• Tidak ada hasil yang ditemukan

EFEKTIVITAS MODEL EXAMPLE NON EXAMPLE BERMEDIA INTERAKTIF TERHADAP MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR IPS SISWA KELAS IV SDN GUGUS PALAPA CILACAP

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "EFEKTIVITAS MODEL EXAMPLE NON EXAMPLE BERMEDIA INTERAKTIF TERHADAP MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR IPS SISWA KELAS IV SDN GUGUS PALAPA CILACAP"

Copied!
260
0
0

Teks penuh

(1)

i

DAN HASIL BELAJAR IPS SISWA KELAS IV

SDN GUGUS PALAPA CILACAP

SKRIPSI

disusun sebagai salah satu syarat mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan

oleh Elmy Wulandari NIM 1401412403

PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

(2)

ii

NIM

jurusan

judul

: 1401412403

: Pendidikan Guru Sekolah Dasar

: Efektivitas Model Example Non Example Bermedia Interaktif Terhadap

Motivasi dan Hasil Belajar IPS Siswa Kelas IV SDN Gugus Palapa

Cilacap

Menyatakan bahwa yang tertulis di dalam skripsi ini benar-benar hasil karya sendiri, bukan hasil jiplakan dari karya tulis orang lain baik sebagian atau seluruhnya. Pendapat atau temuan orang lain dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.

(3)

iii

Belajar IPS Siswa Kelas IV SDN Gugus Palapa Cilacap” ini telah disetujui oleh pembimbing untuk diajukan ke Sidang Panitia Ujian Skripsi Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang pada:

hari : Selasa

tanggal : 23 Agustus 2016

(4)
(5)

v

Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan: "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih". (QS. Ibrahim:7)

Zaman berubah karena kita yang merubahnya (peneliti)

PERSEMBAHAN

Skripsi ini saya persembahkan kepada: Ibu Syamsiyah dan Bapak Ta’aji Pramono, yang selalu memberi doa dan dukungan.

Ketiga adik saya, Putri Pertiwi, Mitra Mardian, dan Teguh Prabowo Seluruh keluarga besar Eyang Parno dan Eyang Sumali

(6)

vi

menyelesaikan skripsi yang berjudul “Efektivitas Model Example Non Example

Bermedia Interaktif Terhadap Motivasi dan Hasil Belajar IPS Siswa Kelas IV SDNGugus Palapa Cilacap”.

Peneliti menyadari dalam penelitian ini tidak terlepas dari bimbingan, bantuan dan saran dari segala pihak. Oleh karena itu dalam kesempatan ini peneliti mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Fathur Rokhman, M.Hum., Rektor Universitas Negeri Semarang; 2. Prof. Dr. Fakhruddin, M.Pd., Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas

Negeri Semarang;

3. Drs. Isa Ansori, M.Pd., Ketua Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang.;

4. Farid Ahmadi, S.Kom., M.Kom., Ph.D., dosen pembimbing I; 5. Fitria Dwi Prasetyaningtyas, M.Pd., dosen pembimbing II; 6. Harmanto, S.Pd., M.Pd., dosen penguji utama;

7. Dosen dan staf karyawan Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang;

8. Kepala Sekolah, guru beserta siswa SDN Panimbang 01; 9. Kepala Sekolah, guru beserta siswa SDN Panimbang 03; 10. Kepala Sekolah, guru beserta siswa SDN Panimbang 05; 11. Kedua orang tua peneliti;

12. Mahasiswa PGSD FIP UNNES angkatan 2012; 13. Semua pihak yang membantu penyusunan skripsi ini

Semoga karya tulis ini dapat memberi manfaat kepada peneliti untuk dapat mengembangkan diri, memberi sumbangan bermanfaat dalam peningkatan mutu pendidikan pada umumnya dan bermanfaat kepada pembaca pada khususnya.

(7)

vii

Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Semarang. Pembimbing: Farid Ahmadi, M.Kom., P.hD., Fitria Dwi Prasetyaningtyas, M.Pd.

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh rendahnya nilai Ujian Akhir Semseter siswa kelas IV Gugus Palapa Kabupaten Cilacap pada mata pelajaran IPS. Hal tersebut disebabkan karena kurang optimalnya pelaksanaan pembelajaran. Pembelajaran berpusat pada guru, siswa pasif dalam pembelajaran, terbatasnya penggunaan media pendukung pembelajaran. Berdasarkan hal tersebut, peneliti menerapkan model pembelajaran Example Non Example dan dengan menggunakan media Interaktif. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas model pembelajaran tersebut terhadap motivasi dan hasil belajar siswa bila dibandingkan model konvensional menggunakan CD Pembelajaran.

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen yang dilaksanakan dengan desain quasi experimental design berbentuk non equivalent control group design. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas IV SD Negeri Gugus Palapa yang berjumlah 101 siswa. Dalam penelitian ini, sampel diambil dengan menggunakan teknik purposif. Karena peneliti membutuhkan kelas kontrol dan kelas eksperimen. Banyak siswa dalam kelas eksperimen adalah 28 dan 26 untuk kelas kontrol. Teknik pengumpulan data yang dilakukan meliputi angket, observasi, tes dan dokumentasi. Teknik analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah uji beda rata-rata antara kelas eksperimen dan kelas control dengan menggunkan program aplikasi SPSS 20. Dengan menggunakan menu

analyze-compare mean untuk mencari nilai t hitung.

Hasil uji t motivasi belajar siswa pada kelas eksperimen dan kelas kontrol adalah 2,094 lebih besar dari nilai t tabel 2,005 dengan nilai Sig.(2-tailed) 0,041 lebih kecil dari taraf signifikan 0,05. Hal ini menunjukan ada adanya perbedaan yang signifikan. Rata-rata motivasi belajar siswa pada kelas eksperimen adalah 129,43 lebih besar dari kelas kontrol yaitu 124,84. Hasil uji t pada hasil belajar siswa pada kelas kontrol dan kelas kontrol adalah 2,292 lebih besar dari t tabel 2,005 dengan Sig.(2-tailed) 0,026 lebih kecil dari taraf signifikan 0,05. Hal ini berart adanya perbedaan. Rata-rata hasil belajar kelas eksperimen adalah 78,79 lebih besar dari kelas kontrol yaitu 72,00.

Simpulan penelitian ini adalah model pembelajaran Example Non Example

berbantuan media interaktif lebih efektif bila dibandingkan model konvensional dengan CD pembelajaran terhadap motivasi dan hasil belajar IPS siswa kelas IV SD Negeri Gugus Palapa Kabupaten Cilacap. Oleh karena itu, sebaiknya model dan media pembelajaran tersebut digunakan sebagai salah satu cara untuk mengoptimalkan pelaksanaan pembelajaran di sekolah.

(8)

viii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

PENGESAHAN KELULUSAN ... iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... v

PRAKATA ... vi

ABSTRAK ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR BAGAN ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang... 1

1.2.Rumusan Masalah ... 5

1.3.Tujuan Penelitian ... 6

1.4.Manfaat Penelitian ... 6

1.4.1. Manfaat Teoritis ... 6

1.4.2. Manfaat Praktis ... 7

BAB II KAJIA PUSTAKA 2.1.Kajian Teori ... 8

2.1.1. Belajar dan Pembelajaran ... 8

2.1.1.1. Hakikat Belajar ... 8

2.1.1.2. Teori-teori Belajar ... 9

2.1.1.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Belajar ... 18

2.1.1.4. Hakikat Pembelajaran ... 19

2.1.1.5. Ciri-ciri dan Komponen Pembelajaran ... 21

2.1.1.6. Strategi dan Metode Mengajar ... 24

2.1.1.7. Metode Pembelajaran Konvensional ... 25

2.1.1.8. Pemilihan Strategi Belajar Mengajar ... 27

(9)

ix

2.1.3. Media Pembelajaran Interaktif ... 32

2.1.3.1. Pengertian Media Pembelajaran ... 34

2.1.3.2. Fungsi Media ... 35

2.1.3.3. Media Interaktif ... 36

2.1.4. Motivasi Belajar ... 36

2.1.4.1. Pengertian ... 38

2.1.4.2. Fungsi dan Pentingnya Motivasi dalam Belajar ... 38

2.1.4.3. Teori Motivasi ... 39

2.1.4.4. Nilai-nilai Motivasi dalam Pengajajaran ... 44

2.1.4.5. Cara Menumbuhkan Motivasi dalam Kegiatan Belajar di Sekolah ... 45

2.1.5. Hasil Belajar ... 45

2.1.6. Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial ... 49

2.1.6.1. Pengertian Ilmu Pengetahuan Sosial ... 49

2.1.6.2. Konten IPS ... 51

2.1.6.3. Ruang Lingkup Pembelajaran IPS di SD ... 55

2.2.Kajian Empiris ... 56

2.3.Kerangka Berpikir ... 60

2.4.Hipotesis Penelitian ... 62

BAB III METODE PENELITIAN 3.1.Jenis Penellitian ... 63

3.2.Prosedur Penelitian ... 65

3.3.Subyek, Waktu dan Lokasi Penelitian ... 67

3.4.Populasi dan Sampel Penelitian ... 67

3.5.Variabel Penelitian ... 68

3.5.1. Variabel Independen ... 69

3.5.2. Variabel Dependen ... 69

3.5.3. Variabel Kontrol ... 69

(10)

