SKRIPSI
Oleh :
NCIHO ARBEI CORDIAZ CAPAH 131121077
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
iii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
berkat dan rahmat yang telah diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi dengan judul “Gambaran Involusi Uterus Pada Ibu Post Partum Normal
Yang Menyusui Dan Tidak Menyusui”. Terimakasih saya ucapkan kepada
Ayahanda Wahidin Capah, S.Pd dan Ibunda Rosmaida Sinaga tercinta yang telah
memberikan dukungan baik dalam bentuk moril dan materil dalam penulisan
skripsi ini. Terima kasih atas semua pengorbanan, kasih sayang dan doa yang
telah diberikan.
Adapun tujuan dari penulisan skripsi ini adalah sebagai persyaratan dalam
menyelesaikan tugas akhir di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.
Penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan bimbingan semua pihak. Oleh
karena itu dalam kesempatan yang baik ini penulis akan menyampaikan ucapan
terima kasih kepada :
1. dr. Dedi Ardinata selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera
Utara
2. Erniyati S.Kp, MNS selaku Pembantu Dekan I, Evi Karota Bukit, S.Kp, MNS
selaku Pembantu Dekan II, dan Ikhsanuddin Ahmad Harahap, S.Kp, MNS
selaku Pembantu Dekan III di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera
Utara
3. Ellyta Aizar, S.Kp, M.Biomed selaku dosen pembimbing skripsi yang telah
iv
5. Cholina T. Siregar, S.Kep, Ns, M.Kep, Sp.KMB selaku dosen pembimbing
akademik
6. Bang Arif, Kak Ivo, Kak Juni dan Bang Sugy, juga Queen yang telah
memberikan semangat selama penulisan skripsi ini
7. Sahabat terbaikku Samson M. Tambunsaribu, dan juga saudara
seperjuanganku Eriska, Sri, Eka, Winda, Yurina dan Seprotua
8. Teman-teman di Ikatan Mahasiswa Dairi, khususnya David Birong, Tian,
Wanti, Andre Reno dan Dedy Badut
9. Teman-teman mahasiswa Ekstensi 2013 Fakultas Keperawatan Universitas
Sumatera Utara
10. Semua pihak yang penulis tidak dapat sebutkan satu persatu yang telah
memberikan saran sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna dan masih
banyak kesalahan yang perlu dikoreksi dan diperbaiki. Oleh karena itu kritik dan
saran sangat diharapkan untuk perbaikan dikemudian hari. Harapan penulis
semoga skripai ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Medan, Maret 2015
v
vi DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
Lampiran 1 Lembar Persetujuan Menjadi Responden Lampiran 2 Instrumen Penelitian
Lampiran 3 Teknik Pengumpulan Data Lampiran 4 Surat Izin Penelitian Lampiran 5 Surat Komisi Etik
Lampiran 6 Surat Pernyataan Selesai Melaksanakan Penelitian Lampiran 7 Taksasi Dana
vii
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 2.1 Tabel Perubahan Normal Uterus Pada Masa Nifas ... 9
Tabel 5.1 Tabel Distribusi Frekuensi dan Persentase Karakteristik Responden Pada Kelompok Menyusui Dan Kelompok Tidak Menyusui Di Klinik Bidan Helen Medan
Tahun 2014 ... 27
Tabel 5.2 Tabel Penurunan Tinggi Fundus Uterus (TFU) Pada Kelompok Menyusui Di Klinik Bidan Helen Medan
Tahun 2014 ... 29
Tabel 5.3 Tabel Perubahan Warna Lokia Pada Kelompok Menyusui
di Klinik Bidan Helen Medan Tahun 2014 ... 30
Tabel 5.4 Tabel Penurunan Tinggi Fundus Uterus (TFU) Pada Kelompok Tidak Menyusui Di Klinik Bidan Helen Medan
Tahun 2014 ... 31
Tabel 5.5 Tabel Perubahan Warna Lokia Pada Kelompok Tidak
viii
Gambar 2.1 Tinggi Fundus Uterus (TFU) pada Masa Nifas ... 9
Gambar 2.2 Skema Stimulasi Hormonal Produksi Dan Ejeksi Asi
ix
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 Lembar Persetujuan Menjadi Responden ... 43
Lampiran 2 Instrumen Penelitian ... 44
Lampiran 3 Teknik Pengumpulan Data ... 47
Lampiran 4 Surat Etik Penelitian ... 48
Lampiran 5 Surat Izin Penelitian... 49
Lampiran 6 Surat Pernyataan Selesai Melaksanakan Penelitian... 50
Lampiran 7 Taksasi Dana... 51
x Jurusan : S1 Keperawatan
ABSTRAK
Masa nifas merupakan suatu periode dalam minggu-minggu pertama setelah kelahiran. Ibu mengalami perubahan anatomis dan fisiologis sesuai transisi tubuhnya pada status tidak hamil normal. Segera setelah kelahiran, kontraksi menurunkan ukuran uterus sampai kira-kira gestasi minggu ke-16, dengan fundus kira-kira ada di tengah antara simfisis dan umbilikus, kemudian menurun kira-kira 1 cm atau selebar 1 jari setiap harinya, meskipun ada berbagai pertimbangan dalam hal pola involusi. Penelitian deskriptif ini bertujuan untuk mengidentifikasi perbedaan kecepatan proses involusi uterus pada ibu post patum yang menyusui dan tidak menyusui. Penelitian ini dilakukan di Klinik Bidan Helen Medan pada tanggal 10 Oktober sampai 21 Desember 2014. Sampel dalam penelitian ini sebanyak 56 orang yaitu 40 orang ibu post partum menyusui dan 16 orang ibu post partum yang tidak menyusui. Ada banyak sekali bukti yang mendukung peran penting oksitosin pada stadium kedua persalinan dan selama masa nifas. Oksitosin dihasilkan oleh Hipotalamus tepatnya pada kelenjar pituitary posterior dan menginisiasi keluarnya ASI (let-down reflex). Let-down reflek dipicu oleh isapan bayi pada puting, respon emosional ibu pada bayi, ataupun keduanya. Hasil dari penelitian ini adalah terdapat perbedaan kecepatan proses involusi uterus pada kelompok menyusui dn kelompok tidak menyusui. Hal ini sesuai dengan teori bahwa efek menyusui yaitu keluarnya oksitosin yang memperngaruhi kontraksi uterus dan berperan dalam proses involusi (Bobak, 2005).
xi
Title : The Description of Involution Uterus at Mother when in Normal Postpartum Period those Who Do Breast Feeding and Don’t Do Breast Feeding.
