TAHUN 2014
Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN
OLEH :
Najib Askar
NIM: 1112103000048
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
ii Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Laporan penelitian ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya asli saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Ciputat, 19 Oktober 2015
Najib Askar
Materai
v
Assalamualaikum wa rahmatullahi wa barakatuh.
Puji syukur peneliti panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penelitian ini dapat diselesaikan. Shalawat serta salam tidak lupa peneliti sampaikan kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan sahabatnya.
Alhamdulillahi rabbil alamin, penelitian ini telah selesai, dan akan sulit terselesaikan jika tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, saya mengucapkan banyak terima kasih kepada:
1. Prof. Dr.(hc) dr. MK Tajudin, SpAnd dan Prof. Dr. Arif Sumantri, SKM, M.Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta periode lalu dan periode saat ini.
2. dr. Witri Ardini, M.Gizi, SpGK dan Achmad Zaki, M.Epid, SpOT selaku Kepala Program Studi Pendidikan Dokter FKIK UIN Syarif Hidayatullah periode lalu dan periode saat ini.
3. dr. Sayid Ridho, SpPD, FINASIM dan dr. Dwi Tyastuti, M.PH, Ph.D selaku dosen pembimbing satu dan dua yang selalu membimbing, mengarahkan, dan memberi motivasi kepada peneliti mulai dari awal hingga akhir penelitian.
4. dr. Hadianti, SpPD dan dr. Riva Auda, SpA, M.Kes selaku penguji sidang pertama dan kedua pada laporan penelitian ini yang telah bersedia meluangkan waktu di tengah kesibukannya untuk menguji penelitian ini dalam sidang skripsi.
5. dr. Nouval Shahab, SpU, Ph.D, FICS, FACS dan dr. Flori Ratna Sari, Ph.D selaku penanggung jawab riset Program Studi Pendidikan Dokter angkatan 2012 yang telah memberikan motivasi sehingga saya dapat menyelesaikan penelitian tepat pada waktunya.
vi
dan Ibunda Mahmilda yang selalu memberikan dukungan kepada peneliti baik secara moral maupun materi.
8. Ketiga saudara kandung saya, Ka Nadiah Askar, Ibrahim Askar, dan Farhan Askar, serta seluruh keluarga besar saya yang senantiasa membuat saya semangat dan kuat dalam mengikuti proses pembelajaran di Program Studi Pendidikan Dokter FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
9. Untuk teman seperjuangan kelompok penelitian saya, Ahmad Sofyan, Alwi Muarif Kurniawan, M. Aulia Fahmi, dan Ahmad Nabil A.J yang telah berjuang bersama dan bahu-membahu untuk menyelesaikan penelitian ini.
10. Untuk PJ Modul Riset Mahasiswa, Abdul Rasyid dan Novia Putri yang telah membantu dalam berkoordinasi dengan pihak dosen demi berjalannya modul riset dan berlangsungnya penelitian mahasiswa.
11. Untuk Wakwaw PSPD 2012, Latanza Brothers 2015, seluruh Murid dan Tutor Latanza Institute, Pascal, dan sahabat-sahabat saya yang selalu membuat saya terus termotivasi dalam mengerjakan penyusunan penelitian ini.
12. Untuk Rakha Faturachman, Rizky Ananda Prawira, M. Ilyas Saputera, dan Hylman Mahendra yang telah membantu dalam proses pengerjaan penelitian ini.
13. Untuk pengurus dan penghuni Wisma Annisa, khususnya Muhamad Rosyid, Azwar Lazuardi, dan Abdelrahman yang telah membantu dan memotivasi saya dalam proses pengerjaan penelitian ini.
14. Untuk Fathya Fiddini Elfajri yang telah membantu dalam penyusunan penelitian ini baik secara langsung maupun tidak langsung.
15. Untuk seluruh mahasiswa PSPD 2012 yang terus semangat bersama dalam menimba ilmu di PSPD UIN Syarif Hidayatullah.
vii
membangun bagi penelitian ini. Semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi masyarakat dan para pembaca.
Ciputat, 19 Oktober 2015
viii
Najib Askar. Program Studi Pendidikan Dokter. Profil Pasien Demam Berdarah Dengue di Rumah Sakit Umum Daerah Cengkareng Tahun 2014.
Demam berdarah dengue (DBD) merupakan salah satu masalah kesehatan utama banyak negara di dunia. Asia Tenggara merupakan wilayah dengan kasus DBD terbanyak di dunia, dan Indonesia adalah negara dengan kasus DBD terbanyak di Asia Tenggara. Meskipun demikian, masih sangat sedikit studi mengenai DBD di Indonesia. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui profil pasien DBD dengan menggunakan studi potong lintang dan bersifat deskriptif. Pada penelitian ini didapatkan sampel sebanyak 67 pasien yang dirawat inap di RSUD Cengkareng. Pada hasil penelitian didapatkan demografi pasien dengan 41 anak dan 26 dewasa, 34 laki-laki dan 33 perempuan serta kejadian tertinggi terdapat pada bulan April. Gejala klinis tersering yaitu demam pada 100%, mual pada 86,6%, anoreksia pada 73,1%, muntah dan malaise pada 56.7% pasien.. Hasil laboratorium dengan trombositopeni pada anak sebanyak 61% dan pada dewasa 30,8%, leukopeni pada dewasa 61,5%, peningkatan hematokrit ≥20%, pada dewasa sebanyak 38,5%. Tidak ditemukan kasus dengan kematian pada penelitian ini.
Kata Kunci: Demam berdarah Dengue, Gambaran Klinis
ABSTRACT
Najib Askar. Medical Education Department. Profile Dengue Haemorrhagic Fever at Central Hospital of Cengkareng 2014.
Dengue haemorrhagic fever (DHF) is one of the major health problems in many countries in the world. Southeast Asia is a region with highest DHF cases in the world, and Indonesia is a country with the highest DHF cases in Southeast Asia. Neverthless, a few researchs of DHF in Indonesia. This study was conducted to determine the profiles of DHF patients using cross-sectional study and descriptive type. The study obtained sample of 67 hospitalized patients in General Hospital of Cengkareng. The result of patient demographics from this research were 41 children and 26 adults, 34 men and 33 women, and the highest incidence was in April. The most common clinical symptoms were fever occured in all patients, nausea in 86.6%, anorexia in 73.1%, vomit and malaise in 56.7%. The laboratory results with thrombocytopenia occurred in 61% children and 30.8% adults, leukopeni occurred in 61.5% adult, increase in hematocrit ≥20% occurred in 38.5% adults. No death case found in this study.
ix
LEMBAR JUDUL...i
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA... ii
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING... iii
LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN... iv
KATA PENGANTAR...v
ABSTRAK... viii
DAFTAR ISI... ix
DAFTAR TABEL... xi
DAFTAR GAMBAR...xii
BAB I. PENDAHULUAN...1
1.1. Latar Belakang... 1
1.2. Rumusan Masalah...2
1.3. Tujuan Penelitian... 2
1.3.1. Tujuan Umum... 2
1.3.2. Tujuan Khusus... 2
1.4. Manfaat Penelitian... 2
1.4.1. Bagi Peneliti...2
1.4.2. Bagi Masyarakat... 2
1.4.3. Bagi Institusi... .. 3
1.4.4. Bagi Tenaga Medis... 3
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA... 4
2.1. Landasan teori ... 4
2.1.1. Definisi... 4
2.1.2. Epidemiologi ... 4
2.1.3. Etiologi ...6
2.1.4. Penularan...6
2.1.5. Patogenesis dan Patofisiologi... 7
2.1.6. Gambaran Klinis... 10
2.1.7. Klasifikasi dan Diagnosis... 11
2.2. Kerangka Teori... 13
2.3. Kerangka Konsep ... 14
2.4. Definisi Operasional... 15
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN... 20
3.1. Desain Penelitian... 20
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian... 20
3.3. Populasi dan Sampel... 20
3.3.1. Populasi dan Sampel yang Diteliti...20
3.3.2. Jumlah Sampel... 20
3.3.3. Cara Pengambilan Sampel... 21
3.3.4. Kriteria Sampel... ... 21
x
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN... 24
4.1. Sebaran Demografi Pasien ... 24
4.2. Gambaran Klinis Pasien ... 33
4.3. Karakteristik Penatalaksanaan Pasien ... 40
4.4. Angka Kematian Pasien ... 41
BAB V. SIMPULAN DAN SARAN... 42
5.1. Simpulan ... 42
5.2. Saran... 43
DAFTAR PUSTAKA... 44
xi
Tabel 2.1. Klasifikasi Infeksi Dengue dan Tingkat Keparahan DBD...10
Tabel 4.1. Sebaran Sosio-Demografi Pasien DBD... 24
Tabel 4.2. Distribusi Pasien DBD Anak dan Dewasa Berdasarkan Jenis Kelamin...25
Tabel 4.3. Distribusi Alamat Pasien... 26
Tabel 4.4. Distribusi Pasien Berdasarkan Pekerjaannya...27
Tabel 4.5. Distribusi Pasien Berdasarkan Suku... 27
Tabel 4.6. Distribusi Tingkat Pendidikan pada Pasien Anak dan Dewasa... 28
Tabel 4.7. Distribusi Status Pernikahan Pasien Anak dan Dewasa... 29
Tabel 4.8. Karakteristik Lama Rawat Inap... 31
Tabel 4.9. Sebaran Pasien Berdasarkan Jalur Masuk Rumah Sakit...32
Tabel 4.10. Distribusi Indeks Massa Tubuh pada Pasien Anak Berdasarkan Kurva Pertumbuhan WHO 2007... 32
