• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Involusi Uterus Pada Ibu Post Partum Normal Yang Menyusui Dan Tidak Menyusui

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Gambaran Involusi Uterus Pada Ibu Post Partum Normal Yang Menyusui Dan Tidak Menyusui"

Copied!
66
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Oleh :

NCIHO ARBEI CORDIAZ CAPAH 131121077

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)
(3)
(4)

iii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas

berkat dan rahmat yang telah diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi dengan judul “Gambaran Involusi Uterus Pada Ibu Post Partum Normal

Yang Menyusui Dan Tidak Menyusui”. Terimakasih saya ucapkan kepada

Ayahanda Wahidin Capah, S.Pd dan Ibunda Rosmaida Sinaga tercinta yang telah

memberikan dukungan baik dalam bentuk moril dan materil dalam penulisan

skripsi ini. Terima kasih atas semua pengorbanan, kasih sayang dan doa yang

telah diberikan.

Adapun tujuan dari penulisan skripsi ini adalah sebagai persyaratan dalam

menyelesaikan tugas akhir di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

Penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan bimbingan semua pihak. Oleh

karena itu dalam kesempatan yang baik ini penulis akan menyampaikan ucapan

terima kasih kepada :

1. dr. Dedi Ardinata selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera

Utara

2. Erniyati S.Kp, MNS selaku Pembantu Dekan I, Evi Karota Bukit, S.Kp, MNS

selaku Pembantu Dekan II, dan Ikhsanuddin Ahmad Harahap, S.Kp, MNS

selaku Pembantu Dekan III di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera

Utara

3. Ellyta Aizar, S.Kp, M.Biomed selaku dosen pembimbing skripsi yang telah

(5)

iv

5. Cholina T. Siregar, S.Kep, Ns, M.Kep, Sp.KMB selaku dosen pembimbing

akademik

6. Bang Arif, Kak Ivo, Kak Juni dan Bang Sugy, juga Queen yang telah

memberikan semangat selama penulisan skripsi ini

7. Sahabat terbaikku Samson M. Tambunsaribu, dan juga saudara

seperjuanganku Eriska, Sri, Eka, Winda, Yurina dan Seprotua

8. Teman-teman di Ikatan Mahasiswa Dairi, khususnya David Birong, Tian,

Wanti, Andre Reno dan Dedy Badut

9. Teman-teman mahasiswa Ekstensi 2013 Fakultas Keperawatan Universitas

Sumatera Utara

10. Semua pihak yang penulis tidak dapat sebutkan satu persatu yang telah

memberikan saran sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna dan masih

banyak kesalahan yang perlu dikoreksi dan diperbaiki. Oleh karena itu kritik dan

saran sangat diharapkan untuk perbaikan dikemudian hari. Harapan penulis

semoga skripai ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Maret 2015

(6)

v

(7)

vi DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Lampiran 1 Lembar Persetujuan Menjadi Responden Lampiran 2 Instrumen Penelitian

Lampiran 3 Teknik Pengumpulan Data Lampiran 4 Surat Izin Penelitian Lampiran 5 Surat Komisi Etik

Lampiran 6 Surat Pernyataan Selesai Melaksanakan Penelitian Lampiran 7 Taksasi Dana

(8)

vii

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 2.1 Tabel Perubahan Normal Uterus Pada Masa Nifas ... 9

Tabel 5.1 Tabel Distribusi Frekuensi dan Persentase Karakteristik Responden Pada Kelompok Menyusui Dan Kelompok Tidak Menyusui Di Klinik Bidan Helen Medan

Tahun 2014 ... 27

Tabel 5.2 Tabel Penurunan Tinggi Fundus Uterus (TFU) Pada Kelompok Menyusui Di Klinik Bidan Helen Medan

Tahun 2014 ... 29

Tabel 5.3 Tabel Perubahan Warna Lokia Pada Kelompok Menyusui

di Klinik Bidan Helen Medan Tahun 2014 ... 30

Tabel 5.4 Tabel Penurunan Tinggi Fundus Uterus (TFU) Pada Kelompok Tidak Menyusui Di Klinik Bidan Helen Medan

Tahun 2014 ... 31

Tabel 5.5 Tabel Perubahan Warna Lokia Pada Kelompok Tidak

(9)

viii

Gambar 2.1 Tinggi Fundus Uterus (TFU) pada Masa Nifas ... 9

Gambar 2.2 Skema Stimulasi Hormonal Produksi Dan Ejeksi Asi

(10)

ix

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Lembar Persetujuan Menjadi Responden ... 43

Lampiran 2 Instrumen Penelitian ... 44

Lampiran 3 Teknik Pengumpulan Data ... 47

Lampiran 4 Surat Etik Penelitian ... 48

Lampiran 5 Surat Izin Penelitian... 49

Lampiran 6 Surat Pernyataan Selesai Melaksanakan Penelitian... 50

Lampiran 7 Taksasi Dana... 51

(11)

x Jurusan : S1 Keperawatan

ABSTRAK

Masa nifas merupakan suatu periode dalam minggu-minggu pertama setelah kelahiran. Ibu mengalami perubahan anatomis dan fisiologis sesuai transisi tubuhnya pada status tidak hamil normal. Segera setelah kelahiran, kontraksi menurunkan ukuran uterus sampai kira-kira gestasi minggu ke-16, dengan fundus kira-kira ada di tengah antara simfisis dan umbilikus, kemudian menurun kira-kira 1 cm atau selebar 1 jari setiap harinya, meskipun ada berbagai pertimbangan dalam hal pola involusi. Penelitian deskriptif ini bertujuan untuk mengidentifikasi perbedaan kecepatan proses involusi uterus pada ibu post patum yang menyusui dan tidak menyusui. Penelitian ini dilakukan di Klinik Bidan Helen Medan pada tanggal 10 Oktober sampai 21 Desember 2014. Sampel dalam penelitian ini sebanyak 56 orang yaitu 40 orang ibu post partum menyusui dan 16 orang ibu post partum yang tidak menyusui. Ada banyak sekali bukti yang mendukung peran penting oksitosin pada stadium kedua persalinan dan selama masa nifas. Oksitosin dihasilkan oleh Hipotalamus tepatnya pada kelenjar pituitary posterior dan menginisiasi keluarnya ASI (let-down reflex). Let-down reflek dipicu oleh isapan bayi pada puting, respon emosional ibu pada bayi, ataupun keduanya. Hasil dari penelitian ini adalah terdapat perbedaan kecepatan proses involusi uterus pada kelompok menyusui dn kelompok tidak menyusui. Hal ini sesuai dengan teori bahwa efek menyusui yaitu keluarnya oksitosin yang memperngaruhi kontraksi uterus dan berperan dalam proses involusi (Bobak, 2005).

(12)

xi

Title : The Description of Involution Uterus at Mother when in Normal Postpartum Period those Who Do Breast Feeding and Don’t Do Breast Feeding.

Student Name : Nciho Arbei C.C NIM : 131121077

Program : Bachelor of Nurse (S.Kep)

ABSTRACT

Postpartum period is a period at the first weeks after parturition. The mother undergoes changing in anatomies and physiologies that corresponds to her body transitions for the abnormal pregnancy state. Soon after the parturition, contraction lowers the size of uterus until approximately gestation in 16th week, with fundus approximately is in the middle of symphysis and umbilicus, later will lower about 1 cm or as wide as 1 finger every day, although there are some considerations in the patterns of involution. This descriptive research intends to identify the differences of the involution uterus process rates at post partum mother who do breast feeding and don’t do breast feeding. This research is done in Bidan Helen Clinic Medan on 10 October until 21 December 2014. Samples in this research are 56 mothers which are 40 post partum mothers who do breast feeding and 16 post partum mothers who don’t do breast feeding. There are many proofs that support the main role of oxytocin at the second stage of parturition and while in postpartum period. Oxytocin is produced by hypothalamus right in pituitary posterior gland and initiates the secretion of mother milk (“let down reflex”). Let-down reflex is triggered by the baby suckling at the nipple, mother’s emotional respond for the baby, or both of them. The result of this research is there are differences in the involution uterus rates at the breast feeding group and non breast feeding group. These matters are accordant to the theory that the effect of breast feeding is the secretion of oxytocin that affect to uterus contraction and roles in involution process (Bobak, 2005).

(13)

x Jurusan : S1 Keperawatan

ABSTRAK

Masa nifas merupakan suatu periode dalam minggu-minggu pertama setelah kelahiran. Ibu mengalami perubahan anatomis dan fisiologis sesuai transisi tubuhnya pada status tidak hamil normal. Segera setelah kelahiran, kontraksi menurunkan ukuran uterus sampai kira-kira gestasi minggu ke-16, dengan fundus kira-kira ada di tengah antara simfisis dan umbilikus, kemudian menurun kira-kira 1 cm atau selebar 1 jari setiap harinya, meskipun ada berbagai pertimbangan dalam hal pola involusi. Penelitian deskriptif ini bertujuan untuk mengidentifikasi perbedaan kecepatan proses involusi uterus pada ibu post patum yang menyusui dan tidak menyusui. Penelitian ini dilakukan di Klinik Bidan Helen Medan pada tanggal 10 Oktober sampai 21 Desember 2014. Sampel dalam penelitian ini sebanyak 56 orang yaitu 40 orang ibu post partum menyusui dan 16 orang ibu post partum yang tidak menyusui. Ada banyak sekali bukti yang mendukung peran penting oksitosin pada stadium kedua persalinan dan selama masa nifas. Oksitosin dihasilkan oleh Hipotalamus tepatnya pada kelenjar pituitary posterior dan menginisiasi keluarnya ASI (let-down reflex). Let-down reflek dipicu oleh isapan bayi pada puting, respon emosional ibu pada bayi, ataupun keduanya. Hasil dari penelitian ini adalah terdapat perbedaan kecepatan proses involusi uterus pada kelompok menyusui dn kelompok tidak menyusui. Hal ini sesuai dengan teori bahwa efek menyusui yaitu keluarnya oksitosin yang memperngaruhi kontraksi uterus dan berperan dalam proses involusi (Bobak, 2005).

