• Tidak ada hasil yang ditemukan

V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Potensi Penawaran Wisata

5.1.1 Obyek dan Daya Tarik Wisata Alam (ODTWA)

Hutan Lindung Gunung Lumut (HLGL) mempunyai potensi sumber daya alam yang tinggi dan budayanya untuk pengembangan ekowisata. Potensi penawaran ekowisata HLGL yaitu obyek wisata yang memiliki daya tarik dan keunikannya, seperti potensi biofisik dan potensi budaya. Keindahan panorama alam, keanekaragaman flora, fauna dan ekosistem yang beragam serta tantangan medan yang kerap manjadi daya tarik tersendiri, juga keragaman budaya masyarakat sekitar kawasan adalah aset potensial bagi kawasan HLGL untuk pengembangan ekowisata. Penawaran ekowisata merupakan suatu bentuk ekologi dan estetika alami dengan berbagai bentuk ekosistem yang dimiliki oleh suatu kawasan HLGL. Potensi ini menjadi obyek wisata yang ditawarkan kepada masyarakat umum (Tropenbos International Indonesia 2006).

Pengamatan lapangan menunjukan bahwa bentuk estetika lanskap tersebut terdapat di kawasan HLGL. Ekosistem hutan hujan tropis dengan keanekaragaman dan keunikan hayatinya menjadi faktor lanskap utama. Pohon- pohon yang berdiri tegak dengan dedaunan yang rindang disertai dengan tumbuhan lumut di seluruh tubuh pepohonan maupun di permukaan batu-batuan, pesona angrek hitam hutan, keanekaragaman flora dan fauna, sungai dan air terjun yang ada di sekitarnya, komunitas suku etnik Paser dengan berbagai legenda budaya yang menyertainya merupakan daya tarik tersendiri untuk dikemas dan ditawarkan pada masyarakat umum.

Secara letak geografis kawasan HLGL di apit oleh wilayah pemukiman penduduk dari berbagai kecamatan dan desa, baik dari sebelah utara, sebelah timur, sebelah selatan, dan sebelah barat. Letak yang demikian memungkinkan kawasan HLGL menjadi tempat jalur lalulintas hubungan antar masyarakat dari berbagai daerah tersebut. Kawasan HLGL dapat ditempuh dengan melalui empat pintu masuk yaitu Swanslutung, Tiwei, Rantau Layung dan Kasungai. Untuk masuk pintu Desa Swanslutung memiliki akses menuju puncak Gunung Lumut,

sedangkan pintu masuk tiga desa lainnya yaitu merupakan lokasi wisata alam, berupa air terjun, sungai, goa dan budaya masyarakat sekitar kawasan HLGL.

5.1.1.1 Pintu Masuk Swanslutung

Pintu masuk Swanslutung melalui Dusun Muluy yang masuk dalam Desa Swanslutung, Kecamatan Muara Komam yang dapat ditempuh melalui jalan darat dan laut dari Balikpapan, Tanah Grogot, dan Banjarmasin (Kalimantan Selatan); dengan jenis kendaraan yang dapat digunakan yaitu kendaraan pribadi roda dua (motor) dan roda empat (mobil). Aksesibilitas menuju pintu masuk Swanslutung cukup mudah dengan kombinasi jalan pengerasan, tanah berbatu. Pintu masuk Swanslutung yang memiliki akses terdekat dengan Bandara Udara Sepinggan di Balikpapan.

Swanslutung dapat ditempuh dengan kendaraan umum dari Balikpapan menuju pelabuhan Kariangau, pintu masuk ini melalui jalur Balikpapan- Kariangau-Penajam Paser Utara-Simpang Lombok dengan jarak tempuh ± 122 km atau ± 6 jam perjalanan. Setelah Simpang Lombok, untuk menuju ke Desa Swanslutung Dusun Muluy berjarak ± 58 km dari Simpang Lombok dengan waktu tempuh ± 1 jam perjalanan yang memiliki akses untuk menuju puncak Gunung Lumut dengan menggunakan kendaraan pribadi, ojek dan atau ikut numpang mobil RKR (PT. Rizky Kacida Reana) yang terkadang lewat, apabila menggunakan kendaraan pribadi melalui jalur yang sama Desa Swanslutung Dusun Muluy dengan jarak tempuh ± 180 km, maka memerlukan waktu ± 6 jam perjalanan. Swanslutung juga dapat dilalui untuk menuju Tanah Grogot maupun Banjarmasin (Kalimantan Selatan).

