• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Deskripsi Karakteristik Variabel Penelitian

4.2. Hasil Pengujian Hipotesis dan Pembahasan

4.2.2. Hipotesis-2: Makroekonomi dan Struktur Modal terhadap Kinerja Bank Asing Bank Asing

4.2.2.3. Uji Parsial (t-test) Hipotesis-2

Terlihat bahwa makroekonomi dan struktur modal memiliki hasil empiris yang sama dengan expected sign terhadap kinerja ROA, ROE dan NIM, kecuali variabel BI Rate yang konsisten bertolak belakang dengan ekspektasi awal dimana ekspektasi awal berpengaruh negatif namun hasil penelitian berpengaruh positif, sedangkan variabel nilai tukar (EXCH) bertolak belakang dengan ekspektasi awal namun hanya pada kinerja NIM. Sehingga dapat dikatakan bahwa hasil penelitian umumnya mendukung beberapa hasil penelitian terdahulu terkait pengaruh makroekonomi terhadap kinerja maupun struktur modal terhadap kinerja.

Berikut adalah hasil pengujian masing-masing hipotesis:

H-2.1. BI Rate Berpengaruh Negatif terhadap Kinerja ROA Bank Asing

Sesuai hasil regresi metode REM pada tabel dan model regresi diatas, diketahui bahwa koefisien variabel BI Rate sebesar 1.008324 sehingga setiap kenaikan BI Rate sebesar 1% akan meningkatkan kinerja ROA bank asing sebesar 1.008%, ceteris paribus. Hal ini bertentangan dengan hipotesis awal dimana diekspektasi BI Rate berpengaruh negatif terhadap kinerja ROA bank asing.

Hasil penelitian juga bertentangan dengan penelitian yang dilakukan oleh Raharja (2013); Athanasoglou, Mattaios dan Chistos (2006) dan Ekpung, et. al. (2015) dimana mereka menyatakan bahwa kebijakan suku bunga bank sentral memiliki pengaruh negatif terhadap kinerja bank yang diukur dengan ROA dan ROE. Mereka menyatakan bahwa kenaikan suku bunga bank sentral akan menurunkan profitabilitas bank dikarenakan bank lebih cenderung menyalurkan likuiditasnya untuk ditempatkan ke aset yang tidak berisiko seperti instrumen bank sentral (SBI) dan akan menurunkan fungsi intermediasi bank, sehingga menurunkan profitabilitas bank.

Namun hasil penelitian menunjukkan bahwa teori tersebut tidak berlaku bagi bank asing di Indonesia dimana kenaikan BI Rate akan mendorong kenaikan kinerja bank khususnya profitablitas ROA, ROE dan NIM. Hal ini dapat dipahami karena bank asing melihat bahwa kenaikan BI Rate merupakan sinyal bahwa kondisi likuiditas membaik dan bank tertarik untuk meningkatkan fungsi intermediasinya demi mengharapkan pendapatan bunga dan meningkatkan margin keuntungan bank.

Berdasarkan hasil in-depth interview yang dilakukan menjelaskan alasan mengapa dampak BI Rate memberikan hasil positif. Hal tersebut dikarenakan bank asing memiliki keleluasaan menyesuaikan suku bunga kreditnya untuk menjaga margin keuntungan minimum sama terhadap seluruh kredit berjalan secara selektif. Tehnik yang digunakan adalah memaksimalkan cross selling product dalam menerapkan kebijakan penyesuaian harga (pricing) terhadap debitur existing maupun debitur baru, melakukan profitability analysis terhadap seluruh produk dan jasa yang digunakan per account per customer secara komprehensif karena didukung dengan teknologi informasi yang memadai yang disebut dengan customer management information system (CMIS). Penyesuaian harga secara selektif tidak bisa dilakukan tanpa teknologi tesebut, hal inilah yang

membuat bank asing dapat menyesuaikan kenaikan suku bunga kredit sejalan dengan kenaikan BI Rate tanpa memberatkan debitur dan sekaligus bank juga dapat menjaga margin keuntungan yang diinginkan.

H-2.2. Inflasi (INFL) Berpengaruh Positif terhadap Kinerja ROA Bank Asing

Sesuai hasil regresi metode REM pada tabel dan model regresi diatas, diketahui bahwa koefisien variabel inflasi (INFL) sebesar 0.001454 sehingga setiap kenaikan inflasi sebesar 1% akan meningkatkan kinerja ROA bank asing sebesar 0.0015%, ceteris paribus. Hal ini sejalan dengan hipotesis awal dimana diekspektasi inflasi berpengaruh positif terhadap kinerja ROA bank asing.

