• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENERAPAN NORMA PEMBUKTIAN SEDERHANA DALAM PERKARA- PERKARA KEPAILITAN

A. Penerapan Norma Pembuktian Sederhana Dalam Perkara-perkara Kepailitan Sebelum Keluarnya UU Nomor 37 Tahun 2004 Kepailitan Sebelum Keluarnya UU Nomor 37 Tahun 2004

3. Masa Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998

Pada masa Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998 , pembuktian sederhana dinormakan dalam Pasal 6 ayat (3) yang berbunyi “ permohonan pernyataan pailit harus dikabulkan apabila terdapat fakta atau keadaan yang terbukti secara sederhana bahwa persyaratan untuk dinyatakan pailit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) telah terpenuhi”. UU Nomor 4 Tahun 1998 tersebut hanya berfungsi mengubah Perppu Nomor 1 Tahun 1998 menjadi bentuk undang-undang.

Undang-undang Nomor 4 Tahun 1998 berlaku sejak diundangkan, tanggal 9 April 1998 hingga lahirnya Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 pada tanggal diundangkan, 18 Oktober 2004. Pada saat Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 ini berlaku, maka Faillissements-Verordening, Stb. 1905 Nomor 217 juncto Stb. 1906 Nomor 348 dan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Kepailitan menjadi undang-undang, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi.292FV tetap berlaku ketika berlakunya Perppu Nomor 1 Tahun 1998/UU Nomor 4 Tahun 1998, karena Perppu Nomor 1 Tahun 1998 hanya merevisi pasal-pasal yang terdapat dalam Faillissements-Verordening, Staatsblad Tahun 1905 Nomor 217 tersebut.

Kelahiran Undang-Undang Kepailitan Nomor 4 Tahun 1998 (disingkat: UUK) ini cukup menarik perhatian banyak pihak. Kelahiran UUK ini menurut

292Pasal 307 UU Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

Jerry Hoff293 dan Syamsuddin Manan Sinaga294 merupakan “Reformasi Hukum Kepailitan”. Kedua penulis ini tidak menerangkan apa yang dimasud dengan reformasi hukum kepailitan tersebut. Akan tetapi jika meneliti buku-buku dari kedua penulis tersebut dapat disimpulkan bahwa reformasi yang dimaksud berkisar antara substansi dan lembaga-lembaga baru yang sebelumnya ada tetapi dihilangkan. Atau sebelumnya tidak ada tetapi muncul dalam UUK yang baru tersebut. Contohnya lembaga verzet dan banding telah dihilangkan dalam Perpu Nomor 1 Tahin 1998/UU Nomor 4 Tahun 1998. Sebaliknya pembatasan waktu putusan (time frame)295, lembaga Kurator dan Pengurus Swasta, Pengadilan Niaga yang tadinya tidak ada dalam FV kemudian telah diatur dalam UUK.296

Di sisi lain masalah konsisten atau inkonsistennya penerapan hukum dalam UUK telah mendapat perhatian dari para pemerhati hukum. Di antaranya M. Hadi Shubhan tentang penerapan konsep utang dan eksistensi PT dalam likuidasi.297 Sutan Remy Sjahdeini memberi kritik tentang masalah utang298 dan Abdul Hakim Garuda Nusantara & Benny K. Harman menganalisa secara kritis tentang keharusan adanya dua kredtor atau lebih.299 Menurut para pemerhati hukum kepailitan tersebut ada inkonsistensi putusan kepailitan antara putusan yang satu dengan yang lainnya.

293Jerry Hoff, Undang-Undang Kepailitan di Indonesia (Penerjemah: Kartini Muljadi, SH), PT.

Tatanusa, Jakarta, 2000, hlm. 1.

294Syamsuddin Manan Sinaga, Hukum Kepailitan Indonesia, PT. Tatanusa, Jakarta, 2012, hlm. 56.

295Ibid, hlm. 58.

296Jerry Hoff, Op.cit. hlm. 7.

297M. Hadi Shubhan, Op.cit. hlm. 279-296.

298Sutan Remy Sjahdeini, Hukum Kepailitan (Memahami Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan), PT. Pustaka Utama Grafiti, Jakarta, 2010, hlm. 71-90.

299Abdul Hakim Garuda Nusantara dan Benny K.Harman, Analisa Kritis Putusan-putusan Pengadilan Niaga, CINLES (Centre for Internation & Law-Economic Studies-Pusat Informasi dan Pengkajian Hukum-Ekonomi), Jakarta, 2010, hlm. 11-21.

Dalam periode UU Nomor 4 Tahun 1998 dapat dilihat contoh putusan yang inkonsisten diperlihatkan oleh Mahkamah Agung terkait putusan kasasi atas Putusan Nomor 07/Pailit/PN.Niaga/Jkt.Pst tanggal 12 Oktober 1998 dalam perkara Husin Sani cs melawan PT. Modernland Realty. Dalam kasus ini Husin Sani cs mengajukan permohonan pailit terhadap PT. Moderland Realty karena perusahaan ini dianggap mempuyai utang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih berdasarkan pengikatan jual beli apartemen. Para pembeli termasuk Husin Sani cs telah membayar unit Satuan Rumah Susun bernama “Golf Modern”, tetapi PT.Moderland Realty tidak sanggup lagi menyelesaikan dan menyerahkan kepada pembeli.

