PELECEHAN SEKSUAL DAN KEKERASAN PADA SISWA Ismah
UNTUK MEMBANTU ANAK-ANAK KORBAN KEKERASAN
Abdul Kholiq
Jurusan Bimbingan dan Konseling FIP UNNES
Abstrak
Di tahun 2014 kasus kekerasan terhadap anak diperkirakan akan terus meningkat. Kasus kekerasan ter- hadap saat ini semakin banyak dijumpai di tengah interaksi masyarakat Indonesia. Kekerasan terhadap anak seba- gai salah satu konsekuensi dari interaksi sosial, sistem pendidikan di Indonesia yang belum sepenuhnya baik serta lemahnya sistem penegakan hukum dan kesadaran masyarakat. Anak yang menjadi korban kekerasan seksual mengalami penderitaan baik secara fisik maupun mental. Diantara sekian cara penyelesaian atau penanganan ter- hadap kasus kekerasan oleh sang anak sebagai korban, dalam disiplin ilmu psikologi dikenal teknik coping yaitu upaya menghadapi suatu konflik atau permasalahan serta cara mengatasinya. Dukungan sosial juga merupakan hal yang dapat membantu individu menyelesaikan masalah tersebut. Pihak yang berkaitan dalam dukungan sosial untuk turut membantu individu menyelesaikan masalah ialah keluarga, teman dan konselor. Konselor sebagai profesi yang memang berfungsi untuk memberikan bantuan, turut berperan serta dalam dukungan sosial tersebut. Konselor dapat melakukan beberapa hal terkait pemberian bantuan terhadap individu dalam melakukan kemam- puan coping dan dukungan sosialnya agar individu lebih efektif menghadapi dan menyelesaikan permasalahannya. Kata kunci: Kekerasan Anak, Coping Skill Dan Dukungan Sosial
ISBN 968-602-14132-1-0 Pendahuluan
Anak korban kekerasan pada hakikatnya ialah mereka yang masih berusia di bawah dua belas tahun yang tengah mengalami tindakan ti- dak menyenangkan, mendapati gangguan atau dirugikan baik aspek fisik maupun non-fisik. Jumlah anak yang mengalami kekerasanpun se- makin meningkat pertahunnya. Seperti yang di- lansir oleh news okezone.com pada bulan Juni 2014, Komisi Perlindungan Anak Indonesia ter- nyata menerima sebanyak 622 laporan kasus ke- kerasan terhadap anak sejak Januari hingga Ap- ril 2014. Susanto MA menuturkan bahwa kasus kekerasan anak masih akan banyak terjadi dan tidak menutup kemungkinan hingga akhir 2014 laporan kekerasan anak tersebut akan terus ber- tambah.
Oleh sebab itu, perlu tindakan nyata yang perlu dilakukan untuk menangani kasus-kasus kekerasan pada anak tersebut. Para peneliti telah mengusulkan sejumlah dimensi deskriptif untuk mengklasifikasikan beberapa pendekatan yang digunakan individu untuk mengatasi stres pada korban kekerasan. Gambaran ekologi menekan- kan dua dimensi, problem focused dan emotion
focused coping dan tindakan prososial diban- dingkan antisosial.
Rs Lazarus dan Folkman dalam Dalton (2001) awalnya mengklasifikasikan strategi co- ping menjadi dua jenis umum: problem focused dan emotion focused. Yang pertama membahas stressor atau masalah secara langsung, dan mela- kukan sesuatu yang aktif tentang hal itu. Ini ada- lah tujuan berorientasi, dan mirip dengan Hob- foll dalam Dalton (2001) konsep coping aktif, dan konsep penanganan aktif-perilaku. Problem focused meliputi kedua bentuk kognitif dan peri- laku. Bentuk terutama kognitif meliputi menga- nalisis informasi tentang masalah, perencanaan, dan pengambilan keputusan. Bentuk perilaku meliputi mencari informasi, meningkatkan upa- ya sendiri mencapai tujuan, merekrut teman, me- minta bantuan, tegas membahas konflik dengan orang yang terlibat. Tindakan bijaksana, seperti meninjau sumber daya seseorang dan pilihan yang ada, mempertimbangkan konsekuensi, dan mencari nasihat orang lain sebelum bertindak, menggabungkan aspek kognitif dan perilaku.