H-2.3. Nilai Tukar (EXCH) Berpengaruh Negatif terhadap Kinerja ROA Bank Asing

Sesuai hasil regresi metode REM pada tabel dan model regresi diatas, diketahui bahwa koefisien variabel nilai tukar (EXCH) sebesar -0.000003, sehingga setiap kenaikan (depresiasi) nilai tukar Rupiah terhadap US Dollar sebesar Rp.1 akan menurunkan kinerja ROA bank asing sebesar 0.000003%, ceteris paribus. Hal ini sejalan dengan hipotesis awal dimana diekspektasi nilai tukar berpengaruh negatif terhadap kinerja bank asing.

H-2.4. Suku Bunga Pasar Uang Antar Bank (PUAB) Berpengaruh Negatif terhadap Kinerja ROA Bank Asing

Sesuai hasil regresi metode REM pada tabel dan model regresi diatas, diketahui bahwa koefisien variabel suku bunga pasar uang antar bank (PUAB) sebesar -0.001648, sehingga setiap kenaikan suku bunga PUAB sebesar 1% akan menurunkan kinerja ROA bank asing sebesar 0.002%, ceteris paribus. Hal ini sejalan dengan hipotesis awal dimana diekspektasi suku bunga PUAB berpengaruh negatif terhadap kinerja ROA bank asing.

H-2.5. Leverage to Total Asset (LTA) Berpengaruh Negatif terhadap Kinerja ROA Bank Asing

Sesuai hasil regresi metode REM pada tabel dan model regresi diatas, diketahui bahwa koefisien variabel leverage to total asset (LTA) sebesar -0.014588, sehingga setiap kenaikan LTA sebesar 1% akan menurunkan kinerja ROA bank asing sebesar 0.15%, ceteris paribus. Hal ini sejalan dengan hipotesis awal dimana diekspektasi LTA berpengaruh negatif terhadap kinerja bank asing.

H-2.6. Leverage to CEMA (LTCEMA) Berpengaruh Negatif terhadap Kinerja ROA Bank Asing

Sesuai hasil regresi metode REM pada tabel dan model regresi diatas, diketahui bahwa koefisien variabel leverage to CEMA (LTCEMA) sebesar -0.003949, sehingga setiap kenaikan LTCEMA sebesar 1% akan menurunkan kinerja ROA bank asing sebesar 0.004%, ceteris paribus. Hal ini sejalan dengan hipotesis awal dimana diekspektasi LTCEMA berpengaruh negatif terhadap kinerja bank asing.

H-2.7. Third Party Fund to CEMA (TPFCEMA) Berpengaruh Positif terhadap Kinerja ROA Bank Asing

Sesuai hasil regresi metode REM pada tabel dan model regresi diatas, diketahui bahwa koefisien variabel third party fund to CEMA (TPFCEMA) sebesar 0.007188, sehingga setiap kenaikan TPFCEMA sebesar 1% akan meningkatkan kinerja ROA bank asing sebesar 0.0072%, ceteris paribus. Hal ini sejalan dengan hipotesis awal dimana diekspektasi TPFCEMA berpengaruh positif terhadap kinerja bank asing.

H-2.8. BI Rate Berpengaruh Negatif terhadap Kinerja ROE Bank Asing

Sesuai hasil regresi metode REM pada tabel dan model regresi diatas, diketahui bahwa koefisien variabel BI Rate sebesar 4.860135 sehingga setiap kenaikan BI Rate sebesar 1% akan meningkatkan kinerja ROE bank asing sebesar 4.86%, ceteris paribus. Hal ini bertentangan dengan hipotesis awal dimana diekspektasi BI Rate berpengaruh negatif terhadap kinerja ROE bank asing.

Sama halnya dengan ROA, hasil penelitian ini juga bertentangan dengan penelitian yang dilakukan oleh Athanasoglou, Mattaios dan Chistos (2006); Raharja (2013) dan Ekpung, et. al. (2015) yang menemukan bahwa kebijakan moneter suku bunga berbanding terbalik dengan kinerja bank yang diukur dengan ROA dan ROE. Tingginya kebijakan moneter suku bunga akan mengganggu fungsi intermediasi bank dan memilih untuk menempatkan dananya instrumen bank sentral (SBI) sehingga menurunkan profitabilitas bank.

