Justice Collaborator dalam Mengungkap Kasus Pembakaran Lahan
Oleh: Bagus Gede M.W.A*Kepungan kabut asap di Sumatera dan Kalimantan menyebabkan Indonesia menjadi sorotan masyarakat internasional. Beragam berita muncul di berbagai platform media, mulai media cetak, elektronik dan internet memberikan atensi khusus mengenai situasi darurat asap yang terjadi. Tak hanya memberitakan soal asap saja, media juga mengupas ragam kerugian yang timbul dari pembakaran lahan, baik di bidang medis, akademis, bisnis dan transportasi.
Kebakaran lahan, atau lebih tepatnya pembakaran lahan bukanlah problematika yang baru-baru ini mencuat ke permukaan. Bak hari libur nasional, masalah ini selalu muncul sebagai agenda tahunan dalam kalender masyarakat di Indonesia. Lahan yang terbakar selain hutan yang dibuka oleh warga juga meliputi lahan perkebunan yang sengaja dibakar oleh pemiliknya. Salah satu alasan kebakaran lahan menjadi siklus tahunan adalah penindakan yang hanya menyasar pada pelaku lapangan. Dari tahun ke tahun aktor intelektual pemberi perintah di belakang layar tetap bebas dan leluasa mencari suruhan baru untuk membakar lahan demi kepentingan pribadi atau golongannya.
Pemerintah dan aparat penegak hukum untuk kasus pembakaran lahan tahun ini sudah mengubah pendekatan pertanggungjawaban pidana, kini korporasi dan atau direksi yang disinyalir turut andil di belakang layar dalam pembakaran lahan sudah mulai dijerat pidana.
Justice collaborator dalam Pidana Kebakaran Lahan
Menjerat aktor intelektual pembakaran lahan dapat dilakukan jika pelaku lapangan kooperatif untuk membuka identitas pihak yang menyuruh lakukan mereka untuk membakar lahan. Dalam dunia hukum pelaku yang mau bekerja sama memberikan kesaksian untuk membuat terang suatu tindak pidana dikenal dengan sebutan justice collaborator. Produk hukum yang secara eksplisit menggunakan istilah justice collaborator dalam hukum Indonesia adalah Surat Edaran Mahkamah Agung nomor 04 Tahun 2011. SEMA ini memadankan pengertian saksi pelaku yang bekerja sama dalam Undang-Undang nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban sebagai justice collaborator.
collaborator, namun sayangnya undang-undang ini tidak mengatur ketentuan pidana pembakaran hutan. Adapun definisi Perusakan hutan dalam undang-undang ini adalah suatu proses, cara, atau perbuatan merusak hutan melalui kegiatan pembalakan liar, penggunaan kawasan hutan tanpa izin atau penggunaan izin yang bertentangan dengan maksud dan tujuan pemberian izin di dalam kawasan hutan yang telah ditetapkan, yang telah ditunjuk, ataupun yang sedang diproses penetapannya oleh Pemerintah. Padahal masyarakat awam pun tahu bahwa pembakaran hutan adalah salah satu bentuk perusakan hutan yang selalu berulang dari tahun ke tahun.
Ketiadaan aturan mengenai justice collaborator dalam legislasi yang mengatur pidana pembakaran lahan tak berarti pelaku lapangan selaku justice collaborator tidak difasilitasi. Ketentuan justice collaborator dalam UU Perlindungan Saksi dan Korban dapat digunakan dalam kasus pembakaran lahan mengingat doktrin lex specialis derogat legi generali, ketentuan hukum yang khusus mengesampingkan ketentuan hukum umum. Dalam UU Perlindungan Saksi dan Korban memberikan keterangan tanpa tekanan adalah hak dari saksi, implikasinya justice collaborator atau pelaku yang bekerjasama bisa dan berhak untuk memberi keterangan.
Adapun hak dari pelaku untuk bersaksi diberikan pada kasus-kasus tertentu sebagaimana penjelasan pasal 5 ayat (2) UU Perlindungan Saksi dan Korban, antara lain, tindak pidana korupsi, tindak pidana narkotika/psikotropika, tindak pidana terorisme, dan tindak pidana lain yang mengakibatkan posisi Saksi dan Korban dihadapkan pada situasi yang sangat membahayakan jiwanya. Melihat jenis-jenis tindak pidana yang dijabarkan dalam penjelasan pasal 5 ayat (2) UU Perlindungan Saksi dan Korban secara eksplisit tindak pidana pembakaran hutan tidak meliputi jenis tindak pidana yang memperoleh perlindungan saksi, namun redaksi lanjutan penjelasan pasal …tindak pidana lain yang mengakibatkan posisi Saksi dan Korban dihadapkan pada situasi yang sangat membahayakan jiwanya. memungkinkan untuk keberadaan justice collaborator dalam perkara pembakaran lahan.
Pelaku Lapangan Sebagai Justice Collaborator
pembakaran lahan bisa dipastikan tahun depan dan tahun-tahun setelahnya pemberitaan pembakaran hutan dan kerugian turunannya akan tetap mencoreng citra Indonesia di mata dunia.