Tabel 4.11. Distribusi Indeks Massa Tubuh pada Pasien Dewasa Berdasarkan Klasifikasi WHO Asia Pasifik... 33
Tabel 4.12. Gambaran Klinis pada Pasien Anak... 33
Tabel 4.13. Gambaran Klinis Pada Pasien Dewasa... 35
Tabel 4.14. Interpretasi Hasil Laboratorium pada Pasien Anak... 35
Tabel 4.15. Gambaran Hasil Laboratorium pada Pasien Dewasa...37
Tabel 4.16. Pemeriksaan Laboratorium dan Penunjang yang Dilakukan... 38
Tabel 4.17. Sebaran Pasien Berdasarkan Diagnosis... 39
Tabel 4.18. Tatalaksana Cairan pada Pasien...40
Tabel 4.19. Jenis dan Frekuensi Tindakan yang Dilakukan pada Pasien...40
xii
Gambar 2.1. Angka Kesakitan DBD per 100.000 Penduduk Tahun
xiii APC :Antigen Presenting Cell
DBD : Demam Berdarah Dengue
DD : Demam Dengue
DSS :Dengue Shock Syndrome
ICAM :Intracellular Adhesion Moleculle
IFN : Interferon
IgG : Imunoglobulin G
IgM : Imunoglobulin M
IL : Interleukin
IMT : Indeks Massa Tubuh
NO : Nitrit Oksida
PAF : Platelet Activating Fator
TNF :Tumor Necroting Factor
1
1.1. Latar Belakang
Penyakit demam berdarah dengue (DBD) merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh infeksi Virus Dengue. Virus Dengue dapat masuk ke dalam sistem peredaran darah manusia melalui gigitan nyamuk yang memiliki genus
Aedes.1 Gejala pada pasien yang terinfeksi dapat berupa demam ringan sampai tinggi, sakit kepala, nyeri pada daerah sekitar mata, nyeri otot dan persendian, ruam, hingga perdarahan spontan.2 Demam dengue (DD) menjadi salah satu masalah kesehatan utama banyak negara di dunia, khususnya negara dengan iklim tropis.3 Diperkirakan, sebanyak 2,5 milyar penduduk bumi tinggal di negara dengan endemik Virus Dengue, 52% darinya tinggal di Asia Tenggara yang terdiri dari 10 negara endemik Virus Dengue.4 Saatini dilaporkan sebanyak 100 hingga 200 juta kasus infeksi dengue terjadi setiap tahunnya yang tersebar pada kurang lebih 100 negara di seluruh dunia.3 Dari keseluruhan kasus yang tersebar di seluruh dunia tersebut, Asia Tenggara merupakan wilayah yang menempati angka kejadian tertinggi, yaitu 232.530 kasus pada tahun 2009, dengan 2.031 kasusnya berujung pada kematian.4
Indonesia merupakan negara dengan kasus DD tertinggi di Asia Tenggara, yaitu sebanyak 156.052 dari total 232.530 kasus pada tahun 2009, atau dengan kata lain, sepanjang tahun 2009, dari keseluruhan kasus di Asia Tenggara kurang lebih 67% kasus DD terjadi di Indonesia.4 Berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia 2013 yang dibuat oleh Kementrian Republik Indonesia menunjukkan bahwa, sepanjang tahun 2013 jumlah pasien DBD sebanyak 112.511 kasus atau sebanding dengan 45,85 kasus per 100.000 penduduk Indonesia, dengan 871 kasus berujung pada kematian.1
Peneliti berharap penelitian ini dapat menambah referensi yang ada mengenai gambaran klinis pasien DBD di Indonesia, khususnya di wilayah Cengkareng dan sekitarnya.
1.2. Rumusan Masalah
Bagaimana profil pasien demam berdarah dengue di Rumah Sakit Umum Daerah Cengkareng pada tahun 2014?
1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui sebaran gambaran klinis pasien rawat dengan demam berdarah dengue di RSUD Cengkareng pada tahun 2014.
1.3.2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui gambaran sosio-demografi pasien dengan demam berdarah dengue di RSUD Cengkareng pada tahun 2014.
b. Mengetahui sebaran gambaran klinis pasien anak dan dewasa dengan demam berdarah dengue di RSUD Cengkareng pada tahun 2014. c. Mengetahui angka kematian pasien demam berdarah dengue di RSUD
Cengkareng pada tahun 2014.
1.4. Manfaat Penelitian 1.4.1. Bagi Peneliti
a. Meningkatkan pengetahuan peneliti mengenai sebaran gambaran klinis demam berdarah dengue berdasarkan sosio-demografi pasien.
b. Menjadi prasyarat kelulusan dalam memperoleh gelar sarjana kedokteran.
1.4.2. Bagi Masyarakat
1.4.3. Bagi Institusi
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan baru dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan menjadi bahan referensi bagi peneliti berikutnya.
1.4.4. Bagi Tenaga Medis
4
2.1. Landasan Teori
Demam Berdarah Dengue 2.1.1. Definisi
Penyakit demam berdarah dengue (DBD) merupakan suatu penyakit yang didasari oleh infeksi Virus Dengue.1 Virus dengue dapat masuk ke dalam sistem peredaran darah manusia melalui gigitan nyamuk dari genus Aedes.1 Gejala pada pasien yang terkena DBD dapat berupa demam ringan sampai tinggi, sakit kepala, nyeri pada sekitar mata, nyeri otot dan persendian, ruam, hingga perdarahan spontan.2 Pada keadaan yang lebih berat, pasien dapat mengalami syok hipovolemik akibat kebocoran plasma yang disebut sebagai sindrom syok dengue (SSD).
2.1.2. Epidemiologi
Gambar 2.1. Angka Kesakitan DBD per 100.000 Penduduk Tahun 2008-2013 di Indonesia.1
memiliki angka kesakitan sebesar 59,02 kasus per 100.000 penduduk, angka kesakitan pada tahun 2013 memiliki nilai yang lebih rendah. Akan tetapi, bila dilihat dalam 3 tahun terakhir, yakni tahun 2011, 2012, dan 2013 yang masing-masing memiliki angka kesakitan sebesar 27,67, 37,27, dan 45,85 kasus, angka kesakitan dari tahun ke tahun cenderung memiliki tren peningkatan.1
Tiga daerah dengan angka kesakitan tertinggi adalah Bali dengan 168,48 kasus, Daerah Khusus Ibukota Jakarta dengan 104,04 kasus, dan Daerah Istimewa Yogyakarta sebesar 95,99 kasus per 100.000 penduduk.1 Bila jumlah kasus pada tahun 2013 dibandingkan dengan jumlah kasus pada tahun 2012, maka terjadi peningkatan sebanyak 90.425 kasus.1 Akan tetapi, angka kesakitan DBD yang ditargetkan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia pada tahun 2013 telah tercapai, yakkni≤52 kasus per 100.000 penduduk.1
Tingginya kasus, terutama kematian akibat DBD di Indonesia tidak terlepas dari kontrol dan pencegahan yang lemah oleh berbagai pihak, khususnya dari pemerintah dan masyarakat. Kebanyakan dokter di Indonesia juga belum menerapkan standar penanganan kasus DBD, sehingga jumlah kematian masih tinggi. Faktor penting lainnya adalah belum tersedianya obat spesifik atau vaksin untuk menangani dengue.
Berdasarkan laporan epidemiologi, angka kematian DBD di Indonesia mengalami penurunan dari 41,3% pada tahun 1968 menjadi 2,9% pada akhir tahun 1992, tahun 2000 kurang dari 2%, dan 0,8% pada tahun 2008. Laporan ini berbeda dengan angka kematian di rumah sakit yang masih cukup tinggi (5-15%) terutama di rumah sakit rujukan. Sampai saat ini angka kematian SSD masih tinggi, terutama pada penderita dengan penyulit perdarahan dan ensefalopati. Angka kematian di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta sebesar 20-26%, di RS Dr. Soetomo Surabaya sebesar 16-20%.
(36%), diikuti kelompok umur lebih 5 tahun (31%), kelompok 15-44 tahun (22%) lebih dari 45 tahun (11%). Data dari tahun menunjukkan proporsi jenis kelamin lelaki banyak dibanding perempuan pada semua umur.
Demam berdarah dengue biasanya paling banyak terjadi pada musim hujan, ketika suhu dan kelembabannya mendukung untuk perkembangbiakan dari vektornya.2
2.1.3. Etiologi
Penyakit demam berdarah dengue disebabkan oleh Virus Dengue yang masuk ke peredaran darah manusia melalui gigitan nyamuk. Virus ini merupakan virus dari genusFlavivirusdan familyFlaviviridae. Virus ini beukuran 50 nm dan merupakan Virus dengan rantai RNA tunggal. Virus Dengue terbentuk dari tiga protein struktural, yaitu protein inti (core), protein membran, dan protein selubung, dan juga memiliki tujuh protein struktural. Salah satu protein non-struktural yang dimiliki yaitu glikoprotein selubung, yaitu NS1, yang memiliki peran patogenesis yang penting terkait dengan kemampuan proses penggumpalan darah. Selain itu, juga dapat dapat digunakan untuk membantu menegakkan diagnosis infeksi dengue. Virus Dengue dibagi menjadi 4 serotipe, yaitu DENV-1, DENV-2, DENV-3, dan DENV-4.4
2.1.4. Penularan4
DBD ditularkan melalui vektor nyamuk betina Aedes aegypti ataupun
2.1.5. Patogenesis dan Patofisiologi5,6
Pada saat nyamuk menggigit manusia, Virus Dengue masuk ke peredaran darah dan menyebar ke epidermis dan dermis. Virus Dengue yang masuk ditangkap oleh sel Langerhans (makrofag kulit) dan selanjutnya sel tersebut memproses informasi tersebut dan berperan sebagai APC (Antigen Presenting Cell) yang mengantarkan informasi mengenai virus ke kelenjar getah bening terdekat. Setelah itu, APC mengaktifasi sel T-Helper dan menginduksi monosit dan makrofag lainnya untuk memfagosit virus.
