• Tidak ada hasil yang ditemukan

SEJARAH DAN PERKEMBANGAN ILMU FARMASI

3.2 Sejarah dan Moment Besar Perkembangan Farmasi

3.2.3 Zaman Awal Masehi

a. Pedanius Dioscorides (abad ke-1 M)

Seorang sarjana yunani dari Anazarbos yang merupakan seorang ahli botani, yang merupakan orang pertama yang menggunakan ilmu tumbuh-tumbuhan sebagai ilmu farmasi terapan, hasil karyanya berupa de

Materia Medica dan dianggap sebagai “bapak

obat-obatan.” Selanjutnya mengembangkan ilmu farma-kognosi. Obat-obatan yang dibuat Dioscorides antara lain napidium, opium, ergot, hyosciamus, dan cinnamon. Karyanya merupakan suatu doktrin yang mengatur praktek farmasi dan kedokteran selama lebih dari 1500 tahun dan yang berpengaruh besar terhadap farmasi di Eropa. Beliau adalah seorang ahli farmakognosi ulung dan mendeskripsikan lebih dari 600 tumbuhan obat.

b. Galen (120-130 M)

Seorang dokter dan ahli farmasi bangsa yunani berkewarganegaraan romawi, yang menciptakan suatu sistem pengobatan, fisiologi, patologi yang merumuskan kaidah yang banyak diikuti selama 1500 tahun, dia merupakan pengarang buku terbanyak di zamannya, ia telah meraih penghargaan untuk 500 bukunya tentang ilmu kedokteran-farmasi serta 250 buku lainnya tentang filsafat, hukum, maupun tata bahasa. Hasil karyanya dibidang farmasi terutama uraian mengenai banyak obat, cara pencampuran dan lain-lain, sekarang lazim disebut farmasi 'galenik'.

Galen merupakan orang yang paling dihormati dikalangan profesi farmasi dan kedokteran serta menjadi pencetus pertama formula untuk krim dingin, yang pada dasarnya sama dengan produk yang dikenal saat ini, dan masih banyak sediaan galenik yang masih digunakan di apotek atau tempat peracikan meodern saat ini.

c. Damian and Cosmas – Pharmacy’s Patron Saints

Damian dan Cosmas merupakan dua profesi yang

saling bekerjasama dimana Damian bertugas

menyiapkan obat-obat atau sebagai Apoteker dan Cosmas berfungsi untuk mendiagnosa penyakit pada pasien atau sebagai dokter. Karir kembar ini merupakan saudara dari keturunan arab dan kristen taat, yang menawarkan pelipur lara dalam agama serta manfaat pengetahuan mereka untuk orang sakit pada saat itu.

Gambar 2.10 Ilustrasi praktek kolaboratif oleh Damian dan Cosmas

Namun karir kembar mereka dihentikan pada tahun 303 masehi oleh kemartiran (martydron). Selama berabad-abad makam mereka di jadikan tempat suci di kota Suriah Siprus. Gereja dibangun untuk menghormati mereka di Roma dan di kota-kota lain. Setelah

kanonisasi, mereka diangkat menjadi orang-orang kudus sebagai pelindung untuk menjaga kesehatan (karena mempraktekkan bidang kefarmasian dan kedokteran), dan banyak mukjizat yang dikaitkan dengan mereka.

d. Monastic Pharmacy

Selama sisa-sisa abad pertengahan (dari abad kelima sampai abad kedua belas), pengetahuan farmasi dan kedokteran barat hanya disimpan di biara-biara (Monastry) yang hanya dipelajari oleh para biarawan. Para ilmuan/biarawan ini diketahui telah diajarkan di biara pada awal abad ketujuh. Naskah dari banyak daerah yang diterjemahkan atau disalin untuk perpustakaan biara. Para biarawan mengumpulkan herbal dan simplisia-simplisia sederhana yang ada di sekitar mereka, atau yang tumbuh di kebun obat

mereka. Mereka menyiapkan sesuai dengan

kemampuan seni meracik di tempat peracikan atau apotek untuk mengobati orang-orang yang sakit dan terluka. Kebun-kebun seperti itu masih dapat ditemukan di biara-biara di banyak negara.