Problem strategi terfokus terutama cende- rung bersifat adaptif jika stressor relatif terken- dali. Jika menerima nilai rendah pada tes maka Alamat korespondensi:
Seminar Nasional Bimbingan dan Konseling Universitas Negeri Semarang 2014
92 kemudian akan mengubah taktik studi, mening- katkan waktu belajar dan mencari tutor atau ban- tuan dari instruktur semua masalah pendekatan terfokus. Jika ingin mengembangkan penyakit, bisa melalui mencari informasi dan pengobatan, meminta bantuan nyata dari orang lain dan pe- rencanaan upaya pemulihan masalah strategi fo- kus.
Strategi coping dapat disimpulkan seba- gai suatu upaya individu untuk menanggulangi situasi stres yang menekan akibat masalah yang dihadapinya dengan cara melakukan perubahan kogntif maupun prilaku guna memperoleh rasa aman dalam dirinya sendiri.
Konsep emotion-focused coping melibat- kan usaha-usaha untuk mengatur emosinya da- lam penyesuaian diri dengan dampak yang ditim- bulkan oleh kondisi yang penuh tekanan. Orang akan cenderung menggunakan strategi emotion- focused coping ketika dihadapkan pada masalah- masalah yang menurutnya sulit dikontrol seperti masalah-masalah yang berhubungan dengan pe- nyakit yang tergolong berat seperti kanker atau Aids. Emotional focused coping : suatu strategi yang menekankan pada aspek emosi. Misalnya: pesan yang menunjukkan kasih, perhatian dan penghargaan, meditasi, refleksi, berdoa, berlatih dan mencari dukungan emosional mendukung untuk mencapai emotion-focused ini (Shapiro et al. Dalam Dalton, 2001). Cara coping dengan penolakan (avoidant) menurut Holahan & Moos dalam Dalton (2001) merupakan salah satu cara dalam emotional focused coping ini, seperti den- gan penolakan, menyakiti orang lain dan kon- sumsi narkoba.
Coping and interpersonal context. Berdas- ar pandangan lain, coping menurut Hobfoll da- lam Dalton (2001) baik yang problem maupun emotion focused diantara prososial atau antiso- sial. Prososial bersifat perhatian terhadap orang lain dan antisosial sebaliknya. Namun beberapa respon coping tidak berada diantara pro maupun antisosial. Berdasar studi yang dilakukan Hob- foll, judicious (bijaksana) focused lebih sering muncul dalam orang yang terkenan gangguan psikis dan jenis focus coping ini lebih normatif.
Coping is contextual. Berdasarkan studi yang dilakukan para ahli seperti Hobfoll, Hola- han dkk, dalam Dalton (2001) didapatkan hasil bahwa coping yang terjadi pada masing-masing orang bersifat kontekstual. Tidak dapat disama- kan antara satu orang dengan orang yang lain- nya. Karena akan berbeda dengan melihat pada perbedaan latar belakang, profesi, pendidikan, pengalaman dalam hidup, usia, budaya, lingkun- gan sosial, dsb.
Social Outcomes. Para peneliti menegas- kan bahwa social outcomes di sini merupkan hasil coping yang mengarah ke hubungan sosial yang lebih berkualitas seperti hubungan untuk menikah, hubungan dengan orang tua, dengan anak dan bukan untuk menjadi pribadi yang baik namun individualis.
A Cyclical Process. Coping merupakan sebuah proses yang selalu berjalan. Terlepas me- lihat hasil coping yang telah terjadi berhasil baik atau tidak, karena pada coping selanjutnya itu akan tetap terbawa dan menjadi pembelajaran dalam coping berikutnya.
Strategi coping dalam konteks sosial, beru- pa dukungan nyata dari orang lain baik nasihat maupun rasa percaya yang perlu dibangkitkan. Dukungan ini meliputi dukungan pemenuhan kebutuhan informasi dan emosional pada diri individu yang diberikan oleh orang tua, anggota keluarga lain, saudara, teman, dan lingkungan masyarakat sekitarnya; kompetensi psikologis; dan dorongan spiritual. Serta dapat diasosiasikan dengan perubahan tujuan hidup ke arah yang le- bih baik seperti menemukan jati diri, perbaikan kebiasaan, perubahan nilai spiritual. Seperti yang dinyatakan Martaniah (2008) bahwa anggota- anggota dalam sebuah komunitas sosial dapat memberikan bantuan langsung secara efektif satu sama lainnya menghasilkan kegunaan baik bagi yang dibantu maupun yang membantu. Contoh peningkatan kepuasan hidup sejalan dengan usia manusia ialah memasuki masa kuliah selepas masa sekolah sebelumnya.
