang dimiliki TVRI adalah informasi, edukasi, dan hiburan. Konten tersebut disesuaikan lagi dengan target audience yang dituju, yaitu anak-anak, remaja, dan dewasa, serta program unggulan yang bernilai kepublikan, mendidik, mencerahkan, membangun citra bangsa, dan memperkuat ketahanan NKRI. Untuk mewujudkan hal tersebut maka TVRI memiliki misi sebagai berikut:

1. Menyelenggarakan siaran yang menghibur, mendidik, informatif secara netral, berimbang, sehat, dan beretika untuk membangun budaya bangsa dan mengembangkan persamaan dalam keberagaman.

2. Menyelenggarakan layanan siaran multiplatfrom yang berkualitas dan berdaya saing. 3. Menyelenggarakan tata kelola lembaga yang modern, transparan dan akuntabel.

4. Menyelenggarakan pengembangan dan usaha yang sejalan dengan tugas pelayanan publik. 5. Menyelenggarakan pengelolaan sumber daya proaktif dan andal guna meningkatkan

pelayanan publik dan kesejahteraan pegawai (Yayat Ruchiyat, Selamatkan TVRI, Pikiran Rakyat, Edisi Ahad 4 Agustus 2002)

Dalam kaitannya dengan TVRI sebagai Lembaga Penyiaran Publik, Rachmiatie (2006:87) menyebutkan ada 3 karakteristik Lembaga Penyiaran Publik, yaitu:

1. Punya visi untuk memperbaiki kualitas kehidupan publik, bangsa, dan hubungan antar bangsa.

3. Ada pengakuan signifikan terhadap pengawasan dan evaluasi oleh publik sebagai khalayak dan partisipan aktif.

Salah satu perubahan mendasar dalam dunia pertelevisian Indonesia, menurut Undang- undang No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, terdapat pada bagian ketiga, pasal 13 ayat 2 butir a yang menyebutkan adanya Lembaga Penyiaran Publik yang kemudian dijelaskan lebih lanjut pada bagian keempat pasal 14 dan 15. Hal ini penting, karena, menurut Sendjaja (2006:42):

1. dalam konteks demokrasi kehidupan berbangsa dan penguatan civil society maka sejatinya publik berhak mendapatkan siaran yang lebih mencerdaskan, lebih mengisi kepala dengan sesuatu yang lebih bermakna daripada sekedar menjual kepala kepada pemasang iklan

melalui logika rating.

2. dalam konteks tersebut maka kebutuhan akan siaran yang tersedia secara geografis merupakan sesuatu yang tidak bisa ditawar lagi.

3. penyiaran publik merupakan entitas penyiaran yang memiliki concern lebih terhadap identitas dan kultur nasional.

4. demokratisasi media meniscayakan adanya suatu lembaga penyiaran yang bersifat independen, baik dari kepentingan Negara maupun kepentingan komersial.

Frekuensi adalah milik publik sehingga harus dipergunakan untuk sebesar-besarnya kepentingan publik. Televisi adalah media penyiaran yang menggunakan

frekuensi, oleh karena itu, merupakan suatu hal yang sangat wajar bahwa televisi harus memperhatikan kepentingan publik. Tetapi pada kenyataannya TVRI masih belum dapat mengemban tugas tersebut, masih sering terjadi dinamika politik dalam pengelolaan TVRI.

Metode Penelitian

Untuk mencapai tujuan dalam penelitian ini maka Metode Studi kasus dianggap sebagai metode yang pali g tepat. Me u ut ‘o e t K Yi , Studi kasus adalah suatu inkuiri empiris yang menyelidiki fenomena di dalam konteks kehidupan nyata, bilamana batas-batas antara fenomena dan konteks tak tampak dengan tegas, dan dimana; ultisu e di a faatka Yi , :18), Yin ke udia e a ahka ah a, studi kasus le ih dikehe daki u tuk ela ak pe isti a-peristiwa kontemporer, bila peristiwa-peristiwa yang bersangkutan tak dapat dimanipulasi (Yin, 2009:12).

