MUSHALLA AN-NABAWI HOTEL MENARA PENINSULA
JAKARTA BARAT DALAM MENINGKATKAN
KERUKUNAN ANTAR KARYAWAN
Oleh :
Choirul Roziqin
NIM: 109051000079
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
MUSHALLA AN.NABAWI HOTBL MENARA PENINSULA
JAKARTA BARAT
DALAM MENINGKATKAN
KERUKUNAN ANTAR
KARYAWAN
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Komunikasi untuk Memenuhi Persyaratan Memeroleh Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S. Korn. I)
Oleh:
Choirul Roziqin
Nim: 109051000079
Dosen Pembimbing
FAKULTAS
ILMU DAKWAH DAN ILMU
KOMUNIKASI
JURUSAN
KOMUNIKASI DAN PENYIARAN
ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF
HIDAYATULLAH
JAKARTA
1434 H./2013M.
Skripsi berjudul Metode Dakwah Ustadz Suhro Suhaemi di Mushalla
An-Nabawi Hotel Menara Peninsula Jakarta Barat Dalam Meningkatkan Kerukunan Antar Karyawan telah diujikan dalam Sidang Munaqasyah Fakultas
Ilmu Dakwah dan
Ilmu
Komunikasi Universitas Islam Negeriruf$
SyarifHidayatullah Jakarta pada 27 Mei 2013. Slaipsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memeroleh gelar Sarjana Komunikasi Islam (S. Kom. I) pada Program Studi Komunikasi dan Penyiaran Islam.
Jakafta, 27 Mei2013
Sidang Munaqasyah
Sidang
--..{_
Drs. H. M ud Jalal M.A
195 198103 1 002
Anggota
Penguji
I
NIP: 19690221 199703 1 001
Sekretaris Sidang
1971081
(\
./:\J
Dr. Sihabudin
Noirfta
hidin SaDosen Pembimbing
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memeroleh gelar strata 1 di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penilisan ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Apabila di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli
saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya
bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
Ciputat, 19 Mei 2013
i
Choirul Roziqin
Metode Dakwah Ustadz Suhro Suhaemi di Mushalla An-Nabawi Hotel Menara Peninsula Jakarta Barat Dalam Meningkatkan Kerukunan Antar Karyawan
Dakwah merupakan ajakan kepada jalan yang benar, yang diridhai oleh Allah SWT menuju kebahagian dunia dan akhirat. Melalui dakwah masyarakat mengetahui Islam seperti apa dan bagaimana, dengan dakwah seseorang mengetahui mana yang baik dan mana yang buruk. Untuk itu dakwah sangat dibutuhkan oleh manusia dalam menjalani kehidupan ini, karena di dalam dakwah terdapat ilmu-ilmu yang datang dari Allah yang di dalamnya merupakan suatu kebaikan bagi manusia, selain itu dalam dakwah terdapat cara bagaimana seseorang bisa berakhlak baik, bermanfaat, bagaimana manusia bisa taat kepada Tuhannya, dan mencintai rasulnya. Di antara para da’i atau ustadz yang menjalankan perintah dari baginda Nabi Muhammad SAW ialah ustadz Suhro Suhaemi, beliau adalah salah satu pengajar pengajian mingguan yang ada pada Hotel Menara Peninsula Jakarta Barat untuk meningkatkan kerukunan antar karyawan.
Untuk memperdalam penelitian ini, penulis memberikan perumusan masalah sebagai berikut Metode dakwah apa saja yang dilakukan oleh ustadz Suhro Suhaemi dalam meningkatkan kerukanan antar karyawan Hotel Menara Peninsula Jakarta Barat? Seperti apa peningkatan kerukunan antar karyawan di Hotel Menara Peninsula Jakarta Barat?
Teori yang digunakan adalah teori Source, Massage, Channel, Receiver (SMCR). Strategi dari teori ini adalah menggunakan satu arah (one way) yang menekankan penelitian kepada sumber. Sumber merupakan pihak yang memiliki pesan dari berbagai referensi yang dapat dipercaya. Sumber memiliki pengaruh terhadap perorangan maupun kelompok. Sumber utama dalam penulisan skripsi ini adalah ustadz Suhro Suhaemi.
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode deskriptif kualitatif dimana penulis menggambarkan metode dakwah ustadz Suhro Suhaemi di mushalla An-Nabawi Hotel Menara Peninsula Jakarta Barat dalam meningkatkan kerukunan antar karyawan.
Metode dakwah yang digunakan oleh beliau adalah metode ceramah, metode tanya jawab, metode memberikan ringkasan materi dan metode praktik. Adapun peningkatan kerukunan antar karyawan yang terjadi adalah, semakin meningkatnya rasa keseragaman antar sesama. Yang sebelumnya belum mengenal satu sama lain menjadi saling mengenal. Ketika pertama kali pengajian tersebut
ii
Segala puji hanya milik Allah SWT yang telah memberikan beragam
macam kenikmatan, sehingga penulis dapat menyelesaikan skrips yang berjudul:
“Metode Dakwah Ustadz Suhro Suhaemi di Mushalla An-Nabawi Hotel
Menara Peninsula Jakarta Barat Dalam Meningkatkan Kerukunan Antar
Karyawan” ini. Shalawat beserta salam semoga selalu tercurah kepada baginda
Nabi Muhammad SAW, yang telah membawa manusia dari alam yang gelap
gulita hingga alam yang terang benderang ini.
Dalam proses penulisan skripsi ini, tentu dan pastinya tanpa adanya
dorongan, dukungan, dan bantuan dari orang-orang yang sangat luar biasa ini,
mungkin penulisan skripsi ini belum dapat terselesaikan, oleh sebab itu ungkapan
terimakasih yang sedalam-dalamnya penulis sampaikan kepada:
1. Ayahanda tercinta Ismail dan Ibunda Een Rukmini, yang telah dengan sabar
membimbing ananda dalam perjalanan study ananda. Terimakasih yang tak
terhingga baik dukungan yang berupa moril maupun materil. Ananda sangat
sadar, begitu amat banyaknya yang telah Ayahanda dan Ibunda berikan
kepada ananda, akan tetapi ananda tidak dapat membalas semua jasa
Ayahanda dan Ibunda tercinta. Semoga Allah SWT senantiasa memberikan
limpahan rahmat dan karunia-Nya kepada Ayahanda dan Ibunda tercinta.
2. Bapak Drs. Arief Subhan, M.A., selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan
iii
Islam, yang telah membantu penulis dalam berbagai hal dan memberikan
nasehat yang sangat berharga kepada penulis.
4. Ibu Umi Musyarrofah, M.A., selaku sekretaris prodi Komunikasi dan
Penyiaran Islam sekaligus dosen pembimbing skripsi penulis, yang telah
banyak meluangkan waktuya, membantu, mendukung dan mencurahkan
pemikirannya untuk membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
5. Pimpinan Perpustakaan Umum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan
Perpustakaan Fakultas Ilmu Dakwah dan Komunikasi beserta para stafnya,
yang telah berkenan meminjamkan buku-buku perpustakaan kepada penulis.
6. Para dosen yang telah mendidik dan memberikan ilmu pengetahuan dan
pengalaman kepada penulis dengan penuh kesungguhan, keikhlasan serta
penuh kesabaran.
7. Para karyawan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah mempermudah
penulis dalam segala urusan yang berkaitan dengan kuliah dan skripsi ini.
8. Para guru spiritual penulis, ustadz Suhro Suhaemi, ustadz Yudi Ismail (yang
menemani penulis hingga larut malam), ustadz Musa Sa’abah, ustadz Ahmad
Hidayat, ustadz Ade Hidayat, ustadz Misbahul Jannah, ustadz Astar Fauzi,
kiyai Sukarja al-Bantani, al-Habib Abdul Muthalib bin Hasyim Alaydrus dan
para ustadz yang telah memberikan dukungan dan do’a kepada penulis.
9. Para pengurus mushalla An-Nabawi, bapak ustadz Mansur, bapak ustadz
Sofyan dan para pimpinan beserta para karyawan Hotel Menara Peninsula
yang telah mengizinkan penulis untuk dijadikan objek penelitian pada skripsi
iv
Zek, Udin, Hendra CB, Ilham G, Wawan US dan lain-lain yang tidak dapat
penulis sebutkan seluruhnya, yang telah mendukung penulis untuk dapat
menyelesaikan skripsi ini.
11.Seluruh kawan-kawan di kampus, kawan-kawan KPI C angkatan 2009,
kawan-kawan KKN SADARI dan kawan-kawan lainnya yang selalu
mendukung penulis untuk dapat menyelesaikan skripsi ini.