Dukungan sosial dapat diartikan dalam dua bentuk: umum dan khusus (B.R Sarason et al, dalam Dalton 2001). Ini dibedakan menurut fungsinya untuk penerima dukungan. Dukungan umum terjadi dalam hubungan interpersonal, dukungan khusus disediakan untuk membantu seseorang mengatasi stres tertentu. Dukungan umum. Hal ini diartikan untuk menolong orang bahkan orang tersebut mengalami masalah atau tidak, tetap harus dibantu untuk meningkatkan kebersamaan (BR Sarason et al., dalam Dalton 2001). Penerimaan dan kepedulian ini dibagi lagi menjadi integrasi social dan dukungan emosional (Cutrona & Russell dalam Dalton, 2001).
Integrasi sosial dapat diartikan sebuah rasa kebersaaman dalam komunitas. Persahaba- tan, hubungan kerja, dan jemaat keagamaan atau asosiasi lingkungan adalah contoh pengaturan di mana integrasi sosial terjadi.Dalam sebuah penelitian masyarakat senior menemukan bahwa orang-orang yang diwawancarai termasuk kelu- arga, jemaaat keagamaan, dan banyak komuni- tas lain sebagai sumber untuk mendukung dan
bukan secara individual.
Tetapi tidak setiap keanggotaan dari sebu- ah komunitas atau hubungan mempunyai pera- nan pendukung yang penting. Tidak setiap per- nikahan atau hubungan tempat kerja atau jemaat keagamaan bersedia mendukung. jika keanggo- taan didukung oleh sebuah rasa komitmen ber- sama keterikatan, dukungan integrasi sosial akan terjadi (Cutrona & Russell dalam Dalton, 2001).
Dukungan emosional diartikan sebagai dukungan melalui hubungan personal. Ini sering- nya merupakan hal yang paling inti dan intens sebagai dukungan dan disediakan pada pernika- han yang kuat, hubungan orang tua dan anak, atau pertemanan. Dan ini biasanya tidak bersy- arat. Dan mungkin masih berhubungan dengan penerapan hubungan dekat. Meskipun integrasi sosial lebih mengacu pada hubungan dukungan emosional dari seseorang yang berarti keintiman hubungan dan biasanya dengan teman dekat atau keluarga.
Dukungan umum yang kuat menyediakan sebuah cara yang seimbang dalam waktu yang lama dan di berbagai situasi dalam kehidupan seseorang. Ini disediakan untuk orang dengan pengamanan dasar untuk kehidupan dan per- lindungan. Ini tidak secara khusus untuk satu macam stressor dan tidak terlalu penting untuk melibatkan bantuan yang nyata dengan sebuah tantangan yang khusus. Ini lebih pada sebuah pengukuran yang jelas dalam konteks dukun- gan yang dirasakan. Yang mana para partisipan dalam sebuah penelitian diminta diwawancarai tentang kualitas dukungan secara umum yang tersedia dalam kehidupannya dan tidak tentang secara khusus dukungan apa yang mereka dapat- kan. (Barera, 1986; B. R. Sarason et al,. Dalam Dalton 2001). Karena ini menjadi stabil dalam jangka waktu yang lama dukungan secara umum menjadi lebih intens pada personal. Mempengru- hi pandangan seseorang dan penilaian stressor dan narasumber. Ini menjadi lebih banyak men- jadi sumber secara personal dalam mencakup keseluruhanya, sebuah integrasi kepribadian dan dukungan lingkungan (Pierce, Lakey, Sarason, & Josepp, dalam Dalton, 2001).
Dukungan khusus. Cara ini lebih fokus langsung pada mengatasi masalah dengan seo- rang stressor khusus pada waktu tertentu seperti tetangga, pekerjaan, atau sekolah. Ada tiga ma- cam dukungan dari dukungan khusus ini, yaitu dorongan, informasi, dan nyata (Cutrona & Rus- sel dalam Dalton, 2001).
Dorongan fokus pada dukungan rasa se- seorang untuk berkompetisi dengan tantangan khusus. Dorongan ini fokus pada penguatan ti-
dak terlalu mendalami dukungan secara emo- sional. Ini mungkin datang dari keluarga, teman dekat, tetapi ini mungkin datang dari sumber lain yang kurang intim seperti rekan kerja.