(14)

xi

Title : The Description of Involution Uterus at Mother when in Normal Postpartum Period those Who Do Breast Feeding and Don’t Do Breast Feeding.

Student Name : Nciho Arbei C.C NIM : 131121077

Program : Bachelor of Nurse (S.Kep)

ABSTRACT

Postpartum period is a period at the first weeks after parturition. The mother undergoes changing in anatomies and physiologies that corresponds to her body transitions for the abnormal pregnancy state. Soon after the parturition, contraction lowers the size of uterus until approximately gestation in 16th week, with fundus approximately is in the middle of symphysis and umbilicus, later will lower about 1 cm or as wide as 1 finger every day, although there are some considerations in the patterns of involution. This descriptive research intends to identify the differences of the involution uterus process rates at post partum mother who do breast feeding and don’t do breast feeding. This research is done in Bidan Helen Clinic Medan on 10 October until 21 December 2014. Samples in this research are 56 mothers which are 40 post partum mothers who do breast feeding and 16 post partum mothers who don’t do breast feeding. There are many proofs that support the main role of oxytocin at the second stage of parturition and while in postpartum period. Oxytocin is produced by hypothalamus right in pituitary posterior gland and initiates the secretion of mother milk (“let down reflex”). Let-down reflex is triggered by the baby suckling at the nipple, mother’s emotional respond for the baby, or both of them. The result of this research is there are differences in the involution uterus rates at the breast feeding group and non breast feeding group. These matters are accordant to the theory that the effect of breast feeding is the secretion of oxytocin that affect to uterus contraction and roles in involution process (Bobak, 2005).

(15)

1 1.1 Latar Belakang

Masa nifas adalah suatu periode dalam minggu-minggu pertama setelah

kelahiran. Lamanya periode ini tidak pasti, sebagian besar menganggapnya antara

4 sampai 6 minggu. Walaupun merupakan masa yang relatif tidak kompleks

dibandingkan dengan kehamilan, nifas ditandai oleh banyak perubahan fisiologis

(Cunningham dkk, 2002).

Setelah kelahiran, ibu mengalami perubahan anatomis dan fisiologis sesuai

transisi tubuhnya pada status tidak hamil normal. Transisi uterus, serviks dan

vagina dari status hamil ke tidak hamil disebut sebagai involusi. Proses involusi

uterus meliputi tiga aktivitas, yaitu : (1) kontraksi uterus, (2) autolisis sel

miometrium, dan (3) regenerasi epitelium (Blackburn dan Loper, 1992). Segera

setelah kelahiran, kontraksi menurunkan ukuran uterus sampai kira-kira gestasi

minggu ke-16, dengan fundus kira-kira ada di tengah antara simfisis dan

umbilikus, kemudian menurun kira-kira 1 cm atau selebar 1 jari setiap harinya,

meskipun ada berbagai pertimbangan dalam hal pola involusi (Cluett, Alexander,

dan Pickering, 1997). Involusi uterus lebih lambat pada multipara dan bila ada

kondisi uterus distensi berlebihan (Cunningham et al., 2006).

Kontraksi menurunkan ukuran permukaan endometrium, dan sisi plasenta

menurun dari diameter plasenta 18 cm menjadi kira-kira 9 cm. Ketika uterus terus

berkontraksi dan menurun ukurannya, sisi plasenta menjadi area kasar yang

(16)

2

kelahiran endometrium dan myometrium pada sisi plasenta terinfiltrasi dengan sel

grananulosit dan mononuklear, lapisan basalis endometrium tetap utuh, dan pada

hari ke-7 setelah melahirkan terlihat regenerasi stroma endometrium (Bowes,

1996). Sisa plasenta sembuh dengan cara eksfoliasi. Fundi kelenjar endometrium

tumbuh ke atas, dengan pertumbuhan simultan jaringan endometrium dari marjin

sisi plasenta, yang memungkinkan penyembuhan terjadi tanpa terbentuk jaringan

parut. Transisi komplet ke endometrium normal pada sisi plasenta tidak terjadi

selama sedikitnya 6 minggu. Perkembangan endometrium normal di area bukan

sisi plasenta terjadi dalam 2 sampai 3 minggu kelahiran (Cunningham et al.,

2006).

Perbaikan pada sisi plasenta tercapai terutama melalui konstriksi pembuluh

darah karena kontraksi uterus. Trombosis vena dan hialinisasi arteri memberi

perlindungan lanjut terhadap kehilangan darah. Rabas uterus setelah kelahiran

disebut lokia. Lokia selama 2 sampai 4 hari pertama setelah kelahiran adalah lokia

rubra, rabas cokelat-kemerahan serupa dengan menstruasi banyak dan terdiri dari

darah, desidua, dan bagian amnion dan korion. Serupa dengan menstruasi, lokia

menurun dalam jumlah dan berubah warnanya selama beberapa hari. Pada hari

ke-3 pascapartum, kebanyakan ibu mengalami lokia serosa, warna

merah-kecokelatan yang lebih gelap. Lokia serosa terdiri dari darah tua, serum, leukosit,

dan debris jaringan. Rabas transisi akhir adalah lokia alba, rabas kuning-keputihan

yang terdiri dari sel darah putih, desidua, sel epitel, mucus, serum, dan bakteri.

Dilaporkan jumlah total lokia yang dihasilkan direntang dari 150-400 ml dengan

(17)

Selama hari ke-2 dan ke-3 pertama setelah melahirkan, semburan darah

dari vagina dapat terlihat ketika ibu berdiri atau mengubah posisi. Ini disebabkan

oleh penumpukan dalam vagina dan biasanya tidak menimbulkan kekuatiran. Bila

lokia telah berubah menjadi serosa, peningkatan aktivitas dapat dikaitkan dengan

kembalinya perdarahan merah terang. Ini biasanya hilang dengan sendirinya, dan

ibu harus diyakinkan bahwa istirahat dan menyusui akan menurunkan perdarahan

selama 1 sampai 2 jam.

Sekresi prolaktin meningkat dengan segera setelah kelahiran dan

dipertahankan pada kadar tinggi pada menyusu ASI. Pada ibu yang tidak

menyusui, kadar prolaktin menurun dan mencapai rentang tidak hamil pada

minggu ke-1 sampai ke-2 setelah melahirkan. Pemberian ASI selain bermanfaat

bagi bayi, juga bermanfaat bagi ibu. Isapan bayi pada payudara akan merangsang

terbentuknya oksitoksin oleh kelenjar hipofisis. Oksitoksin membantu proses

involusi uterus dan mencegah terjadinya perdarahan pasca persalinan (Rifatul,

2011). Menurut Bobak (2005), ibu yang merencanakan menyusui bayinya,

dianjurkan membiarkan bayinya di payudara segera setelah lahir karena isapan

bayi pada payudara merangsang pelepasan oksitosin.

Walaupun sebagian besar ibu postpartum memberi ASI pada bayinya,

tetapi mungkin mereka tidak menyadari bahwa perilaku menyusui adalah salah

satu bentuk terapi yang dapat mempercepat proses involusi uterus. Meskipun

belum diketahui seberapa efektif menyusui mempengaruhi involusi uterus. Maka

diperlukan suatu penelitian untuk membuktikan seberapa besar menyusui efektif

(18)

4

1.2 Pertanyaan Penelitian

Pertanyaan penelitian yang diajukan adalah:

1.2.1 Bagaimana kecepatan proses involusi uterus pada ibu post partum normal

yang menyusui?

1.2.2 Bagaimana kecepatan proses involusi uterus pada ibu post partum normal

yang tidak menyusui?

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui gambaran involusi uterus pada ibu post partum normal

yang menyusui dan tidak menyusui.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengidentifikasi kecepatan proses involusi uterus pada ibu post

partum normal yang menyusui.