x

3.7.2. Validitas ... 76

3.7.3. Reliabilitas ... 78

3.7.4. Tingkat Kesukaran Soal Evaluasi... 80

3.7.5. Daya Pembeda Soal Evaluasi ... 80

3.8.Analisis Data ... 82

3.8.1. Analisis Data Awal/Uji Prasyarat Analisis ... 82

3.8.2. Analisis Data Akhir ... 85

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1.Hasil Penelitian ... 87

4.1.1. Deskripsi Nilai Pretest ... 87

4.1.2. Deskripsi Nilai Postest ... 88

4.1.3. Deskripsi Motivasi Belajar Siswa ... 90

4.1.4. Deskripsi Pelaksanaan Pembelajaran ... 91

4.1.5. Analisis Data Awal/Uji Persyaratan ... 93

4.1.5.1. Uji Normalitas Data ... 93

4.1.5.2. Uji Homogenitas Data... 94

4.1.6. Anlisis Data Akhir/Uji Hipotesis ... 95

4.1.6.1. Uji Beda Rata-rata Nilai Pretest ... 96

4.1.6.2. Uji Beda Rata-rata Nilai Postest ... 97

4.1.6.3. Uji Beda Rata-rata Motivasi Belajar Siswa ... 98

4.1.6.4. Uji Beda Nilai Pretes dan Postest ... 99

4.2.Pembahasan ... 100

4.2.1. Pemaknaan Temuan ... 100

4.2.2. Implikasi Hasil Penelitian ... 102

4.2.2.1. Implikasi Teoritis ... 102

4.2.2.2. Implikasi Praktis ... 105

(11)

xi

(12)

xii

Tabel 3.3. Rekapitulasi Hasil Uji Validitas Instrumen Soal Evaluasi... 77

Tabel 3.4. Rekapitulasi Hasil Uji Validitas Angket Motivasi Belajar ... 78

Tabel 3.5 Kriteria untuk Indeks Tingkat Kesukaran Soal ... 80

Tabel 3.6. Kriteria Daya Pembeda ... 82

Tabel 4.1. Distribusi Nilai Pretest ... 87

Tabel 4.2. Distribusi Nilai Postest... 89

Tabel 4.3. Distribusi Motivasi Belajar Siswa ... 90

Tabel 4.4. Uji Normalitas Data Nilai Pretest Siswa ... 93

Tabel 4.5. Uji Normalitas Data Nilai Postest Siswa ... 94

Tabel 4.6. Uji Normalitas Data Motivasi Belajar Siswa ... 94

Tabel 4.7. Uji Homogenitas Data penelitian ... 95

Tabel 4.8. Uji Perbedaan Rata-rata Nilai Pretest ... 96

Tabel 4.9. Uji Perbedaan Rata-rata Nilai Postest ... 97

Tabel 4.10. Uji Perbedaan Rata-rata Motivasi Belajar Siswa ... 98

(13)
(14)

xiv

Lampiran 2 Kisi-kisi Uji Coba Angket Motivasi Belajar ...119

Lampiran 3 Uji Coba Angket Motivasi Belajar ...120

Lampiran 4 Kisi – Kisi Uji Coba Soal Evaluasi ...123

Lampiran 5 Uji Coba Soal Evaluasi ...124

Lampiran 6 Rambu – rambu Pengamatan Pelaksanaan Pembelajaran ...128

Lampiran 7 Lembar Pengamatan Kegiatan Pembelajaran ...129

Lampiran 8 Tabulasi Hasil Uji Coba Angket Motivasi Belajar ...130

Lampiran 9 Tabulasi Hasil Uji Coba Soal Evaluasi...131

Lampiran 10 Keluaran hasil Uji Korelasi Butir Angket Motivasi Belajar...133

Lampiran 11 Keluaran hasil Uji Korelasi Butir Soal Evaluasi ...135

Lampiran 12 Rekapitulasi Hasil Uji Coba Butir Angkat Motivasi Belajar ...139

Lampiran 13 Rekapitulasi Hasil Uji Coba Butir Soal Evaluasi ...141

Lampiran 14 Rekapitulasi Daya Beda dan Taraf Kesukaran Soal Evaluasi ...143

Lampiran 15 Kisi-Kisi Angket Motivasi Belajar ...145

Lampiran 16 Angket Motivasi Belajar ...146

Lampiran 17 Kisi-Kisi Soal Evaluasi ...149

Lampiran 18 Soal Evaluasi ...150

Lampiran 19 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ...153

Lampiran 20 Tabulasi Penskoran Angket Motivasi Belajar Kelas Eksperimen .200 Lampiran 21 Tabulasi Penskoran Angket Motivasi Belajar Kelas Kontrol ...201

Lampiran 22 Tabulasi Penskoran Pretest Kelas Eksperimen ...202

Lampiran 23 Tabulasi Penskoran Pretest Kelas Kontrol ...203

Lampiran 24 Tabulasi Penskoran Postes Kelas Eksperimen ...204

Lampiran 25 Tabulasi Penskoran Postest Kelas Kontrol ...205

Lampiran 26 Rekap Hasil Penelitian Kelas Eksperimen ...206

Lampiran 27 Rekap Hasil Penelitian Kelas Kontrol ...207

Lampiran 28 Lembar Pengamatan Pelaksanaan Pembelajaran ...208

(15)

xv

(16)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.

LATAR BELAKANG MASALAH

UU nomor 20 tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional, menyebutkan bahwa pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Selanjutnya, seperti yang tertuang dalam lampiran Permendikbud nomor 103 tahun 2014 tentang Pembelajaran pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah menerangkan bahwa “Pembelajaran merupakan suatu proses pengembangan potensi dan

pembangunan karakter setiap peserta didik sebagai hasil dari sinergi antara pendidikan yang berlangsung di sekolah, keluarga dan masyarakat”. Kata pembelajaran berasal dari kata dasar “belajar”. Belajar dapat diartikan proses

penting bagi perubahan perilaku setiap orang dan belajar mencakup segala sesuatu yang dipikirkan dan dikerjakan oleh seseorang. Belajar memegang peran penting di dalam perkembangan, kebiasaan, sikap, keyakinan, tujuan, kepribadian, dan bahkan persepsi seseorang.

(17)

penggerak di dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, yang menjamin kelangsungan dari kegiatan belajar yang memberikan arah pada kegiatan belajar sehingga tujuan yang dikehendaki oleh subjek belajar dapat tercapai. Selanjutnya Dimyati dan Mudjiono (2006:33) menyebutkan bahwa kondisi dari luar yang dapat mempengaruhi proses belajar adalah bahan ajar, suasana belajar, media dan sumber belajar, serta guru sebagai subjek belajar.

Namun dalam pelaksanaannya, setelah melakukan wawancara dengan beberapa Kepala SD di Gugus Palapa Kecamatan Cimanggu Kabupaten Cilacap, ditemukan beberapa permasalahan dalam pelaksanaan kegiatan belajar megajar. Diantaranya adalah pembelajaran yang bersifat teacher centered atau pembelajaran yang berpusat pada guru, sehingga proses pembelajaran dianggap kurang menarik perhatian dan motivasi belajar siswa. Terbatasnya penggunaan media pembelajaran pendukung juga menjadi penyebab permasalahan tersebut. Meskipun di setiap SD sudah tersedia penunjang pembelajaran seperti LCD, tidak banyak guru yang memaksimalkan alat tersebut. Sehingga siswa pasif dalam mengikuti pembelajaran tersebut. Komunikasi berlangsung hanya satu arah, yaitu guru kepada siswa. Hal ini tentu dapat menyebabkan kurangnya pemahaman dan penerimaan pesan oleh siswa. Hal ini dapat dilihat dari rendahnya hasil Ulangan Akhir Semester (UAS) siswa kelas IV khususnya pada mata pelajaran IPS.

(18)

28 siswa mendapatkan nilai dibawah KKM yang sudah ditetapkan, yaitu 75 dengan rata-rata kelas 71,79. Sedangkan di SD Panimbang 04, 3 dari 16 siswa mendapatkan nilai dibawah 65, dengan rata-rata kelas 72,75. Sama halnya dengan SD Panimbang 05, 9 dari 31 siswa mendapatkan nilai dibawah 65 dengan rata-rata kelas yaitu 71,35.

Sedangkan Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 37 Ayat 1 telah dijelaskan bahwa kurikulum pendidikan dasar dan menengah salah satunya wajib memuat Ilmu Pengetahuan Sosial. Selanjutnya menurut Peraturan Mentri Pendidikan Nasional Republik Indonesia no 14 tahun 2007 tentang Standar Isi Program Paket A, Program Paket B dan Progran Paket C, Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan salah satu mata pelajaran yang diberikan mulai dari Program Paket A (SD/MI/SDLB) sampai Program Paket B (SMP/MTs/SMPLB). IPS mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, konsep, dan generalisasi yang berkaitan dengan isu sosial. Pada Paket A mata pelajaran IPS memuat materi Geografi, Sejarah, Sosiologi, dan Ekonomi. Melalui mata pelajaran IPS, peserta didik diarahkan untuk dapat menjadi warga negara Indonesia yang demokratis, dan bertanggung jawab, serta warga dunia yang cinta damai.

(19)

berkemampuan sosial dan yakin akan kehidupannya sendiri di tangah-tengah kekuatan fisik dan sosial.

Dewasa ini, banyak model dan metode pembelajaran inovatif guna menciptakan kegiatan pembelajaran yang lebih menyenangkan dan menarik, sehingga dapat meningkatkan hasil belajar para siswanya. Salah satunya adalah model pembelajaran Examples Non Examples. Model Pembelajaran Example non example adalah model pembelajaran yang membelajarkan murid terhadap permasalahan yang ada di sekitarnya melalui analisis contoh-contoh berupa gambar-gambar, foto dan kasus yang bermuatan masalah (Aris Shoimin, 2014:73).

