• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penilaian kualitas terjemahan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penilaian kualitas terjemahan"

Copied!
106
0
0

Teks penuh

(1)

Karya Dr. Wahbah Al-Zuhailî)

Universitas Islam Negeri

SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Oleh:

Amir Hamzah

104024000829

JURUSAN TARJAMAH

FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

(2)
(3)

Bismillahirrahmanirrohim

Saya yang bertanda tangan dibawah ini: Nama : Amir Hamzah NIM : 104024000829 Jurusan : Tarjamah

Fakultas : Adab dan Humaniora

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar sarjana Strata 1 (S1) di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau

merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Ciputat, Maret 2011

(4)

PENILAIAN KUALITAS TERJEMAHAN

( Studi Kasus Terjemahan Fiqh Al Islâm Wa Adilatuh Bab Salat Pasal 1

Karya Dr. Wahbah Al -Zuhailî)

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Adab dan Humaniora Untuk Memenuhi

Syarat-Syarat Mencapai Gelar Sarjana Sastra

Oleh

Amir Hamzah

NIM: 104024000829

Di bawah Bimbingan

Dr. Akhmad Saehudin M.Ag

NIP. 19700505 20003 1003

JURUSAN TARJAMAH

FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

(5)

Skripsi yang berjudul Penilaian Kualitas Terjemahan (Studi Kasus Terjemahan Fiqh al-Islâm Wa Adillatuh Bab Salat Pasal 1 karya Dr. Wahbah Al-Zuhaili), yang telah diujikan dalam Sidang

Munaqosah Fakultas Adab dan Humaniora Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada senin tanggal 14 Maret 2011, skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sastra Strata 1 (S1) pada jurusan Tarjamah.

Jakarta, Senin 14 Maret 2011 Panitia Ujian Munaqosah

Ketua Panitia (Ketua Jurusan) Sekretaris Panitia (Sekretaris Jurusan)

.

DR. H. Akhmad Saehudin M.Ag Moch Syarif Hidayatullah M.Hum NIP. 19700505 20003 1 003 NIP. 19791229 200501 1 004

Anggota

Penguji 1 Penguji 2

Dr. Abdullah M.A Moch Syarif Hidayatullah M.Hum

NIP.19610825 199303 1 002 NIP. 19791229 200501 1 004

Mengetahui

Dekan Fakultas Adab dan Humaniora

(6)

v

PEDOMAN TRANSLITERASI Padanan Aksara

Huruf Arab Huruf Latin Keterangan

(7)

vi

Tanda Vokal Arab tanda Vokal Latin Keterangan

َ

a Fathah

ِ

i kasrah

ُ

u dammah

b. Vokal Rangkap

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

ي ai a dan i

و au a dan u

c. Vokal Panjang

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

ﺎ â a dengan topi di atas

ي î i dengan topi di atas

و û u dengan topi di atas

d. Kata Sandang

Kata sandang, yang dialihkan dalam sistem aksara Arab dilambangkan dengan huruf, yaitu, dialihaksarakan menjadi huruf /l/, baik dikuti huruf syamsiah

maupun huruf qamariyyah. Contoh: al-rijal bukan ar-rijal.

e. Syaddah (Tasydid)

Syaddah atau tasysid yang dalam system tulisan Arab dilambangkan dengan sebuah tanda ( ّ) dalam alih aksara ini dilambangkan dengan huruf, yaitu dengan menggandakan huruf yang diberi tanda syaddah itu.

f. Ta Marbutah

Berkaitan dengan alih aksara ini, jika huruf ta marbutah terdapat pada kata

yang berdiri sendiri, maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf /h/. hal yang sama juka berlaku jika ta marbutah tersebut diikuti oleh kata sifat

(na’t). namun, jika huruf ta marbutah tersebut diikuti kata benda (ism) maka

(8)

vii

ABSTRAK Amir Hamzah

Penilaian Kualitas Terjemahan (Studi Kasus Terjemahan Kitab Fiqh Al-Islam Wa Adlatuh Karya Dr. Wahbah Al-Zuhaili)

Menilai terjemahan adalah kegiatan yang bertujuan melihat keakuratan, mengukur kejelasan, serta menimbang kejelasan. Keakuratan berarti sejauh mana pesan dalam Tsu disampaikan dengan benar dalam Tsa. Kejelasan berarti sejauh mana pesan yang dikomunikasikan dalam Tsa dapat dipahami dengan mudah oleh pembaca Tsa. Pesan yang ditangkap Tsu sama dengan pesan yang ditangkap oleh pembaca Tsa. Kewajaran berarti sejauh mana pesan dikomunikasikan dalam bentuk yang lazim, sehingga pembaca Tsa merasa bahwa teks yang dibacanya adalah teks asli yang ditulis dalam Bsa.

Dalam penilaian terjemahan sesuatu yang dinilai adalah produk bukan proses penerjemahan, hal ini berarti bahwa yang dinilai adalah hasil terjemahan. Sehingga penilaian di sini, bukan lagi menilai bagaimana hasil itu diproduksikan, pada tahap mana kesalahan terjadi.

(9)

Saya bersyukur kepada Allah SWT karena atas berkat dan rahmat-Nya saya dapat merampungkan skripsi ini. Shalawat serta salam tercurahkan kepada Nabi besar Muhammad SAW, yang telah membawa kita sebagai umatnya mampu dalam mengenal, mencari, dan menegakkan syariat Islam. Saya menyadari, skripsi yang saya tulis itu bukan merupakan suatu yang instant. Itu buah dari suatu proses yang

relatif panjang, menyita segenap tenaga dan fikiran. Penulisan skripsi itu saya lakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Sastra di Jurusan Tarjamah Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Yang pasti tanpa segenap motivasi, kesabaran, kerja keras, dan doa – mustahil saya sanggup untuk menjalani tahap demi tahap dalam kehidupan akademik saya di Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Pada dasarnya dalam proses penulisan skripsi ini saya mengalami berbagai halangan dan rintangan, akan tetapi dengan adanya bantuan dan partisipasi dari berbagai pihak akhirnya skripsi ini dapat saya selesaikan.

Pada Kesempatan ini Penulis menyampaikan terima kasih setulus-tulusnya atas segala dukungan, bantuan, dan bimbingan dari beberapa pihak selama proses studi dan juga selama proses penyusunan skripsi ini. Penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Dr. H. Abd Wahid Hasyim, M.Ag Dekan Fakultas Adab dan Humaniora. 2. Dr. Akhmad Saehudin M.A Ketua Jurusan Tarjamah beserta staff.

3. Bapak dan Ibu dosen Fakultas Adab dan Humaniora yang telah banyak membimbing dan menyampaikan Ilmu pengetahuannya kepada penulis, mudah-mudahan bermanfaat bagi penulis di dunia dan akhirat.

(10)

serta bimbingan beliau sangat membantu saya sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

5. Pimpinan dan staff administrasi Perpustakaan utama UIN, Perpustakaan Fakultas Adab dan Humaniora, yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk memanfaatkan dan memimjamkan buku-buku yang berhubungan dengan skripsi.

6. Alm ayahanda H.M. Hamdani dan Ibunda Hj. Indah, orang tua saya, yang telah membesarkan dan mendidik saya. Saya mutlak berterima kasih dan sekaligus meminta maaf kepada beliau berdua karena hanya dengan dukungan beliau berdualah saya dapat melanjutkan pendidikan saya hingga perguruan tinggi. Saya menyadari, tanpa beliau berdua, mustahil saya bisa menjadi sekarang. Begitu banyak pengorbanan yang beliau berikan kepada saya, dari kecil hingga dewasa. Pengorbanan serta kasih sayang yang tak terhitung dan tak terhingga banyaknya.

7. Kakak serta adikku tersayang terima kasih banyak karena telah memberikan semangat, bantuan dan doanya, serta menjadi motivasi hidup saya untuk selalu berkarya. Serta seseorang (Chairunnisa) yang telah banyak membantu dan memberikan semangat kepada Penulis untuk senatiasa memberikan yang terbaik.

8. Para guru-guruku K.H Chomim Dzazuli (Gus Miek), K.H Syamsul Maarif Hamzah (Gus Arif), K.H Sholihin Ilyas, Ustd Arif, serta Gus Lubi, doa serta dukungan beliau sangat membantu Penulis untuk senantiasa berbuat yang terbaik.

9. Teman-teman seperjuangan di Dzigho yang senantiasa mengiringi dan menemani Penulis dalam doa.

(11)

Semoga Allah Yang Maha Esa senantiasa memberikan Rahmat dan Karunia-Nya kepada semua pihak yang telah memberikan segala bantuan tersebut di atas. Skripsi ini tentu saja masih jauh dari sempurna, sehingga penulis dengan senang hati menerima kritik demi perbaikan. Kepada peneliti lain mungkin masih bisa mengembangkan hasil penelitian ini pada ruang lingkup yang lebih luas dan analisis yang lebih tajam.

