• Tidak ada hasil yang ditemukan

SINTESIS ZEOLIT BERBASIS SILIKA SEKAM PADI DENGAN METODE ELEKTROKIMIA SEBAGAI KATALIS TRANSESTERIFIKASI MINYAK KELAPA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "SINTESIS ZEOLIT BERBASIS SILIKA SEKAM PADI DENGAN METODE ELEKTROKIMIA SEBAGAI KATALIS TRANSESTERIFIKASI MINYAK KELAPA"

Copied!
50
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

PEMANFAATAN EKSTRAK BIJI PINANG SEBAGAI INHIBITOR KERAK KALSIUM KARBONAT (CaCO3) DENGAN METODE

UNSEEDED EXPERIMENT

Oleh

Fauziyyah Mu’min Shiddiq

Dalam penelitian ini telah dilakukan penambahan inhibitor ekstrak biji pinang pada kerak kalsium karbonat (CaCO3) menggunakan metode unseeded experiment

pada konsentrasi CaCO3 sebesar 0,00,100 M serta variasi inhibitor sebesar

50-250 ppm. Hasil penelitian berdasarkan analisis data menggunakan Microsoft Excel menunjukkan bahwa konsentrasi optimum inhibitor dalam menghambat laju pembentukan inti serta pertumbuhan kerak CaCO3 0,05 M adalah 250 ppm

dengan hasil persentase kemampuan menghambat sebesar 20%. Hal ini didukung dengan analisis kualitatif menggunakan Scanning Electron Microscopy (SEM)

yang secara umum memperlihatkan perbedaan yang signifikan pada morfologi permukaan kerak CaCO3. Analisis kuantitatif menggunakan Particle Size

Analyzer (PSA) menunjukkan bahwa distribusi ukuran partikel kerak CaCO3

menjadi lebih kecil dengan adanya penambahan inhibitor yang dinilai berdasarkan pada nilai tengah dan nilai rata-rata ukuran partikel kerak CaCO3 yakni tanpa

penambahan inhibitor memiliki nilai tengah sebesar 0,30 µm dan nilai rata-rata sebesar 1,28 µm, sedangkan setelah penambahan inhibitor memiliki nilai tengah sebesar 0,22 µm dan nilai rata-rata sebesar 0,98 µm.

(2)

ABSTRACT

UTILIZATION OF BETEL NUT SEED EXTRACT AS INHIBITOR OF CALCIUM CARBONATE (CaCO3) SCALE FORMATION WITH

UNSEEDED EXPERIMENT METHOD

By

Fauziyyah Mu’min Shiddiq

In this research, it has been conducted addition of betel nut seed extract on the calcium carbonate (CaCO3) scale using unseeded experiment method at various

concentrations of growth solutions from 0.050 to 0.100 M. The various concentrations of inhibitor added were around 50 to 250 ppm. The results based on data analysis using Microsoft Excel that indicate the optimum concentration of inhibition in inhibiting formation and growth of CaCO3 0.050 M scale is 250 ppm

with percentage of inhibitor ability 20%. This is supported by qualitative analysis using Scanning Electron Microscopy (SEM), which generally showed a significant difference in the surface morphology of CaCO3 scale. The quantitative

analysis using a Particle Size Analyzer (PSA) showed that the distribution of particle size of CaCO3 crystals with the addition of inhibitor is smaller than

without the addition of inhibitor based on the median and the average value. Particle size of CaCO3 scale without the addition of inhibitor has the median value

of 0.30 µm and average value of 1.28 µm. After the addition of inhibitor, it has the median value of 0.22 µm and average value of 0.98 µm.

(3)

PEMANFAATAN EKSTRAK BIJIPINANGSEBAGAI INHIBITORKERAK KALSIUM KARBONAT (CaCO3) DENGAN METODE UNSEEDED

EXPERIMENT

Oleh

FAUZIYYAH MU’MIN SHIDDIQ

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA SAINS

Pada Jurusan Kimia

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS LAMPUNG

(4)
(5)
(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung, pada tanggal 10

Maret 1992 sebagai anak ketiga dari enam bersaudara dari

pasangan Bapak Yanto dan Ibu Eti Yuningsih. Penulis

menyelesaikan pendidikan di TQ Qurrota Ayun pada

tahun 1998, Sekolah Dasar Muhammadiyah 1 Bandar

Lampung pada tahun 2004, SMP Negeri 8 Bandar Lampung pada tahun 2007, dan

SMA Negeri 14 Bandar Lampung pada tahun 2010. Penulis terdaftar sebagai

mahasiswa Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam pada

tahun 2010 melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri

(SNMPTN).

Pada tahun 2013 penulis melakukan Praktek kerja lapangan di Laboratorium

Anorganik Universitas Lampung. Selama menjadi mahasiswa penulis pernah

menjadi asisten pratikum S1 Kimia mata kuliah Sains Dasar, S1 Matematika mata

kuliah Sains Dasar dan S1 Kehutanan mata kuliah Kimia Dasar. Penulis aktif di

Himpunan Mahasiswa Kimia (HIMAKI) FMIPA Unila sebagai anggota Kader

Muda Himaki (KAMI) kepengurusan 2010/2011 dan di Badan Eksekutif

Mahasiswa sebagai sekretaris bidang Sains dan Teknologi kepengurusan

(7)

MOTO

... karena, sesungguhnya sesudah kesulitan ada

kemudahan (QS. 94 : 5-6)

Maka apabila kamu telah selesai (dari suatu urusan),

kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang

lain (QS. 94 : 7)

Aku tidak punya bakat turunan, oleh karenanya aku

terus berkata pada diri sendiri bahwa aku harus

berusaha keras dalam mencapai semua

cita-cita/tujuanku (Lee Seung Gi)

(8)

Kupersembahkan karya kecilku ini kepada...

Ummi (Eti Yuningsih) dan Abi (Yanto) tercinta yang

tiada hentinya selalu memberi dan berdoa yang terbaik

untukku

serta kakak-kakakku dan adik-adikku tersayang,

Afifah, Hanif, Yahya, Halimah dan Salma

(9)

SANWACANA

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan segala bentuk rahmat,

hidayah dan ridho-Nya yang tak bertepi. Shalawat serta salam teruntuk Nabi

Muhammad SAW. Berbekal pengetahuan dan pengalaman yang telah diperoleh,

penulis mampu menyelesaikan skripsi yang berjudul "Pemanfaatan Ekstrak Biji Pinang sebagai Inhibitor Kerak Kalsium Karbonat (CaCO3) dengan Metode Unseeded Experiment" Dengan segenap jiwa yang dilandasi dengan

ketulusan hati, penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ummiku dan Abiku tercinta yang telah menguliahkanku hingga selesai serta

doa dan pengorbanannya selama ini.

