• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kontribusi Sektor PDRB

XXIII. EVALUASI CAPAIAN SASARAN 23

Tabel 23.1

EVALUASI CAPAIAN SASARAN 23

“Optimalisasi penataan sempadan sungai dan pantai”

No INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU)

TAHUN

SATUAN TARGET REALISASI CAPAIAN KINERJA 1 Persentase rasio sempadan

sungai dan pantai yang dipakai bangunan liar

2011 % 13,06 7,03 53,83 2012 % 13,06 9,94 76,11 2013 % 13,06 8,04 61,56 2014 % 13,06 9,94 76,11 2015 % 13,06 9,94 76,11

Rata-rata Capaian IKU 76,11

Kinerja Capaian Sasaran 76,11

Rasio sempadan sungai dan pantai yang dipakai bangunan liar dan pantai Kota Mataram memiliki panjang pantai 9,1 kilometer. Untuk capai kinerja pada tahun 2011 sebesar 63,83 persen dan pada tahun 2015 meningkat menjadi 76,11 persen. Abrasi pantai terjadi karena tergerusnya pantai oleh gelombang atau ombak tinggi pada waktu tertentu yang terus menerus. Hal ini dikarenakan pantai tidak memiliki penahan gelombang, sehingga mempercepat proses terjadinya abrasi pantai. Kawasan yang rawan abrasi pantai di Kota Mataram adalah wilayah pesisir Ampenan. Salah satu dampak abrasi pantai adalah terjadinya intrusi air laut yang dapat mempengaruhi kondisi air tanah di wilayah Kota Mataram. Upaya menjaga pantai dari abrasi maupun bangunan liar terus dilakukan.

Optimalisasi penataan sempadan sungai dan pantai tahun 2014 dilaksanakan melalui kegiatan Pembangunan Turap/Talud /Bronjong dan normalisasi sungai. Pembangunan turap/talud/ bronjong yang dibangun pada tahun 2011 sepanjang 574 meter dan meningkat setiap tahunnya menjadi 1.646 meter pada tahun 2014. Pembangunan turap/talud/bronjong pada tahun 2015 dilakukan melalui kegiatan pembangunan turap/talud/bronjong pada daerah rawan banjir dan longsor. Saat ini selain masih dalam kegiatan survey juga dalam penyiapan dokumen perencanaan teknis.

Permasalahan dan Solusi

Permasalahan yang dihadapi dalam evaluasi capaian sasaran Optimalisasi penataan sempadan sungai dan pantai selama tahun 2011-2015 adalah : Masalah genangan air, banjir merupakan bencana yang rentan terjadi di Kota Mataram. Banjir yang terjadi merupakan luapan air sungai yang sudah tidak dapat mengalirkan air dari hulu ke hilir. Hal tersebut disebabkan beberapa hal diantaranya berkurangnya daerah resapan, debit sungai dari wilayah hulu yang melebihi kapasitas sungai dan terjadinya penyempitan lebar sungai yang disebabkan pemanfaatan sempadan sungai sebagai tempat berdirinya bangunan. Untuk mengatasi hal tersebut

Pemerintah Kota Mataram mengupayakan peningkatan peran Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat dan Pemerintah Pusat melalui Balai Wilayah Sungai Tenggara I dalam menangani wilayah sungai yang ada di Kota Mataram.