Dalam menyampaikan materi pembelajaran, guru dapat dibantu dengan media pembelajaran. Selain membantu guru, media pembelajaran dapat memudahkan siswa untuk memahami isi materi yang disampaikan oleh guru. Salah satu media yang sering diguanakan guru saat ini adalah media berbasis teknologi komputer.

Bentuk inovasi dari penggunaan media berbasis komputer dapat berupa penggunaan media interaktif. Dengan ini diharapkan mampu memberi dukungan terlaksananya komunikasi interaktif antara guru, siswa dan media sebagai syarat pelaksanaan pembelajaran. Salah satu contoh pengembangan yang dilakukan oleh Arif Mahya Fanny dan Siti Partini Saudirman dari Universitas Veteran Bangun Nusantara dan Universitas Negeri Yogyakarta yang berjudul “Pengembangan

(20)

atau materi dan aspek media, produk pengembangan yang berupa multimedia interaktif memperoleh kategori “layak” sebagai media pembelajaran IPS kelas V sekolah dasar.

Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Komang Wardanika, Made Sulastri dan Ketut Dibia dari jurusan PGSD dan BK Universitas Pendidikan Ganesha berjudul “Pengaruh Model Examples Non Examples terhadap hasil belajar

IPA Siswa Kelas V SD di Gugus III Kecamatan Tampaksiring” yang menyimpulkan bahwa: hasil uji hipotesis yang telah dilakukan dengan menggunakan uji-t ditemukan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar IPA antara kelompok siswa yang dibelajarkan dengan menggunakan model pembelajaran

Examples Non Examples dengan siswa yang dibelajarkan dengan menggunakan model pembelajaran konvensional, diketahui bahwa thit > ttab (thit = 4,302 > ttab = 2,021). Dari rata-rata hasil belajar diketahui kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran examples non examples lebih baik daripada kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran konvensional pada siswa kelas V semester II tahun pelajaran 2013/2014 di SD Gugus III Kecamatan Tampaksiring, Kabupaten gianyar.

(21)

1.2.

RUMUSAN MASALAH

1. Apakah model pembelajaran Example Non Example dengan bantuan media Interaktif lebih efektif bila dibandingkan dengan model konvensional dengan CD pembelajaran terhadap motivasi belajar IPS siswa kelas IV SD gugus Palapa Kabupaten Cilacap?

2. Apakah model pembelajaran Example Non Example dengan bantuan media Interaktif lebih efektif bila dibandingkan dengan model konvensional dengan CD pembelajaran terhadap hasil belajar IPS siswa kelas IV SD gugus Palapa Kabupaten Cilacap?

1.3.

TUJUAN PENELITIAN

1. Mengetahui efektivitas model pembelajaran Example Non Example

dengan bantuan media Interaktif bila dibandingkan dengan model konvensional dengan CD pembelajaran terhadap motivasi belajar IPS siswa kelas IV SD gugus Palapa Kabupaten Cilacap.

2. Mengetahui efektivitas model pembelajaran Example Non Example

(22)

1.4.

MANFAAT PENELITIAN

1.4.1. Manfaat teoritis

Secara teoritis diharapkan penelitian ini dapat meningkatkan kualitas pembelajaran sehingga dapat menjadi pendukung teori untuk penelitian-penelitian selanjutnya terkait pengembangan model atau metode pembelajaran di Sekolah Dasar. Untuk selanjutnya dapat menambah khasanah ilmu dalam dunia pendidikan.

1.4.2. Manfaat praktis a. Bagi peneliti

Penelitian ini dapat bermanfaat bagi peneliti untuk menambah pengalaman dan menerapkan ilmu yang sudah didapat ketika mengikuti perkuliahan.

b. Bagi guru

Penelitian ini diharapkan dapat mendorong para guru untuk senantiasa melaksanakan pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif dan inovatif untuk menarik perhatian dan motivasi siswa dalam belajar. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu rujukan bagi guru untuk melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan metode pembelajaran yang berpusat pada siswa.

c. Bagi siswa

Dengan model dan media pembelajaran ini diharapkan siswa dapat berperan aktif dalam kegiatan pembelajaran dan dapat mencapai hasil belajar dengan optimal, serta dapat memotivasi siswa untuk giat dalam belajar.

(23)
(24)

9

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1.

KAJIAN TEORI

2.1.1. Belajar dan Pembelajaran 2.1.1.1. Hakikat belajar

Belajar adalah kegiatan yang dilakukan untuk mendapatkan pengetahuan dan keahlian. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Belajar adalah berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu; berlatih; berubah tingkah laku atau tanggapan yang disebabkan oleh pengalaman. Sedangkan dalam Purwanto (2010:84) beberapa ahli mengemukakan defini belajar sebagai berikut:

a. Hilgard dan Bower mengemukakan bahwa “belajar berhubungan dengan

perubahan tingkah laku seseorang terhadap situasi tertentu yang disebabkan oleh pengalamannya yang berulang-ulang dalam situasi itu, dimana perubahan tingkah laku itu tidak dapat dijelaskan atau dasar kecenderungan respon pembawaan, kematangan, atau keadaan-keadaan sesaat seseorang (misalnya kelelahan, pengaruh obat dan sebagainya)”.

b. Gagne menyatakan bahwa, “belajar terjadi apabila suatu situasi stimulus

(25)

c. Morganmengemukakan bahwa, “belajar adalah setiap perubahan yang relatif

menetap dalam tingkah laku yang terjadi sebagai suatu hasil dari latihan atau pengalaman.”

d. Witherington menjelaskan bahwa, “belajar adalah suatu perubahan di dalam

kepribadian yang menyatakan diri sebagai suatu pola baru daripada reaksi yang berupa kecakapan, sikap, kebiasaan, kepandaian, atau suatu arah pengertian”.

Selanjutnya menurut Thursan Hakim (dalam Fathurrohman dan Boby 2009:6) belajar adalah suatu proses perubahan didalam kepribadian manusia, dan perubahan tersebut dinampakan dalam bentuk peningkatan kecakapan, pengetahuan, sikap, kebiasaan, pemahaman, keterampilan, daya pikir, dan lain-lain kemampuannya.

Dari pengertian-pengertian tersebut diatas dalam pengertian luas dapat kita simpulkan bahwa belajar adalah proses perubahan tingkah laku dan kepribadiannya melalui pelatihan, pengalaman, atau dengan stimulus yang diberikan orang lain kepadanya. Sedangkan dalam arti sempit Sardiman (2013:20) berpendapat bahwa belajar adalah penambahan pengetahuan, yaitu usaha penguasaan materi ilmu pengetahuan yang merupakan sebagian kegiatan menuju terbentuknya kepribadian yang seutuhnya.

2.1.1.2. Teori-teori Belajar

2.1.1.2.1. Teori Belajar Behavioristik

(26)

arti luas, yang sifatnya bisa berwujud perilaku yang tampak (innert behaviour) atau perilaku yang tidak tampak (overt behaviour). Perilaku yang tampak misalnya: menulis, menendang, memukul, sedangkan perilaku yang tidak nampak misalnya: berpikir, bernalar dan berkhayal.

Aspek penting yang dikemukan oleh para ahli behavioristik dalam belajar adalah hasil belajar (perubahan perilaku) itu tidak disebabkan oleh kemampuan internal manusia (insight), tetapi karena faktor stimulus yang menimbulkan respon. Untuk itu, agar aktivitas belajar siswa dikelas dapat mencapai hasil yang optimal, maka stimulusharus dirancang sedemikian rupa (menarik dan spesifik) sehingga mudah direspon oleh siswa.

a) Teori Belajar Classical Conditioning

Teori belajar Classical Conditioning dikembangkan oleh Ivan Pavlov (1849-2936) seorang psikolog Rusia. Dari percobaan-percobaan yang dilakukannya didapat kesimpulan bahwa gerakan-gerakan refleks itu dapat di pelajari; dapat berubah karena mendapat latihan. Sehingga dapat dibedakan dua macam refleks, yaitu refleks wajar (unconditioned reflex) dan refleks bersyarat/refleks yang dapat dipelajari (conditioned reflex) (Purwanto 2010:90). Dalam membentuk tingkah laku tertentu harus dilakukan secara berulang-ulang pengkondisisan tertentu, yaitu dengan melakukan pancingan dengan sesuatu yang dapat sesuatu yang dapat menumbuhkakn tinglah laku itu (Sanjaya 2014:118).

Purwanto (2010:91) menyebutkan bahwa menurut teori conditioning

(27)

menurut teori ini adalah adanya latihan-latihan yang kontinu. Penganut teori ini mengatakan bahwa segala tingkah laku manusia juga tidak lain adalah hasil dari

conditioning. yakni hasil dari latihan-latihan dan kebiasaan-kebiasaan mereaksi syarat-syarat/perangsang-perangsang tertentu yang dialaminya didalam kehidupannya.

b) Teori Operant Conditioning

Teori Operant Conditioning dikembangkan oleh Burr Federic Skinner (1904-1990). Skinner memandang manusia sebagai mesin. Seperti mesin lainnya, manusia bertindak secara teratur dan dapat diramalkan responnya terhadap stimulus yang datang dari luar. Dalam mengkaji tentang belajar, Skinner memiliki pandangan yang berbeda dengan Pavlov. Pavlov mempelajari tentang classical conditioning yang berkaitan dengan refleks, sedangkan Skinner mempelajari gerak non refleks atau perilaku yang disengaja. (Rifa’i dan Catharine 2012:101).

Dalam mempelajari tingkah laku sebagai hubungan antara perangsang dan respon, Skinner (dalam Sanjaya 2014:118) membedakan adanya dua macam respons, yaitu:

(a) Respondent response (reflextive response), yaitu respon yang ditimbulkan oleh perangsang-perangsang tertentu. Misalnya keluar air liur setelah melihat makanan tertentu. Pada umumnya, perangsang-perangsang yang demikian itu mendahului respon yang ditumbulkannya.

