• Tidak ada hasil yang ditemukan

Abstrak

Karakter geografi yang kompleks dan sistem biokultur yang dinamis mempengaruhi perkembangan fenotipe kraniofasial Suku Arfak. Selain itu, perkembangan kraniofasial Suku Arfak juga dilatarbelakangi oleh percampuran ras sehingga menghasilkan keragaman morfologi wajah yang tinggi. Penelitian ini mencoba untuk mengkinikan karakter morfologi kraniofasial Suku Arfak secara komprehensif berdasarkan struktur anatomi wajah dengan menggunakan perangkat morfometrika geometris. Bentuk kraniofasial Suku Arfak yang dikonstruksi dari total subyek sebanyak 37 pria dan 43 wanita menunjukkan variabilitas. Analsis pelekukan relatif (RW) berdasarkan skor RW menunjukkan distribusi individu dalam bidang morfologi lima komponen RW pertama memiliki pola distribusi ellipsoid. Hal ini berarti variabilitas kraniofasial relatif heterogen dan terpolarisasi. Di lain pihak, beberapa individu mengelompok membentuk wajah yang mirip.

Kata kunci: kraniofasial, Suku Arfak, titik anatomi, pelekukan relatif

Abstract

The complex geographycal characters and dynamic bioculture systems affect the development of craniofacial phenotype of Arfak tribe. In addition, the development of craniofacial morphoplogy of Arfak tribe has also a historical background related to race mixing which produce high variety of facial morphology. This research attempts to update craniofacial morphology characters of Arfak tribe comprehensively based on facial anatomical structure by using geometric morphometric tools. Craniofacial shapes of Arfak tribe were constructed from total subject 37 men and 43 women showed variability. Relative Warp (RW) analysis based on RW score showed distribution individual in morphology space first five RW components have ellipsoidal pattern distribution. This means craniofacial variability relativelly heterogen dan polarized. On the other hand, there are several individuals grouped caused of the similar face.

Keywords: craniofacial, Arfak tribe, landmark, relative warp

Pendahuluan

Daerah Papua (mulanya disebut Netherlands New Guinea, kemudian berganti nama menjadi Irian Jaya) meliputi setengah daerah New Guinea bagian barat. Daerah Manokwari, Provinsi Papua Barat termasuk dalam wilayah kepala burung, yaitu bagian paling barat daerah Papua. Daerah pegunungan tengah kepala burung dianggap berasal dari fragmen kerak Australia. Selain itu, daerah

kepala burung juga terisolasi dan terpisah dalam waktu yang cukup lama dengan daratan utama New Guinea dan Australia (paparan sahul) pada zaman prasejarah (Miedema & Reensik 2004).

Asal mula manusia pertama yang menghuni daerah New Guinea memiliki sejarah paleogeografi, arkeologi, linguistik, dan genetik yang kompleks, yang berpengaruh pada pembentukan kraniofasial Suku Arfak. Secara umum diasumsikan bahwa paparan sahul di huni oleh manusia pertama sekitar 60.000- 50.000 tahun yang lalu. Di pantai utara New Guinea dihuni manusia pertama sekitar 40.000 dan 35.000 tahun yang lalu. Ini berdasarkan penemuan situs tertua di daerah Papua New Guinea (PNG), yaitu di pantai utara Huon Peninsula dan Lachitu Rockshelter. Di daerah dataran tinggi PNG, situs tertua ditemukan di Kuk Swamp di sekitar pegunungan Hagen sekitar tahun 30.000 tahun yang lalu. Di daerah kepala burung (bagian barat New Guinea), studi arkeologi di dataran Ayamaru menemukan dua situs gua, yaitu Gua Kria dan Gua Toe. Berdasarkan data radiokarbon, Gua Kria dihuni pertama kali oleh manusia sekitar tahun 8.000 tahun yang lalu, sementara Gua Toe pertama kali dihuni sekitar 26.000 tahun yang lalu, yaitu pada akhir masa Pleitosen (Miedema & Reensik 2004; Pasveer 2007).