Akhirnya kepada Allah SWT jualah penulis memanjatkan do’a dan
menyerahkan segalanya, semoga seluruh amal kebaikkan mereka diterima oleh
Allah SWT. Dan semoga dibalas dengan ganjaran yang lebih dari-Nya. Selain itu,
penulis juga berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya
dan para pembaca umumnya. Kritik serta saran sangat penulis harapkan agar
skripsi ini menjadi yang lebih baik lagi.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Jakarta, 19 Mei 2013
v
ABSTRAK ... i
KATA PENGANTAR ... ii
DAFTAF ISI ... v
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 8
C. Tujuan Penelitian ... 9
D. Manfaat Penelitian ... 9
E. Tinjauan Pustaka ... 10
F. Metodologi Penelitian ... 11
G. Sistematika Penulisan ... 12
BAB II KAJIAN TEORI A. Metode Dakwah ... 14
B. Pengertian Ustadz ... 23
C. Pengertian Hotel ... 24
D. Kerukunan Antar Karyawan ... 25
E. Karyawan ... 26
BAB III PROFIL USTADZ SUHRO SUHAEMI DAN MUSHALLA AL-NABAWI HOTEL MENARA PENINSULA JAKARTA BARAT A. Profil UstadzSuhro Suhaemi ... 31
B. Profil Umum Mushalla An-NabawiHotel Menara Peninsula ... 38
vi
Peninsula ... 40
E. Kegiatan Mushalla An-Nabawi Hotel Menara Peninsula ... 40
BAB IV ANALISA A. Metode Dakwah Ustadz Suhro Suhaemi ... 43
B. Peningkatan Kerukunan Antar Karyawan di Hotel Menara Peninsula Jakarta Barat ... 57
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 59
B. Saran ... 59
DAFTAR PUSTAKA ... 62
1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setiap individu manusia pada hakikatnya menginginkan kebahagian
atau kesenangan hidup di dunia maupun di akhirat nanti. Agama Islam
memberi jaminan kepada pemeluknya akan terwujud kebahagian dan
kesejahteraan umat manusia di dunia dan di akhirat, jika agama itu dijadikan
sebagai pedoman hidup dan dilaksanakan dengan sesungguh-sungguhnya.1
Dan tentu dengan berpedoman pada al-Qur’an dan al-Sunnah.
Seiring berjalannya waktu, maka kemajuan dan kesejahteraan umat
Islam semakin dibutuhkan oleh masyarakat, baik kalangan bawah, menengah,
maupun kalangan atas sekalipun. Sehingga dewasa ini banyak
lembaga-lembaga pemerintahan maupun swasta, atau jasa penginapan (seperti hotel)
yang mendirikan majelis taklim di dalam lembaga atau kewirausahaan
tersebut, yang tujuannya adalah untuk menjaga kerukunan antar karyawan.
Kata rukun, ketika menjadi kata sifat dalam bahasa Indonesia, mengandung
arti “Damai atau Bersatu Hati” (tidak bertengkar/tidak cekcok).2
Kerukunan sebuah perusahaan atau instansi akan dapat tercapai apabila
antar karyawan dalam perusahaan atau instansi memiliki rasa perdamaian
yang kuat (tidak cekcok antar karyawan), sehingga dapat memberi dampak
positif bagi perkembangan perusahaan. Namun, perdamaian tersebut tidak
tumbuh begitu saja, harus ada kesadaran dari masing-masing karyawan
1
Abdur Rasyad Shaleh, Manajemen Dakwah Islam, (Jakarta: PT Bulan Bintang, 1993), Cet. Ke-3, h. 1.
2
tentang arti kebersamaan dan perdamaian. Semua itu akan tumbuh pada diri
karyawan apabila terdapat pemahaman yang kuat tentang agama. Pemahaman
agama merupakan pondasi awal untuk menjadikan manusia bertingkah laku
baik, berkasih sayang, tidak saling menjatuhkan, menghina, menghujat dan
sebagainya. Seperti fiman Allah SWT, yang memerintahkan perdamaian
(kerukunan) di antara saudara-saudara seiman, firman tersebut terdapat dalam
Surat al-Hujarat/49: 10, sebagai berikut:
ّْ محْرت ْمكَلعل هااْ قَتا ْمكْي خأ نْيّ اْ حلْص أف ٌ خا ّْ نم ْ مْلا امَنا
Artinya:
“Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertaqwalah kepada Allah supaya
kamu mendapatkan rahmat”3
Ayat diatas memberi penjelasan bahwa, begitu penting arti perdamaian
di antara manusia, sehingga dengan hidup damai maka Allah akan
menurunkan rahmat-Nya ke dunia. Dalam hal ini, maka dibutuhkanlah
seseorang yang dapat memberi pengaruh di dalam urusan tersebut, tidak lain
adalah seorang kiyai, ustadz, atau para da’i. Seorang da’i yang mengetahui
dan memahami ilmu agama sangatlah dibutuhkan kehadirannya dalam
menuntun umat ke jalan yang benar, yaitu jalan menuju kebahagian dunia dan
akhirat. Para ustadz atau kiyai mempunyai kewajiban dalam menyampaikan
ilmu agama kepada umatnya, selain itu mereka harus mampu memberi
pengaruh yang kuat kepada umat tentang ajaran yang mereka sampaikan,
sehingga dapat menjadi amalan yang bisa dilakukan dalam kehidupan
sehari-hari, baik amalan berupa akhlak, aqidah, maupun amalan lain. Semua itu akan
3
terwujud apabila diiringi dengan rasa keikhlasan dan kesabaran antar pihak,
yaitu pihak yang menyampaikan pesan dengan pihak yang menerima pesan
tersebut, sehingga pesan yang disampaikan dapat berjalan dengan baik.
Sebuah pesan akan dapat diterima oleh umat, jika pesan itu
tersampaikan dengan cara yang baik. Dalam hal ini maka dibutuhkan sebuah
alat atau pedoman bagi para ustadz, kiyai, atau da’i dalam menyampaikan
pesan tersebut. Alat itu berupa dakwah yang dilakukan melaui kegiatan
ceramah, diskusi, maupun metode lain. Dengan berdakwah, maka para da’i
dapat menyampaikan ajaran agama Islam kepada umat. Seorang da’i juga
membutuhkan sebuah pedoman dalam menyampaikan ajarannya, sehingga
ajaran yang disampaikannya dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.
Pedoman tersebut berupa Al-Qur’an dan al-Sunnah. Tanpa adanya pedoman,
maka sebuah ilmu tidak dapat diajarkan, sudah pasti manusia akan tersesat,
dan akan merasakan kegelisahan, kegundahan, bahkan kemelaratan dalam
kehidupannya. Apabila kegelisahan, kegundahan, serta kemelaratan sudah
mengalir pada umat, maka tidak menutup kemungkinan umat akan kehilangan
akhlak al-karimah (akhlak yang mulia) yang diajarkan oleh baginda Nabi
Muhammad SAW. Manusia akan saling menindas satu sama lain, sifat
egoisme akan timbul dari diri manusia dan masih banyak lagi kemungkinan
lain yang bisa terjadi dan dapat menjerumuskan manusia ke jalan yang tidak
benar, sehingga mengakibatkan semakin merosotnya kualitas moral manusia.
Mengajak manusia ke jalan yang benar bukanlah hal yang mudah,
semudah membalikkan telapak tangan. Namun, merupakan suatu kewajiban
bagi seluruh manusia untuk menyeru atau mengajak manusia lain agar
kesenangan umat manusia itu sendiri. Sehingga Allah SWT berfirman dalam
Surat al-Nahl/16: 125 berikut:
يه يتَلاّ ْم ْلداج ۖ ةنسحْلا ة عْ مْلا ةمْكحْلاّ كِّر ليبس ٰىلإ ْدا
نيدتْ مْلاّ ملْعأ ه ۖ هليبس ْنع َلض ْنمّ ملْعأ ه كَّر َّإ ۚ نسْحأ
Artinya:
”Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pengajaran yang baik, dan berdebatlah dengan mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu, Dia-lah yang lebih mengetahui siapa yang sesat dari jalan-Nya dan Dia-lah yang lebih memngetahui siapa yang mendapat petunjuk.”4
Jika diperhatikan ayat di atas, kata ud‟u yang diterjemahkan dengan
ajakan adalah fi‟lu al-amri. Merujuk pada aturan ushul fiqh, yaitu “al-amru
idza utliqa yansharifu li al-wujub”(“setiap perintah apabila dengan cara yang
mutlak (benar-benar perintah) tanpa memakai ikatan maka dipergunakan
untuk perintah wajib, maka wajib dilaksanakan oleh umat Islam”)
Jadi, menyeru atau mengajak manusia ke jalan yang benar dan diridhai
Allah SWT adalah kewajiban bagi seluruh umat Islam. Akan tetapi apabila
sudah ada yang melaksanakan maka gugur bagi yang lain. Perlu diketahui
bahwa wajib dibagi menjadi dua, yaitu fardhu kifayah dan fardhu a‟in.
Fardhu kifayah adalah apabila salah satu dari mereka sudah ada yang
melaksanakannya, maka gugurlah dosa bagi yang lainnya. Fardhu a‟in yaitu
wajib bagi setiap muslim yang mukallaf (orang yang sudah baligh,
mempunyai akal, mempunyai salah satu dari pendengaran atau penglihatan,
dan mendapatkan dakwah Rasulullah SAW, yaitu ajaran Rasulullah SAW
sampai ke pendengarannya atau penglihatannya, baik melalui ceramah atau
4
dengan yang lainnya) untuk melaksanakan perintahan Allah SWT dan
Rasul-Nya.