2. Bapak Prof. Suharso, Ph.D selaku Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam Universitas Lampung, dosen pembimbing I yang telah

bersedia membimbing penulis, memberikan saran dan kritik hingga penulis

dapat menyelesaikan penelitian;

3. Ibu Prof. Dr. Buhani, M.Si selaku dosen pembimbing II yang telah berkenan

membimbing penulis, memberikan saran dan kritik pada skripsi yang

(10)

4. Bapak Prof. Sutopo Hadi, Ph.D selaku dosen pembahas, yang telah

memberikan banyak masukan, baik saran maupun kritik kepada penulis;

5. Ibu Dian Septiani, M.Si yang telah memberikan pengarahan dan bimbingan,

terimakasih banyak;

6. Bapak Dr. Eng. Suripto Dwi Yuwono selaku Ketua Jurusan Kimia FMIPA

Universitas Lampung;

7. Seluruh dosen kimia FMIPA Unila yang telah dengan senang hati

memberikan ilmu pengetahuan yang sangat berguna kepada penulis selama

kuliah;

8. Keluarga tercinta dan tersayang keberadaan kalian merupakan anugerah

terindah dalam hidupku;

9. Sahabat-sahabatku tersayang, Indah Aprianti , Lailatul Hasanah, Putri

Heriyani Utami, Rina Rachmawati Sutisna dan Widya Afriliani Wijaya,

yang selalu menemaniku dan memberikan arahan, semoga kita masih bisa

berkumpul bersama, aamiin;

10. Patner Tercinta, Silvana Maya Pratiwi yang telah menemani di

Laboratorium Anorganik selama ini;

11. Teman-teman 2010, kakak tingkat, dan adik tingkat yang telah meberi

motivasi pada penulis;

12. Aprian Agung Budiman yang selalu memberikan semangat dan waktu

dalam penyelesaian skripsi ini. Semoga selesainya skripsi ini jadi awal yang

(11)

13. Seluruh karyawan/karyawati Jurusan Kimia, Mba Nora, Mba Liza, Uni

Kidas, Mb Iin, Mas Udin, Mas Nomo, Pak Man, Mba Win atas bimbingan,

dan perhatian yang telah diberikan kepada penulis;

14. Seluruh teman-teman kimia 2007-2013;

15. Semua pihak yang telah membantu dan mendukung penulis dalam

penelitian dan penyusunan skripsi ini.

Akhir kata, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan,

akan tetapi sedikit harapan semoga skripsi yang sederhana ini dapat berguna dan

bermanfaat bagi kita semua. Amiin

Bandar Lampung, 21 Agustus 2014 Penulis

(12)

DAFTAR ISI A. Proses Pengendapan Senyawa Anorganik pada Peralatan Industri ... 5

B. Kristalisasi ... 5

C. Kerak ... 7

D. Faktor Pembentukan Kristal ... 9

E. Kalsium Karbonat (CaCO3) ... 10

F. Pengaruh Terbentuknya Kerak Kalsium Karbonat ... 11

G. Metode Pencegahan Terbentuknya Kerak CaCO3 ... 12

1. Pengendalian pH ... 12

2. Pelunakan dan Pembebasan Mineral Air ... 13

3. Penggunaan Inhibitor Kerak ... 13

H. Tanaman Pinang dan Kandungan di dalamnya ... 16

I. KomponenKimia Biji Pinang ... 17

J. Asam Tanat ... 18

K. Analisis Menggunakan Metode Seeded Experiment,Scanning Electron Microscopy (SEM) dan Instrument Particle Size Analyzer (PSA) ... 19

(13)

2. Instrumentasi SEM ... 19

a. Penentuan Laju Pertumbuhan CaCO3 tanpa Penambahan Inhibitor pada Konsentrasi yang Berbeda ... 25

b. Penentuan Laju Pertumbuhan CaCO3 dengan Penambahan Inhibitor pada Konsentrasi yang Berbeda ... 26

4. Analisis Data ... 27

IV. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN A. Analisis Ekstrak Biji Pinang dengan Menggunakan Spektrofotometer Infra Merah (IR) ... 28

B. Penentuan Laju Pertumbuhan Kristal Kalsium Karbonat (CaCO3) dengan Variasi Konsentrasi Larutan Pertumbuhan dan Tanpa Penambahan Inhibitor ... 30

C. Penentuan Laju Pertumbuhan Kristal Kalsium Karboat (CaCO3) dengan Variasi Konsentrasi Inhibitor dan Variasi Konsentrasi Larutan Pertumbuhan ... 31

1. Penentuan Laju Pertumbuhan Inti Kristal Kalsium Karbonat (CaCO3) dengan Variasi Konsentrasi Inhibitor pada Larutan Pertumbuhan 0,050 M ... 31

2. Penentuan Laju Pertumbuhan Inti Kristal Kalsium Karbonat (CaCO3) dengan Variasi Konsentrasi Inhibitor pada Larutan Pertumbuhan 0,075 M ... 34

3. Penentuan Laju Pertumbuhan Inti Kristal Kalsium Karbonat (CaCO3) dengan Variasi Konsentrasi Inhibitor Pada Larutan Pertumbuhan 0,100 M ... 35

D. Analisis Distribusi Ukuran Partikel Kerak CaCO3 Menggunakan PSA ... 38

E. Analisis Permukaan Kerak CaCO3 Menggunakan SEM ... 40

LAMPIRAN

(14)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Data persentase efektivitas inhibitor pada larutan

pertumbuhan0,050 M ... 33

2. Data persentase efektivitas inhibitor pada larutan

pertumbuhan0,075 M ... 35

3. Data persentase efektivitas inhibitor pada larutan

(15)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Tahapan Kristalisasi ... 7

2. Skema Umum Mekanisme Pembentukan Deposit Kerak Air ... 9

3. Reaksi Hidrolisis Polifosfat ... 15

4. Biji pinang ... 17

5. Struktur Asam Tanat ... 18

6. Skema Bagan SEM ... 20

7. Diagram Proses Fraksinasi Massa Dalam Sedigraf ... 22

8. Hasil Analisis IR Ekstrak Biji Pinang ... 28

9. Grafik Perbandingan Pola Pertumbuhan Inti Kristal CaCO3 dengan Variasi Konsentrasi Larutan Pertumbuhan dan Tanpa Penambahan Inhibitor ... 30

10. Grafik Pola Pertumbuhan Inti Kristal CaCO3 pada Konsentrasi Larutan Pertumbuhan 0,050 M dengan dan tanpa Penambahan Inhibitor Ekstrak Biji Pinang ... 32

11. Grafik Pola Pertubuhan Inti Kristal CaCO3 pada Konsentrasi Larutan Pertumbuhan 0,075 M dengan dan tanpa Penambahan Inhibitor Ekstrak Biji Pinang ... 34

(16)

Larutan Pertumbuhan 0,100 M dengan dan tanpa Penambahan

Inhibitor Ekstrak Biji Pinang ... 36

13. Mekanisme Dispersancy ... 38

14. Grafik Distribusi Ukuran Partikel CaCO3 0,05 M dengan dan tanpa

Penambahan Inhibitor Ekstrak Biji Pinang 250 ppm dengan

Menggunakan Metode Unseeded Experiment dalam % Volume ... 39

15. Morfologi Kerak CaCO3 0,05 M dengan Metode Unseeded

Experiment dengan dan tanpa Penambahan Ekstrak Biji Pinang

(17)

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Endapan kerak merupakan salah satu masalah yang serius dalam dunia

perindustrian dan umumnya banyak dijumpai pada peralatan-peralatan industri

minyak dan gas, proses desalinasi, ketel serta industri kimia (Badr and Yassin,

2007; Lestari dkk., 2004).

Kerak adalah tumpukan keras dari bahan anorganik yang disebabkan oleh

pengendapan partikel mineral dalam air terutama pada permukaan perpindahan

panas. Seperti air menguap dalam menara pendingin, uap yang murni hilang dan

konsentrasi padatan terlarut dalam air yang tersisa. Jika konsentrasi siklus ini

dibiarkan berlanjut, berbagai kelarutan padat akhirnya akan terlampaui. Padatan

kemudian akan menetap di dalam pipa atau pada permukaan pertukaran panas, di

mana ia sering membeku menjadi kerak (Bhatia, 2003).