Student Name : Nciho Arbei C.C NIM : 131121077
Program : Bachelor of Nurse (S.Kep)
ABSTRACT
Postpartum period is a period at the first weeks after parturition. The mother undergoes changing in anatomies and physiologies that corresponds to her body transitions for the abnormal pregnancy state. Soon after the parturition, contraction lowers the size of uterus until approximately gestation in 16th week, with fundus approximately is in the middle of symphysis and umbilicus, later will lower about 1 cm or as wide as 1 finger every day, although there are some considerations in the patterns of involution. This descriptive research intends to identify the differences of the involution uterus process rates at post partum mother who do breast feeding and don’t do breast feeding. This research is done in Bidan Helen Clinic Medan on 10 October until 21 December 2014. Samples in this research are 56 mothers which are 40 post partum mothers who do breast feeding and 16 post partum mothers who don’t do breast feeding. There are many proofs that support the main role of oxytocin at the second stage of parturition and while in postpartum period. Oxytocin is produced by hypothalamus right in pituitary posterior gland and initiates the secretion of mother milk (“let down reflex”). Let-down reflex is triggered by the baby suckling at the nipple, mother’s emotional respond for the baby, or both of them. The result of this research is there are differences in the involution uterus rates at the breast feeding group and non breast feeding group. These matters are accordant to the theory that the effect of breast feeding is the secretion of oxytocin that affect to uterus contraction and roles in involution process (Bobak, 2005).
x Jurusan : S1 Keperawatan
ABSTRAK
Masa nifas merupakan suatu periode dalam minggu-minggu pertama setelah kelahiran. Ibu mengalami perubahan anatomis dan fisiologis sesuai transisi tubuhnya pada status tidak hamil normal. Segera setelah kelahiran, kontraksi menurunkan ukuran uterus sampai kira-kira gestasi minggu ke-16, dengan fundus kira-kira ada di tengah antara simfisis dan umbilikus, kemudian menurun kira-kira 1 cm atau selebar 1 jari setiap harinya, meskipun ada berbagai pertimbangan dalam hal pola involusi. Penelitian deskriptif ini bertujuan untuk mengidentifikasi perbedaan kecepatan proses involusi uterus pada ibu post patum yang menyusui dan tidak menyusui. Penelitian ini dilakukan di Klinik Bidan Helen Medan pada tanggal 10 Oktober sampai 21 Desember 2014. Sampel dalam penelitian ini sebanyak 56 orang yaitu 40 orang ibu post partum menyusui dan 16 orang ibu post partum yang tidak menyusui. Ada banyak sekali bukti yang mendukung peran penting oksitosin pada stadium kedua persalinan dan selama masa nifas. Oksitosin dihasilkan oleh Hipotalamus tepatnya pada kelenjar pituitary posterior dan menginisiasi keluarnya ASI (let-down reflex). Let-down reflek dipicu oleh isapan bayi pada puting, respon emosional ibu pada bayi, ataupun keduanya. Hasil dari penelitian ini adalah terdapat perbedaan kecepatan proses involusi uterus pada kelompok menyusui dn kelompok tidak menyusui. Hal ini sesuai dengan teori bahwa efek menyusui yaitu keluarnya oksitosin yang memperngaruhi kontraksi uterus dan berperan dalam proses involusi (Bobak, 2005).
xi
Title : The Description of Involution Uterus at Mother when in Normal Postpartum Period those Who Do Breast Feeding and Don’t Do Breast Feeding.
Student Name : Nciho Arbei C.C NIM : 131121077
Program : Bachelor of Nurse (S.Kep)
ABSTRACT
Postpartum period is a period at the first weeks after parturition. The mother undergoes changing in anatomies and physiologies that corresponds to her body transitions for the abnormal pregnancy state. Soon after the parturition, contraction lowers the size of uterus until approximately gestation in 16th week, with fundus approximately is in the middle of symphysis and umbilicus, later will lower about 1 cm or as wide as 1 finger every day, although there are some considerations in the patterns of involution. This descriptive research intends to identify the differences of the involution uterus process rates at post partum mother who do breast feeding and don’t do breast feeding. This research is done in Bidan Helen Clinic Medan on 10 October until 21 December 2014. Samples in this research are 56 mothers which are 40 post partum mothers who do breast feeding and 16 post partum mothers who don’t do breast feeding. There are many proofs that support the main role of oxytocin at the second stage of parturition and while in postpartum period. Oxytocin is produced by hypothalamus right in pituitary posterior gland and initiates the secretion of mother milk (“let down reflex”). Let-down reflex is triggered by the baby suckling at the nipple, mother’s emotional respond for the baby, or both of them. The result of this research is there are differences in the involution uterus rates at the breast feeding group and non breast feeding group. These matters are accordant to the theory that the effect of breast feeding is the secretion of oxytocin that affect to uterus contraction and roles in involution process (Bobak, 2005).