Tanah Grogot-Kuaro-Simpang Lombok-Swanslutung dusun Muluy jalur yang ditempuh adalah (± 123 km, ± 5 jam) sedangkan Banjarmasin-Muara Komam-Batu Sopang-Kuaro-Simpang Lombok-Swanslutung dusun Muluy jalur yang ditempuh adalah (± 325 km, ± 8 jam). Fasilitas yang tersedia di lokasi ini belum ada, terkecuali jalan perusahaan PT. RKR yang menghubungkan Simpang Lombok dengan Desa Swanslutung Dusun Muluy dan satu buah rumah penduduk yang biasa disewakan apabila ada tamu yang berkunjung serta papan interpretasi masih sangat minimal untuk menuju kawasan yaitu hanya papan petunjuk masuk ke kawasan Desa Swanslutung Dusun Muluy dan batas antara HLGL dengan

41

kawasan yang ada di sekitarnya. Perjalanan dari Simpang Lombok menuju Desa Swanslutung Dusun Muluy akan disuguhi pemandangan hamparan perkebunan kelapa sawit seluas ± 2.500 ha milik PTPN XIII yang telah ada sejak 1980-an, pertambangan batu bara PT. Kideco, serta gugusan pegunungan di sepanjang jalan menuju kawasan HLGL.

Kawasan HLGL memiliki kondisi jalan pengerasan, tanah berbatu menuju lokasi mempunyai tantangan tersendiri bagi pengunjung yang menyenangi tantangan. Untuk menuju puncak gunung lumut dari Dusun Muluy sepanjang jalur tersebut, pengunjung akan menjumpai beberapa objek wisata alam di antaranya sebagai berikut:

a. Air Terjun Une

Sumber daya alam pendukung di dalam kawasan HLGL adalah air terjun Une. Masyarakat Desa Swanslutung khususnya Dusun Muluy sudah menggunakan air terjun Une sebagai alat untuk pembangkit listrik mereka dari Turbin. Air terjun ini letaknya di kaki gunung lumut, memiliki suasana yang alami dengan bentang alam yang unik, ketinggiannya yang mencapai ± 5 meter dan airnya tidak langsung terjun melainkan menempel di permukaan batu, karena jatuh sambil menempel ini akan membentuk ukiran-ukiran pada permukaan batu yang dilalui dan cukup menarik untuk dilihat (Gambar 9).

a.Sungai Anjur

Sungai Anjur terdapat di depan Gunung Lumut, yang mengalir melintasi jalan menuju ke kawasan Gunung Lumut dan dikelilingi lingkungan hutan yang masih alami, maka pengunjung akan menikmati pemandangan hutan sekunder dan primer pegunungan disekitar sungai tersebut. Sungai ini memiliki luas ± 5 m dengan debit air sedang berarus tenang.

c. Pemandangan Lepas

Pemandangan alam lepas puncak Gunung Lumut, memperlihatkan suatu keindahan bentang alam, yang memiliki daya tarik wisata alam pegunungan dengan kondisi hutan yang masih alami dan lebat tidak saja menyebabkan kondisi udara yang sejuk, akan tetapi berpotensi juga sebagai arena petualangan yang terlihat seperti pada (Gambar 10).

Gambar 10 (a dan b) Pemandangan Puncak Gunung Lumut.

a.Puncak Gunung Lumut

Gunung Lumut berada dalam kawasan HLGL. Untuk mencapai Gunung Lumut, pengunjung akan menikmati pemandangan hutan sekunder dan primer. Dalam perjalanan dari Sungai Anjur menuju puncak Gunung Lumut, pengunjung akan menjumpai banyak hal seperti atraksi satwa liar berupa perjumpaan secara langsung maupun tidak langsung (jejak, suara, bekas cakaran, sisa makanan dan feses). Satwa liar yang dapat dijumpai diantaranya Owa kelawot, Babi hutan, Kijang (Payau), sarang Landak, Bajing ekor tegak, Beruang madu dan burung Enggang serta kupu-kupu. Sedangkan keanekaragaman tumbuhan yang terdapat di Gunung Lumut, Puak Empulu/Engkuning (Baccaurea tetandra Merr.), Mnspon

43

(Lithocarpus gracilis (Korth.) Soepadmo), dan Bnsiang (Ziziphus angustifolius (Miq.) Hatusima ex Steenis), juga tumbuhan hias jamur dan anggrek yang dapat dinikmati (Nurbandiah 2008). View yang ditawarkan sejauh mata memandang berupa gugusan pegunungan disertai atraksi satwa liar dan hembusan angin yang sejuk, serta suasana tenang.