(28)

kemudian disebut reinforcing stimuli atau reinforcer, karena perangsang itu memperkuat respon yang telah dilakukan oleh organisme.

c) Teori Systematic Behaviour

Clark C. Hull (dalam Purwanto 2010:97) mengemukakan teorinya, yaitu bahwa suatu kebutuhan atau “keadaaan terdorong” (oleh motif, tujuan, maksud,

aspirasi, ambisi) harus ada pada diri seseorang yang belajar, sebelum suatu respon dapat diperkuat atas dasar pengurangan kebutuhan itu. Dalam hal ini efisiensi belajar tergantung pada besarnya tingkat pengurangan dan kepuasan motif yang menyebabkan timbulnya usaha belajar itu oleh respon-respon yang dibuat oleh individu itu.

Prinsip penguat (reinforcer) menggunakan seluruh situasi yang memotivasi, mulai dari dorongan biologis yang merupakan kebutuhan utama seseorang sampai hasil-hasil yang memberikan ganjaran bagi seseorang (misalnya: uang, perhatian, afeksi, aspirasi sosial tingkat tinggi). Jadi prinsip yang utama adalah: suatu kebutuhan atau motif harus ada pada seseorang sebelum belajar itu terjadi; dan bahwa apa yang dipelajari itu harus diamati oleh orang yang belajar sebagai sesuatu yang dapat mengurangi kekuatan kebutuhannya atau memuaskan kebutuhannya.

Dua hal yang sangat penting dari Hull ialah adanya incentive motivation

(motivasi intensif) dan drive stimulus reduction (pengurangan stimulus pendorong) kecepatan berrespon berubah bila besarnya hadiah berubah.

(29)

Edward Thorndike mengembangkan teori koneksionisme di Amerika serikat (1874-1949). Menurutnya koneksi (conection) merupakan asosiasi antara kesan-kesan penginderaan dengan dorongan untuk bertindak, yakni upaya untuk menggabungkan antara kejadian penginderaan dengan perilaku. Dalam hal ini menitik beratkan pada aspek fungsional dari perilaku, yaitu bahwa proses mental dan perilaku organisme berkaitan dengan penyesuaian diri terhadap lingkungannya (Rifa’i dan Catharine 2012:97).

Menurut Thorndike (dalam Purwanto 2010:98), dasar dari belajar adalah

trial and error (mencoba-coba dan gagal), setiap organisme jika dihadapkan dengan situasi yang baruakan melakukan tindakan-tindakan yang bersifat mencoba-coba, secara membabi buta. Jika dalam usaha mencoba-coba itu secara kebetulan ada perbuatan yang dianggap memenuhi tuntutan situasi, maka perbuatan yang kebetulan cocok itu kemudian dipegangnya. Karena latihan yang terus menerus maka waktu yang dipergunakan untuk melakukan perbuatan yang cocok semakin lama semakin efisien.

e) Modeling and observational learning

Bandura (dalam Rifa’i dan Catherine 2012:103) mengembangkan empat

tahap belajar melalui pengamatan atau modelling, yaitu:

(30)

(b) Tahap retensi, guru memodelkan perilaku yang akan ditiru siswa dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk mempraktikannya atau mengulangi model yang telah ditampilkan.

(c) Tahap reproduksi, siswa mencoba menyesuaikan diri dengan perilaku model. (d) Tahap motivasional, siswa akan menirukan model karena merasakan bahwa melakukan pekerjaan yang baik akan meningkatkan kesempatan untuk memperoleh penguatan. Tahap motivasional dari belajar melalui pengamatan di kelas umumnya disebabkan oleh pujian yang diberikan oleh guru kepada siswa mampu menyesuaikan diri dengan model yang disampaikan oleh guru.

2.1.1.2.2. Teori Belajar Kognitif

Pikiran yang berada pada diri manusia adalah alat yang sangat bermanfaat dalam pembuatan makna sari suatu objek atau stimulus. Dari setiap mili detik, manusia melihat, mendengar, merasakan sesuatu dan pada saat itu juga memutuskan apa yang sedang diamatinya, menghubungkan dengan apa yang telah diketahui sebelumnya, dan membuat keputusan apakah objek yang telah diamati itu perlu disimpan atau dilupakan begitu saja.

Menurut Rifa’i dan Catharine (2012:105) psikologi kognitif menyatakan

(31)

Orienteri ng stimuli and other input Short Term Sensor y store (STSS) Long Term Memor y (LTM) Short Term Memory (STM) Worki ng Mem ory (WM) Physical input Attenti on Rehearsal Encoding

Forgetten Forgetten

response

untuk dapat mengenal dan memahami stimulus yang datang dari luar. Dengan kata lain , aktivitas belajar pada diri manusia ditekankan pada proses internal dalam berpikir, yakni pengolahan informasi.

a. Teori belajar pengolahan informasi

Manusia mendapatkan berbagai informasi yang memasuki pikiran melalui alat-alat penginderaan, seperti melihat mendengar, atau merasakan. Setiap informasi yang masuk ke dalam alat penginderaan itu sebagian ada yang dilupakandan ada yang masuk kedalam alat penginderaan tanpa disadari. Namun ada informasi yang disimpan sebentar di dalam memori kemudian dilupakan. Demikian pula ada sebagian informasi yang disimpan lebih lama, boleh jadi sepanjang hayatnya.

(32)

Bagan 2.1. Model Pengolahan Informasi (Gage dan Berliner dalam

Rifa’i dan Catherine 2012:107)

Bagan model tersebut menunjukan titik awal dan akhir dari peristiwa pengolahan informasi. Garis putus-putus mencerminkan batas antara peristiwa kognitif internal dan dunia eksternal. Dalam model tersebut, tampak bahwa stimulus fisik seperti cahaya, panas, tekanan udara, ataupun suara ditangkap oleh seseorang dan disimpan secara cepat didalam sistem penampungan penginderaan jangka pendek (Short Term Sensory Store/STSS). Apabila informasi itu diperhatikan, maka informasi itu disimpankan ke memory jangka pendek (Short Term Memory/STM) dan sistem prnampungan memori jangka pendek (Working Memory/WM). Informasi di dalam STMatau WM, jika diulang-ulang (rehearsal)

ataupun disandikan (encoding), maka dapat dimasukan ke dalam memori jangka panjang (Long Term Memory/LTM).

Para teorisi belajar kognisi seperti Gage dan Berlier (1984) dan Slavin (1994) (dalam Rifa’i dan Catharine 2012: 112) membagi memori jangka panjang

ke dalam tiga bagian, yaitu:

a) Memori episodik (episodic memory) adalah memori tentang pengalaman personal, yakni semacam gambaran mental mengenai sesuatu yang telah dilihat atau didengar, disimpan dalam bentuk bayangan yang diatur berdasarkan kapan dan bagaimana peristiwa itu terjadi.

(33)

informasi yang disampaikan didasarkan pada arti dari kata yang menggambarkan suatu peristiwa dan konteks penggunaannya, diatur dalam bentuk jaringan sejumlah gagasan oleh Piaget disebut skema.

c) Memori prosdural (procedural memory) menunjukan pada pengetahuan tentang cara mengajarkan sesuatu (know how), terutama dalam tugas-tugas fisik. Jenis memori ini simpan dalam serangkaian pasangan stimulus-respon. Kemampuan mengendarai mobil, mengoperasikan komputer, bersepeda adalah contoh-contoh keterampilan yang tersimpan dalam memori prosedural. b. Teori Konstruksivisme

Menurut Semiawan (2008:3) konstruktivisme bertolak dari pendapat bahwa belajar adalah membangun (to construct) pengetahuan itu sendiri, setelah dipahami, dicernakan dan merupakan perbuatan dari dalam diri seseorang (from within). Dalam perbuatan belajar seperti itu bukan apa (isi) pembelajarannya yang penting, melainkan bagaimana mempergunakan peralatan mental kita untuk menguasai hal-hal yang kita pelajari. Pengetahuan itu diciptakan kembali dan dibangun dari dalam diri seseorang melalui pengalaman, pengamatan, pencernaan (digest) dan pemahamannya.

(34)

pengalaman atau bahan yang dipelajarinya dengan pengertian yang sudah dimiliki, sehingga pengertiannya menjadi berkembang.

Teori belajar konstruktivisme memfokuskan pada peserta didik megkonstruksikan pengetahuannya sendiri melalui interaksi dengan lingkungannya. Berdasarkan dari pemikiran tersebut, menurut Rifa’i dan

Catharina (2012:115) teori ini menetapkan empat asumsi tentang belajar, yaitu: a) Pengetahuan secara fisik dikonstruksikan oleh peserta didik yang terlibat

dalam belajar aktif;

b) Pengetahuan secara simbolik dikonstruksikan oleh peserta didik yang membuat representasi sendiri atas kegiatannya sendiri;

c) Pengetahuan secara sosial dikonstruksikan oleh peserta didik yang menyampaikan maknanya kepada orang lain;

d) Pengetahuan secara teoritik dikonstruksikan peserta didik yang mencoba menjelaskan objek yang tidak benar-benar dipahaminya.

2.1.1.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Belajar

(35)

/keadaan rumah tangga, guru dan cara mengajarnya, alat-alat yang digunakan dalam belajar, lingkungan, kesempatan yang tersedia, dan motivasi sosial).