Semoga skripsi ini memiliki nilai manfaat dalam memasuki dunia pendidikan di masa yang akan datang, khususnya bagi penulis dan pembaca umumnya. Amiin…

Jakarta, Maret 2011

Penulis

(12)
(13)

lembar Pernyataan ... ii

lembar Persetujuan Pembimbing ... iii

Lembar Pengesahan ... iv

Lembar Pedoman Transliterasi ... v

abstrak ... vii

Kata Pengantar ... viii

Daftar Isi ... xi

Daftar Tabel ... xiv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Pembatasan dan Perumusan masalah ... 7

C. Tujuan dan manfaat Penelitian ... 7

D. Tinjauan pustaka ... 8

E. Metodologi penelitian ... 8

F. Sistematika penulisan ... 9

BAB II KAJIAN TEORI A. Penilaian Terjemahan 1. Pokok-Pokok Penilaian ... 11

a. Struktur (Gramatika) ... 11

b. Pemakaian Ejaan... 12

c. Diksi ... 12

d. Idiom ... 13

e. Efektifitas Kalimat ... 14

(14)

2. Teknik Penilaian Terjemahan ... 16

a. Tes Perbandingan (Komparatif) ... 16

b. Tes Penerjemahan Ulang ... 17

c. Tes Keterpahaman ... 17

d. Tes Kewajaran ... 18

e. Tes Kekonsistenan ... 18

3. Kualitas Terjemahan ... 19

a. Tepat ... 19

b. Jelas ... 20

c. Wajar ... 20

4. Pedoman Penilaian Terjemahan ... 21

a. Ismail Lubis ... 21

b. Rochayah Machali ... 23

c. Syarif hidayatullah ... 25

5. Nilai Terjemahan ... 26

a. Terjemahan Hampir Sempurna ... 27

b. Terjemahan Sangat Baik………..27

c. Terjemahan Baik ……….……27

d. Terjemahan Cukup ……….……….28

e. Terjemahan Buruk ………..………….………28

BAB III Gambaran Umum A Teks Sumber ... 29

a. Kitab Terjemahan Fiqh Al-Islâm Wa Adilatuh …...…29

b. Riwayat Singkat Penerjemah (Prof. K.H. Masdar Helmy)………...30

B Teks Sasaran ... 31

(15)

3. Halaman ketiga ... 59 4. Halaman Keempat ... 65 5. Halaman Kelima ... 72

BAB V PENUTUP

A Kesimpulan ... 80 B saran ... 81

DAFTAR PUSTAKA

(16)
(17)

1 A. Latar Belakang Masalah

Penilaian terjemahan sangat penting disebabkan dua alasan: (1) untuk menciptakan hubungan dialektik antara teori dan praktik penerjemahan; (2) untuk kepentingan kriteria dan standar dalam menilai kompetensi penerjemah, terutama apabila kita menemui beberapa versi teks bahasa sasaran (Bsa) dari teks bahasa sumber (Bsu) yang sama.1

Menilai terjemahan juga menilai tingkat keterpahaman, yang berarti ada dan tiadanya dua ungkapan: (a) ungkapan yang dapat menimbulkan salah paham dan (b) ungkapan yang membuat pembaca sangat sulit memahami amanat yang dikandungnya karena faktor kosa kata dan gramatika.2

Menilai terjemahan juga meliputi: (1) melihat keakuratan atau ketepatan ; (2) mengukur kejelasan; (3) menimbang kewajaran. Keakuratan berarti sejauh mana pesan dalam Tsu disampaikan dengan benar dalam Tsa. Kejelasan berarti sejauh mana pesan yang dikomunikasikan dalam Tsa dapat dipahami dengan mudah oleh pembaca Tsa. Pesan yang ditangkap Tsu sama dengan pesan yang ditangkap oleh pembaca Tsa. Kewajaran berarti sejauh mana pesan dikomunikasikan dalam bentuk yang lazim, sehingga pembaca Tsa merasa bahwa teks yang dibacanya adalah teks asli yang ditulis dalam Bsa. Karenanya, aspek yang harus dinilai adalah: (1) pesan terterjemahkan atau tidak; (2) kewajaran dan ketepatan pengalihan pesan; (3)

(18)

2

kesesuaian hal-hal teknis dalam kerja penerjemahan dengan tata bahasa dan ejaan yang berlaku.3

Dalam penilaian terjemahan sesuatu yang dinilai adalah produk bukan proses penerjemahan, dalam arti bahwa yang dinilai adalah hasil terjemahan. Kita bukan menilai, misalnya bagaimana hasil itu diproduksikan, pada tahap mana kesalahan terjadi, sehingga penilaian terjemahan disini lebih banyak merupakan kepentingan remedial-pedagogik, baik untuk memeriksa terjemahan sendiri maupun hasil terjemahan orang lain, misalnya terjemahan dari para penerjemah buku-buku maupun terjemahan para mahasiswa.

Memang, pada akhirnya penilaian terjemahan akan memungkinkan adanya balikan bagi si penerjemah dan bagi teori penerjemahan itu sendiri, yakni adanya hubungan dialektik antara teori dan praktik. Pada gilirannya, memang kegiatan penilaian akan sampai juga pada kepentingan perbaikan mutu terjemahan.

Suatu penilaian terjemahan harus mengikuti prinsip validitas dan realibitas. Akan tetapi, karena penilaian terjemahan adalah relatif (berdasar kriteria lebih kurang), maka validitas penilaian dapat dipandang dari aspek conten validity dan face validity.

Alasannya adalah karena menilai terjemahan berarti melihat aspek isi (content) dan

sekaligus juga aspek-aspek yang menyangkut “keterbacaan” seperti ejaan (face),

sekalipun ejaan itu sendiri juga berkaitan dengan segi makna. Dengan mendasarkan kepada dua jenis validitas ini, diharapakan aspek realibitas akan dapat dicapai melalui Kriteria dan cara penilaian.4

(19)

Melalui metode penilaian terjemahan, maka akan dihasilkan terjemahan yang baik dan berkualitas yaitu, terjemahan yang mudah dipahami oleh pembaca, yaitu memiliki tingkat keterpahaman yang tinggi. Tingkat keterpahaman atau kualitas terjemahan ini bersifat intristik. Kualitas intristik bertalian dengan ketepatan, kejelasan, dan kewajaran nas. Ketepatan berkaitan dengan kesesuaian amanat terjemahan dengan amanat nas sumber, kejelasan berkaitan dengan struktur bahasa, pemakaian ejaan, diksi, dan panjang kalimat, dan kewajaran berkaitan dengan kelancaran serta kealamiahan terjemahan. Kualitas intristik ini dapat diukur dengan penerjemahan ulang, membandingkan terjemahan dengan nas sumber, tes keterpahaman, tes rumpang, dan penilaian peninjau.5

Hasil terjemahan yang juga dapat dipandang baik apabila terjemahan itu benar-benar mampu memotret target makna dari bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran. Seluruh satuan makna di dalam teks sumber ‘seolah-olah’ teralihkan secara sempurna ke dalam bahasa sasaran. Kriteria lainnya, bahwa hasil terjemahan itu proporsional dan wajar, Dalam arti, rajutan kata-kata, kalimat serta style terjemahan benar-benar

nyaman dan mudah dipahami ketika dibaca atau didengar pembaca teks sasaran senyaman apabila publik teks sumber membaca atau mendengar naskah aslinya.6

Pembahasan penilaian karya terjemahan tidaklah mudah, karena karya terjemahan biasanya sangat bergantung pada latar belakang (para) penerjemahnya serta untuk tujuan apa penerjemahan itu dilakukan. Ini terutama berlaku pada karya sastra.

(20)

4

Dalam teks berbahasa Arab yang pada umumnya penerjemahan di Indonesia terfokus pada nas-nas keagamaan, mulai dari kitab suci Alquran, Hadis, tafsir hingga buku-buku tentang dakwah, akhlak, dan buku yang menelaah pemikiran Islam. Sebagai penerjemah akan dihadapkan dengan berbagai kesulitan yang berkaitan dengan aspek kebahasaan, non kebahasaaan, dan kebudayaan.

Dalam teks bidang ilmu agama seperti karya besar Dr Wahbah Al-Zuhailî, Fiqh

Al-Islâm Wa adilatuh, yang memuat berbagai macam aliran pemikiran dan

kesimpulan hukum agama Islam menurut empat mazhab ahli sunah, ditambah dengan pendapat sebagian ulama syiah, sebagai penerjemah biasanya akan disuguhkan konsep-konsep pemikiran serta pendapat yang mau tidak mau harus dipahami dan diterjemahkan secara tepat. Seorang penerjemah akan dihadapi dengan tanggung jawab serta konsistensi dalam mengalihkan pesan dalam bahasa sumber (Bsu) yang akan dialihkan kedalam bahasa sasaran (Bsa) secara tepat dan benar, sehingga tidak terjadi distorsi makna yang menjadikan perbedaan aliran menjadi lebih runcing.

Belum lagi bila dikaji lebih jauh, ketika bahasa adalah sue generis. Maksudnya, ia mempunyai sistem tersendiri. Maka, setiap bahasa mempunyai karakteristik tertentu yang berbeda dengan bahasa lainnya, misalnya dalam pembentukan pola kata, pola urutan frase dan lain sebagainya. Maka penerjemah akan lebih dibenturkan lagi dengan kesulitan teknis yang mau tidak mau penerjemah harus bisa memecahkan dan menguasai hal tersbut dengan baik. 7

Kenyataan umum yang ditemui adalah hasil terjemahan cenderung unggul di satu sisi dan tidak demikian di sisi lain. Apabila ia cukup setia dengan teks sumber, maka

(21)

yang akan terjadi adalah bahasa yang dihasilkan terasa kaku untuk ukuran pembaca Indonesia sebagai akibat ketidakmampuan penerjemah membebaskan terjemahannya dari pengaruh bahasa Arab. Atau sebaliknya, hasil terjemahan cenderung berbahasa nyaman dan enak dibaca publik Indonesia, namun pesan teks sumber tercecer bahkan sampai tidak tersampaikan.

Pertanyaan yang kemudian muncul, “Apakah hasil terjemahan yang telah ada sekarang ini, dapat dijadikan rujukan sebelum diadakan penelitian tentang kualitas penilaian terjemahan yang dilakukan?” Memang pertanyaan ini lebih tepat bila ditanyakan kepada mereka yang hendak mengeksplorasi kandungan hukum islam secara dalam.

Namun betapapun keras kerja seorang penerjemah dalam mengalihkan bahasa sumber (Bsu) ke dalam bahasa sasaran (Bsa), tetap saja ia memiliki titik-titik kelemahan yang merupakan hasil distorsi dari dimensi-dimensi yang tidak mewakili dalam bahasa penerjemah. Dan, ini akan berimbas sangat signifikan pada hasil pemahamannya terhadap dasar-dasar utama dalam hukum Islam, terutama yang mencakup permasalahan ibadah.

(22)

6

apa yang dipahaminya dari terjemahan itu, padahal pemahaman itu belum tentu benar.

Penerjemah buku karya Dr. wahbah Al-Zuhailî ini, dalam pengantarnya mendaulat bahwa buku terjemahan yang penerjmah telah selesaikan dan terbit adalah buku yang dapat memberikan kepuasan kepada para pembacanya yang menginginkan memahami seluk beluk ibadah secara menyeluruh dan mendalam. Dari buku ini pula penerjemah menulis bahwa buku ini sangat berguna bagi semua peminat hukum Islam. Bahkan menganjurkan agar buku ini menjadi rujukan bagi para mahsiswa dan kaum terpelajar. Dan, berharap agar buku ini dapat menjadi perbedaan yang ada dikalangan umat Islam menjadi rahmat.