Kekhasan kawasan HLGL paling utama yang dimiliki adalah tumbuhan lumut yang tumbuh dengan subur dan lebat memenuhi pepohonan dan permukaan bebatuan yang sangat indah terdapat di puncak Gunung Lumut pengunjung dapat merasakan sejuknya hawa pegunungan dan hamparan pohon berdiameter kecil ± 15 m yang didominasi oleh pohon-pohon dari jenis Dipterocarpaceae berdiameter ± 50-150 cm dapat dinikmati mulai dari ketinggian ± 400-1100 mdpl, dimana pengunjung akan menemui pohon-pohon yang beragam ukuran dan jenisnya diseluruh tubuh pohon yang diselimuti lumut yang tebal. Suasana lembab dan minimnya intensitas cahaya matahari yang menembus lantai hutan serta hembusan angin kencang, semakin menambah kesan angker dan mistisnya Gunung Lumut. Tebal lumut yang mencapai ± 10-35 cm menyebabkan pohon berlumut mampu menyimpan air hujan, menghasilkan oksigen dalam jumlah yang banyak dan menambah kelembaban hutan puncak Gunung Lumut. Konon, dijumpai udang dan kepiting di dalam lumut.

Perjalanan menuju Pundan Tengaran yang terletak pada ketinggian ± 1.100 mdpl. Semakin menuju Pundan Tengaran, semakin terasa hembusan angin yang semakin kencang dan dingin, disertai langit mendung seakan hendak hujan. Cuaca selama pendakian Gunung Lumut, konon menurut masyarakat susah ditebak. Setiap pendaki disuguhkan pada cuaca Gunung Lumut yang berbeda-beda selama pendakian, tergantung pada Sang Pengoasa Gunung Lumut yang disebut “Kepala Adat”. Jika “Kepala Adat” mengijinkan maka cuaca berarti baik.

Pemandangan yang dapat dinikmati di puncak Gunung Lumut berupa hamparan hutan dengan pepohonan yang tertutup lumut tebal, dan dipenuhi oleh vegetasi yang lebat dan beranekaragam jenis tumbuh-tumbuhan dengan gugusan pegunungan yang tersusun rapi dan bernilai estetik. Serta adanya tanda titik puncak yang disemen. Konon, tanda titik puncak disemen karena di dalamnya

terdapat harta karun Dayak Paser yang telah ada sejak jaman nenek moyang. Belum ada fasilitas apapun yang ada di lokasi ini, selain jalan setapak. Puncak Gunung Lumut berada pada ketinggian ± 1.233 mdpl, perjalanan dari Sungai Anjur-puncak Gunung Lumut yang dapat ditempuh selama ± 11 jam perjalanan pergi-pulang, dapat dilihat pada (Gambar 11).

Gambar 11 Pohon Puncak Gunung Lumut, (a,b) Batang yang telah diselimuti oleh lumut; (c) Dahan dan ranting pohon yang telah diselimuti oleh lumut (sumber foto: Mariana Zainun dan Nurbandiah).

5.1.1.2 Pintu Masuk Tiwei

Pintu masuk Tiwei terletak di Desa Tiwei, Kecamatan Long Ikis yang dapat ditempuh melalui jalan darat dan laut dari Balikpapan dan Tanah Grogot menggunakan kendaraan pribadi roda dua atau roda empat. Aksesibilitas menuju pintu masuk Tiwei cukup mudah dengan kombinasi jalan pengerasan, tanah