Meskipun, ada beberapa kritikan terhadap studi kasus ini, ada beberapa kelebihan studi kasus yang perlu dicatat, yaitu,

There are some strengths of case study. For example, it enables the researcher to gain a holistic view of a certain phenomenon or series of events and can provide a round picture since many sources of evidence were used. Another advantage is that case study can be useful in capturing the emergent and immanent properties of life in organizations and the ebb and flow of organizational activity (Noor, 2008)

Studi kasus merupakan bentuk penelitian empiris yang meneliti fenomena aktual terutama ketika batas-batas antara fenomena dan konteks menjadi tidak jelas. Studi kasus berfokus pada menampilkan realitas dengan mengetahui keragaman dan kekhususan obyeknya. Hasil akhir yang ingin diperoleh dari suatu studi kasus adalah menjelaskan keunikan kasus yang dikaji yang berkaitan dengan hakikat kasus, latar belakang historis, konteks kasus dan permasalahan lain di sekitar kasus yang dikaji. Disain yang digunakan studi kasus yang digunakan adalah single case multi analysis. Data

P r o c e e d i n g | C o m i c o s 2 0 1 5

diperoleh dengan melakukan wawancara kepada direktur TVRI, KPI, tokoh masyarakat, wakil media, dan analisis berita tentang TVRI.

Temuan Penelitian Aspek Legal TVRI

Pada tanggal 28 Desember 2002 dengan melalui Undang-undang (UU) nomor 32 tahun 2002 tentang Penyiaran status TVRI berubah menjadi Lembaga Penyiaran Publik (LPP), seperti yang tercantum pada pasal 13 ayat (2) huruf a. Status LPP ini diperkuat lagi dengan muncul Peraturan Pemerintah (PP) nomor 13 tahun 2005 tentang Lembaga Penyiaran Publik Televisi Republik Indonesia. Pada tanggal 24 Agustus 2006 ketika TVRI berulang tahun yang ke-44 TVRI dinyatakan secara resmi menjadi Lembaga Penyiaran Publik. Yang dimaksudkan dengan Lembaga Penyiaran Publik menurut Undang-undang Penyiaran nomor 32 tahun 2002 tentang Penyiaran pasal 14 ayat (1) adalah

Lembaga Penyiaran Publik sebagaimana dimaksud dalam pasal 13 ayat (2) huruf a adalah lembaga penyiaran yang berbentuk badan hukum yang didirikan oleh negara, bersifat independen, netral, tidak komersial, dan berfungsi memberikan layanan untuk kepentingan masyarakat.

Untuk menjelaskan mengenai Lembaga Penyiaran Publik ini pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) nomor 13 tahun 2005 tentang Lembaga Penyiaran Publik TVRI yang pada pasal 2 ayat (1) menyebutkan bahwa,

Dengan Peraturan Pemerintah ini PT TVRI (Persero) yang didirikan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2002 dialihkan bentuknya menjadi Lembaga Penyiaran Publik Televisi Republik Indonesia, selanjutnya disebut TVRI, dan merupakan badan hukum yang didirikan oleh negara.

Status badan hukum yang didirikan oleh negara yang disandang oleh LPP TVRI ini yang merujuk pada Undang-undang Penyiaran nomor 32 tahun 2002 tentang Penyiaran dan Peraturan Pemerintah (PP) nomor 13 tahun 2005 tentang Lembaga Penyiaran Publik Televisi Republik Indonesia ternyata menyimpan potensi permasalahan. Menurut Undang-undang (UU) nomor 19 tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) pasal 9 menyebutkan bahwa BUMN hanya terdiri dari Persero dan Perum. Penjelasan pasal 9 pada angka VII menyebutkan.

memperhatikan sifat usaha BUMN yaitu untuk menumpuk keuntungan dan melaksanakan kemanfaatan umum, dalam undang-undang ini BUMN disederhanakan menjadi dua bentuk yaitu Perusahaan Perseroan (Persero) yang bertujuan memupuk keuntungan dan sepenuhnya tunduk pada ketentuan UU nomor 1 tahun 1995 tentang Perseroan terbatas, serta Perusahaan umum (Perum) yang dibentuk oleh pemerintah untuk melaksanakan usaha sebagai implementasi kewajiban pemerintah guna menyediakan barang dan jasa tertentu untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Untuk bentuk usaha perum, walaupun keberadaannya untuk melaksanakan kemafaatan umum, namun demikian sebagai badan usaha diupayakan untuk tetap mandiri dan untuk itu Perum harus diupayakan juga untuk mendapat laba agar bisa hidup berkelanjutan.