Akan tetapi, Virus Dengue yang difagosit dapat bertahan hidup di dalam sel dan dapat menyebabkan pelepasan mediator kimiawi seperti interferon,
interleukin 1 (IL-1), IL-6, IL-12, dan TNF. Pelepasan mediator kimiawi inilah yang dapat menyebabkan gejala sistemik seperti demam dan peningkatan permeabilitas pembuluh darah. Selain itu, Virus Dengue yang sudah difagosit oleh makrofag juga dapat beramplifikasi dan menyebar ke peredaran darah, fase inilah yang disebut sebagai fase viremia. T-Helper yang diaktifasi tersebut akan mengaktifasi sel T sitotoksik dan sel B, sel T sitotoksik berperan dalam melisiskan makrofag yang sudah terinfeksi Virus Dengue, sementara sel B akan membentuk antibodi terhadap Virus Dengue. Proses di atas menyebabkan pelepasan mediator-mediator kimia yang dapat menyebabkan gejala sistemik. Selain itu, infeksi dari Virus Dengue juga dapat menyerang ke sumsum tulang yang merupakan tempat pembentukan sel-sel darah sehingga dapat menurunkan produksi sel-sel darah.
Gambar 2.2. Patogenesis Demam Berdarah Dengue.5
perlawanan dan mengatasi infeksi tersebut. Hal ini berbeda dengan infeksi sekunder Virus Dengue dengan serotipe yang berbeda. Pada keadaan ini, antibodi dapat mengikat antigen, namun tidak dapat menetralisirnya. Kompleks antigen-antibodi ini justru bersifat opsonisasi, sehingga memancing makrofag datang dan makrofag dengan mudah terinfeksi Virus Dengue. Pada akhirnya makrofag akan memproduksi IL-1, IL-6, TNFα, danplatelet activating factor(PAF).
TNFα dan sistem komplemen dapat menyebabkan kebocoran plasma melalui perusakan endotel dan efek vasoaktif yang memvasodilatasi pembuluh darah. Selain itu, efek dari komplemen dan PAF yang berlebihan juga dapat menginduksi koagulasi dan perdarahan. Selain itu, juga terdapat anti-NS1 yang berikatan dengan hepatosit, sel endotel, dan platelet. Efek pengikatan anti-NS1 pada sel endotel dapat menyebabkan pengeluaran nitrit oksida (NO) yang berlebihan dan dapat menyebabkan kerusakan pada sel endotel. Hal inilah yang dapat menyebabkan terganggunya fungsi endotel dan menyebabkan kebocoran plasma. Kebocoran plasma ini dapat menyebabkan gangguan perfusi ke jaringan, sehingga terjadi kompensasi tubuh dalam upaya menghilangkan gangguan perfusi ke jaringan. Bila keadaan kebocoran plasma memburuk dan berkepanjangan, maka dapat terjadi kondisi yang disebut sebagai sindrom syok dengue. Kebocoran plasma juga dapat terlihat dengan adanya peningkatan kadar hematokrit (hemokonsentrasi). Selain itu, ikatan anti-NS1 dengan sel endotel juga dapat menginduksi pengeluaran interleukin-6 (IL-6), IL-8, dan intracellular adhesion molecule 1 (ICAM-1). Anti-NS1 juga berikatan dengan trombosit, yang bisa berefek pada penurunan hitung trombosit (trombositopenia) dan bisa menyebabkan keluhan perdarahan.
2.1.5. Gambaran Klinis
Pada pasien demam berdarah dengue secara umum gambaran klinis bergantung pada fase perjalanan penyakit. Pada fase pertama, yaitu febrile phase akan muncul gejala demam tinggi yang akut dan sering diikuti dengan gejala lainnya seperti anoreksia, mual, muntah, sakit kepala, eritema pada kulit, nyeri otot, nyeri sendi, nyeri retro-orbita, dan fotofobia.7
Gejala perdarahan ringan seperti petekie, epistaksis, dan perdarahan gusi dapat muncul pada fase ini. Sedangkan perdarahan masif saat menstruasi dan perdarahan saluran cerna jarang ditemukan pada fase ini.4,7 Fase demam ini dapat berlangsung antara dua hingga tujuh hari pertama.7
Fase kedua disebut dengan fase kritis, pada fase ini, suhu tubuh pasien
menurun diantara 37,5-38 C, bahkan lebih rendah dari itu.7 Pada fase ini terjadi
kebocoran plasma yang didahului penurunan kadar leukosit yang progresif dan
penurunan hitung trombosit.7 Kebocoran plasma yang signifikan biasanya akan
berakhir setelah 24-48 jam. Kebocoran plasma ditandai dengan meningkatnya
kadar hematokrit dari nilai normalnya.5
Tingginya peningkatan hematokrit merupakan gambaran keparahan dari kebocoran plasma. Kebocoran plasma akan mempengaruhi tekanan darah pasien yang dapat menyebabkab syok.7 Bila terjadi syok yang berat dan atau berkepanjangan, maka hipoperfusi dapat mengakibatkan asidosis metabolik, kerusakan organ yang progresif, dan diseminata intravascular coagulation. Dan dapat berujung dengan keterlibatan banyak organ seperti hepatitis, ensefalitis, dan miokarditis. Meskipun pada DBD akan terjadi peningkatan hematokrit dan penurunan kadar leukosit, namun pada kasus ini perdarahan yang berat dan respon stress akan menyebabkan keadaan sebaliknya, yaitu meningkatnya leukosit dan menurunnya hematokrit.6
makan meningkat, keluhan pencernaan berkurang, keadaan hemodinamik mulai stabil, dan mulai terjadi pembentukan urin. Kadar hematokrit kembali ke nilai normal, atau terlihat lebih rendah karena efek pengenceran akibat banyaknya cairan yang diserap ke vaskular dan kadar leukosit pun mulai meningkat, akan tetapi pemulihan hitung trombosit terjadi lebih lambat dibanding dengan leukosit.7
2.1.6. Klasifikasi dan Diagnosis
WHO membagi infeksi dengue dan derajat keparahannya ke dalam 5 tingkat klasifikasi, yaitu demam dengue (DD), DBD tingkat 1, DBD tingkat 2, DBD tingkat 3, dan DBD tingkat 4.4
Tabel 2.1. Klasifikasi Infeksi Dengue dan Tingkat Keparahan DBD
Demam
Dengue
(DD)/DBD
Tingkat Tanda dan Gejala Hasil Laboratorium
DD
Demam dengan 2 gejala berikut :
• Sakit kepala
• Nyeri daerah belakang mata
• Nyeri otot
• Nyeri sendi/nyeri tulang
• Bercak kemerahan
• Manifestasi perdarahan
• Tidak ada bukti kebocoran plasma
• Tidak ada bukti kebocoran plasma
DBD I
Demam dan manifestasi perdarahan (positif pemeriksaantourniquet) dan adanya bukti kebocoran plasma.
Trombositopenia <100.000 sel/mm3; peningkatan hematokrit≥20%
DBD II
Sama seperti pada tingkat I dan ditambah dengan perdarahan spontan
Trombositopenia <100.000 sel/mm3; peningkatan hematokrit≥20%.
DBD III
Sama seperi pada tingkat I atau II dan ditambah dengan kegagalan sirkulasi (nadi lemah, selisih antara sistol-diastol≤20 mmHg, hipotensi, restlessness).
Trombositopenia <100.000 sel/mm3; peningkatan hematokrit≥20%
DBD IV
Sama seperti pada tingkat III dan ditambah dengan syok yang berkepanjangan dengan tekanan darah dan nadi yang tidak dapat
diukur.
(Sumber : Diolah dari Comprehensive guidelines for prevention and control of dengue and dengue haemorrhagic fever WHO SEAREO 2011)
Berdasarkan gambaran klinis pada tabel di atas, diagnosis dapat ditegakkan. Pada demam dengue diagnosis dapat ditegakkan bila pasien mengalami demam, tidak adanya bukti yang mendukung kebocoran plasma, dan memiliki minimal dua tanda dan gejala sebagai berikut,
a. Sakit kepala
b. Nyeri pada bagian belakang mata c. Nyeri otot
d. Nyeri sendi atau tulang e. Kemerahan pada kulit f. Tanda-tanda perdarahan
Data lainnya yang mendukung penegakkan diagnosis DD adalah dengan adanya hasil laboratorium seperti berikut,
a. Hitung leukosit <5.000 sel/mm3 b. Hitung trombosit <150.000 sel/mm3 c. Peningkatan hematokrit 5-10%
Untuk penegakkan diagnosis DBD tingkat 1 adalah demam, adanya manifestasi perdarahan, dan adanya tanda dari kebocoran plasma. Sementara hasil laboratorium yang mendukung adanya kebocoran plasma adalah hasil hitung trombosit yang kurang dari 100.000 sel/mm3 dan peningkatan kadar hematokrit
≥20%.
DBD tingkat 2 dapat ditegakkan bila muncul gambaran klinis yang sama dengan DBD tingkat 1, namun ditambah dengan adanya perdarahan spontan pada pasien.
Pada DBD tingkat 4, gambaran klinis sama dengan DBD tingkat 3, namun disertai ketidakbisaan pemeriksa untuk melakukan pengukuran tekanan darah dan nadi pasien.
