VISUALISASI, ANIMASI, SIMULASI DAN MODEL E-LEARNING
B. E-LEARNING DAN TEORI PEMBELAJARAN 1. Filsafat Konstruktivisme dalam pembelajaran
2. Virtual Classroom ( Ruang Kelas Maya)
Pada proses pendidikan (pembelajaran) dalam bentuk Virtual
Classroom terdapat 3 komponen pokok yang sangat menentukan
tujuan pembelajaran yaitu guru, dalam hal ini diperankan oleh komputer yang dilengkapi dengan perangkat-lunak, siswa, dan interaksi edukatif yang terbangun. Peran guru (program pembelajaran) adalah sebagai korektor, inspirator, informator, organisator, motivator, inisiator, fasilitator, demonstrator, mediator, evaluator, dan pembimbing. Melalui peran program pembelajaran siswa akan dapat mengkonstruksi pengetahuan, sikap, dan psikomotor.
Tujuan pembelajaran dapat dicapai dengan lebih baik bila terjadi interaksi edukatif antara siswa dengan materi yang disajikan. Karena tujuan dari interaksi edukatif adalah agar terjadi perubahan dalam diri siswa setelah mereka melakukan proses belajar. Dalam rangka interaksi edukatif tujuan mempunyai arti penting, sebab tanpa tujuan, kegiatan yang telah dilakukan kurang bermakna. Karena itu tujuan menempati posisi yang penting dalam semua aktivitas, apalagi dalam interaksi edukatif, tujuan dapat memberikan arahan yang jelas.
Program pembelajaran harus dirancang sedemikian rupa sehingga materi yang disajikan betul-betul mengantarkan siswa kepada tujuan pembelajaran. Dengan demikian tujuan mempunyai posisi strategis dalam kegiatan interaksi edukatif.
2. Virtual Classroom ( Ruang Kelas Maya)
Posisi Virtual Classroom dalam Teknologi Informasi
Virtual Classroom adalah salah satu bentuk e-learning yang
dapat dibuat dengan menggunakan kemajuan teknologi informasi. Secara hirarki posisi Virtual Classroom dalam teknologi informasi dapat dilihat pada Gambar 3.1 (Mayub, 2005).
Implikasi Teori Konstruktivisme dalam Virtual Classroom
Teori kontruktivisme berpendapat bahwa, dalam pembelajaran terjadi suatu proses membangun pengetahuan pada diri siswa, yang umumnya dipengaruhi oleh guru, materi ajar, dan siswa itu sendiri, disamping hal-hal lainnya.
Menurut teori konstruktivisme pengetahuan itu sendiri hakekatnya adalah suatu proses pembentukan yang terus menerus, berkembang, dan berubah, misalnya Hukum Newton yang dulu danggap sudah final, namun kemudian harus diubah karena tidak mampu lagi memberikan penjelasan yang memadai.
26
Dalam sistem Virtual Classroom ada tiga komponen utama yang perlu mendapat perhatian khusus yaitu, sistem sabagai guru (mediator dan katalisator), siswa yang belajar, dan dialog sistem dengan siswa (interaktivitas).
Gambar 3.1 Kedudukan Virtual Classroom dalam Teknologi Informasi
Peranan guru dalam sistem Virtual Classroom
Mengajar bukanlah kegiatan memindahkan pengetahuan dari guru kepada siswa, melainkan suatu kegiatan yang memungkinkan siswa membangun sendiri pengetahuannya (Suparno, P,1997). Mengajar berarti berpartisipasi dengan pelajar dalam membangun pengeta-huannya. Pengajar secara umum berfungsi sebagai mediator dan katalisataor dalam belajar. Sistem Virtual
Classroom dalam proses belajar, berfungsi sebagai mediator,
katalisator, dan lain sebagainya, sama halnya dengan fungsi guru dalam sekolah konvensional. Dengan menggunakan Virtual
Classroom peranan guru digantikan oleh komputer yang
menggunakan software pembelajaran. Hal itu dapat dilihat pada Gambar 3.2 (Mayub, A,2005)
Cyber Low Open Source E-Goverment E-learning E-Commerce Internet Security BHTV Project
Standlone
Virtual Classroom
Motion Two Dimention
Film tentang gerak Animasi Analysis Animasi demo Sajian Materi Jawaban pertanyaan Ujian Materi Komputer jaringan
Teknologi Informasi
Tujuan Pembelajaran: Pembentukan pengatahuan, sikap dan keterampilan
27
Gambar 3.2 Model Analisis keterkaitan antara bagian-bagian Virtual Classroom dalam proses pembelajaran
Peranan siswa dalam konstruktivisme dan sistem Virtual Classroom
Berdasar falsafah konstuktivisme belajar dapat diartikan sebagai proses aktif siswa mengkonstruksi arti teks, pengamatan, dialog, simulasi, animasi, visualisai, grafis, pengalaman fisis, dan lain-lain. Belajar merupakan proses asimilasi dan hubungan pengalaman atau bahan yang dipelajari dengan suatu pengertian yang telah dimiliki seseorang sehingga pengertiannya menjadi berkembang (Suparno, P, 1997). Belajar bukan proses mekanik untuk mengumpulkan fakta, melainkan suatu proses organik untuk menemukan sesuatu. Belajar itu merupakan perkembangan pemikiran dengan membuat kerangka pengertian yang berbeda dari yang sebelumnya.