Dakwah Islam merupakan aktivitas yang diwariskan Nabi Muhammad
SAW kepada umatnya. Tentu sebagai umat Nabi Muhammad SAW, menjaga
dan memelihara agama merupakan hal yang sangat penting. Sebagai umat
Rasulullah SAW, kekuatan Islam tidak terletak pada pengucapan kalimat
“Allahu Akbar”, lalu Islam tersebar luas begitu saja di alam jagat raya ini,
akan tetapi dibutuhkan ikhtiar dan perjuangan. Perjuangan para da’i, lah yang
membuat islam tersebar luas di alam jagat raya ini, dengan perjuangan
mereka, maka insya Allah kemulian, kekuatan, dan eksistensi Islam bisa
dikembalikan sebagaimana terjadi di masa lalu.5
Kembali pada sejarah di zaman rasul, bahwa pada saat Rasulullah
SAW menyebarkan agama Islam di tanah Arab, saat itu banyak
cobaan-cobaan yang Nabi Muhammad SAW hadapi.6 Cacian, makian, dan hinaan
silih berganti menghampiri Rasulullah SAW, akan tetapi beliau tetap
istiqamah untuk berdakwah dengan visi dan misi menyebarkan (dakwah)
dengan akhlak yang mulia. Berbeda dengan zaman sekarang, berdakwah pada
saat ini sangatlah rentan cobaan, sungguh tidak sedikit godaan-godaan yang
mengarah pada kehancuran manusia, begitu banyaknya masalah-masalah yang
dihadapi oleh para da’i dalam menyampaikan ajaran islam kepada umat,
seperti tumbuhnya organisasi-organisasi islam baru, sehingga islam menjadi
agama yang berkotak-kotak, terbatasi oleh adanya pembimbing yang
berbeda-beda, yang satu sama lain timbul rasa paling benar, angkuh, dan sebagainya.
5
Ahmad Mahmud, Dakwah Islam (Bogor: Pustaka Thariqul Izzah, 2002), h. 15.
6
Hal ini menjadi persoalan yang harus diperhatiakn oleh para ulama atau da’i,
agar perbedaan tersebut tidak menjadikan umat islam terpecah-belah. Oleh
karena itu, keilmuan, pengalaman, dan metode da’i di seluruh kalangan umat
juga menjadi salah satu faktor pendukung untuk mengundang umat muslim
menjadi satu.
Sebagai pendakwah, usaha yang dilakukan tidak sebatas pada
penyampaian pesan dakwah saja, akan tetapi seorang da’i harus juga
memerhatikan metode dakwah yang digunakan. Banyak metode yang dapat
dilakukan oleh para da’i untuk melakukan kegiatan dakwahnya, metode yang
dilakukan dapat berupa metode ceramah, metode diskusi, pengajian, atau
metode lain yang dapat mengundang umat menjadi tertarik dalam mempelajari
ilmu agama. Namun, dewasa ini umat Islam semakin terlihat kecerdasannya,
sehingga apabila seorang da’i salah dalam menggunakan metode dakwahnya,
maka tidak menutup kemungkinan umat akan menghindar dari majelis taklim
tersebut. Apabila hal itu terjadi, maka akan timbul kemerosatan moral pada
umat, seperti yang kita ketahui, bahwa berhasil atau tidaknya sebuah dakwah
sangat bergantung pada da’i dalam memberikan pengaruh kepada mad’u. Meski keberhasilan dakwah tidak hanya ditentukan oleh da’i, akan tetapi da’i
yang paling memegang peranan penting dalam menentukan keberhasilan
dakwah.
Banyak yang dapat dilakukan untuk menjalankan dakwah
al-Islamiyyah, seperti menulis buku, membangun lembaga pendidikan,
mempresentasikan ceramah, menyampaikan khutbah jum’at, pergaulan yang
baik dengan keteladanan, atau pengajaran secara rutinitas di masjid-masjid,
perkantoran-perkantoran, instansi-instansi pemerintah dan
perusahaan-perusahaan yang sudah mendirikan majelis taklim seperti perhotelan, rumah
sakit, radio, televisi, bahkan internet.
Di antara para da’i atau ustadz yang menjalankan perintah dari baginda
Nabi Muhammad SAW ialah ustadz Suhro Suhaemi, beliau adalah salah satu
pengajar pengajian mingguan yang ada pada Hotel Menara Peninsula Jakarta
Barat. Beliau adalah salah satu ustadz di wilayah Palmerah Jakarta Barat.
Sudah banyak kitab yang beliau baca tentang ilmu nahwu dan sharaf, berikut
kitab Alfiyyah dan Syarah-nya/penjelasannya (seperti: kitab hudhori, kitab
makuudi, dan kitab ibnu hamdun). Dari pengetahuan dan pemahaman
agamanya yang baik menjadikan pengurus dari pengajian mingguan di hotel
peninsula ini tertarik untuk meminta ustadz Suhro Suhaimi, untuk
memberikan pemahaman agama kepada karyawan sekaligus meningkatkan
kerukunan antar karyawan di Hotel Menara Peninsula. Kegiatan dakwah yang
dilakukan beliau adalah pengajian, Pengajian merupakan sebuah kegiatan
pendidikan agama non formal di mana waktu belajarnya secara berkala dan
teratur. Dalam kegiatan tersebut, beliau mengajarkan tentang ilmu aqidah,
fiqh, dan lain-lain. Tujuan dari kegiatan tersebut adalah memberi pemahan
yang mendalam tentang Islam kepada para karyawan di hotel tersebut, karena
sebagai makhluk ciptaan-Nya, kita tidak hanya dituntut untuk mencari
kesenangan dunia saja, tetapi harus ada pemahaman tentang kehidupan di
akhirat, yang tujuannya sebagai bekal hidup kita di akhirat nanti.
Kegiatan yang dilakukan oleh ustadZ Suhro Suhaemi di Hotel Menara
tidak semua instansi, lembaga, atau perusahaan memberi wadah bagi
karyawannya untuk menuntut ilmu di sela-sela jam istirahat setelah bekerja,
maka hal ini patut kita syukuri. Hal ini merupakan suatu perkembangan pada
bidang dakwah, yang dapat memberi dampak positif pada semua umat Islam,
karena selama ini masyarakat menganggap bahwa dalam menuntut ilmu
agama hanya dapat mereka jumpai di tempat-tempat khusus saja, seperti di
masjid-masjid atau mushalla-mushalla, sehingga membuat mereka harus
meluangkan waktu khusus di sela-sela kesibukan bekerja, yang sangat sulit
dilakukan oleh mereka. Namun, dengan perkembangan zaman, ajaran Islam
tidak hanya dapat disampaikan pada tempat-tempat seperti yang tersebut di
atas, melainkan sudah masuk pada instansi-instansi pemerintahan bahkan yang
sangat menggembirakan sudah masuk pada jasa penginapan atau yang kita
kenal dengan perhotelan, yaitu Hotel Menara Peninsula. Hal tersebut akan
memberi kemudahan bagi masyarakat yang merasa dirinya kurang
mendapatkan ilmu agama yang dikarenakan oleh kesibukan.
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk menganalisis
ke dalam skripsi yang berjudul “Metode Dakwah Ustadz Suhro Suhaemi di
Mushalla An-Nabawi Hotel Menara Peninsula Jakarta Barat Dalam
Meningkatkan Kerukunan Antar Karyawan”
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis membatasi penelitian
ini pada metode-metode dakwah yang telah digunakan oleh ustadz Suhro
Suhaemi di mushalla An-Nabawi Hotel Menara Peninsula Jakarta Barat,
maka perumusan masalah tersebut dapat disimpulkan dalam beberapa bentuk
pertanyaan sebagai berikut :
1. Metode dakwah apa saja yang digunakan oleh ustadz Suhro Suhaemi
dalam meningkatkan kerukanan antar karyawan Hotel Menara Peninsula
Jakarta Barat?
2. Seperti apa peningkatan kerukunan antar karyawan di Hotel Menara
Peninsula Jakarta Barat?
C. Tujuan Penelitian
a. Untuk mengungkapkan metode dakwah ustadz Suhro Suhaemi dalam
berdakwah di kalangan karyawan Hotel Menara Peninsula Jakarta Barat.
b. Untuk mengetahui pentingnya penggunaan metode dakwah, demi
menunjang pemahaman mad’u terhadap materi yang disampaikan da’i dan
pemahaman secara khusus pada materi pengajian Tauhid, Fiqh dan
Tasawuf terhadap karyawan Hotel Menara Peninsula Jakarta Barat
D. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai acuan untuk mengetahui dan
memahami metode dakwah ustadz Suhro Suhaemi sebagai guru atau ustadz di
kalangan karyawan Hotel Menara Peninsula Jakarta Barat.
1. Secara akademis, dengan adanya penelitian ini, akan dapat membantu
penulis untuk menambah wawasan ilmu dakwah, memberi tambahan
wacana juga sekaligus menjadi referensi untuk keperluan studi dan
kemudian bisa menjadi bahan bacaan kepustakaan.
menambah wawasan serta pengetahuan tentang bagaimana metode dakwah
ustadz Suhro Suhaemi pada karyawan Hotel Menara Peninsula Jakarta
Barat. Karena menurut hemat penulis, dewasa ini, pemahaman agama
secara mendalam sangat dibutuhkan oleh masyarakat luas khususnya pada
karyawan Hotel Menara Peninsula, untuk mengetahui jalan yang benar,
yaitu jalan yang menjadikan manusia memiliki kesenangan di dunia dan di
akhirat, sehingga menciptakan ketenangan hati serta batiniyyah seseorang.
