• Tidak ada hasil yang ditemukan

STRUKTUR ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAH DESA JATIJAJAR

H. Temuan Penelitian

2. Upaya Pembinaan Keagamaan Remaja di Lingkungan mandi uap dan anak kos: Hasil wawancara dengan orang tua remaja

setempat

Untuk permasalahan ini peneliti menadapatkan informasi dari orang tua responden. Di utarakan oleh orang tua SA yaitu SS di kediamannya, yang kebetulan SS saat itu pulang dari bekerja pada tanggal 27 februari 2015 pada pukul 17.00 wib.

“Kalau saya ya tidak masalah mau hidup dekat dengan lokalisasi. Yang penting anak saya tahu yang baik mana yang benar mana. Walaupun saya sering sekali tidak di rumah, tapi kadang-kadang saya juga khawatir sih mbak”.

Lain halnya dengan responden yang berinisial SA dan SS. Menurut pengakuan responden justru ayahnya yaitu SS yang ikut terjun dan merasakan hingar bingarnya dunia malam di tempat mandi uap. Seperti yang diketahui oleh peneliti SA anak dari SS menyampaikan kepada peneliti, ayahnnya jarang sekali pulang, kalaupun pulang itu hanya sebentar karena ayahnya yang berinisial SS sudah ikut terjerumus ke pergaulan bebas dan sering sekali mengunjungi tempat prostitusi.

Berbeda dengan jawaban dari JR, AG, TJ mengutarakan keluh kesah yang sama. Berikut jawaban JR ibu dari CS di kediamannya tanggal 27 februari 2015 pada pukul 09.00 wib.

“Sebenarnya saya itu risih hidup di lingkungan dekat dengan

lokalisasi, tapi apa boleh buat kehidupan kami di sini turun temurun, saya tinggal di sini warisan dari orang tua. Jika saya mencari tempat lain saya yang tidak sanggup karena sudah banyak kenangan di rumah ini, selain itu karena faktor ekonomi juga, saya tidak punya cukup uang untuk membeli rumah di daerah lain yang jauh dari tempat lokalisasi. Saya juga menyadari sebenarnya lingkungan seperti ini akan menganggu dan berimbas tidak baik untuk perkembangan anak saya tapi apa boleh buat mbak”.

Faktor utama yang berpengaruh terhadap pembentukan karakter dan kepribadian anak adalah lingkungan keluarga. Keluarga adalah pendidikan yang paling pertama di ajarkan oleh putra- putrinya dan menentukan tingkah laku anaknya. Dan alangkah baiknya jika orang tua memberikan pendidikan dan memberi contoh yang baik agar putra putrinya dapat bertanggung jawab terhadap agama yang dianutnya. Karena agama merupakan pendidikan yang paling dasar dan yang paling utama. Kaitannya orang tua mendidik anak untuk masalah keagamaannya peneliti mendapatan informasi dari ayah EN yaitu AG pada tanggal 28 februari 2013 di kiosnya”.

“Slalu anak-anak itu saya ajarkan shalat lima waktu, kalau tidak

berjama’ah ya tetap saya suruh mereka shalat dan Alkhamdulillahnya anak saya shalat lima waktu. Kalau mengaji setiap habis magrib walaupun jarang tapi anak-anak saya tetap saya ingatkan. Kalau mengenai zakat Alkhamdulillah kami selalu berzakat setiap hari raya, walaupun jika hari raya idul adha saya baru sekali berqurban. Setidaknya saya memberikan contoh kepada anak- anak saya, agar mereka juga lebih ringan dalam menjalankan ajaran islam”.

Jawaban yang sama pula di sampaikan oleh TJ, JR di kediamannya. Berikut jawaban yang JR utarakan kepada peneliti beberapa waktu yang lalu.

“Di rumah anak-anak selalu saya ingatkan shlat lima waktu. Untuk masalah shalat lima waktu harus itu, kalau anak-anak tidak shalat, akan saya ingatkan terus sampai mereka mau shalat. Anak- anak tidak saya suruh mengaji karena mereka sudah sadar sendiri untuk mengaji. Akan teteapi, tidak setiap hari. Kalau zakat ya tetap, saya

selalu mengeluarkan zakat setiap tahunnya. Biasanya setiap berzakat di masjid saya meminta anak-anak untuk mengantarkan ke masjid, biar mereka lihat kemudian menegrti kalau zakat itu hukumnya wajib”.