2.2. Kerangka Teori
: Yang diteliti Nyamuk yang terinfeksi virus Dengue menggigit
manusia
Infeksi virus Dengue pada manusia
Asimptomatik Simptomatik
Demam Dengue Demam Berdarah
Dengue
Gambaran Gejala Klinis
2.3. Kerangka Konsep
Pasien Demam Berdarah Dengue
Gambaran Klinis
− Gejala
− Hasil laboratorium
− Pemeriksaan penunjang
− Diagnosis
− Tatalaksana
Sosio-Demografi Pasien
− Kelompok usia
− Jenis kelamin
− Alamat
− Pekerjaan
− Suku
− Tingkat pendidikan
− Status pernikahan
− Bulan rawat inap
− Lama rawat inap
− Jalur masuk rumah sakit
− Indeks massa tubuh
2.4. Definisi Operasional
No Variabel Definisi Alat
Ukur
Cara
Ukur
Skala Ukur
1. Rekam medis Suatu berkas yang berisikan
catatan dalam bentuk dokumen
mengenai identitas pasien, hasil
pemeriksaan, pengobatan,
,tindakan dan pelayanan lain
yang telah diberikan kepada
pasien.8
Baca Kategorik
2. Demam
berdarah
dengue (DBD)
Merupakan Pasien yang telah
terdiagnosis DBD yang sudah
dituliskan oleh dokter dalam
rekam medis pasien. Penyakit
demam berdarah dengue (DBD)
merupakan suatu penyakit yang
didasari oleh infeksi Virus
Dengue.1
Rekam
medis
Baca Kategorik
3. Kelompok usia Usia pasien saat terdiagnosa
Demam Berdarah Dengue dan
dikelompokkan menjadi
4. Jenis kelamin Jenis kelamin adalah perbedaan
antara perempuan dengan
laki-laki secara biologis sejak
Rekam medis
seseorang lahir.9
5. Alamat Alamat merupakan domisili
tempat pasien tinggal yang telah
dituliskan di dalam rekam medis
pasien.
Rekam
medis
Baca Kategorik
nominal
6. Pekerjaan Pekerjaan adalah macam
pekerjaan yang dilakukan
seseorang atau ditugaskan
kepada seseorang yang sedang
bekerja atau yang sementara
tidak bekerja.
7. Suku Asal suku pasien dibagi
menjadi, Jawa, Sunda, Betawi,
Makassar, Palembang, Nias,
Batak, atau yang lainnya.
Rekam
Jenjang pendidikan pasien terdiri
dari tingkat pendidikan saat ini,
yang berarti tingkat pendidikan
yang sedang pasien jalani, yaitu
SD, SMP, SMA, dan kulia dan
tingkat pendidikan terakhir
pasien yang yaitu, SD, SMP,
SMA, diploma, dan strata 1.
Rekam
medis
Baca Kategorik
9. Status
Pernikahan
Pernikahan adalah sebuah ikatan
lahir batin antara seorang pria
dengan seorang wanita ssebagai
Rekam
medis
Baca Kategorik
suami isteri dengan tujuan untuk
membentuk keluarga atau rumah
tangga yang bahagia dan kekal.10
Dikelompokkan menjadi :
Merupakan bulan dimana pasien
dirawat inap di RSUD
Cengkareng.
pasien di rawat inap dan
dihitung dalam hari.
Dibagi menjadi Instalasi Gawat
Darurat (IGD), poli umum, dan
rujukan.
Indeks massa tubuh adalah berat
badan dalam kilogram (kg)
dibagi tinggi dalam meter
kuadrat (m2), lalu IMT yang
sudah didapat digolongkan
berdasarkan klasifikasi IMT
menurut Kriteria Asia Pasifik.12
Rekam
14. Demam Demam didefinisikan sebagai
peningkatan suhu tubuh dari
nilai temperatur normalnya
(<37,7°C)13. Pada penelitian ini, demam merupakan keluhan
yang tercatat dalam rekam
medis.
Rekam
medis
Baca. Kategorik
15. Mual Mual didefinisikan sebagai
perasaan ingin muntah dan
seringkali muncul sebelum
muntah.13
Rekam
medis
16. Anoreksia Anoreksia adalah tidak adanya
nafsu makan.14
Rekam medis
Baca Kategorik
17. Malaise Didefinisikan sebagai perasaan
tidak nyaman yang samar15
Rekam
medis
Baca Kategorik
18. Muntah Muntah adalah keluarnya isi
lambung hingga ke mulut
dengan paksa atau dengan
kekuatan.14
Rekam medis
Baca Kategorik
19. Sakit kepala Nyeri pada kepala.15 Rekam
medis
Baca Kategorik
20. Nyeri perut Nyeri pada abdomen. Rekam
medis
Baca Kategorik
21. Epistaksis Perdarahan dari hidung,
biasanya akibat pecahnya
pembuluh darah kecil yang
terletak pada bagian anterior
septum nasal kartilaginosa.15
Rekam
medis
Baca Kategorik
22. Perdarahan
gusi
Keluarnya darah dari gusi. Rekam
medis
Baca Kategorik
23. Perdarahan
saluran cerna
Keluarnya darah darri saluran
pencernaan.
Rekam
medis
Baca Kategorik
24. Mialgia Nyeri pada otot.15 Rekam
medis
Baca Kategorik
25. Arthralgia Nyeri pada daerah sendi. Rekam
medis
Baca Kategorik
26. Sakit tenggorok Sensasi nyeri pada daerah
tenggorok (anterior leher).15
Rekam
medis
Baca Kategorik
27. Hitung
trombosit
Didefinisikan sebagai jumlah sel
keping darah dalam mm3,
100.000 sel/mm3)
28. Kadar
hematokrit
Didefinisikan sebagai persentase
sel darah merah terhadap
volume darah total.16
Rekam
medis
Baca. Kategorik.
1 : < 36 %
2 : >36 %
29. Hitung leukosit Didefinisikan sebagai
perhitungan jumlah sel darah
putih per satu mili liter kubik
(sel/mm3).
30. Nilai SGOT Didefinisikan sebagai jumlah
enzim SGOT dalam unit per
liter darah (U/L).
31. Nilai SGPT Didefinisikan sebagai jumlah
enzim SGOT dalam unit per
liter darah (U/L).
dibentuk tubuh sebagai respon
dari infeksi Virus Dengue, dapat
dideteksi 3-5 hari setelah onset
penyakit dan tidak terdeteksi
kembali setelah 2-3 bulan
kemudian.4
dibentuk tubuh sebagai respon
dari infeksi Virus Dengue, dapat
dideteksi di akhir minggu
Rekam
medis
Baca. Kategorik
pertama dan tidak terdeteksi
kembali setelah beberapa tahun.4
2 : negatif
3 : tidak
dilakukan
pemeriksaan
34. Tindakan Suatu tatalaksana atau terapi
invasif yang diberikan dokter
kepada pasien. Terdiri dari
terapi cairan, pemberian
antibiotik, dan tindakan.
Rekam
medis
Baca Kategorik
35. Antibiotika Antibiotika adalah segolongan
senyawa, baik alami maupun
sintetik, yang mempunyai efek
untuk menekan atau
menghentikan suatu proses
biokimia di dalam suatu
organisme, khususnya dalam
proses infeksi oleh bakteri.
Rekam
36. Meninggal Meninggal adalah sudah
menghilangnya nyawa atau
tidak hidup lagi.17
21
3.1. Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan studi deskriptif dengan pendekatan retrospektif cross-sectional dengan mengumpulkan data di bagian rekam medis RSUD Cengkareng. Data-data yang telah terkumpul akan digunakan untuk mengetahui Profil Pasien Demam Berdarah Dengue di Rumah Sakit Umum Daerah Cengkareng 2014.
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Umum Daerah Cengkareng selama bulan Juli hingga Agustus 2015.
3.3. Populasi dan Sampel
3.3.1. Populasi dan Sampel yang Diteliti
Populasi yang dijadikan subjek penelitian adalah sebagai berikut:
a. Populasi target: pasien rawat inap dengan demam berdarah dengue. b. Populasi terjangkau: pasien dengan demam berdarah dengue yang
dirawat inap di RSUD Cengkareng.
c. Subjek yang diteliti: pasien rawat inap dengan demam berdarah dengue di RSUD Cengkareng pada Tahun 2014 yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi yang telah ditentukan oleh peneliti.
3.3.2. Jumlah Sampel
Jumlah sampel yang dijadikan subjek dalam penelitian ini ditentukan berdasarkan rumus besar hitung sampel untuk data nominal, yaitu:26
n =
n = , . , . ,
, = 385
Z Tingkat kemaknaan ditetapkan peneliti
P : Proporsi penyakit (dari pustaka) Q : 1-P
Pada rumus ini, Z merupakan nilai yang diambil dari tingkat kepercayaan 95%, yaitu sebesar 1,96. Sedangkan P adalah prevalensi atau proporsi DBD, peneliti mendapatkan data yang menggambarkan prevalensi pasien DBD kurang dari 10% yang artinya P kurang dari 0,10. P tidak bisa digunakan bila memiliki nilai kurang dari 0,10, sehingga peneliti mengambil angka 0,5 sebagai angka prevalensi yang merupakan jumlah terbesar antara perkalian P dengan Q.26 Sedangkan Q didapat dari pengurangan 1 dengan nilai P, maka didapatkan Q sebesar 0,5. D merupakan ringkat ketepatan relatif yang ditemtukan oleh peneliti, yakni 0,05 (5%). Pada akhirnya, setelah dihitung didapatkan sampel sebesar 385 pasien.
3.3.3. Cara Pengambilan Sampel
Sampel diambil dengan metodetotal sampling.
3.3.4. Kriteria Sampel 3.3.4.1. Kriteria Inklusi
a. Pasien yang sudah tertulis diagnosis DBD dalam rekam medis pasien di RSUD Cengkareng.
b. Pasien DBD yang dirawat inap di RSUD Cengkareng pada Tahun 2014.
3.3.4.2. Kriteria Eksklusi
a. Pasien DBD yang sudah terdiagnosis memiliki penyakit keganasan sumsum tulang.
3.4. Cara Kerja Penelitian
a. Melakukan persiapan penelitian di FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. b. Mengurus perizinan ke RSUD Cengkareng untuk mengambil data.