Berdasarkan studi arkeologi, diperkirakan terdapat dua rute migrasi ke daerah New Guinea. Rute pertama adalah melalui Maluku Utara dan rute lainnya melalui Pulau Aru. Di Maluku Utara terdapat bukti hunian manusia pertama di Gua Golo sekitar tahun 35.000 tahun yang lalu, sementara Gua Lembudu di Pulau Aru pertama kali di huni oleh manusia sekitar tahun 27.000 tahun yang lalu. Kelompok yang melalui rute Pulau Aru merupakan nenek moyang langsung dari populasi Australia, sementara kelompok yang melalui Maluku Utara dan daerah kepala burung membentuk populasi Papua (Miedema & Reensik 2004; Pasveer 2007).

Secara genetik, kekerabatan antara populasi di dataran tinggi Papua dan Australia Aborigin masih menimbulkan perdebatan. Kedua populasi itu diasumsikan berkerabat karena daerah New Guinea dulunya bersatu dengan Australia, kemudian terpisah sekitar 8.000 tahun yang lalu. Populasi di dataran tinggi Papua merupakan representasi penduduk asli Papua, sementara di daerah pantai termasuk dalam kelompok pendatang berbahasa Austronesia (Redd &

Stoneking 1999). Berdasarkan data kromosom Y dan DNA mitokondria (mtDNA), populasi Australia dan New Guinea memiliki sejarah yang berbeda setelah terpisah dan terisolasi satu dari yang lain (Kayser et al. 2001), namun lokus autosomal dan haplotipe α globin menunjukkan hubungan kekerabatan yang dekat antara dua populasi itu (Thomson et al. 1996). Di lain pihak, Redd & Stoneking (1999) menggunakan analisis filogenetik mtDNA menyimpulkan bahwa populasi dataran tinggi PNG berbeda dari Aborigin Australia.

Secara linguistik, daerah kepala burung termasuk ke dalam pusat geografi bahasa Austronesia dan non-Austronesia (Bahasa Papua) (Miedema & Reensik 2004; Mansoben 2007). Bahasa Austronesia digunakan oleh komunitas di daerah kepulauan dan daerah pesisir pantai, seperti Biak, Waropen, dan Wandamen, sementara bahasa non-Austronesia digunakan oleh komunitas di daerah pedalaman dan dataran tinggi, yang tersebar dari bagian barat Vogelkop (kepala burung) hingga bagian timur New Guinea (Mansoben 2007; Stoneking et al. 1990). Bahasa Austronesia juga tersebar di Indonesia, dan sebagian besar tersebar di pulau-pulau antara Asia Tenggara dan Amerika Selatan. Diduga berasal dari Cina Tenggara, kelompok bahasa ini meninggalkan Taiwan sekitar 6000 tahun lalu, kemudian bermigrasi ke Indonesia, dan melalui Filipina bergerak ke Maluku. Sekitar 4000 tahun lalu, beberapa kelompok bahasa Austronesia melakukan perjalanan ke pesisir pantai utara New Guinea, akan tetapi tidak bergerak lebih jauh ke daratan yang terdapat kelompok bahasa Papua (nonAustronesia) (Miedema & Reensik 2004; Mansoben 2007).

Karakter geografi yang kompleks dan asal manusia purba di New Guinea yang berasal dari berbagai tempat tersebut turut berperan dalam mempengaruhi pembentukan kraniofasial Suku Arfak. Selain itu, pembentukan morfologi kraniofasial Suku Arfak juga memiliki latar belakang biologi yang berkaitan dengan percampuran ras sehingga menghasilkan keragaman morfologi wajah yang besar (Verneau 1881; Lawes 1882). Karakter morfologi wajah Suku Arfak telah diidentifikasi secara verbal (Verneau 1881). Penelitian ini mencoba untuk mengkinikan karakter morfologi kraniofasial Suku Arfak secara lebih komprehensif berdasarkan stuktur anatomi wajah dengan menggunakan perangkat morfometrika geometris.