E. Tinjauan Pustaka
Dalam penyusunan karya ilmiah ini, sebelum lebih jauh penulis
melanjutkan penelitian ini dan kemudian menjadi sebuah karya ilmiah, maka
penulis menempuh langkah awal dengan mengkaji karya ilmiah terdahulu
yang mempunyai judul hampir sama dengan yang akan penulis teliti. Adapun
tujuan atau maksud dari penelitian ini, untuk mengetahui bahwa permasalahan
yang penulis teliti berbeda dengan yang diteliti sebelumnya.
Setelah penulis megadakan kajian pustaka, penulis menemukan beberapa
skripsi yang memiliki judul hampir sama dengan judul yang akan penulis
teliti. Skripsi tersebut antara lain adalah skripsi karya Nasrullah Nahrawi
Tahun 2010 yang berjudul “Metode Dakwah Muhammad Sanwani Na‟im
dalam Menghambat Gerakan Kristenisasi di Wilayah Cipete Utara”, skripsi
karya Nur Hidayat Tahun 2010 yang berjudul “Metode Dakwah Ustadz
Mufakhir dalam Meningkatkan Pemahaman Agama Terhadap Jama‟ah
Masjid Baiturrahman Legoso”, dan skripsi karya Aldila Syahfina di Tahun
2013 yang berjudul “Metode Dakwah Dikalangan Masyarakat Perkotaan
Dari sekian judul skripsi yang tertera di atas, secara teori memang
mengangkat teori yang sama. Namun, yang membedakan dari penelitian ini
adalah objek dan subjek yang akan diteliti. Kemudian yang menjadi kelebihan
dari penelitian ini adalah sebuah dakwah yang diadakan di dalam hotel untuk
para karyawan.
F. Metodologi Penelitian
1. Pendekatan
Dalam pembahasan skiripsi ini, penulis menggunakan metode
penelitian kualitatif yaitu dengan metode deskriptif atau menggambarkan
metode dakwah ustadz Suhro Suhaemi.
2. Subjek dan Objek Penelitian
a. Subjek dalam penelitian ini adalah ustadz Suhro Suhaemi
b. Objek dalam penelitian ini adalah para mad’u yang mengikuti
pengajian rutin di mushalla An-Nabawi Hotel Menara Peninsula
Jakarta Barat.
3. Tahapan Penelitian
Agar penulisan ini dapat berjalan sesuai dengan kaidah yang akan
dibahas, maka penulis akan memngumpulkan data-data dan informasi
yang sesuai dengan permasalahan penelitian, oleh sebab itu penulis
melakukan komunikasi secara langsung dan tidak langsung, dan penulis
juga akan menggunakan alat (instrument) pengumpulan data sebagai
berikut :
a. Wawancara (Interview)
Pengumpulan data ini akan melakukan metode Tanya-Jawab
kepada yang bersangkutan, yaitu ustadz Suhro Suhaemi mengenai
metode, alasan dan tujuan beliau tentang dakwah terhadap karyawan
Hotel Menara Peninsula yang mengikuti pengajian rutinnya.
b. Observasi
Demi menunjang sebuah penelitian yang sempurna, maka
penulis akan melakukan observasi langsung pada subjek dan objek
penelitian dengan menggunakan metode lapangan dengan cara
mengumpulkan data-data yang berkaitan dengan segala metode
dakwah ustadz Suhro Suhaemi di kalangan karyawan Hotel Menara
Peninsula yang mengikuti pengajian rutinnya.
c. Dokumentasi
Yakni teknik mengumpulkan data melalui pengumpulan
dokumen-dokumen untuk memperkuat informasi. Dalam penelitian
ini dokumen yang bisa dijadikan sumber yaitu seperti buku-buku,
model yang memuat dan dijadikan media dakwah serta artikel-artikel
yang berkaitan dengan metode dakwah ustadz Suhro Suhaemi.
G. Sistematika Penulisan
Agar mempermudah dan sistematis dalam pembahasan penelitian ini,
sehingga tampak adanya gambaran yang terarah, logis, dan saling
berhubungan antara bab dengan bab, maka penulisan skripsi ini dibagi ke
dalam lima bab yang dibagi ke dalam sub-sub bab sebagai berikut :
BAB I Pendahuluan: yang terdiri dari latar belakang masalah, batasan
masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan
BAB II Landasan Teori: yang membahas pengertian metode dakwah,
macam-macam dakwah, unsur-unsur dakwah dan pengertian ustadz,
pengertian karyawan, pembagian karyawan dan kerukunan antar karyawan.
BAB III Gambaran Umum: sekilas membahas tentang profil ustadz
Suhro Suhaemi, sekilas perjuangan awal mula berdirinya mushalla dan
pengajian rutin yang ada di Hotel Menara Peninsula Jakarta Barat, tujuan dari
pengajian rutin yang ada di Hotel Menara Peninsula Jakarta Barat.
BAB IV Temuan dan Analisa Data: yang meliputi metode dakwah
yang digunakan ustadz Suhro Suhaemi di Hotel Menara Peninsula Jakarta
Barat dalam memeningkatkan kerukunan antar karyawan,
Hambatan-hambatan yang dihadapi beserta Solusinya.
14
KAJIAN TEORI
A. Metode Dakwah
1. Pengertian Metode
Metode menurut bahasa berasal dari dua kata yaitu kata yang
pertama adalah “Meta” yang mengandung arti melalui, dan kata yang
kedua adalah “hodhos” yang mengandung arti jalan atau cara.1 Ada juga
yang mengatakan bahwa, kata metode berasal dari bahasa latin, yaitu
Methodus yang berarti cara. Berbeda dalam bahasa Yunani, Methodus
berarti cara atau jalan. Sedangkan dalam bahasa Inggris, Method
dijelaskan dengan metode atau cara.2
Kata metode sudah tidak asing lagi dalam bahasa Indonesia, karena
kata metode sudah terserap ke dalam bahasa Indonesia yang memiliki
pengertian “suatu cara yang dapat ditempuh atau cara yang ditentukan
secara jelas untuk mencapai menyelesaikan suatu tujuan, rencana sistem,
tata pikiran manusia”.3
Abdul Kadir Munsyi, dalam bukunya yang
berjudul Metode Diskusi dalam Dakwah, bahwa metode sebagai cara
untuk menyampaikan sesuatu.4
Melihat dari berbagai pengertian di atas, maka dapat disimpulkan
bahwa metode adalah suatu cara atau jalan yang digunakan secara
sistematis agar memberikan kemudahan seseorang untuk mencapai suatu
1
M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Bumi Aksara. 1991), cet. Ke-1, h. 61.
2
Woyo Wasito, Kamus Inggris Indonesia (Jakarta: Cy Pres, 1974), h. 208.
3
Elyas Anten, Ashi Injilizi Arabig (Mesir: Elyas Modern Press, 1951), h. 438.
4
tujuan yang diinginkan, agar tujuan tersebut dapat dicapai dengan
semaksimal mungkin.
2. Pengertian Dakwah
Kata dakwah jika dilihat dari segi bahasa (etimologi) berasal dari
bahasa Arab yaitu ( ًةوْعد - ْوعْدي - اعد) yang mengandung arti menyeru,
memanggil, mengajak atau menjamu.5 Jika dilihat dari segi istilah
(terminology) kata dakwah mengandung arti merangkul atau mengajak
manusia dengan cara yang amat bijaksana menuju jalan yang benar sesuai
dengan petunjuk Allah SWT untuk mendapatkan kesenangan, ketenangan,
kenyamanan, keselamatan dan kebahagian di dunia dan di akhirat.6
Adapun menurut DR. Wardi Bachtiar dalam bukunya yang
berjudul Metodologi Penelitian Ilmu Dakwah, mengatakan bahwa dakwah
merupakan suatu proses usaha yang dilakukan untuk mengubah keadaan
seseorang menuju pada keadaan yang lebih baik serta tidak keluar dari
kaidah-kaidah ajaran agama Islam, yang pada intinya mengajak manusia
kejalan yang diridhai oleh Allah SWT.7
Sehingga dapat dikatakan bahwa dakwah adalah seruan atau
ajakan untuk seluruh manusia kepada kebaikkan. Tujuan dari pada
dakwah adalah untuk menagajak manusia kembali ke jalan yang benar
menuju kesenangan, ketenangan, kenyamanan, keselamatan dan
kebahagian di dunia dan di akhirat yaitu jalan yang diridhai oleh Allah
SWT.
5
Mahmud Yunus, Kamus Arab Indonesia (Jakarta: PT. Mahmud Yunus Wadzuriyah, 1989), h. 127.
6
Toha Yahya Umar, Ilmu Dakwah (Jakarta: Wijaya, 1998). Cet. Ke-3, h. 1.
7
3. Pengertian Metode Dakwah
Setelah diketahui pengertian dari metode dan dakwah, maka perlu
diketahui apa yang dimaksud dengan metode dakwah. Banyak para ahli
dakwah memberikan pengertian, apa yang dimaksud dengan metode
dakwah.