Persiapan penelitian
Mengurus perizinan kepada pihak administrasi di RSUD Cengkareng
Diizinkan
Meminjam rekam medik pasien demam berdarah Tidak diizinkan
Pengolahan data
Simpulan Identifikasi pasien
demam berdarah dengue
Memenuhi kriteria Tidak
memenuhi
c. Mengambil data rekam medis yang sesuai dengan syarat penelitian dengan cara menyeleksi berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi, serta mengambil rekam medis sejumlah sampel yang telah ditentukan.
d. Menyalin data rekam medis ke dalam lembar data penelitian yang telah dibuat oleh peneliti.
e. Melakukan pengolahan data berdasarkan hasil dari lembar data penelitian yang telah diisi.
f. Menarik kesimpulan.
3.5. Manajemen Data
Data yang sudah dikumpulkan akan dimasukkan ke dalam tabel berdasarkan variabel-variabelnya. Setelah itu, peneliti melakukan pemeriksaan seluruh data yang terkumpul (editing). Kemudian peneliti memberi kode-kode untuk setiap data agar memudahkan dalam proses memasukkan ke aplikasi (coding). Langkah selanjutnya, peneliti memindahkan data-data yang telah diberi kode untuk dilakukan pengolahan dengan menggunakan aplikasi SPSS versi 16.
25
Penelitian ini merupakan studi deskriptif potong lintang dengan pendekatan retrospektif, yang menggambarkan profil pasien DBD di RSUD Cengkareng tahun 2014. Pada penelitian ini sampel yang didapatkan 67 pasien. Data yang didapatkan adalah jumlah angka kejadian DBD dan sebaran sosio-demografi pasien yaitu kelompok usia, jenis kelamin, alamat, pekerjaan, suku, tingkat pendidikan, status pernikahan, agama, bulan rawat inap, ruang rawat inap, lama rawat inap, jalur masuk rumah sakit, indeks massa tubuh (IMT). Selain itu, juga didapatkan data gambaran klinis meliputi keluhan, pemeriksaan fisik, hasil laboratorium, pemeriksaan penunjang, tatalaksana cairan, tatalaksana tindakan dan tatalaksana tambahan, serta angka kematian pasien.
4.1. Angka Kejadian DBD.
4.2 Sebaran Sosio-Demografi Pasien DBD
Tabel 4.1. Tabel Distribusi Pasien DBD di RSUD Cengkareng Tahun 2014 Berdasarkan Kelompok Usia
Kategori
Frekuensi
(n=67) Persentase (%) Pasien
Anak/Dewasa Kelompok usia
Pasien Anak Pra sekolah (3-5) 1 1,5
Kanak-kanak (6-11) 20 29,9
Remaja muda (12-14) 10 14,9
Remaja (15-17) 10 14,9
Total 41 61,2
Pasien Dewasa Dewasa muda (18-35) 17 25,4
Dewasa menengah (36-55) 8 11,9
Dewasa akhir (>55) 1 1,5
Total 26 38,8
Dari 67 sampel pasien, terdapat 41 pasien (61,2%) anak dan 26 pasien (38,8%) pasien dewasa.
dengan penelitian serupa lainnya di Thailand yang memiliki jumlah sampel 394 kasus anak didapatkan jumlah kasus tertinggi pada kelompok usia 10-14 tahun yaitu sebanyak 50,8%, sementara pada kelompok usia 5-9 tahun memiliki jumlah kasus yang sedikit lebih rendah yaitu sebanyak 48,7%.18Terdapat perbedaan hasil mungkin dikarenakan penelitian yang dilakukan di Thailand menggunakan sampel anak dengan rentang usia 4-14 tahun saja, sedangkan sampel anak yang masuk di dalam penelitian ini memiliki rentang usia antara 5-17 tahun sehingga jatah sampel anak dari usia 15-17 tahun yang tidak masuk ke dalam persentase hasil bisa diisi oleh sampel anak dari kelompok usia 10-14 tahun.
Dari 26 pasien dewasa, pasien dewasa terbanyak terdapat pada kelompok usia 35-44, yaitu sebanyak 9 dari 26 pasien (34,6%). Apabila hasil ini dibandingkan dengan penelitian serpa lainnya di Singapura didapatkan kesamaan hasil yang menunjukkan bahwa pada pasien dewasa, kelompok usia 35-44 merupakan kelompok dengan jumlah pasien terbanyak dengan 1.046 kasus dari 4.152 sampel pasien usia dewasa atau setara dengan 25,2% kasus.19
Tabel 4.2. Distribusi Pasien DBD Anak dan Dewasa di RSUD Cengkareng Tahun 2014 Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis Kelamin Frekuensi (n=67) Persentase (%)
Pasien Anak (n=41)
Laki-Laki 25 61,0
Perempuan 16 39,0
Pasien Dewasa (n=26)
Laki-Laki 9 34,6
Perempuan 17 65,4
Dari tabel di atas, kita dapat melihat perbandingan antara pasien laki-laki dan perempuan dari masing-masing kelompok pasien anak dan dewasa. Pada kelompok pasien anak, jumlah pasien laki-laki sebanyak 25 paien (61%) dan jumlah pasien perempuan sebanyak 16 pasien (39%). Bila dihitung, didapatkan rasio pasien laki-laki:perempuan pada kelompok pasien anak adalah 1:0,64. Bila dibandingkan dengan penelitian lain di Thailand, didapatkan hasil rasio pada pasien anak laki-laki:perempuan sebesar 1:0,83.18
Dari data tersebut, didapatkan rasio pasien laki-laki:perempuan sebesar 1:1,89. Dari penelitian lain di Taiwan didapatkan rasio antara pasien dewasa laki-laki: perempuan sebesar 1:1,27.20 Terdapat perbedaan hasil yang cukup berbeda antara rasio pasien laki-laki dewasa:pasien perempuan dewasa di RSUD Cengkareng denganKaohsiung Chang Gung Memorial Hospital, hal ini dimungkinkan karena sampel yang diambil di RSUD Cengkareng kurang, sehingga sampel yang diambil tidak mewakili keseluruhan pasien di tahun 2014.
Tabel 4.3. Distribusi Alamat Pasien DBD di RSUD Cengkareng Tahun 2014
Alamat Frekuensi (n=67) Presentase (%)
Cengkareng 47 70,1
Kali Deres 10 14,9
Kembangan 3 4,5
Kali Angke 1 1,5
Tambora 1 1,5
Ciledug 1 1,5
Duri Kosambi 1 1,5
Jasinga Bogor 1 1,5
Tidak ada data 2 3,0
penting untuk dievaluasi, karena identitas pasien seperti kolom alamat merupakan hal yang penting untuk dilengkapi.
Tabel 4.4. Distribusi Pasien DBD di RSUD Cengkareng Tahun 2014 Berdasarkan Pekerjaannya.
Pekerjaan Frekuensi (n=67) Persentase (%)
Pelajar 46 68,7
Mahasiswa 2 3,0
Karyawan 8 11,9
Ibu Rumah Tangga 8 11,9
Guru 1 1,5
Lainnya 1 1,5
Tidak ada data 1 1,5
Mayoritas pasien DBD di RSUD Cengkareng merupakan seorang pelajar, dari keseluruhan 67 pasien, didapatkan 46 pasien merupakan seorang pelajar atau sama dengan 68,7%. Pekerjaan lainnya yang sehari-hari pasien jalani yaitu sebagai seorang pelajar, terdapat 2 pasien yang merupakan seorang pelajar, atau setara dengan 3% dari keseluruhan pasien. Pekerjaan sebagai karyawan dijalani oleh 8 pasien, atau sama dengan 11,9%, jumlah ini juga sama dengan pekerjaan sebagai ibu rumah tangga yang dilakoni oleh 8 pasien juga. Selain itu, ada 1 pasien (1,5%) yang merupakan seorang guru. Sementara 2 pasien lainnya terdiri dari 1 pasien termasuk kategori pekerjaan lainnya, dan 1 pasien tidak diketahui jenis pekerjaannya.
Tabel 4.5. Distribusi Pasien DBD di RSUD Cengkareng Tahun 2014 Berdasarkan Suku
Suku Frekuensi (n=67) Presentase (%)
Jawa 11 16,4
Sunda 3 4,5
Betawi 2 3,0
Palembang 1 1,5
Nias 1 1,5
Batak 1 1,5
Tidak ada data 47 70,1
Dari tabel di atas, didapatkan Suku terbanyak adalah Jawa dengan 11 pasien (16,4%), kemudian Sunda sebanyak 3 pasien (4,5%), Betawi 2 pasien (3,0%), Makassar, Palembang, Nias, dan Batak masing-masing terdapat 1 pasien (1,5%). Data di atas tidak dapat mewakili untuk menggambarkan sebaran Suku pada pasien rawat inap dengan DBD di RSUD Cengkareng tahun 2014. Hal ini dikarenakan hanya 20 rekam medis yang tertulis data mengenai Suku pasien dari 67 rekam medis yang dijadikan sampel. Hal ini kembali menunjukkan ketidaklengkapan pengisian rekam medis oleh pihak RSUD Cengkareng. Hal ini bisa menjadi evaluasi untuk pihak RSUD Cengkareng agar kedepannya mampu memperbaiki masalah ketidaklengkapan rekam medis, khususnya mengenai identitas pasien.
Tabel 4.6. Distribusi Tingkat Pendidikan pada Pasien DBD Anak dan Dewasa di RSUD Cengkareng Tahun 2014
Pasien anak/dewasa Kategori Frekuensi
(n=67) Persentase (%)
Tingkat pendidikan saat ini
Anak (n=41)
SD 15 36,6
SMP 14 34,1
SMA 10 24,4
Kuliah 1 2,4
Tidak ada data 1 2,4
Tingkat pendidikan terakhir
Dewasa (n=26) SD 0 0,0
SMP 2 7,7
SMA 17 65,1
Diploma 3 11,5
Strata 1 2 7,7
Untuk status pendidikan pasien, dikarenakan kelompok usia pasien dibagi menjadi anak dan dewasa, peneliti membagi vaiabel tingkat pendidikan menjadi dua kategori, yakni tingkat pendidikan saat ini dan tingkat pendidikan terkahir. Tingkat pendidikan saat ini ditujukan untuk pasien anak dan diartikan sebagai pendidikan yang sedang pasien jalani saat ini, klasifikasinya terdiri dari, SD, SMP, SMA, dan kuliah. Sementara untuk tingkat pendidikan terakhir ditujukan untuk pasien dewasa dan diartikan sebagai jenjang pendidikan terakhir yang telah pasien jalani, peneliti membaginya menjadi klasifikasi SD, SMP, SMA, diploma, dan strata 1.
