• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keamanan Pangan

2.5 Zat Pengawet

Bahan pangan yang berkualitas tinggi sekalipun akan mengalami kerusakan, untunglah kemajuan ilmu dan teknologi mengenalkan masyarakat dengan zat pengawet. Pengawet merupakan salah satu bentuk bahan tambahan makanan, penambahan pengawet dimaksud untuk menghambat ataupun menghentikan aktivitas mikroorganisme seperti bakteri, kapang, dan khamir sehingga produk dapat disimpan lebih lama. Selain itu untuk

lebih meningkatkan cita rasa, memperbaiki warna, tekstur, sebagai bahan penstabil, pencegah lengket maupun memperkaya vitamin dan mineral (Yuliarti, 2007).

Pengawet makanan termasuk dalam kelompok zat tambahan makanan yang bersifat inert secara farmakologik atau efektif dalam jumlah kecil dan tidak toksis. Pengawet penggunaannya sangat luas, hampir seluruh industri menggunakannya termasuk industri makanan, kosmetik dan farmasi. Industri yang sudah memiliki ISO 9001 tentunya telah menajemen produksi yang baik sehingga banyak yang sudah mengurangi jumlah penggunaan pengawet atau tidak menggunakan pengawet lagi misalnya pada produk susu, teh dalam botol (Hermita, 2010).

Apabila pemakaian zat pengawet dan dosisnya tidak diatur dan diawasi, kemungkinan besar akan merugikan manusia baik bersifat langsung misalnya keracunan ataupun bersifat tidak langsung misalnya zat pengawet yang digunakan bersifat karsinogenik (Cahyadi, 2006).

Pengawet yang banyak dijual dipasaran yang digunakan di berbagai makanan pada umumnya natrium benzoat. Benzoat ini banyak terdapat pada makanan dan minuman agar tahan lama, seperti : sari buah, jelly, saos, minuman ringan, selai, kecap dan lain-lain (Cahyadi, 2009).

Benzoat yang digunakan dalam makanan akan lebih efektif bila makanan itu asam, sehingga sebagai pengawet banyak digunakan dalam sari buah-buahan, jeli, sirup dan makanan lainnya yang mempunyai pH rendah (2,5-4,0) (Patong, 2013). Asam benzoat dan natrium benzoat juga biasanya dimanfaatkan untuk mengawetkan jus buah, sirup apel, makanan yang mudah rusak, minuman berkarbonasi, produk tepung yang dimasak, salad

Natrium benzoat adalah garam sodium dari asam benzoat dan ada dalam bentuk garam ketika dilarutkan dalam air. Rumus kimianya yaitu C6H5COONa, natrium benzoat berwarna putih, granula tanpa bau, bubuk Kristal atau serpihan dan lebih larut dalam air dibandingkan asam benzoat terurai menjadi lebih efektif dalam bentuk asam benzoate yang tidak terdisosiasi. Natrium benzoat lebih sering digunakan karena natrium benzoat 200 kali lebih larut dalam air dibandingkan asam benzoat yang tidak larut dalam air (Anonim, 2008).

Natrium benzoat telah terbukti menyebabkan pH sel menjadi rendah sehingga merusak organ sel mikroba, di beberapa Negara telah dilarang penggunaannya karena adanya kemungkinan bahwa natrium benzoat juga bersifat karsinogenik begitu juga mengonsumsinya dapat memicu pertumbuhan sel kanker. Batas maksimum penggunnan natrium benzoat sebesar 600 mg/kg bahan (Pratama et.al, 2015).

Selain itu, jenis pengawet yang sering digunakan pada makanan adalah asam benzoat. Benzoat dalam bentuk garamnya umum digunakan karena lebih muda larut dibanding asamnya. Menurut persyaratan SNI 01-0222-1995 batas maksimum penggunaan natrium benzoat adalah 1 g/kg atau 1000 mg/kg berat bahan. Penambahan pengawet memiliki resiko bagi kesehatan tubuh, jika terakumulasi secara terus menerus dan dalam waktu yang lama (Afrianti, 2008).

Penelitian yang telah dilakukan pada saos tomat di pasaran Kota Blitar, analisis pengawet natrium benzoat dengan metode spektrofotometri UV. Hasil yang didapat adalah kadar rata-rata natrium benzoat adalah 2,44 g/kg. kadar ini tidak sesuai dengan persyaratan SNI 01-0222-1995 yaitu batas penggunaan pengawet natrium benzoat sebesar 1 g/kg (Sella, 2013).