XXIV. EVALUASI CAPAIAN SASARAN 24

Tabel 24.1

EVALUASI CAPAIAN SASARAN 24

“Meningkatnya penanganan perumahan tidak layakhuni dan kawasan permukiman kumuh”

No INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU) TAHUN SATUAN TARGET REALISASI CAPAIAN KINERJA 1 Jumlah rumah tidak layak

huni 2011 Unit 1.500 1.301 86,73 2012 Unit 1.500 1.241 82,73 2013 Unit 1.500 1.128 75,20 2014 Unit 1.000 721 72,10 2015 Unit 1000 376 37,60 2 Presentase rumah tinggal

bersanitasi 2011 % 80,00 78,58 98,22 2012 % 80,00 74,50 93,12 2013 % 80,00 79,13 98,91 2014 % 80,00 78,94 98,67 2015 % 80,00 85,90 107,37

Rata-rata Capaian IKU 72,48

Kinerja Capaian Sasaran 72,48

Pemerintah Kota Mataram sejak tahun 2011 telah melakukan pendataan terhadap jumlah rumah tidak layak huni. Untuk menangani program tersebut dilakukan oleh berbagai pemangku kepentingan seperti Pemerintah Pusat melalui Kementerian Perumahan Rakyat, Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat, SKPD Kota Mataram, BAZNAS dan PNPM Mandiri Perkotaan. Diharapkan dengan keterlibatsan banyak pihak dapat segera menyelesaikan permasalahan rumah tidak layak huni. Selain itu Pemerintah Kota Mataram mengupayakan pembangunan Rumah Susun Sederhana Sewa (Rusunawa) dalam mengatasi dan mengurangi kawasan permukiman padat kumuh.

Sedangkan penanganan kawasan permukiman kumuh dilakukan melalui penyediaan air bersih dan sanitasi. Pada tahun 2011 cakupan rumah tangga bersanitasi mencapai 78,58 persen dan pada tahun 2014 mencapai 78,94 persen dan pada tahun 2015 dengan capaian sebesar 85,90 persen. Belum meningkatnya cakupan rumah tangga bersanitasi erat kaitannya dengan masih kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya sanitasi. Pada beberapa tempat masih terdapat masyarakat yang belum bebas buang air besar sembarangan (BABS). Selain itu masalah sampah juga sebagai salah satu masih rendahnya cakupan sanitasi. Permasalahan dan Solusi

Permasalahan yang dihadapi dalam pelaksanaan evaluasi capaian sasaran Meningkatnya penanganan perumahan tidak layak huni dan kawasan permukiman kumuh selama tahun 2011-2015 adalah:

Kebutuhan rumah di Kota Mataram sangat tinggi. Di satu sisi harga lahan di Kota Mataram tergolong tinggi, sehingga pertumbuhan kawasan permukiman padat kumuh dan miskin bertambah luasannya. Salah satu permasalahan kekumuhan adalah keberadaan rumah tidak layak huni dengan kondisi sanitasi yang tidak memadai. Pemerintah Kota Mataram sejak tahun 2011 telah melakukan pendataan terhadap jumlah rumah tidak layak huni. Untuk menangani program tersebut dilakukan oleh berbagai pemangku kepentingan seperti Pemerintah Pusat melalui Kementerian Perumahan Rakyat, Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat, SKPD Kota Mataram, BAZNAS dan PNPM Mandiri Perkotaan. Diharapkan dengan keterlibatan banyak pihak dapat segera menyelesaikan permasalahan rumah tidak layak huni. Selain itu Pemerintah Kota Mataram mengupayakan pembangunan Rumah Susun Sederhana Sewa (Rusunawa) dalam mengatasi dan mengurangi kawasan permukiman padat kumuh.

XXV. EVALUASI CAPAIAN SASARAN 25

Tabel 25.1

EVALUASI CAPAIAN SASARAN 25

“Meningkatnya ketersediaan media ekspresi dan ruang publik”

No INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU) TAHUN SATUAN TARGET REALISASI CAPAIAN KINERJA 1 Persentase rasio cakupan

ketersediaan ruang publik 2011 % 95 87,00 91,58

2012 % 95 93,50 98,42

2013 % 95 87,00 91,58

2014 % 95 93,50 98,42

2015 % 95 93,50 98,42

Rata-rata Capaian IKU 95,68

Kinerja Capaian Sasaran 95,68

Pertumbuhan dan perkembangan Kota Mataram sebagai pusat pemerintahan dan perdagangan diprovinsi NTB akan berdampak signifikan terhadap terhadap pertumbuhan penduduk dan perekonomian Kota Mataram, hal ini juga berpengaruh signifikan terhadap ketersediaan ruang publik diwilayah Kota Mataram. Kebutuhan Penggunaan lahan untuk ruang publik seperti taman, terjadi penurunan dari 6,10 hektar pada tahun 2015 menjadi 6,07 hektar. Hal ini menggambarkan bahwa terjadi pengurangan luas taman yang dimiliki Kota Mataram. Saat ini terdapat 30 lokasi taman didukung dengan 344.688 m2 hutan kota. Dalam rangka meningkatkan cakupan ruang publik, ditetapkan kebijakan kepada para pengembang (developer) perumahan untuk menyediakan fasilitas ruang publik bagi penghuni perumahan. Kebijakan ini setidaknya mengingatkan

bahwa kebutuhan ruang publik telah menjadi kebutuhan masyarakat perkotaan. Dalam rangka meningkatkan cakupan ruang publik dan fasilitas media ekpresi maka Pemerintah Kota Mataram melakukan upaya dengan mengeluarkan kebijakan kepada para pengembang (developer) perumahan untuk menyediakan fasilitas ruang publik atau ruang ekspresi bagi penghuni perumahan. Kebijakan ini setidaknya mengingatkan bahwa kebutuhan ruang publik dan media ekspresi telah menjadi kebutuhan masyarakat perkotaan. Disamping itu, untuk beberapa fasilitas media ekpresi yang sudah ada, dioptimalkan fungsinya melalui penanganan langsung oleh SKPD Dinas Pertamanan Kota Mataram selaku leading sector dalam dekorasi dan penataan ruang kota.

Permasalahan dan Solusi

Permasalahan yang dihadapi dalam pelaksanaan evaluasi capaian sasaran Meningkatnya ketersediaan media ekspresi dan ruang publik selama tahun 2011-2015 adalah:

1. Untuk meningkatkan ketersediaan ruang publik perlu dilaksanakan secara maksimal dalam perencanaan, pengelolaan dan pemanfaatan ruang publik yang terpadu dengan seluruh pamangku kebijakan baik secara teknis maupun non teknis.

2. Lahan pertanian rata-rata mencapai 26,69% (34,93 ha) yang pemanfaatannya terbesar adalah untuk pembangunan perumahan dan insfrastruktur (developer) di wilayah kota Mataram untuk itu perlu diberi sangsi tegas terhadap para pengembang (developer) yang tidak melaksanakannya kewajibannya untuk menyediakan lahan fasilitas ruang publik.

XXVI. EVALUASI CAPAIAN SASARAN 26

Tabel 26.1

EVALUASI CAPAIAN SASARAN 26

“Meningkatnya Efektivitas Pemanfaatan dan Pengendalian Ruang yang Berwawasan Lingkungan Hidup”

No INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU) TAHUN SATUAN TARGET REALISASI CAPAIAN KINERJA

1 Persentase Ruang Terbuka

Hijau (RTH) 2012 2011 % % 18,80 19,00 11,39 60,58 11,39 59,95

2013 % 19,20 12,48 65,00

2014 % 19,45 12,50 64,26

2015 % 19,75 12,50 64,26

2 Rasio Tempat

Pemakaman Umum (TPU) 2012 2011 % % 32,25 31,25 19,35 61,92 19,35 60,00

2013 % 33,50 19,35 57,76

2014 % 34,15 19,35 57,76

2015 % 35,20 19,35 54,97

4 Alih fungsi lahan

pertanian 2012 2011 % % 60,82 60,82 7,00 11,50 2,00 3,28

2013 % 60,82 4,00 6,57

2015 % 60,82 3,42 5,62

Undang-Undang Penataan Ruang yang mewajibkan ketersediaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) sebesar 30 persen, maka Pemerintah Kota Mataram melakukan penambahan luasan RTH pada areal tanah pecatu, penataan kembali taman-taman kota yang ada, seperti Taman Sangkareang. Saat ini Ruang Terbuka Hijau (RTH) Kota Mataram mencapai 12 persen sehingga dibutuhkan upaya guna meningkatkan persentase RTH Kota Mataram yang ditargetkan sebesar 20 persen atau setara dengan kebutuhan 41 titik RTH. Kota Mataram memiliki luas 6.130 hektar, sehingga kebutuhan 20 persen RTH setara dengan luas 460,86 hektar, saat ini kebutuhan RTH dipenuhi baru 12 persen sehingga 8 persen RTH harus dipenuhi. Pada tahun 2013, luas RTH Publik yang ada di Kota Mataram seluas 765,07 hektar dari luas wilayah Kota Mataram sebesar 6.130 Km2.

Kota Mataram dengan luas 6.130 Ha membutuhkan 20 persen Ruang Terbuka Hijau (RTH) publik setara dengan luas 460,86 Ha. Ruang Terbuka Hijau pada tahun 2011 mencapai 11,39 dan di tahun 2014 meningkat menjadi 12,50 persen atau seluas 766,25 ha meningkat 1,11 persen dari tahun 2011, dimana penambahan RTH yang relatif kecil ini berasal dari penambahan RTH dari Program P2KH dan RTH Jalur pada ruas jalan-jalan baru.Di samping itu, isu ketersediaan Tempat Pemakaman Umum (TPU) menjadi salah satu masalah yang cukup pelik dihadapi saat ini. Sebagai langkah solusi yang telah dilakukan adalah Pemerintah Kota meminta dukungan kemitraan dan komitmen bersama dari pihak pengembang perumahan (developer) untuk dapat menyediakan lahan TPU.

Lahan pertanian di Kota Mataram kian menyempit, alih fungsi lahan dalam enam tahun terakhir sekitar 282,74 hektare ditahun 2011 lahan pertanaian di Kota Mataram sekitar 2.229,21 hektare dan di tahun 2015 menjadi 1.992,77 hektare, angka penyusutan lahan tiap tahunnya bervariasi dari 43,37 sampai dengan 180,70 hektare jumlah ini tergolong sangat besar dengan luas wilayah Kota Mataram yang hanya 61,30 km dan 56,80 kilometer perairan laut. Ancaman akan kehilangan lahan pertanian tidak bisa dipungkiri jika setiap tahun terjadi alih fungsi sekitar 100 hektare maka dalam 20 tahun mendatang semua sawah diKota Mataram akan hilang. Dampak alih fungsi ini sangat besar terhadap pertanian maupun lingkungan. Terkait indikator alih fungsi lahan dari lahan pertanian, bahwa alih fungsi lahan pertanian menjadi non pertanian cukup tinggi di Kota Mataram.

Permasalahan dan Solusi

Permasalahan yang dihadapi dalam evaluasi capaian sasaran Meningkatkan Efektivitas Pemanfaatan dan Pengendalian Ruang yang Berwawasan Lingkungan Hidup selama tahun 2011-2015 adalah Keterbatasan lahan yang akan diarahkan untuk pemenuhan Ruang Terbuka Hijau (RTH) dimana salah satunya termasuk Tempat Pemakaman Umum (TPU). Upaya yang dilakukan untuk mengatasi hal tersebut antara lain :

a. Menambah luasan RTH baru melalui pembebasan lahan untuk memperbanyak pembangunan taman lingkungan, taman kota, taman makam, lapangan olahraga, dan hutan kota;

b. Mengembangkan koridor hijau dengan penanaman pohon-pohon pelindung secara massal untuk menciptakan koridor ruang hijau kota di sepanjang jalur hijau jalan, pedestrian, sempadan sungai dan sempadan pantai;

Dokumen terkait