Berikut ini para ahli dakwah memberikan pengertian metode
dakwah sebagai berikut:
a) Syamsul Munir Amin dalam bukunya yang berjudul Ilmu Dakwah,
memberikan pendapat bahwa metode dakwah adalah cara-cara
penyampaian dakwah yang dilakukan oleh da’i atau da’iyyah kepada
individu, kelompok maupun masyarakat luas agar pesan-pesan tersebut
mudah diterima.8
b) Metode dakwah adalah cara atau jalan dalam menyampaikan materi
keagamaan tersebut. Sebuah dakwah membutuhkan cara atau proses
penyampain yang tepat demi tercapainya sebuah tujuan akhir. Seperti
penyusunan materi yang tepat, pemilihan bahasa yang mudah
dimengerti, adanya bahasa tambahan dan lain-lainnya untuk menarik
simpatik mad’u, dalam menyampaikan suatu pesan dakwah.9
Dari beberapa definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
metode dakwah adalah sebuah cara-cara yang dilakukan oleh da’i dalam
menyampaikan materi untuk para mad’u. Agar para mad’u dapat lebih
mudah menerima pesan yang disampaikan oleh da’i, sehingga seorang da’i
harus mempunyai metode dalam berdakwah, karena metode merupakan
cara untuk menyampaikan isi dakwah.
8
Syamsul Munir, Ilmu Dakwah (Jakarta: Amzah, 2009), cet. Ke-1, h. 149.
9
4. Metode-metode Dakwah
Metode dakwah adalah sebuah cara yang dilakukan oleh da’i untuk
menyebarkan agama Islam. Dalam pembahasan mengenai metode dakwah,
ada beberapa kerangka dasar metode dakwah yang terkandung dalam
al-Qur’an al-Karim dalam Surat al-Nahl/16: 125 berikut:
يه يتَلاّ ْم ْلداج ۖ ةنسحْلا ة عْ مْلا ةمْكحْلاّ كِّر ليبس ٰىلإ ْدا
نيدتْ مْلاّ ملْعأ ه ۖ هليبس ْنع َلض ْنمّ ملْعأ ه كَّر َّإ ۚ نسْحأ
Artinya:
”Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pengajaran yang baik, dan berdebatlah dengan mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu, Dia-lah yang lebih mengetahui siapa yang sesat dari jalan-Nya dan Dia-lah yang lebih memngetahui siapa yang mendapat petunjuk.”10
Berdasarkan kandungan ayat di atas, maka dapat diambil sebuah
kesimpulan bahwa dalam dakwah terdapat tiga metode yang dapat
dilakukan, yaitu:
a. Metode Dakwah Bi al-Hikmah
Menurut Sa’id bin Ali bin Waqif al-Qarthawi yang dikutip dari
buku karangan Syamsul Munir Amin yang berjudul Ilmu Dakwah,
al-Hikmah mempunyai arti secara bahasa dan Istilah.
1) Secara bahasa al-Hikmah adalah
a) Adil, ilmu, sabar, kenabian, al-Qur’an, dan injil;
b) Membuat seseorang menjadi baik dan terhindar dari kerusakan;
c) Ungkapan untuk mengetahui sesuatu yang utama dengan ilmu
yang utama;
d) Pengetahuan atau makrifat.
10
2) Secara istilah al-Hikmah adalah:
a) Tepat dalam perkataan dan perbuatan;
b) Mengetahui yang benar dan mengamalkannya;
c) Meletakkan sesuatu pada tempatnya;
d) Menjawab dengan tegas dan tepat.11
Berbeda dengan Siti Muriah dalam bukunya yang berjudul
Metode Dakwah Kontemporer, mengartikan al-Hikmah adalah
bijaksana, yaitu sebuah pendekatan dengan berbagai macam cara
sehingga mad’u dapat menjalankan syariat Islam atas keinginannya
sendiri.12
Maka dapat disimpulkan bahwa metode dakwah al-Hikmah
adalah metode atau cara yang dilakukan oleh da’i dengan berusaha
mencegah perbuatan seseorang yang tidak sesuai dengan ajaran agama
Islam dengan cara yang adil, bijaksana, cermat, dan teliti sesuai
dengan ajaran agama Islam itu sendiri. Kebijaksanaan tersebut tentu
diwujudkan dengan perkataan yang baik dan lembut, penuh kesabaran,
keramahan serta kelapangan. Seorang da’i diperintahkan untuk
mengajak, menyeru, dan meneggakkan amar ma‟ruf nahi munkar
dengan cara bi al-Hikmah, yaitu melakukan dakwah dengan
melakukan cara pendekatan secara bijaksana dan cermat dengan
memerhatikan kondisi dan waktu mad’u.
b. Metode Bi al-Mauizhah al-Hasanah
Kata al-Mauizhah al-Hasanah pada dasarnya memiliki dua
kata yaitu al-Mauizhah dan al-Hasanah. Al-Mauizhah berasal dari kata
11
Syamsul Munir, Ilmu Dakwah (Jakarta: Amzah, 2009), cet. Ke-1, h. 99
12
mau‟izhatun yang mengandung arti pengajaran atau nasihat.13 Dan kata
al-Hasanah berasal dari hasanatun yang mengandung arti perbuatan
yang baik.14 Metode ini merupakan sebuah nasihat yang baik berupa
petunjuk-petunjuk ke arah kebaikan dengan bahasa yang baik, yang
diberikan oleh da’i kepada para mad’u sehingga dapat diterima,
berkenan di hati, menyentuh perasaan, lurus di pikiran , menghindari
sikap kasar sehingga mad’u rela hati dan atas kesadarannya mengikuti
ajaran yang disampaikan oleh da’i. 15 Jadi, seorang da’i
dalam
berdakwah atau menyampaikan materi agama atau memberi nasihat
penuh dari hati ke hati
Cara penyamapain Metode ini dapat melalui beberapa bentuk,
di antaranya melalui penuturan kisah-kisah umat terdahulu, dalam
bentuk peringatan atau dalam bentuk berita yang menggembirakan,
serta dalam bentuk pelukisan surga dan neraka beserta penghuninya.16
c. Metode Bi al-Mujadalah
Metode Bi al-Mujadalah adalah cara berdakwah menggunakan
jalan berdiskusi. Metode ini adalah cara atau jalan terakhir dalam
berdakwah. Dimana apabila kedua metode di atas (Metode Dakwah Bi
al-Hikmah dan Metode Bi al-Mauizhah al-Hasanah) dirasa tidak
cukup. Sayyid Qutub menyatakan bahwa dalam menerapkan metode
ini ada yang perlu diperhatikan yaitu:
13
Mahmud Yunus, Kamus Arab Indonesia (Jakarta: PT. Mahmud Yunus Wadzuriyah, 1989), h. 502.
14
Mahmud Yunus, Kamus Arab Indonesia (Jakarta: PT. Mahmud Yunus Wadzuriyah, 1989), h. 103.
15
Syamsul Munir, Ilmu Dakwah (Jakarta: Amzah, 2009), cet. Ke-1, h. 99-100.
16
1) Tidak merendahkan pihak lawan, atau menjelek-jelekan, karena
tujuan metode ini bukan semata mencari kemenangan, akan tetapi
memudahkan mereka agar sampai pada titik kebenaran.
2) Tujuan metode ini semata-mata untuk menunjukkan kebenaran
sesuai ajaran Allah SWT.
Berdasarkan definsi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
metode dakwah bi al-Mujadalah merupakan metode yang diberikan
oleh seorang da’i yang memberikan kesempatan kepada mad’u untuk
menanyakan sesuatu yang belum dipahami. Bisa juga sesuatu yang
sudah dipahami oleh mad’u namun, mad’u masih menginginkan yang
lebih mendalam lagi.
5. Bentuk-bentuk Dakwah
Dalam penyampaian dakwah dapat dikelompokkan menjadi
tiga bentuk dakwah, yaitu:
a. Dakwah bi al-Lisan
Dakwah bi al-Lisan ini adalah sebuah penyampaian dakwah
melalui lisan berupa ceramah atau komunikasi secara langsung antara
da’i dan mad‟u (obyek dakwah).17
Syamsul Munir dalam bukunya yang berjudul Ilmu Dakwah,
mengatakan bahwa dakwah bi al-Lisan yaitu dakwah yang
dilaksanakan melalui lisan, yang dilakukan antara lain dengan
ceramah-ceramah, khutbah, diskusi, nasihat dan lain-lain. Dari aspek
jumlah barangkali dakwah melalui lisan (ceramah dan lainnya) ini
17
sudah cukup banyak dilakukan oleh para juru dakwah di tengah-tengah
masyarakat.18
Metode ceramah lisan sebagai jembatan dari pada isi yang
terdapat dalam hati. Sebuah perkataan yang baik, benar, masuk akal
dan tepat mengenai sasaran akan menjadikan mad’u tersentuh,
sehingga akrirnya bisa kembali ke jalan yang benar, serta diridhai oleh
Allah SWT. Seperti dijelaskan dalam firman Allah SWT Surat
al-Nisa/4: 63, berikut:
ْم ل ْلق ْم ْ ع ْم ْنع ْضرْعاف ْم ّْ لق ْيف ام ها ملْعي نْي َلا ك ل ا
إًغْيلّ اًلْ ق ْم سفْنا ْيف
Artinya:
“Mereka itu adalah orang-orang yang Allah mengetahui apa yang di dalam hati mereka. Karena itu berpalinglah kamu dari mereka, dan berilah mereka pelajaran, dan Katakanlah kepada mereka Perkataan yang berbekas pada jiwa mereka”.19
Dari ayat di atas menjelaskan bahwa pemilihan kata-kat yang
baik dapat menjadikan mad’u tertarik dengan agama Islam. Seorang
da’i adalah seorang sosok (figure) yang dapat memberikan ketenangan
iman, jiwa dan perasaan mad’u, maka sepatutnya seorang da’i
menyampaikan kata-kata yang baik untuk para mad’u.
b. Dakwah bi al-Hal
Dakwah ini merupakan aktivitas dakwah Islam yang dilakukan
dengan tindakan nyata atau amal nyata terhadap kebutuhan mad’u.