Metode morfometrika geometris atau landmark morphometrics relatif baru dikembangkan dalam studi morfologi manusia. Metode ini menggunakan koordinat landmark karena ia dapat menangkap informasi bentuk lebih baik dibandingkan dengan pengukuran morfometrika tradisional. Metode ini diawali dengan proses digitasi koordinat landmark pada struktur anatomi biologi. Selanjutnya, pengaruh variasi yang berkaitan dengan ukuran, lokasi, dan orientasi dari objek dieliminasi secara matematik, sehingga perbedaan yang ada hanya mengekspresikan variasi bentuk. Keuntungan metode ini adalah dengan jumlah sampel yang cukup maka perbedaan bentuk dapat dideteksi dengan analisis statistik yang akurat. Keuntungan lain metode ini adalah hasil visualisasi gambar yang lebih baik (Bookstein 1991; Rohlf & Marcus 1993; Rohlf 2000; Richtmeier 2002; Katina et al. 2004; Loy et al. 2004; Zelditch et al. 2004).

Selama ini, penelitian yang berkaitan dengan metode morfometrika geometris telah cukup banyak dipublikasi dalam mengungkap variasi inter- dan intraspesies, studi sistematika dan filogeni hewan invertebrate dan vertebrata, seperti pada kelompok Pisces (Cavalcanti et al. 1999), Mamalia (Hood 2000), Hymenoptera (Querino et al. 2002; Aytekin et al. 2007), Primata (Frost et al. 2003; Juliandi et al. 2009), Ostracoda (Elewa 2003), Lalat Tsetse (Patterson & Schofield 2005), Lizard (Kaliontzopoulou et al. 2007), Tikus (Kawakami & Yamamura 2008), Rodentia (Colangelo et al. 2010), juga kemiripan fosil tengkorak manusia (Manzi et al. 2000; Bruner et al. 2002; Zollikofer & de Leon 2002; Frieb 2003; Burner & Manzi 2004; Bruner et al. 2004).

Akan tetapi, penelitian yang berkaitan dengan bentuk kepala dan wajah manusia masih sedikit dilakukan di luar Indonesia (Singh et al. 1997; Vioarsdottir et al. 2002; Singh et al. 2003; Bastir & Rosas 2006; Shi et al. 2006; Valenzano et al. 2006; Bruner & Jeffrey 2007; Dalal & Phadke 2007), maupun di Indonesia (Juliandi 2000; Abad 2002; Widyarini 2009; Siregar 2009; Lestari 2010). Padahal, setiap orang memiliki bentuk wajah spesifik sehingga wajah sering kali digunakan dalam proses identifikasi untuk membedakan individu satu dari yang lain, dan menganalisis variabilitas antarpopulasi manusia.

Penampakan bentuk wajah yang bervariasi pada setiap orang itu dipengaruhi oleh faktor genetik dan faktor lingkungan, seperti adaptasi fisiologi, tantangan

fisik, hereditas, dan proses yang random (Bruner et al. 2004; Bruner & Manzi 2004). Beberapa faktor lain, seperti perbedaan suku, bangsa, dan etnis serta dimorfisme seksual juga mempengaruhi variasi kraniofasial berdasarkan studi morfometrika (Rajilakhsmi 2001; Katina et al. 2004; Agnihotri &Singh 2007; Yosuf 2007).

Penelitian ini bertujuan mengarakterisasi variabilitas wajah Suku Arfak dan mempelajari pola distribusi morfologi wajah Suku Arfak. Informasi bentuk wajah Suku Arfak diharapkan dapat menjadi acuan dalam penentuan ciri morfologi bentuk wajah suku-suku lain di Papua dan melengkapi informasi variasi wajah orang Indonesia.