Gambar 2.11 Ilustrasi Monastic Pharmacy 3.2.4 Zaman kegemilangan Farmasi di peradaban Arab-Islam

Setelah abad pertama masehi terlewati, perlahan-lahan kemajuan dibidang pengetahuan termasuk farmasi di barat mengalami kemunduran, dikenal dengan abad kegelapan (Dark

Age). Kebangkitan di dunia farmasi selanjutnya diilhami dengan

turunnya Al-Qur'an, seiring dengan kemajuan bangsa arab yang merupakan pusat peradaban dunia termaju saat itu, ilmuwan-ilmuwan Islam berpatokan pada Al-Qur'an dan metode pengobatan Nabi, disamping penelitian dan pengembangan lainnya.

Farmasi Arab ataupun lebih khusus lagi dikenali sebagai

saydanah merupakan satu bentuk profesi yang mulanya agak

asing dari dunia kedokteran. Pada abad ke-9, dunia Arab dan peradaban Islam telah berhasil membangun jembatan ilmu yang menghubungkan antara sumbangan Yunani dengan dunia farmasi modern sekarang ini. Malah tahap ilmu yang diperoleh

daripada Yunani khususnya terus ditingkatkan dan usaha ini diteruskan hingga ke abad ke-13 melalui berbagai karya, terjemahan ataupun peningkatan ilmu pada zaman-zaman berikutnya. Untuk pertama kalinya dalam sejarah, farmasi dipraktekkan secara terpisah dari profesi medis yang lain. Puncak sumbangan dunia Arab dan peradaban Islam dalam farmasi dicapai dengan siapnya satu panduan praktek kefarmasian pada tahun 1260 Masehi.

Tulisan berjudul Minhaj adalah hasil karya Abu’l-Muna al-Kohen al-Attar dari Mesir. Al-Attar seorang ahli farmasi berpengalaman. Dalam Minhaj tersebut, al-Attar menuliskan pengalaman hidupnya serta ilmu dalam seni apotek, atau seni meracik obat. Sebagian besar buku itu menguraikan tentang etika farmasi yang merupakan salah satu topik penting dalam sejarah profesi kesehatan.

Di antara para Ilmuan Farmasi yang terkenal pada zaman ini sebagai berikut:

a. Yuhanna b. Masawayh (777 – 857)

Beliau adalah anak seorang ahli farmasi (dikenali sebagai apoteker). Beliau terkenal melalui tulisannya dalam bahasa Arab tentang materia medica dan rawatan. Salah satu karyanya yang berjudul al-Mushajjar

al-Kabir yang menyusun daftar penyakit serta

obat-obatnya dan juga pola makanan yang berkaitan. Malah beliau menyatakan bahwa para dokter yang boleh menyembuhkan penyakit dengan hanya melalui pengaturan pola makan tanpa penggunaan obat adalah yang paling berjaya dan beruntung. Masawayh juga mengusulkan penggunaan beberapa tumbuhan terkenal

untuk meningkatkan sistem pertahanan tubuh terhadap

penyakit. Beliau menyeru para dokter agar

menggunakan hanya satu obat untuk satu penyakit berdasarkan prinsip empiris dan analogi.

Bahan yang banyak digunakan dalam terapi perobatan Arab adalah kamfora. Menurut Masawayh bahan ini berasal dari China dan dibawa ke Arab melalui perdagangan dengan India dan Parsi. Menurutnya lagi,

sandalwood yaitu bahan yang digunakan untuk

menghasilkan minyak wangi, baik yang jenis kuning, putih atau merah juga datang dari India. Bahan-bahan seperti ini digunakan dalam sediaan farmasi Islam pada abad ke-8 (atau lebih awal lagi) dan lewat ini istilah farmasi terbentuk dalam Islam. Misalnya, kata-kata seperti al-Saydanani ataupun al-Saydalani yang berarti dia yang menjual atau yang berkaitan dengan

sandalwood, sedang perkataan saydanah diartikan

sebagai farmasi.