Agar belajar lebih bermakna maka siswa harus memiliki pengalaman dengan cara membuat hipotesis, menguji hipotesis, memanipulasi objek, memecahkan persoalan, mencari jawaban, menggambarkan, berdialog, mengungkapkan pertanyaan, meneliti, mengadakan refleksi, mengekspresikan gagasan dan lain sebagainya. Dengan demikian dalam proses belajar berarti juga pembelajar harus membentuk makna, melakukan rekonstruksi, membentuk pengertian baru, menimbulkan rasa keingintahuan, hasil belajar dipengaruhi pengalaman siswa tentang konsep-konsep, tujuan dan motivasi yang dipengaruhi oleh interaksi siswa dengan bahan yang dipelajari. Oleh sebab itu keberhasilan belajar siswa sangat ditentukan oleh keaktifan siswa berinteraksi dengan materi pelajaran. Lihat gambar 3.3 (Mayub, A, 2005)
Appersepsi Proses Pembelajaran Evaluasi Film Narasi Demo Analisis Pertanyaan Jawaban pertanyaan Examination Practice Test Tujuan: Pembentukan: Pengetahuan Sikap Ketarampilan
28
Gambar 3.3 Bagan Analisis Model Pembelajaran secara Virtual Classroom Modifikasi tehadap model R.D Conners
Interaksi terarah antara siswa dengan Virtual Classroom
Melalui Program e-learning berbentuk Virtual Classroom diharapkan siswa dapat belajar secara aktirf dan berinteraksi dengan materi secara langsung, interaksi antara Virtual Classroom dengan siswa direncanakan dan diciptakan agar tujuan pembelajaran dapat tercapai, Siswa diharapkan termotivasi untuk menjawab beberapa pertanyaan yang diajukan Virtual Classroom. Ketika siswa menjawab pertanyaan yang diberikan Virtual
Classroom, maka akan terajdi proses mengkonstruksi pengetahuan
pada diri siswa. Dialog maya antara Virtual Classroom dengan siswa dibuat semenarikmungkin hal ini dikarenakan Virtual
Classroom dilengkapi dengan demo secara visual dan audio serta
multimedia yang baik. Karena itu diharapkan interaktivitas siswa dengan materi ajar akan semakin bermakna dan berarti dalam mengkonstruksi pengetahuan, sikap, dan keterampilan siswa. Model interaksinya dapat dilihat seperti Gambar 3.4. (Mayub, A, 2005) Sebelum Pengajaran (pre active) Perencanaan: Untuk tahunan, Semester, catur Wulan, unit Satuan pelajaran Bekal bawaan siswa, Perumusan tujuan, Pengalaman belajar, Bahan dan peralatan
Memeprtimbangkan:
Ciri-ciri siswa, Langkah penmgajaran Pola pengelompokan Dan prinsip belajar
Saat Pengajaran (Interaktive)
Penyajian Film sesuai Topik, penyampaian informasi berupa teks, Demo, analisis kuanti Tatif, tanya jawab, audio, dialog maya, dll Balikan, penerapan Prinsip psikologis Mengajukan pertanyaan, Pelayanan perbedaan Individu Evaluasi Sesudah pengajaran (post sctive)
Penyajian tes akhir berupa Examination dan Practice Test Menilai Proses belajar Hasil belajar siswa Kognitif Afektif Psikomotor Faktor lingkungan Ciri masyarakat Ciri sekolah Ciri siswa Kebijaksanaan pemerintah Sumber penunjang Lingkungan pendidikan Tingkah laku Pendidik / guru
29
Gambar 3.4 Bagan analisis interaksi siswa dengan Virtual Classroom
Keterangan: Interaktifitas
Skenario untuk membimbing dialog maya