Bahan dan Metode Koleksi Data

Penelitian dilaksanakan pada bulan September 2010 sampai bulan April 2011 bertempat di daerah Manokwari, Provinsi Papua Barat. Penelitian ini dilakukan pada pria dan wanita Suku Arfak yang bersedia secara sukarela untuk direkam wajahnya dengan kamera, dan diwawancarai untuk mengetahui identitas dan asal suku hingga dua generasi sebelumnya. Penentuan suku sampai dua generasi penting untuk memastikan keaslian suku subjek.

Subjek pria, sebanyak 37 orang, sebagian besar diperoleh di sekolah-sekolah dan pemukiman warga Suku Arfak di sekitar Kota Manokwari, sedangkan hampir separuh dari 43 orang wanita berasal dari Daerah Minyambouw. Daerah Minyambouw merupakan salah satu daerah tempat tinggal suku asli Arfak. Daerah ini terletak di sekitar Pegunungan Arfak pada ketinggian sekitar 1600 m dpl. Oleh karena itu, keseluruhan subjek dari daerah ini merupakan Suku Arfak asli.

Pengambilan Citra Wajah

Citra wajah subjek direkam dengan menggunakan kamera digital berlensa tele merk Olympus C-750 dan Canon DS126071, dengan lensa optik yang memiliki focal length lebih dari 50 mm. Jarak wajah ke peralatan fotografi sekitar

3-4 meter untuk meminimalkan kesalahan perspektif. Pengambilan citra wajah dilakukan dengan latar belakang putih

Digitasi Bentuk Wajah

Foto wajah terbaik dari setiap subjek dipilih, dan 26 titik-titik anatomis wajah tampak depan yang digunakan dalam analisis bentuk wajah, sedangkan wajah tampak samping sebanyak 16 titik anatomi (Gambar 1, Tabel 5, dan Tabel 6). Koordinat kartesius titik anatomi setiap individu dicatat dengan perangkat lunak tpsDig (Rohlf 2005).

Gambar 1. Titik anatomi wajah (A) tampak depan dan (B) tampak samping

Digitasi citra wajah untuk setiap individu ini dilakukan lima kali untuk meminimalkan kesalahan digitasi. Sebaran posisi landmark dan keakuratan hasil digitasi, diamati dengan perangkat lunak tpsRelW (Rohlf 2007).

Tabel 5. Letak dan dekripsi titik-titik anatomis wajah tampak depan (frontal) Nomor Deskripsi 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26

Ujung luar alis mata 1 Ujung dalam alis mata 1

Titik maksimum kurva area terdepresi tulang frontal (glabella) Ujung dalam alis mata 2

Ujung luar alis mata 2

Perbatasan lateral kelopak mata atas dan bawah (Exochantion 1) Perbatasan lateral kelopak mata atas dan bawah (Exochantion 2) Titik minimum kurva jembatan hidung (nasion)

Perbatasan lateral kelopak mata atas dan bawah (Exochantion 3) Perbatasan lateral kelopak mata atas dan bawah (Exochantion 4) Tulang pipi 1 (Zygomatic 1)

Titik maksimum kurva lateral cuping hidung 1

Ujung hidung/titik maksimum kurva hidung (pronasale) Titik maksimum kurva lateral cuping hidung 2

Tulang pipi 2 (Zygomatic 2)

Titik tengah hidung/pertemuan collumela dengan philtrum (subnasale) Pertemuan lateral antara batas bibir atas dan bawah (Cheilon 1) Titik tengah cupids Bow/ perbatasan bibir bagian atas (vermillion atas) Pertemuan lateral antara batas bibir atas dan bawah (Cheilon 2) Perbatasan bibir bagian bawah (vermillion bawah)

Titik minimum kurva antara vermillion bawah dan dan gnathion Titik maksimum kurva dagu (gnathion)

Titik maksimum kurva sudut mandibula (gonion 1) Titik maksimum kurva sudut mandibula (gonion 2) Titik maksimum kurva bawah daun telinga 1 Titik maksimum kurva bawah daun telinga 1

Analisis Data

Untuk mendapatkan informasi tentang bentuk wajah umum dan variasi lokalnya, digunakan tiga metode morfometrika geometris, yaitu Generalized Procrustes Analysis (GPA) (Zelditch et al. 1990; Rohlf 2000), Thin Plate Spline (TPS), dan analisis Relative Warp (Bookstein 1991). Ketiga metode ini digunakan untuk menghitung bentuk rata-rata, menganalisis deformasi bentuk, dan merangkum variasi bentuk pada komponen tak seragam. Variasi wajah yang terbentuk selanjutnya dikelompokkan berdasarkan kemiripannya dengan metode cluster neighbour joining (Saitou & Nei 1987).