Dukungan informasi menyangkut peny- ediaan nasehat atau bimbingan. Ini lebih utama pada pemikiran kognitif daripada emosional dan biasanya disesuaikan pada situasi khusus. Du- kungan yang nyata adalah bantuan nyata yang biasany diartikan sebagai sumber material seperti uang atau tugas seperti memperbaiki mobil.
Berdasarkan dukungan yang nyata, Stack dalam Dalton (2001) menganalisa perubahan dari bantuan diantara keluarga dengan penghasi- lan rendah dalam pembagian kerja dalam rumah termasuk pembagian uang, pengawasan pada anak dan sandang seperti berbagi makanan dan tagihan lainnya. Hadiah-hadiah ini disediakan dengan timbal balik dengan harapan ada bantu- an dengan orang lain ketika dibutuhkan. Maton dalam Dalton (2001) mempelajari jemaah kea- gamaan serta penemuan timbal balik yang pen- ting. Berkowizt dalam Dalton (2001) meriwayat pendiri dari perubahan layanan yang berguna sebuah komunitas pelayanan pembangunan dari sebuah kota dan keterampilan-keterampilan atau layanan yang mereka akan sediakan secara gratis untuk anggota yang lain.
Dukungan secara khusus disediakan saat dibutuhkan untuk membantu stres tertentu. Ini mungkin merupakan pengukuran terbaik dalam konteks penerimaan dukungan, yang mana part- sipan penelitian diwawancarai untuk merekam atau mengingat hal-hal tertentu yang mereka dapatkan saat penerimaan dukungan (Barrera, 1986; B. R. Sarason et al., dalam Dalton, 2001). Ini mungkin disediakan dari teman dekat atau hanya kenalan. Ini biasanya membutuhkan bebe- rapa bantuan dari yang lain. ini berimbas pada penyesuain diri seseorang yang seperti kemuncu- lannya hanya pada dia stres dan membutuhkan bantuan tertentu (L.H. Cohen et al., 1997; S. Cohen & Wills, dalam Dalton, 2001). Kemudi- an, ini mempunyai sebuah penahan efek atau me- lembutkan efek dari stressor hanya saat mereka mengalaminya (Maton dalam Dalton, 2001). Kekerasan Anak Berdasarkan Undang-undang
Undang-Undang yang mengatur keke- rasan terhadap anak sebagai berikut:
1. Pasal 13 ayat (1) UU No. 23 Tahun 2002 ten- tang Perlindungan Anak (“UU Perlindungan Anak”) yang menyatakan bahwa setiap anak selama dalam pengasuhan orang tua, wali,
Seminar Nasional Bimbingan dan Konseling Universitas Negeri Semarang 2014
94 atau pihak lain mana pun yang bertanggung jawab atas pengasuhan, berhak mendapat perlindungan dari perlakuan:
• diskriminasi;
• eksploitasi, baik ekonomi maupun seksual;
• penelantaran;
• kekejaman, kekerasan, dan pengani- ayaan;
• ketidakadilan; dan
• perlakuan salah lainnya.
2. Pasal penganiayaan yang diatur dalam Pasal 351 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”)
• Pasal penganiayaan ringan sesuai
Pasal 351 jo. 352 KUHP, dan
• Pasal 80 ayat (1) UU Perlindungan Anak.
KUHP memang tidak mendefinisikan apa yang dimaksud dengan penganiayaan dan penganiayaan ringan. Namun, menurut yurisprudensi, yang dimaksud dengan kata penganiayaan yaitu sengaja menyebabkan perasaan tidak enak (penderitaan), rasa sakit, atau luka. Contoh “rasa sakit” tersebut misalnya diakibatkan mencubit, mendupak, memukul, menempeleng, dan sebagainya. 3. Selain itu, ketentuan Pasal 80 ayat (1) UU
Perlindungan Anak juga sudah secara khu- sus mengatur tentang penganiayaan ter- hadap anak, dengan menyatakan: “Setiap orang yang melakukan kekejaman, keke- rasan atau ancaman kekerasan, atau pen- ganiayaan terhadap anak, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp 72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta ru- piah).”
Dampak Kekerasan Pada Anak
Mulai “detik ini” hindarilah untuk men- tabukaKekerasan pada anak membawa dampak yang tidak lazim ditemukan dalam wajah keba- hagiaan seorang anak. Seperti yang tertera dalam tabel 1 hasil riset Asri (2012) mengemukakan mengenai contoh kekerasan dan dampaknya.