Dari tabel di atas, didapatkan rincian sebaran tingkat pendidikan pasien saat ini dari total 41 pasien anak sebagai berikut, SD sebanyak 15 pasien (36,6%), SMP 14 pasien (34,1%), SMA 10 pasien (24,4%), kuliah 1 pasien (2,4%), sedangkan yang tidak diketahui karena tidak ada data sebanyak 1 pasien (2,4%)
Dari 26 pasien dewasa, didapatkan sebaran sebagai berikut, tidak ada pasien yang memiliki tingkat pendidikan terakhir SD, sedangkan SMP sebanyak 2 pasien (7,7%), SMA sebanyak 17 pasien (65,1%), Diploma sebanyak 3 pasien (11,5%), dan Strata 1 sebanyak 2 pasien (7,7%), sedangkan yang tidak diketahui karena tidak ada data sebanyak 2 pasien (7,7%).
Tabel 4.7. Distribusi Status Pernikahan DBD Pasien Anak dan Dewasa di RSUD Cengkareng Tahun 2014
Pasien anak/dewasa
Status Pernikahan Frekuensi (n=67) Persentase (%)
Anak Belum menikah 40 97,6
Sudah menikah 1 2,4
Duda/janda 0 0,0
Dewasa Belum menikah 8 30,8
Sudah menikah 17 65,3
Duda/janda 1 3,8
Sementara pada pasien dewasa, didapatkan data berupa 8 pasien (30,8%) belum menikah, 17 pasien (5,3%) sudah menikah, dan terdapat 1 pasien (3,8%) yang duda atau janda.
Gambar 4.1. Diagram Sebaran Pasien DBD di RSUD Cengkareng Tahun 2014 Berdasarkan Bulan Rawat Inap
Dari diagram 4.1 di atas, dapat ditarik simpulan bahwa jumlah pasien rawat inap selama 3 bulan terbanyak pada bulan Maret hingga Mei, yaitu sebanyak 34 pasien (50,7%). Pada bulan Maret terdapat 11 pasien (16,4%) yang dirawat inap, 13 pasien (19,4%) di bulan April dan 10 pasien (14,9%) di bulan Mei.
Hal ini sesuai dengan epidemiologi DBD yang meningkat setelah musim hujan. Dari BMKG dan informasi laporan berita mengenai curah hujan dan banjir di Jakarta, pada Januari dan Februari 2014 merupakan bulan dengan curah hujan tertinggi di Jakarta dan menyebabkan banjir di beberapa daerah di Jakarta. Selain itu, curah hujan yang tinggi juga terjadi di bulan November dan Desember.21,22 Angka kejadian DBD tinggi pada beberapa minggu setelah musim hujan, hal ini dikarenakan musim hujan menyebabkan banyak genangan air yang merupakan tempat yang cocok untuk perkembangan vektor untuk DBD.4,21
0 2 4 6 8 10 12 14
Jum
lah K
as
us
R
aw
at
I
nap
Tabel 4.8. Karakteristik Lama Rawat Inap Pasien DBD di RSUD Cengkareng Tahun 2014
Lama rawat inap Jumlah
(n=67)
Persentase (%)
1-3 Hari 7 10,4
4-6 Hari 46 68,7
7-10 Hari 14 20,9
Bila dilihat dari tabel 4.8 di atas, pasien DBD di RSUD Cengkareng memiliki rentang rawat inap terbanyak pada rentang 4-6 hari, yaitu sebanyak 46 pasien (68,7%), diikuti oleh rentang 7-10 hari, yaitu sebanyak 14 pasien (20,9%), dan rentang 1-3 hari sebanyak 7 pasien (10,4%).
Tabel 4.9. Sebaran Pasien DBD di RSUD Cengkareng Tahun 2014 Berdasarkan Jalur Masuk Rumah Sakit
Berdasarkan jalur masuknya, sebanyak 73,1% kasus (49 pasien) masuk melalui IGD, 22,4% kasus (15 pasien) melalui poli umum, dan sebanyak 3 pasien (4,5%) merupakan pasien rujukan dari fasilitas pelayanan kesehatan lain.
Tabel 4.10. Distribusi Indeks Massa Tubuh pada Pasien DBD Anak Berdasarkan Kurva Pertumbuhan WHO 2007 di RSUD Cengkareng Tahun 201423,24
Jenis kelamin (L/P) Usia (tahun)
P 10 41 140 20.91 Overweight
L 12 40 140 20.4 Overweight
L 13 55 165 20.22 Normal
L 13 50 158 20.03 Normal
L 14 47 165 17.26 Normal
L 15 43 164 15.98 Kurus
L 15 50 155 20.81 Normal
L 15 60 165 22.03 Normal
L 16 50 155 20.83 Normal
L 16 48 170 16.6 Normal
P 16 45 156 18.49 Normal
Jalur Masuk Rumah Sakit Jumlah (n) Persentase (%)
Poli umum 15 22,4
Instalasi gawat darurat (IGD) 49 73,1
Dari tabel di atas hanya terdapat 11 dari 41 pasien anak yang memiliki BB dan TB yang lengkap sehingga dapat diukur indeks massa tubuhnya. Dari 11 anak tersebut peneliti mengukur IMT yang didapat dari perhitungan rumus BB dibagi TB kuadrat. Setelah mengukur IMT, peneliti mengklasifikasikan IMT tersebut ke dalam kelas-kelas yang terdapat dalam IMT WHO untuk anak laki-laki dan perempuan usia 5-19 tahun. Dari 11 pasien yang IMTnya dapat diukur, 8 pasien memiliki status gizi yang normal sesuai dengan usianya. Terdapat 1 pasien yang memiliki status gizi kurus dan terdapat 2 pasien yang memiliki status gizi
overweight.
Tabel 4.11. Distribusi Indeks Massa Tubuh pada Pasien DBD Dewasa di RSUD Cengkareng Tahun 2014 Berdasarkan Klasifikasi WHO Asia Pasifik12
Klasifikasi IMT Jumlah (n=26) Persentase (%)
Underweight 1 3,8
Normal 13 50,0
Obesitas 2 7,7
Pre Obesitas 4 15,4
Tidak ada data 6 23,1
4.3. Gambaran Klinis Pasien
Tabel 4.12. Gambaran Klinis pada Pasien DBD Anak di RSUD Cengkareng Tahun 2014
Keluhan Sirivichayakul
25
,
n=157 (%) Peneliti, n=41 (%)
Demam Tidak ada data 41 (100,0)
Mual
127 (80,9)** 34 (82,9)
Muntah 25 (61,0)
Anoreksia 127 (80,9) 31 (75,6)
Malaise Tidak ada data 24 (58,5)
Sakit kepala 132 (84,1) 7 (17,7)
Nyeri perut 84 (53,5) 11 (26,8)
Epistaksis 28 (17,8) 6 (14,6)
Perdarahan gusi 6 (3,8) 1 (2,4)
Perdarahan saluran cerna 2 (1,3)*** 1 (2,4)
Mialgia 86 (54,8) 4 (9,8)
Athralgia 23 (14,6) 2 (4,9)
Sakit tenggorok Tidak ada data 2 (4,9)
* : manifestasi perdarahan yang signifikan
** :jumlah keluhan mual dan muntah diakumulasikan.
*** : jumlah pasien yang mengeluhkan hematemesis dan melena.
Pada pasien anak, keluhan demam timbul pada seluruh pasien (100%), keluhan mual muncul pada 34 pasien (82,9%) dan keluhan muntah pada 25 pasien (61%), dari penelitian serupa yang dilakukan Sirivichayakul di Thailand didapatkan keluhan mual dan muntah pada pasien demam dengue dan demam berdarah dengue sebanyak 80,9% kasus.25 Hasil ini tidak jauh berbeda dengan keluhan mual yang muncul pada pasien anak di RSUD Cengkareng.
Keluhan anoreksia muncul pada 31 pasien (75,6%), bila dibandingkan dengan penelitian Sirivichayakul di Thailand, pada pasien demam dengue dan demam berdarah dengue anoreksia muncul pada 80,9% kasus.25 Angka ini tidak berbeda cukup jauh dengan persentase keluhan anoreksia pada pasien di RSUD Cengkareng yakni 75,6%
Untuk keluhan sakit kepala pada pasien anak hanya 17,7% yang mengeluhkannya, di penelitian lainnya, sebanyak 84,1% pasien anak mengeluhkan sakit kepala.25
baik melalui poli umum, IGD, maupun dirujuk dari fasilitas pelayanan kesehatan lainnya hingga pasien keluar dari RSUD Cengkareng. Dalam mencari keluhan pasien, peneliti harus mencari keseluruh halaman rekam medis pasien, walaupun ada formulir yang berisi daftar keluhan pasien yang memungkinkan untuk memudahkan pencarian data khusunya mengenai keluhan pasien, namun hampir semua formulir tersebut hanya diisi seadanya. Oleh karena itu, peneliti mencari keluhan yang dikeluhkan pasien dalam rekam medis di bagian catatan keperawatan dikarenakan isinya yang cukup lengkap. Akan tetapi, dikarenakan waktu melihat dan menyalin rekam medis yang terbatas peneliti berusaha meminimalkan penggunaan waktu dalam pencarian dan pencatatan rekam medis, hal ini menjadi kekurangan dalam penelitian ini yang memungkinkan terlewatnya keluhan pasien sehingga tidak teridentifikasi oleh peneliti.