Tabel 6. Letak dan deskripsi titik-titik anatomis wajah tampak samping Nomor Dekrispsi/Nama 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16

Titik maksimum kurva area terdepresi tulang frontal (glabella) Titik maksimum kurva jembatan hidung (nasion)

Titik maksimum kurva hidung (pronasal)

Pertemuan antara collumella dengan philtrum (subnasale) Pertemuan bibir bagian atas (vermilion atas)

Pertemuan lateral antara bibir bagian atas dengan bawah (cheilon) Perbatasan bibir bagian bawah (vermilion bawah)

Titik minimum kurva antara vermilion bawah dengan gnathion Titik maksimum kurva dagu (gnathion)

Titik maksimum kurva lateral cuping hidung Tulang pipi (Zygomatic)

Pertemuan lateral kelopak mata atas dan bawah (exochantion) Ujung luar alis mata

Titik maksimum kurva atas lubang telinga Titik minimum kurva bawah lubang telinga Titik maksimum kurva sudut mandibula (gonion)

Bentuk rata-rata. Bentuk rata-rata dihitung menggunakan metode GPA. Metode GPA digunakan untuk menghilangkan semua informasi yang tidak berhubungan dengan bentuk, yaitu pengaruh ukuran, rotasi, dan posisi setiap gambar. Mula-mula metode GPA menghitung “center of gravity” atau sentroid dari koordinat landmark setiap wajah (diagram pada Gambar 2). Sentroid merupakan rata-rata koordinat “x” dan “y” dari semua titik anatomi landmark. Kemudian setiap landmark dihubungkan ke sentroid, dan penyetaraan skala koordinat landmark dalam unit ukuran sentroid dilakukan. Setiap wajah kemudian dirotasikan untuk meminimalkan total jarak kuadrat di antara landmark homolog. Selanjutnya, koordinat rata-rata dari setiap landmark ditentukan (Zelditch et al. 1990; Rohlf 2000; Dalal & Phadke 2007; Juliandi et al. 2009). Koordinat ini digunakan sebagai data dalam proses deformasi dengan metode TPS dan pembentukan wajah umum. Visualisasi gambar wajah umum dilakukan dengan perangkat lunak tpsSuper (Rohlf 2004b). Penelitian ini menggunakan bentuk rata- rata sebagai referensi dengan asumsi bahwa bentuk rata-rata merupakan bentuk umum yang dimiliki oleh nenek moyang mereka.

Gambar 2. Bentuk rata-rata. (A) Titik-titik (tertutup dan terbuka) merupakan landmark anatomi untuk dua morf, (B) Penentuan sentroid (C) Landmark dan sentroidnya tanpa outline bentuk, (D) Superimposisi koordinat landmark ke sentroidnya, (E) Rotasi dan penyetaraan skala koordinat landmark, (F) Penentuan koordinat rata-rata titik yang homolog (titik dalam lingkaran).

Variasi dan Hubungan antarBentuk Metode Thin Plate Spline (TPS) seolah-olah membenamkan koordinat landmark bentuk rata-rata (referensi) pada lembaran baja tipis dua dimensi yang mempunyai kisi-kisi beraturan. Perbandingan berpasangan dilakukan dengan memetakan titik-titik anatomis bentuk referensi ke titik-titik anatomis yang homolog dari setiap wajah. Pemetaan ini menyebabkan lembaran melekuk ke titik-titik anatomi setiap sampel. Deformasi pada lempengan tipis tersebut menunjukkan besar dan arah variasi di antara kedua bentuk yang dianalisis. Proses deformasi ini dilakukan dengan perangkat lunak tpsSplin (Rohlf 2004a).