1 1.1 Latar Belakang
Masa nifas adalah suatu periode dalam minggu-minggu pertama setelah
kelahiran. Lamanya periode ini tidak pasti, sebagian besar menganggapnya antara
4 sampai 6 minggu. Walaupun merupakan masa yang relatif tidak kompleks
dibandingkan dengan kehamilan, nifas ditandai oleh banyak perubahan fisiologis
(Cunningham dkk, 2002).
Setelah kelahiran, ibu mengalami perubahan anatomis dan fisiologis sesuai
transisi tubuhnya pada status tidak hamil normal. Transisi uterus, serviks dan
vagina dari status hamil ke tidak hamil disebut sebagai involusi. Proses involusi
uterus meliputi tiga aktivitas, yaitu : (1) kontraksi uterus, (2) autolisis sel
miometrium, dan (3) regenerasi epitelium (Blackburn dan Loper, 1992). Segera
setelah kelahiran, kontraksi menurunkan ukuran uterus sampai kira-kira gestasi
minggu ke-16, dengan fundus kira-kira ada di tengah antara simfisis dan
umbilikus, kemudian menurun kira-kira 1 cm atau selebar 1 jari setiap harinya,
meskipun ada berbagai pertimbangan dalam hal pola involusi (Cluett, Alexander,
dan Pickering, 1997). Involusi uterus lebih lambat pada multipara dan bila ada
kondisi uterus distensi berlebihan (Cunningham et al., 2006).
Kontraksi menurunkan ukuran permukaan endometrium, dan sisi plasenta
menurun dari diameter plasenta 18 cm menjadi kira-kira 9 cm. Ketika uterus terus
berkontraksi dan menurun ukurannya, sisi plasenta menjadi area kasar yang
2
kelahiran endometrium dan myometrium pada sisi plasenta terinfiltrasi dengan sel
grananulosit dan mononuklear, lapisan basalis endometrium tetap utuh, dan pada
hari ke-7 setelah melahirkan terlihat regenerasi stroma endometrium (Bowes,
1996). Sisa plasenta sembuh dengan cara eksfoliasi. Fundi kelenjar endometrium
tumbuh ke atas, dengan pertumbuhan simultan jaringan endometrium dari marjin
sisi plasenta, yang memungkinkan penyembuhan terjadi tanpa terbentuk jaringan
parut. Transisi komplet ke endometrium normal pada sisi plasenta tidak terjadi
selama sedikitnya 6 minggu. Perkembangan endometrium normal di area bukan
sisi plasenta terjadi dalam 2 sampai 3 minggu kelahiran (Cunningham et al.,
2006).
Perbaikan pada sisi plasenta tercapai terutama melalui konstriksi pembuluh
darah karena kontraksi uterus. Trombosis vena dan hialinisasi arteri memberi
perlindungan lanjut terhadap kehilangan darah. Rabas uterus setelah kelahiran
disebut lokia. Lokia selama 2 sampai 4 hari pertama setelah kelahiran adalah lokia
rubra, rabas cokelat-kemerahan serupa dengan menstruasi banyak dan terdiri dari
darah, desidua, dan bagian amnion dan korion. Serupa dengan menstruasi, lokia
menurun dalam jumlah dan berubah warnanya selama beberapa hari. Pada hari
ke-3 pascapartum, kebanyakan ibu mengalami lokia serosa, warna
merah-kecokelatan yang lebih gelap. Lokia serosa terdiri dari darah tua, serum, leukosit,
dan debris jaringan. Rabas transisi akhir adalah lokia alba, rabas kuning-keputihan
yang terdiri dari sel darah putih, desidua, sel epitel, mucus, serum, dan bakteri.
Dilaporkan jumlah total lokia yang dihasilkan direntang dari 150-400 ml dengan
Selama hari ke-2 dan ke-3 pertama setelah melahirkan, semburan darah
dari vagina dapat terlihat ketika ibu berdiri atau mengubah posisi. Ini disebabkan
oleh penumpukan dalam vagina dan biasanya tidak menimbulkan kekuatiran. Bila
lokia telah berubah menjadi serosa, peningkatan aktivitas dapat dikaitkan dengan
kembalinya perdarahan merah terang. Ini biasanya hilang dengan sendirinya, dan
ibu harus diyakinkan bahwa istirahat dan menyusui akan menurunkan perdarahan
selama 1 sampai 2 jam.
Sekresi prolaktin meningkat dengan segera setelah kelahiran dan
dipertahankan pada kadar tinggi pada menyusu ASI. Pada ibu yang tidak
menyusui, kadar prolaktin menurun dan mencapai rentang tidak hamil pada
minggu ke-1 sampai ke-2 setelah melahirkan. Pemberian ASI selain bermanfaat
bagi bayi, juga bermanfaat bagi ibu. Isapan bayi pada payudara akan merangsang
terbentuknya oksitoksin oleh kelenjar hipofisis. Oksitoksin membantu proses
involusi uterus dan mencegah terjadinya perdarahan pasca persalinan (Rifatul,
2011). Menurut Bobak (2005), ibu yang merencanakan menyusui bayinya,
dianjurkan membiarkan bayinya di payudara segera setelah lahir karena isapan
bayi pada payudara merangsang pelepasan oksitosin.
Walaupun sebagian besar ibu postpartum memberi ASI pada bayinya,
tetapi mungkin mereka tidak menyadari bahwa perilaku menyusui adalah salah
satu bentuk terapi yang dapat mempercepat proses involusi uterus. Meskipun
belum diketahui seberapa efektif menyusui mempengaruhi involusi uterus. Maka
diperlukan suatu penelitian untuk membuktikan seberapa besar menyusui efektif
4
1.2 Pertanyaan Penelitian
Pertanyaan penelitian yang diajukan adalah:
1.2.1 Bagaimana kecepatan proses involusi uterus pada ibu post partum normal
yang menyusui?