2. Untuk mengidentifikasi kecepatan proses involusi uterus pada ibu post

partum normal yang tidak menyusui.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini akan bermanfaat untuk berbagai aspek, yaitu:

1.4.1 Praktik Keperawatan

Dalam praktik keperawatan, hasil penelitian ini bermanfaat untuk

(19)

1.4.2 Pendidikan keperawatan

Dalam bidang pendidikan keperawatan, hasil penelitian ini dapat:

1. Menambah pengetahuan baru tentang efektivitas menyusui terhadap involusi

uterus

2. Menambah wawasan tentang menyusui pada masa nifas yang diterapkan di

Rumah Sakit khususnya di Medan

1.4.3 Penelitian keperawatan

Untuk penelitian selanjutnya, manfaat hasil penelitian ini adalah :

1. Sebagai data dasar untuk penelitian selanjutnya

(20)

6 BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Post Partum

Periode pascapartum adalah masa dari kelahiran plasenta dan selaput janin

(menandakan akhir periode intrapartum) hingga kembalinya traktus reproduksi

wanita pada kondisi tidak hamil. Periode ini disebut juga puerperium, dan wanita

yang mengalami puerperium disebut puerperal. Periode pemulihan pascapartum

berlangsung sekitar enam minggu (Varney, 2008). Susan Mattson dan Judy E.

Smith dalam Core Curriculum for Maternal-Newborn Nursing mendefenisikan

periode Post Partum sebagai masa setelah keluarnya plasenta dan kembalinya

sistem reproduksi wanita ke kondisi tidak hamil.

Persalinan dapat berlangsung secara normal dan Sectio Cesarea (SC).

Persalinan normal adalah proses pelahiran bayi melalui jalan lahir. Persalinan

Sectio Cesarea (SC) adalah lahirnya janin melalui insisi di dinding abdomen

(laparotomi) dan dinding uterus (histerektomi).

Perubahan fisiologis pada masa post parum terjadi sangat jelas, walaupun

dianggap normal, dimana proses-proses pada kehamilan berjalan terbalik.

Perubahan fisiologis masa nifas segera terjadi setelah pelahiran plasenta.

Perubahan tersebut terdiri dari perubahan sistem reproduksi, payudara, sistem

endokrin, sistem kardiovaskular, sistem respirasi, sistem gastrointestinal, sistem

(21)

2.2 Adaptasi Fisiologis Organ Reproduksi Selama Masa Nifas

Involusi adalah proses kembalinya uterus ke keadaan sebelum hamil

setelah melahirkan. Proses ini dimulai segera setelah plasenta keluar akibat

kontraksi otot-otot polos uterus (Bobak, 2005).

Istilah involusi lebih spesifik menunjukkan adanya perubahan retrogresif

pada uterus yang menyebabkan berkurangnya ukuran uterus. Involusi uterus

meliputi reorganisasi dan pengeluaran desidua/endometrium dan eksfoliasi tempat

perlekatan plasenta yang ditandai dengan penurunan ukuran dan berat serta

perubahan pada lokasi uterus, juga ditandai dengan warna dan jumlah lokia

(Varney, 2008).

Segera setelah pelahiran, uterus dapat dipalpasi tepat dibawah umbilikus.

Uterus harus teraba berkontraksi dengan baik. Setelah 24 jam, tinggi fundus uterus

mulai menghilang secara progresif sampai tidak dapat lagi dipalpasi di atas

simfisis pubis, pada hari ke 10-20 pascanatal. Berat uterus akan sangat berkurang

pada minggu ke-6 dan bentuknya akan mendekati bentuk uterus sebelum hamil.

Struktur yang terkait dengan uterus antara lain proses involusi, kontraksi, tempat

plasenta dan lokia (Cunningham, 2006).

Pada akhir tahap ketiga persalinan, uterus berada di garis tengah, kira-kira

2 cm di bawah umbilikus dengan bagian fundus bersandar pada promontorium

sakralis. Pada saat ini besar uterus kira-kira sama dengan besar uterus sewaktu

usia kehamilan 16 minggu (kira-kira sebesar grapefruit/jeruk asam) dan beratnya

(22)

8

Dalam waktu 12 jam, tinggi fundus mencapai kurang lebih 1 cm di atas

umbilikus. Dalam beberapa hari kemudian, perubahan involusi berlangsung

dengan cepat. Fundus turun kira-kira 1 sampai 2 cm setiap 24 jam. Pada hari

pasca partum ke enam fundus normal akan berada di pertengahan antara

umbilikus dan simfisis pubis. Uterus tidak bisa dipalpasi pada abdomen pada hari

ke-9 pasca partum.

Uterus, yang pada waktu hamil penuh beratnya 11 kali berat sebelum

hamil, berinvolusi menjadi kira-kira 500 g pada 1 minggu setelah melahirkan dan

350 g (11-12 ons) 2 minggu setelah lahir. Seminggu setelah melahirkan uterus

berada di dalam panggul sejati lagi. Pada minggu keenam, beratnya menjadi 50

sampai 60 g.

Uterus turun ke dalam pelvis pada minggu kedua dan kembali keukuran

normal sekitar minggu keempat setelah melahirkan. Selama beberapa hari setelah

melahirkan, serviks dapat dimasuki dua jari. Uterus akan berkontraksi secara

perlahan dan kembali ke ukuran yang lebih lebar jika terjadi depresi akibat

laserasi yang didapat selama pelahiran (Sinclair, 2010).

Secara umum, perubahan normal pada uterus selama masa nifas dapat

(23)

Tabel 2.1 Perubahan Normal Uterus Pada Masa Nifas Plasenta Lahir Setinggi pusat 1000 gr 12,5 cm Lembut/lunak 7 hari Pertengahan

Antara pusat dan simphisis

500 gr 7,5 cm 2 cm

14 hari Tidak teraba 350 gr 5 cm 1 cm

6 minggu Normal 60 gr 2,5 cm Menyempit

(Sumber : Pusdiknakes, 2003)

Gambar 2.1 Tinggi Fundus Uterus (TFU) pada masa nifas (Sumber: Pusdiknakes, 2003)

Peningkatan kadar estrogen dan progesteron bertanggung jawab untuk

pertumbuhan masif uterus selama masa hamil. Pertumbuhan uterus prenatal

tergantung pada hiperplasia, peningkatan jumlah sel-sel otot, dan hipertrofi,

pembesaran sel-sel yang sudah ada. Pada masa pasca partum penurunan kadar

hormon-hormon ini menyebabkan terjadinya autolisis, perusakan secara langsung

jaringan hipertrofi yang berlebihan. Sel-sel tambahan yang terbentuk selama masa

hamil menetap. Inilah penyebab ukuran uterus sedikit lebih besar setelah hamil

(24)

10

Proses involusi uterus dimonitor dengan cara mempalpasi fundus uterus.

Penurunan uterus yang progresif harus terjadi yaitu uterus dipalpasi di bawah

simfisis pubis pada hari ke 10-12 setelah pelahiran (Varney, 2008).

Intensitas kontraksi uterus meningkat secara bermakna segera setelah bayi

lahir, diduga terjadi sebagai respons terhadap penurunan volume intrauterin yang

sangat besar. Hemostasis pasca partum dicapai terutama akibat kompresi

pembuluh darah intramiometrium, bukan oleh agregasi trombosit dan

pembentukan bekuan. Hormon oksitosin yang dilepas dari kelenjar hipofisis

memperkuat dan mengatur kontraksi uterus, mengompresi pembuluh darah, dan

membantu hemostasis. Selama 1 sampai 2 jam pertama pascapartum intensitas

kontraksi uterus bisa berkurang dan menjadi tidak teratur. Karena penting sekali

untuk mempertahankan kontraksi uterus selama masa ini, biasanya suntikan

oksitosin secara intravena atau intramuscular diberikan segera setelah plasenta

lahir. Ibu yang merencanakan menyusui bayinya, dianjurkan membiarkan

bayinya, dianjurkan membiarkan bayinya di payudara segera setelah lahir karena

isapan bayi pada payudara merangsang pelepasan oksitosin. Pada primipara, tonus

uterus meningkat sehingga fundus pada umumnya tetap kencang. Relaksasi dan

kontraksi yang periodik sering dialami multipara dan bisa menimbulkan nyeri

yang bertahan sepanjang masa awal puerperium (Varney, 2008).

Sisi plasenta dengan cepat diinfiltrasi oleh leukosit untuk membentuk

barrier pelindung yang melawan infeksi. Lapisan superfisial desidua

berdegenerasi dan berguguran dalam minggu pertama setelah melahirkan sebagai

(25)

dengan proses ini. Dinding endometrium yang baru tumbuh kembali dari fundus

kelenjar endometrium di dalam lapisan basal dan dalam desidua. Proses epitelisasi

kembali ini membutuhkan waktu hampir 14 hari, kecuali pada sisi plasenta yang

regenerasi lengkapnya dapat berlangsung sampai 6 minggu (Varney, 2008).

Segera setelah plasenta dan ketuban dikeluarkan, konstriksi vascular dan

trombosis menurunkan tempat plasenta ke suatu area yang meninggi dan bernodul

tidak teratur. Pertumbuhan endometrium ke atas menyebabkan pelepasan jaringan

nekrotik dan mencegah pembentukan jaringan parut yang menjadi karakteristik

penyembuhan luka. Proses penyembuhan yang unik ini memampukan

endometrium menjalankan siklusnya seperti biasa dan memungkinkan implantasi

dan palesentasi untuk kehamilan di masa yang akan datang. Regenerasi

endometrium selesai pada akhir minggu ketiga masa pascapartum, kecuali pada

bekas tempat plasenta. Regenerasi pada tempat ini biasanya tidak selesai sampai

enam minggu setelah melahirkan (Cunningham, 2006).