LPP TVRI jelas tidak dapat dikategorikan sebagai Badan Usaha Milik Negara baik Perjan maupun Persero karena sesuai dengan Undang-undang nomor 32 tahun 2002, pasal 14 ayat (1), LPP TVRI bersifat tidak komersil. Ketidakjelasan Badan Hukum ini menjadikan nasib anggaran LPP TVRI juga

menjadi tidak jelas karena di dalam struktur APBN nomenklatur Lembaga Penyiaran Publik tidak ada sehingga anggaran LPP TVRI mengambil dari alokasi anggaran yang lain. Dalam kaitan dengan status hukum LPP TVRI yang tidak jelas, hal ini berimbas pada kinerja yang tidak maksimal.

Pembentukan badan hukum LPP untuk TVRI dan RRI yang didirikan oleh negara menjadi tidak jelas keberadaannya dan status badan hukumnya. Hal ini yang kemudian menyebabkan TVRI dan RRI banyak menghadapi kendala dalam mengoptimalkan kinerjanya, terutama terkait dengan ketersediaan anggaran, eksistensi dan kompetensi SDM, pengelolaan dan pemeliharaan alat peralatan siaran dan pemancar serta asset yang dimiliki lainnya, dan yang lebih penting adalah antisipasi pemidahan teknologi digitalisasi pada penyiaran publik.(Budiman, 2013:18)

Aspek Infrastruktur dan Teknologi Penyiaran

Pada awal pendiriannya TVRI didukung dengan dua pemancar dengan daya 100 watt dan 10 kv dengan tower setinggi 80 meter. Pada tahun 1963 mulailah dirintis stasiun penyiaran daerah dimulai dengan stasiun Yogyakarta yang memulai siarannya pada akhir tahun 1964. Berikutnya didirikanlah secara berturut-turut stasiun TVRI daerah Medan, Surabaya, Makasar, Manado, Denpasar yang berfungsi sebagai stasiun penyiaran. Mulai tahun 1977, mulailah dibentuk Stasiun Produksi Keliling (SPK) di setiap ibukota propinsi yang berfungsi yang berfungsi sebagai perwakilan di daerah dan bertugas untuk memproduksi dan merekam paket acara untuk dikirim dan disiarkan melalui TVRI stasiun pusat Jakarta.

Saat ini LPP TVRI memiliki 27 stasiun penyiaran yang terdiri dari 11 (sebelas) stasiun penyiaran kelas A, 13 (tiga belas) stasiun penyiaran kelas B, dan 3 (tiga) stasiun penyiaran kelas C. TVRI pusat didukung oleh 376 satuan transmisi yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Stasiun Daerah tersebut berada di Nangroe Aceh Darussalam, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Jawa barat dan Banten, Jawa Tengah, Jogjakarta, Jawa Timur, Bali, Sulawesi Selatan, Kalimantan Timur, Sumatera Barat, Jambi, Riau dan Kepulauan Riau, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Papua, Bengkulu, Lampung, Maluku dan Maluku Utara, Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, Gorontalo, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, dan Sulawesi Tenggara.

Kriteria klasifikasi stasiun penyiaran dalam buku cetak biru Kebijaksanaan Umum, Kebijaksanaan Penyiaran, Kebijaksanaan Kelembagaan dan Sumber Daya Televisi Republik Indonesia (TVRI) tahun 2006 – 2011 yang ditetapkan Dewas LPP TVRI tanggal 15 Januari 2007 dengan Peraturan Dewas No. 01/PRTR/DEWAS-TVRI/2007, disebutkan bahwa klasifikasi TVRI Stasiun Daerah didasarkan kepada pertimbangan :

1. Faktor lokasi (ibukota provinsi, dan atau perbatasan langsung dengan negara tetangga), 2. Luas jangkauan siaran,

3. Jumlah jam siaran,

4. Persentase mata acara yang diproduksi sendiri, 5. Aset yang dikelola,

6. Sumber daya manusia, dan

7. Faktor penentu lainnya dari masing-masing stasiun penyiaran.

Dalam hal jangkauan siaran dan stasiun penyiaran TVRI kondisinya sekarang ini cukup memprihatinkan keterbatasan dan kesulitan keuangan yang dialami oleh manajemen TVRI.