Diantara hasil riset yang telah dilakukan tersebut, termasuk juga di dalamnya kekerasan anak karena pelecehan seksual. Pada umumnya anak yang menjadi korban kekerasan akan men- derita sakit, stres dan cenderung trauma. Kasus kekerasan terhadap anak menurut seminar yang diadakan oleh kementerian kesehatan republik Indonesia Selasa 1/8/2014 memiliki dampak be- sar pada aspek kesehatan yang berpengaruh bu- ruk terhadap proses tumbuh kembang anak baik secara fisik maupun psikologis terutama trauma psikologis yang berdampak pada penurunan ku- alitas hidup anak yang berada dalam proses tum- buh kembang antara 0-18 tahun. Dalam seminar tersebut diharapkan meningkatnya peran keluar- ga, pendidik dan masyarakat dalam mencegah timbulnya kekerasan terhadap anak. Diharapkan pula dapat meningkatkan peran serta masyarakat, tenaga kesehatan serta lintas sektor terkait deteksi dan penindaklanjutan kasus kekerasan terhadap anak, dengan harapan meningkatnya kerjasama jejaring dalam penanganan kasus kekerasan ter- hadap anak (www.gizikia.depkes.go.id).
Diperkuat dalam jurnal oleh Mohammad (2014) yang menyatakan beberapa dampak buruk akibat kekerasan terhadap anak yang berpenga- ruh terhadap psikis anak dan membawa dampak berupa kecemasan, gejala gangguan mental bah- kan munculnya perilaku patologis.
Tabel 1. Contoh Kekerasan dan Dampak Kekerasan
Contoh kekerasan Dampak
Ditampar orang dewasa Memar, stres, trauma
Dibentak dengan kata-kata kasar Trauma dan membenci orang tersebut
Ditampar saat beraktualisasi diri Minder, jadi pemalu
Dikatakan dengan kata-kata tidak pantas Anak tidak semangat, terngiang ucapan negatif tersebut
Dihukum dengan hukuman fisik Lelah, kram, trauma
Tindakan keras seperti dipukul Sakit fisik, trauma
Diberikan perlakuan kasar, anak disuruh jalan jongkok, dll
Trauma, anak cenderung bekasi di larang ini dan itu
Dihukum dalam posisi bukan sebagai tersangka
Relevansi Coping-skill dan Dukungan Sosial Teknik coping telah ada dan digunakan oleh kebanyakan manusia dalam setiap men- jalani kehidupan sehari-hari khususnya ketika menghadapi permasalahan. Coping ini bisa be- rupa coping yang bersifat prososial atau antiso- sial (Hobfoll dalam Dalton, 2001). Coping jenis pertama yaitu prososial coping yang dalam jenis ini seseorang memberi perhatian pada orang lain, mengungkapkan kepedulian, mencari dukungan dan nasehat dan meningkatkan hubungan kuali- tas hubungan interpersonal. Cara kedua yaitu an- tisosial coping yakni seseorang yang berperilaku agresif, kurang memperhatikan orang lain, ber- perilaku impulsif dan tidak memperhatikan dam- pak dari tingkah lakunya terhadap orang lain.
Berdasarkan studi yang telah dilakukan oleh Dalton (2001) bahwa coping akan dapat berjalan baik dengan komposisi tiga hal yang mendukung yaitu dukungan sosial, kompetensi psikososial dan spiritualitas. Berbicara mengenai keterkaitan antara coping dengan dukungan so- sial ini, keduanya menjadi sesuatu yang sangat se- ring muncul dalam kehidupan. Sebagai makhluk sosial, manusia tentu tidak dapat hidup sendiri. Bersama dengan manusia lain manusia memben- tuk sebuah komunitas. Di dalam komunitas ma- nusia dapat memperoleh dukungan sosial yang muncul dari hasil interaksi interpersonal dalam komunitas. Dukungan sosial ini merupakan sum- ber daya berasal dari komunitas yang digunakan untuk membantu mengatasi masalah. Merupa- kan konsep untuk membantu memahami hubun- gan individu dengan komunitas (Shumaker dan Brownell dalam Wibowo, 2013). Dukungan so- sial dalam konteks hubungan interpersonal meli- puti perhatian, bantuan dan informasi mengenai diri seseorang dan lingkungan. Maka dengan kata lain dukungan sosial merupakan sumber dari usaha yang dilakukan seseorang untuk men- cari dukungan emosional di luar dirinya untuk menjaga kesehatan mental dirinya.
