• Tidak ada hasil yang ditemukan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.2. Unsur-unsur yang Meningkatkan Stok Karbon Hutan

5.2.1. Regrowth

Berdasarkan hasil pengukuran UM PT. SSS sebanyak dua kali yakni pada tahun 2010 dan 2011 terhadap enam buah petak ukur permanen (PUP) di areal bekas tebangan (LOA), diperoleh data regrowth berupa riap volume tegakan tiap PUP dan nilai rata-ratanya. Tercatat riap volume berkisar antara 2,61 m3/ha/th sampai dengan 8,82 m3/ha/th kecuali pada PUP-1 yang riapnya bernilai negatif. Adanya regrowth yang bernilai negatif diduga akibat adanya kesalahan teknis saat pengukuran DBH. Riap bernilai negatif tersebut juga pernah tercatat pada salah satu PUP di PT. Sari Bumi Kusuma (SBK), Kalimantan Tengah (Rusolono & Tiryana 2011). Apabila dikaitkan dengan volume tegakan (DBH ≥ 10 cm) yang totalnya sebesar 216,33 m3/ha (hasil IHMB), maka persentase riap volume tersebut sebesar 1,21- 4,08% dengan riap volume rata-rata sebesar 4,20 m3/ha/th atau 1,94% (Gambar 7). Nilai riap volume tersebut tergolong tinggi, namun tidak berbeda jauh dengan riap volume LOA beberapa IUPHHK-HA di Kalimantan, seperti PT Balikpapan Forest Industries (3,065 m3/ha/th), PT Intracawood Manufacturing (4,141 m3/ha/th), dan PT Wanasokan Hasilindo (5,719 m3/ha/th) (Wahyono 2007).

Riap diameternya tergolong rendah yakni sebesar 0,52 cm/th. Riap diameter di IUPHHK-HA PT Koperasi Andalas Madani (PT KAM) yang letaknya berdampingan dengan PT SSS, sebesar 0,79 cm/th pada PUP tanpa dibina dan 0,80 cm/th pada PUP dibina (Aswandi & Harahap 2006). Menurut Sumarna et al. (2002), berdasarkan data dari 10 provinasi, riap rata-rata diameter

pohon semua jenis sebesar 0,58 cm/th, dan jenis perdagangan 0,59 cm/th. Angka sebesar ini tidak berbeda jauh dengan hasil kajian Santoso (2008) dalam Wahyudi (2011), bahwa riap diameter rata-rata jenis kayu komersial pada hutan alam bekas tebangan 0,60 cm/th. Data tersebut diperoleh berdasarkan hasil rekapitulasi Petak Ukur Permanen pada 199 unit IUPHHK-HA yang dilakukan sejak tahun 1995.

Gambar 7 Regrowth atau riap volume tegakan LOA (Sumber: PT SSS 2011)

5.2.2. Nekromassa Berkayu

Bobot nekromassa berkayu yang diperhitungkan adalah yang berada di dalam areal tebangan yakni yang berasal dari tiga sumber, yaitu: (a) pohon yang rusak berat akibat kegiatan pembalakan, (b) pohon yang ditebang di dalam kegaiatan PWH, dan (c) limbah penebangan pohon di areal tebangan yang umumnya berupa tunggak, cabang, dan dahan (Tabel 17).

Stok karbon nekromassa berkayu di areal hutan belum ditebang (ABD) sebesar 25,74 tCO2e. Adapun simpanan karbon nekromassa di akhir proyek baik total maupun rata-rata per hektar tersaji pada Tabel 18. Pada tabel tersebut tampak skenario baseline memiliki stok karbon nekromassa total tertinggi di akhir proyek yakni sebesar 124,52 KtCO2e, sedangkan skenario-6 memiliki stok karbon nekromassa terkecil yaitu hanya sebesar 50,97 KtCO2e.

PUP 1 PUP 2 PUP 3 PUP 4 PUP 5 PUP 6

Riap Volume -2.18 6.69 4.73 4.55 8.82 2.61 Persen Riap -1.01 3.09 2.19 2.10 4.08 1.21 -4.00 -2.00 0.00 2.00 4.00 6.00 8.00 10.00 m 3/ha/ th

Tabel 17 Bobot nekromassa berkayu setelah penebangan

Skenario

Rusak berat & tebangan PWH (m3/ha) Limbah tebangan (m3/ha) Jumlah (m3/ha) Bobot Nekromassa (ton/ha) Karbon Nekromassa (tCO2e/ha) Baseline 15,42 41,22 56,64 2566 4426 1 6,32 31,39 37,71 17,08 29,47 2 5,19 21,86 27,05 12,25 21,13 3 6,29 23,19 29,48 1336 23,04 4 7,71 41,22 48,93 22,17 38,23 5 6,32 31,39 37,71 17,08 29,47 6 5,19 21,86 27,05 12,25 21,13