Kendala terkait dengan pemancarluasan isi saran di antaranya sarana dan prasarana penyiaran khususnya untuk stasiun penyiaran di daerah baik jumlah maupun usianya sudah

P r o c e e d i n g | C o m i c o s 2 0 1 5

tua dengan kemampuan yang sangat terbatas. Kondisi pemancar juga sudah sangat tua dan mengalami penurunan kemampuan untuk memancarkan isi siaran.(Budiman, 2013:18) Kondisi infrastruktur dan teknologi penyiaran sekarang ini jauh dari ideal. Penutupan Departemen Penerangan, yang menjadi induk TVRI, pada tahun 2000 oleh presiden Abdurrahman Wahid telah membawa dampak tidak menguntungkan bagi perkembangan TVRI. Luas cakupan (coverage) TVRI yang pada era sebelumnya mencapai lebih dari 80% wilayah Indonesia kini turun menjadi sekitar 43% dari seluruh wilayah Indonesia.

Jadi kita sebenarnya terjadi penurunan itu, dari 82% menjadi 34%, karena tidak ada pembangunan pemancar dari tahun 2000, semenjak Deppen dibubarkan, tidak ada lagi pembangunan pemancar, yang ada hanya operasional dan operasional, sementara untuk biaya pemeliharaannya juga tidak ada, itulah akibatnya turun, sehingga jangkauan siaran turun dari 82% menjadi 34,17%, ini kondisi real sampai tahun 2007, 2006 (Penjelasan Farhat Syukri, Dirut LPP TVRI periode 2012-2017 pada RDP dengan Komisi I DPR RI tanggal 1 Juli 2013).

Kondisi jangkauan siaran TVRI ini terus berlanjut seperti itu karena tidak ada anggaran untuk belanja modal dan investasi. Perubahan status hukum TVRI menjadi Perjan lalu Persero tidak membawa perubahan yang berarti bagi perkembangan infrastruktur TVRI, bahkan pada awal status hukumnya berubah dari Persero menjadi LPP TVRI kondisi infrastruktur penyiarannya tetap tidak berubah.

Nah ketika TVRI berubah statusnya menjadi TV Publik berdasarkan Undang-undang nomor 32 tahun 2002, TVRI mendapat mata anggaran 99. Mata anggaran tersebut tidak dipergunakan untuk belanja modal, investasi. Dampaknya berpengaruh kepada pengadaan peralatan produksi dan penyiaran, dampaknya itu Pak. Kenapa di daerah-daerah tidak dapat menikmati siaran TVRI atau tadi Bapak sampaikan, mati listrik, karena dieselnya juga sudah off (ibid)

Disamping itu, TVRI juga sedang mempersiapkan pembentukan perwakilan luar negeri. Dalam hal penguatan infrastruktur dan teknologi penyiaran, TVRI melalui Kebijakan LPP TVRI tahun 2011-2016 telah menyiapkan hal-hal sebagai berikut:

1. Menyusun road map pengembangan infrastuktur dan teknologi penyiaran yang mengacu pada road map infrastruktur Televisi Digital nasional.

2. Merancang dan menyelenggarakan penyiaran multicasting dengan sarana multi platform (terrestrial, kabel, satelit, dan internet) serta melakukan diversifikasi pelayanan berbasis nilai tambah di bidang penyiaran televisi digital.

3. Merancang, mengadakan, dan mengelola infrastruktur produksi dengan menerapkan Media Asset Management, termasuk di dalamnya sistem kearsipan audiovisual (archiving system) secara sistematis dan integral untuk mendukung fungsi layanan interaktif.