Dalam tulisan pengantar yang dibuat oleh penerjemah terlihat bahwa penerjemah sangat yakin bahwa hasil terjemahannya dapat memberikan nilai lebih dan kontribusi yang besar bagi keilmuan Islam khusunya ilmu fiqih. Namun, yang harus diingat bahwa tidak ada hasil dari terjemahan yang sempurna. Hasil terjemahan yang hadir harus bisa dan dapat menjadi jembatan penghubung dari penulis buku asli dengan para pembaca. Sehingga tidak terjadi komunikasi yang terputus yang dapat mengakibatkan kesalahan bagi para pembaca.

(23)

Berdasarkan latar belakang itulah, Penulis tertarik menulis skripsi dengan judul : “Penilaian Kualitas Terjemahan (Studi Kasus Kitab Fiqh Al-Islâm Wa Adillatuh

Karya Dr. Wahbah Al-Zuhailî).’’

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Dikarenakan tebalnya halaman buku asli dan terjemahannya, Penulis membatasi penelitian ini, hanya pada lima halaman muka Bab salat pasal 1, berupa teks Arab beserta terjemahannya, dengan menganalisis tingkat ketepatan, kewajaran, dan kejelasan hasil terjemahan tersebut kepada bahasa Indonesia yang baik dan benar.

Berdasarkan pembatasan masalah di atas, Penulis dapat merumuskan masalah sebagai berikut:

1. Apakah terjemahan kitab Fiqh Al-Islâm Wa Adillatuh telah tepat, jelas dan

wajar dalam mengalihkan teks-teks pada bahasa sumber?

2. Seberapa baikkah kualitas serta nilai terjemahan kitab Fiqh Al-Islâm Wa Adilatuh?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Berdasarkan masalah yang telah dikemukakan di atas, penelitian ini bertujuan: 1. Mengevaluasi dan menilai ketepatan, kejelasan dan kewajaran pengalihan

teks-teks pada bahasa sumber kepada bahasa sasaran. 2. Mengetahui kualitas dan nilai terjemahan.

(24)

8

terjemahan. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat menjadi inspirasi dan motivasi bagi teman-teman mahasiswa terjemah untuk melakukan penelitian penilaian kualitas terjemahan dengan objek yang lain.

D. Tinjauan Pustaka

Setelah Penulis menelaah dan meneliti karya-karya ilmiah baik dalam buku-buku penerjemahan, internet, perpustakaan Fakultas Adab dan Humaniora maupun perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, sepengetahuan Penulis ada beberapa kajian skripsi yang memiliki kesamaan subtansi dengan penelitian Penulis, Di antaranya:

1. Tatam Wijaya yang menulis Tinjauan Keritik Terjemahan Shohih Bukhori 2. Yuyun yang menulis Tinjaun Kritk Terjemahan Kamus Gaul

Selain itu Penulis juga mendapatkan beberapa karya yang hampir sama subtansinya dalam mengevaluasi hasil karya terjemahan yaitu antara lain:

1. Rochayah Machali yang meneliti kualitas terjemahan mahasiswa Universitas Canbera Australia dalam teks gender

2. Syihabuddin yang meneliti kualitas terjemahan Surat Al-Imran terbitan departemen agama

3. Benny H. Hoed yang meneliti kualitas penerjemahan The Origin Of Species

karya Charles Darwin ke dalam bahasa Indonesia . E. Metodologi Penelitian

(25)

struktur bahasa Indonesia yang baik dan benar), yaitu menganalisis objek penelitian pada teks-teks yang ada dalam kitab Fiqh al Islâm Wa Adilatuh dengan

mengeksplorasi ketepatan, kejelasan dan kewajaran terjemahan meliputi strukur bahasa, pemakaian ejaan, pemilihan diksi, dan keefektifan kalimat yang digunakan. Kemudian hasil penelitian akan dimasukan kedalam hitungan matematis, yaitu menganalisis setiap halamannya dengan memperhatikan kategori-kategori pengalihan Bsu kepada Bsa dengan tehnik ekuivalensi (pemadanan) dalam bahasa Indonesia yang baik dan benar serta memberikan solusi terjemahan lain.

Data yang diambil oleh penulis adalah teks-teks bahasa Arab yang terdapat pada kitab Fiqh al Islâm Wa Adilatuh pada bab salat pasal tentang hal-hal yang

membatalkan salat serta terjemahannya.

Instrument penelitian adalah teori-teori penilaian terjemahan dari beberapa pakar penerjemahan. Sedangkan prosedur pengolahan data dilakukan melalui melihat teks-teks bahasa Arab dan terjemahan serta membuat catatan-catatan penting sebagai kebutuhan data.

Dalam penulisan ini, penulis juga merujuk pada sumber-sumber sekunder berupa buku-buku tentang penerjemahan, kamus bahasa Arab dan Indonesia, internet dan lain-lain.

Selain itu, Penulis menggunakan kajian Pustaka (library research). Secara teknis,

penulisan ini didasarkan pada buku Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (skripsi, tesis

dan disertasi) yang berlaku di lingkungan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang

(26)

10

F. Sistematika Penulisan

Guna mendapat pemahaman yang terarah dan komprehensif dalam pembahasan masalah ini, Penulis perlu merumuskan sistematika penulisan sebagai berikut:

BAB I Pendahuluan, mencakup: latar belakang permasalahan, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan penelitian, tinjauan pustaka, metodologi penelitian serta sistematika penulis

BAB II Kerangka Teori, Bab ini adalah kelanjutan dari bab selanjutnya, berisi tentang teori-teori yang penulis gunakan dalam menganalisis permasalahan yang Penulis angkat dalam skripsi ini, yaitu berupa teori-teori penilaian terjemahan yang mencakup : penerjemahan dan tahap penerjemah, dan penilaian Terjemahan.

BAB III Gambaran Umum meliputi gambaran teks sumber dan gambaran teks sasaran.

BAB IV Analisis penilaian terjemahan kitab Fiqh al-Islâm Wa Adilatuh

(27)
(28)

11 BAB II

KERANGKA TEORI

A. Penilaian Terjemahan

Hal yang perlu diingat dalam penilaian terjemahan bukanlah sekadar dari segi benar-salah, bagus-buruk, harfiah-bebas. Namun ada beberapa segi dalam penerjemahan yang harus dipertimbangkan dalam penilaiannya. Sebelum menentukan kriteria penilaian, terlebih dahulu harus diingat kriteria dasar yang menjadi pembatas antara terjemahan yang salah (tidak berterima) dan terjemahan yang berterima. Maka kriteri pertama adalah: tidak boleh ada penyimpangan makna refrensial yang menyangkut maksud penulis asli. Sesudah melewati saringan pertama ini, barulah kriteria lain dapat dipertimbangkan atau diberlakukan. Kriteria penilaian lain akan di jabarkan di bawah ini.

1. Pokok-Pokok Penilaian

a. Struktur (gramatika)

Struktur (gramatika) adalah pembahasan tentang morfologi dan sintaksis. Dua hal tersebut merupakan pilar terpenting dalam tata bahasa. Sintaksis berbicara tentang jalinan atau relasi satu kata dengan kata lain yang membentuk frase, klausa atau kalimat, sedangkan morfologi membahas aspek internal kata. Sintaksis adalah ruh yang membangun kalimat, maka morfologi adalah ruh dari sebuah kata.18

(29)

Sintaksis mempunyai perananan penting dalam sebuah penerjemahan. Kesalahan dalam pengalihan struktur akan berimplikasi kepada makna yang dihasilkan. Ketika bahasa memiliki sifat sue generis yaitu memiliki peraturan masing-masing. Seorang

penerjemah harus dapat mengalihkan segala apa yang ada pada Tsu sesuai dengan maksud pengarang dengan tidak lupa mengikuti aturan dari Tsa. Penerjemah harus dapat keluar dari keterikatan kepada struktur Tsa yang akan berimbas kepada hasil terjemahan yang kaku.

Begitu pula dari segi morfologis, seorang penerjemah harus dapat mencari padanan terdekat kata-kata dari Tsu yang ada kepada Tsa, sehingga penikmat terjemahan dapat mudah memahami hasil terjemahan dengan baik karena sesuai dengan kata-kata yang dikenal oleh sidang pembaca terjemahan. Pemilihan padanan atau diksi ini akan dibahas di sub bab diksi.

Penilaian struktur ini mendapat posisi paling penting dalam setiap teori penilaian. Karena sintaksis dan morfologi adalah penyusun inti dari setiap lembar teks bahasa. b. Pemakaian Ejaan

Ejaan adalah keseluruhan peraturan bagaimana melambangkan bunyi ujaran dan bagaiman hubungan antar lambang-lambang itu (pemisahan dan penggAbûngannya dalam suatu bahasa).2 Secara teknis, yang dimaksud dengan ejaan adalah penulisan huruf, penulisan kata, dan pemakaian tanda baca.

c. Diksi

(30)

13

Diksi ialah pilihan kata. Maksudnya, pilihan kata yang tepat untuk menyatakan sesuatu. Kata yang tepat akan membantu seseorang mengungkapkan dengan tepat apa yang ingin disampaikannya, baik lisan maupun tulisan. Di samping itu, pemilihan kata itu harus pula sesuai dengan situasi dan tempat penggunaan kata-kata itu.

Ada lima tingkat dalam memilih diksi.3 Berikut lima tingkat tersebut: a.1 Literal (harfiah)

pemilihan kata yang tidak didasarkan semata-mata pada makna kata tersebut di kamus.

a.2. Sintatikal (Tata bahasa)

pemilihan makna kata yang tidak didasarkan semata-mata pada susunan tata bahasa dalam bahasa sumber.

a.3. Idiomatikal (pribahasa)

pemilihan kata yang didasarkan pada kesepadanan idiom pada bahasa sasaran. a.4. Astetikal (kesusastraan)

pilihan kata yang sudah harus benar-benar mempertimbangkan mutu kesastraan, seperti konotasi dan irama, tentu saja sebisa mungkin setia dengan mutu kesusastraan naskah asli.

a.5. Etikal (Kesusilaan)

Pilihan kata yang didasarkan pada prinsip kepatuhan yang berlaku pada penutur bahasa sasaran.