Sedangkan Rifa’i dan Catherine (2012:80) menyebutkan bahwa faktor -faktor yang memberikan kontribusi terhadap proses dan hasil belajar adalah kondisi internal dan eksternal peserta didik. Kondisi internal mencakup kondisi fisik, seperti kesehatan organ tubuh; kondisi psikis, seperti kemampuan intelektual, emosional; kondisi sosial, seperti kemampuan bersosialisasi dengan lingkungan. Kondisi eksternal adalah kondisi yang ada di lingkungan peserta didik, seperti variasi dan tingkat kesulitan materi belajar (stimulus) yang dipelajari (direspon), tmpat belajar, iklim, suasan lingkungan, dan budaya belajar masyarakat.

Sejalan dengan Rifa’i dan Catherine, Sardiman (2013:39) juga secara garis besar mengklasifikasikan faktor yang berpengaruh terhadap belajar, yaitu faktor intern (dari dalam) diri si subjek belajar dan faktor ekstrn (dari luar) diri si subjek belajar. Menurutnya faktor intern menyangkut faktor fisiologis dan psikologis. Yang termasuk dalam faktor psikologis adalah motivasi, konsentrasi, reaksi, organisasi, pemahaman, dan ulangan. Kehadiran faktor psikologis akan senantiasa memberi landasan dan kemudahan dalam upaya mencapai tujuan belajar.

2.1.1.4. Hakikat Pembelajaran

Menurut Briggs (dalam Rifa’i dan Catherine (2012:157), pembelajaran

(36)

peserta didik yang dirancang untuk mendukung proses internal belajar. Peristiwa belajar ini dirancang agar memungkinkan peserta didik memproses informasi nyata dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Proses pembelajaran merupakan proses komunikasi antara pendidik dan peserta didik, atau antar peserta didik. Dalam proses komunikasi itu dapat dilakukan secara verbal (lisan), dan dapat pula scara nonverbal, seperti penggunaan media komputer dalam pembelajaran. Namun demikian, apapun media yang digunakan dalam pembelajaran itu, esensi pembelajaran adalah ditandai oleh serangkaian kegiatan komunikasi.

Komunikasi dalam pembelajaran ditunjukan untuk membantu proses belajar. Aktivitas komunikasi itu dapat dilakukan secara mandiri, yakni ketika peserta didik melakukan aktivitas belajar mandiri (self instructing), seperti mengkaji buku, malakukan kegiatan di labortatorium, atau menyelesaikan proyek inkuiri, dan dapat pula secara berkelompok seperti halnya pembelajaran dikelas. Keuntungan dari pembelajaran mandiri adalah bahwa peserta didik (self larner)

pada akhirnya mampu menggunakan keterampilan dan strategi pengelolaan belajara mandiri. (Rifa’i dan Catherine 2012:157-159).

(37)

pelajaran dan cara mempelajarinya sesuai dengan minat dan kemampuannya. (Hamdani 2011:23).

2.1.1.5. Ciri-ciri dan Komponen Pembelajaran

Fathurrohman dan Sobry Sutikno (2009:11) memaparkan bahwa kegiatan belajar mengajar memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

a. Memiliki tujuan, yaitu membentuk anak dalam suatu perkembangan tertuntu. Terdapat mekanisme, prosedur, langkah-langkah, metode dan teknik yang direncanakan dan didisain utnuk mncapai tujuan yang ditetapkan.

b. Fokus materi kelas, terarah dan terencana dengan baik.

c. Adanya aktivitas anak didik merupakan syarat mutlak bagi berlangsungnya kegiatan belajar mengajar.

d. Aktor guru yang cermat dan tepat.

e. Terdapat pola aturan yang ditaati guru dan anak didik dalam proporsi masing-masing

f. Limit waktu untuk mencapai tujuan pembelajaran. g. Evaluasi, baik evaluasi proses maupun evaluasi produk.

Dalam pelaksanaannya pembelajaran melibatkan beberapa komponen (Fathurrohman dan Sobry Sutikno 2009:13). Komponen-komponen tersebut adalah sebagai berikut:

a. Tujuan

(38)

harus ditanamkan kepada peserta didik. Nilai-nilai itu nantinya akan mewarnai cara anak didik bersikap dan berbuat dalam linkungansosial, baik disekolah maupun diluar sekolah.

b. Bahan/materi pelajaran

Bahan pelajaran merupakan komponen yang tidak bisa diabaikan dalam pengajaran, sebab bahan pengajaran merupakan inti dalm proses belajar mengajar. Materi pelajaran yang komperhensif, terorganisir secara sistematis dan didskripsikan dengan jelas akan berpengaruh terhadap intensitas proses pembelajaran.

c. Strategi/metode pembelajaran

Strategi pembeajaran merupakan pola umum mewujudkan proses pembelajaran yang diyakini efiktivitasnya untuk mencapai tujuan pembelajaran. Dalam penerapan strategi pembelajaran pendidik perlu memilih, model-model pembelajran yang tepat, metode mengajar yang sesuai dan teknik-teknik yang menunjang pelaksanaan metode mengajar. Faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaan metode mengajar, yakni:

a) Tujuan dengan berbagai jenis dan fungsinya

b) Anak didik dengan berbagai tingkat kematangannya c) Situasi berlainan keadaannya

(39)

d. Sember pelajaran

Sumber belajar adalah segala sesuatu yang dapat dipergunakan sebagai tempat dimana bahan pengajaran bisa didapatkan. Seperti manusia (dalam keluarga, sekolah, masyarakat), buku/perpustakaan, media massa (majalah, surat kabar, radio, tv dan lain-lain), lingkungan alam dan sosial, alat pelajaran (buku pelajaran, peta, gambar, papan tulis, spidol dan lain-lain) museum (tempat penyimpanan benda-benda kuno)

e. Media/alat pembelajaran

Semua yang digunakan pendidik dalam proses pembelajaran untuk membantu penyampaian pesan pembelajaran. Media brfungsi untuk meningkatkan peranan strategi pembelajaran.karena media menjadi salah satu komponen pendukung strategi pembelajaran.

f. Evaluasi

(40)

g. Subjek belajar

Subjek belajar dalam sistem pembelajaran merupakan komponen utama karena berperan sebagai subjek sekaligus objek. Sebagai subjek karena peserta didik adalah individu yang melakukan proses belajar-mengajar. Sebagai objek karena kegiatan pembelajaran diharapkan dapat mencapai perubahan perilaku pada diri subjek belajar.

2.1.1.6. Strategi dan Metode Mengajar

Secara bahasa, strategi dapat diartikan sebagai siasat, kiat, trik, atau cara. Sedangkan secara umum, strategi diartikan sebagai suatu upaya yang dilakukan oleh seseorang atau organisasi untuk sampai pada tujuan. Selanjutnya menurut Fathurrohman dan Sobry Sutikno (2009:3) strategi belajar mengajar bisa diartikan sebagai pola umum kegiatan guru-murid dalam perwujudan kegiatan belajar mengajar untuk mncapai tujuan yang telah digariskan. Atau dngan kata lain, strategi belajar mengajar merupakan sejumlah langkah yang direkayasa sedemikian rupa untuk mncapai tujuan pengajaran tertentu.

Menurut Hamdani (2011:19) strategi pengajaran terdiri atas metode dan teknik atau prosedur yang menjamin siswa mencapai tujuan. Strategi pengajaranlebih luas daripada metode atau teknik pengajaran. Dengan kata lain, metode atau teknik pengajaran merupakan bagian dari strategi pengajaran.

(41)

yang dipergunakan oleh gurudalam mengadakan hubungan dengan siswapada saat berlangsungnya pengajaran. Dengan demikian metode pembelajaran merupakan alat untuk menciptakan proses belajar mengajar.

Sedangkan model pembelajaran adalah pola umum perilaku pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran yang ditetapkan. Joyce dan Weil Berpendapat bahwa model pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang dapat digunakan untuk membentuk kurikulum (rencana pembelajaran jangka panjang), merancang bahan-bahan pembelajaran dan membimbing pembelajaran di kelas atau yang lain (dalam Rusman 2013:133). Jadi model pembelajaran dapat dikatakan sebagai strategi atau metode pembelajaran yang sudah terpolakan secara umum.

2.1.1.7. Metode Pembelajaran Konvensional

Metode pembelajaran yang sering digunakan adalah metode pembelajaran konvensional. Konvensional dapat diartikan sebagai metode pembelajaran tradisional. Pembelajaran konvensional merupakan pembelajaran dengan menggunakan metode yang biasa dilakukan oleh guru, yaitu memberi materi melalui metode ceramah, latihan soal, dan pemberian tugas (Abimanyu 2008: 6.3). Dengan demikian, peran guru dalam proses pembelajaran sangat dominan. Guru merupakan pemberi informasi, sedangkan siswa hanya sebagai penerima informasi dari guru.

(42)

dan pengetahuan bersifat final; guru penentu jalannya proses pembelajaran; perilaku baik berdasarkan motivasi ekstrinsik; interaksi guru dan siswa kurang.

Sejalan dengan hal tersebut Djamarah (2013:97) menyebutkan metode ceramah dapat dikatakan sebagai metode tradisional, karena sejak dulu metode ini digunakan sebagai alat komunikasi lisan antara guru dengan peserta didik dalam proses belajar mengajar. Metode ini menuntuk keaktifan guru daripada anak didik, dengan kata lain metode ini lebih bersifat teacher centered atau berpusat pada guru.