Tabel 18 Stok karbon nekromassa di akhir proyek Skenario Total (KtCO2e) Rata-rata per ha

(tCO2e/ha) Baseline 124,52 3,75 1 82,90 2,50 2 59,46 1,79 3 64,81 1,95 4 92,22 2,78 5 71,07 2,14 6 50,97 1,53

Menurut Chambers et al. (2000), laju pelapukan kayu sangat dipengaruhi oleh kerapatan kayu dan diameter batang, dimana korelasinya bersifat negatif, sehingga apabila nilai kerapatan kayu dan diameter batang besar, maka laju dekomposisinya kecil, atau sebaliknya. Dalam proses pelapukan nekromassa, terdapat tiga faktor penting yang saling berkaitan, yaitu: organisme pelapuk (decomposer), karakteristik bahan organik yang akan dihancurkan, dan faktor lingkungan (iklim dan tanah) (Swift et al. 1979 dalam Anderson & Swift 1983).

Adanya pohon tumbang akibat pembalakan, menimbulkan dampak langsung berupa perubahan intensitas cahaya dan kelembaban udara sehingga merangsang pertumbuhan jenis pohon pionir dan jenis gap-opportunist dari

kelompok Dipterocarpaceae. Dampak lanjutan dari keterbukaan tajuk (gap) akibat tumbangnya suatu pohon adalah mempercepat laju dekomposisi dan mineralisasi pada lahan tapak yang terbuka tersebut (Whitmore 1985).

5.2.3. Simpanan Karbon Tanaman Rehabilitasi

Lokasi tanaman rehabilitasi berada di tepi jalan utama (JU), jalan cabang (JC), dan di bekas tempat penimbunan kayu (TPn). Adapun tepi jalan sarad (JS) untuk kepentingan tanaman pengayaan (enrichment planting). Panjang JU, JC, dan luas TPn mengacu kepada realisasi PWH pada RKT 2008, 2009, dan 2010. Berdasarkan data pada 30 petak tebangan @ 100 ha dari ketiga RKT tersebut, diketahui tidak ada hubungan yang erat antara intensitas tebangan dengan panjang JU, JC, dan luas TPn (Tabel 19). Dengan demikian, panjang JU, JC, dan TPn pada RKT mendatang diduga dengan mengalikan rata-rata realisasi panjang JU, JC, dan luas TPn pada RKT yang lalu dengan luas RKT yang akan datang.

Tabel 19 Persamaan regresi linier antara intensitas tebangan dengan panjang JU, JC, dan luas TPn

Hubungan Persamaan garis R2 Intensitas tebangan dan panjang JU Y = 0,442 X + 2,248 0,016 Intensitas tebangan dan panjang JC Y = 0,049 X + 5,939 0,000 Intensitas tebangan dan panjang JS Y = 3,861 X + 30,49 0,045 Intensitas tebangan dan luas TPn Y = -39,44 X + 2904 0,002

Keterangan: Persamaan regresi dibuat berdasarkan data realisasi PWH pada RKT 2008, 2009, dan 2010

Untuk kepentingan pendugaan stok karbon tanaman rehabilitasi, jenis tanaman yang dikaji diwakili oleh sengon (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen), karena selain pertumbuhannya tergolong baik, juga ketersediaan data tanaman (umur dan diameter) serta persamaan alometrik biomassa sengon. Sengon tergolong jenis cepat tumbuh (fast growing species) yang telah banyak digunakan di berbagai tempat untuk kegiatan rehabilitasi atau penanaman lahan kosong. Penanaman rehabilitasi dilakukan pada Et+3 (aturan TPTI), dengan jarak tanam 10 m (di tepi kanan-kiri JU dan JC) dan 3m x 3m (di bekas TPn). Sesuai kebijakan pengelola PT SSS, intensitas tanaman rehabilitasi sebesar 50%

untuk tanaman di tepi JU dan JC, serta 100% untuk tanaman di lahan bekas TPn. Diasumsikan pada umur 10 tahun tanaman sengon ditebang dan lahan yang sudah kosong ditanami kembali dengan jenis sengon. Selain itu diasumsikan pula sebanyak 60% tanaman yang bertahan hidup hingga umur 10 tahun serta tanpa dilakukan penjarangan.

Berdasarkan data pertumbuhan sengon hingga berumur 8 tahun dari Riyanto dan Pamungkas (2010), dibuat garis regresi hingga umur 10 tahun untuk menduga pertumbuhan diameternya. Persamaan tersebut adalah Y = 3,182 X + 0,132 (R2 = 0,973), dimana X adalah umur dan Y adalah diameter batang (Gambar 5). Untuk menduga nilai biomassanya digunakan persamaan allometrik biomassa sengon Y = 0,1126*D2,3445(Siringoringo & Siregar 2006).