(31)

d. Idiom

Merujuk kepada pendapat para pakar bahasa dan terjemahan, maka penulis dapati beberapa definisi idiom yaitu antara lain idiom adalah adalah konstruksi yang khas pada suatu bahasa yang salah satu unsurnya tidak dapat dihilangkan atau diganti. Ungkapan idiomatik adalah kata-kata yang mempunyai sifat idiom yang tidak terkena kaidah ekonomi bahasa.4

Menurut Collins English Dictionary idiom adalah “ a group of words whose

meaning cannot be predicate from the meanings of the constituent words” ( idiom

adalah sekelompok kata yang maknanya tidak dapat dicari dari makna kata-kata unsurnya). Sedangkan menurut definisi lain dikatakan: “idiom is a linguistic usage

that is grammatical and natural to native speakers of language”,5 (idiom adalah

ungkapan kebahasaan yang bersifat gramatikal dan alami bagi penutur asli suatu bahasa).

Seorang penerjemah harus memahami terlebih dahulu definisi dari idiom ini, agar tidak terjadi kesalahan dalam mengalihkan ungkapan ini dari Bsu ke dalam Bsa secara tepat. Kesulitan yang dihadapi seorang penerjemah dalam memahami konteks idiom ini, menjadikan idiom salah satu unsur penting yang harus diuji dan dinilai, apakah ungkapan ini tepat ataukah malah menyimpang dari maksud yang disampaikan seorang pengarang.

4 Ibnu Burdah, Menjadi Penerjemah, (Jakarta, Tiara Wacana ;2004), h. 76

5 Moh. Mansyur dan Kustiawan, Pedoman Bagi Penerjemah. (Jakarta, Moyo Segoro Agung.2002),

(32)

15

e. Efektifitas kalimat

Di antara cirri terjemahan yang baik adalah terjemahan yang mempergunakan kalimat efektif. Oleh karena itu, penggunaan kalimat efektif dalam terjemahan menjadi salah satu unsur intristik yang harus dinilai.

Kalimat efektif ialah kalimat yang memiliki kemampuan untuk menimbulkan kembali gagasan-gagasan pada pikiran pendengar atau pembaca seperti apa yang ada dalam pikiran pembicara atau penulis. Kalimat sangat mengutamakan informasi itu sehingga kalimat dapat terjamin.6

Widyamartaya dalam bukunya seni menerjemahkan menyebutkan ciri-ciri kalimat efektif sebagai berikut:7

1. Mengandung kesatuan gagasan

Sebuah kalimat dianggap memilki kesatuan gagasan apabila (1) memiliki subjek atau predikat yang jelas ; (2) tidak rancu, mengandung pleonasme atau tautologi, dan membenarkan apa yang sudah benar ; (3) ditandai dengan penggunaan tanda yang tepat dan sesuai kaidah yang telah disepakati.

2. Mampu mewujudkan koherensi yang baik dan kompak

Kalimat yang mampu mewujudkan koherensi yang baik biasanya ditandai dengan (1) penggunaan kata ganti (pronomina) yang tepat : (2) penggunaan kata depan (preposisi) yang benar.

3. Memperhatikan asas kehematan

(33)

Menurut Widyamartaya, penerjemah harus memperhatikan efisiensi kata. Sebab, dalam penerjemahan tidak setiap kata harus diterjemahkan apabila memilki maksud dan tujuan yang sama.

f. Gaya Bahasa

Pakar teori linguistik terjemahan dari perancis G. Mounin ketika menyinggung masalah gaya bahasa dalam terjemahan mengatakan, “bahwa adanya kata-kata yang mengandung kesamaan makna yang inheren dalam terjemahan tidak boleh bertentangan dengan norma-norma gaya bahasa dalam bahasa sasaran”.8 Setiap bahasa mempunyai sistem fungsional terkait dengan gaya bahasa/stilistika (stylistics).

Tetapi, kumpulan tanda-tanda pembeda yang bercirikan sistem fungsional yang satu, maupun yang lain dalam berbagai bahasa sering tidak sesuai.

Berkenaan dengan gaya bahasa ini Soepomo meningatkan akan adanya gaya atau ragam bahasa seperti: (1) Ragam santai, (2) Ragam resmi, (3) Ragam indah, (4) Ragam ringkas, (5) Ragam lengkap, (6) Ragam syair.9 Sehingga mumungkinkan dalam suatu naskah Bsu tidak hanya terdapat satu jenis ragam atau gaya bahasa saja, maka seorang penerjemah juga harus mengenalinya dan menggunakan gaya-gaya bahasa yang digunakan oleh penulis aslinya.

2. Tehnik Penilaian Terjemahan a. Tes perbandingan (komparatif)

Pada prinsipnya tes perbandingan bertujuan memeriksa kesepadanan isi informasi antara terjemahan dan nas sumber. Pemeriksaan dilakukan untuk meyakini bahwa

(34)

17

informasi yang ada dalam nas sumber telah terungkap di dalam terjemahan dengan tepat. Tidak ada penambahan; tidak ada pengurangan; dan tidak ada perbedaan.10 Penilaian ini dapat dilakukan oleh penerjemah sendiri atau orang lain yang ahli. Jika dilakukan oleh penerjemah, tes perbandingan merupakan kegiatan revisi nas terjemahan.

Secara teknis, perbandingan sebaiknya dilakukan pada naskah terjemahan yang diketik dua spasi sehingga pemeriksa dapat menuliskan informasi tambahan, catatan, saran, dan kritik secara langsung pada naskah.

b. Tes penerjemahan ulang

Tes penerjemahan ulang dimaksudkan untuk mengetahui ketepatan makna antara nas terjemahan dan nas sumber, bukan untuk mengetahui kejelasan dan kewajaran terjemahan. Secara operasional, tehnik ini dilakukan dengan menerjemahkan kembali terjemahan ke bahasa sumbernya. Kemudian hasil terjemahan ini dibandingkan dengan nas yang asli. Jika makna nas sumber sesuai dengan makna terjemahan-balik, berarti terjemahan dalam bahasa penerima itu sudah tepat.

Kelemahan tes ini ialah terlampau mahal biayanya dan memerlukan orang yang benar-benar ahli. Jika dikerjakan oleh orang yang tidak teliti dan kurang ahli, hasil terjemahan-baliknya kurang memuaskan.

10

(35)

c. Tes Keterpahaman

Tes keterpahaman bertujuan mengetahui kualitas terjemahan. Melalui tes ini dapat diketahui apakah terjemahan itu dipahami dengan tepat oleh penutur bahasa penerima yang sebelumnya tidak pernah melihat terjemahan itu. Tes ini dirancang untuk mengetahui apakah terjemahan itu komunikatif dengan khalayak penerima sebagai sasaran terjemahan.

Tes pemahaman dapat dilakukan dengan meminta pembaca terjemahan agar menceritakan kembali isi nas dan menjawab pertanyaan nas itu. Hasil ini dapat membantu penerjemahan dalam meningkatkan kualitas karyanya.

Tes ini dilakukan oleh penerjemah sendiri atau oleh orang lain yang terlatih untuk melakukan tes ini. Jika penerjemah sendiri yang melakukan tes, dia mesti teliti dan hati-hati jangan sampai terlampau mempertahankan karyanya, tetapi dia harus jujur dan benar-benar ingin mengetahui hasil tes. Disamping itu, penerjemah akan sulit untuk bersikap objektif terhadap karyanya. Idealnya, tes ini dilakukan oleh orang lain, karena dia memiliki pandangan yang baru terhadap nas itu.

d. Tes kewajaran

(36)

19

pun memberikan kritik, saran, dan perbaikan kepada penerjemah sehingga diharapkan dia dapat meningkatkan kualitas terjemahannya di kemudian hari.

e. Tes Kekonsitenan

Tes kekonsistenan sangat diperlukan dalam hal-hal yang bersifat teknis. Doff menegaskan bahwa tidak ada aturan baku mengenai bagaimana cara yang terbaik menyatakan ungkapan Bsu.11 Namun, dapat dicatat bahwa ada beberapa kelemahan yang harus dihindari. Salah satu kelemahan itu adalah kekonsistenan.

Tsu biasanya memiliki istilah kunci yang digunakan secara berulang-ulang. Jika Tsu panjang atau proses penyelesaian terjemahan memakan waktu lama, maka ada kemungkinan terjadinya ketidakkonsistenan penggunaan padanan kata untuk istilah kunci.

3. Kualitas Terjemahan

Terjemahan yang berkualitas adalah terjemahan yang memiliki tiga ciri, yaitu tepat, jelas, dan wajar. Untuk memahami ketiga karakter ini, berikut ini akan dideskripsikan satu persatu ciri-ciri tersebut:

a. Tepat

Ketepatan di sini bermakna bahwa terjemahan yang berkualitas adalah terjemahan yang menyampaikan informasi atau pesan dari Tsu secara benar, tepat, dan jujur sesuai dengan maksud dari pengarang Tsu. Informasi yang disampaikan tidak ada yang tertinggal, tidak ada yang bertambah, dan tidak ada yang berbeda. Sehingga pembaca dapat , memahami hasil karya terjemahan itu dengan mudah serta sesuai dengan pesan yang terkandung di dalamya.