Namun hasil penelitian menunjukkan sebaliknya, dimana kenaikan BI Rate akan mendorong kenaikan kinerja bank khususnya profitabilitas ROE. Hal ini disebabkan karena bank asing dapat menjaga spread suku bunga kreditnya dengan melakukan penyesuaian terhadap bunga berjalan, dan menjadikan BI Rate sinyal bahwa kondisi likuiditas membaik sehingga meningkatkan fungsi intermediasinya.

Berdasarkan hasil in-depth interview yang dilakukan menjelaskan alasan mengapa dampak BI Rate memberikan hasil positif. Hal tersebut dikarenakan bank asing memiliki keleluasaan menyesuaikan suku bunga kreditnya untuk menjaga margin keuntungan minimum sama terhadap seluruh kredit berjalan secara selektif. Tehnik yang digunakan adalah memaksimalkan cross selling product dalam menerapkan kebijakan penyesuaian harga (pricing) terhadap debitur existing maupun debitur baru, melakukan profitability analysis terhadap seluruh produk dan jasa yang digunakan per account per customer secara komprehensif karena didukung dengan teknologi informasi yang memadai yang disebut dengan customer management information system (CMIS). Penyesuaian harga secara selektif tidak bisa dilakukan tanpa teknologi tesebut, hal inilah yang membuat bank asing dapat menyesuaikan kenaikan suku bunga kredit sejalan dengan kenaikan BI Rate tanpa memberatkan debitur dan sekaligus bank juga dapat menjaga margin keuntungan yang diinginkan.

H-2.9. Inflasi (INFL) Berpengaruh Positif terhadap Kinerja ROE Bank Asing

Sesuai hasil regresi metode REM pada tabel dan model regresi diatas, diketahui bahwa koefisien variabel inflasi (INFL) sebesar 0.006684 sehingga

setiap kenaikan inflasi sebesar 1% akan meningkatkan kinerja ROE bank asing sebesar 0.007%, ceteris paribus. Hal ini sejalan dengan hipotesis awal dimana diekspektasi inflasi berpengaruh positif terhadap kinerja ROE bank asing.

H-2.10. Nilai Tukar (EXCH) Berpengaruh Negatif terhadap Kinerja ROE Bank Asing

Sesuai hasil regresi metode REM pada tabel dan model regresi diatas, diketahui bahwa koefisien variabel nilai tukar (EXCH) sebesar -0.000014 sehingga setiap kenaikan nilai tukar (depresiasi) Rupiah terhadap US Dollar sebesar Rp.1 akan menurunkan kinerja ROE bank asing sebesar 0.000014%, ceteris paribus. Hal ini sejalan dengan hipotesis awal dimana diekspektasi nilai tukar berpengaruh negatif terhadap kinerja ROE bank asing.

H-2.11. Suku Bunga Pasar Uang Antar Bank (PUAB) Berpengaruh Negatif terhadap Kinerja ROE Bank Asing

Sesuai hasil regresi metode REM pada tabel dan model regresi diatas, diketahui bahwa koefisien variabel PUAB sebesar -0.018913 sehingga setiap kenaikan variabel PUAB sebesar 1% akan menurunkan kinerja ROE bank asing sebesar 0.189%, ceteris paribus. Hal ini sejalan dengan hipotesis awal dimana diekspektasi PUAB berpengaruh negatif terhadap kinerja ROE bank asing.

H-2.12. Leverage to Total Asset (LTA) Berpengaruh Negatif terhadap Kinerja ROE Bank Asing

Sesuai hasil regresi metode REM pada tabel dan model regresi diatas, diketahui bahwa koefisien variabel LTA sebesar -0.166086 sehingga setiap kenaikan LTA sebesar 1% akan menurunkan kinerja ROE bank asing sebesar 0.17%, ceteris paribus. Hal ini sejalan dengan hipotesis awal dimana diekspektasi LTA berpengaruh negatif terhadap kinerja ROE bank asing.

H-2.13. Leverage to CEMA (LTCEMA) Berpengaruh Negatif terhadap Kinerja ROE Bank Asing

Sesuai hasil regresi metode REM pada tabel dan model regresi diatas, diketahui bahwa koefisien variabel LTCEMA sebesar -0.001340 sehingga setiap kenaikan LTCEMA sebesar 1% akan menurunkan kinerja ROE bank asing sebesar 0.0013%, ceteris paribus. Hal ini sejalan dengan hipotesis awal dimana diekspektasi LTCEMA berpengaruh negatif terhadap kinerja ROE bank asing.