1.2.2 Bagaimana kecepatan proses involusi uterus pada ibu post partum normal
yang tidak menyusui?
1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran involusi uterus pada ibu post partum normal
yang menyusui dan tidak menyusui.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengidentifikasi kecepatan proses involusi uterus pada ibu post
partum normal yang menyusui.
2. Untuk mengidentifikasi kecepatan proses involusi uterus pada ibu post
partum normal yang tidak menyusui.
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini akan bermanfaat untuk berbagai aspek, yaitu:
1.4.1 Praktik Keperawatan
Dalam praktik keperawatan, hasil penelitian ini bermanfaat untuk
1.4.2 Pendidikan keperawatan
Dalam bidang pendidikan keperawatan, hasil penelitian ini dapat:
1. Menambah pengetahuan baru tentang efektivitas menyusui terhadap involusi
uterus
2. Menambah wawasan tentang menyusui pada masa nifas yang diterapkan di
Rumah Sakit khususnya di Medan
1.4.3 Penelitian keperawatan
Untuk penelitian selanjutnya, manfaat hasil penelitian ini adalah :
1. Sebagai data dasar untuk penelitian selanjutnya
6 BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Post Partum
Periode pascapartum adalah masa dari kelahiran plasenta dan selaput janin
(menandakan akhir periode intrapartum) hingga kembalinya traktus reproduksi
wanita pada kondisi tidak hamil. Periode ini disebut juga puerperium, dan wanita
yang mengalami puerperium disebut puerperal. Periode pemulihan pascapartum
berlangsung sekitar enam minggu (Varney, 2008). Susan Mattson dan Judy E.
Smith dalam Core Curriculum for Maternal-Newborn Nursing mendefenisikan
periode Post Partum sebagai masa setelah keluarnya plasenta dan kembalinya
sistem reproduksi wanita ke kondisi tidak hamil.
Persalinan dapat berlangsung secara normal dan Sectio Cesarea (SC).
Persalinan normal adalah proses pelahiran bayi melalui jalan lahir. Persalinan
Sectio Cesarea (SC) adalah lahirnya janin melalui insisi di dinding abdomen
(laparotomi) dan dinding uterus (histerektomi).
Perubahan fisiologis pada masa post parum terjadi sangat jelas, walaupun
dianggap normal, dimana proses-proses pada kehamilan berjalan terbalik.
Perubahan fisiologis masa nifas segera terjadi setelah pelahiran plasenta.
Perubahan tersebut terdiri dari perubahan sistem reproduksi, payudara, sistem
endokrin, sistem kardiovaskular, sistem respirasi, sistem gastrointestinal, sistem
2.2 Adaptasi Fisiologis Organ Reproduksi Selama Masa Nifas
Involusi adalah proses kembalinya uterus ke keadaan sebelum hamil
setelah melahirkan. Proses ini dimulai segera setelah plasenta keluar akibat
kontraksi otot-otot polos uterus (Bobak, 2005).
Istilah involusi lebih spesifik menunjukkan adanya perubahan retrogresif
pada uterus yang menyebabkan berkurangnya ukuran uterus. Involusi uterus
meliputi reorganisasi dan pengeluaran desidua/endometrium dan eksfoliasi tempat
perlekatan plasenta yang ditandai dengan penurunan ukuran dan berat serta
perubahan pada lokasi uterus, juga ditandai dengan warna dan jumlah lokia
(Varney, 2008).
Segera setelah pelahiran, uterus dapat dipalpasi tepat dibawah umbilikus.
Uterus harus teraba berkontraksi dengan baik. Setelah 24 jam, tinggi fundus uterus
mulai menghilang secara progresif sampai tidak dapat lagi dipalpasi di atas
simfisis pubis, pada hari ke 10-20 pascanatal. Berat uterus akan sangat berkurang
pada minggu ke-6 dan bentuknya akan mendekati bentuk uterus sebelum hamil.
Struktur yang terkait dengan uterus antara lain proses involusi, kontraksi, tempat
plasenta dan lokia (Cunningham, 2006).
Pada akhir tahap ketiga persalinan, uterus berada di garis tengah, kira-kira
2 cm di bawah umbilikus dengan bagian fundus bersandar pada promontorium
sakralis. Pada saat ini besar uterus kira-kira sama dengan besar uterus sewaktu
usia kehamilan 16 minggu (kira-kira sebesar grapefruit/jeruk asam) dan beratnya
8
Dalam waktu 12 jam, tinggi fundus mencapai kurang lebih 1 cm di atas
umbilikus. Dalam beberapa hari kemudian, perubahan involusi berlangsung
dengan cepat. Fundus turun kira-kira 1 sampai 2 cm setiap 24 jam. Pada hari
pasca partum ke enam fundus normal akan berada di pertengahan antara
umbilikus dan simfisis pubis. Uterus tidak bisa dipalpasi pada abdomen pada hari
ke-9 pasca partum.
Uterus, yang pada waktu hamil penuh beratnya 11 kali berat sebelum
hamil, berinvolusi menjadi kira-kira 500 g pada 1 minggu setelah melahirkan dan
350 g (11-12 ons) 2 minggu setelah lahir. Seminggu setelah melahirkan uterus
berada di dalam panggul sejati lagi. Pada minggu keenam, beratnya menjadi 50
sampai 60 g.
Uterus turun ke dalam pelvis pada minggu kedua dan kembali keukuran
normal sekitar minggu keempat setelah melahirkan. Selama beberapa hari setelah
melahirkan, serviks dapat dimasuki dua jari. Uterus akan berkontraksi secara
perlahan dan kembali ke ukuran yang lebih lebar jika terjadi depresi akibat
laserasi yang didapat selama pelahiran (Sinclair, 2010).