(37)

Sesuai dengan tujuan penerjemahan adalah mengkomunikasikan makna secara akurat. Seorang penerjemah bila ingin mendapatkan kualitas terjemahan yang baik dan berkualitas tidak boleh mengabaikan, menambah, atau mengurangi makna yang terkandung dalam Tsu, hanya karena terpengaruh oleh bentuk formal Bsa. Nida dan Taber mengaskan “…makna harus diutamakan karena isi pesanlah yang terpenting”.12

Penerjemahan bukan bertujuan menciptakan karya baru atau tulisan baru, tetapi penerjemahan bertujuan menjadi jembatan penghubung antara penulis Bsu dengan pembaca Bsa. Dengan kata lain, seorang penerjemah bukan meringkas sebuah teks menjadi sebuah tulisan baru tetapi penerjemah harus mampu menjadi fasilitator komunikasi penyampai pesan yang terkandung pada Bsu ke dalam Bsa dengan tepat. b. Jelas

Indikator kejelasan suatu terjemahan sangat dipengaruhi oleh ketidaktepatan dalam menyusun kalimat (struktur), pemakaian ejaan, pemilihan kata (diksi), dan menggunakan kalimat efektif. Seorang penerjemah yang baik harus bisa menyampaikan ide atau pesan pada Tsu secara jelas dan lengkap. Jelas susunan kalimatnya, jelas pemakaian ejaan, jelas pemilihan katanya, dan jelas kalimatnya (efektifitas kalimat) menurut tata bahasa yang baku dan berlaku pada Bsa.

c. Wajar

Indikator ketiga ini dari beberapa indikator terjemahan yang berkualitas merupakan yang paling sulit dipenuhi karena terkait dengan unsur subjektifitas. Bagi

(38)

21

sesorang, suatu terjemahan mungkin sudah wajar, tetapi bagi yang lain mungkin tidak. Namun, hal itu bukan berarti terjemahan yang wajar itu sulit diraih.

Ada beberapa langkah yang harus dilakukan seorang penerjemah apabila ingin mendapatkan kewajaran dalam terjemahan,13 antara lain dengan cara:

1. Penerjemah harus memahami hakikat penerjemahan. Penerjemahan bukanlah mengubah kata dan struktur bahasa asing menjadi bahasa penerima, tetapi memahami makna pesan bahasa itu, lalu mengungkapkannya dalam struktur bahasa penerima. Pembaca akan merasa janggal jika terjemahan itu tampil dalam bentuk yang berbeda dari bahasa yang dikuasainya. Adanya perbedaan atau penyimpangan inilah yang menimbulkan ketidakwajaran.

2. Penerjemah dituntut untuk senantiasa mendiskusikan hasil pekerjaannya dengan para ahli di bidang penerjemahan dan dengan para pembaca dari berbagai kalangan. Hal ini dimaksudkan untuk memperoleh masukan tentang berbagai kekurangan pada karyanya, sehingga dia memiliki bahan dan masukan yang sangat berharga untuk memperbaiki dan merevisi pekerjaanya. 3. Penerjemah senantiasa belajar. Setiap nas baru harus dihadapinya menurut

perlakuan, pengetahuan, dan tehnik penerjemahan yang relatif baru pula. Dari penjelasan di atas diketahui bahwa terjemahan yang wajar adalah terjemahan yang menggunakan bahasa selaras dan sesuai dengan kaidah yang berlaku. Terjemahan yang ditulis dalam bahasa Indonesia dikatakan wajar jika selaras dengan kaidah yang berlaku dan disepakati oleh penutur bahasa Indonesia. Sebaliknya, ketidawajaran itu muncul jika bahasa yang digunakan menyimpang dari kaidah.

(39)

4. Pedoman Penilaian Terjemahan

Mengingat cukup banyaknya tokoh yang mengemukakan cara-cara penilaian terjemahan, pembahasan ini Penulis batasi pada tokoh-tokoh tertentu saja, di antaranya Ismail Lubis, Rochayah Machali dan Moch. Syarif Hidayatullah.

a. Ismail Lubis

Lubis menegaskan bahwa penerjemah hendaknya dapat menyampaikan pesan-pesan yang terdapat dalam bahasa sumber secara efektif. Oleh karena itu, penerjemah harus mampu menyusun kalimat yang efektif dalam bahasa penerima.14

Pendapat ini diperkuatnya dengan menilai terjemahan Alquran versi Departeman Agama terbitan 1990. Lubis mengatakan bahwa terjemahan itu terdapat banyak kesalahan nmenurut tata bahasa Indonesia. Hal ini terjadi karena cara menerjemahkan adakalanya sebatas mendatangkan sinonim dan makna leksikal. Tidak dengan memakai kalimat efektif atau ungkapan yang lazim dan baku dalam bahasa penerima. Tehnik yang dilakukan lubis dalam penilaian yaitu dengan metode linguistik yang mengangkat tataran sintaksis dan kalimat efektif sebagai ‘pisau’ analisisnya.

Lubis menyebutkan sejumlah kesalahan yang terdapat dalam terjemahan Alquran tersebut di antaranya:

1. Penggunaan kata yang berlebihan;

2. Penggunaan frasa yang tidak lazim dalam bahasa Indonesia;

3. Penggunaan bentuk superlative yang berlebihan dalam kalimat terjemahan; 4. Ketidaktepatan penggunaan preposisi, seperti preposisi daripada;

5. Banyak kalimat yang taksa dan ambigu ;

(40)

23

Kesalahan-kesalahan di atas dikelompokan dengan cara menjaringnya menjadi beberapa jaringan: (1) jaringan pleonasme; (2) jaringan gramatika; (3) jaringan diksi ; (4) jaringan idiom. Kemudian keempat jaringan itu dianalisis dengan cara di bawah ini :

1. Jaringan pleonasme (pemakaian kata-kata yang berlebihan dalam terjemahan.

2. Jaringan gramatik (pemakaian kata yang tidak sesuai dengan gramatika bahasa Indonesia).

3. Jaringan diksi (pilihan kata yang tepat dalam terjemahan).

4. Jaringan idiom atau ungkapan idiomatik (bentuk bahasa berupa gAbûngan kata yang maknanya tidak dijabarkan dari unsur pembentuknya).

Namun, dalam menilai dan mengkritik hasil terjemahan, lubis tidak memberikan penilaian secara matematis atau persentase. Artinya lubis hanya menunjukan kesalahan-kesalahan yang terdapat dalam terjemahan sekaligus memberikan alternatif pembenarannya yang didasarkan pada kaidah bahasa Indonesia yang baik dan benar. b. Rochayah Machali

Menurut Rohayah Machali penilaian dapat dilakukan melalui tiga tahap : 15

Tahap pertama : Penilaian fungsional, yakni kesan umum untuk melihat apakah tujuan umum penulisan menyimpang. Bila tidak, penilaian dapat berlanjut ke tahap ke dua.

(41)

Tahap kedua : penilaian terinci berdasarkan segi-segi dan kriteria pada tabel

(ii) Aspek interpersonal- lain, misalnya, konotatif-denotatif 3. Aspek pragmatis

a. Pemadanan jenis teks (termasuk maksud/tujuan Penulis)

b. Keruntutan makna pada tataran kalimat dengan tataran teks

B. Kewajaran ungkapan (dalam artri baku) Wajar dan/atau harfiah?

C. Peristilahan Benar, baku, jelas

D. Ejaan Benar, baku Benar, baku

(42)

25

Untuk memudahkan penempatan golongan atau kategori, kriteria rinci pada tahap ke dua diwujudkan dalam indikator umum dalam tabel berikut.16

Kategori Nilai Indikator

Terjemahan hampir sempurna

86-90 (A)

Penyampaian wajar; hampir tidak terasa seperti terjemahan; tidak ada kesalahan ejaan; tidak ada kesalahan/ penyimpangan tata bahasa; tidak ada kekeliruan penggunaan istilah. penggunaan istilah; ada satu-dua kesalahan tata bahasa/ejaan (untuk bahasa Arab tidak boleh ada kesalahan ejaan)

Terjemahan baik 61-75 ( C )

Tidak ada distorsi makna; ada terjemahan harfiah yang kaku, tetapi relative tidak lebih dari 15 % dari keseluruhan teks, sehingga terlalu terasa sebagai terjemahan; kesalahan tata bahasa dan idiom relative tidak lebih dari 15 % dari keseluruhan teks. Ada satu dua-dua kesalahan tata ejaan (untuk Bahasa Arab tidak boleh ada

Terasa sebagai terjemahan; ada beberapa terjemahan harfiah yang kaku, tetapi relative tidak lebih dari 25 % ada beberapa kesalahan idiom dan/ tata bahasa, tetapi relative tidak lebih dari 25 % keseluruhan teks. Ada satu-dua penggunaan

Sangat terasa sebagai terjemahan; terlalu banyak terjemahan harfiah yang kaku (relative lebih dari 25 % dari keseluruhan teks). Distorsi makna dan kekeliruan penggunaan istilah lebih dari 25 % keseluruhan teks.

(43)

c. Moch. Syarif Hidayatullah

Pedoman penilaian yang ditawarkan oleh syarif hidayatullah adalah sebagai berikut :17

1. Klausa atau kalimat yang tidak diterjemahkan, berakibat pada pengurangan skor sebanyak 10 poin.

2. Terjemahan yang salah pesan, berakibat pada pengurangan skor sebanyak 5 poin.

3. Frasa, diksi, kolokasi, kontruksi atau komposisi, dan tata bahasa yang tidak dialihkan secara tepat sesuai kaidah dalam Bsa, berakibat pada pengurangan skor sebanyak 2 poin.

4. Kesalahan ejaan dan tanda baca, berakibat pada pengurangan skor sebanyak 1 poin.

Untuk menggunakan model penilaian tersebut, penilai harus memperhatikan beberapa hal di bawah ini:

a. Penilaian pada hasil terjemahan yang berbentuk buku dapat dilakukan dengan cara mengambil beberapa halaman.

b. Setiap lembar halaman terjemahan diberi skor awal 100 poin.

c. Setelah itu, hitunglah skor kesalahan sesuai dengan pedoman di atas. d. Lalu jumlahkan semua skor kesalahan dalam setiap halaman yang dinilai. e. Skor awal setiap halaman kemudian dikurangi skor kesalahan.

f. Skor setiap halaman dijumlahkan, lalu dibagi dengan jumlah halaman. g. Hasil skor rata-rata menjadinilai akhir dari terjemahan yang dinilai.

(44)

27

h. Setelah itu, nilai akhir itu dipergunakan untuk menilai apakah nilai terjemahan tersebut termasuk terjemahan istimewa (90-100); sangat baik (80-89); baik (70-79); sedang (60-69); kurang (50-59); buruk (0-49).

Dari beberapa tehnik yang dikemukakan para tokoh, Penulis menggunakan tehnik yang dikemukakan oleh Rochayah Machali sebagai pijakan dalam menganalisis nilai dan kualitas terjemahan pada objek yang Penulis angkat sebagai objek skripsi Penulis.