Yang dimaksud dengan skenario dalam Virtual Classroom adalah suatu arahan yang bertujuan untuk memfokuskan pemikiran siswa dalam mencari solusi terhadap masalah, sehingga pembelajaran bermakna dapat dicapai. Ketika Virtual Classroom menyajikan beberapa pertanyaan terstruktur dan pertanyaan bebas pada setiap akhir pokok bahasan / sub-pokok bahasan, yang dilengkapi dengan beberapa option jawaban terhadap persoalan itu, pada saat itu siswa tidak dapat memastikan jawaban yang benar terhadap persoalan yang ditanyakan, maka siswa dapat mencari jawabannya dengan cara mengklik tanda anak-panah kanan yang disediakan, Jawaban yang disediakan dilengkapi dengan program demo secara visual dan program analitis secara kuantitaif serta perhitungan matematis dan narasi yang diperlukan, peristiwa inilah yang dinamakan skenario. Tujuan adanya skenario ini agar sifat interaktivitas program Virtual
Model interaksi siswa dengan sistem Virtual Classroom
Sistem Presentasi Materi Film Demo aniamsi Demo analisis Kegiatan Siswa Menonton Film Mengikuti sajian materi Dialog (membaca dan menjawab pertanyaan yang diajukan) Meperhatikan demo animasi Memperhatikan demo analisis Mengerjakan soal Jawaban Perta nyaan terstruk tur dan bebas Practice Test (Tes formatif ) Examination (Tes Sumatif) Hasil belajar (Mengkonstruksi) Kognitif Afektif Psikomotor
30
Classroom dengan siswa secara individu dapat terwujudkan,
karena setiap siswa punya kemampuan dan kecepatan belajar berbeda, ada siswa yang dapat menjawab langsung ada siswa yang butuh bimbingan jawaban dari Virtual Classroom.
Motivasi, belajar bermakna dan belajar tuntas.
Pada dasarnya seseorang akan melakukan usaha dan ikhtiar karena didorong oleh keinginan untuk memenuhi kebutuhannya, baik kebutuhan yang bersumber / dipengaruhi oleh benda diluar dirinya misalnya pujian, nilai yang bagus dan lain-lain, maupun keinginan yang bersumber dari dirinya, misalnya untuk memenuhi keingintahuan tentang sesuatu secara bermakna dan berarti.
Kedua hal di atas sering juga dinamakan motivasi ekstrinsik (motivasi yang datang dari luar diri) dan motivasi intrinsik (motivasi yang datang dari diri sendiri). Dalam belajar, motivasi intrinsik harus dikembangkan secara optimal, untuk mengembangkan motivasi tersebut seharusnya Virtual Classroom mampu menjadi suatu media, yang memungkinkan siswa menjadi lebih mudah mengembangkan motivasi intrinsiknya.
Siswa yang belajar, ada kalanya telah menemukan suatu konsep fisika serta telah mengembangkan konsep tersebut, namun konsep yang dimiliki siswa tidak sama dengan konsep yang dikemukakan oleh ilmuwan. Peristiwa kesalahan konsep (miskonsepsi) atau kesalahan makna yang dialami siswa, sering ditemukan pada siswa SMA, misalnya bila dua buah bola yang bervolume sama dan bentuk yang sama, yang satu terbuat dari besi dan yang lainnya terbuat dari kayu di jatuhkan dari ketinggian yang sama, maka bola batu dianggap siswa akan lebih cepat sampai ke bumi. Kenyataanya kedua bola memerlukan waktu sama untuk sampai ke bumi. Karena keduanya sama-sama mendapat percepatan yang sama yaitu percepatan grafitasi bumi (g).
Dalam belajar sebaiknya motivasi intrinsik dikembangkan secara optimal, karena motivasi tersebut bersumber dari dalam diri siswa. Sehingga secara psikologis daya dorongnya relatif stabil dan murni, untuk mengembangkan motivasi tersebut Virtual
Classroom harus mampu menyuguhkan / menciptakan proses
belajar yang menyenagkan dan bermakna.
Siswa kurang termotivasi belajar fisika disebabkan ilmu fisika yang relatif sulit karena abstrak, matematis dan emperis. Beberapa siswa sering mengeluh untuk memahami materi fisika, sehingga kadangkala siswa menjadi frustasi belajar fisika, akibatnya motivasi intrinsik siswa sulit untuk dipenuhi/