Secara umum, perubahan normal pada uterus selama masa nifas dapat
Tabel 2.1 Perubahan Normal Uterus Pada Masa Nifas Plasenta Lahir Setinggi pusat 1000 gr 12,5 cm Lembut/lunak 7 hari Pertengahan
Antara pusat dan simphisis
500 gr 7,5 cm 2 cm
14 hari Tidak teraba 350 gr 5 cm 1 cm
6 minggu Normal 60 gr 2,5 cm Menyempit
(Sumber : Pusdiknakes, 2003)
Gambar 2.1 Tinggi Fundus Uterus (TFU) pada masa nifas (Sumber: Pusdiknakes, 2003)
Peningkatan kadar estrogen dan progesteron bertanggung jawab untuk
pertumbuhan masif uterus selama masa hamil. Pertumbuhan uterus prenatal
tergantung pada hiperplasia, peningkatan jumlah sel-sel otot, dan hipertrofi,
pembesaran sel-sel yang sudah ada. Pada masa pasca partum penurunan kadar
hormon-hormon ini menyebabkan terjadinya autolisis, perusakan secara langsung
jaringan hipertrofi yang berlebihan. Sel-sel tambahan yang terbentuk selama masa
hamil menetap. Inilah penyebab ukuran uterus sedikit lebih besar setelah hamil
10
Proses involusi uterus dimonitor dengan cara mempalpasi fundus uterus.
Penurunan uterus yang progresif harus terjadi yaitu uterus dipalpasi di bawah
simfisis pubis pada hari ke 10-12 setelah pelahiran (Varney, 2008).
Intensitas kontraksi uterus meningkat secara bermakna segera setelah bayi
lahir, diduga terjadi sebagai respons terhadap penurunan volume intrauterin yang
sangat besar. Hemostasis pasca partum dicapai terutama akibat kompresi
pembuluh darah intramiometrium, bukan oleh agregasi trombosit dan
pembentukan bekuan. Hormon oksitosin yang dilepas dari kelenjar hipofisis
memperkuat dan mengatur kontraksi uterus, mengompresi pembuluh darah, dan
membantu hemostasis. Selama 1 sampai 2 jam pertama pascapartum intensitas
kontraksi uterus bisa berkurang dan menjadi tidak teratur. Karena penting sekali
untuk mempertahankan kontraksi uterus selama masa ini, biasanya suntikan
oksitosin secara intravena atau intramuscular diberikan segera setelah plasenta
lahir. Ibu yang merencanakan menyusui bayinya, dianjurkan membiarkan
bayinya, dianjurkan membiarkan bayinya di payudara segera setelah lahir karena
isapan bayi pada payudara merangsang pelepasan oksitosin. Pada primipara, tonus
uterus meningkat sehingga fundus pada umumnya tetap kencang. Relaksasi dan
kontraksi yang periodik sering dialami multipara dan bisa menimbulkan nyeri
yang bertahan sepanjang masa awal puerperium (Varney, 2008).
Sisi plasenta dengan cepat diinfiltrasi oleh leukosit untuk membentuk
barrier pelindung yang melawan infeksi. Lapisan superfisial desidua
berdegenerasi dan berguguran dalam minggu pertama setelah melahirkan sebagai
dengan proses ini. Dinding endometrium yang baru tumbuh kembali dari fundus
kelenjar endometrium di dalam lapisan basal dan dalam desidua. Proses epitelisasi
kembali ini membutuhkan waktu hampir 14 hari, kecuali pada sisi plasenta yang
regenerasi lengkapnya dapat berlangsung sampai 6 minggu (Varney, 2008).
Segera setelah plasenta dan ketuban dikeluarkan, konstriksi vascular dan
trombosis menurunkan tempat plasenta ke suatu area yang meninggi dan bernodul
tidak teratur. Pertumbuhan endometrium ke atas menyebabkan pelepasan jaringan
nekrotik dan mencegah pembentukan jaringan parut yang menjadi karakteristik
penyembuhan luka. Proses penyembuhan yang unik ini memampukan
endometrium menjalankan siklusnya seperti biasa dan memungkinkan implantasi
dan palesentasi untuk kehamilan di masa yang akan datang. Regenerasi
endometrium selesai pada akhir minggu ketiga masa pascapartum, kecuali pada
bekas tempat plasenta. Regenerasi pada tempat ini biasanya tidak selesai sampai
enam minggu setelah melahirkan (Cunningham, 2006).
Rabas uterus yang keluar setelah bayi lahir disebut lokia, mula-mula
berwarna merah, kemudian berubah menjadi merah tua, atau merah cokelat. Rabas
ini dapat mengandung bekuan darah kecil. Selama dua jam pertama setelah lahir,
jumlah cairan yang keluar dari uterus tidak boleh lebih dari jumlah maksimal yang
keluar selama menstruasi. Setelah waktu tersebut, aliran lokia yang keluar harus
semakin berkurang.
Lokia rubra terutama mengandung darah dan debris desidua serta debris
trofoblastik. Aliran menyembur, menjadi merah muda atau cokelat setelah tiga
12
serum, leukosit, dan debris jaringan. Sekitar 10 hari setelah bayi lahir, warna
cairan ini menjadi kuning sampai putih (lokia alba). Lokia alba mengandung
leukosit, desidua, sel epitel, mukus, serum, dan bakteri. Lokia alba bisa bertahan
selama dua sampai enam minggu setelah bayi lahir (Cunningham, 2006).
Pengkajian jumlah aliran lokia berdasarkan observasi tampon perineum
sulit dilakukan. Jacobson dalam Buku Ajar Keperawatan Maternitas (2004)
menganjurkan suatu metode untuk memperkirakan kehilangan darah pascapartum
secara subyektif dengan mengkaji jumlah cairan yang menodai tampon perineum.