A

C

45

berbatu. Apabila ditempuh dari Bandara Udara Sepinggan di Balikpapan menggunakan jalur Balikpapan-Kariangau-Penajam Paser Utara-Long Ikis-Desa Tiwei (± 108 km, ± 4 jam). Dari Tanah Grogot melalui jalur Tanah Grogot-Long Ikis-Desa Tiwei (± 40 km, ± 2 jam). Fasilitas yang disediakan berupa akses jalan yang mudah keluar-masuk dari pintu masuk Tiwei, pasar, warung makanan/minuman, penjaja kerajinan tangan khas atau suvenir, jasa penyewaan rumah warga bagi tamu yang berkunjung, sepanjang jalur Tiwei pengunjung akan menikmati objek wisata alam yaitu:

a. Air Terjun Tiwei

Letaknya di Desa Tiwei, ± 3 km dan ± 1 jam perjalanan dari pusat desa merupakan obyek wisata yang favorit untuk berlibur, sambil menikmati pesona alam yang indah dan hawa yang sejuk. Di tempat ini tersedia warung makan untuk pengunjung, gazebo, serta tempat parkir. Masyarakat di sekitarnya memanfaatkan kawasan sebagai tempat mencari kayu bakar, tumbuhan obat dan tumbuhan hias.

Gambar 12 Air Terjun Tiwei

5.1.1.3 Pintu Masuk Rantau Layung

Pintu masuk Rantau Layung melalui Rantau Buta yang dapat ditempuh melalui jalan sungai berjarak ± 6 km selama ± 3 jam perjalanan yang terletak di Kecamatan Batu Sopang merupakan pintu masuk yang dapat dijadikan pilihan yang tepat untuk memasuki Rantau Layung. Jalur Rantau Layung memiliki

nuansa petualangan di alam yang menantang, khas dan unik. Suasana alam sepanjang perjalanan sangat eksotik, berbagai atraksi satwaliar yang semakin menambah suasana pedalaman dengan nuansa petualangan yang menantang dan didominansi pohon Bangris (pohon penghasil madu alam) yang unik dan vegetasi Dipterocararpaceae yang menarik.

Rantau Layung dapat ditempuh dengan melalui 3 jalur alternatif, yaitu dari Balikpapan, Tanah Grogot dan Banjarmasin (Kalimantan Selatan) dengan menggunakan kendaraan pribadi roda dua dan roda empat. Rantau Layung bila ditempuh dari Bandara Sepinggan di Balikpapan melalui jalur Balikpapan- Kariangau-Penajam Paser Utara-Kuaro-Rantau Buta-Rantau Layung (± 264 km, ± 8 jam). Tanah Grogot-Rantau Buta-Rantau Layung (± 67 km, ± 4 jam). Banjarmasin (Kalimantan Selatan) melalui jalur Banjarmasin-Muara Komam- Batu Sopang-Rantau Buta-Rantau Layung (± 242 km, ± 7 jam).

Fasilitas yang disediakan berupa akses jalan yang mudah keluar-masuk dari pintu masuk Rantau Layung yang ada berupa 6 unit perahu mesin (Long Boad) milik warga untuk disewakan dari Rantau Buta-Rantau Layung atau sebaliknya, serta satu buah rumah penduduk yang biasa disewakan apabila ada tamu yang berkunjung. Sepanjang jalur Rantau Layung, pengunjung akan menjumpai beberapa objek wisata alam di antaranya sebagai berikut:

a. Air Terjun Nango

Air Terjun Nango merupakan Objek wisata alam yang unik dan menarik juga memiliki kombinasi. obyek daya tarik ini merupakan wisata yang sangat indah dengan arus yang cukup deras dan terdapat kolam di bawahnya yang memiliki keeksotisan dapat dipadukan dengan muara di atasnya yang juga memiliki hulu di dalam goa, dengan ke dalaman ± 1,5 m serta dihiasi bebatuan yang berundak-undak dan ditutupi oleh lumut besar dan unik. Perjalanan menuju lokasi akan dijumpai ladang masyarakat, vegetasi hutan sekunder dan primer yang didominasi oleh tanaman Biwan, pohon Bangris tua (penghasil madu alam) yang merupakan pengalaman wisata alam yang sayang apabila terlewatkan. Air Terjun ini merupakan hilir dari Muara Nango, untuk mencapai muara sungai Nango pengunjung harus menaiki air terjun Nango dengan memanjat akar di samping air terjun untuk mencapai di atas Muara dan Goa Nango.

