• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Deskripsi Karakteristik Variabel Penelitian

4.2. Hasil Pengujian Hipotesis dan Pembahasan

4.2.1. Hipotesis-1: Makroekonomi dan Struktur Modal terhadap Likuiditas

4.2.1.3. Uji Parsial (t-test) Hipotesis-1

Terlihat bahwa peran struktur modal sangat dominan terhadap pembentukan likuiditas precautionary, dimana nilai koefisien keseluruhan struktur modal sebesar -0.498 dan didominasi oleh LTA sebesar -0.50, sedangkan likuiditas involuntary lebih dipengaruhi oleh makroekonomi dengan total koefisien sebesar 4.478 dan didominasi oleh BI Rate sebesar 4.476. Sehingga dapat dikatakan strategi bank asing terkait likuiditas precautionary menggunakan strengths and weaknesses bank dan opportunities and threats untuk likuiditas involuntary. Berikut adalah hasil pengujian masing-masing hipotesis:

H-1.1. BI Rate Berpengaruh Positif terhadap Likuiditas Precautionary Bank Asing

Sesuai hasil regresi metode REM pada tabel dan model regresi diatas, diketahui bahwa koefisien variabel BI Rate sebesar -0.125145 menunjukkan bahwa setiap kenaikan variabel BI Rate sebesar 1% maka likuiditas precautionary akan menurun sebesar 0.125%, ceteris paribus. Hal ini bertentangan dengan hipotesis awal dimana diekspektasi kebijakan suku bunga BI Rate berpengaruh positif terhadap likuiditas precautionary.

Hasil penelitian ini juga membantah temuan Malik dan Rafique (2013); Singh dan Sharma (2016) dimana mereka menemukan bahwa kebijakan moneter suku bunga berpengaruh positif terhadap likuiditas.

BI Rate berpengaruh negatif terhadap likuiditas precautionary karena kenaikan BI Rate menunjukkan adanya pengetatan kebijakan moneter dengan menyerap likuiditas yang berlebih di pasar yang mengakibatkan ketersediaan likuiditas di pasar berkurang dan pada akhirnya menurunkan cadangan likuiditas bank khususnya dana pihak ketiga (Holod dan Peek, 2007).

Menurut Madura (2007), Federal Reserve Bank (The Fed) mempengaruhi pasokan dan permintaan uang beredar melalui kebijakan suku bunga sehingga berdampak terhadap risiko dan penciptaan likuiditas. Kebijakan moneter ketat

LPit = 0.485398 - 0.125145BIRATEit - 0.001290INFLit +1.96E-05EXCHit

- 0.018662PUABit - 0.502330LTAit + 6.63E-05LTCEMAit +

0.004064TPFCEMAit + e1it

LIit = 0.104752 + 4.476885BIRATEit - 0.01467INFLit - 2.61E-05EXCHit

+ 0.016404PUABit + 0.159772LTAit + 0.004842LTCEMAit - 0.002893TPFCEMAit + e2it

yang dilakukan oleh The Fed akan berdampak signifikan terhadap cadangan likuiditas, sehingga kenaikan suku bunga The Fed akan mengakibatkan kurangnya pasokan likuiditas dipasar oleh lembaga keuangan depositori (depository institution) dan pada akhirnya berkurangnya dana pihak ketiga yang merupakan sumber dana murah bank (Holod dan Peek, 2007).

Lebih jauh Chen dan Phuong (2014) menambahkan bahwa apabila bank memiliki dana likuid maka bank tersebut akan menggunakannya untuk mendukung pertumbuhan kreditnya dibanding meningkatkan biaya dana dengan mengumpulkan dana pihak ketiga pada saat kebijakan moneter suku bunga meningkat, sehingga akan menurunkan jumlah likuiditas yang disimpan oleh bank. Karena sifatnya berjaga-jaga dan ditujukan untuk pemenuhan regulasi dan mendukung operasional, maka likuiditas precautionary tidak terlalu sensitive terhadap perubahan BI Rate (Saxeegard, 2006).