5. Nilai Terjemahan

Penialaian terjemahan disamping dapat dilakukan secara langsung mengamati dan membacanya secara cermat, juga dapat dilakukan dengan cara memberi penilaian secara matematis. Meski hasil terjemahan itu bersifat relatif, tetapi penilaian secara matematis perlu dilakukan untuk member penilaian kepada hasil terjemahan.

Di bawah ini beberapa kategori penilaian matematis dari sebuah terjemahan: a. Terjemahan Hampir Sempurna

Penyampaian wajar, hampir tidak terasa seperti tejemahan, tidak ada kesalahan ejaan, tidak ada kesalahan atau penyimpangan tata bahasa, tidak ada kekeliruan penggunaan istilah. Nilai yang dimiliki terjemahan ini berkisar antara 90-100.

b. Terjemahan Sangat Bagus

(45)

c. Terjemahan Baik

Tidak ada distorsi makna, ada terjemahan harfiah yang kaku, tetapi relatif tidak lebih dari 15 % dari keseluruhan teks, ada satu dua penggunaan istilah yang tidak baku atau umum. Ada satu dua kesalahan tata ejaan (untuk bahasa Arab tidak boleh ada kesalahan ejaan). Nilai yang dimiliki terjemahan ini berkisar antara 70-79.

d. Terjemahan Cukup

Terasa sebagai terjemahan, ada beberapa terjemahan harfiah yang kaku, tetapi relatif tidak lebih dari 25 % dari keseluruhan teks. Ada satu dua penggunaan istilah yang tidak baku atau tidak umum dan kurang jelas. Nilai yang dimiliki terjemahan ini berkisar antara 60-69.

e. Terjemahan Kurang

Sangat terasa sebagai terjemahan, terlalu banyak terjemahan harfiah yang kaku (relatif lebih dari 25 % dari keseluruhan teks) distorsi makna dan kekeliruan penggunaan istilah lebih dari 25 % dari keseluruhan teks. Nilai yang dimiliki terjemahan ini berkisar antara 50-59.

f. Terjemahan Buruk

(46)
(47)

28 A. Teks Sumber

1. Kitab Terjemahan Fiqh Al Islâm Wa Adilatuh

Teks sasaran (selanjutnya disingkat TSa) berapa buku tertulis dalam bahasa Indonesia dalam versi terjemahan. Buku ini diterbitkan oleh penerbit Pustaka Media Utama di Bandung pada April tahun 2004 dan menjadi cetakan pertama. Sebagai bentuk terjemahan buku Fiqh Al-Islâm Wa Adilatuh dengan alih bahasa (penerjemah)

Prof. Drs. KH. Masdar Helmy diberi judul Fikih Shalat kajian berbagai mazhab dengan ISBN No. 979-98017-1-2.

Buku yang memiliki halaman sebanyak Sembilan ratus tujul puluh delapan ini, di dalamnya terdapat kata pengantar penerbit, kata pengantar penerjemah, daftar isi, catatan-catatan serta riwayat singkat dari penerjemah. Namun Penulis tidak mendapati terjemahan kata pengantar baik dari penerbit maupun penulis aslinya, serta juga tidak mendapati riwayat singkat penulis buku aslinya.

(48)

29

rukun-rukun salat, sunah-sunah salat, hal-hal yang membatalkan salat, salat-salat sunah, jenis-jenis sujud, serta ditutup dengan pembahasan mengenai macam-macam salat. Sebagai catatan buku ini memiliki menggunakan endnote dalam catatan kaki yang dipakainya.

2. Riwayat Singkat Penerjemah

Nama lengkapnya adalah Masdar Helmy. Beliau lahir di sebuah desa yang bernama Kandangan, yang terletak di salah satu pelosok Samarinda Kalimantan Selatan pada tiga Juli tahun 1929. Masdar Helmy memulai jenjang pendidikan Ibtida'iyah di kampungnya, Tsanawiyah di Kalimantan, dan melanjutkan ke perguruan tinggi di IAIN Sunan Kalijaga Jogjakarta.

(49)

Pada tahun 1989 Masdar Helmy pindah ke Bandung dan mengabdikan dirinya menjadi dosen pada IAIN Sunan Gunung Jati serta diangkat menjadi Guru Besar di sana pada tahun 1991. Pada tahun 2001 beliau pun diangkat menjadi Guru Besar Emiritus IAIN Sunan Gunung Jati dan masih tetap mengabdi pada IAIN Sunan Gunung Jati hingga seakarang.

B. Teks Sumber

Teks sumber (selanjutnya disingkat Tsu) berupa buku tertulis dalam bahasa Arab yakni yang berjudul Fiqh Al-Islâm Wa Adillatuh karya Dr. Wahbah Al-Zuhailî. Kitab

ini adalah kitab yang berisi pemikiran dan pendapat para imam ulama mazhab fiqih yang masyhur diantaranya Maliki, Hambali, Hanafi dan Syafei. Wahbah al-Zuhaili dalam buku ini membahas secara jelas aturan-aturan Sariah Islam yang disandarkan kepada kami dalil-dalil yang shahih baik dari Alquran, Sunah, maupun akal. Oleh sebab itu, kitab ini tidak hanya membahas fiqih yang sunnah saja atau membahas fiqih berasaskan logika semata. Selain itu, karya ini juga mempunyai keistimewaan dalam hal mencakup materi-materi dalam fiqih dari semua madzhab, dengan disertai proses penyimpulan hukum (istinbât al-ahkâm) dari sumber-sumber hukum Islam baik yang naqli maupun aqli (Alquran, Sunah, dan juga ijtihad akal yang didasarkan kepada prinsip umum dan semangat tasyri‘ yang otentik).

(50)
(51)

31

KITAB FIQH AL ISLÂM WA ADILLATUH

Pada bab ini peneliti akan memberikan evaluasi serta nilai dari hasil terjemahan halaman per halaman. Analisa dan penilaian akan peneliti lakukan dengan mengamati hasil terjemahan kitab Fiqh Al-Islâm Wa Adillatuh baik dari segi ketepatan ( yaitu

dengan melihat sejauh mana pesan itu tersampaikan), segi kejelasan ( yaitu melihat struktur kalimat, pemilihan diksi, pemakaian ejaan serta efektifitas kalimat yang sesuai dengan padanan pada bahasa sasaran), serta segi kewajaran dengan memberikan solusi terjemahan yang tepat menurut peneliti. Berikut ini analisa peneliti mengenai hasil terjemahan kitab Fiqh Al-Islam Wa Adillatuh:

1.

ﻢﻠﺳو ﮫﯿﻠﻋ ﷲا ﻰّﻠﺻ ﻲﺒﻨﻟا ةﻼﺻ ﺔﻔﺻ

: SIFAT SHALAT NABI MUHAMMAD SAW.

(52)

32

Uraian peneliti di atas didasarkan tinjauan dari pengertian kata sifat menurut kamus besar bahasa Indonesia yang memiliki arti rupa dan keadaan yang tampak pada suatu benda.1 Maka akan lebih tepat bila kata ini dialihkan menjadi tata cara salat Nabi Muhammad Saw. Namun dikarenakan klausa ini adalah berkedudukan sebagai judul, akan lebih baik apabila klausa ini diberikan padanan yang lebih tepat. Posisi judul dalam setiap karya ilmiah menjadi poin penting yang harus diperhatikan, dengan judul yang menarik akan menimbulkan keinginan yang tinggi pada diri pembaca untuk mengambil keputusan membaca sebuah buku.

2.

ﺎﻤﻛ ،ةﻼﺼﻟا ﻦﻋ مﻼﻜﻟا ﻞﯿﺼﻔﺗ ﻞﺒﻗ ﺎﻨھ ﺎﮭﺘﺒْﺛأ، ﻢﻠﺳو ﮫﯿﻠﻋ ﷲا ﻰّﻠﺻ ﻲﺒﻨﻟا ةﻼﺼﻟ ﺔﺤﺿاو ﺔﻔﺻ هﺬھ ﺎھاور

،تﺎﻘﺜﻟا نﻮﺛﱢﺪﺤﻤﻟا

Sebelum diuraikan lebih lanjut secara rinci pembahasan tentang berbagai hal yang berkenaan dengan shalat, perlu dikemukakan di sini tata cara shalat Rasulullah saw. Sebagaimana yang diriwayatkan oleh para muhadditsin, supaya dapat kita jadikan satu-satunya sebagai peringatan dan teladan yang baik untuk selamanya.

Penilaian yang dapat peneliti berikan untuk terjemahan di atas, peneliti menemukan adanya kesalahan yaitu penerjemah melakukan penafsiran bukan melakukan penerjemahan. Hal ini terlihat dimana penerjemah menggunakan kata perlu dikemukan. Sedangkan dalam teks aslinya tidak mencerminkan keinginan penulis buku asli untuk merasa perlu mengemukan hal tersebut. Tetapi yang diinginkan penulis adalah penukilan hadis tersebut adalah sebagai pendukung untuk memasuki pemahaman pembaca tentang isi buku yang ditulisnya. Sebaiknya terjemahan ini dialihkan menjadi, “ sebelum memasuki pembahasan tentang salat, di

1 Kamus Besar Bahasa Indonesia dalam jaringan, di akses pada 2 januari 2011 dari

(53)

bawah ini akan dikemukan secara jelas tata cara salat sebagaimana yang disampaikan oleh para ahli hadis”.

Kesalahan yang lain yaitu pengalihan kata muhadistsin menjadi para muhaditsin. Kata muhaditisin adalah bentuk jamak dari muhadis. Bila kata ini ingin dialihkan sesuai dengan padanan jamak yang lazim digunakan dalam bahasa Indonesia, seharusnya kata ini hanya ditambahkan kata para yang diletakan di depan arti bentuk tunggalnya menjadi para ahli hadis atau para muhadis.2

Pada terjemahan di atas juga terdapat klausa tambahan yaitu, ‘supaya dapat kita jadikan satu-satunya sebagai peringatan dan teladan yang baik untuk selama-lamanya’. Disini peneliti menemukan adanya penambahan kalimat yang tidak perlu. Untuk menjaga teks sumber tersampaikan dan terjaga pesan dari penulis aslinya, seyogyanya penerjemah tidak melakukan penambahan ini. sehingga karya yang ada tetap menjadi karya asli penulis dan bukan menjadi hasil tulisan baru atau tafsiran dari penerjemah.