Menurut Fathurrahman dan Sutikno (2009:61), Metode ceramah ialah sebuah metode mengajar yang menyampaikan informasi dan pengetahuan secara lisan kepada sejumlah siswa yang pada umumnya mengikuti secara pasif. Dalam pembelajaran perhatian terpusat kepada guru sedangkan siswa hanya menerima secara pasif. Dalam hal ini timbul kesan siswa hanya sebagai objek yang selalu menganggap benar apa-apa yang disampaikan guru. Metode ini cocok digunakam untuk menyampaikan informasi, kalau bahan itu cukup diingat sebentar, untuk memberi pengantar dan untuk menyampaikan materi yang berkenaan dengan pengertian-pengertian atau konsep.

Menurut Djamarah (2013:97) metode ceramah memiliki kelebihan dan kekurangan, sebagai berikut:

(43)

b) Kelemahan metode ceramah adalah: mudah menjadi verbalisme (pengertian kata-kata); yang visual menjadi rugi, audiotif (mendengar) yang besar menerimanya; bila selalu digunakan terlalu lama, membosankan.

2.1.1.8. Pemilihan Strategi Belajar Mengajar

Awal dari menentukan strategi pembelajaran adalah menentukan tujuan pembelajaran secara jelas. Dengan tujuan yang jelas, dapat diketahui apa yang diharapkan dapat dilakukan siswa, dalam kondisi yang bagaimana, serta berapa besar tingkat keberhasilan yang diharapkan. Pertanyaan ini tidak mudah dijawab sebab selain siswa berbeda, setiap guru juga mempunyai kemampuan dan kualifikasi yang berbeda. Disamping itu tujuan yang bersifat afektif, seperti sikap dan perasaan sukar untuk diuraikan (dijabarkan) dan diukur. Tujuan yang bersifat kognitif biasanya lebih mudah. Strategi yang dipilih guru untuk aspek ini didasarkan pada perhitungan bahwa strategi tersebut dapat membentuk siswa untuk mencapai hasil yang optimal.

Ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi dalam memilih strategi belajar mengajar menurut Gerlacah dan Ely (dalam Hamdani 2011:55), yaitu:

a. Efisien

Strategi yang efisien adalah strategi yang tepat guna, sesuai untuk mencapai tujuan dengan tidak membuang-buang waktu, tenaga ataupun biaya.

b. Efektif

(44)

strategi lain, strategi tersebut lebih efektif untuk pencapaian tujuan. Menurut Fathurrohman dan Sutikno (2009:59) efektivitas penggunaan metode dapat terjadi bila ada kesesuaian antara metode dan semua komponen pengajaran yang telah diprogramkan dalam satuan pelajaran sebagai persiapan tertulis. c. Kriteria lain

Pertimbangan lain yang cukup penting dalam penentuan strategi maupun metode adalah tingkat keterlibatan siswa. Guru yang kratif akan melihat tujuan yang dicapai dan kemampuan yang dimiliki siswa, kemudian memilih strategi yang efektif dan efisien.

2.1.2. Model Pembelajaran Examples Non Examples 2.1.2.1. Pengertian

Example non Example dapat berarti Contoh dan bukan contoh yang dapat berupa gambar-gambar, sehingga dirasa dapat meningkatkan perhatian siswa dan keterlibatan siswa dalam pembelajaran. Model ini tidak terlalu rumit sehingga memudahkan guru dalam penerapannya. Komalasari (dalam Shoimin, 2014:73) mengemumakan bahwa Example non Example adalah model pembelajaran yang membelajarkan murid terhadap permasalahan yang ada di sekitarnya melalui analisis contoh-contoh berupa gambar-gambar, foto, dan kasus yang bermuatan masalah. Murid diarahkan untuk mengidentifikasi masalah, mencari alternatif pemecahan masalah, dan menentukan cara pemecahan masalah yang paling efektif, serta melakukan tindak lanjut.

Sejalan dengan hal tersebut, Huda (2014:234) menerangkan bahwa

(45)

gambar sebagai media untuk menyampaikan materi pelajaran. Strategi ini bertujuan untuk mendorong siswa untuk berpikir kritis dengan memecahkan permasalahan-permasalahan yang termuat dalam contoh-contoh gambar yang disajikan.

Selanjutnya Hamdani (2011:94) juga menyebutkan bahwa Example non example adalah metode belajar yang menggunakan contoh-contoh. Contoh-contoh dapat diperoleh dari kasus atau gambar yang relevan dengan Kompetensi Dasar (KD).

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa model Pembelajaran Example Non Example adalah stategi pembelajaran yang menggunakan contoh-contoh berupa gambar, foto, kasus untuk mendorong siswa mampu berpikir kritis dalam memecahkan permaslahan yang disajikan.

Model pembelajaran Example Non Example dapat ditujukan untuk mengajarakan definisi suatu konsep. Konsep pada umumnya dapat dipelajari melalui pengamatan dan definisi. Selain itu dapat pula dengan mempersiapkan siswa untuk dua hal (contoh dan bukan contoh) dari konsep yang ada serta mengnelompokan keduanya sesuai konsep yang ada.

2.1.2.2. Langkah-langkah

Adapun langkah-langkah penerapan model pembelajaran Example Non Example menurut Hamdani (2011:94) adalah sebagai berikut:

a) Guru mempersiapkan gambar-gambar yang sesuai dengan tujuan pembelajaran;

(46)

c) Guru memberi petunjuk dan memberi kesempatan kepada siswa untuk memperhatikan dan menganalisis gambar;

d) Melalui diskusi kelompok 2-3 orang siswa, hasil diskusi dan analisis gambar tersebut dapat dicatat pada kertas;

e) Setiap kelompok diberikan kesempatan untuk membacakan hasil diskusinya; f) Mulai dari komentar atau hasil diskusi siswa, guru menjelaskan materi sesuai

tujuan yang ingin dicapai; g) Kesimpulan.

Dari langkah-langkah tersebut, ada beberapa hal yang menjadi catatan dan perhatian, yaitu:

a) Gambar yang digunakan merupakan gambar yang relevan dengan materi yang dibahas sesuai dengan Kompetensi Dasar;

b) Gambar dapat di tempel di papan atau ditayangkan dengan menggunakan LCD atau OHP atau dapat pula menggunakan proyektor. Guru dapat meminta siswa untuk membantu menyiapkan gambar-gambar tersebut.

c) Guru memberi kebebasan kepada siswa pada saat melihat dan menelaah gambar yang disajikan secara seksama agar gambarnya dapat dipahami. Selain itu, guru juga harus memberi deskripsi jelas tentang gambar yang diamati siswa.

d) Kertas yang digunakan untuk mencatat hasil diskusi sebaiknya disediakan oleh guru.

(47)

f) Menyimpulkan materi dilakukan guru bersama siswa.

Menurut Shoimin (2014:75) model pembelajaran Example Non Example

dapat dimodifikasi seperti berikut: a) Guru menulis topik pembelajaran b) Guru menulis tujuan pembelajaran

c) Guru membagi peserta didik dalam kelompok (masing-masing kelompok beranggotakan 6-7 orang)

d) Guru menempelkan gambar dipapan tulis atau menayangkannya melaui LCD atau OHP.

e) Guru meminta kepada masing-masing kelompok untuk membuat rangkuman tentang macam-macam gambar yang di tunjukan oleh guru melaui LCD. f) Guru meminta salah satu kelompok mempresentasikan hasil rangkumannya,

sementara kelompok lain sebagai penyangga dan penanya. g) Peserta didik melakukan diskusi.

h) Guru memberikan penguatan pada hasil diskusi. Kebaikan:

1) Siswa lebih kritis dalam meganalisis gambar.

2) Siswa mengetahui aplikasi dari meteri berupa contoh gambar. 3) Siswa diberi kesempatan untuk mengemukakan pendapatnya. 4) Konsep hasil belajar.

2.1.2.3. Kelebihan dan kekurangan

Menurut Buehl (dalam Huda, 2014:235) strategi Example Non Example

(48)

pemahaman sebuah konsep dengan lebih mendalam dan lebih kompleks; 2)melalukan proses discovery (penemuan), yang mendorong mereka membangun konsep secara progresif melalui pengalaman langsung terhadap contoh-contoh yang mereka pelajari; dan 3) mengeksplorasi karakteristik dari suatu konsep dengan mempertimbangkan bagian non example yang dimungkinkan masih memiliki karakteristik konsep yang telah dipaparkan pada bagian example.

Kelebihan lainnya menurut Huda (2014:236) adalah: 1) siswa lebih kritis dalam menganalisis gambar; 2) siswa mengetahui aplikasi dari materi berupa contoh gambar; dan 3) siswa diberi kesempatan untuk mengemukakan pendapatnya. sementara kelemahan dari model pembelajaran Example non Example adalah tidak semua materi pembelajarn dapat disajikan dalam bentuk gambar, dan membutuhkan waktu yang lama.

2.1.3. Media Pembelajaran Interaktif 2.1.3.1. Pengertian Media Pembelajaran

Media adalah salah satu komponen penting dalam pelaksanaan pembelajaran. Media dibutuhkan oleh guru sebagai sarana untuk menyampaikan pesan atau materi pembelajaran. Kata media merupakan bentuk jamak dari kata medium yang dapat didefinisikan sebagai perantara atau pengantar terjadinya komunikasi dari pengirim atau penerima. Sedangkan menurut Rifa’i dan

(49)

Kata media pendidikan sering digunakan secara bergantian dengan istilah alat bantu atau media komunikasi seperti yang dikemukakan oleh Hamalik, dimana ia melihat bahwa hubungan komunikasi akan berjalan lancar dengan hasil yang maksimal apabila menggunakan alat bantu yang disebut media komunikasi. Sementara itu Gagne dan Briggs secara implisit mengatakan bahwa media pembelajaran meliputi alat yang secara fisik digunakan untuk menyampaikan isi materi pengajaran , yang terdiri dari antara lain buku , tape recorder, kaset, video camera, video recorder, film, slide (gambar bingkai) foto, gambar, grafik, televisi, dan komputer. Dengan kata lain, media adalah komponen sumber belajar atau wahana fisik yang mengandung materi instruksional di lingkungan siswa yang dapat merangsang siwa untuk belajar. Di lain pihak, Nasional Education Assosiation memberikan definisi media sebagai bentuk-bentuk komunikasi baik tercetak maupun audivisual dan peralatannya; dengan demikian, media dapat dimanipulasi, dilihat, didengar, atau dibaca (Arsyad 2013:4).