Putusan Pengadilan Niaga Nomor 07/Pailit/PN.Niaga/Jkt.Pst tanggal 12 Oktober 1998 mengabulkan permohonan pailit Husin Sani cs sehingga PT. Moderland Realty dinyatakan pailit. Akan tetapi Mahkamah Agung dengan Putusannya Nomor 3 K/N/1998 tanggal 23 November 1998 membatalkan Putusan Pengadilan Niaga Nomor 07/Pailit/PN.Niaga/Jkt.Pst tanggal 12 Oktober 1998 tersebut. Pertimbangan MA antara lain menyatakan bahwa pengertian utang dalam UUK harus diartikan dalam konteks pinjam-meminjam uang dalam rangka penyelesaian pinjaman-pinjaman swasta, sehingga tidak termasuk wanprestasi.

Putusan MA dalam tingkat kasasi ini dibenarkan pula pada pemeriksaan Peninjauan Kembali dalam Putusan MA Nomor 6 PK/N/1999 tanggal 14 Mei 1999.300

Pengertian utang yang terdapat dalam perkara Husin Sani cs melawan PT. Modernland Realty telah menjadi perhatian juga oleh Sutan Remy Sjahdeini.

300M. Hadi Shubhan, Op.cit. hlm. 284.

Menurut Sutan Remy Sjahdeini karena tidak diberikannya definisi utang dalam UUK tesebut memberikan perselisihan pendapat di antara pihak yang berkepentingan.301

Penafsiran yang berbeda tentang utang juga terdapat dalam Putusan Nomor 27/Pailit/1998/PN.Niaga/Jkt.Pst tanggal 13 Januari 1999 yang diputus atas permohonan Sumeini Omar Sandjaya dan Widyastuti terhadap Termohon pailit PT. Jawa Barat Indah.

Para Pemohon telah mengikatkan perjanjian jual beli Satuan Rumah Susun dengan Termohon pailit PT. Jawa Barat Indah selaku pengembang. Harga beli satuan rumah susun per unit Rp64.900.000,00 (enam puluh empat juta sembilan ratus rupiah) yang dilakukan secara mencicil dan sudah lunas. Menurut perjanjian pada Desember 1995 Termohon pailit harus sudah menyerahkan objek perjanjian/Satuan Rumah Susun kepada para Pemohon. Termohon sudah diberi teguran tetapi tidak juga menyerahkan objek perjanjian kepada para Pemohon pailit.

Pengadilan Niaga pada Pengadialan Negeri Jakarta Pusat dengan putusannya Nomor 27/Pailit/1998/PN.Niaga/Jkt.Pst tanggal 13 Januari 1999 menyatakan termohon pailit PT. Jawa Barat Indah dalam keadaan pailit.

Putusan Pengadilan Niaga dikuatkan oleh Mahkamah Agung dalam Putusannya Nomor 04 K/N/1999 tanggal 9 Maret 1999. Termohon pailit PT. Jawa Barat Indah mengajukan pemeriksaan Pemeriksaan Kembali ke Mahkamah Agung.

Dalam tingkat PK tersebut Majelsi PK dalam Putusannya Nomor 05 PK/N/1999

301Sutan Remy Sjahdeini, Op.cit. hlm. 72- 76.

tanggal 14 Mei 1999 membatalkan putusan Pengadilan Niaga dan Mahkamah Agung dengan mengadili kembali dan menolak permohonan pailit dari Sumeini Omar Sandjaya dan Widyastuti.302

Inti putusan-putusan tersebut adalah pengertian utang yang menurut Pengadilan Niaga dan Mahkamah Agung dalam pengertian luas tetapi Majelis PK mengartikan utang dalam pengertian sempit yaitu dalam rangka pinjam-meminjam uang. Ini merupakan salah satu bukti adanya perbedaan pendapat dalam penerapan syarat-syarat dikabulkannnya permohonan palit. Jika dalam perkara ini pengertian utang dianut dalam pengertian luas maka Pengadilan Niaga berwenang mengadilinya sehingga Termohon dinyatakan pailit. Akan tetapi jika pengertian utang adalah dalam arti sempit maka Pengadilan Niaga tidak berwenang mengadilinya. Majelis PK Mahkamah Agung menilai bahwa hubungan antara para Pemohon dan Termohon pailit adalah dalam konteks hukum perdata.