H-1.2. Inflasi (INFL) Berpengaruh Negatif terhadap Likuiditas Precautionary Bank Asing

Sesuai hasil regresi metode REM pada tabel dan model regresi diatas, diketahui bahwa koefisien variabel inflasi (INFL) sebesar -0.001290 menunjukkan bahwa setiap kenaikan variabel inflasi sebesar 1% maka likuiditas precautionary akan turun sebesar 0.0013%, ceteris paribus. Hal ini sejalan dengan hipotesis awal dimana diekspektasi inflasi berpengaruh negatif terhadap likuiditas precautionary.

H-1.3. Nilai Tukar (EXCH) Berpengaruh Negatif terhadap Likuiditas Precautionary Bank Asing

Sesuai hasil regresi metode REM pada tabel dan model regresi diatas, diketahui bahwa koefisien variabel nilai tukar (EXCH) sebesar 1.96E-05 menunjukkan bahwa setiap kenaikan (depresiasi) variabel nilai tukar Rupiah terhadap US Dollar sebesar Rp.1 maka likuiditas precautionary akan meningkat sebesar 0.00002%, ceteris paribus. Hal ini bertentangan dengan hipotesis awal dimana diekspektasi nilai tukar berpengaruh negatif terhadap likuiditas precautionary.

Hasil penelitian juga bertentangan dengan temuan Guillou dan Schiavo (2011) dan Sun, et.al., (2014) dimana likuiditas cenderung meningkat sejalan dengan terjadinya penguatan terhadap nilai tukar mata uang. Selain itu Tabak (2006); Bunda dan Desquilbet (2008) dan Chan, Hameed, dan Kang (2012) juga menemukan bahwa menguatnya nilai tukar secara tidak langsung akan meningkatkan likuiditas. Hal ini disebabkan karena penelitian yang dilakukan sebelumnya umumnya tidak membedakan jenis likuiditas sebagai unsur jaga (precautionary) dan kelebihan likuiditas yang melampaui kebutuhan berjaga- berjaga-jaga (involuntary) yang dipengaruhi oleh makroekonomi dan struktur modal bank. Sehingga likuiditas yang dimaksudkan oleh peneliti sebelumnya adalah komponen likuiditas involuntary.

Alasan lain mengapa nilai tukar memiliki hubungan positif terhadap likuiditas disebabkan karena bank asing memiliki likuiditas yang didominasi oleh valuta asing termasuk dana pihak ketiga, sehingga kenaikan dana pihak ketiga akan meningkatkan GWM valuta asing sebesar persentase tertentu dari dana pihak

ketiga tersebut. Meningkatknya GWM akan meningkatkan likuiditas precautionary dan melemahnya nilai rupiah terhadap US Dollar akan mengakibatkan meningkatnya jumlah likiditas precautionary secara konsolidasi.

H-1.4. Suku Bunga Pasar Uang Antar Bank (PUAB) Berpengaruh Positif terhadap Likuiditas Precautionary Bank Asing

Sesuai hasil regresi metode REM pada tabel dan model regresi diatas, diketahui bahwa koefisien variabel suku bunga pasar uang antar bank (PUAB) sebesar -0.018662 menunjukkan bahwa setiap kenaikan variabel PUAB sebesar 1% maka likuiditas precautionary akan menurun sebesar 0.019%, ceteris paribus. Hal ini bertentangan dengan hipotesis awal dimana diekspektasi PUAB berpengaruh positif terhadap likuiditas precautionary.

Temuan penelitian ini juga bertolak belakang dengan hasil penelitian dari Pilbeam (2005); Delechat, et.al. (2012); Tesfaye (2012); El Khoury (2015); Engida (2015); Sudirman (2014) yang menemukan bahwa semakin tinggi suku bunga jangka pendek maka akan meningkatkan posisi likuiditas bank atau dapat dikatakan bahwa suku bunga PUAB berpengaruh positif terhadap likuiditas bank, karena tingginya suku bunga antar bank, maka bank-bank akan menahan likuiditasnya sehingga cenderung meningkatkan posisi likuiditas bank.