Sejalan dengan itu, penelitian juga dilakukan di Denpasar pada saos tomat bermerek dan tidak bermerek, pemeriksaan dengan metode titrasi asam basa. Hasil pemeriksaan yang didapat secara kuantitatif adalah kadar yang ditemukan berkisar antara 600,12 mg/kg dan 1271,86 mg/kg. Saus tomat yang bermerek mengadung benzoat lebih rendah dari batas maksimum kadar benzoat yang diperbolehkan sesuai Permenkes RI No.722/Menkes/Per/IX/88 yaitu 1000 mg/kg. Sementara itu, sekitar 33% saos tomat yang tidak bermerek mengandung benzoate dengan kadar yang melebihi batas penggunaan yang diperbolehkan (Siaka, 2009).

Hasil penelitian juga dilakukan melihat kadar natrium benzoat pada susu kedelai Tahun 2015, dengan metode ekstrasi cair dan menggunakan instrumen spektrofometri UV-Vis pada panjang gelombang 276 nm. Hasil kualitatif menunjukkan seluruh sampel mengandung natrium benzoate. Kadar tertinggi di dapat dari sampel A yaitu 611,67 mg/kg, sampel B yaitu 589,91 mg/kg dan sampel C yaitu 605,78 mg/kg. ketiga kadar pengawet natrium benzoat dalam sampel A,B,C melebihi batas sesuai dengan peraturan Kepala BPOM Nomor 36 Tahun 2013 tentang batas maksimum penggunaan untuk produk susu yaitu 600 mg/kg (Rustian et.al, 2015).

Dari hasil-hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa penggunaan zat pengawet pada makanan dan minuman masih banyak ditemukan walaupun menggunakan zat pengawet yang diizinkan tetap perlu diperhatikan karena zat pengawet dalam batas tertentu bersifat kumulatif didalam tubuh .

2.5.1 Dampak Zat Pengawet Terhadap Kesehatan

Suatu bahan pengawet mungkin efektif untuk mengawetkan makanan tertentu, tetapi tidak efektif untuk makanan lainnya, karena mempunyai sifat yang berbeda - beda. Pada saat ini masih banyak ditemukan penggunaan bahan pengawet yang dilarang namun digunakan untuk dalam makanan dan berbahaya bagi kesehatan, misalnya formalin dan boraks.

Bahan pengawet pada dasarnya adalah senyawa kimia yang merupakan bahan asing yang masuk bersama bahan pangan yang dikonsumsi. Apabila pemakaian jenis pengawet dan dosisnya tidak diatur maka menimbulkan kerugian bagi masyarakat, misalnya, keracunan atau terakumulasinya pengawet dalam organ tubuh dan bersifat karsinogenik. Pada penderita asma dan orang yang menderita urticaria sangat sensitif terhadap asam benzoat, jika dikonsumsi dalam jumlah besar akan mengiritasi lambung (Cahyadi, 2009).

Seringkali masyarakat salah pengertian mengenai pengawet untuk makanan yang seolah-olah aman digunakan selama tidak menyebabkan keracunan atau kematian (toksisitas akut), tetapi sebenarnya kerusakan organ tubuh manusia dalam jangka panjang (toksisitas kronik). Bahaya ini dapat terjadi karena produk makanan tersebut setiap hari dimakan, berbeda dengan obat - obatan per oral yang digunakan hanya kalau sakit (Hardman, et.al, 1996 dalam Harmita, 2010).

Senyawa kimia yang saat ini banyak terdapat pada tahu, ikan, ikan asin, mie basah adalah formalin. Efek formalin pada makanan dapat dilihat pada konsistensi menjadi keras atau kenyal pada produknya, tentunya hal ini juga terjadi juga jika formalin bebas masuk kedalam organ tubuh dan bereaksi dengan protein tubuh, maka membrane sel, tulang rawan akan mengeras, enzim dan hormon tidak berfungsi (Harmita, 2010).

2.6 Selai

Selai buah merupakan hasil dari teknologi pengolahan buah. Salah satu produk pangan semi basah yang cukup dikenal dan disukai masyarakat. Food and Drug Administration (FDA) mendefinisikan selai sebagai produk olahan buah-buahan, baik berupa buah segar, buah beku, buah kaleng maupun campuran ketiganya, pemanfaatan buah menjadi produk selai dapat mendatangkan keuntungan yang cukup. Selai yang dihasilkan juga dapat disimpan dalam waktu relatif lama (Fachruddin, 1997). Menurut SNI 01-3746-1995 selai adalah produk makanan semi basah, yang dibuat dari pengolahan bubur buah-buahan, gula dengan atau tanpa penambahan makanan yang diizinkan.

Selai atau jam adalah makanan setengah padat yang dibuat dari buah- buahan dan gula pasir dengan kandungan total padatan minimal 65 persen. Komposisi bahan mentahnya ialah 45 bagian buah dan 55 bagian gula. Syarat selai yang baik ialah transparan, mudah dioleskan dan mempunyai aroma dan rasa buah asli.

Pada prinsipnya, hampir semua jenis buah dapat dibuat selai, terutama buah yang mengandung pektin. Pektin ialah senyawa karbohidrat yang berguna untuk membentuk gel (bentuk seperti bubur sangat kental) jika bereaksi dengan gula dan asam. Untuk mendapatkan sumber pektin digunakan buah yang tua tapi belum masak, sedangkan untuk mendapatkan cita rasa (aroma dan rasa buah) dipakai buah yang sudah masak. karena dikehendaki dua-duanya (pektin dan cita rasa), maka untuk membuat selai yang baik digunakan campuran buah yang sudah tua (tapi belum masak) dan buah yang sudah masak dengan perbandingan yang sama (Koswara, 2009).

digunakan untuk mengawetkan makanan karena gula bersifat higrokopis atau menyerap air sehingga sel-sel akan dehidrasi dan akhirnya mati (Sutomo, 2012).

Selai terdiri atas beberapa jenis. Selai yang didalamnya masih ditemukan potongan buah disebut preserve atau conserves. Selai yang terbuat dari sari buah dan kulit buah citrus disebut marmalaide. Selai biasanya dikonsumsi bersama roti tawar, sebagai isi kue kering seperti nastar dan pemanis minuman seperti youghurt dan es krim (Saptoningsih dan Jatnika, 2012).

2.6.1 Bahan dan Alat yang digunakan

Bahan yang digunakan untuk pembuatan selai yaitu buah-buahan segar, gula, pektin, asam sitrat (dapat diganti dengan jeruk nipis atau sejenisnya), natrium benzoate. Sedangkan alat yang digunakan adalah kompor, panci stainlestel, kain saringan, parutan atau blender, pisau, baskom, pengaduk dari kayu, wajan dan wadah untuk selai (Saptoningsih dan Jatnika, 2012).

2.6.2 Proses Pembuatan Selai

1. Kupas kulit buah sampai bersih dan buang bijinya jika ada lalu dicuci

2. Kemudian potong buah menjadi bagian- bagian yang lebih kecil. Setelah itu blender atau parut buah sampai menjadi bubur buah.

3. Siapkan wajan, kemudian masak bubur buah dengan api yang sedang lalu tambahkan gula pasir dan pectin. Aduk hingga merata menggunakan sendok dari kayu selama 10 menit. 4. Lakukan pemanasan terus-menerus sambil diaduk perlahan,kemudian tambahkan asam sitrat atau air jeruk nipis. Aduk hingga mendidih, lalu masukkan natrium benzoat dan aduk kembali hingga campuran menjadi gel. Buang busa yang timbul dari proses pemasakan.

5. Setelah bubur buah tadi menjadi gel atau selai, diamkan beberapa saat. Setelah itu selai siap untuk dimasukkan kedalam botol atau wadah lainnya hingga ketinggian 1 cm dibawah tutup. Tutup rapat botol atau wadah lainnya dengan penutup yang sebelumnya telah distrerilisasi.

6. Beri label pada kemasan dan selai buah siap didistribusikan (Saptoningsih dan Jatnika, 2012).

Adapun hal yang harus diperhatikan dalam membuat selai buah adalah aturla api kompor, gunakan api yang sedang. Jangan gunakan api yang terlalu besar karena akan menghasilkan suhu yang tinggi sehingga selai menjadi terlalu keras dan kental, sebaiknya selai dimasak pada suhu 100 oC. Aduk selai secara terus-menurus, tetapi jangan terlalu cepat karena akan merusak tekstur selai yang akan dihasilkan. Proses pembuatan selai harus singkat agar organoleptik (aroma, rasa, warna) tidak berubah.

2.7 Kerangka Konsep Penelitian

Gambar 2.1 Kerangka Konsep Penelitian Selai Buah 1.Strawberry 2.Blueberry Pemeriksaan Zat Pemanis : (Sakarin danSiklamat) Zat Pewarna : (Amaranth,Indigotin dan Tartazine,) Ada Tidak ada Memenuhi syarat/tidak memenuhi syarat Permenkes RI No.33 Tahun 2012 Bahan Tambahan

Dokumen terkait