TPS mendekomposisi perbedaan bentuk menjadi komponen seragam (affine atau linear) dan komponen tak seragam (non-affine), yang keduanya dapat ditampilkan dalam bentuk grid deformasi. Komponen seragam akan mempertahankan garis paralel pada grid deformasi; ia mencerminkan perubahan bentuk global yang berlangsung merata pada semua titik-titik anatomis yang ada karena perbedaan ukuran, orientasi, atau lokasi antara dua bentuk. Komponen tak seragam mencerminkan perubahan yang spesifik pada area titik-titik anatomis tertentu sehingga memungkinkan peneliti untuk mencari perbedaan lokal pada

bentuk yang dipelajari (Bookstein 1991; Zelditch et al. 2004). Selanjutnya komponen tak seragam dapat didekomposisi menjadi beberapa pelekukan parsial (partial warps). Level deformasi dari suatu referensi ke suatu bentuk diekspresikan sebagai metrik ruang bentuk yang disebut energi pelekukan (bending energy) (Bookstein 1989). Dengan mengambil analogi gravitasi, dua titik anatomis yang berdekatan akan memerlukan energi untuk menjauh yang lebih besar dibandingkan titik-titik anatomis yang saling berjauhan. Deformasi seragam tidak memerlukan energi pelekukan (nol), sementara komponen- komponen tak seragam memerlukan energi yang semakin besar pada skala yang semakin kecil. Pada penelitian ini digunakan perubahan bentuk tak seragam karena bentuk ini mencerminkan adanya variasi lokal.

Untuk merangkum variasi bentuk wajah pada komponen tak seragam, dilakukan analisis komponen utama pada skor pelekukan parsial. Ini akan menghasilkan skor relative warp (RW). Setiap RW bersifat ortogonal satu dengan yang lain, artinya RW yang satu bersifat independen terhadap RW yang lain sehingga varians yang terkandung pada satu RW bersifat mutually exclusive terhadap RW yang lain. RW pertama membawa varians dengan proporsi terbesar dan RW selanjutnya membawa proporsi yang semakin kecil. Oleh karena itu, sejumlah RW pertama dapat digunakan untuk mengekstrak kecenderungan umum variasi. Perhitungan skor pelekukan parsial, skor RW dan pemetaannya dilakukan dengan perangkat lunak TPSRelW (Rohlf 2007).

RW membentuk ruang hiperdimensional yang mengandung wajah setiap individu, dan jarak di antara individu merefleksikan kemiripan satu individu dengan yang lain. Wajah yang mirip akan berdekatan. Penentuan kemiripan antarwajah dilakukan dengan menganalisis jarak antara setiap individu. Matriks jarak Euklideus digunakan sebagai data untuk pengelompokan bentuk wajah berdasarkan kemiripannya dengan metode cluster neighbour-joining (Saitou & Nei 1987) dalam paket analysis phylogenics and evolutions (APE) (Paradis 2006). Setiap kelompok tipe wajah yang terbentuk dianggap berisikan individu-individu yang mempunyai tipologi yang sama. Keseluruhan perhitungan menggunakan program R (R Development Core Team 2010).

Hasil Bentuk Umum Wajah Suku Arfak

Bentuk umum wajah Suku Arfak merupakan konsensus wajah pria dan wanita. Wajah umum ini dikonstruksi dari total jumlah subjek sebanyak 37 orang pria dan 43 orang wanita, berdasarkan 26 titik anatomi wajah depan dan 16 titik anatomi wajah samping setiap subjek. Visualisasi wajah, grid deformasi, dan koordinat landmark wajah umum tampak depan dan samping baik pada pria dan wanita Arfak ditampilkan pada Gambar 3-5.