Sehingga tindakan nyata tersebut sesuai dengan apa yang dibutuhkan
oleh penerima dakwah. Sepertti, dakwah dengan membangun rumah
18
Syamsul Munir Amin, Ilmu Dakwah (Jakarta: Amzah, 2009), h. 11
19
sakit untuk keperluan masyarakat sekitar yang membutuhkan
keberadaan rumah sakit.20 Dakwah ini diletakkan kepada perubahan
dan perhatian kondisi material lapisan masyarakat miskin. Dengan
perbaikan kondisi material itu diharapkan dapat mencegah
kecenderungan ke arah kekufuran karena desakan ekonomi.21
Menyelenggarakan pendidikan bagi masyarakat secara luas,
seperti dengan cara mewujudkan gamelan sekatan, kesenian wayang
kulit yang sarat berisikan ajaran Islam, merintis permainan-permainan
anak yang berisikan ajaran Islam, mengajarkan lagu-lagu daerah yang
disisipi dengan ajaran Islam, serta mendirikan sebuah pesantren.22
Sehingga, dapat disimpulkan bahwa dakwah bi al-Hal ini
adalah sebuah dakwah yang dilakukan oleh da’i untuk mengatasi
kebutuhan dan kepentingan para mad’u khususnya dalam Bidang
Ekonomi, Pendidikan, dan Masyarakat.Ketika dakwah ini sampai dan
tepat kepada seseorang yang membutuhkannya, maka tujuan dakwah
untuk mengajak seseorang ke jalan yang benar akan lebih mudah
diterima.
c. Dakwah bi al-Qalam
Dakwah bi al-Qalam adalah dakwah melalui tulisan baik
dengan menerbitkan kitab-kitab, buku, majalah, surat kabar, internet,
koran, dan tulisan-tulisan yang mengandung pesan dakwah sangat
penting dan efektif. Serta tidak membutuhkan waktu secara khusus
20
Syamsul Munir Amin, Ilmu Dakwah (Jakarta: Amzah, 2009), h. 178.
21
Syamsul Munir Amin, Ilmu Dakwah (Jakarta: Amzah, 2009), h. 182
22
untuk kegiatannya. 23 Dakwah bi al-Qalam ini sebenarnya sudah
dimulai serta dikembangkan oleh Rasulullah SAW sejak awal
kelahiran dan kebangkitan Islam melalui pengiriman surat-surat
dakwah kepada para kaisar, raja dan para pemuka masyarakat.24 Maka
dakwah bi al-Qalam ini merupakan bentuk dakwah yang sudah
dicontohkan oleh Rasulullah SAW.
B. Pengertian Ustadz
Kata Ustadz berasal dari bahasa Arab yaitu “Ustadzun” yang
mengandung arti seorang guru laki-laki atau “Ustadzatun” yang mengandung
arti seorang guru perempuan.25 Realita yang ada khususnya di Indonesia, kata
“Ustadz atau Ustadzah” digunakan sebagai julukan seorang laki-laki atau
seorang perempuan yang terlihat alim, rajin ke masjid atau mushalla baik
untuk mengikuti shalat berjama’ah maupun mengikuti pengajian rutin, dan
juga dapat memimpin do’a baik berdo’a setelah shalat maupun selepas
kegiatan keagamaan seperti tahlillan, syukuran, selamatan dan lain
sebagainya.
Julukan “Ustadz atau Ustadzah sepatutnya diberikan kepada guru, baik
guru TPA, guru Privat, guru pengajian, maupun guru-guru SD, SLTP, SMA,
dan Perguruan Tinggi (jika dilihat dari segi arti) juga patut diberi julukan
ustadz atau ustadzah. Akan tetapi dari segi epistimologis julukan ustadz atau
ustadzah lebih tepat jika diberikan kepada seorang guru yang ahli atau
memahami ilmu agama secara mendalam, serta mengamalkannya dan
mengajarkannya kepada orang lain.
23
Syamsul Munir Amin, Ilmu Dakwah (Jakarta: Amzah, 2009), h.11
24
Rubinah dan Ade Masturi, Pengantar Ilmu Dakwah (Ciputat: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010), h.53.
25
Secara sosiologi siapa saja dapat menjadi seorang ustadz atau
ustadzah. Namun dengan syarat dan ketentuan yang berlaku, yaitu mempunyai
pengetahuan yang lebih dalam terhadap agama Islam dengan mengamalkan
serta dapat memberikan pemahaman kepada orang lain.
C. Pengertian Hotel
Kata hotel berasal dari bahasa Latin yaitu dari kata Hospitium, yang
mengandung arti ruang tamu. Seiring berjalannya waktu yang cukup lama
maka kata hospitium ini mengalami proses perubahan pengertian dan
sekaligus untuk membedakan antar Guest House dengan Mansion House
(rumah besar) yang mengalami perkembangan pada saat itu, maka
rumah-rumah besar disebut dengan Hostel. Rumah-rumah-rumah besar ini atau hostel ini
disewakan kepada seluruh masyarakat umum tanpa terkecuali untuk
beristirahat atau menginap untuk sementara waktu, selama penginapan
berlangsung maka ada yang mengkoordinir yaitu seorang host, dan selam
tamu-tamu menginap dalam hotel tersebut, mereka harus patuh terhadap
peraturan-peraturan yang berlaku di masing-masing host.26
Kata hostel yang awalnya menggunakan huruf “s” maka lambat laun
mengalami perubahan, perubahannya terletak pada pengahapusan huruf “s”,
sehingga kata hostel berubah menjadi hotel.27
Ada beberapa yang mendefinisikan kata hotel yaitu sebagai berikut:
1. Aan Surachlan Dimyati mengatakan didalam bukunya yang berjudul
Pengetahuan Dasar Perhotelan, hotel adalah salah satu jenis akomodasi
komersial yang sangat dikenal oleh masyarakat pada umumnya. Seiring
26
A. Hari Karyono, Usaha Pemasaran Perhotelan (Bandung: Angkasa, 1999), h. 16.
27
berjalannya waktu, maka mulai terlihat perkembangan dalam usaha jasa
ini, sehingga menjadi tumbuh menjadi industry tersendiri yaitu industri
perhotelan.28
2. Hotel adalah jasa yang berkupa sebuah bangunan atau komplek bangunan
secara komersial yang memberikan fasilitas tempat tinggal sementara,
makan dan minum untuk masyarakt umum dengan ketentuan yang dibuat
oleh pihak perhotelan. Sehingga seiring berjalannya waktu maka
pengertian hotel berkembang luas menjadi sebuah tempat jasa penginapan
sekaligus fasilitas-fasilitas lainnya.29
Maka dapat disimpulkan bahwa hotel adalah sebuah jasa penginapan
yang bersifat memberikan fasilitas-fasilitas lainnya yang diberikan oleh pihak
hotel tersebut. Hotel juga suatu jenis akomodasi yang menggunakan sebagian
atau seluruh bangunan untuk memberikan fasilitas seperti penginapan, makan,
minum dan lainnya, serta menggunakan secara komersial.
D. Kerukunan Antar Karyawan
Secara etimologis kata kerukunan berasal dari bahasa Arab, yaitu
“rukun” yang mengandung arti tiang, dasar, atau sila. Bentuk jamak dari kata
rukun adalah “arkaan” yang mengandung arti bangunan sederhana yang
terdiri atas berbagai unsur. Dapat disimpulkan bahwa kerukunan adalah suatu
kesatuan yang terdiriatas berbagai unsur yang berlainan dan setiap unsur
tersebut saling menguatkan.30
28
Aan Surachlan Dimyati, Pengetahuan Dasar Perhotelan (Jakarta: PT. Anom Kosong, 1989), cet. Ke-1, h. 1.
29
A. Hari Karyono, Usaha dan Pemasaran Perhotelan (Bandung: Angkasa, 1999), h. 16.
30
Ketika kata rukun menjadi kata sifat dalam bahasa Indonesia,
mengandung arti “Damai atau Bersatu Hati” (tidak bertengkar/tidak cekcok).31
Kerukunan juga dapat diartikan sebagai kebersamaan dalam hidup yang
diwarnai oleh suasana baik dan damai. Hidup dengan rukun berarti hidup
dengan suasana yang tidak penuh dengan cekcok, satu hati, dan sepakat
dalam berfikir dan bertindak untuk mewujudkan kesejahteraan bersama. Di
dalam kerukunan, setiap individu manusia dapat hidup dengan saling percaya
tanpa mempunyai kecuriagaan, di mana tumbuh semangat dan sikap saling
menghormati dan mempunyai kerelaan hati untuk bekerja sama satu di antar
yang lainnya demi mewujudkan kebersamaan.32
Sementara jika dikaitkan dengan kehidupan social, rukun dapat
diartikan dengan adanya yang satu mendukung keberadaan yang lain.33 Jadi
dapat disimpulkan bahwa kerukunan dalam konteks sosial merupakan norma
yang sepatutnya diimplementasikan demi terwujudnya masyarakat madani
yang saling peduli dan mendukung eksistensi masing-masing elemen
masyarakat.