Terbentuknya kerak tersebut telah menjadi masalah yang cukup serius di bidang

industri terutama industri minyak dan gas. Salah satu contoh yang merasakan

dampak dari terbentuknya kerak tersebut adalah perusahaan minyak Indonesia

yakni perusahaan pertamina yang harus mengeluarkan dana sebesar 6-7 juta dolar

(18)

2

mengatasi masalah kerak (Suharso et al., 2010). Terbentuknya kerak pada

pipa-pipa industri tersebut akan memperkecil diameter dan menghambat aliran

fluida pada sistem pipa tersebut. Terganggunya aliran fluida ini akan

menyebabkan suhu semakin naik dan tekanan semakin tinggi sehingga

kemungkinan pipa akan pecah semakin tinggi (Asnawati, 2001).

Dampak negatif yang ditimbulkan karena adanya penimbunan kerak antara lain

menyebabkan sumur pipa pada industri panas bumi pembangkit tenaga listrik

hanya berumur 10 tahun. Setelah itu perusahaan harus membuat kembali sumur

pipa dengan biaya 6-7 juta dolar per sumur atau setara dengan Rp 60-70 milyar.

Akibatnya biaya dan kerugian yang ditimbulkan sangat besar untuk oprasional

biaya perawatan (Suharso et al., 2010). Kerak juga dapat dicegah menggunakan

asam untuk menurunkan pH larutan, rentang pH efektif untuk mencegah

pengendapan kerak adalah 6,5 sampai 8,0. Namun menghilangkan kerak

menggunakan asam dengan konsentrasi tinggi tidak efektif karena dapat

meningkatnya laju korosi yang cukup tinggi, serta mempunyai bahaya yang cukup

tinggi dalam penangannya (Lestari, 2008).

Adapun komponen-komponen kerak yang sering dijumpai pada peralatan industri

yaitu, kalsium karbonat (CaCO3), kalsium dan seng fosfat, kalsium sulfat

(CaSO4), serta silika dan magnesium silikat (Lestari dkk., 2004). Beberapa

metode yang pernah dilakukan untuk mencegah terbentuknya kerak kalsium sulfat

pada peralatan-peralatan industri yaitu dengan menurunkan pH larutan melalui

penambahan asam, penggunaan senyawa-senyawa anorganik (Zhang and Dawe,

(19)

3

(Donachy and Sikes, 1994 dan Jones et al., 2005) dan senyawa-senyawa organik

lain (He et al., 1999). Selain beberapa metode di atas, pembentukkan kerak dapat

dikontrol dengan cara pelunakkan dan pembebasan mineral air, akan tetapi

penggunaan air bebas mineral dalam industri-industri besar membutuhkan biaya

yang cukup tinggi. Hal ini karena sebagian besar biaya ditujukan untuk

menyediakan air bebas mineral. Penghambatan pertumbuhan kristal tampaknya

menjadi metode yang paling efisien mengendalikan kerak CaCO3, CaF2,

CaSO4.2H2O dan BaSO4. Efektivitas inhibitor kerak tergantung pada kemampuan

sebuah aditif untuk mengganggu langkah-langkah pembentukan kerak, yaitu baik

dengan langkah nukleasi atau dengan pertumbuhan kristal (Tzotzi et al., 2007).

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya (Asmarani, 2011),

diketahui bahwa asam tanat (tanin) yang terdapat pada tanaman, seperti tanaman

gambir dapat digunakan sebagai inhibitor pertumbuhan kerak kalsium karbonat.

Seperti halnya gambir, senyawa yang dominan pada biji pinang adalah tanin dan

alkaloid. Kandungan tanin sekitar 15 dan alkaloid 0,3-0,6% sehingga

memungkinkan tanaman ini untuk dijadikan inhibitor yang cukup efektif dalam

menghambat laju pertumbuhan kerak kalsium karbonat pada pipa-pipa industri.

Karena alasan tersebut maka pada penelitian ini telah mempelajari pengaruh

penambahan senyawa ekstrak biji pinang sebagai inhibitor pada pembentukan

kerak CaCO3 dengan metode unseeded experiment pada konsentrasi larutan

(20)

4

B. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dilakukannya penelitian ini adalah :

1. mengetahui manfaat penambahan senyawa ekstrak biji pinang sebagai

inhibitor kerak CaCO3 pada konsentrasi yang berbeda;

2. mendapatkan perbandingan efektifitas penambahan senyawa ekstrak biji

pinang sebagai inhibitor kerak CaCO3.

C. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah untuk memberikan pengetahuan mengenai

pencegahan timbulnya kerak CaCO3 dengan metode unseeded experiment, dan

dapat dikembangkan untuk memperoleh inhibitor kerak yang efektif, terutama

untuk mencegah pembentukan kerak pada peralatan-peralatan industri supaya

(21)

5

II. TINJAUAN PUSTAKA

Dalam tinjauan pustaka ini akan diuraikan mengenai hal-hal yang berhubungan

dengan kerak, proses pembentukkan kerak, pencegahan dan jenis-jenis analisis,

antara lain:

A. Proses Pengendapan Senyawa Anorganik Pada Peralatan Industri

Prosespengendapan senyawa-senyawa anorganik biasa terjadi pada

peralatan-peralatan industri yang melibatkan air garam seperti industri minyak dan gas,

proses desalinasi dan ketel serta industri kimia. Hal ini disebabkan karena

terdapatnya unsur-unsur anorganik pembentuk kerak seperti logam kalsium dalam

jumlah yang melebihi kelarutannya pada keadaan kesetimbangan.

Terakumulasinya endapan-endapan dari senyawa anorganik tersebut dapat

menimbulkan masalah seperti kerak (Weijnen et al.,1983 ; Maley, 1999).

B. Kristalisasi

Kristalisasi merupakan peristiwa pembentukan partikel-partikel zat padat dalam

suatu fase homogen. Kristalisasi dari larutan dapat terjadi jika padatan terlarut

dalam keadaan berlebih (di luar kesetimbangan), maka sistem akan mencapai

(22)

6

Kristalisasi senyawa dalam larutan langsung pada permukaan transfer panas

dimana kerak terbentuk memerlukan tiga faktor simultan yaitu konsentrasi lewat

jenuh (supersaturation), nukleasi (terbentuknya inti kristal) dan waktu kontak

yang memadai. Pada saat terjadi penguapan, kondisi jenuh (saturation) dan

kondisi lewat jenuh (supersaturation)dicapai secara simultan melalui pemekatan

larutan dan penurunan daya larut setimbang saat kenaikan suhu menjadi suhu

penguapan. Dalam keadaan larutan lewat jenuh beberapa molekul akan bergabung

membentuk inti kristal.Inti kristal ini akan terlarut bila ukurannya lebih kecil dari

ukuran partikel kritis (inti kritis), sementara itu kristal-kristal akan berkembang

bila ukurannya lebih besar dari partikel kritis. Apabila ukuran inti kristal menjadi

lebih besar dari inti kritis, maka akan terjadi pertumbuhan kristal.

Laju pertumbuhan kristal ditentukan oleh laju difusi zat terlarut pada permukaan

kristal dan laju pengendapan zat terlarut pada kristal tersebut. Daya dorong difusi

zat-zat terlarut adalah perbedaan antara konsentrasi zat-zat terlarut pada

permukaan kristal dan pada larutan. Kristal-kristal yang telah terbentuk

mempunyai muatan ion lebih rendah dan cenderung untuk menggumpal sehingga

(23)

7

Proses pembentukkankristalisasi ditunjukkan pada gambar berikut:

Gambar 1.Tahapan kristalisasi(Zeiheret al., 2003).