Pertimbangan Majelis Peninjauan Kembali sebagai berikut:

“Bahwa walaupun hubungan hukum di antara pembeli dan penjual menciptakan juga hubungan utang-piutang (hubungan Debitor dan Kreditor) dalam arti bahwa Termohon Pailit berkewajiban menyerahkan apartemen kepada Para Pemohon Pailit dan sebaliknya Para Pemohon pailit berkewajiban membayar harga pembelian apartemen itu, yang manakala pihak penjual tidak memenuhi kewajibannya, maka yang terjadi adalah tindakan ingkar janji (wanprestasi) yang dapat dijadikan dasar gugatan di muka Hakim Perdata”.303

Syarat-syarat dikabulkannya permohonan palit berupa “keharusan adanya dua kreditor atau lebih” atau syarat “concursus creditorum” yang menjadi isu utama dalam penelitian ini telah pula terjadi perbedaan tafsir di antara lembaga

302Yurisprudensi Kepailitan 1998-1999 Himpunan Lengkap Putusan Pengadilan Niaga Tingkat I Putusan Mahkamah Agung dan Peninjauan Kembali, Tim Redaksi Tatanusa, PT. Tatanusa, Jakarta, 2002, hlm. 169-211.

303Ibid. hlm. 179.

peradilan. Abdul Hakim Garuda Nusantara & Benny K. Harman memberikan kritik dalam hal ini. Kasusnya adalah PT. Astra Raya Bank (dalam likuidasi) sebagai Pemohon dan Leo Andyanto sebagai Termohon pailit.

Dalam perkara ini Leo Andyanto telah mendapat fasilitas kredit dari PT. Astra Bank (dalam likuidasi) sebanyak Rp2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah) yang jatuh tempo pada tanggal 30 Juni 1997 dan telah beberapa kali ditagih tetapi tidak dibayar. Selain kepada Pemohon tersebut Termohon masih

mempunyai utang kepada Bank DEKA (BBO) sebesar Rp8.877.835.559,00 (delapan milyar delapan ratus tujuh puluh tujuh juta delapan ratus tiga puluh lima

ribu lima ratus lima puluh Sembilan rupiah).

Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dalam Putusannya Nomor 42/Pailit/1999/PN.Niaga/Jkt.Pst tanggal 26 Juli 1999 mengabulkan permohonan pemohon sehingga Termohon pailit Leo Andyanto dinyatakan pailit.

Putusan ini dalam tingkat kasasi dengan Putusan Nomor 26 K/N/1999 tanggal 2 September 1999 dibatalkan dengan alasan bukti P.7 berupa surat yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia atas nama Bank DEKA sebagai Kreditor Lain terhadap Leo Andyanto tidak terpenuhi. Karena surat tersebut tidak ditandatangani oleh BI dan lagi pula Bank DEKA atau Direkturnya atau kuasanya tidak pernah hadir di persidangan. Akan tetapi dalam tingkat pemeriksaan Peninjauan Kembali dalam Putusannya Nomor 22 PK/N/1999 tanggal 8 November 1999 apa yang telah diputus MA telah dibatalkan dengan mengadili sendiri dan Leo Andyanto

dinyatakan pailit. Syarat concursus creditorum telah terpenuhi dalam arti bahwa Bank DEKA adalah Kreditor Lain terhadap Leo Andyanto.

Abdul hakim Garuda Nusantara & Benny K. Harman membandingkan pula putusan-putusan di atas dengan perkara Jasip Ngakiwan melawan Bank Ekonomi Raharja adanya Kreditor Lain tidak dibuktikan oleh Pemohon Kepailitan menurut syarat-syarat pembuktian oleh Putusan Mahkamah Agung Nomor 44 K/N/1999, yaitu:

a. Data BI tentang adanya Kreditor Lain harus akurat atau tidak diperoleh sebelum Pengajuan Pernyataan Kepailitan di Pengadilan Niaga;

b. BI wajib hadir di persidangan untuk memperkuat keterangannya.304

Putusan yang dianggap menarik lainnya dalam era Perppu Nomor 1 Tahun 1998/Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998 adalah putusan dalam perkara Paul Sukran,SH/Kurator PT.DSS melawan PT.AJMI karena suatu perusahaan yang dinilai mempunyai tingkat solvabilitas telah dipailitkan. Putusan ini termuat dalam Putusan Nomor 10/Pailit/2002/PN.Niaga/Jkt.Pst tanggal 13 Juni 2002 antara Paul Sukran, S.H. Vs PT. Asuransi Jiwa Manulife Indonesia (Pembuktian Utang dalam hal Deviden). Berikut adalah putusan-putusan yang menarik pada masa berlakunya Perppu Nomor 1 Tahun 1998/Undang-Undang Nomor 4 tahun 1998 yang diuraikan dengan memulai dengan duduk perkara, pertimbangan hakim putusan hakim dan analisa yuridisnya. Di bawah ini putusan-putusan era Perpu Nomor 1 Tahun 1998 yang tersebut.

304Abdul Hakim Garuda Nusantara dan Benny K. Harman, Op.cit. hlm. 15.

1. Putusan Hakim Pengadilan Niaga Pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat