• Tidak ada hasil yang ditemukan

Zona Pemanfaatan Intensif

Dalam dokumen M. BISMARK dan RENY SAWITRI (Halaman 170-186)

VALUASI POTENSI TAMAN NASIONAL

Bab 4 ZONASI TAMAN ZONASI TAMAN

4.4 Kajian Kriteria dan Indikator Zonasi

4.4.3 Zona Pemanfaatan Intensif

Zona pemanfaatan dalam PP No. 68 Tahun 1998 mempunyai kriteria sebagai berikut:

a. Mempunyai daya tarik alam berupa tumbuhan, satwa atau berupa formasi ekosistem tertentu serta formasi geologinya yang indah dan unik;

b. Mempunyai luas yang cukup untuk menjamin kelestarian potensi dan daya tarik untuk dimanfaatkan bagi pariwisata dan rekreasi alam; c. Kondisi lingkungan di sekitarnya mendukung upaya pengembangan

pariwisata alam.

Kriteria tersebut di atas mengandung pengertian yang sama dengan zona pemanfaatan intensif sebagaimana yang terdapat dalam Petunjuk Pengusulan Rencana Zonasi Taman Nasional yang dikeluarkan oleh Direktur Bina Kawasan Pelestarian Alam, No. 706/VI/BKPA-2/1998 Tanggal 21 Juli 1998, yaitu zona yang ditujukan untuk pemanfaatan pelestarian sumber daya alam hayati dan ekosistem taman nasional untuk kepentingan pariwisata alam.

Berdasarkan kriteria tersebut, maka disusun indikator untuk masing-masing kriteria zona pemanfaatan intensif sebagaimana disajikan dalam Tabel 33. Zona pemanfaatan intensif merupakan kawasan yang diperuntukkan khusus bagi kegiatan pemanfaatan secara intensif. Zona pemanfaatan intensif di TNBT merupakan zona untuk pengembangan wisata alam secara intensif. Berdasarkan kriteria dalam PP. No. 68 tahun 1998, maka indikator yang mengindikasikan kawasan tersebut adalah tingginya potensi biotik dan wisata, lokasi yang

150 | M. Bismark dan Reny Sawitri

strategis, aksesibilitas yang mudah dan bukan bagian dari ruang jelajah satwa penting.

Tabel 33. Usulan kriteria dan indikator zona pemanfaatan intensif TN Bukit Tigapuluh

Keterangan: * = Usulan (proposal)

Hasil pengamatan di lapangan menunjukkan potensi wisata alam TNBT cukup banyak, dan sebagian besar belum dikelola dengan baik. Sebagian kawasan tersebut ada yang dapat dijadikan kawasan pariwisata alam dan rekreasi serta kawasan wisata alam terbatas tergantung pada potensi biofisik dan fungsi kawasannya. Beberapa lokasi perlu ditinjau kembali karena terdapat kawasan yang menjadi bagian dari ruang jelajah harimau sumatera. Peninjauan ini bertujuan agar kegiatan wisata alam tidak mengganggu kelangsungan hidup jenis satwa.

Kriteria menurut PP No.

68 Th 1998 Usulan Indikator* Hasil pada Lokasi Pengamatan* (1) Mempunyai daya

tarik alam berupa tumbuhan, satwa atau berupa formasi ekosistem tertentu serta formasi geologinya yang indah dan unik

(1) Potensi biotik sedang – tinggi

(2) Potensi wisata tinggi

- Sedang – tinggi (H’ = 2,17 – 3,08) didominasi oleh jenis S. leprosula,

Dyospyros bantamensis

dan Litsea sp. - Terdapat beruang

madu, harimau sumatera, kuaw, rangkong, ungko tangan hitam, owa dan siamang - Terdapat air terjun,

kolam air dan wisata Bukit Lancang (2) Mempunyai luas

yang cukup untuk menjamin

kelestarian potensi dan daya tarik untuk dimanfaatkan bagi pariwisata dan rekreasi alam

(3) Bukan bagian dari ruang

jelajah satwa penting - Bagian dari ruang jelajah harimau sumatera dan tapir

(3) Kondisi lingkungan di sekitarnya mendukung upaya pengembangan pariwisata alam (4) Lokasi strategis

(5) Aksesibilitas mudah - Berbatasan dengan daerah penyangga - Dilewati jalur lintas

Nilai Penting Taman Nasional | 151 Zona pemanfaatan adalah bagian taman nasional yang letak, kondisi, dan potensi alamnya dimanfaatkan terutama untuk kepentingan pariwisata alam dan jasa lingkungan lainnya. Berdasarkan peta peruntukan zonasi yang dikeluarkan oleh Balai KSDA Sumatera Utara (2006), zona pemanfaatan di bagian selatan TNBG meliputi tujuh lokasi dengan luas keseluruhan ±2.022 ha. Mengacu pada Peraturan Pemerintah No. 68 Tahun 1998 tentang Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam, dan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P.56/Menhut-II/2006 tentang Pedoman Zonasi Taman Nasional, maka alasan-alasan yang terkait dengan ekosistem, satwa dan tumbuhan, yang dijadikan dasar dalam penunjukan zona pemanfaatan TNBG seperti yang disusun oleh BKSDA Sumatera Utara II (2006) sebagian besar sudah memenuhi kriteria zona pemanfaatan sebagaimana yang dimaksud oleh peraturan tersebut.

Dalam menjabarkan kriteria zona pemanfaatan, maka digunakan indikator zonasi TNBT (Kwatrina dan Mukhtar, 2006), yaitu a) potensi biotik sedang- tinggi, b) potensi wisata tinggi, c) bukan bagian dari ruang jelajah satwa penting. Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan, maka parameter ekologis yang dapat dijadikan indikator ekologis zona pemanfaatan TNBG disajikan pada Tabel 34.

152 | M. Bismark dan Reny Sawitri

Tabel 34. Indikator ekologis pada zona pemanfaatan TN Batang Gadis

Indikator ekologis

zona pemanfaatan** Indikator ekologis zona pemanfaatan TN Batang Gadis (1) Potensi biotik

sedang–tinggi  Hutan alam tropika dengan perwakilan beberapa tipe ekosistem, seperti danau dan hutan pegunungan diatas 1.500 m dpl.

 Penutupan lahan sebagian besar masih berupa hutan primer.

 Ditemukan sekitar 24 jenis tumbuhan tingkat pohon.  Ditemukan sekitar 33 jenis burung, 5 jenis primata, dan 8

jenis mamalia darat (2) Potensi wisata

tinggi  Habitat beberapa satwa langka dan dilindungi, seperti ungko, siamang, dan macan dahan  Terdapat danau tempat minum beberapa jenis mamalia,

seperti rusa (Cervus unicolor Kerr) dan kambing hutan (N.sumatraensis)

 Beragam jenis tumbuhan khas dataran tinggi yang unik dan menarik.

 Habitat beragam jenis burung srigunting (Dicrurus spp.). (3) Bukan bagian

dari ruang jelajah satwa penting

 Lintasan rusa (C.unicolor) dan macan dahan (N.nebulosa)

Keterangan: ** Berdasarkan Kwatrina dan Mukhtar, 2006)

Tabel 35. Set minimum kriteria dan indikator zona pemanfaatan intensif TN Bantimurung Bulusaraung

Kriteria Indikator Pengukur Keterangan/ Kegiatan

1. Mempunyai keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa

a. Kekayaan jenis flora Daftar jenis berdasarkan Taksonomi

Inventarisasi identifikasi b. Kekayaan jenis

fauna Daftar jenis berdasarkan Taksonomi

Inventarisasi identifikasi c. Kekayaan jenis yang

bergantung pada hutan

Daftar jenis flora dan fauna lokal yang bergantung pada hutan Inventarisasi identifikasi 2. Merupakan perwakilan tipe ekosistem alami dan formasi biota tertentu yang menjadi ciri khas ekosistem

a. Adanya zona inti pada setiap tipe ekosistem

Perwakilan tipe ekosistem karst, dan atau hutan pegunungan bawah, dan atau hujan non dipterocarpaceae pamah

Peta sebaran tipe ekosistem

Nilai Penting Taman Nasional | 153 a.1. Karst a.1.1. Keberadaan formasi vegetasi karst yang belum terganggu Sebaran formasi

vegetasi karst Survey Monitoring

aa.1.2. Keberadaan fauna karst ekosistem karst

Sebaran fauna

karst Survey Monitoring a.2. Hutan peg. bawah

a.2.1. Keberadaan formasi hutan lumut

Sebaran formasi

hutan lumut Survey Monitoring a.3. Hutan hujan non

dipterocarpaceae pamah

a.3.1. Keberadaan

jenis Ficus spp Sebarahn jenis Ficus spp Survey Monitoring 3. Mempunyai

kondisi alam yang masih asri

a. Merupakan hutan

primer Vegetasi asli bukan eksotik atau yang ditanam oleh masyarakat Survey Monitoring b. Bebas dari gangguan masyarakat Masyarakat mengetahui letak lokasi zona inti

Sosialisasi peta kawasan sampai ketingkat desa Masyarakat memahai fungsi zona inti Sosialisai dokumen zonasi sampai ke tingkat desa Masyarakat memahami peruntukan zona inti Sosialisasi dokumen zonasi sampai ke tingkat desa Tidak ada perubahan akibat aktivitas manusia

Tidak ada tanda aktivitas masyarakat PATROLI c. Tidak berbatasan langsung dengan zona pemanfaatan dan zona lainnya (pemanfaatan tradisional, khusus, budaya/religi) Terdapat zona rimba yang mampu menyangga zona inti

Buffer dari zona

pemanfaatan tradisional, khusu, budaya/religi, jalan 4. Mempunyai luasan yang cukup untuk menjamin berlangsungnya proses ekologis secara alami; a. Mampu mendukung

daerah jelajah satwa Luasan daerah jelajah satwa sangat penting

Survey daerah jelajah satwa b. Tidak ada

fragmentasi habitat Tutupan vegetasi yang kontinyu Peta tutupan vegetasi hasil penafsiran citra satelit terbaru

154 | M. Bismark dan Reny Sawitri minimal 2 tahun terakhir Tidak terjadinya perubahan kondisi fisik habitat Monitoring Efek tepi minimal Monitoring c. Terpeliharanya

kelangsungan fungsi resapan air

Kualitas dan

kuantitas air Monitoring Uji laboratorium d. Produktivitas ekosistem tetap terjaga Stabilitas iklim mikro Monitoring 5. Mempunyai ciri khas potensi yang memerlukan upaya konservasi

a. Bentang alam karst Kenampakan eksokarst dan endokarst

Analisis special pemetaan gua

b. Fungsi reservoir air pada kawasan karst tetap terjaga

adanya aliran sungai bawah tanah dan atau danau bawah tanah

Interpretasi citra

c. Proses karstifikasi

tetap berlangsung Memiliki karst yang masih berkembang dengan baik Survey Monitoring Proses perkembangan ornament gua tetap berlangsung Survey Monitoring 6. Mempunyai komunitas tumbuhan dan atau satwa liar yang langka

a. Kekayaan jenis flora

dan fauna langka Daftar jenis berdasarkan status konservasi (IUCN)

Survey Monitoring b. Kekayaan jenis flora

dan fauna langka Daftar jenis berdasarkan perlindungan ( UU Indonesia, CITES) Survey Monitoring 7. Merupakan habitat satwa dan atau tumbuhan tertentu yang prioritas (focal species) dan/atau endemik a. Keberadaan satwa atau tumbuhan yang prioritas (focal

species)

Daftar jenis satwa atau tumbuhan prioritas Survey Monitoring b. Keberadaan satwa atau tumbuhan endemik

Daftar jenis satwa atau tumbuhan endemik

Survey Monitoring

Kriteria = 7 Indikator = 18

International Union for Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN) telah mengembangkan enam kategori kawasan konservasi yang ditetapkan berdasarkan tujuan utama pengelolaan

Nilai Penting Taman Nasional | 155 kawasan tersebut (Tabel 36). Selanjutnya Tabel 37 memperlihatkan penggunaan tujuan pengelolaan untuk mengidentifikasi kategori yang paling tepat pada kawasan tersebut.

Tabel 36. Kategori pengelolaan kawasan konservasi menurut IUCN

No Kategori Deskripsi

1 I Kawasan konservasi untuk tujuan ilmu

pengetahuan atau perlindungan hidupan liar 2 Ia Cagar alam : kawasan konservasi untuk tujuan

ilmu pengetahuan

3 Ib Hutan lindung : kawasan konservasi untuk tujuan perlindungan hidup-an liar

4 II Taman nasional : kawasan konservasi untuk

tujuan perlindungan eko-sistem dan rekreasi 5 III Kawasan konservasi untuk tujuan konservasi

pemandangan alam yang spesifik

6 IV Kawasan konservasi untuk tujuan konservasi

melalui intervensi penge-lolaan oleh manusia

7 V Kawasan konservasi untuk tujuan konservasi

lansekap atau bentang laut dan rekreasi

8 VI Kawasan konservasi untuk tujuan pemanfaatan

yang lestari terhadap ekosistem alam Sumber: IUCN, 1994

Tabel 37. Matriks tujuan pengelolaan dan kategori kawasan konservasi

Tujuan pengelolaan Ia Ib II III IV V VI

Penelitian ilmu pengetahuan 1 3 2 2 2 2 3

Perlindungan hidupan liar 2 1 2 3 3 - 2

Perlindungan spesies dan

keanekaragaman hayati 1 2 1 1 1 2 1

Pemanfaatan jasa lingkungan 2 1 1 - 1 2 1

Perlindungan pemandangan alam

spesifik/warisan budaya - - 2 1 3 1 3

Kegiatan wisata dan rekreasi - 2 1 1 3 1 3

Pendidikan - - 2 2 2 2 3

Pemanfaatan sumber daya alam secara

lestari - 3 3 - 2 2 1

Perlindungan budaya tradisional - - - - - 1 2

Sumber: IUCN, 1994 Keterangan:

1 = Tujuan utama; 2 = Tujuan sekunder; 3 = Tujuan yang berpotensi untuk diterapkan; - = Tidak dapat dilakukan

156 | M. Bismark dan Reny Sawitri

Berdasarkan Tabel 37 maka dapat diketahui bahwa kegiatan wisata dan rekreasi menjadi tujuan pengelolaan (baik tujuan utama, sekunder, dan tujuan yang berpotensi untuk diterapkan) pada semua kategori kawasan konservasi kecuali kawasan cagar alam (kategori Ia).

Jika dilihat lebih spesifik, maka kegiatan wisata dan rekreasi merupakan tujuan pengelolaan yang utama (primary objective) pada kawasan taman nasional khususnya di zona pemanfaatan. Sehingga berdasarkan regulasi yang berlaku, baik di dunia maupun di Indonesia, pengembangan kawasan GTC sebagai kawasan wisata alam sudah sesuai dan memenuhi persyaratan. Jenis kegiatan wisata yang dapat dikembangkan di kawasan GTC dapat berupa tracking, bird watching, wildlife watching, sightseeing, climbing, fishing, camping, swimming, sport tourism, dan educational tourism (Sularso, 2006).

4.4.4 Zona Rehabilitasi

Kriteria zona rehabilitsi belum diatur dalam PP. No. 68 Tahun 1998. Pada prinsipnya zona ini ditujukan untuk memulihkan kondisi kawasan yang telah terdegradasi atau rusak. Berdasarkan hasil penelitian maka diusulkan kriteria zona rehabilitasi sebagai berikut: a. Kawasan yang ditetapkan mengalami perubahan atau penurunan

kualitas fisik dan atau biotik;

b. Kawasan mengalami gangguan alami dan atau aktifitas manusia. Berdasarkan kriteria tersebut, maka disusun indikator untuk masing-masing kriteria zona rehabilitasi sebagaimana disajikan dalam Tabel 38. Indikator yang mengindikasikan kondisi seperti yang tersebut pada kriteria yang diusulkan adalah penutupan lahan tidak rapat, terdapat jenis-jenis bukan asli kawasan (exotic), penurunan potensi aliran sungai dan degradasi tanah. Kondisi lahan dapat berupa lahan bekas longsor, kebakaran, bekas pemanfaatan seperti, tebangan HPH, jalur transportasi, lahan pertanian/ladang, tambang. Untuk menetapkan zona rehabilitasi tidak semua indikator harus ditemui di lapangan. Apabila salah satu indikator tersebut ditemukan dan diperkirakan akan menimbulkan dampak negatif yang lebih buruk, maka suatu kawasan dapat ditetapkan sebagai zona rehabilitasi. Tindakan pemulihan dan

Nilai Penting Taman Nasional | 157 revegetasi yang dilakukan pada zona rehabilitasi dapat saja berbeda-beda untuk setiap lokasi, tergantung pada tujuan pemulihan kawasannya. Zona rehabilitasi dapat ditujukan sebagai zona inti, rimba atau zona pemanfaatan.

Tabel 38. Usulan kriteria dan indikator zona rehabilitasi TN Bukit Tigapuluh Usulan kriteria Usulan Indikator Hasil pada Lokasi Pengamatan (1) Kawasan yang

ditetapkan mengalami perubahan atau penurunan kualitas fisik dan atau biotik;

(1) Penutupan lahan tidak rapat

(2) Terdapat jenis-jenis bukan asli kawasan (exotic)

(3) Penurunan potensi aliran sungai (4) Degradasi tanah

- Vegetasi ada yang rapat dan ada yang tidak rapat, berupa semak

- Terdapat jenis tanaman bukan asli kawasan TNBT (2) Kawasan

mengalami gangguan alami dan atau aktifitas manusia

(5) Lahan bekas longsor, kebakaran, bekas pemanfaatan seperti, tebangan HPH, jalur transportasi, lahan pertanian/ladang, tambang, dll - Bekas jalur transportasi HPH, areal bekas pertambangan batu granit, areal bekas tebangan HPH, areal bekas perladangan masyarakat yang penutupan vegetasinya kurang Keterangan: * = Usulan (proposal)

Kawasan yang termasuk zona rehabilitasi dapat berubah setiap periode waktu tertentu, tergantung pada perubahan penutupan lahannya. Dengan demikian zona rehabilitasi bersifat temporer sehingga dapat saja tidak ditetapkan secara khusus sebagaimana zona-zona lainnya. Pihak taman nasional dapat menggunakan penafsiran citra landsat secara berkala, misalnya tiga tahun sekali, untuk mengetahui perubahan penutupan lahan dan menentukan kawasan yang perlu direhabilitasi.

Lokasi/bagian kawasan hutan konservasi yang perlu segera direstorasi yang terpenting adalah luas kerusakan kawasan hutan konservasi, kekayaan jenis tumbuhan, sebaran satwalliar langka dan

158 | M. Bismark dan Reny Sawitri

dilindungi, penutupan lahan dan lereng (Gunawan, 2012). Kriteria prioritas kawasan hutan yang segera direstorasi dengan variabel penilaian dan skala intensitas tercantum pada Tabel 39.

Tabel 39. Kriteria dalam merumuskan prioritas lokasi restorasi di kawasan hutan konservasi

No. Kriteria Bobot Persyaratan yang harus

dipenuhi Variabel Penilaian

Skala intensitas 1. Luas kerusakan kawasan hutan konservasi 0,219 Besarnya/luas nya kerusakan kawasan hutan konservasi <0,25 1 0.25-0,5 ha 2 >0,5 -0,75 ha 3 >0,75-1 ha 4 >1ha 5 2. Kekayaan jenis

tumbuhan 0,151 Jumlah jenis tumbuhan di kawasan hutan konservasi <30 5 30-59 4 60-89 3 90-119 2 >119 1 3. Sebaran satwa liar langka atau dilindungi 0,128 Jumlah beserta sebaran (wi-layah jelajah) satwa liar langka atau dilindungi di kawasan hutan konservasi <2 jenis 5 2 jenis 4 3 jenis 3 4 jenis 2 >4jenis 1 4. Penutupan

lahan 0,117 Tipe penu-tupan lahan di kawasan konservasi Hutan primer 1 Hutan sekunder 2 Hutan tanaman 3 Semak/belukar 4 Lahan terbuka 5 5. Lereng (slope)*) 0,110 Tipe kelas lereng (slope) di kawasan hutan konser-vasi 0-8% 1 >8-15% 2 >15-25% 3 >25-45% 4 >45% 5 6. Intensitas hujan*) 0,065 Curah hujan tahunan rata-rata/hari hujan dalam satu tahun di ka-wasan hutan konservasi <13,6mm/hari 1 13,6-20,7 mm/hari 2 >20,7-27,7 mm/hari 3 >27,7-34,8 mm/hari 4 >34,8 mm/hari 5 7. Kepadatan penduduk di desa-desa sekitar kawasan hutan konservasi 0,063 Jumlah kepa-datan pen-duduk di desa-desa sekitar kawasan hutan konservasi <125 jiwa/km2 1 125-249 jiwa/km2 2 250-374 jiwa/km2 3 375-499 jiwa/km2 4 >499 jiwa/km2 5

Nilai Penting Taman Nasional | 159

8. Jenis tanah*)**) 0,054 Tipe kelas jenis tanah berda-sarkan kepe-kaan terhadap erosi di ka-wasan hutan konservasi Entisol, aquic, alfisol/aqualf, aquult 1 Ultisol 2 Inceptisol, alfisol 3 Andisol,oxisol,verti sol, spodosol 4 Entisol, histosol, rendoll 5 9. Elevasi/

ketinggian 0,051 Tipe kelas elevasi/ketingg ian di kawasan hutan konser-vasi <1.000 mdpl 1 1.000-1.500 m dpl 2 >1.500 -2.000 m dpl 3 >2.000 – 2.500 mdpl 4 >2.500 dpl 5 10 . Luas pemilikan/pen guasaan lahan rata-rata masyarakat di desa-desa sekitar 0,041 Ukuran/luas pemilikan/pen guasaan lahan rata-rata masyarakat di desa-desa sekitar kawas-an hutkawas-an konservasi >1 ha 1

Keterangan: *) Diadopsi dari SK Mentan No. 837/Kpts/Um/11/1980 tentang Kriteria dan Tata Cara Penetapan Hutan Lindung

**) Nama tanah menurit USDA Soil taxonomy 1975 (Hardjowigeno, 2003)

Tabel 40. Penilaian katagori prioritas restorasi TN Gunung Gede Pangrango No. Kriteria kawasan yang perlu segera direstorasi Bobot intensitas Skala Skor

I. Aspek tingkat kepentingan suatu kawasan hutan konservasi:

1. Keberhasilan jenis langka dan dilindungi 0,310 5 1,550

2. Keanekaragaman tipe ekosistem 0,181 4 0,724

3. Potensi keanekaragaman jenis 0,142 5 0,710

4. Ekosistem penting sebagai penyedia air

dan pengendalian banjir 0,127 3 0,381

5. Pemanfaatan SDA secara lestari oleh para

pemangku kepentingan 0,122 5 0,610

6. Lansekap atau ciri geofisik sebagai obyek

wisata alam 0,050 5 0,250

7. Tempat peninggalan budaya 0,035 2 0,070

8. Logistik bagi penelitian dan pendidikan 0,033 4 0,132

160 | M. Bismark dan Reny Sawitri

II. Aspek tingkat kemendesakan suatu kawasan hutan konservasi untuk direstorasi:

1. Akibat yang ditimbulkan dari kerusakan

hutan di suatu kawasan hutan konservasi 0,287 1 0,287 2. Besarnya kepedulian para pemangku

kepentingan sebagai penerima manfaat

kawasan hutan konservasi 0,182 5 0,910

3. Bentuk dan sebaran kerusakan hutan di

suatu kawasan hutan konservasi 0,162 1 0,162

4. Persentase kerusakan hutan di suatu

kawasan hutan konservasi 0,132 2 0,264

5. Macam aktivitas masyarakat sekitar di

suatu kawasan konservasi 0,106 5 0,530

6. Luasan suatu kawasan hutan konservasi 0,069 3 0,207 7. Keberadaan hutan miskin jenis di suatu

kawasan hutan konservasi 0,062 3 0,186

Total skor aspek tingkat kemendesakan 1 2,546

Berdasarkan hasil penilaian prioritas restorasi kawasan hutan konservasi, diindikasikan bahwa tingkat kepentingan TNGGP untuk di restorasi termasuk tinggi (4,427), sedangkan tingkat kemendesakannya untuk segera di restorasi tergolong rendah (2,546) (Tabel 40). Hal ini sesuai dengan fungsi dan manfaat kawasan yang memiliki peran sangat penting sebagai pengatur tata air, habitat satwa liar dan penghasil jasa lingkungan untuk lingkungan sekitarnya. Tingkat kemendesakan yang tergolong rendah disebabkan fungsi kawasan konservasi telah berjalan walaupun komponen ekosistemnya masih merupakan hutan tanaman monokultur atau tanaman budi daya.

4.4.5 Zona Tradisional

Dalam Petunjuk Pengusulan Rencana Zonasi Taman Nasional yang dikeluarkan oleh Direktur Bina Kawasan Pelestarian Alam, No. 706/VI/BKPA-2/1998 Tanggal 21 Juli 1998, zona pemanfaatan tradisional ditujukan untuk mempertahankan hubungan tradisional dan adanya ketergantungan tradisional terhadap potensi sumber daya alam taman nasional. Sementara PP No. 68 Tahun 1998 tidak secara khusus mengatur mengenai zona pemanfaatan tradisional. Berdasarkan data potensi, maka usulan kriteria pemanfaatan tradisional untuk TNBT adalah sebagai berikut.

Nilai Penting Taman Nasional | 161 a. Secara geografis berada dalam wilayah taman nasional;

b. Merupakan kawasan berpenduduk yang telah ditempati oleh masyarakat sebelum ditetapkannya wilayah taman nasional;

c. Memiliki potensi sumber daya alam yang mendukung kehidupan masyarakat lokal;

d. Secara fisik ekologis tidak berpengaruh negatif terhadap potensi sumber daya alam.

Berdasarkan kriteria tersebut, maka disusun indikator untuk masing-masing kriteria zona pemanfaatan tradisional sebagaimana disajikan dalam Tabel 41.

Tabel 41. Usulan kriteria dan indikator zona pemanfaatan tradisional TN Bukit Tigapuluh

Usulan kriteria* Usulan Indikator* Hasil pada Lokasi Pengamatan* (1) Secara geografis

berada dalam wilayah taman nasional (2) Merupakan kawasan

berpenduduk yang telah ditempati oleh masyarakat sebelum ditetapkannya wilayah taman nasional

(1) Suku asli dan atau

pendatang - Suku Talang Mamak, Anak dalam

(3) Memiliki potensi sumber daya alam yang mendukung kehidupan masyarakat lokal

(2) Potensi biotik (HHBK), kayu dan satwa sedang - tinggi

(3) Topografi datar-landai (4) Kelerengan 0-8% dan

atau 8-15%

(5) Tanah lempung, pasir, liat

(6) Vegetasi umum bukan hutan primer

- Buah-buahan, madu, petai, jerenang, kayu sialang, murai, rangkong, simpai, beruk, babi, rusa - Tanah lempung, pasir, liat, batuan - Hutan lindung dan

hutan produksi terbatas (hutan primer dan sekunder) (4) Secara fisik ekologis

tidak berpengaruh negatif terhadap potensi sumber daya alam

(7) Pemanfaatan sumber daya alam dan lahan rendah-sedang (8) Pengetahuan tata batas

sedang-tinggi

(9) Interaksi dan ancaman rendah

- Sedang - tinggi, berupa kepemilikan hutan, ladang, kebun dan sawah

- Rendah; 12-46,3% - Sedang

162 | M. Bismark dan Reny Sawitri

Keterangan: * = Usulan (proposal)

Zona pemanfaatan tradisional dapat digolongkan sebagai salah satu bentuk kawasan penyangga. Zona ini ditujukan untuk mengurangi dampak pemanfaatan sumber daya alam oleh manusia terhadap taman nasional. Zona pemanfaatan tradisional secara spesifik berada di dalam kawasan taman nasional, apabila kawasan penyangga ini berada di luar taman nasional maka akan berfungsi sebagai daerah penyangga. Oleh sebab itu kriteria yang pertama mengenai letak, akan membedakan antara zona pemanfaatan tradisional dengan daerah penyangga. Untuk TNBT adanya zona pemanfaatan tradisional juga tidak dapat dilepaskan dari keberadaan suku-suku asli dan pendatang yang telah lama mendiami kawasan sebelum dibentuknya taman nasional seperti: suku asli Talang Mamak, Anak Dalam dan Melayu Tua serta suku pendatang seperti: Batak, Jawa dan Minang.

Kriteria selanjutnya adalah ketersediaan sumber daya alam yang akan mendukung kehidupan masyarakat. Indikator yang mendukung kriteria tersebut adalah potensi biotik (HHBK), kayu dan satwa yang tinggi. Hal ini berkaitan dengan pemanfaatan sumber daya alam untuk pemenuhan kebutuhan hidup. Potensi HHBK lebih diutamakan dibanding potensi kayu dengan tujuan untuk mencegah terjadinya pemanfaatan kayu secara berlebihan oleh masyarakat. Untuk TNBT, jerenang (Daemonorops draco) merupakan tanaman HHBK yang telah dimanfaatkan dan dibudi dayakan oleh masyarakat.

Penetapan indikator-indikator seperti; topografi yang datar dan atau landai, kelerengan 0–8% dan atau 8–15%, sifat fisik tanah (lempung, pasir, dan liat) serta vegetasi umum selain hutan primer, bertujuan agar zona pemanfaatan tradisional bukan merupakan kawasan yang rawan secara ekologis melainkan dapat berfungsi sebagai kawasan yang mendukung kehidupan masyarakat. Sementara itu indikator-indikator pemanfaatan, pengetahuan, interaksi dan kepentingan, ditetapkan untuk mengindikasikan kondisi masyarakat yang diinginkan dalam upaya mencegah timbulnya pengaruh negatif

(10) Kepentingan untuk mengakomodir keberadaan suku asli dan masyarakat lokal

Nilai Penting Taman Nasional | 163 secara fisik dan ekologis terhadap potensi sumber daya alam. Hasil pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa pemanfaatan dan interaksi terhadap sumber daya alam sedang, dan sebagian besar masih dilakukan secara tradisional, seperti menangkap ikan dengan memancing dan melakukan seleksi dalam penebangan pohon.

Pengelolaan zona pemanfaatan tradisional di TNBT sangat strategis dan perlu mendapat perhatian karena keberadaan suku-suku asli di kawasan tersebut. Sebagian besar mereka mendiami kawasan

Dalam dokumen M. BISMARK dan RENY SAWITRI (Halaman 170-186)