Akan tetapi, lain halnya seperti yang di utarakan oleh ibu dari SA, NG yang saat itu pulang kerja pada tanggal 28 di kediamannya pukul 19.00 wib.

“Saya tidak pernah memantau anak saya shalat lima waktu atau

tidak, tapi setahu saya ya anak saya itu shalat tapi ya sepertinya sering bolongnya. Karena alasannya capek, yang mau pergi dengan teman- temannya atau apalah. Tapi setidaknya saya ingatkan terus shalat wajibnya, walaupun sering di dengar lewat telinga kanan bablas telinga kiri. Kalau anak saya lebih berat mainnya dari pada membaca al-qur’an. Dulu saya ikutkan ngaji di masjid setiap habis ashar, tapi sekarang sudah tidak pernah lagi ikut mengaji. Kalau zakat saya selalu zakat saat hari raya idul fitri, biar

bisa jadi contoh juga buat anak saya itu”.

Orang tua sangat berperan penting dalam mendidik anaknya karena pendidikan dan orang tua dapat mengarahkan anak- anaknya menjadi insan yang berguna baik di lingkungan masyarakat maupun di lingkungan keluarga. Kemudian AG orang tua dari EN mengutarakan kiat-kiatnya agar anaknya tetap melakukan kegiatan keagamaan, yang peneliti lakukan beberapa waktu yang lalu.

“Anak saya selalu saya tanamkan kedisiplinan, dengan saya selaku orang tua EN memberikan hal-hal kecil yang bisa di jadikan contoh. EN selalu saya suruh berangkat tahlilan setiap malam minggu. Satu dua kali dia merasa jenuh, tetapi setelah banyak teman dia juga terbisa akhirnya jika dia tidak ikut tahlilan dia itu merasa kecewa. Kalau kegiatan yang lain anak saya tidak ikut, ya

karena sudah banyak aktifitas di sekolah jadi merasa lelah, waktu istirahatnya sedikit”.

Jika JR ibu dari CS menuturkan hal yang berbeda pula. “Kalau di keluarga kami itu anak- anak selalu kami ajak shalat

berjama’ah, dan juga mebaca al-qur’an tiap habis magrib itu kami

lakukan rutin agar anak-anak juga merasakan nikmatnya nanti, dan Selalu saya libatkan anak saya jika saya pergi ke acara tahlilan setiap malam minggu agar anak saya mudah bersosialisasi. Ada juga kegiatan bagi remaja tapi sudah lama tidak ada kegiatan, karena remajanya sudah banyak yang berkeluarga. Di keluarga, selalu saya tanamkan kedisiplinan, kejujuran, tanggung jawab, agar anak tidak sembarangan dalam bertindak”.

Jawaban hampir sama disampaikan oleh NG dan TJ yang berusaha menjaga putra-putrinya agar tetap bertindak sesuai apa yang di ajarkan oleh agama Islam. Mengikuti pengajian, peka terhadap kegiatan-kegiatan sosial kemasyarakatan, menanamkan kejujuran, keuletan, kedisiplinan dan sikap optimis, harapan yang selalu orang tua utarakan untuk membuat kehidupannya lebih baik dari kedua orang tuanya.

Tempat tinggal di lingkungan yang kurang mensupport perkembangan anaknya memang banyak kendalanya baik pengaruh dari lingkungan ataupun teman pergaulannya. Pengaruh lingkungan dapat menjadi salah satu faktor kendala orang tua untuk membina keagamaan bagi putra-putrinya terutama remaja, karena usia remaja adalah usia dimana remaja tersebut mencari identitasnya, selain itu

remaja sering kali labil dalam menentukan pilihanny. Oleh sebab itu, remaja membutuhkan arahan dan dampingan orang tuanya agar tidak terpengaruh oleh pergaulan yang tidak baik. Seperti yang di utarakan TJ ayah AP.