C. Kerak

Kerak didefinisikan sebagai suatu deposit dari senyawa-senyawa anorganik yang

terendapkan dan membentuk timbunan kristal pada permukaan suatu subtansi

(Kemmer, 1979). Kerak terbentuk karena tercapainya keadaan larutan lewat

jenuh.Kerak juga dapat terbentuk karena campuran air yang digunakan tidak

sesuai. Campuran air tersebut tidak sesuai jika air berinteraksi secara kimia dan

mineralnya mengendap jika dicampurkan. Contoh tipe air yang tidak sesuai

adalah air laut dengan konsentrasi SO42- tinggi dan konsentrasi Ca2+ rendah dan

air formasi dengan konsentrasi SO42- sangat rendah tetapi konsentrasi Ca2+ tinggi.

Campuran air ini menyebabkan terbentuknya endapan CaSO4 (Badr andYassin,

2007).

Pembentukan kerak pada sistem perpipaan di industri maupun rumah tangga

menimbulkan banyak permasalahan teknis dan ekonomis.Hal ini disebabkan

(24)

8

sekaligus menghambat proses perpindahan panas pada peralatan penukar panas.

Sehingga,kerak yang terbentuk pada pipa-pipa akan memperkecil diameter dan

menghambat aliran fluida pada sistem pipa tersebut.

Terganggunya aliran fluida menyebabkan suhu semakin naik dan tekanan semakin

tinggi maka kemungkinan pipa akan pecah dan rusak (Patton, 1981). Adapun

komponen-komponen kerak yang sering dijumpai pada peralatan industri

yaitu,kalsium sulfat (CaSO4), kalsium karbonat (CaCO3 turunan dari kalsium

bikarbonat),kalsium dan seng fosfat, kalsium fosfat, silika dengan konsentrasi

tinggi, besi dioksida (senyawa yang disebabkan oleh kurangnya kontrol korosi

atau alami berasal dari besi yang teroksidasi), besi fosfat ( senyawa yang

disebabkan karena pembentukan lapisan film dari inhibitor fosfat), mangan

dioksida (mangan teroksidasi tingkat tinggi) magnesium silika, silika dan

magnesium pada konsentrasi tinggi dengan pH tinggi, magnesium karbonat,

magnesium dengan konsentrasi tinggi dan pH tinggi serta CO2 tinggi (Lestari,

2008; Nunn, 1997).

Skema mekanisme pembentukan kerak yang dilengkapi parameter-parameter

(25)

9

Gambar 2. Skema umum mekanisme pembentukan deposit kerak air(Salimin dan Gunandjar, 2007).

D. Faktor Pembentuk Kristal

Ukuran kristal yang terbentuk selama pengendapan, tergantung terutama pada dua

faktor penting, yaitu laju pembentukkan inti (nukleasi) dan laju pertumbuhan

kristal. Laju pembentukkan inti dapat dinyatakan dengan jumlah inti yang

terbentuk dalam satuan waktu. Jika laju pembentukkan inti tinggi, banyak sekali

kristal yang akan terbentuk yang terdiri dari partikel-partikel kecil. Laju

pembentukkan inti tergantung pada derajat lewat jenuh dari larutan. Semakin

tinggi derajat lewat jenuh maka semakin besar kemungkinan untuk membentuk

inti baru sehingga akan semakin besar laju pembentukkan inti. Laju pertumbuhan

kristal merupakan faktor penting lainnya yang akan mempengaruhi ukuran kristal

yang terbentuk selama pengendapan berlangsung. Semakin tinggi laju

pertumbuhan maka akan kristal yang terbentuk akan besar. Laju pertumbuhan

kristal juga tergantung pada derajat lewat jenuh (Svehla, 1990).

(26)

10

E. Kalsium Karbonat (CaCO3)

Kalsium karbonat (CaCO3) merupakan suatu zat padat putih, tak berbau, tak

berasa, terurai pada 825oC, tak beracun, larut dalam asam dengan melepas CO2,

dan dijumpai di alam sebagai kalsit, napal, aragonit, travertin, marmer, batu

gamping, dan kapur, juga ditemukan bersama mineral dolomit (CaCO3.MgCO3).

Benar-benar tidak larut dalam air (hanya beberapa bagian per juta), kristalnya

berwujud rombik/rombohedral dan dimanfaatkan sebagai obat penawar asam,

dalam pasta gigi, cat putih, pembersih, bahan pengisi kertas, semen, kaca, plastik,

dan sebagainya.

Kalsium karbonat (CaCO3) merupakan salah satu endapan penyusun kerak yang

menjadi masalah serius pada sebagian besar proses industri yang melibatkan air

garam (Amjad, 1995) dan pada operasi produksi minyak bumi

(Halimatuddahliana, 2003). Kalsium karbonat(CaCO3) dibuat dari reaksi CaCl2 +

Na2CO3dalam air, atau melewatkan CO2 melalui suspensi Ca(OH)2 dalam air yang

murni. Kalsium karbonat (CaCO3) berupa endapan amorf putih terbentuk dari

reaksi antara ion kalsium (Ca2+) dalam bentuk CaCl2 dengan ion karbonat (CO32-)

dalam bentuk Na2CO3 (Svehla, 1990).

Ca2+ + CO32- CaCO3

Karbonat dari kalsium tidak larut dalam air dan hasil kali kelarutannya menurun

(27)

11

Kelarutan CaCO3 yang sedikit dapat terbentuk jika larutan lewat jenuh dalam

tempat pengolahannya terjadi kesetimbangan kimia dengan lingkungannya pada

tekanan dan temperatur yang sebenarnya.Kesetimbangan CaCO3 dapat diganggu

dengan pengurangan gas CO2 dari aliran selama proses produksi berlangsung. Ini

akan mengakibatkan pengendapan sehingga terbentuk kerak. Pengendapan

CaCO3 dapat dihasilkan dari reaksi sebagai berikut :

CO2 + 2 OH- CO32- + H2O

Ca(OH)2 Ca2+ + 2 OH-

Ca2+ + CO32- CaCO3

(Zhang et al., 2002).

F. Pengaruh Terbentuknya Kerak Kalsium Karbonat (CaCO3)

Kerak kalsium karbonat (CaCO3) yang sering dijumpai pada pipa-pipa peralatan

industri dapat menimbulkan masalah-masalah seperti mengecilnya diameter pipa

sehingga menghambat aliran fluida pada sistem pipa tersebut. Terganggunya

aliran fluida menyebabkan suhu semakin naik dan tekanan semakin tinggi

sehingga kemungkinan pipa akan pecah (Asnawati, 2001). Pada operasi produksi

minyak bumi, pembentukan kerak dapat mengurangi produktivitas sumur akibat

tersumbatnya penorasi, pompa, valve, dan fitting (Halimatuddahliana, 2003).Oleh

karena itu, perlu dilakukan pencegahan pembentukan kerak untuk mengurangi

atau menghilangkan kerak kalsium karbonat yang terdapat pada

(28)

12

G. Metode Pencegahan Terbentuknya Kerak CaCO3

Beberapa metode yang digunakan untuk mencegah terbentuknya kerak kalsium

karbonat pada peralatan-peralatan industri adalah sebagai berikut :

1. Pengendalian pH

Pengendalian pH dengan penginjeksian asam (asam sulfat atau asam klorida) telah

lama diterapkan untuk mencegah pertumbuhan kerak oleh garam-garam kalsium,

garam logam bivalen dan garam fosfat (Lestari dkk.,2004). Asam sulfat yang

biasa digunakan pada metode ini akan bereaksi dengan ion karbonat yang ada di

air menghasilkan H2O dan CO2 sehingga pembentukan kerak CaCO3 dapat

dicegah (Al-Deffeeri, 2006).