47

b. Muara Nango

Muara Nango bercabang 2 (sepanjang ± 325 m) dengan mendekati hulu, aliran sungai semakin menyatu (sejauh ± 165 m ) dan berakhir di dalam liang atau goa. Muara Nango nampak bahwa air sungai keluar melalui sungai bawah tanah yang hulunya berada di dalam goa dengan jalan menanjak dan berbatu. Pemandangan yang dapat dinikmati berupa kelokan Muara Nango yang sangat indah seperti tempat pemandian bidadari, dengan air yang jernih serta banyaknya kubangan air mengalir. Sesampainya di hulu Sungai Nango, dapat dijumpai goa yang dinamakan Liang Sungai Nango dengan ketinggian ± 120 mdpl dengan kelerengan sangat curam (800). Goa ini berjarak ± 500 m dari air terjun Nango dan dapat ditempuh ± 1 jam perjalanan. Kekhasan Muara Sungai Nango terletak pada bebatuan yang berwarna abu-abu dan bertingkat-tingkat sehingga memberikan keunikan dan terlihat artistik, perjalanan menuju lokasi relatif lebih aman dan mudah melalui jalur Sungai Prayamliu yang dapat ditempuh dengan berjalan kaki sejauh ± 5 km dengan waktu ± 3 jam perjalanan.

Perjalanan melalui jalur darat relatif sulit karena harus melewati hutan dengan medan berat dan topografi bebatuan. Pada saat berjalan melewati Muara Sungai Nango, pengunjung akan melihat jernihnya air yang mengalir dan pohon- pohon seperti Biwan (Endertia spectabilis Steenis & de Wit), Bkokal bawo (Saraca declinata (Jack) Miq), Jelutung (Alstonia angustiloba Miq.), Mangkolabo, Entab, dan Engkeliang berdiri tegak dan tumbuh diantara bebatuan dengan diameter sekitar 60-70 cm. Pengunjung juga dapat mendengar suara kicauan burung yang menambah keindahan alam di Muara Sungai Nango.

c. Liang Nango

Pemberian nama Liang Muara Sungai Nango karena liang tersebut berada di dalam kawasan Muara Sungai Nango. Untuk dapat masuk ke liang, harus memanjat mulut liang setinggi ± 1,5 meter. Terdapat dua lorong di dalam liang yaitu lorong pertama berbentuk vertikal dan lorong kedua berbentuk horizontal. Lorong pertama tidak dapat dilalui karena lorong vertikal dengan kemiringan 900 dan kondisi tanah liat yang remah. Lorong kedua memiliki panjang ± 20 m dari mulut liang, berupa lorong sempit berdiameter ± 1 m, dengan tanah liat yang telah mengalami patahan selebar ± 10 cm dan dalam ± 40 cm. Lorong hanya bisa

dilewati oleh satu per satu orang, dengan posisi jalan miring. Fauna yang ditemukan di dalam liang goa yaitu Laba-laba dan Lenawai kecil, serta pemandangan sungai Nango yang menarik, serta kicauan burung Enggang dan burung-burung kecil lainnya semakin menambah mantapnya berpetualang di alam bebas.

Gambar 13 Air Terjun, Muara dan Liang Sungai Nango: (a) Hulu Muara sungai nango, (b) Tengah Muara Sungai Nango, (c) Hilir Muara Sungai Nango/Puncak Air Terjun Sungai Nango, (d) Ornamen Liang berupa stalagtit/Mulut Lorong Liang yang sempit, (e dan f) Air Terjun Sungai Nango (sumber foto: Mariana Zainun dan Nurbandiah).

A

B

C

D

49

5.1.1.4 Pintu Masuk Kasungai

Pintu masuk Kasungai terletak di Desa Kasungai, Kecamatan Batu Sopang yang dapat ditempuh melalui jalan darat dan sungai dari Balikpapan, Tanah Grogot dan Banjarmasin (Kalimantan Selatan) dengan menggunakan kendaraan pribadi roda dua atau roda empat. Aksesibilitas menuju pintu masuk Kasungai cukup mudah dengan kombinasi jalan aspal dan tanah berbatu. Kasungai bila ditempuh dari Bandara Udara Sepinggan di Balikpapan menggunakan jalur Balikpapan-Kariangau-Penajam Paser Utara-Batu Sopang-Desa Kasungai (± 257 km, ± 6 jam). Tanah Grogot melalui jalur Tanah Grogot-Batu Kajang-Desa Kasungai (± 47 km, ± 2 jam). Banjarmasin (Kalimantan Selatan) melalui jalur Banjarmasin-Muara Komam-Batu Sopang-Desa Kasungai (± 224 km, ± 6 jam).