E. Karyawan
1. Pengertian Karyawan
Karyawan merupakan aset utama dalam sebuah perusahaan, karena
tanpa adanya keberadaannya mereka di dalam sebuah perusahaan tersebut,
aktivitas perusahaan tersebut tidak akan berjalan. Keberadaan karyawan
sangat berperan aktif dalam menetapkan maju atau mundurnya sebuah
31
A. A. Waskito, Kamus Praktis Bahasa Indonesia (Jakarta: PT. Wahyu Media, 2012), cet. Ke-5,h. 482.
32
M. Zainuddin Daulay, Mereduksi Eskalasi Konflik Antar Umat Beragama di Indonesia
(Jakarta: Badan Litbang Agama dan Diklat Keagamaan Departemen Agama RI, 2001), h. 67.
33
Hamka Haq, Jaringan Kerjasama Antar Umat Beragama: Dari Wacana ke Aksi Nyata
perusahaan. Karyawan adalah penjual jasa (pikiran dan tenaga) dan
mendapat kompensasi yang besarnya telah ditetapkan terlebih dahulu. Para
karyawan mempunyai kewajiban dan keterikatan untuk mengerjakan
pekerjaan yang diberikan dan berhak memperoleh kompensasi sesuai
dengan perjanjian yang ada.34
Pada umunya yang dimaksud dengan “kepegawaian” adalah segala
hal yang mengenai kedudukan, kewajiban, hak dan pembinaan pegawai.
Pegawai atau karyawan merupakan tenaga kerja manusia, jasmaniah,
maupun rohainiah (mental dan fikiran), yang senantiasa dibutuhkan dan
arena itu menjadi salah satu modal pokok dalam badan usaha kerja sama
untuk mencapai tujuan tertentu (organisasi).35
2. Pembagian Karyawan
Pada umumnya dalam sebuah administrasi kepegawaian terdapat
kelompok-kelompok golongan kepegawaian sebagai berikut:
a. Kelompok jabatan administrative tingkat tinggi, yang mempunyai
fungsi pengambilan keputusan dan pimpinan.
b. Kelompok kepegawaian yang memerlukan skill serta latihan khusus
yang tinggi, karena jabatan-jabatan tersebut bersifat professional dan
ilmu pengetahuan.
c. Jabatan-jabatan diplomatic dalam rangka hubungan luar negeri.
d. Angktan bersenjata.
e. Kelompok kepegawaian dalam instansi-instansi otonomi terutama
perusahaaan-perusahaan Negara dan perusahaan-perusahaan milik
Negara.
34
Malayu S. P. Hasibuan, Manajemen Sumber Daya Manusia (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2011), h. 12.
35
f. Kelompok kepegawaian pelayanan administrative.
g. Pekerja-pekerja harian, yang diperlukan untuk melalukan
pekerjaan-pekerjaan tertentu dengan dasar-dasar pengaturan di luar kepegawaian
negeri.36
Sedangkan posisi pegawai atau karyawan dalam suatu perusahaan
dibedakan atas:37
a. Karyawan Oprasional
Karyawan operasional adalah setiap orang yang secara langsung harus
mengajarkan sendiri pekerjaannya sesuai dengan perintah alasan
b. Karyawan Manajerial
Seseorang yang berhak memerintahkan karyawannya untuk
mengerjakan sebagian pekerjaannya dan dikerjakan sesuai dengan apa
yang diperintahkan. Kegiatan-kegiatan yang dikerjakan untuk melalui
orang lain untuk mencapai tujuannya. Karyawan manajerial ini
dibedakan atas manajer lini dan manajer staf.
c. Manajer Lini
Manajer lini adalah orang yang paling bertanggung jawab atas
para karyawan. Bukan saja atas nasib mereka, tetapi juga bertanggung
jawab pada pengembangan pribadi serta peningkatan kompetensi
mereka. Seorang pemimpin yang mempunyai lini (line authority),
berhak dan bertanggung jawab langsung merealisasi tujuan
perusahaan.
36
Bintoro Tjokroamidjojo, Pengantar Administrasi Pembangunan (Jakarta: LP3ES, 1974), h.128-129.
37
d. Manajer Staf
Seorang pemimpin yang mempunyai wewenang staf (staff
authority) yang hanya berhak memberikan saran dan pelayanan untuk
memperlancar penyelesaian tugas-tugas lini.
3. Kepuasan dan Kebutuhan Karyawan
Pada hakekatnya setiap manusia adalah makhluk sosial dan pastinya
menginginkan rasa kepuasan baik zhahir maupun batin. Kepuasan yang di
hati karyawan juga akan berpengaruh terhadap kinerja karyawan itu
sendiri. Ada beberapa faktor yang menjadikan atau menimbulkan rasa
kepuasan di diri para karyawan:
a. Faktor hubungan antar karyawa, antara lain: 1. Hubungan antar manager dengan karyawan. 2. Factor fisis dan kondisi kerja.
3. Hubungan sosial di antara karyawan. 4. Sugesti dari teman sekerja.
5. Emosi dan situasi kerja
b. Faktor individual, yaitu yang berhubungan dengan: 1. Sikap orang lain terhadap perkerjaannya. 2. Umur orang sewaktu bekerja.
3. Jenis kelamin.
c. Fakto-faktor luar, yang berhubungan dengan: 1. Keadaan keluarga karyawan.
2. Rekreasi.
3. Pendidikan (training, up grading dan sebagainya)38
Selain itu, setiap individu manusia juga mempunyai kebutuhan,
menurut Maslow yang dikutip dari As’ad dalam bukunya yang
berjudul Psikologi Industri, dituliskan bahwa kebutuhan manusia itu
digolongkan kedalam lima tingkatan, yaitu:
38Mohammad As’ad,
1. Kebutuhan yang bersifat biologis, seperti kebutuhan sandang, pangan,
tempat tinggal kesejahteraan individu dan lain-lain sebagainya.
Kebutuhan ini merupakan kebutuhan primer, karena kebutuhan ini
sudah ada sejak manusia itu lahir kea lam dunia ini.
2. Kebutuhan akan rasa aman, aman dalam bekerja, aman akan masa
depan yang diharapkan, dan aman dalam bentuk yang lainnya.
3. Kebutuhan akan sosial, manusia adalah makhluk sosial sehingga sudah
pasti mereka membutuhkan sosial, seperti, kebutuhan yang sifatnya
perasaan, perasaan ingin diterima oleh orang lain, perasaan ingin
dihormatii oleh orang lain dan perasaan-perasaan lain yang dimiiki
oleh manusia sebagai makhluk sosial.
4. Kebutuhan akan harga diri dari karyawan tersebut, seperti, semakin
tinggi jabatan seseorang dalam perusahaannya, maka semakin tinggi
harga diri yang orang tersebut punya.
5. Mempunyai rasa ingin berbuat yang lebih baik lagi, dalam tingkatan
ini, seseorang akan cenderung untuk selalu mengembangkan diri dan
selalu berbuat yang lebih baik lagi.39
Jadi, setiap manusia mempunyai rasa kebutuhan yang muncul atas
dasar kepentingan manusia itu sendiri. Sebagai makhluk sosial, tentunya
manusia mempunyai kebutuhan-kebutuhan sosial. Akan tetapi, jika
kebutuhan itu dilakukan dengan jalan yang salah, maka perlunya dorongan
dari makhluk sosial yang lainnya.
39Mohammad As’ad,
31
PROFIL USTADZ SUHRO SUHAEMI DAN MUSHALLA AL-NABAWI
HOTEL MENARA PENINSULA JAKARTA BARAT
A. Profil Ustadz Suhro Suhaemi
1. Riwayat Hidup
Tepat pada tanggal 13 April 1955, ustadz Suhro Suhaemi
dilahirkan di daerah Ciamis, Tasikmalaya Jawa Barat. dari pasangan
Bapak Haji Suhaemi al-Hadi dan Ibu Hajah Encoh Binti Haji Surti. Ustadz
Suhro yang biasa dikenal oleh masyarakat, mempunyai nama lengkap
Suhro Suhaemi al-Hadi, beliau yang memang mempunyai nama asli Suhro
menambahkan namanya dengan nama ayah dan kakeknya. Nama tersebut
(Suhaemi) diambil karena memang keta‟zhiman beliau kepada orang
tuanya dan al-Hadi adalah nama kakeknya, sehingga ketika seseorang
memberikan do’a kepadanya dan ketika beliau mengamalkan
keilmuannya, maka akan ikut serta pahala dan kebaikkan untuk ayah dan
kakeknya.1
Keseriusan beliau dalam berdakwah al-Islamiyyah merupakan
sesuatu yang beliau miliki, ini dapat terlihat dari aktifitas sehari-hari
beliau, yang hanya belajar dan mengajar dari satu masjid ke masjid lain,
dari satu mushalla ke mushalla lain, dari satu instansi ke instansi lain
untuk mengajar. Selain itu keseriusan beliau dalam berdakwah juga dapat
terlihat dari penolakan beliau secara baik-baik ketika beliau ditawarkan
untuk turut aktif ke ranah politik.2
1
Wawancara Pribadi dengan ustadz Suhro Suhaemi, Jakarta, 24 April 2013.