CaCO3 + 2H+ Ca2+ + H2O + CO2

Kelarutan bahan pembentuk kerak biasanya meningkat pada pH yang lebih

rendah. Namun pada pH 6,5 atau kurang, korosi pada baja, karbon, tembaga, dan

paduan tembaga dengan cepat akan berlangsung sehingga pH efektif untuk

mencegah pengendapan kerak hanyalah pada pH 7 sampai 7,5.

Oleh karena itu, suatu sistem otomatis penginjeksian asam diperlukan untuk

mengendalikan pH secara tepat.Selain itu, asam sulfat dan asam klorida

mempunyai tingkat bahaya yang cukup tinggi dalam penanganannya. Saat ini,

penghambatan kerak dengan hanya penginjeksian asam semakin jarang digunakan

(29)

13

2. Pelunakan dan Pembebasan Mineral Air

Untuk mencegah terjadinya kerak pada air yang mengandung kesadahan tinggi

(±250 ppm CaCO3) perlu adanya pelunakan dengan menggunakan kapur dan soda

abu (pengolahan kapur dingin). Masalah kerak tidak akan dijumpai jika yang

digunakan adalah air bebas mineral karena seluruh garam-garam terlarut dapat

dihilangkan. Oleh karena itu, pemakaian air bebas mineral merupakan metode

yang tepat untuk menghambat kerak di dalam suatu sistem dengan pembebanan

panas tinggi dimana pengolahan konvensional dengan bahan penghambat kerak

tidak berhasil (Lestari dkk., 2004). Namun penggunaan air bebas mineral dalam

industri-industri besar membutuhkan biaya yang cukup tinggi sehingga dapat

menurunkan efisiensi kerja.

3. Penggunaan Inhibitor Kerak

Inhibitor kerak pada umumnya merupakan bahan kimia yang sengaja ditambahkan

untuk mencegah atau menghentikan terbentuknya kerak bila ditambahkan dengan

konsentrasi yang kecil ke dalam air (Halimatuddahliana, 2003). Prinsip kerja dari

inhibitor kerak adalah pembentukan senyawa kompleks (kelat) antara inhibitor

dengan unsur-unsur penyusun kerak.Senyawa kompleks yang terbentuk larut

dalam air sehingga menutup kemungkinan pertumbuhan kristal yang besar dan

mencegah kristal kerak untuk melekat pada permukaan pipa (Patton, 1981).

Biasanya, penggunaan bahan kimia tambahan untuk mencegah pembentukan

(30)

14

mekanis permukaan bagian dalam pipa.Syarat yang harus dimiliki senyawa kimia

sebagai inhibitor kerak adalah sebagai berikut:

1. inhibitor kerak harus menunjukkan kestabilan termal yang cukup dan

efektif untuk mencegah terbentuknya air sadah dari pembentukkan

kerak;

2. inhibitor kerak juga harus dapat merusak struktur kristal dan padatan

tersuspensi lain yang mungkin akan terbentuk;

3. selain itu, inhibitor kerak juga harus memiliki tingkat keamanan yang

tinggi dalam penggunaannya sehingga tidak menimbulkan efek samping

yang berbahaya bagi lingkungan sekitar (Al-Deffeeri, 2006).

Pada umumnya inhibitor kerak yang digunakan di ladang-ladang minyak atau

pada peralatan industri dibagi menjadi dua macam yaitu inhibitor kerak anorganik

dan inhibitor kerak organik.Senyawa anorganik fosfat yang umum digunakan

sebagai inhibitor adalah kondesat fosfat dan dehidrat fosfat. Pada dasarnya

bahan-bahan kimia ini mengandung grup P-O-P dan cenderung untuk melekat

pada permukaan kristal. Inhibitor kerak organik yang biasa digunakan adalah

organofosfonat organofosfat ester dan polimer-polimer organik. Inhibitor kerak

yang pernah digunakan yaitu polimer-polimer yang larut dalam air dan senyawa

fosfonat (Asnawati, 2001).

Salah satu inhibitor kerak dari polimer-polimer yang larut dalam air yaitu

polifosfat.Polifosfat merupakan inhibitor kerak yang murah namun keefektifannya

(31)

15

(CaCO3) antara lain karena kemampuannya untuk menyerap pada permukaan

kristal yang mikroskopik, menghambat pertumbuhan kristal pada batas

konsentrasi rendah dan strukturnya yang mampu merusak padatan tersuspensi.

Hal ini dapat mencegah pertumbuhan kristal lebih lanjut, atau setidaknya

memperlambat proses pertumbuhan kerak. Namun, polifosfat memiliki

kelemahan utama yaitu mudah terhidrolisis pada temperatur di atas 90°C

menghasilkan ortofosfat.

Gambar 3.Reaksi hidrolisis polifosfat (Gill, 1999).

Reaksi di atas adalah reaksi hidrolisis polifosfat yang merupakan fungsi dari

temperatur, pH, waktu, dan adanya ion-ion lain.Ortofosfat yang dihasilkan dapat

menyebabkan menurunnya kemampuan untuk menghambat pertumbuhan kerak

dan menyebabkan terbentuknya kerak baru dari presipitasi kalsium fosfat (Gill,

1999), sehingga penggunaan polifosfat sebagai inhibitor kerak hanya efektif pada

temperatur rendah (Al-Deffeeri, 2006).

Fosfonat merupakan inhibitor yang sangat baik bila dibandingkan dengan

polifosfat. Namun fosfonat masih memiliki kelemahan yaitu struktur fosfonat pH, temperatur,

(32)

16

yang monomerik sehingga tidak efektif jika digunakan sebagai dispersing

agents(bahan pembantu untuk mendispersi)(Al-Deffeeri, 2006).

Penggunaan senyawa-senyawa anorganik (Zhang and Dawe, 2000), asam amino

(Manoli et al., 2003), polimer-polimer yang larut dalam air seperti poliaspartat

(Donachy and Sikes, 1994), polifosfat dan senyawa-senyawa lain seperti fosfonat,

karboksilat (Al-Deffeeri, 2006), dan sulfonat telah diketahui sangat efektif sebagai

inhibitor endapan kalsium karbonat (CaCO3) (He et al., 1999).

H. Tanaman Pinang dan Kandungan di dalamnya

Pinang sirih (Areca catechu L), merupakan salah satu tanaman obat yang banyak

dimanfaatkan untuk tujuan komersial karena memiliki nilai ekonomis yang tinggi

dalam berbagai bidang, hanya belum banyak dikelola.Biji pinang mengandung 0,3

– 0,6 % alkaloid, seperti arekolin (C8H13NO2), arekolidine, arekain, guvakolin,

guvasine dan isoguvasine. Selain itu juga mengandung red tanin 15 %, lemak 14

%, kanji dan resin. Biji segar mengandung kira-kira 50 % lebih banyak alkaloid

dibandingkan biji yang telah diproses (Sugianto, 2010). Tanin adalah salah satu

senyawa yang terkandung dalam buah pinang yang kadarnya cukup tinggi. Tanin

diperoleh dengan cara ekstraksi dengan pelarut air dan etanol karena tanin dapat

larut dalam pelarut tersebut.Tanin merupakan senyawa yang sangat penting

(33)

17

Gambar 4. Biji Pinang.

Klaifikasi Tanaman Pinang :

Regnum : Plantae

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Liliopsida

Ordo : Arecaceae

Genus : Areca

Spesis : Areca catechu L.

I. Komponen Kimia Biji Pinang

Biji buah pinang mengandung alkaloid, seperti arekolin (C8 H13 NO2),

arekolidine, arekain, guvakolin, guvasine dan isoguvasine, tanin terkondensasi,

tanin terhidrolisis, flavan, senyawa fenolik, asam galat, getah, lignin, minyak

menguap dan tidak menguap, serta garam (Wang and Lee, 1996). Nonaka (1989)

(34)

18

tanin terkondensasi yang termasuk dalam golongan flavonoid. Proantosianidin

mempunyai efek antibakteri, antivirus, antikarsinogenik, inflamasi,

anti-alergi, dan vasodilatasi (Fine, 2000).

