• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II : BENTUK TINDAK KEKERASAN TERHADAP ANAK

D. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan

Penjelasan Undang-Undang 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga disebutkan bahwa pembaharuan hukum yang berpihak pada kelompok rentan atau subordinasi, khususnya perempuan dan anak, menjadi sangat diperlukan sehubungan dengan banyaknya kasus kekerasan, khususnya dalam rumah tangga. Pembaharuan hukum tersebut diperlukan karena undang-undang yang ada belum memadai dan tidak sesuai lagi dengan

126 Ibid., Pasal 54 127 Ibid., Pasal 55 128 Ibid., Pasal 59

perkembangan hukum masyarakat. Oleh karena itu, diperlukan pengaturan tentang tindak pidan kekerasan dalam rumah tangga secara tersendiri serta mempunya kekhasan. Walaupun secar umum di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) telah diatur mengenai penganiayaan dan kesusilaan serta penelantaran orang yang perlu diberi nafkah dan kehidupan.129

Undang-undang tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga tersebut terkait erat dengan beberapa peraturan perundangan-undangan lain yang sudah berlaku sebelumnya, yaitu :130

1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana serta perubahannya;

2. Undang-Undang nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP);

3. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan;

4. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan segala Bentuk diskriminasi Terhadap Wanita (Convention of the Elimination of All Forms of Discrimination Against Women);

5. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM).

Undang-undang tersebut selain mengatur ikhwal pencegahan dan perlindungan serta pemulihan terhadap korban kekerasan dalam rumah tangga, juga mejkngatur secara spesifik kekerasan yang terjadi dalam rumah tangga

129

Moerti Hadianti Soeroso, Kekerasan Dalam Rumah Tangga Dalam Perspektif Yuridis-

Vitimologis, Sinar Grafika, Surabaya, 2010, hal.89

130

dengan unsur tindak pidana yang berbeda dengan tindak pidana penganiayaan yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).131

Pada bagian kosiderans dijelaskan, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 dibentuk dengan tiga pertimbangan utama, yaitu bahwa :132

1. Segala bentuk kekerasan, terutama kekerasan dalam rumah tangga merupakan peanggaran HAM dan kejahatan terhadap martabat kemanusiaan serta bentuk diskriminasi yang harus di hapus;

2. Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), yang kebanyakan adalah perempuan dan anak, harus mendapat perlindungan dari negara dan/atau masyarakat agar terhindar dan terbebas dari kekerasan atau ancaman kekerasan, penyiksaan, atau perlakuan yang merendahkan derajat dan martabat kemanusiaan;

3. Kenyataannya kasus KDRT banyak terjadi, sedangkan sistem hukum di Indonesia belum menjamin perlindungan terhadap korban KDRT.

Tujuan dihapuskannya kekerasan dalam rumah tangga yaitu :133 1. Mencegah segala bentuk kekerasan dalam rumah tangga, 2. Melindungi korban kekerasan dalam rumah tangga, 3. Menindak pelaku kekerasan dalam rumah tangga, dan

4. Memelihara keutuhan dalam rumah tangga yang harmonis dan sejahtera. Penghapusan KDRT adalah jaminan yang diberikan oleh negara untuk mencegah terjadinya KDRT, menindak pelaku, dan melindungi korban KDRT.

131

Ibid.

132

Aziz Syamsuddin, Op.Cit., hal. 101 133

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan dalam

Karena itu, UU No.23 Tahun 2004 dirumuskan ketentuan tindak pidana dai dalam rumah tangga, dan terkategori sebagai KDRT.

Ketentuan tentang larangan KDRT tercantum dalam Pasal 5, Pasal 8 dan Pasal 9 UU No.23 Tahun 2004. Ketentuan Pasal 5 UU No.23 Tahun 2004 menyebutkan :

“Setiap orang dilarang melakukan KDRT terhadap orang dalam lingkup rumah tangganya, dengan cara:

a. Kekerasan fisik; b. Kekerasan psikis; c. Kekerasan seksual; atau d. Penelantaran rumah tangga.”

Kekerasan fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a adalah perbuatan yang menyebabkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat. Kekerasan psikis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf b adalah perbuatan yang menyebabkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, dan/atau penderitaan psikis berat pada seseorang. Sedangkan kekerasan seksual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf c meliputi :

1. Pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang yang menetap dalam lingkup rumah tangga tersebut;

2. Pemaksaan hubungan seksual terhadap salah seorang dalam lingkup rumah tangganya dengan orang lain untuk tujuan komersial dan/atau tujuan tertentu.