Pada masa itu, Masawayh dikenal sebagai dokter dari beberapa khalifah, di ibukota Abbasiah selama hampir empat dekade. Beliau juga merupakan dokter Islam yang pertama mendirikan sekolah farmasi swasta Arab.

Gambar 2.11 Ilustrasi catatan al-Saydanani karya Yuhanna b. Masawayh

b. Abu Hasan Ali bin Sahl Rabban al-Tabari

Ali bin Rabban at-Tabari berasal dari keluarga Yahudi di kota Marv, Tabristan. Nama lengkapnya Abu al-Hasan Ali bin Sahl Rabban at-Tabari, lahir pada tahun 838 M. Ayahnya seorang dokter dan penulis kaligrafi yang ulung. Dari ayahnya pertama kali belajar ilmu kesehatan dan kaligrafi.

Beliau dilahirkan pada 808, sahabat dari Masawayh. Pada usia 30 tahun beliau diperintahkan untuk ke kota Samarra oleh Khalifah Mu’tasim (833-842) untuk mengabdi sebagai dokter. Tabari menulis banyak buku kedokteran, yang terkenal adalah Syurga Hikmah yang

membicarakan tentang tingkah laku manusia,

kosmologi, embriologi, psikoterapi, kebersihan, pola makan dan penyakit (akut dan kronik) serta cara merawatnya. Buku ini juga memuat kisah-kisah

kedokteran abstrak serta petikan dari referensi yang berbahasa India. Bukunya juga mengandung beberapa bab tentang meteria medika, makanan biji-bijian, kegunaan terapeutik hewan serta organ-organ burung dan juga campuran obat-obatan termasuk cara membuatnya.

Buku karyanya, Firdaus al-Hikmah dia tulis setelah beliau memeluk agama Islam. Firdaus al-Hikmah dia tulis dalam bahasa Arab, kemudian dia terjemahkan sendiri ke dalam bahasa Syiria. Buku ini dibagi kedalam tujuh bagian; bagian pertama memuat masalah doktrin ilmu kesehatan kontemporer, berjudul Kulliyatu

at-Thibb, bagian kedua berisi uraian bagian-bagian organ

tubuh manusia, peraturan menjaga kesehatan dan

laporan tentang penyakit-penyakit yang pasti

menghinggapi otot, bagian ketiga berisi deskripsi tentang diet, bagian keempat tentang seluruh penyakit yang biasa menimpa badan, bagian kelima berisi deskripsi tentang rasa dan warna, bagian keenam tentang obat-obatan dan racun, dan bagian ketujuh berisi diskusi tentang astronomi, juga ringkasan pengobatan ala India.

Tabari juga menyarankan agar nilai terapeutik setiap obat digunakan berdasarkan tujuan-tujuan tertentu dan dokter harus pandai membuat pilihan yang terbaik. Beliau pernah menguraikan dengan terperinci penggunaan sesuatu bahan sebagai bahan terapeutik,

termasuk cara-cara menyimpannya sambil

tersebut. Contohnya peringatan terhadap penggunaan satu mithqal (lebih kurang 4 gram) candu bisa menyebabkan tidur ataupun maut.

c. Abu Ja’far Al-Ghafiqi (wafat 1165 M)

Abu Ja’far Al-Ghafiqi merupakan ilmuwan muslim

yang juga turut memberi kontribusi dalam

pengembangan farmasi. Sumbangan Al-Ghafiqi untuk memajukan ilmu tentang komposisi, dosis, meracik dan meyimpan oat-obatan dituliskannya dalam kitab

Al-Jami’ Al-Adwiyyah Al-Mufradah. Kitab tersebut

memaparkan tentang pendekatan metodologi

eksperimen, serta observasi dalam bidang Farmakologi dan Farmasi.