J. Asam Tanat

Asam tanat merupakan unsur dasar dalam zat warna kimia tanaman.Asam tanat

banyak terdapat dalam kayu oak, walnut, mahogani, dan gambir.Asam tanat

merupakan salah satu golongan tanin terhidrolisis dan termasuk asam

lemah.Rumus kimia dari asam tanat adalah C41H32O26.Pusat molekul dari asan

tanat adalah glukosa, dimana gugus hidroksil dari karboksilat terestrifikasi dengan

gugus asam galat.Ikatan ester dari asam tanat mudah mengalami hidrolisis dengan

bantuan katalis asam, basa, enzim, dan air panas. Hidrolisis total dari asan tanat

akan menghasilkan karboksilat dan asam galat (Hagerman,2002).

(35)

19

K. Analisis Menggunakan Metode Unseeded Experiment,Scanning Electron Microscopy (SEM) dan Instrument Particle Size Analyzer (PSA)

Pada penelitian ini dilakukan beberapa analisis terhadap kristal CaCO3 yang

terbentuk. Analisis tersebut meliputi analisis unseeded experiment, analisis

morfologi permukaan kristal CaCO3menggunakan SEM, dan analisis distribusi

ukuran partikel menggunakan PSA. Hal ini bertujuan untuk mengetahui seberapa

efektif ekstrak biji pinangdalam menghambat pembentukkan kerak CaCO3.

A. Unseeded experiment

Unseeded Experiment merupakan salah satu metode pembentukkan kristal dengan

cara tanpa menambahkan bibit kristal ke dalam larutan pertumbuhan. Hal ini

dilakukan untuk melihat laju pertumbuhan kerak kalsium karbonat setelah

ditambahkan senyawa ekstrak biji pinang tanpa penambahan bibit kristal

2. Instrumentasi SEM

SEM adalah salah satu jenis mikroskop elektron yang dapat mengamati dan

menganalisis karakteristik struktur mikro dari bahan padat yang konduktif

maupun yang nonkonduktif. Sistem pencahayaan pada SEM menggunakan

radiasi elektron yang mempunyai λ = 200 – 0,1 Å, daya pisah (resolusi) yang

tinggi sekitar 5 nm sehingga dapat dicapai perbesaran hingga ± 100.000 kalidan

menghasilkan gambar atau citra yang tampak seperti tiga dimensi karena

(36)

20

gambar atau citra yang lebih baik dibandingkan dengan hasil mikroskop

optik.Aplikasi mikroskop elektron ini tidak hanya terbatas pada analisis logam

dan paduan di bidang metalurgi, melainkan dapat diaplikasikan di berbagai bidang

lain, seperti farmasi, pertanian, biologi, kedokteran, dan industri bahan

elektronika, komponen mesin serta pesawat terbang.

Pada prinsipnya mikroskop elektron dapat mengamati morfologi, struktur mikro,

komposisi, dan distribusi unsur.Untuk menentukan komposisi unsur secara

kualitatif dan kuantitatif perlu dirangkaikan satu perangkat alat EDS (Energy

Dispersive X-ray Spectrometer) atau WDS (Wavelength Dispersive X-ray

Spectrometer) (Handayani dkk., 1996).

`

(37)

21

3. Instrumentasi PSA (Sedigraf)

Metode sedigraf digunakan untuk menentukan distribusi ukuran partikel yang

secara luassudah dipakai dalam berbagai aplikasi sejak tahun 1967. Instrumentasi

ini sudah melalui pembuktian dalam kecepatan, kemampuan penanganan sampel,

dan reduksi data dan presentasi sejak diperkenalkan. Dasar metode analisis,

pengukuran partikel dengan mengukur kecepatan dan penentuan fraksinasi massa

dengan kerelatifan absorbsi sinar-X pada energi yang rendah.Sedigraf

menggunakan sinar-X sebagai tanda horizontal tipis untuk mengukur konsentrasi

partikel massa secara langsung dalam medium cairan. Ini dilakukan pada

pengukuran pertama intensitas massa, Imax dari garis dasar atau keterangan atau

informasi yang ditransmisikan sinar-X yang sudah diproyeksikan melalui medium

cairan sebelum pengenalan sampel. Sebagai sirkulasi cairan yang berkelanjutan,

sampel berupa padatan dimasukkan ke wadah cairan dan dicampur sampai

penyebaran aliran suspensi sampel berupa padatan homogen dan penyebaran

cairan dipompa melalui sel.

Sampel berupa padatan lebih banyak mengabsorbsi sinar-X daripada cairan, oleh

karena itu transmisi sinar-X dikurangi. Sejak pencampuran suspensi yang

homogen, intensitas diasumsikan sebagai nilai konstan, Imin, untuk transmisi

sinar-X dalam skala pengurangan yang penuh.

Aliran pencampuran dihentikan dan penyebaran yang homogen dimulai untuk

menyelesaikan pentransmisian intensitas sinar-X yang dimonitor pada depth - s.

Selama proses sedimentasi, partikel yang besar menempati tempat pertama di

(38)

22

dan yang tertinggal hanya cairan yang bersih. Semakin banyak partikel besar yang

menempati di bawah zona pengukuran dan tidak digantikan dengan ukuran

partikel yang sama yang menempati dari atas, maka pelemahan sinar-X berkurang

(Webb, 2002).

Gambar 7. Diagram proses fraksinasi massa dalam sedigraf (Webb, 2002).

Ruang sampel besar jatuh terlebih dahulu ke daerah pengukuran

(39)

23

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Anorganik Fakultas Matematika

dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung pada bulan April sampai Juni

2014. Analisis menggunakan Mikroskop Optik dilakukan di Laboratorium

Biologi Universitas Lampung. Selain itu, analisis morfologi menggunakan

instrument SEM (Jeol JSM-6360la) dilakukan di Laboratorium PTBIN BATAN

Serpong dan analisis menggunakan instrument PSA (Coulter LS 1000) dilakukan

di Laboratorium Biomassa Terpadu Universitas Lampung.

B. Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini, yaitu alat-alat gelas yang sering

digunakan di laboratorium, water bath, botol-botol plastik, pengaduk magnet,

oven, neraca analitik merek Airshwoth AA-160, Spektrofotometer IR, Scanning

Electron Microscopy (SEM) merek JEOL jsm-6510la serta Particle Size Analyzer

(PSA) merek Coulter LS 100Q.

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu CaCl2 anhidrat, Na2CO3,

(40)

24

C. Prosedur Penelitian

1. Pembuatan Ekstrak Biji Pinang

Ekstrak biji pinang dibuat dengan cara mengeringkan buah pinang

dengan menggunakan sinar matahari kurang lebih selama 2 minggu

kemudian dikupas kulitnya dan dipotong-potong bijinya menjadi

kecil-kecil. Untuk menghilangkan kadar air yang masih tersisa pada biji

pinang, biji dikeringkan kembali dengan menggunakan oven dan

ditimbang hingga beratnya konstan, kemudian dihaluskan dengan

menggunakan blender. Selanjutnya dibuat larutan biji pinang dengan

konsentrasi 1000 ppm, sebanyak 1 gram serbuk biji pinang dilarutkan

dalam akuades hingga volumenya mencapai 1 liter dalam gelas bejana.