Fasilitas yang disediakan berupa akses jalan yang mudah keluar-masuk dari pintu masuk Kasungai, warung makanan atau minuman, jasa penyewaan rumah warga bagi tamu yang berkunjung, serta adanya fasilitas listrik PLN juga lokasi yang dekat dengan pemancar signal hp, sehingga memudahkan komunikasi. Sepanjang jalur Kasungai pengunjung akan menjumpai beberapa objek wisata alam di antaranya:

a. Goa Tengkorak

Desa Kasungai memiliki Goa Tengkorak yang merupakan tempat mengubur orang-orang penganut kepercayaan animisme sebelum masuknya pengaruh Agama Hindu dan Agama Islam di Kerajaan Paser, dengan jumlah tengkorak dalam goa ini berjumlah ± 35 buah, kondisi tengkorak yang beberapa sudah rusak dan tidak utuh lagi. Goa Tengkorak berbentuk cekungan, yang terletak di punggung bukit tebing batu dengan ketinggian ± 20 meter, dengan harus menaiki tangga kayu terlebih dahulu untuk mencapai goanya. Tengkorak manusia ini di dalamnya yang berasal dari zaman Kahariangan dan juga merupakan situs peninggalan sejarah nenek moyang, yang memiliki serambi goa yang dihiasi stalagtit dan stalagmit yang indah.

Pemandangan yang dapat dinikmati dari Goa tengkorak adalah keindahan Gunung Loyang, Sungai Kesungai dan Sungai Semao. Selain itu juga dapat mendengar kicauan burung Gagak, Enggang, Elang dan burung-burung lainnya dan nuansa hutan sekunder pegunungan. Goa ini berjarak ± 700 meter dengan

waktu tempuh ± 30 menit. Untuk menuju lokasi dengan melewati dua jembatan dan dua sungai yaitu Sungai Semao dan Sungai Kesungai, pengunjung akan melihat kuburan masyarakat Kasungai yang sudah menganut ajaran Agama Islam. Goa Tengkorak ini berada di sekitar kawasan HLGL dan sudah dikelola oleh Dinas Pariwisata Seni dan Budaya Kabupaten Paser. Kondisi sekitar wilayah kawasan Goa Tengkorak cukup baik walaupun masih memerlukan perawatan dan pengawasan secara lebih kontinyu untuk memberikan kenyamanan kepada pengunjung.

Gambar 14 Goa Tengkorak: (a) View yang dapat dinikmati dari tangga Goa Tengkorak, (b) Tangga menuju Goa Tengkorak (c) Tengkorak kepala dan tulang belulang di dalam goa.

b. Goa Loyang

Goa Loyang mempunyai keindahan yang telah terlihat dari kejauhan dengan batu yang besar dengan pepohonan yang rindang, Goa Loyang tersebut merupakan hasil temuan masyarakat Desa Kasungai yang bernama Lojang. Keunikannya adalah ruangan pertama dari mulut goa berukuran besar dan menyerupai loyang terbalik. Untuk menuju goa harus menaiki tangga menuju mulut goa yang besar. Saat berada di dalam goa pengunjung dapat melihat ruangan yang besar seperti loyang yang terbalik. Ada dua jalur untuk berjalan- jalan dengan beberapa pintu keluar, dengan menjelajahi goa yaitu jalur pertama menuju puncak gunung setinggi ± 110 mdpl dan jalur kedua yang merupakan kombinasi jalan hutan dan jalan dalam goa.

Sejauh mata memandang, jalur pertama menyuguhkan pemandangan alam yang sangat luar biasa, seluruh wilayah Kecamatan Batu Sopang, komplek

51

pertambangan batu bara PT. Kideco dan sekitarnya dapat terlihat, beserta seluruh gugusan pegunungan yang eksotis. Sedangkan jalur kedua menyajikan penelusuran goa yang menantang dan unik. Liang tanduk dan liang serawu merupakan dua ruangan utama dalam goa. Fauna yang terdapat di dalam goa yaitu kelelawar, walet dan laba-laba. Sedangkan fauna yang dijumpai di sekitar goa antara lain burung Punai tanah, Terantang, Pipit, Teruak Gonggong, Engkutong, Enggang, Gagak dan Bubut. Goa ini berjarak ± 400 m dengan waktu tempuh ± 20 menit dari Desa Kasungai. Fasilitas yang tersedia antara lain akses menuju goa yang sudah diaspal dan dalam keadaan baik, loket karcis, tempat pertunjukan, kantin, gazebo dan tempat parkir. Goa Loyang ini juga sudah di kelolah oleh Dinas Pariwisata Seni dan Budaya Kabupaten Paser.