Suku bunga PUAB berpengaruh negatif terhadap likuiditas precautionary disebabkan karena umumnya bank asing dalam pasar uang sebagai big player dan bank asing memiliki cadangan likuiditas yang berlebih sehingga lebih sering bertindak sebagai pemberi pinjaman (lender) dibanding menjadi penerima pinjaman (borrower) dalam pasar uang antar bank. Sehingga meningkatnya suku bunga PUAB akan mendorong bank asing untuk lebih aktif menjadi lender dibanding borrower sehingga aktifitas di pasar uang ini akan mengurangi likuiditas precautionary-nya. Hal ini juga sejalan dengan hasil penelitian Wuryandani, et.al., (2014), dimana mereka menemukan bahwa suku bunga PUAB memiliki pengaruh negatif terhadap likuiditas bank meskipun tidak signifikan dan hanya berpengaruh terhadap likuiditas bank-bank kecil. Suku bunga PUAB berpengaruh negatif meskipun tidak signifikan terhadap likuiditas bank (Yimer, 2016).

H-1.5. Leverage to Total Asset (LTA) Berpengaruh Positif terhadap Likuiditas Precautionary Bank Asing

Sesuai hasil regresi metode REM pada tabel dan model regresi diatas, diketahui bahwa koefisien variabel leverage to total asset (LTA) sebesar -0.502330 menunjukkan bahwa setiap kenaikan variabel LTA sebesar 1% maka likuiditas precautionary akan menurun sebesar 0.50%, ceteris paribus. Hal ini

bertentangan dengan hipotesis awal dimana diekspektasi LTA berpengaruh

positif terhadap likuiditas precautionary.

Hasil pengujian hipotesis mendukung beberapa penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Sing dan Tandon (2013); Williamson (1988); Cebenoyan dan Strahan (2004); Memmel dan Raupach (2010); Lei dan Song (2013) yang menemukan bahwa level utang (debt/leverage) bank dibatasi oleh likuiditas dari aset yang dimilikinya dan tergantung pada rata-rata leverage pada sektor industri

perbankan, sehingga dapat dikatakan bahwa struktur modal berpengaruh negatif terhadap likuiditas.

LTA berpengaruh negatif terhadap likuiditas precautionary dikarenakan perbandingan dana pihak ketiga dibanding total kewajiban bank asing selama 11 tahun terakhir menunjukkan trend yang menurun (lihat tabel 1.2) atau dapat dikatakan dana pihak ketiga semakin berkurang dan digantikan dengan pinjaman antar bank dan/atau dana dari kantor pusatnya untuk mendukung pembiayaan asetnya. Menurunnya dana pihak ketiga maka likuiditas precautionary juga berkurang karena menurunnya porsi GWM yang harus dipersiapkan.

Disisi lain, meningkatkan LTA dengan komposisi dana mahal yang mencapai 45% (lihat tabel 1.2) membuat bank asing harus mengurangi stok likuiditasnya untuk disalurkan kedalam aset produktif yang berisiko seperti kredit agar terhindar dari negative spread atau berkurangnya pendapatan bunga. Penyaluran kredit akan menggerus persediaan likuiditas bank.

H-1.6. Leverage to CEMA (LTCEMA) Berpengaruh Positif terhadap Likuiditas Precautionary Bank Asing

Sesuai hasil regresi metode REM pada tabel dan model regresi diatas, diketahui bahwa koefisien variabel Leverage to CEMA (LTCEMA) sebesar 6.63E-05 menunjukkan bahwa setiap kenaikan variabel LTCEMA sebesar 1% maka likuiditas precautionary akan meningkat sebesar 0.00007%, ceteris paribus. Hal ini sejalan dengan hipotesis awal dimana diekspektasi LTCEMA berpengaruh positif terhadap likuiditas precautionary.