Deskripsi tentang tumbuh-tumbuhan yang dibuat

Al-Ghafiqi diakui sebagai karya yang paling

membanggakan yang pernah dibuat seorang Muslim. ”Dia memberi nama setiap tanaman dalam tiga bahasa, yaitu Arab, Latin, dan Barbar,”. Karya fenomenal

Al-Ghafiqi yang berjudul Al-Adwiyah al-Mufradah

memberikan inspirasi kepada Ibnu Baytar untuk meneliti tumbuh-tumbuhan dengan cara sederhana seperti yang dilakukan Al-Ghafiqi.

d. Ibnu Al-Baitar

Dengan risalah yang diberi judul Al-Jami fi Al-Tibb (Kumpulan Makanan dan Obat – obatan yang sederhana). Dalam risalahnya yaitu Kitab Al-Jami’ li

Mufradat Al-Adweya wa Al-Aghtheya. Buku ini sangat

populer dan merupakan kitab paling terkemuka mengenai tumbuhan dan kaitannya dengan ilmu

pengobatan Arab, beliau mengupas tentang berbagai jenis tumbuhan yang berkhasiat sebagai obat berasal dari tumbuh-tumbuhan yang diperoleh di sepanjang dataran pantai Mediterania. Lebih dari seribu tumbuhan obat dijelaskan secaran rinci dalam buku tersebut yang ditemukannya pada abad ketigabelas Masehi dan berbeda dengan tumbuh-tumbuhan yang telah ditemukan oleh ahli-ahli (ilmuan) sebelumnya. Lewat buku tersebut, beliau turut memberi kontribusi dalam dunia farmasi dan menjadi teks berbahasa Arab terbaik yang berkaitan dengan tumbuh-tumbuhan yang digunakan dalam pengobatan.

Gambar 2.12 Ilustrasi Ibnu Al-Baitar

Karya fenomenal kedua Al-Baitar adalah Kitab

menjadi The Ultimate in Materia Medica) yakni ensiklopedia obat-obatan. Obat bius masuk dalam daftar obat terapetik. Ditambah pula dengan 20 bab tentang beragam khasiat tanaman yang bermanfaat bagi tubuh manusia. Pada masalah pembedahan yang dibahas dalam kitab ini, Al-Baitar banyak dikutip sebagai ahli bedah Muslim ternama oleh Abul Qasim Zahrawi. Selain bahasa Arab, Baitar pun kerap memberikan nama Latin dan Yunani kepada tumbuhan, serta memberikan transfer pengetahuan.

e. Abu Ar-Rayhan Al-Biruni (973 M – 1051 M)

Abu Ar-Rayhan Al-Biruni dengan nama lengkap Abū Rayḥān Muḥammad ibn Aḥmad Al-Birunī mengenyam pendidikan di Khwarizm. Beragam ilmu pengetahuan dikuasainya, seperti astronomi, matematika, filsafat, dan ilmu-ilmu alam. Melalui kitab AS-Sydanah fit-Tibb, Al-Biruni mengupas secara lengkap dan detail tidak hanya mengenai dasar-dasar ilmu farmasi, namun juga meneguhkan peran farmasi serta tugas dan fungsi yang diemban oleh seorang farmasis. Al-Biruni merupakan ilmuwan muslin yang hidup di Zaman keemasan Dinasti Samaniyaah dan Ghaznawiyah.

Gambar 2.12 Ilustrasi Abū Rayḥān Muḥammad ibn Aḥmad Al-Birunī

f. Sabur b. Sahl

Sabur merupakan seorang Nasrani yang dibesarkan di lingkungan Nestorian dari Khuzistan. Dia telah dididik di “Academia Hippocratica” di Gondeshapur, dimana beliau kemudian memegang posisi di rumah sakit setempat yang terkenal, dan naik menjadi salah satu dokter terkemuka pada waktu itu. Ketika di Gondeshapur beliau belajar ilmu kedokteran dan Farmakologi sampai kemudian diangkat menjadi dokter istana oleh Khalifah Abbasid al-Mutawakkil. Sabur meninggal sebagai seorang Nasrani pada tahun 869 Masehi.