Cara mengukur lokia yang obyektif adalah dengan menimbang tampon perineum
sebelum dipakai dan setelah dilepas. Setiap peningkatan berat sekitar 1 g setara
dengan 1 ml darah. Seluruh perkiraan cairan lokia tidak akurat bila faktor waktu
tidak dipertimbangkan. Seorang wanita yang mengganti satu tampon perineum
dalam waktu satu jam atau kurang mengeluarkan lebih banyak darah daripada
wanita yang mengganti tampon setelah delapan jam (Diane & Margareth, 2009).
Apabila wanita mendapatkan pengobatan oksitosin, tanpa memandang cara
pemberiannya, lokia yang mengalir biasanya sedikit sampai efek obat hilang.
Setelah operasi sesaria, jumlah lokia yang keluar biasanya lebih sedikit. Cairan
lokia biasanya meningkat, jika klien melakukan ambulasi dan menyusui. Setelah
berbaring di tempat tidur selama kurun waktu yang lama, wanita dapat
mengeluarkan semburan darah saat ia berdiri, tetapi hal ini tidak sama dengan
perdarahan (Cunningham, 2006).
Lokia rubra yang menetap pada awal periode pasca partum menunjukkan
tertinggal. Terjadinya perdarahan ulang setelah hari ke 10 pasca partum
menandakan adanya perdarahan pada bekas tempat plasenta yang memulai
memulih. Namun, setelah 3 sampai 4 minggu, perdarahan mungkin disebabkan
oleh infeksi atau subinvolusi. Lokia serosa atau lokia alba yang berlanjut bisa
menandakan endometritis, terutama jika disertai demam, rasa sakit, atau nyeri
tekan pada abdomen yang dihubungkan dengan pengeluaran cairan (Cunningham,
2006).
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi involusi uterus adalah senam
nifas, mobilisasi dini ibu post partum, menyusui dini, gizi, faktor usia, dan faktor
paritas (Ambarwati & Wulandari, 2008). Senam nifas merupakan senam yang
dilakukan pada ibu yang sedang menjalani masa nifas. Tujuan senam nifas adalah
mempercepat pemulihan kondisi tubuh ibu setelah melahirkan, mencegah
komplikasi yang mungkin terjadi selama masa nifas, memperkuat otot perut, otot
dasar panggul, dan memperlancar sirkulasi pembuluh darah, membantu
memperlancar terjadinya proses involusi uterus. Mobilisasi dini merupakan suatu
gerakan yang dilakukan bertujuan untuk merubah posisi semula ibu dari
berbaring, mirng-miring, duduk sampai berdiri sendiri setelah beberapa jam
melahirkan. Tujuan mobilisasi dini adalah memperlancar pengeluaran lokia (sisa
darah nifas), mempercepat involusi, melancarkan fungsi organ gastrointestinal dan
organ perkemihan, memperlancar peredaran sirkulasi darah. Merupakan proses
organisme dengan menggunakan makanan yang dikonsumsi, secara normal
melalui proses digesti, transportasi, penyimpanan metabolisme dan pengeluaran
14
fungsi normal dari organ-organ, serta menghasilkan energi. Involusi uterus juga
dapat dipengaruhi oleh faktor usia dan paritas. Elastisitas otot uterus pada usia
lebih dari 35 tahun keatas berkurang sehingga proses involusi terjadi lebih lambat.
Sedangkan pada faktor paritas, ukuran uterus primipara dan multipara juga
mempengaruhi proses berlangsungnya involusi uterus. Faktor terakhir yang
mempengaruhi terjadinya proses involusi uterus adalah menyusui. Memberikan
ASI kepada bayi segera setelah melahirkan sampai satu jam pertama, memberikan
efek kontraksi pada otot polos uterus.
2.3 Fisiologi Menyusui
Ada banyak sekali bukti yang mendukung peran penting oksitosin pada
stadium kedua persalinan dan selama masa nifas. Terdapat peningkatan kadar
oksitosin dalam plasma ibu pada stadium kedua persalinan (akhir kala 2), pada
masa pasca partum dini, dan selama menyusui (Nissen dkk., 1995). Waktu
meningkatnya pelepasan oksitosin ini menunjukkan peran oksitosin pada akhir
persalinan dan selama masa nifas.
Segera setelah pelahiran janin, plasenta, dan selaput janin (selesainya fase
2 uterus), kontraksi dan retraksi uterus yang kuat dan terus menerus penting sekali
untuk mencegah perdarahan uterus pascapartum. Oksitosin kemungkinan
menyebabkan kontraksi uterus yang terus-menerus. Tentu saja, kadar oksitosin di
dalam plasma ibu meningkat pada saat ini, dan peningkatan reseptor oksitosin
miometrium sebelum awitan persalinan mendukung proses ini.
Populasi reseptor oksitosin sel mioepitelial di duktus jaringan mammae
akhir kehamilan. Selama masa nifas, oksitosin bekerja pada sel duktus payudara
untuk menimbulkan pengeluaran ASI (Blackburn dan Loper, 1992).
Permulaan laktogenesis terjadi selama proses neuroendokrin kompleks.
Prolaktin adalah hormon primer yang bertanggung jawab untuk laktasi. Hormon
pertumbuhan, insulin, kortisol, dan hormon-hormon pelepas-tirotropin selanjutnya
berkontribusi pada proses tersebut. Densitas tinggi saraf sensori dibawah putting
dan areola memberi stimulasi neural awal untuk laktasi. Pengisapan bayi
merangsang pelepasan prolaktin adenohipofisis dan oksitosin neurohipofisis
(Lawrence, 1994), pada saat yang sama mengirim stimulasi neural melalui korda
spinalis ke hipotalamus untuk menekan pelepasan faktor penghambat prolaktin
(prolactin-inhibiting factor, PIF) (Blackburn dan Loper, 1992).