Aqib (2013:53) menyebutkan bahwa ada tiga jenis dan karakteristik media pembelajaran yaitu: a)Media grafis (simbol-simbol komunikasi visual); b) Media audio (dikaitkan dengan indra pendengaran);c) Multimedia

(50)

film, program slide-tape, televisi); dan (5) media berbasis komputer (pengajaran dengan bantuan komputer, video interaktif, hypertext).

2.1.3.2. Fungsi Media

Secara umum Sadiman dkk (2008:17) mengemukakan bahwa media pendidikan mempunyai kegunaan-keguanaan sebagai berikut:

a. Memperjelas penyajian pesan agar tidak terlalu bersifat verbalitas (dalam bentuk kata-kata tertulis atau lisan belaka);

b. Mengatasi keterbatasan ruang, waktu, dan daya indera;

c. Penggunaan media pendidikan secara tepat dan bervariasi dapat mengatasi sikap pasif pada anak didik. Dalam hal ini media pendidikan berguna untuk: a) Menimbulkan kegairahan belajar;

b) Memungkinkan interaksi yang lebih langsung antara anak didik dengan lingkungan dan kenyataan;

c) Memungkinkan anak didik belajar sendiri-sendiri menurut kemampuan dan minatnya.

d. Dengan sifat yang unik pada setiap siswa dan dengan llingkungan dan pengalaman yang berbeda, dsedangkan kurikulum dan materi pendidikan ditentukan sama untuk setiap siswa, maka guru banyak mengalami kesulitan bilamana semuanya itu harus diatasi sendiri. Hal ini akan lebih sulit bila latar belakang lingkungan guru dengan siswa juga berbeda. Masalah ini dapat diatasi dengan media pendidikan, yaitu kemampuannya dalam:

(51)

c) Menimbulkan persepsi yang sama.

2.1.3.3. Media Interaktif

Media interaktif adalah alat penyampaian pesan yang memungkinkan adanya komunikasi duua arah antara penerima dan pemberi pesan. Daryanto (2012:48) menjelaskan model pembelajaran interaktif melalui media audio yang mana mengajak peserta didik untuk berpartisipasi aktif dalam kegiatan pembelajaran, meskipun ajakan untuk ikut berpartisipasi tersebut sebenarnya hanyalah bersifat maya (semu). Dengan demikian seolah-olah akan terjadi komunikasi dua arah antara peserta didik dan narator yang membawakan materi pembelajarnm dalam media.

Ajakan untuk berpartisipasi aktif tersebut dapat dilakukan dengan meminta peserta didik untuk melakukan kegiatan menghitung, menulis, menirukan ucapan atau melafalkan, menjawab pertanyaan yang ditulis dalam buku catatan, membuat karangan singkat, bertanya kepada ayah/ibu/saudara, mengamati lingkungan sekitar, melihat koran/majalah, dan melihat buku pelajaran yang ditunjukkan judul bukunya berikut penulis penerbit dan halamannya. Dalam model interaktif umpan balik diberikan oleh media itu sendiri, sehingga peserta didik dituntut untuk aktif.

(52)

Semua jenis media pada dasarnya dibuat untuk disajikan atau dipresentasikan kepada sasaran. Pada media presentasi pesan atau materi yang akan disampaikan dikemas dalam sebuah program komputer dan disajikan melalui perangkat alat saji (proyektor). Dalam hal ini pesan atau materi yang dapat dikemas berupa teks, gambar, animasi, video, yang dikombinasikan dalam satu kesatuan yang utuh (Daryanto 2012:68-69).

Microsoft PowerPoint adalah salah satu aplikasi yang dapat digunakan untuk membuat media presentasi yang dikeluarkan oleh perusahaan software Microsoft. Dalam pembuatannya judul presentasi harus menyesuaikan dengan tema presentasi yang akan disajiakan karena akan mempenagaruhi suasana slide presentasi. Fitur terpenting dalam Microsoft PowerPoint adalah animasi dan transisi pada setiap slidenya.

2.1.4. Motivasi Belajar 2.1.4.1. Pengertian

Motivasi berasal dari kata “motif” yang diartikan sebagai daya upaya yang

mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu. Motif dapat dikatakan sebagai daya penggerak dari dalam dan di dalam subjek untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu demi mencapai suatu tujuan, maka motivasi dapat diartikan sebagai daya penggerak yang telah menjadi aktif (Sardiman, 2013: 73).

Sedangkan menurut Mc Donald motivation is an energy change within the person characterized by affective arousal and anticipatory goal reaction.

(53)

tersebut, dapat dilihat bahwa ada tiga unsur yang saling berkaitan (Hamalik 2013:159), yaitu:

a. Motivasi dimulai dari adanya perubahan energi dalam pribadi. b. Motivasi ditandai dengan timbulnya perasaan affective arousal.

c. Motivasi ditandai dengan reaksi-reaksi untuk mencapai tujuan.

Konsep motivasi yang dikenal di dalam literatur psikologi merupakan konstruk hipotetik, dan motivasi itu memeberikan ketetapan yang menjelaskan tentang kemungkinan sebab-sebab perilaku peserta didik. Oleh karena itu motivasi tidak dapat diukur secara langsung, seperti halnya mengukur panjang atau lebar suatu ruangan. Walaupun demikian kebanyakan pakar psikologi menggunakan kata motivasi dengan mengaitkan belajar untuk menggambarkan proses yang dapat: (a)memunculkan dan mendorong perilaku, (b) memberikan arah atau tujuan perilaku, (c) memberikan peluang terhadap perilaku yang sama, dan (d) mengarahkan pada pilihan perilaku tertentu.

Slavin (dalam Rifa’i dan Catarina, 2012:135) memaparkan bahwa motivasi

(54)

Purwanto (2010:72) menyebutkan motivasi mengandung tiga komponen pokok, yaitu menggerakan, mengarahkan dan menopang tingkah laku manusia. Menggerakkan dapat berarti menimbulkan kekuatan pada individu dan memimpin seseorang untuk bertindak dengan cara tertentu. Mengarahkan atau menyalurkan tingkah laku dengan menyediakan suatu orientasi tujuan tertentu. Menopang dan menjaga tingkah laku, lingkungan harus menguatkan (reinforce) intensitas dan arah dorongan-dorongan dan kekuatan-kekuatan individu.

Jadi motivasi belajar adalah dorongan dari dalam diri siswa untuk berperilaku saat melakukan aktivitas-aktivitas belajar. Siswa yang termotivasi menunjukan proses kognitif yang tinggi dalam belajar, menyerap dan mengingat apa yang telah dipelajarinya.

2.1.4.2. Fungsi dan Pentingnya Motivasi dalam Belajar

Rifa’i dan Catharina (2012:136) mengasumsikan bahwa apabila anak

tidak memiliki motivasi belajar, maka tidak akan terjadi kegiatan belajar pada diri anak terebut. Secara historik, pendidik selalu mengetahui kapan peserta didik perlu dimotivasi selama proses belajar, sehingga aktivitas belajar berlangsung menyenangkan, arus komunikasi lebih lancar, menurunkan kecemasan peserta didik, meningkatkan kreativitas dan aktivitas belajar.

(55)

Motivasi berkaitan erat dengan adanya tujuan. Seorang pesepak bola berlatih tak mengenal lelah agar dapat memberikan kemenangan ketika bertanding, seorang penjual di pasar bersemangat menawarkan barang dagangannya agar mendapatkan untung. Dengan demikian, motivasi mempengaruhi adanya kegiatan.

Sehubung dengan hal tersebut Sardiman (2013:85) menyebutkan ada tiga fungsi motivasi yaitu:

a. Mendorong manusia untuk berbuat, jadi sebagai penggerak atau motor yang melepas energi.

b. Menentukan arah perbuatan, yakni ke arah tujuan yang hendak dicapai; c. Menyelesaikan perbuatan, yakni perbuatan-perbuatan apa yang harus

dikerjakan yang serasi guna mencapai tujuan , dengan menyisihkan perbuatan perbuatan yang tidak bermanfaat bagi tujuan tersebut.

2.1.4.3. Teori Motivasi

Purwanto (2010:74) menyebutkan bahwa ada beberapa teori motivasi yang dapat dipelajari diantaranya sebagai berikut:

a. Teori hedonisme

(56)

Implikasi dari teori ini adalah adanya anggapan bahwa semua orang akan cenderung menghindari hal-hal yang sulit dan menyusahkan, atau yang mengandung resiko berat, dan lebih suka hal yang mendatangkan kesenangan baginya. Misalnya ketika siswa bertepuk tangan ketika kepala sekolah memberi pengumuman bahwa gurunya berhalangan hadir dikarenakan mengikuti rapat dan sebagainya.

b. Teori naluri

Pada dasarnya manusia mempunyai tiga dorongan nafsu pokok yang dapat disebut naluri, yaitu: Dorongan nafsu (naluri) mempertahankan diri, dorongan nafsu (naluri) mengembangkan diri, dan dorongan nafsu (naluri) mengembangkan atau mempertahankan jenis.