No. Koordinat Landmark No. Koordinat Landmark

X Y X Y 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 -0.22 -0.05 -0.01 0.04 0.20 -0.18 -0.07 -0.01 0.06 0.17 -0.21 -0.07 0.00 0.15 0.16 0.18 0.17 0.17 0.12 0.11 0.13 0.11 0.13 0.04 -0.04 -0.00 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 0.08 0.20 0.00 -0.10 0.01 0.11 0.01 0.01 0.02 -0.23 0.24 -0.26 0.26 -0.04 0.05 -0.05 -0.14 -0.10 -0.13 -0.18 -0.20 -0.30 -0.14 -0.12 -0.05 -0.03 No = urutan titik anatomi seperti pada Gambar 1, Tabel 5 dan 6

Gambar 3. Visualisasi wajah umum, grid deformasi dan koordinat landmark wajah depan pria Suku Arfak yang dikonstruksi dari wajah gabungan 37 orang berdasarkan 26 titik anatomi

No. Koordinat Landmark No. Koordinat Landmark X Y X Y 1 2 3 4 5 6 7 8 -0.12 -0.11 -0.20 -0.14 -0.16 -0.05 -0.14 -0.09 0.25 0.19 0.02 -0.03 -0.10 -0.15 -0.19 -0.23 9 10 11 12 13 14 15 16 -0.04 -0.09 0.02 0.01 0.02 0.38 0.37 0.35 -0.32 -0.02 0.09 0.17 0.22 0.13 0.07 -0.10 No = urutan titik anatomi seperti pada Gambar 1, Tabel 5 dan 6

Gambar 4. Visualisasi wajah umum, grid deformasi, dan koordinat landmark wajah samping pria Suku Arfak yang dikonstruksi dari wajah gabungan 37 orang berdasarkan 16 titik anatomi

Berdasarkan Gambar 3-5, bentuk kepala pria dan wanita Arfak secara umum adalah berbentuk panjang (dolichocephalic), namun bentuk kepala wanita Arfak cenderung kurang panjang dibandingkan pria Arfak. Bentuk kepala dolichocephalic ditentukan berdasarkan diameter vertikal kepala lebih besar dibandingkan diameter horizontal kepala. Hasil penelitian ini memperkuat pernyataan Verneau (1881) & Morris (1900) yang mengklasifikasikan bentuk kepala ras Papua ke dalam dolichocephalic. Kategori ini mengacu pada tengkorak kepala orang Arfak dan orang Doreri yang diidentifikasi oleh MM. de Quatrefages dan Hamy (Verneau 1881).

No. Koordinat Landmark No. Koordinat Landmark X Y X Y 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 -0.21 -0.05 -0.00 0.04 0.21 -0.18 -0.06 -0.00 0.06 0.18 -0.21 -0.07 -0.00 0.16 0.17 0.19 0.17 0.17 0.12 0.11 0.13 0.11 0.12 0.04 -0.04 0.00 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 0.07 0.20 0.00 -0.10 0.00 0.10 0.00 0.00 0.01 -0.24 0.24 -0.26 0.26 -0.04 0.05 -0.05 -0.14 -0.09 -0.14 -0.17 -0.20 -0.30 -0.13 -0.13 -0.05 -0.05 No = urutan titik anatomi seperti pada Gambar 1, Tabel 5 dan 6

No. Koordinat Landmark No. Koordinat Landmark

X Y X Y 1 2 3 4 5 6 7 8 -0.07 -0.07 -0.18 -0.14 -0.17 -0.08 -0.17 -0.14 0.28 0.19 0.06 -0.01 -0.06 -0.13 -0.16 -0.21 9 10 11 12 13 14 15 16 -0.10 -0.10 0.04 0.04 0.06 0.39 0.37 0.31 -0.31 -0.01 0.08 0.17 0.23 0.06 0.00 -0.18 No = urutan titik anatomi seperti pada Gambar 1, Tabel 5 dan 6