Rabas uterus yang keluar setelah bayi lahir disebut lokia, mula-mula

berwarna merah, kemudian berubah menjadi merah tua, atau merah cokelat. Rabas

ini dapat mengandung bekuan darah kecil. Selama dua jam pertama setelah lahir,

jumlah cairan yang keluar dari uterus tidak boleh lebih dari jumlah maksimal yang

keluar selama menstruasi. Setelah waktu tersebut, aliran lokia yang keluar harus

semakin berkurang.

Lokia rubra terutama mengandung darah dan debris desidua serta debris

trofoblastik. Aliran menyembur, menjadi merah muda atau cokelat setelah tiga

(26)

12

serum, leukosit, dan debris jaringan. Sekitar 10 hari setelah bayi lahir, warna

cairan ini menjadi kuning sampai putih (lokia alba). Lokia alba mengandung

leukosit, desidua, sel epitel, mukus, serum, dan bakteri. Lokia alba bisa bertahan

selama dua sampai enam minggu setelah bayi lahir (Cunningham, 2006).

Pengkajian jumlah aliran lokia berdasarkan observasi tampon perineum

sulit dilakukan. Jacobson dalam Buku Ajar Keperawatan Maternitas (2004)

menganjurkan suatu metode untuk memperkirakan kehilangan darah pascapartum

secara subyektif dengan mengkaji jumlah cairan yang menodai tampon perineum.

Cara mengukur lokia yang obyektif adalah dengan menimbang tampon perineum

sebelum dipakai dan setelah dilepas. Setiap peningkatan berat sekitar 1 g setara

dengan 1 ml darah. Seluruh perkiraan cairan lokia tidak akurat bila faktor waktu

tidak dipertimbangkan. Seorang wanita yang mengganti satu tampon perineum

dalam waktu satu jam atau kurang mengeluarkan lebih banyak darah daripada

wanita yang mengganti tampon setelah delapan jam (Diane & Margareth, 2009).

Apabila wanita mendapatkan pengobatan oksitosin, tanpa memandang cara

pemberiannya, lokia yang mengalir biasanya sedikit sampai efek obat hilang.

Setelah operasi sesaria, jumlah lokia yang keluar biasanya lebih sedikit. Cairan

lokia biasanya meningkat, jika klien melakukan ambulasi dan menyusui. Setelah

berbaring di tempat tidur selama kurun waktu yang lama, wanita dapat

mengeluarkan semburan darah saat ia berdiri, tetapi hal ini tidak sama dengan

perdarahan (Cunningham, 2006).

Lokia rubra yang menetap pada awal periode pasca partum menunjukkan

(27)

tertinggal. Terjadinya perdarahan ulang setelah hari ke 10 pasca partum

menandakan adanya perdarahan pada bekas tempat plasenta yang memulai

memulih. Namun, setelah 3 sampai 4 minggu, perdarahan mungkin disebabkan

oleh infeksi atau subinvolusi. Lokia serosa atau lokia alba yang berlanjut bisa

menandakan endometritis, terutama jika disertai demam, rasa sakit, atau nyeri

tekan pada abdomen yang dihubungkan dengan pengeluaran cairan (Cunningham,

2006).

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi involusi uterus adalah senam

nifas, mobilisasi dini ibu post partum, menyusui dini, gizi, faktor usia, dan faktor

paritas (Ambarwati & Wulandari, 2008). Senam nifas merupakan senam yang

dilakukan pada ibu yang sedang menjalani masa nifas. Tujuan senam nifas adalah

mempercepat pemulihan kondisi tubuh ibu setelah melahirkan, mencegah

komplikasi yang mungkin terjadi selama masa nifas, memperkuat otot perut, otot

dasar panggul, dan memperlancar sirkulasi pembuluh darah, membantu

memperlancar terjadinya proses involusi uterus. Mobilisasi dini merupakan suatu

gerakan yang dilakukan bertujuan untuk merubah posisi semula ibu dari

berbaring, mirng-miring, duduk sampai berdiri sendiri setelah beberapa jam

melahirkan. Tujuan mobilisasi dini adalah memperlancar pengeluaran lokia (sisa

darah nifas), mempercepat involusi, melancarkan fungsi organ gastrointestinal dan

organ perkemihan, memperlancar peredaran sirkulasi darah. Merupakan proses

organisme dengan menggunakan makanan yang dikonsumsi, secara normal

melalui proses digesti, transportasi, penyimpanan metabolisme dan pengeluaran

(28)

14

fungsi normal dari organ-organ, serta menghasilkan energi. Involusi uterus juga

dapat dipengaruhi oleh faktor usia dan paritas. Elastisitas otot uterus pada usia

lebih dari 35 tahun keatas berkurang sehingga proses involusi terjadi lebih lambat.

Sedangkan pada faktor paritas, ukuran uterus primipara dan multipara juga

mempengaruhi proses berlangsungnya involusi uterus. Faktor terakhir yang

mempengaruhi terjadinya proses involusi uterus adalah menyusui. Memberikan

ASI kepada bayi segera setelah melahirkan sampai satu jam pertama, memberikan

efek kontraksi pada otot polos uterus.

2.3 Fisiologi Menyusui

Ada banyak sekali bukti yang mendukung peran penting oksitosin pada

stadium kedua persalinan dan selama masa nifas. Terdapat peningkatan kadar

oksitosin dalam plasma ibu pada stadium kedua persalinan (akhir kala 2), pada

masa pasca partum dini, dan selama menyusui (Nissen dkk., 1995). Waktu

meningkatnya pelepasan oksitosin ini menunjukkan peran oksitosin pada akhir

persalinan dan selama masa nifas.

Segera setelah pelahiran janin, plasenta, dan selaput janin (selesainya fase

2 uterus), kontraksi dan retraksi uterus yang kuat dan terus menerus penting sekali

untuk mencegah perdarahan uterus pascapartum. Oksitosin kemungkinan

menyebabkan kontraksi uterus yang terus-menerus. Tentu saja, kadar oksitosin di

dalam plasma ibu meningkat pada saat ini, dan peningkatan reseptor oksitosin

miometrium sebelum awitan persalinan mendukung proses ini.

Populasi reseptor oksitosin sel mioepitelial di duktus jaringan mammae

(29)

akhir kehamilan. Selama masa nifas, oksitosin bekerja pada sel duktus payudara

untuk menimbulkan pengeluaran ASI (Blackburn dan Loper, 1992).

Permulaan laktogenesis terjadi selama proses neuroendokrin kompleks.

Prolaktin adalah hormon primer yang bertanggung jawab untuk laktasi. Hormon

pertumbuhan, insulin, kortisol, dan hormon-hormon pelepas-tirotropin selanjutnya

berkontribusi pada proses tersebut. Densitas tinggi saraf sensori dibawah putting

dan areola memberi stimulasi neural awal untuk laktasi. Pengisapan bayi

merangsang pelepasan prolaktin adenohipofisis dan oksitosin neurohipofisis

(Lawrence, 1994), pada saat yang sama mengirim stimulasi neural melalui korda

spinalis ke hipotalamus untuk menekan pelepasan faktor penghambat prolaktin

(prolactin-inhibiting factor, PIF) (Blackburn dan Loper, 1992).

Meskipun kadar prolaktin meningkat selama kehamilan, peningkatan kadar

estrogen dan progesteron sirkulasi menghambat laktasi. Setelah kelahiran, kadar

estrogen dan progesteron menurun secara drastis, yang memungkinkan prolaktin

merangsang sintesis ASI. Selain itu, penurunan kadar katekolamin menekan

sekresi PIF dari hipotalamus. Kadar prolaktin meningkat secara drastis pada

kelahiran, kemudian stabil kira-kira 3 jam setelah melahirkan. Ketika suplai ASI

telah terjadi, kadar prolaktin dasar tetap dua sampai tiga kali lebih tinggi dari

kadar kehamilan, dan kadar ini meningkat 10 sampai 20 kali pada saat pengisapan

(Bobak,2005).

Kadar prolaktin meningkat dengan segera pada awal pengisapan, dan

jumlah prolaktin yang dilepaskan serta volume ASI yang dihasilkan secara

(30)

16

dipengaruhi oleh irama sirkadian, pada kadar paling tinggi yang terjadi antara

pukul 01.00 dn 05.00 (Chan, 1997).

Susu yang mengisi dan memenuhi alveoli tidak dapat diberikan kepada

bayi kalau sel-sel mioptelial yang mengelilingi alveoli dan duktus-duktus kecil

tidak berkontraksi sebagai respon terhadap refleks ejeksi susu. Refleks ini dimulai

oleh isapan puting susu, dan melalui bantuan hipotalamus dan kelenjar hipofise

yang melepaskan oksitosin ke dalam aliran darah. Oksitosin menyebabkan

kontraksi sel-sel mioepitel sehingga air susu dapat dikeluarkan dari alveoli dan

duktus kecil untuk mengalir ke duktus besar dan reservoir subalveolar. Oksitosin

juga menghambat pelepasan dopamin dari hipotalamus, sehingga mendorong

sekresi air susu lebih lancar (Bobak, 2005).