3.

لﺎﻗ ءﺎﻄﻋ ﻦﺑ وﺮﻤﻋ ﻦﺑ ﺪﻤﺤﻣ ﻦﻋ يﺬﻣﺮﺘﻟاو دواد ﻮﺑأو يرﺎﺨﺒﻟا جﺮﺧأ

:

ةﺮﺸﻋ ﻲﻓ ّيﺪﻋﺎﺴﻟا ﺪﯿﻤﺣ ﺎﺑأ ﺖﻌﻤﺳ

ﷲا لﻮﺳر بﺎﺤﺻأ ﻦﻣ ـ ةدﺎﺘﻗ ﻮﺑأ ﻢﮭﻨﻣ ـ ﻢﻠﺳو ﮫﯿﻠﻋ ﷲا ﻰّﻠﺻ

Al-Bukhori, Abû Dawud, dan Al-Turmudzi meriwayatkan dari Muhammad bin Amr bin Atha’, ia berkata: Saya mendengar Abû Hamid Al-Sa’idi berkata tentang sepuluh orang sahabat Rasulullah saw., di antaranya Qotadah:

Penilaian terjemahan di atas yang dapat peneliti kemukakan di sini yaitu peneliti menemukan adanya kesalahan dalam menuliskan kompilator sebagai

2

(54)

34

periwayat hadis. Seharusnya penulisan nama kompilator dituliskan pada akhir matan. Penerjemahan nama kompilator seharusnya dituliskan sesuai dengan kelaziman yang dipakai pada bahasa sasaran. Bila diperhatikan dalam susunan hadis di atas bahwa periwayat hadis yang dicantumkan hanyalah salah satu periwayat hadis ini yaitu Muhammad bin ‘Amr bin Ata, sehingga pengalihan penerjemahan di atas sebaiknya dapat dialihkan menjadi ‘Muhammad bin ‘Amr bin Ata meriwayatkan dari Abû Humayd al-Sâ ‘idî’ saja, sedangkan nama-nama kompilator yaitu Al-Bukhori, Abû Dawud, dan Al-Tirmudzi dituliskan pada akhir matan. Kesalahan fatal yang peneliti dapat temukan adalah ketika penerjemah menuliskan kesalahan nama periwayat hadis yang seharusnya dituliskan Abû Humayd al-Sâ‘idî’ namun penerjemah menuliskannya menjadi Abû Hamid al-Saidi3.

Dari hasil pengalihan ini juga, peneliti melihat adanya kesalahan pesan yang dilakukan dalam mengalihkan klausa tersebut. Konteks yang ada dalam klausa tersebut adalah Muhammad bin ‘Amr bin ‘Atâ -sebagai periwayat hadis- menjelaskan bahwasanya dirinya mendengar seseorang yang sedang berbicara di sekumpulan sahabat Rasulullah yaitu Abû Humayd dan bukan bermaksud membicarakan tentang sepuluh orang sahabat Rasulullah hal ini dapat terlihat adanya partikel ﻲﻓ, sehingga klausa ini seharusnya dialihkan menjadi Muhammad bin ‘Amr bin Ata meriwayatkan hadis dari Abû Humayd al-Sâ‘idî’. Sebagai catatan Abû

3

(55)

Humayd al-Sâ‘idî’ adalah salah seorang sahabat Nabi yang banyak meriwayatkan hadis-hadis salat.4

Untuk hal lainnya sebaiknya penulisan nama orang yang berasal dari bahasa sumber dituilskan keseluruhannya. Hal ini dikarenakan nama pada bangsa Arab sangat penting dikarenakan banyak memiliki kemiripan. Oleh karena itu kata Abû yang merangkai kata Qotadah agar tidak dilesapkan, namun dituliskan lengkap sesuai yang tertulis pada tek sumber.

Kekurangan lainnya yang dapat peneliti temukan adalah tidak dicantumkannya penulisan r.a ( radiyallâh ‘anh ) dibelakang nama sahabat atau periwayat hadis. Penulisan r.a pada setiap nama belakang para sahabat menjadi tehnik umum dalam menerjemahkan teks hadis, meskipun pada teks sumber tidak ditemukan.5

4.

ﺪﯿﻤﺣ ﻮﺑأ لﺎﻗ

:

، ﻢﻠﺳو ﮫﯿﻠﻋ ﷲا ﻰّﻠﺻ ﷲا لﻮﺳر ةﻼﺼﺑ ﻢﻜﻤﻠﻋأ ﺎﻧأ

Saya adalah orang yang paling tahu di antara kamu sekalian tentang shalat Rasulullah saw.

Berdasarkan uraian di atas maka kata لﺎﻗ dalam hadis tersebut akan lebih tepat dialihkan menjadi berujar daripada berkata, hal ini merujuk kepada konteks yang ada. Dengan mengalihkan kata ini menjadi berujar maka bahasa dan suasana yang ditimbulkan akan mengalir dan pembaca akan merasa berada dalam suasana yang sama dalam teks tersebut. Suasana yang terjadi pada konteks di hadis di atas

4 Abû Dawud Sulaiman bin al-Asyas al-sajastani, Sunan Abû Dawud (Beirut: Dar al-Fikr, 2003),

h. 500

5

(56)

36

adalah ketika Abû Humayd berada dalam perkumpulan sahabat Nabi, Abû Humayd mengeluarkan kata-kata yang membuat sahabat bertanya-tanya mengapa bisa dirinya mengucapkan kata tersebut. Dengan demikian maka akan tepat bila kata berujar ini digunakan untuk menjadi padanan pengalihan kata لﺎﻗ.

Sedangkan pengalihan klausa ﻢﻠﺳو ﮫﯿﻠﻋ ﷲا ﻰّﻠﺻ ﷲا لﻮﺳر ةﻼﺼﺑ ﻢﻜﻤﻠﻋأ ﺎﻧأ menjadi ‘saya adalah orang yang paling tahu di antara kamu sekalian tentang shalat Rasulullah saw. Dalam terjemahan di atas peneliti berpendapat memiliki kekurang tepatan dalam mengalihkan ism tafdil. Pengalihan ism tafdil yang memiliki kontruksi berupa ism tafdhil + min + majrur biasanya akan dialihkan menggunakan kata lebih + daripada dan bukan menggunakan paling. Penggunaan paling dapat dilakukan apabila kontruksi kalimat itu berbentuk ism tafdhil + mudhof ilaih. tepat penggunaan kata adalah orang Peneliti mendapati adanya pemborosan dalam menggunakan kata. Pemborosan itu terdapat pada frase paling tahu di antara kamu sekalian. Penggunaan kata kamu sekalian sebaiknya di persingkat menjadi kalian saja, dengan membuang kata kamu dan imbuhan se yang terdapat pada frase tersebut. Dengan demikian maka akan lebih tepat bila frase ini dialihkan menjadi di antara kalian.

5.

اﻮﻟﺎﻗ

:

،ًﺔﺒﺤﺻ ﮫﻟ ﺎﻨﻣﺪﻗأ ﻻو ،ًﺎﻌَﺒَﺗ ﮫﻟ ﺎﻧﺮﺜﻛﺄﺑ َﺖﻨﻛ ﺎﻣ ﷲاﻮﻓ ؟َﻢِﻠﻓ

: “Mengapa begitu? Padahal kamu bukanlah orang yang paling banyak mengikuti Rasulullah saw. dan bukan orang yang paling dahulu menjadi shahabat diantara kami”,

(57)

atas ucapan Abû Humaidi yang menyatakan dirinya sebagi orang yang paling tahu mengenai tata cara salat Rasul. Diksi yang peneliti ambil diperkuat dengan klausa yang hadir setelahnya yaitu ﺔﺒﺤﺻ ﮫﻟ ﺎﻨﻣﺪﻗأ ﻻو ،ًﺎﻌَﺒَﺗ ﮫﻟ ﺎﻧﺮﺜﻛﺄﺑ َﺖﻨﻛ ﺎﻣ ﷲاﻮﻓ. pada terjemahan kalimat ini juga terjadi kekurang tepatan dalam pemilihan diksi. Hal ini terlihat pada pemilihan diksi untuk frase ًﺎﻌَﺒَﺗ ﮫﻟ ﺎﻧﺮﺜﻛﺄﺑ yang dialihkan menjadi banyak mengikuti Rasulullah Saw. Kata banyak mengikuti akan lebih dipahami apabila dialihkan menjadi seringkali mengikuti.

Hal lainnya juga peneliti temukan kekurang tepatan dalam pemilihan diksi frase ًﺔﺒﺤﺻ ﮫﻟ ﺎﻨﻣﺪﻗأ ﻻو yang dialihkan menjadi orang yang paling dahulu menjadi sahabat. Peneliti melihat diksi yang dipilih oleh penerjemah kurang tepat. Kata ini akan lebih tepat dan akan lebih mudah dipahami apabila dialihkan menjadi orang yang pertama-tama masuk Islam. Karena frase “lebih dahulu menjadi sahabat”, sebelum Islam hadir Rasulullah pun banyak memiliki sahabat yang juga belum tentu memeluk Islam sebagai agamanya, namun yang dimaksudkan oleh kalimat ini adalah orang-orang yang membantu dan mendukung Rasulullah di awal kemunculan Islam. 6.

لﺎﻗ

:

،ﻰﻠﺑ

ia menjawab: Benar.

(58)

38

adalah ‘Abû Humayd pun menjawab: benar, aku bukanlah orang yang seperti kalian katakan’.

Dari hasil terjemahan di atas peneiliti berpendapat sebaiknya klausa mereka berkata lebih dicarikan diksi yang mendekati kepada struktur komunikasi. Walaupun penerjemah telah dapat menerjemahkan pesan yang dikandung secara tepat, namun peneliti merasa penggunaan kata ‘berkata’ kurang tepat. Kata اﻮﻟﺎﻗ sebagai bentuk jawaban dari apa yang diucapkan Abû Humayd tidak tepat apabila dialihkan menjadi ‘berkata’ akan lebih tepat apa bila kata ini dimodifikasi dan diberikan padanan yang sesuai dengan telinga pembaca sasaran, sehingga konteks serta konstruksi percakapan yang ada tetap dipertahankan. Bila melihat konteks di atas, maka peneliti lebih condong agar kata ini dialihkan menjadi ‘ para sahabat meminta Abû Humayd menjelaskan perkataannya, dengan berkata “jelaskanlah alasan ucapanmu!”.