H-2.14. Third Party Fund to CEMA (TPFCEMA) Berpengaruh Positif terhadap Kinerja ROE Bank Asing

Sesuai hasil regresi metode REM pada tabel dan model regresi diatas, diketahui bahwa koefisien variabel TPFCEMA sebesar 0.029473 sehingga setiap kenaikan TPFCEMA sebesar 1% akan meningkatkan kinerja ROE bank asing sebesar 0.0295%, ceteris paribus. Hal ini sejalan dengan hipotesis awal dimana diekspektasi TPFCEMA berpengaruh positif terhadap kinerja bank asing.

H-2.15. BI Rate Berpengaruh Negatif terhadap Kinerja NIM Bank Asing

Sesuai hasil regresi metode REM pada tabel dan model regresi diatas, diketahui bahwa koefisien variabel BI Rate sebesar 1.433166 sehingga setiap

kenaikan BI Rate sebesar 1% akan meningkatkan kinerja NIM bank asing sebesar 1.43%, ceteris paribus. Hal ini bertentangan dengan hipotesis awal dimana diekspektasi BI Rate berpengaruh positif terhadap kinerja NIM bank asing.

Tidak berbeda dengan variabel kinerja lainnya yaitu ROA dan ROE, hasil penelitian terhadap kinerja NIM juga bertentangan dengan penelitian yang dilakukan oleh Athanasoglou, Mattaios dan Chistos (2006); Raharja (2013) dan Ekpung, et. al. (2015) yang menemukan bahwa kebijakan moneter suku bunga berbanding terbalik dengan kinerja bank.

Hasil penelitian yang menunjukkan hubungan positif antara kenaikan suku bunga BI Rate (suku bunga acuan) dapat dijelaskan melalui saluran kebijakan moneter Bank Indonesia. Dalam kondisi tertentu Bank Indonesia dapat melakukan kebijakan kontraksi untuk menekan laju inflasi. Kenaikan BI Rate mengakibatkan selisih suku bunga luar negeri dan dalam negeri melebar dan menarik pihak asing untuk berinvestasi di Indonesia. Hal ini menjadi sinyal positif terhadap industri karena adanya arus investasi asing sehingga memicu perbankan untuk meningkatkan fungsi intermediasinya. Alasan lain adalah bank asing dapat melakukan penyesuaian terhadap kredit berjalannya mengingat struktur pembiayaan bank asing didominasi oleh korporasi maka fokus dari bank asing adalah memastikan tidak adanya penurunan profitabilitas dengan menjaga NIM tetap sama meskipun terjadi kenaikan biaya dana.

Berdasarkan hasil in-depth interview yang dilakukan menjelaskan alasan mengapa dampak BI Rate memberikan hasil positif. Hal tersebut dikarenakan bank asing memiliki keleluasaan menyesuaikan suku bunga kreditnya untuk menjaga margin keuntungan minimum sama terhadap seluruh kredit berjalan secara selektif. Tehnik yang digunakan adalah memaksimalkan cross selling product dalam menerapkan kebijakan penyesuaian harga (pricing) terhadap debitur existing maupun debitur baru, melakukan profitability analysis terhadap seluruh produk dan jasa yang digunakan per account per customer secara komprehensif karena didukung dengan teknologi informasi yang memadai yang disebut dengan customer management information system (CMIS). Penyesuaian harga secara selektif tidak bisa dilakukan tanpa teknologi tesebut, hal inilah yang membuat bank asing dapat menyesuaikan kenaikan suku bunga kredit sejalan dengan kenaikan BI Rate tanpa memberatkan debitur dan sekaligus bank juga dapat menjaga margin keuntungan yang diinginkan.

H-2.16. Inflasi (INFL) Berpengaruh Positif terhadap Kinerja NIM Bank Asing

Sesuai hasil regresi metode REM pada tabel dan model regresi diatas, diketahui bahwa koefisien variabel inflasi (INFL) sebesar 0.00198 sehingga setiap kenaikan inflasi sebesar 1% akan meningkatkan kinerja NIM bank asing sebesar 0.002%, ceteris paribus. Hal ini sejalan dengan hipotesis awal dimana diekspektasi inflasi berpengaruh positif terhadap kinerja NIM bank asing.