Oksitosin dihasilkan oleh hipotalamus tepatnya pada kelenjar pituitary

posterior dan menginisiasi keluarnya ASI (“let-down reflex). Let-down reflek

dipicu oleh isapan bayi pada puting, respon emosional ibu pada bayi, ataupun

keduanya. Alveoli mengejeksikan ASI ke dalam duktus dan kemudian ke dalam

sinus, sampai ke nipel (puting). Let-down pertama timbul selama 1 sampai 3

menit pertama saat menyusui. Let-down dapat dipengaruhi oleh stress dan

kecemasan. Frekuensi dan intensitas let-down dapat berbeda-beda, tergantung dari

menyusui dan tergantung dari ibu. Berikut adalah skema stimulasi hormonal

(31)

Gambar 2.2 Skema Stimulasi Hormonal Produksi dan Ejeksi ASI (Let-Down Reflex)

(Sumber : Susan Mattson & Judy E. Smith dalam Core Curriculum for Maternal-Newborn Nursing, 2004)

Prolactin Oxytocin

Myoepithelial cell

Uterus Pituitary Gland

Hipotalamus

(32)

18 BAB 3

KERANGKA PENELITIAN

3.1 Kerangka Teori

Selama proses kehamilan uterus mengalami pembesaran. Setelah

terjadinya proses persalinan, uterus akan kembali ke ukuran dan lokasi semula

(involusi) setelah beberapa hari. Untuk mempercepat proses involusi uterus,

digunakan teknik menyusui efektif. Menurut Bobak (2005), ibu yang

merencanakan menyusui bayinya, dianjurkan membiarkan bayinya di payudara

segera setelah lahir karena isapan bayi pada payudara merangsang pelepasan

oksitosin. Oksitosin berguna dalam merangsang kontraksi uterus dan berperan

dalam mengejakulasikan ASI. Bayi yang sehat dapat mengosongkan satu

payudara sekitar 5-7 menit dan ASI dalam lambung bayi akan kosong dalam

waktu 2 jam (Weni Kristiyansari, 2009). Involusi mulai diukur setelah selesai

persalinan kala IV (dua jam setelah persalinan plasenta). Pengukuran involusi

(33)

Kerangka Penelitian :

Keterangan :

Area yang diteliti :

Area yang tidak diteliti :

Kelompok

(34)

20

3.2 Defenisi Operasional

No Variabel Defenisi Operasional Alat Ukur Hasil Ukur Skala 1 Involusi

Uterus

Suatu proses kembalinya uterus ke keadaan semula seperti saat sebelum kehamilan yang dapat diketahui melalui :

a. Pengukuran Tinggi Fundus Uteri (TFU)

3 Menyusui Tindakan memberikan ASI kepada bayi.

(35)

21 4.1 Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain penelitian deskriptif yang bertujuan

untuk mendapatkan gambaran proses involusi uterus pada ibu post partum normal

menyusui dan ibu post partum normal tidak menyusui.

4.2 Populasi Penelitian

Populasi penelitian ini adalah seluruh ibu post partum yang melahirkan di

Klinik Bidan Helen.

4.3 Sampel Penelitian

Sampel pada penelitian ini adalah keseluruhan objek yang dianggap

mewakili seluruh populasi dengan kriteria sampel yang dapat dimasukkan atau

layak untuk diteliti.

Pemilihan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan

teknik purposive sampling yaitu teknik pengambilan sampel yang dilakukan

karena sesuai dengan kriteria sampel yang ditentukan. Jadi, dalam penelitian ini

setiap ibu nifas normal dan SC yang memenuhi kriteria dapat dilibatkan sebagai

subjek penelitian.

Penentuan besar sampel pada penelitian ini menggunakan teknik total

sampling. Semua responden yang melahirkan di klinik bidan Helen dapat menjadi

(36)

22

dalam penelitian ini sebanyak 56 orang yang terdiri atas dua kelompok yaitu, 40

orang kelompok menyusui dan 16 orang kelompok tidak menyusui.

Adapun kriteria yang digunakan dalam penentuan sampel penelitian adalah

sebagai berikut:

Kriteria : Usia reproduksi sehat (20-35 tahun), kehamilan dan persalinan tanpa

penyulit dan komplikasi, bayi lahir hidup dengan taksiran berat janin 2500-3500

gr, bersedia dilakukan pengukuran Tinggi Fundus Uterus setelah memberikan

persetujuan dengan sukarela, alamat responden dapat dijangkau oleh peneliti.

4.4 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Klinik Bidan Helen Medan. Alasan peneliti

memilih tempat ini adalah agar peneliti dapat menjangkau alamat responden.

Pengumpulan data untuk penelitian ini dilaksanakan pada 10 Oktober 2014

sampai 12 Januari 2015.

4.5 Pertimbangan Etik

Penelitian dilakukan setelah mendapatkan rekomendasi dari Fakultas

Keperawatan Universitas Sumatera Utara. Selanjutnya mengirimkan surat

permohonan untuk mendapatkan ijin dari institusi dan rekomendasi rumah sakit.

Setelah mendapat izin dari rumah sakit, peneliti memulai mengumpulkan

data dengan memberikan lembar persetujuan (informed consent) kepada

responden yang akan diteliti. Sebelum responden mengisi dan menandatangani

(37)

dilaksanakan. Peneliti juga akan menjelaskan bahwa tidak akan ada efek samping

yang membahayakan selama dan setelah proses pengumpulan data.

Peneliti menanyakan kesediaan responden untuk berpartisipasi dalam

penelitian dengan menandatangani lembar persetujuan (informed consent)

tersebut. Jika responden menolak untuk berpartisipasi dalam penelitian maka

peneliti tidak akan memaksa dan tetap menghormati hak-haknya tanpa ada

tekanan fisik maupun psikologis.

Untuk menjaga kerahasiaan responden, peneliti tidak mencantumkan

nama, hanya memberi kode pada masing-masing lembar observasi. Kerahasiaan

informasi responden dijamin oleh peneliti dan hanya kelompok data tertentu saja

yang akan disajikan sebagai hasil penelitian.

4.6 Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari dua bagian.

Bagian yang pertama berisi tentang pengkajian data demografi ibu post partum

yang meliputi inisial, alamat, umur, berat bayi lahir, status obstetri, usia gestasi

BBL, tanggal, dan waktu lahir.

Bagian kedua berisi tentang lembar observasi yang meliputi tabel

penurunan tinggi fundus selama 10 hari dan tabel perubahan warna lokia selama

10 hari. Adapun alat dan bahan yang digunakan pada penelitian ini jari tangan

peneliti.

Instrumen penelitian diberi kode oleh peneliti dengan ketentuan sebagai

berikut:

(38)

24

A2 : Kode untuk ibu post partum normal tidak menyusui

4.7 Pengumpulan Data

Tahap pengumpulan data sebagai berikut:

Pengumpulan data dilakukan setelah peneliti menerima surat ijin pelaksanaan

penelitian dari institusi pendidikan yaitu Fakultas Keperawatan Universitas

Sumatera Utara dan ijin dari klinik tempat dilakukannya penelitian.

Setelah responden ditemui maka peneliti akan menjelaskan tentang

manfaat penelitian dan prosedur penelitian. Selanjutnya peneliti meminta

kesediaan responden untuk mengikuti penelitian dan yang bersedia berpartisipasi

diminta untuk menandatangani lembar persetujuan (informed consent). Tidak ada

pemaksaan dalam meminta kesediaan menjadi responden.

Responden yang bersedia mengikuti penelitian dan memenuhi kriteria

inklusi yang telah dibuat oleh peneliti dijadikan sebagai kelompok penelitian. Ibu

post partum setelah selesai persalinan kala IV kemudian dilakukan pengukuran

tinggi fundus dan wawancara perubahan warna lokia. Pengukuran ini akan

dilakukan setiap hari selama sepuluh hari masa nifas. Untuk mengantisipasi

apabila responden keluar dari klinik sebelum sepuluh hari, maka peneliti akan

meminta kesediaan responden untuk dilakukan penelitian di rumah responden.

4.8 Analisa Data

Setelah dilakukan pengumpulan data maka dilakukan analisa data. Data

yang diperoleh dari setiap responden berupa data demografi dan hasil pengukuran

(39)

dibandingkan sehingga diketahui efektivitas menyusui terhadap involusi uterus

pada ibu post partum normal. Selanjutnya dilakukan pengolahan data. Pengolahan

data dilakukan dengan menggunakan statistik deskriptif.

Statistik deskriptif digunakan untuk menyajikan data-data demografi dan

perubahan involusi uterus pada masing-masing kelompok penelitian. Yang

dimaksud kelompok penelitian adalah kelompok ibu post partum normal

(40)

26 BAB 5

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil Penelitian

Pada bab ini akan diuraikan hasil penelitian melalui pengumpulan data

yang telah dilakukan mulai tanggal 10 Oktober 2014 sampai dengan 12 Januari

2015. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengidentifikasi efektivitas

menyusui terhadap kecepatan proses involusi uterus.

Hasil penelitian ini menggambarkan tentang karakteristik ibu post partum,

kecepatan involusi uterus pada ibu post partum menyusui, dan kecepatan involusi

uterus pada ibu post partum tidak menyusui.