Larutan tersebut diaduk menggunakan pengaduk magnet selama 2-3 jam

dengan suhu 90 °C kemudian larutan disaring menggunakan kertas

saring. Larutan yang telah disaring tersebut adalah ekstrak dari biji

pinang. Untuk mengetahui kandungan yang terdapat dari ekstrak biji

pinang, dilakukan analisis gugus fungsi menggunakan spektrofotometer

(41)

25

2. Pengujian Ekstrak Biji Pinang Sebagai Inhibitor dalam Pengendapan Kristal CaCO3

Tahapan untuk menguji ekstrak biji pinang sebagai inhibitor dalam

pengendapan kristal CaCO3 dengan metode unseeded experiment

dilakukan dengan rangkaian percobaan sebagai berikut:

a. Penentuan Laju Pertumbuhan CaCO3 tanpa Penambahan Inhibitor pada Konsentrasi yang Berbeda

Larutan pertumbuhan dibuat dengan cara melarutkan 0,050 M CaCl2 dan

0,050 M Na2CO3 masing-masing dalam akuades hingga mencapai

volume 200 mL. Masing-masing larutan dimasukkan ke dalam gelas

kimia dan diaduk menggunakan pengaduk magnet selama 10-15 menit

dengan suhu 90 °C untuk menghomogenkan larutan. Selanjutnya, kedua

larutan tersebut dicampur agar terbentuk kerak CaCO3 kemudian

dimasukkan ke dalam 6 gelas plastik masing-masing 50 mL dan

diletakkan dalam water bath pada suhu 90 °C selama 10-15 menit untuk

mencapai kesetimbangan. Pengamatan akan dilakukan setiap lima menit

sekali. Dalam lima menit sekali, satu botol diambil kemudian larutan

dalam botol tersebut disaring menggunakan kertas saring, dicuci dengan

akuades, dan dikeringkan menggunakan oven pada suhu 80 °C selama

3-4 jam. Percobaan ini diulang dengan variasi konsentrasi larutan CaCl2

(42)

26

ditimbang untuk mengetahui berat kristal yang terbentuk dan didiamkan

selama 1 hari untuk melihat morfologi kristal yang terbentuk.

b. Penentuan Laju Pertumbuhan CaCO3 dengan Penambahan Inhibitor pada Konsentrasi yang Berbeda

Larutan pertumbuhan dibuat dengan cara melarutkan 0,050 M CaCl2 dan

0,050 M Na2CO3 masing-masing dalam larutan ekstrak biji pinang 50

ppm hingga mencapai volume 200 mL. Masing-masing larutan

dimasukkan ke dalam gelas kimia dan diaduk menggunakan pengaduk

magnet selama 10-15 menit dengan suhu 90 °C untuk menghomogenkan

larutan. Selanjutnya, kedua larutan tersebut dicampur agar terbentuk

kerak CaCO3 kemudian dimasukkan ke dalam 6 gelas plastik

masing-masing 50 mL dan diletakkan dalam water bath pada suhu 90 °C selama

10-15 menit untuk mencapai kesetimbangan. Pengamatan akan

dilakukan setiap lima menit sekali. Dalam lima menit sekali, satu botol

diambil kemudian larutan dalam botol tersebut disaring menggunakan

kertas saring, dicuci dengan akuades, dan dikeringkan menggunakan

oven pada suhu 80 °C selama 3-4 jam. Percobaan ini diulang dengan

variasi konsentrasi larutan CaCl2 dan Na2CO3 sebesar 0,075, 0,100 M.

Selanjutnya, endapan tersebut ditimbang untuk mengetahui berat kristal

yang terbentuk dan didiamkan selama 1 hari untuk melihat morfologi

(43)

27

3. Analisa Data

Data yang diperoleh berupa jumlah endapan terhadap waktu dengan

variasi konsentrasi larutan pertumbuhan dan variasi konsentrasi inhibitor,

masing-masing diplot sebagai jumlah endapan terhadap waktu

menggunakan Microsoft Excel. Nilai slope yang diperoleh dari

masing-masing grafik merupakan pertumbuhan kerak CaCO3. Morfologi kerak

CaCO3 sebelum atau sesudah penambahan inhibitor dianalisis

menggunakan SEM. Perubahan ukuran partikel dari kelimpahan kalsium

karbonat pada masing-masing endapan dari setiap percobaan yang

(44)

43

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka diperoleh kesimpulan sebagai

berikut:

1. Senyawa ekstrak biji pinangdapat digunakan sebagai inhibitor

kerakCaCO3.Hal ini dilihat dari perbedaan nilai laju pertumbuhan, morfologi,

dan ukuran partikel inti kristal CaCO3.

2. Pada penelitian ini konsentrasi optimum inhibitor ekstrak biji pinangdalam

menghambat laju pembentukan inti serta pertumbuhan kerak CaCO3

0,05 M adalah 250 ppm dengan keefektifan sebesar 20 %.

3. Analisis menggunakan SEM menunjukkan bahwa morfologi permukaan

kerak CaCO3 sebelum penambahan inhibitor lebih tebal dan besar

permukaannya dibandingkan sesudah penambahan inhibitorsenyawa ekstrak

biji pinang yang terlihat lebih rapuh.

4. Analisis menggunakan PSA menunjukkan bahwa distribusi ukuran partikel

kerak CaCO3 mengalami penurunan setelah ditambahkan inhibitorsenyawa

(45)

44

B. Saran

Dengan keterbatasan zat aktif yang terdapat pada inhibitor dalam menghambat

kerak CaCO3, maka penulis memberikan saran yaitu perlu dilakukannya

(46)

DAFTAR PUSTAKA

Al-Deffeeri, N. S. 2006. Heat Transfer Measurement as a Criterion For Performance Evaluation of Scale Inhibition in MSF Plants in Kuwait. Desalination. Vol. 204. pp. 423-436.

Amjad, Z. 1995. Kinetics of crystal growth of calcium sulfate dihydrate, The influence of polymer composition, molecular weight, and solution pH. Can. J. Chem. Vol. 66.

Asmarani, D. 2011. Pengaruh Penambahan Senyawa Turunan Kaliksarena dan Ekstrak Gambir Sebagai Inhibitor Kerak Kalsium Sulfat (CaSO4).

(Skripsi Tidak Diterbitkan). Jurusan Kimia FMIPA Universitas

Lampung. Lampung.

Asnawati. 2001. Pengaruh Temperatur Terhadap Reaksi Fosfonat dalam

Inhibitor Kerak pada Sumur Minyak. Jurnal ILMU DASAR. Vol.2.

No.1:20.

Badr, A. and A. A. M. Yassin. 2007. Barium Sulfate Scale Formation in Oil Reservoir During Water Injection at High-Barium Formation Water.

Journal of Applied Sciences. 7 (17) ; 2393-2403.

Bhatia, A. 2003. Cooling Water Problems and Solutions, Continuing Education

and Development, Inc. 9 Greyridge Farm Court Stony Point, NY 10980. Course no: M05-009.

Cotton, F. A dan G. Wilkinson. 1989. Kimia Anorganik Dasar. UI-Press. Jakarta.

Dewi, D.F. dan M. Ali . 2003. Penyisihan Fosfat dengan Proses Kristalisasi dalam Reaktor Terfluidasi Menggunakan Media Pasir Silika. Jurnal

(47)

Donachy, J. E. and C. S. Sikes. 1994. Thermal Polycondensation Synthesis of Biomimetic Serine-Containing Derivatives Polyaspartate: Potent Inhibitors of Calsium Carbonate Phosphate Crystallisation. J. Polymer Science. Vol. 32. pp. 789-795.

Engleson, J. 2008. Scale Inhibitors. Avista Technologies, Inc. 133 North Pacific

Street, San Marcos.