Meskipun kadar prolaktin meningkat selama kehamilan, peningkatan kadar
estrogen dan progesteron sirkulasi menghambat laktasi. Setelah kelahiran, kadar
estrogen dan progesteron menurun secara drastis, yang memungkinkan prolaktin
merangsang sintesis ASI. Selain itu, penurunan kadar katekolamin menekan
sekresi PIF dari hipotalamus. Kadar prolaktin meningkat secara drastis pada
kelahiran, kemudian stabil kira-kira 3 jam setelah melahirkan. Ketika suplai ASI
telah terjadi, kadar prolaktin dasar tetap dua sampai tiga kali lebih tinggi dari
kadar kehamilan, dan kadar ini meningkat 10 sampai 20 kali pada saat pengisapan
(Bobak,2005).
Kadar prolaktin meningkat dengan segera pada awal pengisapan, dan
jumlah prolaktin yang dilepaskan serta volume ASI yang dihasilkan secara
16
dipengaruhi oleh irama sirkadian, pada kadar paling tinggi yang terjadi antara
pukul 01.00 dn 05.00 (Chan, 1997).
Susu yang mengisi dan memenuhi alveoli tidak dapat diberikan kepada
bayi kalau sel-sel mioptelial yang mengelilingi alveoli dan duktus-duktus kecil
tidak berkontraksi sebagai respon terhadap refleks ejeksi susu. Refleks ini dimulai
oleh isapan puting susu, dan melalui bantuan hipotalamus dan kelenjar hipofise
yang melepaskan oksitosin ke dalam aliran darah. Oksitosin menyebabkan
kontraksi sel-sel mioepitel sehingga air susu dapat dikeluarkan dari alveoli dan
duktus kecil untuk mengalir ke duktus besar dan reservoir subalveolar. Oksitosin
juga menghambat pelepasan dopamin dari hipotalamus, sehingga mendorong
sekresi air susu lebih lancar (Bobak, 2005).
Oksitosin dihasilkan oleh hipotalamus tepatnya pada kelenjar pituitary
posterior dan menginisiasi keluarnya ASI (“let-down reflex). Let-down reflek
dipicu oleh isapan bayi pada puting, respon emosional ibu pada bayi, ataupun
keduanya. Alveoli mengejeksikan ASI ke dalam duktus dan kemudian ke dalam
sinus, sampai ke nipel (puting). Let-down pertama timbul selama 1 sampai 3
menit pertama saat menyusui. Let-down dapat dipengaruhi oleh stress dan
kecemasan. Frekuensi dan intensitas let-down dapat berbeda-beda, tergantung dari
menyusui dan tergantung dari ibu. Berikut adalah skema stimulasi hormonal
Gambar 2.2 Skema Stimulasi Hormonal Produksi dan Ejeksi ASI (Let-Down Reflex)
(Sumber : Susan Mattson & Judy E. Smith dalam Core Curriculum for Maternal-Newborn Nursing, 2004)
Prolactin Oxytocin
Myoepithelial cell
Uterus Pituitary Gland
Hipotalamus
18 BAB 3
KERANGKA PENELITIAN
3.1 Kerangka Teori
Selama proses kehamilan uterus mengalami pembesaran. Setelah
terjadinya proses persalinan, uterus akan kembali ke ukuran dan lokasi semula
(involusi) setelah beberapa hari. Untuk mempercepat proses involusi uterus,
digunakan teknik menyusui efektif. Menurut Bobak (2005), ibu yang
merencanakan menyusui bayinya, dianjurkan membiarkan bayinya di payudara
segera setelah lahir karena isapan bayi pada payudara merangsang pelepasan
oksitosin. Oksitosin berguna dalam merangsang kontraksi uterus dan berperan
dalam mengejakulasikan ASI. Bayi yang sehat dapat mengosongkan satu
payudara sekitar 5-7 menit dan ASI dalam lambung bayi akan kosong dalam
waktu 2 jam (Weni Kristiyansari, 2009). Involusi mulai diukur setelah selesai
persalinan kala IV (dua jam setelah persalinan plasenta). Pengukuran involusi
Kerangka Penelitian :
Keterangan :
Area yang diteliti :
Area yang tidak diteliti :
Kelompok
20
3.2 Defenisi Operasional
No Variabel Defenisi Operasional Alat Ukur Hasil Ukur Skala 1 Involusi
Uterus
Suatu proses kembalinya uterus ke keadaan semula seperti saat sebelum kehamilan yang dapat diketahui melalui :
a. Pengukuran Tinggi Fundus Uteri (TFU)
3 Menyusui Tindakan memberikan ASI kepada bayi.
21 4.1 Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan desain penelitian deskriptif yang bertujuan
untuk mendapatkan gambaran proses involusi uterus pada ibu post partum normal
menyusui dan ibu post partum normal tidak menyusui.
4.2 Populasi Penelitian
Populasi penelitian ini adalah seluruh ibu post partum yang melahirkan di
Klinik Bidan Helen.
4.3 Sampel Penelitian
Sampel pada penelitian ini adalah keseluruhan objek yang dianggap
mewakili seluruh populasi dengan kriteria sampel yang dapat dimasukkan atau
layak untuk diteliti.
Pemilihan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan
teknik purposive sampling yaitu teknik pengambilan sampel yang dilakukan
karena sesuai dengan kriteria sampel yang ditentukan. Jadi, dalam penelitian ini
setiap ibu nifas normal dan SC yang memenuhi kriteria dapat dilibatkan sebagai
subjek penelitian.
Penentuan besar sampel pada penelitian ini menggunakan teknik total
sampling. Semua responden yang melahirkan di klinik bidan Helen dapat menjadi
22
dalam penelitian ini sebanyak 56 orang yang terdiri atas dua kelompok yaitu, 40
orang kelompok menyusui dan 16 orang kelompok tidak menyusui.