Peneliti membagi responden menjadi dua kelompok yaitu kelompok ibu

menyusui dan kelompok ibu tidak menyusui. Kelompok menyusui adalah ibu post

partum yang memberikan ASI kepada bayi secara eksklusif dengan periode waktu

2-4 jam sekali atau kapan pun bayi meminta. Sedangkan kelompok tidak

menyusui adalah ibu post partum yang tidak memberikan ASI kepada bayi secara

eksklusif dan dengan periode waktu lebih dari 4 jam sekali.

5.1.1 Karakteristik Responden

Deskripsi karakteristik responden terdiri dari usia, berat bayi lahir, status

obstetri, dan usia gestasi bayi baru lahir. Hasil penelitian pada tabel 5.1

menunjukkan bahwa pada kelompok menyusui dan kelompok tidak menyusui

responden terbanyak berusia antara 26-30 tahun, yaitu pada kelompok menyusui

terdapat 26 orang dari 40 responden (65%) dan pada kelompok tidak menyusui

(41)

responden yang memiliki riwayat abortus pada kedua kelompok. Pada kelompok

menyusui, usia gestasi bayi baru lahir 37 minggu sebanyak 27 orang (67,5%) dan

usia gestasi 38 minggu sebanyak 13 orang (32,5%). Pada kelompok tidak

menyusui, usia gestasi bayi baru lahir 37 minggu sebanyak 6 orang (37,5%) dan

usia gestasi 38 minggu sebanyak 10 orang (62,5%). Gambaran lengkap

karakteristik responden pada kesua kelompok dapat dilihat pada tabel 5.1 di

bawah ini.

Tabel 5.1. Tabel Distribusi Frekuensi dan Persentase Karakteristik Responden pada Kelompok Menyusui dan Kelompok Tidak Menyusui di Klinik Bidan Helen Medan Tahun 2014

Karakteristik Kelompok Menyusui

(42)

28

5.1.2 Involusi Uterus pada Ibu Post Partum yang Menyusui

Involusi uterus pada masa nifas dapat dilihat dari dua hal yaitu tinggi

fundus uterus (TFU) dan warna lokia. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan

pada 40 orang ibu post partum yang menyusui maka diperoleh data percepatan

involusi uterus sebagai berikut:

5.1.2.1 Tinggi Fundus Uterus (TFU)

Pengukuran tinggi fundus uterus (TFU) dilakukan selama sepuluh hari

masa nifas. Pada tabel 5.2 dapat dilihat penurunan Tinggi Fundus Uterus (TFU)

pada kelompok menyusui.

Pada kelompok menyusui sebanyak 21 dari 40 orang responden (52,5%),

TFU berada di 2 jari di bawah pusat pada hari pertama. Pada hari kedua sebanyak

28 dari 40 orang responden (70%) TFU berada di 3 jari di bawah pusat. Pada hari

keenam masa nifas sebanyak 31 dari 40 orang responden (77,5%) TFU sudah

berada pada pertengahan simphisis pusat. Pada hari kesembilan masa nifas

sebanyak 38 dari 40 orang responden (95%) TFU sudah tidak teraba. Pada hari

kesepuluh masa nifas semua responden (100%) TFU sudah tidak teraba.

Gambaran lengkap penurunan Tinggi Fundus Uterus (TFU) pada kelompok

(43)

Tabel 5.2 Tabel Penurunan Tinggi Fundus Uterus (TFU) pada Kelompok Menyusui di Klinik Bidan Helen Medan Tahun 2014

No. Hari Tinggi Fundus Uterus (TFU) f (n=40) %

Setengah simphisis pusat 31 77,5

7. 7 Enam jari di bawah pusat 8 20

Setengah simphisis pusat 32 80

8. 8 Enam jari di bawah pusat 3 7,5

Setengah simphisis pusat 37 92,5

9. 9 Setengah simphisis pusat 2 5

Tidak teraba 38 95

10 10 Setengah simphisis pusat - -

Tidak teraba 40 100

5.1.2.2 Warna Lokia

Observasi warna lokia dilakukan selama sepuluh hari masa nifas.

Perbedaan perubahan warna lokia pada kelompok menyusui dapat dilihat pada

tabel 5.3. Seluruh responden pada kelompok menyusui lokianya masih berwarna

rubra pada hari pertama masa nifas. Perbedaan mulai tampak pada hari kelima

masa nifas, yaitu sebanyak 22 dari 40 orang responden (55%) warna lokia sudah

berwarna serosa. Pada kelompok menyusui terdapat 35 dari 40 orang responden

(95%) warna lokianya sudah pada tahap alba pada hari kesembilan. Semua

(44)

30

kesepuluh. Gambaran lengkap tahapan perubahan lokia pada kelompok menyusui

dapat dilihat pada tabel 5.3 di bawah ini.

Tabel 5.3. Tabel Perubahan Warna Lokia pada Kelompok Menyusui di Klinik Bidan Helen Medan Tahun 2014

No. Hari Warna Lokia f (n=40) %

5.1.3 Involusi Uterus pada Ibu Post Partum yang Tidak Menyusui

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada 16 orang ibu post

partum yang tidak menyusui maka diperoleh data percepatan involusi uterus

sebagai berikut:

5.1.2.1 Tinggi Fundus Uterus (TFU)

Pengukuran tinggi fundus uterus (TFU) dilakukan selama sepuluh hari

masa nifas. Pada tabel 5.4 dapat dilihat penurunan Tinggi Fundus Uterus (TFU)

(45)

dari 16 responden (12,5%) TFU berada di 2 jari di bawah pusat pada hari pertama.

Pada hari ketiga sebanyak 9 dari 16 orang responden (56,25%) TFU berada di 3

jari di bawah pusat. Pada hari keenam masa nifas sebanyak 6 dari 16 orang

responden (37,5%) TFU berada di pertengahan simphisis pusat. Pada hari

kesembilan masa nifas belum ada responden yang TFU nya tidak teraba. Pada hari

kesepuluh hanya 3 dari 16 orang responden (18,75%) yang TFU nya sudah tidak

teraba. Gambaran lengkap penurunan Tinggi Fundus Uterus (TFU) pada

kelompok tidak menyusui dapat dilihat pada tabel 5.4 di bawah ini.

Tabel 5.4. Tabel Penurunan Tinggi Fundus Uterus (TFU) pada Kelompok Tidak Menyusui di Klinik Bidan Helen Medan Tahun 2014

No. Hari Tinggi Fundus Uterus (TFU) f (n=16) %

Setengah simphisis pusat 6 37,5

7. 7 Enam jari di bawah pusat 8 50

Setengah simphisis pusat 8 50

8. 8 Enam jari di bawah pusat 6 37,5

Setengah simphisis pusat 10 62,5

9. 9 Setengah simphisis pusat 16 100

Tidak teraba - -

10 10 Setengah simphisis pusat 13 81,2

(46)

32

5.1.2.2 Warna Lokia

Perbedaan perubahan warna lokia antara kelompok menyusui dan

kelompok tidak menyusui dapat dilihat pada tabel 5.5. Seluruh responden pada

kelompok tidak menyusi lokianya masih berwarna rubra pada hari pertama masa

nifas. Perbedaan mulai tampak pada hari kelima masa nifas, yaitu sebanyak 2 dari

16 orang reponden (12,50%) warna lokianya sudah pada tahap serosa. Pada pada

hari kesembilan masih sebanyak 3 dari 16 orang responden (18,75%) yang warna

lokianya sudah pada tahap alba. Responden yang sudah pada tahap rubra masih

sebanyak 6 orang (37,50%) pada hari kesepuluh. Gambaran lengkap tahapan

perubahan lokia pada kelompok tidak menyusui dapat dilihat pada tabel 5.5 di

bawah ini.

Tabel 5.5. Tabel Perubahan Warna Lokia pada Kelompok Tidak Menyusui di Klinik Bidan Helen Medan tahun 2014

(47)

5.2 Pembahasan

Berdasarkan data-data diatas, didapatkan perbedaan proses involusi uterus

pada kelompok menyusui dan kelompok tidak menyusui. Hasil penelitian proses

involusi uterus yang dilakukan pada 40 ibu post patum yang menyusui dan 16

yang tidak menyusui selama 10 hari masa nifas, diperoleh data bahwa kelompok

yang menyusui mengalami involusi uterus yang lebih cepat dari pada kelompok

yang tidak menyusui. Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa efek

yang ditimbulkan menyusui adalah kontraksi uterus yang berhubungan dengan

involusi uterus (Bobak, 2005). Penelitian ini juga sesuai dengan hasil penelitian

Meri Marlina (2012) yang berjudul Pengaruh Inisiasi Menyusui Dini (IMD)

Terhadap Tinggi Fundus Uteri Pada Post Partum Di Rumah Sakit Ibu dan Anak

Banda Aceh. Hasil dari penelitian tersebut adalah ada pengaruh yang signifikan

menyusui terhadap tinggi fundus uterus.