Pasal 9 ayat (1) dan (2) UU No.23 Tahun 2004 ditentukan, sebagai berikut :

1. “Setiap orang menelantarkan orang dalam lingkup rumah tangganya, padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena persetujuan

atau perjanjian ia wajib memberikan kehidupan, perawatan, atau pemeliharaan kepada orang tersebut.

2. Penelantaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) juga berlaku bagi setiap orang yang mengakibatkan ketergantungan ekonomi dengan cara membatasi dan/atau melarang untuk bekerja yang layak di dalam atau di luar ruma, sehingga korban berada di bawah kendali orang tersebut.”

Di samping memuat pasal-pasal yang melarang tindak pidana KDRT, UU No.23 Tahun 2004 juga merumuskan ketentuan pidana sebagai bagian penegakan hukum atas UU No.23 Tahun 2004. Rumusan ketentuan pidana dimaksud tertuang dalam Pasal 44, Pasal 45, Pasal 46, Pasal 47, Pasal 48, Pasal 49, Pasal 50, Pasal 51, Pasal 52 dan Pasal 53 UU No.23 Tahun 2004.

Ketentuan Pasal 44 ayat (1),(2), dan (3) UU No.23 Tahun 2004 berbunyi sebagai berikut :

1. “Setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan fisik dalam ruang lingkup rumah tangga sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 huruf a dipidana dengan pidana penjara paling lam 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp.15.000.000,00 (lima belas juta rupiah).

2. Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan korban mendapat jatuh sakit atau luka berat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun atau denda paling banyak Rp.30.000.000,00 (tiga puluh juta rupiah).

3. Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mengakibatkan matinya korban, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun atau denda paling banyak Rp 45.000.000,00 (empat puluh lima juta rupiah).”

Ketentuan Pasal 45 ayat (1) UU No.23 Tahun 2004 berbunyi sebagai berikut : “Setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan psikis dalam lingkup rumah tangga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf b dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp 9.000.000,00 (sembilan juta rupiah).”

Ketentuan Pasal 46 UU No.23 Tahun 2004 berbunyi sebagai berikut.

“Setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan seksual sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 huruf a dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun atau denda paling banyak Rp 36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah).”

Ketentuan Pasal 47 UU No.23 Tahun 2004 berbunyi sebagai berikut.

“Setiap orang yang memaksa orang yang menetap dalam rumah tangganya melakukan hubungan seksual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf b dipidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun atau denda paling sedikit Rp 12.000.000,00 (dua belas juta rupiah) atau denda paling banyak Rp 300.000.000,00 ( tiga ratus juta rupiah).”

Ketentuan Pasal 48 UU no.23 tahun 2004 berbunyi sebagai berikut.

“Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 dan Pasal 47 mengakibatkan korban mendapat luka yang tidak memberi harapan akan sembuh sama sekali, mengalami gangguan daya pikir atau kejiwaan sekurang-kurangnya selama 4 (empat) minggu terus-menerus atau 1 (satu) tahun tidak berturut-turut, gugur atau matinya janin dalam kandungan, atau mengakibatkan tidak berfungsinya alat reproduksi, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun atau denda paling sedikit Rp 25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah) dan denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).”

Ketentuan Pasal 49 UU No.23 Tahun 2004 berbunyi sebagai berikut :

“Dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp 15.000.000,00 (lima belas juta rupiah), setiap orang yang :

a. Menelantarkan orang lain dalam lingkup rumah tangganya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1);

b. Menelantarkan orang lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2).”

Ketentuan Pasal 50 UU No.23 Tahun 2004 berbunyi sebgaia berikut:

“Selain pidana sebagaimana dimaksud dalam bab ini hakim dapat menjatuhkan pidana tambahan berupa :

a. Pembatasan gerak pelaku baik yang bertujuan untuk menjauhkan pelaku dari korban dalam jarak dan waktu tertentu, maupun pembatasan hak-hak tertentu dari pelaku;

b. Penetapan pelaku mengikuti program konseling di bawah pengawasan lembaga tertentu.”

Ketentuan Pasal 51 UU No.23 Tahun 2004 berbunyi sebagai berikut :

“Tindak pidana kekerasan fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (2) merupakan delik aduan.”

Ketentuan Pasal 52 UU No.23 Tahun 2004 berbunyi sebagai berikut :

“Tindak pidana kekerasan psikis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (2) merupakan delik aduan.”

Di samping itu, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 juga mengatur tentang kewajiban bagi aparat penegak hukum, tenaga kesehatan, relawan pendamping atau pembimbing rohani. Diharapkan agar mereka lebih sensitif terhadap kepentingan rumah tangga yang sejak awal diarahkan pada keutuhan dan kerukunan rumah tangga.134

E. Penyelesaian Hukum Terhadap Tindak Pidana Kekerasan Dalam