Selain dukungan sosial, komponen dalam coping menurut Dalton (2001) ada kompetensi psikososial yang terdiri atas kemampuan per- sonal dan sosial serta kompetensi spiritualitas. Keduanya saling berkaitan karena pada dasarnya agama dan spiritualitas memberikan keterampi- lan personal dan sosial bagi individu. Lalu kedua hal tersebut merupakan hal penting dalam meng- hadapi stres berat dan situasi yang tidak dapat dikontrol.
Bantuan Coping skill dan Dukungan Sosial Pada Anak Korban Kekerasan oleh Konselor
Sebagai salah satu komponen masyara- kat yang turut memiliki tanggung jawab dalam menangani kekerasan terhadap anak, konselor berperan penting baik dalam lingkup pendidikan maupun sebagai profesi konselor di luar dunia pendidikan. Pada dasarnya konselor dapat me- lakukan tindakan pencegahan dan promosi agar tindak kekerasan terhadap anak dapat termini- malisir. Prevensi menitikberatkan pada faktor- faktor yang dapat siubah sebelum keadaan yang tidak diinginkan berkembang lebih jauh. Pence- gahan dapat menolong sebelum masalah terja- di. Konselor dalam tindak pencegahan ini dapat melakukan penekanan dalam pemantauan tugas perkembangan anak di sekolah supaya berkem- bang dengan baik serta menambahkan promosi pencegahan tindak kekerasan kepada anak supa- ya mereka siap manakala terjadi bahaya. Mini- mal kegiatan pencegahan dan promosi ini dapat meningkatkan kewaspadaan anak maupun orang tua serta. Secara lebih luas diharapkan dapat memberikan penyadaran kepada seluruh lapisan masyarakat akan pentingnya mengetahui dam- pak tindakan kekerasan terhadap anak.
Peran konselor dalam Coping dan dukun- gan sosial anak korban kekerasan beragam dan kompleks. Diketahui klasifikasi strategi coping terdapat dua jenis umum: problem focused dan emotion focused. Yang pertama membahas prob- lem focused atau masalah secara langsung dan melakukan sesuatu yang aktif tentang hal itu. Ini adalah tujuan berorientasi, dan mirip dengan konsep Hobfoll dalam Dalton yaitu konsep co- ping aktif dan konsep penanganan aktif-perilaku. Problem focused atau aktif meliputi kedua ben- tuk kognitif dan perilaku. Bentuk terutama kog- nitif meliputi menganalisis informasi tentang ma- salah, perencanaan, dan pengambilan keputusan. Bentuk perilaku meliputi mencari informasi, me- ningkatkan upaya sendiri mencapai tujuan, me- rekrut teman, meminta bantuan, tegas memba- has konflik dengan orang yang terlibat. Tindakan yang bijaksana, seperti meninjau sumber daya se- seorang dan pilihan yang ada, mempertimbang- kan konsekuensi dan mencari nasihat orang lain sebelum bertindak, yaitu menggabungkan aspek kognitif dan perilaku.
Problem strategi terfokus terutama cende- rung bersifat adaptif jika stressor relatif terken- dali. Misalnya jika mengetahui sebuah perilaku berpotensi mendapat hukuman tindak kekerasan oleh orang tua maka kemudia akan mengubah perilaku supaya dirinya aman.. Jika ingin meny- embuhkan suatu penyakit atau rasa sakit yang diderita, bisa melalui mencari informasi dan pen- gobatan, meminta bantuan nyata dari orang lain
Seminar Nasional Bimbingan dan Konseling Universitas Negeri Semarang 2014
96 dan perencanaan upaya pemulihan masalah stra- tegi fokus.
Yang kedua Emotion-focused coping me- libatkan usaha-usaha untuk mengatur emosinya dalam penyesuaian diri dengan dampak yang ditimbulkan oleh kondisi yang penuh tekanan. Orang akan cenderung menggunakan strategi emotion-focused coping ketika dihadapkan pada masalah-masalah yang menurutnya sulit dikont- rol seperti masalah-masalah yang berhubungan dengan penyakit yang tergolong berat. Emotio- nal focused coping diartikan sebagai suatu stra- tegi yang menekankan pada aspek emosi. Misal-