Beliau merupakan orang pertama menulis formula pertama dalam sejarah Islam. Formula ini dikenali

sebagai Agradadhin. Dalam tulisannya, beliau

memberikan resep kedokteran tentang kaedah dan teknik meracik obat, aksi farmakologinya, dosis-dosisnya

untuk setiap sekali pengunaan. Formula-formula obat ini disusun berdasarkan jenis sediaan: tablet, serbuk, salap, sirup dan sebagainya. Banyak dari resep-resep ini menunjukkan persamaan dengan dokumen dari Asia Barat dan Yunani-Roman.

Formula ini ditulis untuk ahli-ahli farmasi apakah di apotek ataupun di rumah sakit. Oleh karena itu, hampir selama 200 tahun formula ini digunakan sebagai panduan ahli farmasi di seluruh dunia Islam. Tulisan Sabur ini merupakan satu langkah penting dalam sejarah farmakope dan banyak disalin serta ditiru dalam buku kedokteran Arab selanjutnya.

g. Zayd Hunayn b. Ishaq al-Ibadi (809-873)

Sumbangan beliau tidak kurang pentingnya kepada praktek farmasi dan kedokteran Arab. Beliau adalah anak dari seorang apoteker. Hunayn diantar ke Baghdad, yang pada masa itu merupakan pusat pendidikan Islam terpenting dan termasyur untuk mengikuti pendidikan dalam perawatan. Beliau kemudian ke Syria, Mesir dan negara sekitarannya untuk lebih mendalami keilmuan dan keterampilannya. Setelah beliau kembali ke Baghdad, beliau sudah mahir tentang asal-usul pengobatan Yunani khususnya yang diterjemahkan dalam Bahasa Syria.

Hunayn memainkan peranan yang penting dalam penerjemahan atau penentuan ketepatan terjemahan yang dilakukan (termasuk penulis Hippocrates, Galen dan penulis Yunani lain) di samping menulis buku-bukunya sendiri. Sumbangannya menjadi lebih terasa

pada tahun 830 Masehi, Khalifah al-Ma’mun mendirikan satu institusi sains (bait al-Hikmah) untuk tujuan penyelidikan dan penterjemahan bahan-bahan Yunani ke dalam bahasa Arab. Hunayn menjadi pembimbing pusat kajian ini dan dalam masa 40 tahun, beliau menterjemahkan dan mewujudkan istilah serta rangkaian kata yang digunakan untuk tujuan praktek kedokteran dan pengajaran.

Antara buku dan tulisan Hunayn adalah tentang aspek kebersihan mulut, pencuci dan penggunaan bahan-bahan pergigian. Beliau terkenal sebagai penulis Arab pertama yang melakukan hal ini. Beliau juga yang menemukan bahan-bahan makanan dan minuman yang dianggap dapat merusak gigi. Hunayn juga mengusulkan pembersihan gigi, khususnya setelah makan seperti yang dianjurkan dalam kedokteran modern. Tulisannya yang lain termasuk tentang nilai gizi dan makanan sehat, tentang mandi, terapi gizi secara umum dan juga tentang bunga mawar serta obat-obatan tertentu.

h. Abū Bakr Muhammad ibn Zakariyyā al-Rāzī (854 – 925 M)