Pada kelompok menyusui, di hari pertama masa nifas sebanyak 21 dari 40

orang (52,5%) ibu post partum tinggi fundusnya sudah berada pada dua jari di

bawah pusat, sementara pada kelompok tidak menyusui hanya 2 dari 16 orang ibu

post partum (12,5%) yang tinggi fundusnya sudah berada pada dua jari di bawah

pusat. Pada kelompok menyusui juga ditemukan bahwa pada hari keenam,

sebanyak 31 dari 40 orang ibu post partum (75%), TFU sudah berada pada

pertengahan simphisis pusat. Sedangkan pada kelompok tidak menyusui masih 6

dari 16 orang ibu post partum (37,5%) yang TFUnya sudah pada pertengahan

simphisis pusat. Pada hari kesembilan, fundus sudah tidak teraba lagi pada

(48)

34

pada hari kesepuluh fundus masih teraba. Dari data diatas dapat disimpulkan

bahwa penurunan TFU pada kelompok menyusui lebih cepat dari pada kelompok

tidak menyusui. Hal ini juga dapat diartikan bahwa perubahan bentuk dan ukuran

uterus ke keadaan seperti sebelum hamil pada kelompok menyusui lebih cepat

daripada kelompok tidak menyusui.

Perbedaan yang signifikan juga terlihat pada perubahan warna lokia.

Sebanyak 22 dari 40 orang ibu post partum (55%) pada kelompok menyusui

warna lokia sudah berwarna serosa pada hari kelima masa nifas. Sedangkan pada

kelompok tidak menyusui hanya 2 dari 16 orang ibu post partum (12,50%) yang

warna lokianya sudah pada tahap serosa pada hari kelima. Pada kelompok

menyusui terdapat sebanyak 35 dari 40 orang ibu post partum (95%) warna

lokianya sudah pada tahap alba pada hari kesembilan. Sedangkan pada kelompok

tidak menyusui, pada hari kesembilan masih 3 dari 16 orang ibu post partum

(18,75%) yang warna lokianya sudah pada tahap alba. Semua ibu post partum

yang menyusui lokianya sudah berada pada tahap alba pada hari kesepuluh.

Sedangkan pada kelompok tidak menyusui, ibu post partum yang sudah pada

tahap alba masih sebanyak 6 orang (37,50%). Dari data diatas dapat diketahui

bahwa tahapan perubahan warna lokia pada kelompok menyusui lebih cepat dari

pada kelompok tidak menyusui. Hal ini juga dapat diartikan bahwa pemulihan

tempat perlekatan plasenta pada kelompok menyusui lebih cepat daripada

kelompok tidak menyusui.

Pada kelompok menyusui terdapat 5 orang ibu post partum dengan berat

(49)

signifikan terhadap proses involusi uterus. Walaupun secara teori, berat bayi juga

menentukan proses involusi uterus. Perbedaan penelitian dengan teori bisa saja

dipengaruhi oleh jumlah responden yang berat bayi lahir nya diatas 3000 gram

yang terlalu sedikit, sehingga tidak objektif untuk mengidentifikasi hubungan

antara berat bayi lahir dengan proses involusi uterus. Pada ibu post partum

primipara dan multipara juga tidak ditemukan adanya perbedaan dalam hal

involusi uterus.

Involusi uterus merupakan kembalinya uterus ke ukuran semula seperti

keadaan sebelum hamil. Ada dua indikator involusi uterus yaitu Tinggi Fundus

Uterus (TFU) dan perubahan warna lokia. Cara untuk mengetahui perubahan

ukuran uterus pada masa nifas adalah dengan cara mengukur Tinggi Fundus

Uterus (TFU). Penurunan TFU (Tinggi Fundus Uterus) menunjukkan bahwa

uterus mulai kembali kebentuk dan ukuran normal seperti sebelum kehamilan.

Tahapan perubahan warna lokia menjadi indikator pemulihan tempat perlekatan

plasenta. Involusi uterus meliputi reorganisasi dan pengeluaran

desidua/endometrium dan eksfoliasi tempat perlekatan plasenta yang ditandai

dengan penurunan ukuran dan berat serta perubahan pada lokasi uterus, juga

ditandai dengan warna dan jumlah lokia (Helen Varney, 2008). Hanya saja dalam

penelitian ini, pengukuran jumlah lokia sulit untuk dilakukan. Kehilangan darah

pasca partum sulit diobservasi secara obyektif.

Selama kehamilan, hormon prolaktin dari plasenta meningkat tetapi ASI

biasanya belum keluar karena masih dihambat oleh kadar estrogen yang tinggi.

(50)

36

drastic, sehingga pengaruh prolaktin lebih dominan dan pada saat inilah mulai

terjadi sekresi ASI. Dengan menyusui terjadi perangsangan putting susu,

terbentuklah prolaktin oleh Hipofisis, sehingga sekresi ASI semakin lancer. Dua

refleks pada ibu yang sangat penting dalam proses menyusui yaitu refleks

prolaktin dan refleks aliran (Let-down reflex). Pada refleks prolaktin, isapan bayi

pada puting memacu hipofise anterior untuk mengeluarkan hormon prolaktin ke

dalam darah. Melalui sirkulasi prolaktin, memacu sel kelenjar (alveoli) untuk

memproduksi air susu. Sedangkan pada refleks aliran (Let-down reflex), isapan

bayi memacu hipofise posterior untuk mengeluarkan hormon oksitosin yang

berperan dalam kontraksi uterus.

Menurut Bobak (2005), ibu yang merencanakan menyusui bayinya,

dianjurkan membiarkan bayinya di payudara segera setelah lahir karena isapan

bayi pada payudara merangsang pelepasan oksitosin. Oksitosin berguna dalam

merangsang kontraksi uterus dan berperan dalam mengejakulasikan ASI. Efek

yang ditimbulkan menyusui adalah kontraksi uterus yang berhubungan dengan

involusi uterus. Pengisapan bayi merangsang pelepasan prolaktin adenohipofisis

dan oksitosin neurohipofisis (Lawrence, 1994), pada saat yang sama mengirim

stimulasi neural melalui korda spinalis ke hipotalamus untuk menekan pelepasan

faktor penghambat prolaktin (prolactin-inhibiting factor, PIF) (Blackburn dan

Loper, 1992). Saat ibu menyusui, isapan bayi menstimulasi hipotalamus untuk

menghasilkan oksitosin (let-down reflex). Oksitosin berperan dalam kontraksi

uterus dan Myoepithelial cell (Susan and Judy, 2004). Kontraksi uterus

(51)

menyebabkan penyempitan pembuluh darah pada tempat bekas perlekatan

plasenta. Penyempitan pembuluh darah inilah yang menyebabkan pemulihan luka

bekas perlekatan plasenta. Perubahan warna lokia menjadi tanda apakah luka

sudah mulai pulih atau belum.

Pada pengukuran TFU hari kesepuluh, terdapat 3 orang ibu post partum

tidak menyusui yang TFU nya tidak teraba lagi. Hal ini bisa saja disebabkan oleh

faktor lain selain menyusui. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi involusi

uterus adalah senam nifas, mobilisasi dini ibu post partum, menyusui dini, gizi,

faktor usia, dan faktor paritas (Ambarwati & Wulandari, 2008). Ibu yang

menyusui akan cenderung memenuhi kebutuhan gizi seimbang pada masa nifas.

Dengan dibarengi nutrisi yang baik involusi lebih cepat terjadi. Ibu yang

menyusui juga melakukan mobilisasi pada saat memberikan ASI. Menyusui

mendorong ibu untuk sering melakukan mobilisasi dari posisi tidur ke posisi

duduk, atau berpindah dari tempat tidur ke tempat lain sewaktu memberikan ASI.

Kelebihan dari penelitian ini adalah peneliti mengukur TFU setiap hari

selama sepuluh hari masa nifas sehingga dapat diperoleh hasil yang objektif.

Namun, terdapat kekurangan dalam evaluasi warna lokia. Dalam penelitian ini,

evaluasi warna lokia dilakukan dengan wawancara. Peneliti bertanya kepada

responden perubahan warna lokia setiap hari. Hasil yang diperoleh menjadi tidak

objektif karena bisa saja responden salah dalam mengkategorikan warna lokia.

Seharusnya evaluasi warna lokia dilakukan dengan observasi langsung. Namun,

observasi langsung tidak dapat dilakukan karena terkait dengan budaya

(52)

38

Maka dari hasil penelitian ini, peneliti berasumsi bahwa terdapat

perbedaan proses involusi pada ibu post partum yang menyusui dan yang tidak

menyusui. Hal ini bisa dilihat dari penurunan TFU dan tahapan perubahan warna

lokia. Dari hasil penelitian tersebut juga dapat menunjukkan bahwa ibu post

partum yang menyusui akan mengalami pemulihan perlekatan plasenta yang lebih

cepat. Ibu yang menyusui juga akan mengalami perubahan bentuk dan ukuran

uterus ke kondisi sebelum hamil yang lebih cepat.

(53)

39 6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat

perbedaan kecepatan proses involusi pada ibu post partum menyusui dan tidak

menyusui. Pada hari kesembilan, fundus sudah tidak teraba lagi pada kelompok

yang menyusui. Sementara pada kelompok tidak menyusui, sampai pada hari

kesepuluh fundus masih teraba.

Pada perubahan warna lokia, semua responden kelompok menyusui

lokianya sudah berada pada tahap alba pada hari kesepuluh. Sedangkan pada

kelompok tidak menyusui responden yang sudah pada tahap rubra masih sebanyak

6 orang. Sehingga berdasarkan data-data tersebut dapat disimpulkan bahwa proses

involusi uterus pada ibu post partum yang menyusui lebih cepat daripada ibu post

partum yang tidak menyusui.