4. Mempersiapkan infrastruktur penyiaran, jaringan, dan pengembangan sistem teknologi, organisasi, dan tata kerja sistem on-line khususnya untuk wilayah pemekaran provinsi dan pembentukan perwakilan luar negeri secara bertahap.

5. Merancang, mengimplementasikan, dan mengembangkan sistem teknologi informasi penyiaran (broadcasting) dan fungsi pendukung (back office support) yang terintegrasi untuk mendukung terselenggaranya sistem penyiaran yang modern dan efisien.

6. Merancang dan membangun sistem teknologi penunjang pengembang organisasi yang kompetitif dan adaptif terhadap tuntutan perubahan serta tetap menjaga kelestarian lingkunan (green broadcasting, green office, green building dan green ICT)

Gagasan untuk mengadopsi dan mengimplementasikan siaran digital di Indonesia telah mulai sejak tahun 2000, tetapi mulai serius digarap pada tahun 2007 dengan munculnya Peraturan Menteri (Permen) Kominfo nomor 07 /PER/M.KOMINFO/3/2007 dan diharapkan pada tahun 2018 seluruh siaran televisi di Indonesia telah berformat digital. Manfaat format digital menurut Weber dan Tom (dalam Yusuf, 2012:180) bagi konsumen/khalayak:

1. Peningkatan kualitas video (termasuk reproduksi warna yang lebih baik, resolusi pixel yang lebih tinggi, frame gambar yang progresif.

2. Pilihan audio yang banyak.

3. Tersedianya Random Access Storage yang memungkinkan akses lebih cepat.

4. Time shifting (pelanggan dapat mengintervensi siaran, misalnya dapat membertikan respon secara langsung)

Hubungan Struktur dan Agen

Struktur sosial terbentuk dari tindakan-tindakan agen-agen individual yang berulang-ulang (repetition). Tindakan sehari-hari yang dilakukan oleh agen, yaitu anggota DPR, khususnya anggota komisi I DPR RI, Pemerintah, Dewas dan Direksi TVRI, dan LSM, akan memperkuat dan mereproduksi seperangkat ekspektasi yang dalam bahasa para sosiolog disebut se agai struktur sosial aitu

Undang-undang nomor 32 tahun 2002 tentang Penyiaran dan Peraturan Pemerintah nomor 13 tahun 2005 tentang Lembaga Penyiaran Publik TVRI. Realitas sosial tercipta karena adanya interaksi antara struktur dan agen, dimana tidak ada yang dominan diantara keduanya. Pada model penelitian ini ternyata status agen tidak lah sama tetapi bersifat hirarkis. Berdasarkan struktur yaitu UU nomor 32 tahun 2002 dan PP nomor 13 tahun 2005. Direksi TVRI dipilih oleh Dewan Pengawas, sedangkan dewan Pengawas ditetapkan melalu SK Presiden berdasarkan usulan dari DPR RI, khususnya Komisi I. Sebaliknya pemberhentian Dewas juga diajukan oleh DPR RI dan akan resmi secara yuridis bila sudah keluar SK Presiden. Kekuasaan Komisi I DPR RI sangat besar terhadap Dewan Pengawas sehingga Dewas lebih sering berhubungan dengan Komisi I ketimbang dengan Pemerintah. Sementara itu di sisi lain, LSM yang mewakili kepentingan-kepentingan masyarakat hanya mampu memberikan masukan atau kritik terhadap wacana yang sedang hangat. Konsep strukturasi kemudian dikembangkan lagi oleh Mosco dengan memasukkan aspek kekuasaan, dimana disini tampak, bahwa DPR dan Pemerintah, meskipun ia sebagai agen, ia memiliki kekuatan lebih, yang pada tataran tertentu dapat mengubah struktur yang ada. Pemerintah dan DPR sama-sama punya hak untuk mengajukan Rencana undang-undang, Pemerintah juga dapat mengajukan Perppu dan Peraturan Pemerintah. Di sini hubungan struktur dan agen tidaklah bersifat alamiah, tetapi ditandai dengan adanya hubungan sub-ordinasi antara agen, bahkan sampai level tertentu sudah meluas dari konsep