H-1.7. Third Party Fund to CEMA (TPFCEMA) Berpengaruh Positif terhadap Likuiditas Precautionary Bank Asing

Sesuai hasil regresi metode REM pada tabel dan model regresi diatas, diketahui bahwa koefisien variabel Third Party Fund to CEMA (TPFCEMA) sebesar 0.004064 menunjukkan bahwa setiap kenaikan variabel TPFCEMA sebesar 1% maka likuiditas precautionary akan meningkat sebesar 0.0041%, ceteris paribus. Hal ini sejalan dengan hipotesis awal dimana diekspektasi TPFCEMA berpengaruh positif terhadap likuiditas precautionary.

H-1.8. BI Rate Berpengaruh Positif terhadap Likuiditas Involuntary Bank Asing

Sesuai hasil regresi metode REM pada tabel dan model regresi diatas, diketahui bahwa koefisien variabel BI Rate sebesar 4.476885 menunjukkan bahwa setiap kenaikan variabel BI Rate sebesar 1% maka likuiditas involuntary akan meningkat sebesar 4.48%, ceteris paribus. Hal ini sejalan dengan hipotesis awal dimana diekspektasi BI Rate berpengaruh positif terhadap likuiditas involuntary karena setiap kenaikan BI Rate akan mempengaruhi keinginan bank untuk menempatkan likuiditasnya dalam surat berharga Pemerintah dan Bank Indonesia, sehingga meningkatkan likuiditas involuntary-nya.

H-1.9. Inflasi (INFL) Berpengaruh Negatif terhadap Likuiditas Involuntary Bank Asing

Sesuai hasil regresi metode REM pada tabel dan model regresi diatas, diketahui bahwa koefisien variabel inflasi (INFL) sebesar -0.014673 menunjukkan

bahwa setiap kenaikan variabel inflasi sebesar 1% maka likuiditas involuntary akan menurun sebesar 0.015%, ceteris paribus. Hal ini sejalan dengan hipotesis awal dimana diekspektasi inflasi berpengaruh negatif terhadap likuiditas involuntary.

H-1.10. Nilai Tukar (EXCH) Berpengaruh Negatif terhadap Likuiditas Involuntary Bank Asing

Sesuai hasil regresi metode REM pada tabel dan model regresi diatas, diketahui bahwa koefisien variabel nilai tukar (EXCH) sebesar -2.61E-05 menunjukkan bahwa setiap kenaikan (depresiasi) variabel nilai tukar rupiah terhadap US Dollar sebesar Rp.1 maka likuiditas involuntary akan menurun sebesar 0.000026%, ceteris paribus. Hal ini sejalan dengan hipotesis awal dimana diekspektasi nilai tukar berpengaruh negatif terhadap likuiditas involuntary.

H-1.11. Suku Bunga Pasar Uang Antar Bank (PUAB) Berpengaruh Positif terhadap Likuiditas Involuntary Bank Asing

Sesuai hasil regresi metode REM pada tabel dan model regresi diatas, diketahui bahwa koefisien variabel suku bunga pasar uang antar bank (PUAB) sebesar 0.016404 menunjukkan bahwa setiap kenaikan variabel suku bunga PUAB sebesar 1% maka likuiditas involuntary akan meningkat sebesar 0.02%, ceteris paribus. Hal ini sejalan dengan hipotesis awal dimana diekspektasi suku bunga PUAB berpengaruh positif terhadap likuiditas involuntary.

H-1.12. Leverage to Total Assets (LTA) Berpengaruh Positif terhadap Likuiditas Involuntary Bank Asing

Sesuai hasil regresi metode REM pada tabel dan model regresi diatas, diketahui bahwa koefisien variabel leverage to total asset (LTA) sebesar 0.159772 menunjukkan bahwa setiap kenaikan variabel LTA sebesar 1% maka likuiditas involuntary akan meningkat sebesar 0.16%, ceteris paribus. Hal ini sejalan dengan hipotesis awal dimana diekspektasi LTA berpengaruh positif terhadap likuiditas involuntary.