6.2 Saran

Saran dari hasil penelitian ini bagi praktek keperawatan adalah diharapkan

kepada petugas kesehatan agar lebih meningkatkan pemberian pendidikan

kesehatan tentang pentingnya menyusui secara efktif pada ibu post partum,

karena menyusui secara efektif tidak hanya berguna bagi bayi tetapi juga bagi ibu

post partum. Berdasarkan hasil penelitian ini maka diperlukan penelitian lanjutan

terhadap faktor-faktor lain yang mempengaruhi involusi uterus. Peneliti juga

(54)

40

mengidentifikasi perubahan warna lokia agar diperoleh hasil yang objektif. Masih

banyak faktor yang mempengaruhi involusi uterus, sehingga perlu ada penelitian

tentang pengaruh berat bayi lahir, usia gestasi, dan riwayat paritas terhadap

(55)

41 Rineka Cipta

__________ (2010). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta : Rineka Cipta

Bobak, Lowdermilk, & Jensen. (2004). Buku Ajar Keperawatan Maternitas, Edisi 4. Jakarta : EGC

Christine, H. & Kathleen, J. (2006). Buku Ajar konsep Kebidanan. Jakarta : EGC

Cunningham et al., (2012). Obstetri Williams (Edisi 23). Jakarta : EGC

Dempsey, A.P. & Dempsey, A.D. (2002). Riset Keperawatan, Buku Ajar dan Latihan. Edisi 4. Jakarta : EGC

Diane, M.F & Margaret, A.C. (2009). Myles Buku Ajar Kebidanan, Edisi 14. Jakarta : EGC

Helen, V.; Jan, M.K; Carolyn, L.G. (2007). Buku Ajar Asuhan Kebidanan, Edisi 4. Jakarta : EGC

Harry, O. & William R.F. (2010). Ilmu Kebidanan : Patologi dan Fisiologi Persalinan, Human Labor and Birth. Yogyakarta : ANDI, YEM

Khairani, L. (2013). Pengaruh Pijat Oksitosin Terhadap Involusi Uterus Pada Ibu Post Partum di Ruang PostPartum Kelas III RSHS Bandung. Jurnal Unpad, 1 (1)

Kristiyansari, W. (2009). ASI, Menyusui & SADARI. Yogjakarta : NUHA MEDIKA

Nursalam (2013). Konsep & Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika

Permatasari, D. (2013). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Involusi Uteri Pada Ibu Post Partum dengan Sectio Caesarea di Ruang Aster Instalasi

Kebidanan RSU Kabupaten Tanger

aHR0cDovL2RpZ2lsaWIuZXNhdW5nZ3VsLmFjLmlkL3B1YmxpYy9V RVUtVW5kZXJncmFkdWF0ZS03MzctQ09WRVIucGRm/RmFrd. 12 Mei 2014

(56)

42

Sastroasmoro, S. & Sofyan, I. (2008). Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis (Ed. 3). Jakarta : Sagung Seto

Susan Mattson & Judy E. Smith (2004). Core Curriculum for Maternal-Newborn Nursing. USA : ELSEVIER SAUNDERS

Wahyuni, A. S. (2007). Statistika Kedokteran Disertai Aplikasi dengan SPSS. Jakarta : ISBN

(57)

43

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN

GAMBARAN INVOLUSI UTERUS PADA IBU POST PARTUM NORMAL YANG MENYUSUI DAN TIDAK MENYUSUI

Saya bernama Nciho Arbei C. C /131121077 mahasiswi Fakultas

Keperawatan Universitas Sumatera Utara. Saat ini saya sedang melakukan

penelitian tentang “Gambaran Involusi Uterus Pada Ibu Post Partum Normal Yang

Menyusui Dan Tidak Menyusui ”. Penelitian ini merupakan salah satu kegiatan

dalam menyelesaikan tugas akhir di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera

Utara. Penelitian ini akan bermanfaat untuk mengetahui kecepatan proses involusi

uterus pada ibu post partum normal yang menyusui dan tidak menyusui. Dalam

penelitian ini saya akan mengukur Tinggi Fundus Uterus dan warna lokia ibu

selama 10 hari. Tindakan ini tidak memberikan efek samping yang

membahayakan.

Untuk keperluan tersebut saya memohon kesediaan ibu untuk menjadi

responden dalam penelitian ini. Jika bersedia, silahkan menandatangani lembar

persetujuan ini sebagai bukti kesukarelaan ibu.

Terima kasih atas partisipasi ibu dalam penelitian ini.

Medan, Oktober 2014

Peneliti, Responden,

(58)

44

Lampiran 2

DATA DEMOGRAFI

GAMBARAN INVOLUSI UTERUS PADA IBU POST PARTUM NORMAL YANG MENYUSUI DAN TIDAK MENYUSUI

1. Inisial :

2. Alamat :

3. Umur :

4. Berat lahir bayi :

5. Status Obstetri : G P Ab

6. Usia Gestasi BBL :

7. Tanggal lahir :

8. Waktu :

(59)

45

YANG MENYUSUI DAN TIDAK MENYUSUI Tabel 1. Tabel penurunan TFU

No. Hari TFU

(60)

46

Tabel 2. Tabel perubahan warna lokia

(61)

47 1. Memilih responden sesuai kriteria inklusi.

2. Responden yang dipilih adalah ibu post partum setelah selesai kala IV (2 jam

setelah kelahiran plasenta).

3. Responden dikelompokkan ke dalam 2 kelompok yaitu kelompok ibu post

partum normal menyusui dan ibu post partum normal tidak menyusui.

4. Dilakukan pengukuran pertama dan waktu dicatat

5. Pengukuran Tinggi Fundus Uterus dan Lokia pada hari berikutnya dilakukan

pada jam yang sama (24 jam)

(62)

48

(63)
(64)

50

(65)

51 I. Persiapan proposal

1. Biaya tinta dan kertas print proposal Rp. 50.000,-

2. Biaya foto copy sumber-sumber tinjauan pustaka Rp. 100.000,-

3. Memperbanyak proposal Rp. 100.000,-

4. Konsumsi Rp. 150.000,-

II. Pengumpulan data

1. Mengurus ijin penelitian Rp. 100.000,-

2. Transportasi Rp. 500.000,-

3. Memperbanyak informed consent Rp. 30.000,-

III. Analisa data dan penyusunan laporan Rp. – IV. Penyusunan laporan akhir

1. Biaya print skripsi Rp. 100.000,-

2. Penggandaan skripsi Rp. 200.000,-

3. Biaya jilid Rp. 50.000,-

(66)

52

Lampiran 8 DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Nciho Arbei Cordiaz Capah

Tempat/Tanggal Lahir : Sidikalang/25 November 1992

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Kristen Protestan

Alamat : JL. Terompet No.44 A Padang Bulan Medan

20156

Riwayat Pendidikan :

1. SD Negeri 030281 Sidikalang (1998-2004)

2. SMP Negeri 1 Sidikalang (2004-2007)

3. SMA Negeri 1 Sidikalang (2007-2010)

4. D3 Keperawatan Fakultas Keperawatan USU (2010-2013)

Gambar

Tabel 2.1  Perubahan Normal Uterus Pada Masa Nifas
Gambar 2.2 Skema Stimulasi Hormonal Produksi dan Ejeksi ASI (Let-
Tabel 5.1.  Tabel Distribusi Frekuensi dan Persentase Karakteristik Responden pada Kelompok Menyusui dan Kelompok Tidak Menyusui di Klinik Bidan Helen Medan Tahun 2014
Tabel 5.2 Tabel Penurunan Tinggi Fundus Uterus (TFU) pada Kelompok Menyusui di Klinik Bidan Helen Medan Tahun 2014
+7

Referensi

Dokumen terkait

12 Penelitian sebelumnya mengenai pengaruh daun katuk terhadap involusi uterus menunjukkan tidak adanya perbedaan yang bermakna antara kontrol negatif dengan pemberian

Berdasarkan hasil penelitian mengenai pengaruh senam nifas terhadap involusi uterus pada ibu postpart pervaginam hari 1-3 di Klinik Bersalin Tutun Sehati Tanjung Morawa,

signifikan dari senam nifas terhadap kecepatan involusi uterus pada ibu nifas di BPS Sri Jumiati pada dasarnya selaras dengan landasan teori, seperti yang

hubungan antara menyusui dengan involusi uterus”.Dari hasil pembahasan diatas dapat diketahui bahwa dengan proses secara benar akan memberikan dampak yang positif pada

Berdasarkan hasil penelitian di peroleh percepatan involusi uterus pada ibu post partum dengan faktor mobilisasi dini bahwa sebagian besar responden yang

Vinsentia Ismijati, SST Surabaya dengan hasil penelitian : ada hubungan antara Mobilisasi dini dengan Involusi Uterus pada ibu nifas di BPS Vinsentia Ismijati,

Involusi uterus pada ibu post partum primigravida pada kelompok kontrol tidak mengalami perubahan yang bermakna, tetapi perubahan penurunan TFU terjadi secara

Hubungan Antara Pantang Makanan Pada Ibu Nifas dan Percepatan Involusi Uterus Pada Hari Ke-7 Post Partum Hampir seluruh responden yang melakukan pantang makanan pada masa nifas