Fine, A.M. 2000. Oligomeric Proanthocyanidin Complexes: History, Structure, and phytopharmaceutical Applications, Altern Med

Rev,5(2):144-151.

Gabriel, Bl. 1985. SEM : A User’s Manual for Material Science. American Society for Metal.

Gill, J. S. 1999. A Novel Inhibitor For Scale Control in Water Desalination.

Desalination. Vol. 124. pp. 43-50.

Hagerman, A.E. 2002. Condensed Tannin Structural Chemistry. Department of

Chemistry and Biochemistry, Miami University, Oxford, Ohio 45056.

Halimatuddahliana. 2003. Pencegahan Korosi dan Scale Pada Proses Produksi Minyak Bumi. Laporan Penelitian Universitas Sumatera Utara.

Medan.

Handayani, A., Sumaryo and A. Sitompul. 1996. Teknik Pengamatan

Strukturmikro dengan SEM-EDAX. Makalah Kunjungan dan Demo PTBIN BATAN. Serpong.

Hasson, D. and R. Semiat. 2005. Scale Control in Saline and Wastewater Desalination. Israel Journal of Chemistry. Vol. 46. pp. 97-104.

He, S., A. T. Kan and M. B. Tomson. 1999. Inhibition of Calsium Carbonate Precipitation in NaCl Brines From 25 to 90°C. Applied

(48)

Jones, F., M. Mocerino, M. Ogden, A. Oliveria and G. Parkinson. 2005. Bio-inspired Calix[4]Arene Additives for Crystal Growth Modification of Inorganic Materials. Crystal Growth and Design. 5: 2336-2343.

Kemmer, F. N. 1979. The Nalco Water Hand Book. Nalco Chemical Co. Mc

Graw Hill Book CO. New York, 20. pp. 1-19.

Lestari, D. E., G. R. Sunaryo, Y. E. Yulianto, S. Alibasyah dan S. B. Utomo. 2004. Kimia Air Reaktor Riset G.A.Siwabessy. Makalah Penelitian P2TRR dan P2TKN BATAN. Serpong.

Lestari, D.E. 2008. Kimia Air, Pelatihan Operator dan Supervisor Reaktor Riset.

Pusat Pendidikan dan Pelatihan BATAN. Serpong.

Maley, M. 1999. Inhibition of Calcite Nucleation and Growth Using

Phosphonate. Curtin University of Technology Western Australia.

Australia.

Manoli, F., J. Kanakis, P. Malkaj and E. Dalas. 2003. The Effect of Aminoacids on The Crystal Growth of Calsium Carbonate. Journal of Crystal Growth. Vol. 53. pp. 105-111.

Miksic, B. A., A. Y. Furman dan M. A. Kharshan. 2005. Biodegradable and Renewable Raw Materials in a New Generation of Water-Treatment Products. Cortec Corporation. Saint Paul.

Nonaka, G. 1989. Isolation and structure elucidation of tannins. Pure & Appl,

Chem. 61 (3): 357-360.

Nunn, R.G. 1997. Water Treatment Essentials far Boiler Plant Operation. Mc

Graw Hill. New York.Capillary Zone Electrophoresis. Elsevier B.V. Journal of Chromatography A, 934. 113-122.

Patton, C. 1981. Oilfield Water System. 2 ed. Cambeel Petroleum Series.

(49)

Salimin, Z., dan Gunandjar. 2007. Penggunaan EDTA sebagai Pencegah

Timbulnya Kerak pada Evaporasi Limbah Radioaktif Cair. Prosiding PPI – PDIPTN. Pustek Akselerator dan Proses Bahan – BATAN.

Yogyakarta.

Sikiric, M.D. dan H. F. Milhofer. 2007. Advances in Colloid and Interface Science. 128-130(2006). Hal 135-158.

Sugianto, R. 2010. http://ridwansugianto.blogspot.com/2010/02/jambe.html. Diakses tanggal 26 maret 2014.

Suharso, Buhani, S. Bachri and T. Endaryanto. 2010. The Use of Gambier

Extracts from West Sumatra as a Green Inhibitor of Calcium Sulfate (CaSO4) Scale Formation. Asian J. Research Chem. Vol. 3(1). pp.

183-187.

Suryadi, E. 1984. Penelitian Pembuuatan Tepung Pinang dan Sifat – Sifat Fisika

Kimianya.Balai Penelitian dan Pengembangan Industri. Banda Aceh

Svehla, G. 1990. Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro.

Alih Bahasa Oleh L. Setiono dan A. H pudjaatmaka. PT. Kalman Media Pustaka. Jakarta.

Tzotzi, C., T. Pahiadaki, S. G. Yiantsios, A. J. Karabelas, N. Andritsos. 2007. A study of CaCO3 scale formation and inhibition in RO and NF membrane Processes, desalination, vol 296, pp;171-184.

Wang, C.K. and W. H. Lee. 1996. Separation, Characteristics, and Biological Activities of Phenolics in Areca Fruit, J. Agric. Food Chem.,

44(8):2014 -2019.

Webb, P. A., 2002. Interpretation of Particle Size Reported by Different Analytical Technique Diakses melalui www.micromeristics.com

pada tanggal 5 Maret 2009 Pukul 14.00 WIB.

Weijnen, M. P. C., W. G. J. Marchee, and Rosmalen G. M. V. 1983.

(50)

Zeiher, E.H.K., H. Bosco, and K. D. Williams. 2003. Novel Antiscalant Dosing Control. Desalination 157. 209-216.

Zhang, Y and R. A. Dawe. 2000. Influence of Mg2+ on The Kinetics of Calcite Precipication and Calcite Crystal Morphology. Chemical Geology.

Vol. 163. pp. 129-138.

Gambar

Gambar 1.Tahapan kristalisasi(Zeiheret al., 2003).
Gambar 2. Skema umum mekanisme pembentukan deposit kerak air(Salimin dan Gunandjar, 2007)
Gambar 3.Reaksi hidrolisis polifosfat (Gill, 1999).
Gambar 4. Biji Pinang.
+4

Referensi

Dokumen terkait

menggunakan GC-MS dapat dipastikan bahwa produk yang dihasilkan dari reaksi transesterifikasi minyak kelapa sawit adalah metil ester asam lemak (biodiesel)..

Pada penelitian ini, pembahasan dibatasi pada pengaruh penambahan molekul silika sekam padi terhadap pembuatan komposit titania silika berdasarkan keadaan struktur dan

Penelitian ini dilakukan untuk mempelajari potensi MgO-SiO 2 yang disintesis dengan metode sol-gel dari silika sekam padi dan magnesium nitrat sebagai katalis

Dalam penelitian ini telah dilakukan penambahan inhibitor ekstrak gambir, kemenyan putih, asam benzoat, dan asam sitrat pada kerak CaCO 3 menggunakan.. metode tanpa

Synthesis of Fatty Acid Methyl Ester from Crude Jatropha ( Jatropha curcas Linnaeus) Oil Using Aluminium Oxide Modified Mg-Zn Heterogeneous Catalyst.. Production

Penambahan kalium fluorida (KF) pada Mg-Al hydrotalcite-like yang disintesis dari brine water sebagai katalis dalam reaksi transesterifikasi minyak kelapa sawit

Oleh karena uji aktivitas yang dilakukan pada beberapa katalis heterogen berbasis silika sekam padi sebelumnya khususnya pada reaksi transesterifikasi masih

hasil penelitian diperoleh metil ester (biodiesel) yang dihasilkan dari 50 ml minyak biji kapuk dan 300 ml metanol menggunakan katalis zeolit sekam padi sebanyak 2 gram dan hasil