H-1.13. Leverage to CEMA (LTCEMA) Berpengaruh Positif terhadap Likuiditas Involuntary Bank Asing

Sesuai hasil regresi metode REM pada tabel dan model regresi diatas, diketahui bahwa koefisien variabel leverage to CEMA (LTCEMA) sebesar 0.004842 menunjukkan bahwa setiap kenaikan variabel LTCEMA sebesar 1% maka likuiditas involuntary akan meningkat sebesar 0.005%, ceteris paribus. Hal ini sejalan dengan hipotesis awal dimana diekspektasi LTCEMA berpengaruh positif terhadap likuiditas involuntary.

H-1.14. Third Party Fund to CEMA (TPFCEMA) Berpengaruh Positif terhadap Likuiditas Involuntary Bank Asing

Sesuai hasil regresi metode REM pada tabel dan model regresi diatas, diketahui bahwa koefisien variabel third party fund to CEMA (TPFCEMA) sebesar -0.002893 menunjukkan bahwa setiap kenaikan variabel TPFCEMA sebesar 1% maka likuiditas involuntary akan menurun sebesar 0.003%, ceteris

paribus. Hal ini bertentangan dengan hipotesis awal dimana diekspektasi TPFCEMA berpengaruh positif terhadap likuiditas involuntary.

Hasil penelitian juga bertentangan dengan penelitian Gropp dan Heider (2010); Limodio dan Strobbe (2017); Allen, Carletti dan Marques (2015); Inderst dan Muller (2008); Correa, Goldberg, dan Rice (2015) yang mengungkapkan bahwa komposisi dana pihak ketiga (DPK) berpengaruh positif terhadap likuiditas bank, karena sumber likuiditas utama bank adalah DPK sehingga semakin tinggi DPK maka semakin besar likuiditas yang dimiliki oleh bank.

TPFCEMA berpengaruh negatif terhadap likuiditas dapat dijelaskan melalui definisi dari likuiditas involuntary yaitu kelebihan likuiditas setelah pemenuhan likuiditas precautionary. Peningkatan dana pihak ketiga (DPK) akan menambah likuiditas precautionary karena meningkatnya GWM yang harus disiapkan oleh bank terhadap DPK yang dikumpulkan, semakin besar DPK, maka semakin tinggi likuiditas precautionary yang harus disiapkan oleh bank dan menurunkan porsi kelebihan likuiditas involuntary yang dipelihara oleh bank.

Alasan lain dibalik pengaruh negatif tersebut adalah meningkatnya posisi taking risk bank asing terhadap likuiditas involuntary dengan memilih instrumen dengan imbal hasil yang lebih tinggi namun berisiko, sehingga terdapat peralihan dari surat berharga pemerintah, SBI, term deposit, deposit facility dan surat berharga lainnya termasuk penempatan dana pada bank lain kepada instrumen dan asset produktif berisiko lainnya seperti kredit investasi, kredit sindikasi, dan asset produktif lainnya. Hal ini dibuktikan dengan meningkatnya porsi kredit dan derivative dibanding surat berharga selama periode 2007-2017.

Hal ini juga sejalan dengan penelitian Correa, Goldberg, dan Rice (2015) yang mengungkapkan bahwa bank-bank asing, seperti bank-bank yang beroperasi secara global, strategi manajemen likuiditasnya sudah tercermin dalam memperoleh pendanaan secara internal dan pinjaman dari berbagai organisasi keuangan global serta pinjaman antar bank yang berfungsi sebagai daya serap terjadinya shock yang dapat mempengaruhi pertumbuhan kredit, baik ke nasabah domestik maupun nasabah asing, sehingga bank asing tidak tergantung terhadap DPK.

4.2.2. Hipotesis-2: Makroekonomi dan Struktur Modal terhadap Kinerja