Dengan dimilikinya ketiga naluri pokok tersebut, maka kebiasaan-kebiasaan ataupun tindakan yang dilakukan manusia mendapatkan dorongan oleh ketiga naluri tersebut. oleh karena itu menurut teori ini, untuk memotivasi seseorang harus berdasarkan naluri mana yang akan dituju dan perlu dikembangkan.

Misalnya seorang pelajar berkelahi dengan teman yang menghinanya karena dianggap bodoh adalah karena adanya naluri untuk mempertahankan diri. Hal tersebut dapat diatasi dengan memberinya motivasi, misalnya dengan mendorongnya untuk menjadi anak yang rajin sehingga menyamai teman-teman sekelasnya (naluri untuk mengembangkan diri).

c. Teori reaksi reaksi yang dipelajari

(57)

dipelajari dari kebudayaan ditempat orang itu hidup. Orang belajar paling banyak dari lingkungan kebudayaan di tempat ia gidup dan dibesarkan. Oleh karena itu, teori ini disebut juga teori lingkungan kebudayaan. Menurut teori ini, apabila seseorang pemimpin ataupun seorang pendidik akan memotivasi anak buah atau anak didiknya, pemimpin ataupun pendidik akan memotivasi anak buah dan anak didiknya, pemimpin ataupun pendidik mengetahui benar-benar latar belakang kehidupan dan kebudayaan orang-orang yang dipimpinnya.

d. Teori daya pendorong

Teori ini meupakan perpaduan antara teori naluri dan teori reaksi yang dipelajari. Daya pendorong adalah semacam naluri, tetapi hanya suatu dorongan kekuatan yang luas terhadap suatu arah yang umum. Menurut teori ini, bila seorang pemimpin atau pendidik ingin memotivasi bawahannya, ia harus mendasarkan atas daya pendorong, yaitu atas naluri dan juga reaksi yang dipelajari dari kebudayaan lingkungan yang dimilikinya.

e. Teori kebutuhan

Teori ini beranggapan bahwa tindakan yang dilakukan oleh manusia pada hakikatnya adalah untuk memenuhi kebutuhannya, baik kebutuhan fisik maupun kebutuhan psikisnya. Oleh karena itu, menurut teori ini, apabila seorang pemimpin ataupun pendidik akan memotivasi kepada seseorang ia harus berusaha mengetahui lebih dulu apa kebutuhan-kebutuhan orang yang akan dimotivasi tersebut.

(58)

a) Kebutuhan untuk berbuat sesuatu untuk suatu aktivitas. Hal ini penting bagi anak, karena perbuatan sendiri itu mengandung sesuatu kegembiraan baginya.

Activities in it self is a pleasure. Hal ini dapat dihubungkan dengan suatu kegiatan belajar bahwa pekerjaan atau belajar itu akan berhasil bila diikuti rasa gembira;

b) Kebutuhan untuk menyenangkan orang lain. Banyak orang yang dalam kehidupannya memiliki motivasi untuk berbuat banyak demi kesenangan orang lain. Harga diri seseorang dapat dinilai dari berhasil tidaknya usaha memberikan kesenangan bagi orang lain;

c) Kebutuhan untuk mencapai hasil. Suatu pekerjaan atau kegiatan belajar dikatakan akan berhasil baik bila disertai kata pujian. Pujian atau reinforcement

mwrupakan dorongan untuk bekerja dan belajar lebih giat. Pujian ini harus berkaitan dengan prestasi yang baik. Anak harus diberi kesempatan seluas-luasnya untuk melakukan sesuatu secara optimal, sehingga ada “sense of

succes”;

d) Kebutuhan untuk mengatasi kesulitan. Suatu kesulitan atau hambatan, dapat menjadi dorongan untuk mencari kompensasi dengan usaha yang tekun danluar biasa, sehingga tercapai kelebihan dan keunggulan dalam bidang tertentu.

Abraham Maslow (dalam Purwanto 2010;77) mengidentifikasi dua jenis kebutuhan, kebutuhan dasar merupakan kebutuhan akibat kekurangan (deficiency needs) dan meta kebutuhan, kebutuhan untuk pertumbuhan (growth needs).

(59)

mempelajari motivasi manusia. Kebutuhan-kebutuhan tersebut antara lain sebagai berikut:

a) Kebutuhan fisiologi merupakan kebutuhan dasar yang bersifat primer dan vital, yang menyangkut fungsi biologis dasar dari organisme manusia seperti kebutuhan akan pangan, sandang dan papan, kesehatan fisik, kebutuhan seks dan sebagainya.

b) Kebutuhan rasa aman dan perlindungan (safety and security) seperti terjaminnya keamanan, terlindung dari bahaya dan ancaman penyakit, perang, kemiskinan, kelaparan, perlakuan tidak adil dan sebagainya;

c) Kebutuhan sosial (social needs) yang meliputi kebutuhan akan dicintai, diperhitungkan sebagai pribadi, diakui sebagai anggota kelompok , rasa setia kawan, kerjasama;

d) Kebutuhan akan penghargaan (esteem needs), termasuk kebutuhan dihargai kerena prestasi, kemampuan, kedudukan atau status, pangkat dan sebagainya. e) Kebutuhan akan aktualisasi diri (self actualization) seperti kebutuhan

mempertinggi potensi-potensi yang dimiliki, pengembangan diri secara maksimum, kreatifitas, dan ekspresi diri.

Selanjutnya untuk melengkapi teori-teori tentang motivasi diatas, Sardiman (2013:83) mengemukakan adanya beberapa ciri motivasi yang dimiliki seseorang, sebagai berikut:

(60)

b. Ulet menghadapi kesulitan (tidak lekas putus asa). Tidak memerlukan dorongan dari luar untuk berprestasi sebaik mungkin (tidak cepat puas dengan prestasi yang sudah dicapainya)

c. Menunjukan minat terhadap macam-macam masalah. d. Lebih senang belajar mandiri

e. Cepat bosan pada tugas-tugas yang rutin (hal-hal yang bersifat mekanis, berulang-ulang begitu saja, sehingga kurang kreatif)

f. Dapat mempertahankan pendapatnya (kalau sudah yakin akan sesuatu) g. Tidak mudah melepas hal yang diyakininya itu

h. Senang mencari dan memecahkan masalah soal-soal. 2.1.4.4. Nilai-nilai motivasi dalam pengajaran

Hamalik (2013:161) menyebutkan secara garis besar motivasi mengandung nilai-nilai sebagai berikut:

a. Motivasi menentukan tingkat berhasil atau gagalnya perbuatan belajar murid. b. Pengajaran yang bermotivasi, hakikatnya adalah pengajaran yang sesuai

dengan kebutuhan, dorongan, motif, minat yang ada pada murid.

c. Pengajaran yang bermotivasi menuntut kreatifitas dan imajinasi guru untuk berusaha sungguh-sungguh mencari cara yang relevan dan sesuai guna membangkitkan dan memelihara motivasi belajar siswa. Guru senantiasa berusaha agar murid-murid akhirnya memiliki self motivation yang baik. d. Berhasil atau gagalnya dalam membangkitkan dan menggunakan motivasi

(61)

Kegagalan dalam hal ini mengakibatkan timbulnya masalah disiplin di dalam kelas.

e. Asas motivasi menjadi salah satu bagian yang integral daripada asas-asas mengajar. Penggunaan motivasi dalam mengajar buku saja melengkapi prosedur mengajar, tetapi juga menjadi faktor yang menentukan pengajaran efektif. Demikian penggunaan asas motivasi adalah sangat esensial dalam proses belajar mengajar.

2.1.4.5. Cara menumbuhkan motivasi dalam kegiatan belajar di sekolah

Hamalik (2013:159) dan Sardiman (2013:92) menyebutkan cara yang dapat dilakukan guru untuk menumbuhkan motivasi siswa, antara lain sebagai berikut:

a. Memberi angka b. Pujian

c. Hadiah d. Hukuman

e. Saingan/ kompetisi f. Penilaian

g. Kerja kelompok

h. Merumuskan tujuan belajar i. Membangkitkan minat belajar

(62)

Hasil belajar merupakan perubahan perilaku yang diperoleh pesert

Gambar

Tabel.3.4.
Tabel 3.6
Tabel 4.1.
Tabel 4.2.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dengan demikian bisa dilihat bahwa tata letak menjadi faktor penentu suatu proses produksi dalam perusahaan dan menjadi tolak ukur bagi karyawan untuk dapat

Dalam penelitian ini penulis mencoba membuat aplikasi pembelajaran yang berisikan pengetahuan dasar tentang huruf hijaiyah dsertai dengan animasi, audio dan keterangan cara

Hal ini dapat terjadi karena apabila BOPO meningkat berarti terjadi peningkatan alokasi dana bank untuk membiayai kegiatan operasional lebih besar dibandingkan

Pada penelitian ini, ternyata Corpo- rate Social Responsibility yang diukur menggunakan Item Pengungkapan CSR (CSRI) menunjukkan tidak ada pengaruh signifikan terhadap

Wawancara dilakukan kepada manajer dan Account Officer (AO) Koperasi Syaraiah Adil Sejahtera Rumbia, yang berkaitan dengan strategi penanganan kredit macet pembiayaan

Sebenarnya BPK sebagai Pemeriksa Keuangan Negara memiliki prestasi yang layak diapresiasi dalam melakukan audit forensik, dengan melakukan audit investigasi terhadap

Dalam suatu hari Rasul saw kedatangan sepasang suami istri yg mengadukan kematian putri mereka, kalau putrinya bisa hidup lagi maka mereka akan masuk islam,

Analisis Hasil Uji Validitas Lembar Observasi Untuk Mengukur Hasil Belajar Afektif Siswa Kelas IV SDN 02