Gambar 2.13 Ilustrasi Abū Bakr Muhammad ibn Zakariyyā al-Rāzī

Abū Bakr Muhammad ibn Zakariyyā al-Rāzī juga dikenal dengan nama latin Rhazes adalah orang Persia yang merupakan seorang pemikir komprehensif yang banyak belajar tentang ilmu matematika, kedokteran, kimia, filsuf, dan merupakan tokoh penting dalam sejarah kedokteran. Beliau adalah seorang dokter yang paling disegani dan memiliki banyak murid. Dia juga menemukan banyak senyawa dan bahan kimia termasuk alkohol dan minyak tanah. Rhazes berkontribusi dalam banyak cara untuk praktek awal farmasi dengan

menyusun teks, dimana ia memperkenalkan

penggunaan sediaan salep dan pengembangan

spatula, dan vial yang digunakan di apotek sampai awal abad kedua puluh.

i. Ibnu Sina (The Persian Galen)

Ibnu Sina (980-1037) dikenal juga sebagai Avicenna di Dunia Barat, beliau merupakan seorang filsuf, ilmuwan, Dokter sekaligus sebagai Apoteker kelahiran Persia (Sekarang Iran). Ia juga seorang penulis yang produktif di mana sebagian besar karyanya adalah tentang filosofi dan pengobatan. Bagi banyak orang, dia adalah “Bapak Pengobatan Modern” dan masih banyak lagi sebutan baginya yang kebanyakan bersangkutan dengan karya-karyanya di bidang kedokteran. Karyanya yang sangat terkenal adalah Qanun fi Thib yang merupakan referensi di Bidang Kedokteran selama berabad-abad. Dia menulis dalam bahasa Arab, sering berdiskusi dengan temannya yang fokus belajar ilmu farmasi. Ajaran farmasinya diterima sebagai otoritas di Barat sampai abad ke-17.

Pada hari-hari terakhirnya, Ibnu Sina bermunajat mendekatkan diri pada Allah, menyumbangkan hartanya untuk fakir-miskin, membela orang-orang tertindas, menolong orang yang lemah, memerdekakan budak, dan tekum membaca Al-Qur’an, saking tekunnya beliau bisa menamatkannya tiap tiga hari sekali.

Semua itu terus ia lakukan hingga ajal menjemput. Beliau wafat di Hamadzan pada hari jum’at di bulan Ramadhan 428 H dalam usia 58 tahun. Jenazahnya dimakamkan di kota tersebut dan hingga sekarang

masih ramai dikunjungi orang dari berbagai penjuru dunia.

Gambar 2.14 Avicenna – “The Persian Galen” j. Pendirian Apotek Pertama di Dunia

Peradaban Islam dikenal sebagai perintis dalam bidang farmasi. Para ilmuwan Muslim di era kejayaan Islam sudah berhasil menguasai riset ilmiah mengenai komposisi, dosis, penggunaan, dan efek dari obat-obatan sederhana dan campuran. Selain menguasai bidang farmasi, masyarakat Muslim pun tercatat sebagai peradaban pertama yang memiliki apotek atau toko obat.

Namun yang pasti, Apoteker merupakan ilmu yang sangat menarik untuk menjadi perhatian para ilmuwan kaum muslimin. Mereka sebagai masa pertama dari awal peradaban yang mengetahui dan mengaplikasikan

campuran obat-obatan dalam bentuk ilmiah dan efektif dengan cara yang baru. Menurut catatan Gustavo Le Bon mengatakan bahwa “kita sanggup menisbatkan tanpa batas minimal yang memberatkan ilmu Apoteker kepada mereka. Lalu kita katakan bahwa Apoteker adalah ilmu hasil penemuan bangsa arab (Islam) sebagai

tempat muaranya. Mereka telah menambah

pengobatan yang telah dikenal sebelumnya dengan menyusun berbagai macam penemuan, dan bangsa pertama yang menulis buku tentang obat-obatan”.