Gambar 15 Goa Loyang: (a) Mulut Goa, (b) Lorong Goa yang sempit dan ornamen goa berupa stalaktit dan stalakmit serta kelelawar yang sedang terbang di dalam goa (sumber foto: Mariana Zainun dan Nurbandiah).

5.1.2 Daya Tarik Biologi

5.1.2.1 Flora

HLGL memiliki flora yang langka dan endemik dapat menjadi obyek yang menarik bagi para pengunjung yang terdiri dari hutan primer dan hutan sekunder, khususnya untuk tujuan pendidikan dan penelitian. Hutan Lindung Gunung Lumut juga memiliki kenekaragaman tanaman hias berupa berbagai jenis tanaman anggrek yang terlihat seperti pada Gambar 16.

Gambar 16 (a,b dan c) Anggrek di Hutan Lindung Gunung Lumut (sumber foto:Mariana Zainun dan Nurbandiah).

Flora yang menonjol dan sering ditemui pada hutan riparian (tepi sungai dan anak sungai) adalah Bekokal/Bkokal bawo (Saraca declinata (Jack) Miq) dan Biwan (Endertia spectabilis Steenis & de Wit). Selain tanaman tersebut juga dapat ditemui Meranti (Shorea sp.), Bangris, Ulin (Eusideroxylon zwageri), Beringin/Nunuk (Ficus sp.), Mayas (Duabanga moluccana Blume), Benuang (Octomeles sumatrana), Bungur (Lagerstroemia sp.), Gaharu (Aquilaria malaccensis), Sungkai (Peronema canescens Jack), Walur (Nauclea subdita Merr.), Nsom bulau (Mangifera torquenda Kosterm.), Nansang (Macaranga pruinosa (Miq.) Mull.Arg.), Nansang puyan (Macaranga pearsonii Merr.), Bangkorang (Leea indica (Burm.f.)), Lutung (Alstonia angustiloba Miq.), Ara (Poikilospermum sp.), Ara gendang (Ficus variegata Blume) Lutung Buis, Pelawan (Tristaniopsis whiteana), Bnsiang (Ziziphus angustifolius (Miq.) Hatusima ex Steenis).

A

B

53

Gambar 17 Flora di Hutan Lindung Gunung Lumut: (a) Bekokal/Bkokal bawo (Saraca declinata (Jack) Miq), (b) Meranti (Shorea sp.), (c) Gaharu (Aquilaria malaccensis), (d) Beringin/Nunuk (Ficus sp.), (e) Buah Walur (Nauclea subdita Merr.), (f) Bungur (Lagerstroemia sp.) dan (g) Bangris (Koompassia excelsa). (Sumber foto: Nurbandiah 2008).

A

B

C D

E

G

F

Jenis pohon-pohon yang sering dimanfaatkan oleh masyarakat disekitar HLGL antara lain dari kelompok Mangga (Mangifera sp.), Durian (Durio sp.), Rambutan (Nephelium sp.), Langsat (Lansium domesticum), Asam putar (Mangivera similis), Keranji (Dialium indum), Cempedak, Tarap dan Bukes. Tanaman herba yang sering digunakan sebagai bahan pangan oleh masyarakat adalah Ptien (Etlingera sp.) dapat dilihat pada Gambar 18 (Nurbandiah 2008).

5.1.2.2 Fauna

HLGL memiliki keanekaragaman fauna yang tinggi, berdasarkan wawancara dengan masyarakat setempat maupun pengamatan secara langsung terhadap keberadaan satwa yang pernah dan sering terlihat di kawasan HLGL, yaitu yang ditandai dengan penemuan jejak berupa jejak kaki, jejak cakaran pada pohon dan kayu, jejak feses dan bekas makanan yang telah dimakan oleh satwa