H-2.17. Nilai Tukar (EXCH) Berpengaruh Negatif terhadap Kinerja NIM Bank Asing

Sesuai hasil regresi metode REM pada tabel dan model regresi diatas, diketahui bahwa koefisien variabel nilai tukar (EXCH) sebesar 0.000003 sehingga

setiap kenaikan nilai tukar (depresiasi) Rupiah terhadap USD Dollar sebesar Rp.1 akan meningkatkan kinerja NIM bank asing sebesar 0.000003%, ceteris paribus. Hal ini bertentangan dengan hipotesis awal dimana diekspektasi nilai tukar berpengaruh negatif terhadap kinerja NIM bank asing.

Terdapat inkonsistensi pengaruh nilai tukar terhadap kinerja bank, dimana nilai tukar terhadap ROA dan ROE berpengaruh negatif sedangkan terhadap NIM berpengaruh positif. Hal ini disebabkan karena NIM mengukur gap antara biaya yang dibayarkan bank kepada nasabah penyimpan dan pendapatan yang diperoleh dari nasabah peminjam, sehingga NIM fokus pada proses operasi pinjam meminjam secara konvensional. Sedangkan ROA merefleksikan kemampuan manajemen bank dalam menghasilkan profit dari sisi aset bank dan ROE mengindikasikan imbal hasil terhadap pemegang saham yang mana keduanya ditentukan dari pendapatan baik pendapatan yang dihasilkan dari traditional lending maupun pendapatan dari non-traditional lending seperti transaksi derivatif, fixed income dan fee based income. Umumnya bank asing memiliki kemampuan men-generate pendapatan di luar traditional lending, sebagai contoh Bank of America yang penyaluran kreditnya sangat lambat namun disisi surat berharga sangat dominan, termasuk transaksi valuta asing.

H-2.18. Suku Bunga Pasar Uang Antar Bank (PUAB) Berpengaruh Negatif terhadap Kinerja NIM Bank Asing

Sesuai hasil regresi metode REM pada tabel dan model regresi diatas, diketahui bahwa koefisien variabel PUAB sebesar -0.003324 sehingga setiap kenaikan PUAB sebesar 1% akan menurunkan kinerja NIM bank asing sebesar 0.0033%, ceteris paribus. Hal ini sejalan dengan hipotesis awal dimana diekspektasi PUAB berpengaruh negatif terhadap kinerja NIM bank asing.

H-2.19. Leverage to Total Asset (LTA) Berpengaruh Negatif terhadap Kinerja NIM Bank Asing

Sesuai hasil regresi metode REM pada tabel dan model regresi diatas, diketahui bahwa koefisien variabel LTA sebesar -0.007421 sehingga setiap kenaikan LTA sebesar 1% akan menurunkan kinerja NIM bank asing sebesar 0.0074%, ceteris paribus. Hal ini sejalan dengan hipotesis awal dimana diekspektasi LTA berpengaruh negatif terhadap kinerja NIM bank asing.

H-2.20. Leverage to CEMA (LTCEMA) Berpengaruh Negatif terhadap Kinerja NIM Bank Asing

Sesuai hasil regresi metode REM pada tabel dan model regresi diatas, diketahui bahwa koefisien variabel LTCEMA sebesar -0.002980 sehingga setiap kenaikan LTCEMA sebesar 1% akan menurunkan kinerja NIM bank asing sebesar 0.003%, ceteris paribus. Hal ini sejalan dengan hipotesis awal dimana diekspektasi LTCEMA berpengaruh negatif terhadap kinerja bank asing.

H-2.21. Third Party Fund to CEMA (TPFCEMA) Berpengaruh Positif terhadap Kinerja NIM Bank Asing

Sesuai hasil regresi metode REM pada tabel dan model regresi diatas, diketahui bahwa koefisien variabel TPFCEMA sebesar 0.013697 sehingga setiap

kenaikan TPFCEMA sebesar 1% akan meningkatkan kinerja NIM bank asing sebesar 0.0137%, ceteris paribus. Hal ini sejalan dengan hipotesis awal dimana diekspektasi TPFCEMA berpengaruh positif terhadap kinerja bank asing.

4.2.3. Hipotesis 3: Makroekonomi dan Struktur Modal serta Likuiditas