8.

لﺎﻗ

:

ﻰﺘﺣ ﮫﯾﺪﯾ ﻊﻓﺮﯾ ،ةﻼﺼﻟا ﻰﻟإ مﺎﻗ اذإ ﻢﻠﺳو ﮫﯿﻠﻋ ﷲا ﻰّﻠﺻ ﷲا لﻮﺳر نﺎﻛ ،ﮫﯿﺒِﻜْﻨَﻣ ﺎﻤﮭﺑ َيِذﺎﺤُﯾ

Ia berkata: Apabila Rasulullah saw. berdiri untuk melaksanakan salat, maka beliau mengangkat kedua tangannya sampai sejajar dengan kedua bahunya,

(59)

yang dibangun pada situasi komuniksai terjadi. Untuk itu penggunaan kata ‘berkata’ terasa kurang tepat bila dipadankan untuk mengalihkan frase لﺎﻗ. Peneliti berpendapat agar klausa ini diubah total, namun tetap menyesuaikan dengan padanan pada bahasa sasaran serta pesan yang tetap tersampaikan. Peneliti menyarankan apabila klausa ini dialihkan menjadi ‘mendengar permintaan para sahabat Abû Humaydi pun menjelaskan:’.

Analisa penilaian lainnya yang dapat peneliti kemukakan yaitu kurang tepatnya penggunaan kalimat ‘apabila Rasulullah Saw. berdiri untuk melaksanakan shalat’. Bila melihat struktur kalimat ‘berdiri untuk melaksanakan shalat’ bermakna salat itu baru akan dilakukan Rasulullah, namun konteks pembicaraan pada kalimat itu adalah salat itu sedang dilaksanakan Rasulullah. Untuk itu pengalihan yang tepat menurut peneliti adalah apabila Rasullullah salat.

9.

،ًﻻﺪﺘﻌﻣ ﮫﻌﺿﻮﻣ ﻲﻓ ﻢﻈﻋ ﻞﻛ ﱠﺮِﻘَﯾ ﻰﺘﺣ ﺮﱢﺒَﻜُﯾ ﻢﺛ

lalu membaca takbir sehingga seluruh tulang beliau berposisi sempurna pada tempatnya masing-masing,

(60)

40

10.

،أﺮﻘﯾ ﻢﺛ

kemudian membaca (Al-Fatihah),

Analisa lainnya yang dapat peneliti kemukakan adalah ketidak tepatan dalam mengalihkan pesan. Hal itu terdapat pada frase kemudian beliau membaca (Al-Fatihah). Kesalahan itu terdapat pada penulisan kata Al-fatihah yang diberikan tanda kurung yang berfungsi sebagai keterangan atau menjelaskan kata membaca. Namun dalam posisi salat seperti ini, bukan hanya surat Al-Fatihah saja yang Rasulullah baca namun surat lain yang beliau kehendaki pun dibacanya sebagai bentuk sunah dalam salat. Pendapat ini peneliti ambil dari hadis lain yang diriwayatkan oleh rifa’ah bin Rafi’.6 Untuk menghindari kesalahpahaman bagi pembaca teks sasaran sebaiknya keterangan ini ditambahkan menjadi ( surat Al-Fatihah dan ayat lain dari Alquran yang beliau kehendaki).

Menurut pendapat peneliti klausa pada sisi ini sebaiknya dapat dibentuk menjadi kalimat baru. Dengan membentuk klausa ini menjadi kalimat baru maka efektifitas kalimat dapat terjaga dan pesan akan lebih mudah dipahami oleh para pembaca.

11.

،ًﻻﺪﺘﻌﻣ ﮫﯿﺒﻜﻨﻣ ﺎﻤﮭﺑ يذﺎﺤﯾ ﻰﺘﺣ ﮫﯾﺪﯾ ﻊﻓﺮﯾو ﺮﺒﻜﯾ ﻢﺛ

kemudian membaca takbir dan mengangkat kedua tangannya hingga sejajar dengan kedua bahunya,

6 Abû Dawud Sulaiman bin al-Asyas al-Sajastani, Sunan Abû Dawud (Beirut: Dâr al-Fikr, 2003),

(61)

Hal lainnya yang dapat peneliti kemukakan adalah pemilihan diksi kata hubung yang kurang tepat yaitu dengan menggunakan kata hubung kemudian yang terlalu sering digunakan dalam menghubungkan setiap klausa pada terjemahan di atas. Sebaiknya kata-kata hubung di dalam terjemahan ini diberikan varian yang lain.

Penggunaan frase membaca takbir megindikasikan frase ini kurang tepat dalam pemilihan diksi. Sebaiknya kata ini dialihkan menjadi bertakbir saja. Diksi yang kurang tepat juga peneliti dapati pada klausa sehingga tulang-tulang beliau berposisi sempurna. Penggunaan klausa tulang-tulang berposisi sempurna tidaklah lazim digunakan (arkais) pada bahasa sasaran dan akan sulit dipahami bagi kalangan pembaca sasaran. Sebaiknya klausa ini dipadankan dengan kata berdiri tegak. Ketidak tepatan dalam pemilihan diksi ini berakibat kepada penggunaan bahasa yang kaku dikarenakan pengalihan TSu yang harfiah.

12.

ﯿﺘﺒﻛر ﻰﻠﻋ ﮫﯿﺘﺣار ﻊﻀﯾو ﻊﻛﺮﯾ ﻢﺛ ،ﮫ

kemudian ruku’ dan meletakan kedua telapak tangannya di lututnya,

pada pengalihan di atas peneliti hanya menemukan ketidak tepatan penggunaan kata hubung. Sebaiknya kata hubung yang digunakan diberikian varian lain sehingga pembaca tidak bosan ketika membaca karna selalu menamuka kata kemudian.

13.

ُﻊِﻨْﻘُﯾ ﻻو ﮫﺳأر ُﺐِﺼْﻨَﯾ ﻻو لﺪﺘﻌﯾ ﻢﺛ

) 1 (

،

kemudian ber-i’tidal dengan tidak menegakan dan mengangkat kepalanya,

(62)

42

varian yang lain agar hasil terjemahan tidak kaku karna penggunan kata hubung kemudian yang terus menerus muncul. Di sisi lain peneliti juga melihat penggunaan frase tidak meneggakan dan mengangkat kepala berindikasi kepada kepada ketidak tepatan pemilihan diksi.

14.

لﻮﻘﯿﻓ ﮫﺳأر ﻊﻓﺮﯾ ﻢﺛ

:

،هﺪﻤﺣ ﻦﻤﻟ ﷲا ﻊﻤﺳ

kemudian mengangkat kepalanya seraya membaca “sami’a Allahu liman hamidah”,

Bila ditinjau Kata iktidal yang bermakna berdiri di waktu salat setelah melakukan rukuk,7 maka pengalihan di atas memiliki ketidak tepatan dalam mengalihkan pesan. Bila dirujuk susunan kalimat pada hasil pengalihan di atas kata iktidal dan rukuk adalah dua kegiatan yang terpisah, namun dalam praktek salat pekerjaan ini adalah satu bangunan, dengan demikian kalimat ini ingin menerangkan bahwa setelah melakukan rukuk Nabi selanjutnya akan melakukan iktidal yang tata caranya dijelaskan oleh klausa selanjutnya yaitu ﮫﺳأر ﻊﻓﺮﯾ ﻢﺛ ، (1) ُﻊِﻨْﻘُﯾ ﻻو ﮫﺳأر ُﺐِﺼْﻨَﯾ ﻻو

ﯿﻓ لﻮﻘ

:

ًﻻﺪﺘﻌﻣ ﮫﯿﺒﻜﻨﻣ ﺎﻤﮭﺑ يذﺎﺤﯾ ﻰﺘﺣ ﮫﯾﺪﯾ ﻊﻓﺮﯾ ﻢﺛ ،هﺪﻤﺣ ﻦﻤﻟ ﷲا ﻊﻤﺳ . Peneliti melihat penerjemah terlalu kaku dalam menerjemahkan klausa-klausa ini sehingga pesan pun menjadi tercecer dan tidak tersampaikan dengan baik.

15.

ﻜﻨﻣ ﺎﻤﮭﺑ يذﺎﺤﯾ ﻰﺘﺣ ﮫﯾﺪﯾ ﻊﻓﺮﯾ ﻢﺛ ،ًﻻﺪﺘﻌﻣ ﮫﯿﺒ

kemudian mengangkat kedua tangannya hingga sejajar dengan kedua bahunya,

pada pengalihan di atas peneliti hanya melihat ketidak tepatan dalam penggunaan kata hubung. Sebaiknya kata hubung pada klausa ini dapat diberikan

Gambar

Gambaran Umum

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa beban kerja petugas filing memiliki pengaruh yang sangat kuat terhadap rata-rata waktu

bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 13 ayat (6), Pasal 15 ayat (5), dan Pasal 17A ayat (2) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara

Hubungan antara prinsipal dengan agen pada prinsipnya didasarkan pada suatu kesepakatan (consent), yaitu agen setuju untuk melakukan suatu perbuatan hukum bagi

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kemampuan antibakteri ekstrak daun beluntas (Pluchea indica L.) terhadap pertumbuhan Bakteri Streptococcus agalactiae

Faktor manusia berperan penting dalam penerapan Keselamatan Kerja, karena seluruh peralatan yang digunakan untuk proses arus barang di dalam gudang seperti

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara obesitas sentral dengan kejadian retinopati pada penderita diabetes mellitus tipe 2 di

“Pengaruh Kualitas Jasa, Citra, Kepuasan, dan Komitmen ...Pelanggan Terhadap Loyalitas Konsumen Pada Bisnis Retail”.. Bisnis

Adalah Discount Rate yang digunakan untuk membuat Present Value of Cash Inflows sama dengan Initial Investment dari suatu proyek. The