Tabel 4.13. Gambaran Klinis Pada Pasien DBD Dewasa di RSUD Cengkareng Tahun 2014
Keluhan Jien-Wei Liu20, n=100 (%) Peneliti, n=26 (%)
Demam 96 (96) 26 (100,0)
Mual
36 (36)* 24 (92,3)
Muntah 13 (50,0)
Anoreksia Tidak ada data 18 (69,2)
Malaise Tidak ada data 14 (53,8)
Sakit kepala Tidak ada data 7 (26,9)
Nyeri perut 40 (40) 4 (15,4)
Epistaksis Tidak ada data 1 (3,8)
Perdarahan gusi 26 (26) 2 (7,7)
Perdarahan saluran cerna 20 (20) 1 (3,8)
Mialgia 15 (15) 1 (3,8)
Athralgia 10 (10) 1 (3,8)
Sakit tenggorok Tidak ada data 0 (0,0)
* : keluhan mual dan muntah diakumulasikan.
mungkin juga dikarenakan keluhan mual yang bersifat subjektif, sehingga hasilnya sangat dipengaruhi oleh masing-masing pasien.
Keluhan lainnya yang banyak muncul pada dewasa adalah anoreksia dan malaise yang masing-masing muncul pada 69,2% dan 53,8%. Sementara itu, keluhan perdarahan gusi dan perdarahan saluran cerna pada dewasa masing-masing hanya muncul pada 7,7% dan 3,8% pasien, sedangkan data dari penelitian lain menggambarkan perdarahan gusi muncul pada 26% dan 20% pasien.20
Tabel 4.14. Interpretasi Hasil Laboratorium pada Pasien DBD Anak di RSUD Cengkareng Tahun 2014
Variabel Keterangan Frekuensi, n=41 (%)
Hitung trombosit
IgG Positif 3 (7,3)
Negatif 1 (2,4)
Tidak dilakukan pemeriksaan
37 (90,2)
IgM Positif 0 (0,0)
Negatif 4 (9,8)
Tidak dilakukan pemeriksaan
37 (90,2)
Peneliti membagi klasifikasi hitung trombosit menjadi lebih dari 100x103 sel/mm3dan ≤100x103 sel/mm3,didapatkan 18 pasien (39%) anak yang memiliki hitung trombosit di atas 100x103 sel/mm3, sedangkan pasien anak yang memiliki kadar trombosit kurang dari sama dengan 100x103 sel/mm3 sebanyak 23 pasien (61%).
Untuk hasil dari pemeriksaan SGOT, peneliti membaginya menjadi kelompok pasien yang memiliki hasil SGOT kurang dari sama dengan 30 dan lebih dari 30. Untuk kelompok pasien yang memiliki SGOT kurang dari sama dengan 30, terdapat 1 pasien (2,4%) dan untuk pasien yang memiliki SGOT lebih dari 30, terdapat 9 pasien (24%). Untuk variabel lainnya, yaitu SGPT, peneliti membaginya menjadi kelompok pasien yang memilikiyang memiliki hasil SGPT kurang dari sama dengan 35 dan kelompok lebih dari 35. Dan sebanyak 31 pasien (75,6%) lainnya tidak dilakukan pemeriksaan SGOT. Untuk kelompok kurang dari sama dengan 35 terdapat 7 pasien (17,1%) dan kelomopok pasien lebih dari 35 terdapat 3 pasien (7,3%). Sementara 31 pasien (75,6%) lainnya tidak dilakukan pemeriksaan SGPT.
Selain itu, terdapat pemeriksaan antibodi IgG dan IgM, pemeriksaan ini hanya dilakukan pada 4 pasien (9,8%), 37 pasien lainnya tidak dilakukan pemeriksaan ini. Dari 4 pasien (9,8%) yang dilakukan pemeriksaan antibodi IgG dan IgM, sebanyak 3 pasien (7,3%) memiliki hasil IgG positif dan 1 pasien (2,4%) memiliki hasil IgG negatif. Untuk Antibodi IgM, 4 pasien (9,8%) yang diperiksa memiliki hasil negatif seluruhnya.
Tabel 4.15. Gambaran Hasil Laboratorium pada Pasien DBD Dewasa di RSUD Cengkareng Tahun 2014
Variabel Laboratorium Keterangan20 Frekuensi, n=26 (%)
Peningkatan hematokrit ≥5-10% 22 (84,6)
≥20% 10 (38,5)
Hitung leukosit Leukopenia* 16 (61,5)
Hitung trombosit <150 x103sel/mm3 26 (100)
<100x x103sel/mm3 8 (30,8)
SGOT <40 2 (7,7)
>40 18 (69,2)
Tidak ada data 6 (23,1)
SGPT <40 4 (15,4)
>40 16 (61,5)
Tidak ada data 6 (23,1)
IgM Positif 0 (0,0)
Negatif 1 (3,85)
Tidak dilakukan pemeriksaan 25 (96,15)
IgG Positif 1 (3,85)
Negatif 0 (0,0)
Dari hasil pemeriksaan hematokrit, peneliti menilai peningkatan hematokrit yang terjadi, dan berdasarkan sumber yang ada, pemeriksa membagi kelas pasien menjadi kelas pertama dengan peningkatan hematokrit lebih dari sama dengan 5 hingga 10% dan kelas kedua lebih dari sama dengan 20%. Pada kelas pertama, terdapat 22 pasien (84,6%). Akan tetapi tidak seluruhnya kelas pertama
memasuki kelas kedua, di kelas kedua hanya terdapat 10 pasien (38,5%).
Sementara berdasarkan hasil hitung leukosit, peneliti mengidentifikasi seberapa
banyak pasien yang mengalami leukopenia, dan didapatkan 16 pasien (61,5%). Peneliti
juga mengelompokkan pasien berdasarkan penurunan hitung trombositnya, peneliti
membagi pasien menjadi dua kelompok, kelompok pertama pasien dengan hitung
trombosit kurang dari 150x103 sel/mm3 dan kelompok kedua pasien dengan hitung trombosit kurang dari 100x103 sel/mm3. Seluruh pasien masuk ke dalam kelompok pertama, sementara pasien yang masuk ke dalam kelompok kedua hanya sebanyak 8
pasien (30,8%).
Untuk SGOT dan SGPT, sebanyak 20 pasien (76,9%) dilakukan pemeriksaan dan
6 pasien (23,1%) lainnya tidak dilakukan pemeriksaan. Untuk SGOT peneliti membagi
menjadi kelompok pasien yang memiliki hasil SGOT kurang dari 40, yaitu sebanyak 2
pasien (7,7%) dan kelompok pasien dengan hasil lebih dari 40, yaitu sebanyak 18 pasien
(69,2%). Untuk hasil SGPT, peneliti membagi menjadi dua kelompok pasien, kelompok
pertama adalah kelompok pasien yang memiliki nilai SGPT kurang dari 40, yaitu terdapat
4 pasien (15,4%). Kelompok kedua adalah kelompok pasien dengan nilai SGPT lebih dari
40, yaitu terdapat 16 pasien (61,5%).
Pada pemeriksaan antibodi IgG dan IgM hanya 1 pasien (3,85%) yang dilakukan
Tabel 4.16. Pemeriksaan Laboratorium dan Penunjang yang Dilakukan pada Pasien DBD di RSUD Cengkareng Tahun 2014
Jenis Pemeriksaan Jumlah pasien yang
dilakukan pemeriksaan (n=67)
Eritrosit 16
Hitung jenis leukosit 27
MCV, MCH, dan MCHC 18
Ureum dan kreatinin 17
Widal 31
NS1 1
Elektrolit darah (Na, K, Cl) 14
Gula Darah Sewaktu 11
Kultur darah 1
Tabel 4.17. Sebaran Pasien DBD di RSUD Cengkareng Tahun 2014 Berdasarkan Diagnosis
Diagnosis Frekuensi (n=67) Persentase (%)
DHF 48 71,5
DHF Grade I 2 3,0
DHF Grade II 5 7,5
DHF Grade III 3 4,5
DHF dengan Demam Tifoid 4 6,0
DHF Grade II dengan Demam
Tifoid 1 1,5
DHF Grade II dengan Pneumonia 1 1,5
DHF dengan Infeksi Sekunder 1 1,5
TrombositopeniasuspectDHF
Grade II 1 1,5
DengueShock Syndrome(DSS) 1 1,5
Berdasarkan tabel 4.17 di atas, kita dapat melihat diagnosis dokter pada 67 pasien. Diagnosis yang paling banyak ditegakkan adalah DHF, atau dalam Bahasa Indonesia adalah DBD, yaitu ditegakkan pada 48 pasien, atau setara dengan 71,5% pasien. Diagnosis ini seharusnya bisa lebih diperinci kembali berdasarkan tingkat keparahannya, sesuai dengan klasifikasi WHO dalam panduan tatalaksana yang diterbitkan tahun 2011.4Bila diperinci kembali, tingkat keparahan DBD bisa dibagi menjadi tingkat I hingga IV. Ada diagnosis yang tertulis secara rinci, yaitu diagnosis DHF/DBD tingkat I, II, dan III. Untuk DBD tingkat I ditegakkan pada 2 pasien, atau 3%, tingkat II pada 5 pasien, atau 7,5%, dan tingkat III pada 3 pasien (4,5%). Selain itu juga terdapat diagnosis dengue shock syndrome (DSS) pada 1 pasien (1,5%), dalam panduan tatalaksana WHO, yang termasuk ke dalam diagnosis DSS adalah DBD tingkat III dan IV.