“Hambatan saya waktu anak saya tidak mendengarkan orang tua. Dan selalu menang sendiri, terkadang anak saya berteman dengan wanita PSK. Sehingga itu membuat saya sangat khawatir akan pergaulannya. Walaupun dia rutin mengikuti tahlilan tapi setidaknya menjaga agar anak saya itu tidak terpengaruh dengan pekerjaan seperti itu. Memang tempat tinggal kami dekat dengan lokalisasi tapi setidaknya tidak mengganggu masayarakat yang lain”.

AP adalah siswi SMP, AP adalah remaja berusia 15 tahun. Putri keempat dari empat bersaudara dan seperti yang penulis ketahui AP adalah remaja yang bersifat lembut, kalem, dan emosional. Hidup dalam keluarga yang keadaan perekonomiannya pas- pasan.

Mengenai kendala dalam mendidik putra putrinya NG, ibu dari SA memberikan jawaban yang lain kepada peneliti, yang peneliti temui di kediamannya beberapa waktu lalu.

“Kendala saya membina keagamaan anak saya itu ya karena saya

bekerja, sehingga saya tidak bisa memantau keseharian anak saya. Apalagi bapaknya yang tidak pernah di rumah, malah ikut tergiur enaknya bersama PSK. Jadi sering kali saya lebih baik memikirkan anak saya. Dan tetap saya mengarahkan anak untuk tetap mengikuti kegiatan apa saja di kampung ini. Apalagi kalau tentang kegiatan agama saya sangat mendukung. Tapi terkadang anak saya itu semaunya sendiri, sehingga saya ya hanya bisa memaklumi, ya mungkin sudah capek dengan kegiatan sekolah”.

JR ibu dari CS juga mengutarakan hambatannya dalam membina putrinya.

“Kendala saya dalam membina keagamaan untuk anak saya itu mbak, masih sering main, apalagi tugas kuliah yang menumpuk. Terkadang saat tahlilan sudah capek di tinggal tidur. Karena tugas dari dosennya banyak jadi sering membuat saya kadanng gregetan, saat sudah jam tahlilan malah di tinggal tidur. Walaupun begitu anak saya tetap berangkat tahlilan”.

CS merupakan mahasisiwi dari Universitas Kristen Satya Wacana yang tinggal di lingkungan pekerja seks komersial. Dia anak kedua dari empat bersaudara, dan terlihat sangat menjaga penampilannnya. CS dalam keadaan perekonomian yang serba kecukupan. CS tinggal sangat dekat dengan tempat lokalisasi.

Mengenai kendala yang orang tua hadapi memang berbeda- beda, karena yang di hadapi anak yang berbeda pula. Dan berbeda juga yang di utarakan AG ayah EN.

“Kalau saya kendala yang dihadapi hanya keras kepalanya anak saya saja, ya kalau saya sebenarnya memaklumi jika anak saya terkadang sudah bilang tidak mau mengaji ya tidak mau mengaji. Kalau sudah mutung begitu biasanya saya diamkan, nanti dia nyesel sendiri”.

Seperti yang peneliti ketahui EN berstatus sebagai pelajar kelas 3 SMP, EN putri terakhir dari 3 bersaudara. EN merupakaan anak yang manja, periang walaupun terkadang keras kepala. EN berada dalam perekonomian keluarga yang serba kecukupan.

Penulis melihat faktor pendukung orang tua dalam membina keagamaan bagi putra putrinya hampir sama, entah itu berasal dari keluarga ataupun dari lingkungannya, tempat dimana remaja itu tinggal. Berikut yang di utarakan NG ibu dari CS di kediamannya.

“Sebenarnya di kampung ini ada masjid dan mushola itu sudah

mendukung dalam pelaksanaaan kegiatan keagamaan. Tapi mushola sepi hanya beberapa orang saja yang salat berjama’ah. Kalau masjid ya lumayan apalagi setiap malam minggu untuk tahlilan, dan hari jum’at ramai orang jum’atan”.

Orang tua yang lain juga mengutarakan hal yang sama seperti NG, faktor keluarga dan lingkungan menjadi salah satu pendukung jalannya pembinaan keagamaan bagi remaja.

3. Upaya pembinaan keagamaan remaja di lingkungan mandi