Gambar 5. Visualisasi wajah umum, grid deformasi dan koordinat landmark wanita Suku Arfak yang dikonstruksi dari wajah gabungan 43 orang berdasarkan 26 titik anatomi wajah depan (atas) dan 16 titik anatomi wajah samping (bawah)

(a) (b) (c)

Gambar 6. Wajah depan pria Suku Arfak dan grid deformasiya (a) Wajah individu No. 4, (b) Wajah umum, (c) Wajah individu No.13

Gambar 6a dan 6c memperlihatkan dua wajah pria Arfak yang paling berbeda di antara individu yang ikut membentuk wajah umum (Gambar 6b). Kedua wajah itu merupakan individu no. 4 dan no. 13 pada Gambar 9, yang memiliki jarak euklideus terbesar, yaitu sebesar 0,2916 (dengan kisaran 0,04- 0,29). Wajah individu no. 4 berasal dari daerah pantai, sementara individu no.13 berasal dari daerah pegunungan Arfak.

Ketiga wajah pria Arfak itu memiliki karakter bentuk wajah yang berbeda satu dari yang lain. Walau bentuk kepala ketiganya dikategorikan ke dalam dolichocephalus, Gambar 6a cenderung memiliki bentuk kepala yang kurang panjang dibandingkan dengan bentuk kepala yang lain, Gambar 6b memiliki bentuk kepala medium, dan bentuk kepala terpanjang adalah Gambar 6c. Dahi ketiganya memiliki tinggi yang berbeda, dari dahi yang paling pendek (Gambar 6a), medium (Gambar 6b), hingga paling tinggi (Gambar 6c). Bentuk wajah bervariasi dari cenderung bulat (6a), berbentuk oval (6b) hingga cenderung panjang (6c). Bila dibandingkan dengan wajah umum (6b), tulang hidung Gambar 6a cenderung pendek, sementara Gambar 6c cenderung panjang. Nostril keduanya (6a & 6c) relatif lebar dibandingkan dengan (6b). Bentuk dagu bervariasi dari pendek (6a), medium (6b) hingga panjang (6c)

(a) (b) (c)

Gambar 7. Wajah depan wanita Suku Arfak dan grid deformasinya (a) Wajah individu No. 1, (b) Wajah Umum, (c) Wajah individu No.19

Gambar 7a dan 7c merupakan wajah wanita yang ikut membentuk wajah umum (7b). Keduanya memiliki perbedaan wajah yang paling nyata bila dibandingkan dengan wajah umum (Gambar 7b). Kedua wajah itu adalah individu no 1 dan no. 19 dari dendrogram Gambar 11, yang memiliki jarak euklideus paling besar (0,31) dengan kisaran nilai 0,04-0,31. Individu no. 1 berasal dari daerah pantai, sementara individu no. 19 berasal dari daerah pegunungan Minyambouw.

Seperti halnya karakter wajah pria Arfak yang berbeda satu dari yang lain, wajah wanita Arfak pun tampak bervariasi seperti tergambar pada Gambar 7. Bentuk kepala ketiga wanita Arfak tersebut berbentuk panjang (dolichocephalus), namun bentuknya bervariasi dari kurang panjang (7a) hingga paling panjang (7c) bila dibandingkan dengan wajah umum. Tinggi dahi bervariasi dari pendek (7a), medium (7b) hingga tinggi (7c). Bentuk wajah cenderung bulat (7a), oval (7b), hingga cenderung panjang (7c). Tulang hidung cukup pendek (7a) dan panjang (7c) bila dibandingkan dengan (7b), dengan nostril cenderung sempit. Bentuk dagu bervariasi dari pendek (7a), medium (7b) hingga panjang (7c).

Variasi Wajah

Bentuk wajah suku Arfak bervariasi, yang terlihat pada grid deformasi komponen tak seragam yang menggambarkan perubahan lokal (Lampiran 1-4).

Hasil penelitian ini mendukung temuan Lawes (1882) bahwa orang Papua memiliki bentuk wajah dan bentuk tengkorak yang beragam.

Dokumen terkait