2
Beliau juga memiliki sebuah toko al-Mukasyafah yang berada di
Pasar Bedeng, di toko tersebut beliau menjual sepatu, sandal, dan tas-tas
sekolah untuk orang dewasa maupun anak-anak, Usaha ini beliau rintis
dari tahun 2005 sampai dengan saat ini. Selain untuk mencari nafkah, toko
yang beliau bangun atas dasar beliau ingin menjalani sunnah Rasulullah
SAW.3
Ketika ustadz Suhro berdagang, beliau juga menjadi ustadz bagi
pedagang-pedagang lainnya yang belum memahami ilmu agama Islam
secara mendalam. Sehingga terkadang di sela-sela waktu beliau
berdagang, ada yang datang hanya untuk menanyakan sesuatu yang
berkaitan dengan agama, curhat (curahan hati), atau meminta pencerahan
karena kegelisahan.4
Pemahaman terhadap agama yang sangat tinggi pada diri beliau,
menjadikan banyak yang berdatangan ke kediaman beliau, hanya untuk
menuntut ilmu agama, begitu banyak para guru Nahwu dan Sharaf dan
guru-guru agama yang belajar dengan beliau, seperti ustadz Musa Sa’abah
(Kota Bambu Selatan), ustadz Syukur (Ciledug), mereka ini adalah guru
Nahwu dan Sharaf (tata bahasa Arab), yang sampai saat ini masih
menuntut ilmu dengan beliau dan kitab yang mereka pelajari adalah kitab
„Imrithi, kitab Mutammimah, kitab Kawakib al-Durriyyah, kitab Alfiah,
kitab Hudhari (nama-nama kitab Nahwu dan Sharaf berdasarkan
tingkatannya). Kemudian, habib Ismail al-Sahil bin Ali (mengajar di
madrasah al-Nur Jakarta), kitab yang beliau pelajari adalah kitab
3
Wawancara Pribadi dengan ustadz Suhro Suhaemi, Jakarta, 24 April 2013.
4
Waraqa (ushul fiqh). Kemudian habib Abdurrahman (tenaga pengajar di
madrasah tsanawiah), kitab yang dipelajari kitab al-I‟anath al-Thalibin.
Dan masih banyak para pelajar yang belajar dengan beliau. Selain itu,
banyak kitab-kitab yang sudah dibaca oleh ustadz Suhro, seperti :
a. Kitab Atkiya, al-Hikam, Iqad al-Himam, Ithaaf (kitab-kitab yang di
dalamnya membahas ilmu Tasawuf).
b. Kitab, Alfiah Ibnu Malik, Safinat al-Najah, Riyadh al-Badi‟ah, Bajuri,
I‟aanath al-Thaalibiin (kitab-kitab yang membahas ilmu Fiqh).
c. Kitab Rahbiyyah (kitab yang menjelaskan tentang Ilmu Faraidh).
d. Tafsir Jalalain (karangan Imam Sayuti dan Imam Mahalli) Tafsir
Shaawi atau Syaraah Jalalain/rincian dari kitab Jalalain (karangan
Ahmad Shawi), Tafsir Ibnu Kastir/Karangan Ibnu Kastir, (kitab-kitab
yang menjelaskan tafsir dari al-Qur’an).
e. Madzaahib al-Arba‟ah (5 JILID) (karangan Abdurrahman al-Jazairi)
Kitab Mizan Kubra (Ikhtilaf dari pada pendapat para ulama).
f. Kitab Jurumiah atau Mukhtashar Jiddan, „Imrithi, Mutammimah,
Kawakib al-Durriyyah, Alfiah, Hudhari, (kitab-kitab Tata bahasa
Arab).
g. Kitab Iksa Ghuji, Sullammunurak, Syamsiah, Mi‟yar al-„Ulum, (kitab
yang memelajari Ilmu Mantiq).
h. Kitab Iqad al-Himam Ma‟ani Bayan dan Badi‟ Ukud al-Juman,
Mursyidi (kitab-kitab Balaghah)
i. Kitab Kailani, Yaqulu atau Hill al-Ma‟qud Min Nazhmir Maqsuud,
j. Kitab Abu Ma‟syar al-Falaqi, Sulam al-Nurain (kitab Ilmu
Falaq/perhitungan).
k. Kitab alfiyyah beserta penjelasannya seperti kitab Hudhari, kitab
Makuudi, dan kitab Ibnu Hamdun.5
Masih banyak lagi kitab-kitab lain yang tidak dipaparkan di dalam
penulisan ini. Begitu amat luas keilmuan agama yang beliau miliki.
Masyarakat sekitar dan para murid beliau sangat terkesan dengan beliau
karena ketawadhu‟an (rendah hati) beliau dalam membawa keilmuannya,
Ketenangan dari paras wajahnya, senyum yang selalu dilontarkan ketika
bertemu dengan orang lain, sehingga ada rasa ketenangan dan kenyamanan
seseorang jika belajar atau hanya dekat dengan beliau.
2. Riwayat Pendidikan
a. Pendidikan Formal
1) Sekolah Dasar Negeri 03 Cihaurbeuti, Ciamis, Jawa Barat tamat
pada tahun 1966.
2) Madrasah Tsanawiyyah Cihaurbeuti, Ciamis, Jawa Barat, tamat
pada tahun 1971.
3) Sekolah Menengah Atas (SMA) di Yayasan Pendidikan Palmerah
Jakarta Barat, tamat pada tahun 1984.6
b. Pendidikan Non-Formal
1) Pesantren Salafiah Pasir Kadu, Ciamis, Jawa Barat, tamat di tahun
1974.
2) Kursus Bahasa Inggris, di Cihideng, Tasikmalaya, Jawa Barat,
tamat pada tahun 1975.
5
Wawancara Pribadi dengan ustadz Suhro Suhaemi, Jakarta, 24 April 2013
6
3) Pesantren Salafiah Ciharbeuti, Ciamis, Jawa Barat, tamat pada
tahun 1976.
4) Pesantren di pondok pesantren Sadang, Garut, Jawa Barat, tamat
pada tahun 1978.
5) Pesantren di pondok pesantren Miftahul Huda, Raja Pola,
Tasikmalaya, Jawa Barat, tamat di tahun 1980.7
3. Riwayat Keluarga
Ustadz Suhro menikah pada tahun 1986. Beliau diangkat menjadi
menantu oleh bapak Fakhruddin, bapak Fakhruddin mempunyai dikaruniai
sebelas anak, terdiri dari tiga putra, dan delapan putri, saat ini bapak
Fakhruddin memiliki cucu sebanyak tiga puluh, dan cicit sebanyak
sepuluh, yang didapatnya melalui pernikahanya dengan ibu Mamah.
Kemudian putri beliau yang ke sebelas yang bernama Apung Hasanah
dinikahkannya kepada ustadz Suhro Suhaemi pada tahun 1986, dan dari
pernikahannya tersebut, beliau dikarunia putra dan putri sebanyak tiga
anak, terdiri dari satu putri dan dua putra. Putri yang pertama bernama
Hanifah Sumiarti, putra yang kedua bernama Irfan Hilmi, dan putra yang
ketiga bernama Luthfi Akmaluddin.8
Ustadz Suhro merupakan seorang suami sekaligus ayah dari
anak-anaknya, yang sangat memerhatikan keluarganya mulai dari kehidupan
duniawi dan juga ukhrawi. Kesabaran, ketegasan dan sifat demokratis
yang beliau miliki menjadikan istri dan anak-anak beliau kagum sekaligus
7
Wawancara Pribadi dengan ustadz Suhro Suhaemi, Jakarta, 24 April 2013.
8
bersyukur kepada Allah SWT. Dalam keluarga, beliau telah berhasil
menjadi seorang ayah, guru, serta sahabat dalam membina keluarganya.9
Pendidikan yang diberikan ustadz Suhro kepada anak-anaknya
bersifat formal maupun non-formal. Pendidikan formal yang diberikan
anak-anak beliau, dijalankan dengan kesungguhan, karena ustadz Suhro
yang selalu memberikan semangat untuk anak-anaknya, agar bisa menjadi
manusia yang ahli dalam ilmu agama maupun ilmu akhirat. Tidak hanya
pendidikan ukhrawi (agama) saja yang diberikan kepada anak-anaknya,
melainkan ilmu duniawi juga diberikannya, agar dapat berguna dan
bermanfaat untuk orang banyak, bangsa dan khususnya untuk agama yang
dicintainya. Selain itu, ustadz Suhro juga memberikan pendidikan kepada
keluarganya melalui contoh-contoh yang baik yang diberikan untuk istri
dan anak-anaknya.10
4. Aktifitas Dakwah Ustadz Suhro Suhaemi
Selain sebagai kepala rumah tangga, beliau juga mempunyai
aktivitas berdakwah demi keutuhan agama Islam, di antaranya:
a. Sebagai pengajar atau ustadz tetap pengajian mingguan di masjid jami’
Baiturrahman Jakarta, masjid jami’ al-Ridhwan Jakarta, masjid jami’
al-Hidayah, Slipi, Jakarta, masjid jami’ al-Ikhwan Jakarta mushalla
al-Hidayah Jakarta, mushalla al-Munir Pelni Jakarta, pengajar atau ustadz
pengajian mingguan untuk karyawan, di Restorant Hanamasa Jakarta,
Sebagai pengajar atau ustadz tetap bulanan di Kant