Gambar 8 Garis regresi linier antara umur dan diameter sengon

Berdasarkan persamaan alometrik tersebut, untuk skenario baseline, skenario 1, 2, dan 3, diperkirakan stok karbon pada umur 10 th adalah sebanyak 1.623,05 tC atau 0,05 tC/ha dan pada umur 7 th sejumlah 528,05 tC atau 0,016 tC/ha, sehingga total stok karbonnya adalah 3.774,15 tC atau rata-rata 0,11 tC/ha. Jumlah stok karbon tanaman sengon selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 20. Grafik perkembangan stok karbon tanaman sengon selama proyek dapat dilihat pada Gambar 9.

y = 3.182x + 0.132 R² = 0.973 0 5 10 15 20 25 30 0 2 4 6 8 10 D iame te r (c m) Umur (th) Diameter Linear (Diameter )

Tabel 20 Jumlah stok karbon tanaman rehabilitasi Skenario

baseline,1, 2, 3

Skenario-4, 5, dan 6 Stok karbon di akhir

proyek (tC) 3.774,15 3.235,62 Rata-rata per th (tC/th) 125,81 107,85 Rata-rata per ha (tC/ha) 0,11 0,10 Gambar 9 Perkembangan stok karbon tanaman rehabilitasi

5.2.4. Simpanan Karbon Tanaman Pengayaan

Berdasarkan realisasi PWH pada RKT 2008, 2009, dan 2010, panjang jalan sarad yang dibangun dalam kegiatan pembalakan adalah 53,75 m/ha. Panjang jalan sarad yang dibangun tersebut tidak berkorelasi dengan intensitas tebangan. Mengacu pada panjang jalan sarad yang telah dibangun pada beberapa RKT yang lalu, dapat diperkirakan panjang jalan sarad yang harus disiapkan pada RKT dengan JPT luas yang berbeda. Jenis tanaman pengayaan yang dipilih adalah meranti merah dari spesies Shorea selanica Bl. Bibit meranti merah ini ditanam di kiri-kanan tepi bekas jalan sarad dengan jarak tanam 5 m. Panjang jalan sarad dan jumlah bibit meranti merah yang akan ditanam pada setiap skenario dapat dilihat pada Tabel 21.

0 0.01 0.02 0.03 0.04 0.05 0.06 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 to n C/ h a Tahun Baseline & Skenario 1,2,3 Skenario 4, 5, 6

Tabel 21 Panjang jalan sarad dan jumlah tanaman pengayaan

Skenario Luas (ha) Panjang jalan sarad (m/ha) Total panjang jalan sarad (m) Jumlah tanaman (btg) Skenario baseline, dan skenario-1,2,3 1107 53,75 59.498 23.799 Skenario-4,5,6 949 53,75 51.006 20.402

Untuk menduga potensi biomassa dan simpanan karbon S.selanica dari awal hingga akhir proyek, digunakan data diameter dan tinggi hasil evaluasi Istomo et al. (1999) terhadap pertumbuhan tanaman meranti (Shorea spp.) di Haurbentes, BKPH Jasinga, KPH Bogor, Perum Perhutani Unit III Jawa Barat- Banten. Data diameter tergambar dalam sebuah persamaan garis regresi Y = 0.6095 X1,13 (R2 = 0,997) dimana X adalah umur tanaman dan Y adalah diameter setinggi dada (DBH) tanaman S.selanica, sedangkan data tinggi tercermin dalam persamaan garis regresi Y = 0,4808 X1,22 (R2 = 0,995) dimana X adalah umur dan Y adalah tinggi tanaman S.selanica.

Berdasarkan peraturan TPTI, kegiatan pengayaan dilaksanakan 3 tahun setelah pemanenan (Et+3) sehingga di akhir proyek tanaman baru mencapai umur 27 tahun. BJ kayu S.selanica 0,46 dan diasumsikan jumlah tanaman yang tumbuh sebanyak 60%. Di akhir proyek, stok karbon tanaman pengayaan pada skenario baseline dan skenario-1, 2, 3 sebanyak 18,87 KtC atau rata-rata 0,57 tC/ha dengan laju serapan karbon 0,021 tC/ha/th. Adapun pada skenario-4,5,6 stok karbon di akhir proyek sejumlah 16,18 KtC atau 0,49 tC/ha, dengan laju serapan karbon 0,018 tC/ha/th. Dengan demikian di akhir proyek setiap batang pohon S.selanica diperkirakan mengandung 1,32 tC. Pada Gambar 10 diperlihatkan perkembangan simpanan karbon tanaman pengayaan hingga akhir proyek.

Gambar 10 Perkembangan stok karbon tanaman pengayaan

5.3. Unsur-unsur yang Mengurangi Stok Karbon

Dokumen terkait