Hal yang menjadi rahasia dasar dari ilmu ini dan penisbatannya kepada kaum muslimin, dikarenakan bangsa Arab bertempat tinggal di negara yang mempunyai udara yang baik untuk menanam kurma. Di daerah tersebut tumbuhlan pohon-pohon rasa asam dengan kekuatan yang menakjubkan. Tanaman itu juga menghasilkan rempah-rempah dan air tawar yang mengandung balsem. Juga mengandung bahan yang bermanfaat bagi manusia dan yang bisa merusak. Sehingga sejak dini, muncullah pedoman kaum muslimin dari yang tumbuh di tanah mereka dan apa yang dihasilkan di Pantai Malabar dan Sailan, Afrika Timur, yang merupakan tempat perjalanan kafilah dagang. Dengan demikian mereka dapat membedakan hasil-hasil yang bermanfaat bagi kedokteran dan untuk perdagangan. Untuk menjawab tantangan tersebut, sebagian mereka menjawab dan berusaha untuk mengambil manfaat dari rerumputan atau ilalang disekitar tempat mereka. Di antaranya membuat

catatan yang menyerupai kamus dalam bentuk jadwal, yang memuat daftar nama tumbuh-tumbuhan yang berbeda-beda dalam bahasa Arab, Yunani, Suryan, Persia, Barbari lalu menjelaskan nama-nama obat-obatan secara terpisah. Di antara percobaan di bidang ini adalah apa yang dilakukan oleh Rasyiduddin Ash-Shuri (nama dari Rasyiduddin Abu Fadl Ali, tahun 573-639 H/1177-1241 M merupakan ilmuan nabati dan kedokteran, sahabat Raja adil Al-Ayubi). Dengan adanya nama-nama tumbuhan disertai gambarnya, ia bisa melihat tumbuh-tumbuhan dan menyusunnya.

Sepertinya sesuatu yang paling penting dan berpengaruh pada kaun Muslimin tentang permulaan masa ilmu ini adalah bahwa mereka memasukkan aturan citra rasa dan mengawasi obat-obatan. Mereka memindahkan profesi dari berdagang bebas yang bekerja didalamnya kapan saja ia kehendaki, menuju profesi yang tunduk dalam pengawasan pemerintah. Hal itu terjadi pada masa Al-Ma’mun yang menganjurkan untuk diawasi. Sebab, sebagian besar yang menggeluti profesi apoteker tidak bisa dipercaya dan penipu. Di antara mereka ada yang mengaku mempunyai segala obat, lalu memberikan kepada yang sakit padahal ia tidak mengerti penyakit berikut cara pengobatannya. Karena itu, Al-Ma’mun memerintahkan untuk mengikat atau menguji amanah Apoteker. Lalu Al-Mu’tasim, khalifah sesudahnya pada tahun 227 H memerintahkan untuk memberi Apoteker yang ditetapkan amanahnya serta kecerdasannya dengan syahadat (izin). Karena itu,

masuklah bidang Apoteker dibawah aturan pemerintah secara sempurna sebagai bidang yang diawasi. Aturan-aturan ini kemudian berpindah dan digunakan di seluruh penjuru Eropa pada masa Kaisar Federick II (607-648 H/1210-1250 M). Kalimat ini terus-menerus dipakai dan digunakan dalam bahasa Spanyol dengan lafazh bahasa Arab sampai waktu tertentu.

Sharif Kaf al-Ghazal dalam tulisannya bertajuk The

valuable contributions of Al-Razi (Rhazes) in the history of pharmacy during the Middle Ages, mengungkapkan

apotek pertama di dunia berdiri di kota Baghdad pada tahun 754 M. Saat itu, Baghdad sudah menjadi ibukota Kekhalifahan Abbasiyah. ''Apotek pertama di Baghdad didirikan oleh para Apoteker Muslim.

Jauh sebelum peradaban Barat mengenal apotek, masyarakat Islam lebih dulu menguasainya. Sejarah mencatat, Apoteker pertama di Eropa baru muncul pada akhir abad ke-14, bernama Geoffrey Chaucer (1342-1400). Ia dikenal sebagai Apoteker asal Inggris. Apotek mulai menyebar di Eropa setelah pada abad ke-15

Dokumen terkait