4.4. Karakteristik Penatalaksanaan Pasien
Tabel 4.18. Tatalaksana Cairan pada Pasien DBD di RSUD Cengkareng Tahun 2014
Jenis Cairan Frekuensi (n=67) Persentase (%)
Kristaloid 67 100,0
Koloid 6 8,95
Cairan kristaloid diberikan pada semua pasien DBD. Bila dilihat di dalam pedoman tatalaksana yang menyatakan bahwa cairan kristaloid isotonis seharusnya diberikan paada pasien DBD.4 Selain kristaloid, cairan koloid juga diberikan pada 6 pasien (8,95%), hal ini mungkin dikarenakan kondisi pasien yang mengalami kebocoran plasma yang masif, karena dalam pedoman tatalaksana, penggunaan koloid diindikasikan pada pasien dengan kebocoran plasma yang masif.4,27
Tabel 4.19. Jenis dan Frekuensi Tindakan yang Dilakukan pada Pasien DBD di RSUD Cengkareng Tahun 2014
Tindakan Frekuensi (n=67) Persentase (%)
Tampon hidung 2 3,0
Transfusithrombocyte
concentrate (TC) 2 3,0
Dari 67 pasien, sebanyak 4 pasien yang diberikan penatalaksanaan berupa tindakan. 2 pasien (3%) mendapatkan tindakan pemasangan tampon hidung dikarenakan mengalami epistaksis. 2 pasien lainnya dilakukan transfusi darah berupathrombocyte concentrate (TC).
Tabel 4.20. Pemberian Terapi Antibiotik pada Pasien DBD di RSUD Cengkareng Tahun 2014
Mendapatkan terapi antibiotik Frekuensi (n=67) Persentase (%)
Ya 27 40,3
Tidak 40 59,7
Berdasarkan tabel 4.20 di atas, dari 67 pasien, sebanyak 27 pasien diberikan antibiotik sebagai terapi atau setara dengan 40,3% pasien. Bila dikaitkan dengan teori yang ada, pasien demam berdarah adalah infeksi yang disebabkan oleh Virus Dengue, yang berarti tidak memerlukan antibiotik sebagai terapi. Akan tetapi, pemberian antibiotik mungkin atas dasar adanya infeksi sekunder pada beberapa kasus. Didapatkan kasus DBD dengan infeksi sekunder berupa demam tifoid dan pneumonia. Mungkin atas dasar inilah dokter di RSUD Cengkareng memberikan terapi antibiotik, atau mungkin dikarenakan terduga terdapat infeksi bakteri sekunder pada pasien, sesuai dengan panduan tatalaksana yang mengatakan bahwa antibiotik empirik dapat diberikan pada pasien dengan terduga infeksi bakteri sekunder.4 Akan tetapi, berdasarkan diagnosis yang tertulis dalam rekam medis hanya terdapat pasien yang mengalami infeksi sekunder oleh bakteri.
4.5. Angka Kematian Pasien
43
5.1. Simpulan.
a. Dari 67 pasien, 41 merupakan pasien anak dan 26 pasien dewasa, frekuensi kelompok usia terbanyak dijumpai pada kelompok usia kanak-kanak (6-11 tahun) yaitu sebanyak 29,9%. Sementara jenis kelamin laki-laki didapatkan sebanyak 34 pasien, dan 33 pasien perempuan. Mayoritas pasien merupakan seorang pelajar dengan angka 68,7% dan berdomisili di Kecamatan Cengkareng dengan angka 70,1% dari seluruh pasien. Jumlah kasus terbanyak terjadi pada bulan Maret hingga April, yaitu terdapat 34 kasus (50,7%). Mayoritas pasien , yaitu sebanyak 68,7% dirawat selama 4-6 hari dan kebanyakan pasien (73,1%) masuk ke rumah sakit melalui IGD. b. Untuk gejala klinis, didapatkan bahwa seluruh pasien baik anak maupun
dewasa mengeluhkan demam. Pada pasien anak, keluhan mual muncul pada 82,9% kasus, muntah 61%, anoreksia 75,6%, malaise 58,5%.
Pada pasien dewasa, keluhan mual muncul pada 92,3% pasien, muntah 50%, anoreksia 69,2%, dan malaise 53,8%.
Pada pasien anak, didapatkan trombositopenia pada 61% kasus, hematokrit >36 pada 88% pasien, SGOT >30 pada 24% pasien, SGPT >35 pada 7,3% pasien, IgG positif pada 7,3% pasien, dan tidak ada pasien yang memiliki IgM positif. Pada pasien dewasa peningkatan hematokrit ≥20% terjadi
pada 38,5% pasien, leukopenia pada 61,5% pasien, trombositopenia pada 30,8% pasien, SGOT >40 pada 69,2% pasien, SGPT >40 pada 61,5% pasien.
5.2. Saran
a. Diharapkan penelitian ini bisa menjadi informasi tambahan untuk penelitian berikutnya dan dapat dikembangkan.
b. Untuk mendapatkan hasil penelitian yang lebih baik di penelitian selanjutnya, maka sebaiknya dilakukan pengambilan sampel dengan rentang waktu yang panjang dan dengan jumlah sampel yang lebih besar pada lokasi yang berbeda.
c. Pihak RSUD Cengkareng sebaiknya lebih lengkap dan rapi dalam mengisi data rekam medis pasien, mulai dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang, baik pada pasien rawat inap maupun rawat jalan. Diharapkan, dengan demikian, data rekam medis yang lengkap dan rapi tersebut dapat menunjang penelitian-penelitian berikutnya sehingga penelitian menjadi valid dan tinggi kualitasnya agar penelitian dapat digunakan untuk menunjang perkembangan dalam pelayanan kesehatan.
5.3. Keterbatasan Penelitian
Pada penelitian ini didapatkan beberapa faktor keterbatasan dalam proses pengambilan data. Faktor-faktor keterbatasan tersebut adalah :
a. Pengambilan data sekunder berupa rekam medik dari RSUD Cengkareng hanya untuk 10 hari saja dan staf bagian rekam medik hanya memberikan 10 rekam medik per hari.
45
1. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2013. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia; 2014. 2. Directorate of National Vector Borne Diseases Control programme.
Guidelines for Clinical Management of Dengue Fever, Dengue haemorrhagic Fever and Dengue Shock Syndrome. Delhi: Directorate General of Health Services Ministry of health & Family Welfare; 2008. 3. Eduardo AU, Yara AH, Donald SS. Use of Expansion Factors to Estimate
the Burden of Dengue in Southeast Asia: A Systematic Analysis. United States of America: PLOS Neglected Tropical Diseases; 2013.
4. World Health Organization. Comprehensive Guidelines for Prevention and Control of Dengue and Dengue Haemorrhagic Fever. India: SEAREO Technical Publication; 2011.
5. Martina BEE, Koraka P, Osterhaus ADME. Dengue Virus Pathogenesis: an Integrated View. American Society for Microbiology; 2009.
6. Soegijanto Soegeng. Patogenesa dan Perubahan Patofisiologi Infeksi Virus Dengue. Surabaya: 2001.
7. World Health Organization.Handbook for Clincal Management of Dengue. WHO Press; 2012.
8. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Tentang Rekam Medis. Nomor 269. Menkes/Per/III. 2008.
9. Hungu. Demografi Kesehatan Indonesia. Jakarta: Penerbit Grasindo; 2007 10. Undang - Undang Republik Indonesia. Perkawinan. Undang-undang No. 1
Tahun 1974.
11. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 36 Tahun 2005, tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002, tentang Bangunan Gedung.
13. Fauci AS, Braunwald E, Kasper DL, et al. Harrisons Manual of Medicine ed 17. United State of America: Mc Graw-Hill Companies; 2009.
14. Wood Jd, Alpers DH, Andrews PL. Fundamentals of
Neurogastroenterology, Volume 4. Jakarta: PT Bhuana Ilmu Populer; 2009.
15. Mahode AA, Hartanto YB, dkk. Kamus Saku Kedokteran Dorland ed 28. Jakarta: EGC; 2011.
16. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Interpretasi Data Klinik. Jakarta; 2011.
17. Kamus Besar Bahasa Indonesia, edisi IV. Jakarta: Gramedia pustaka utama.; 2008
18. Sabchareon A, dkk. Dengue infection in Children in Ratchaburi, Thailand: A Cohort Study. I. Epidemiology of Symptomatic Acute Dengue Infection in Children, 2006-2009. United States of America: PLOS Neglected Tropical Diseases; 2012.
19. Yew YW. Seroepidemiology of Dengue Virus infection Among Adultts in Singapore.Singapore: Ann Acad Med; 2009.
20. Liu JW, Lee IK, Lin W, et al. The Usefulness of Clinical-Practice_Based Laboratory Data in Facilitating the Diagnosis of Dengue Illness. Hindawi Publishing Corporation; 2013.
21. Santosa B. Curah Hujan di Jakarta Pekan Ini Tertinggi Selama 30 Tahun. [internet] 2014. [cited 16 september 2015] Diakses dari:
http://m.okezone.com/read/2014/01/22/500/929829/curah-hujan-di-jakarta-pekan-ini-tertinggi-selama-30-tahun
22. Curah Hujan Tertinggi Akhir Desember, Ini Persiapan Jakarta Hadapi Banjir. [internet] 2014. [cited 16 september 2015] Diakses dari:
http://megapolitan.kompas.com/read/2014/12/19/21063411/Curah.Hujan.T
ertinggi.Akhir.desember.Ini.Persiapan.Jakarta.Hadapi.Banjir
23. World Health Organization. BMI for Age Boys 5 to 19 years. World Health Organization; 2007.
25. Sirivichayakul C. Dengue Infection in Children in Ratchaburi, Thailand: A Cohort Study II. Clinical Manifestations. United States of America: PLOS Neglected Tropical Diseases; 2011.
26. Sastroasmoro S, Ismael S. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis ed 4. Jakarta: Sagung Seto; 2011.