Adapun kriteria yang digunakan dalam penentuan sampel penelitian adalah
sebagai berikut:
Kriteria : Usia reproduksi sehat (20-35 tahun), kehamilan dan persalinan tanpa
penyulit dan komplikasi, bayi lahir hidup dengan taksiran berat janin 2500-3500
gr, bersedia dilakukan pengukuran Tinggi Fundus Uterus setelah memberikan
persetujuan dengan sukarela, alamat responden dapat dijangkau oleh peneliti.
4.4 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Klinik Bidan Helen Medan. Alasan peneliti
memilih tempat ini adalah agar peneliti dapat menjangkau alamat responden.
Pengumpulan data untuk penelitian ini dilaksanakan pada 10 Oktober 2014
sampai 12 Januari 2015.
4.5 Pertimbangan Etik
Penelitian dilakukan setelah mendapatkan rekomendasi dari Fakultas
Keperawatan Universitas Sumatera Utara. Selanjutnya mengirimkan surat
permohonan untuk mendapatkan ijin dari institusi dan rekomendasi rumah sakit.
Setelah mendapat izin dari rumah sakit, peneliti memulai mengumpulkan
data dengan memberikan lembar persetujuan (informed consent) kepada
responden yang akan diteliti. Sebelum responden mengisi dan menandatangani
dilaksanakan. Peneliti juga akan menjelaskan bahwa tidak akan ada efek samping
yang membahayakan selama dan setelah proses pengumpulan data.
Peneliti menanyakan kesediaan responden untuk berpartisipasi dalam
penelitian dengan menandatangani lembar persetujuan (informed consent)
tersebut. Jika responden menolak untuk berpartisipasi dalam penelitian maka
peneliti tidak akan memaksa dan tetap menghormati hak-haknya tanpa ada
tekanan fisik maupun psikologis.
Untuk menjaga kerahasiaan responden, peneliti tidak mencantumkan
nama, hanya memberi kode pada masing-masing lembar observasi. Kerahasiaan
informasi responden dijamin oleh peneliti dan hanya kelompok data tertentu saja
yang akan disajikan sebagai hasil penelitian.
4.6 Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari dua bagian.
Bagian yang pertama berisi tentang pengkajian data demografi ibu post partum
yang meliputi inisial, alamat, umur, berat bayi lahir, status obstetri, usia gestasi
BBL, tanggal, dan waktu lahir.
Bagian kedua berisi tentang lembar observasi yang meliputi tabel
penurunan tinggi fundus selama 10 hari dan tabel perubahan warna lokia selama
10 hari. Adapun alat dan bahan yang digunakan pada penelitian ini jari tangan
peneliti.
Instrumen penelitian diberi kode oleh peneliti dengan ketentuan sebagai
berikut:
24
A2 : Kode untuk ibu post partum normal tidak menyusui
4.7 Pengumpulan Data
Tahap pengumpulan data sebagai berikut:
Pengumpulan data dilakukan setelah peneliti menerima surat ijin pelaksanaan
penelitian dari institusi pendidikan yaitu Fakultas Keperawatan Universitas
Sumatera Utara dan ijin dari klinik tempat dilakukannya penelitian.
Setelah responden ditemui maka peneliti akan menjelaskan tentang
manfaat penelitian dan prosedur penelitian. Selanjutnya peneliti meminta
kesediaan responden untuk mengikuti penelitian dan yang bersedia berpartisipasi
diminta untuk menandatangani lembar persetujuan (informed consent). Tidak ada
pemaksaan dalam meminta kesediaan menjadi responden.
Responden yang bersedia mengikuti penelitian dan memenuhi kriteria
inklusi yang telah dibuat oleh peneliti dijadikan sebagai kelompok penelitian. Ibu
post partum setelah selesai persalinan kala IV kemudian dilakukan pengukuran
tinggi fundus dan wawancara perubahan warna lokia. Pengukuran ini akan
dilakukan setiap hari selama sepuluh hari masa nifas. Untuk mengantisipasi
apabila responden keluar dari klinik sebelum sepuluh hari, maka peneliti akan
meminta kesediaan responden untuk dilakukan penelitian di rumah responden.
4.8 Analisa Data
Setelah dilakukan pengumpulan data maka dilakukan analisa data. Data
yang diperoleh dari setiap responden berupa data demografi dan hasil pengukuran
dibandingkan sehingga diketahui efektivitas menyusui terhadap involusi uterus
pada ibu post partum normal. Selanjutnya dilakukan pengolahan data. Pengolahan
data dilakukan dengan menggunakan statistik deskriptif.
Statistik deskriptif digunakan untuk menyajikan data-data demografi dan
perubahan involusi uterus pada masing-masing kelompok penelitian. Yang
dimaksud kelompok penelitian adalah kelompok ibu post partum normal
26 BAB 5
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Hasil Penelitian
Pada bab ini akan diuraikan hasil penelitian melalui pengumpulan data
yang telah dilakukan mulai tanggal 10 Oktober 2014 sampai dengan 12 Januari
2015. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengidentifikasi efektivitas
menyusui terhadap kecepatan proses involusi uterus.
Hasil penelitian ini menggambarkan tentang karakteristik ibu post partum,
kecepatan involusi uterus pada ibu post partum menyusui, dan kecepatan involusi
uterus pada ibu post partum tidak menyusui.
Peneliti membagi responden menjadi dua kelompok yaitu kelompok ibu
menyusui dan kelompok ibu tidak menyusui. Kelompok menyusui adalah ibu post
partum yang memberikan ASI kepada bayi secara eksklusif dengan periode waktu
2-4 jam sekali atau kapan pun bayi meminta. Sedangkan kelompok tidak
menyusui adalah ibu post partum yang tidak memberikan ASI kepada bayi secara
eksklusif dan dengan periode waktu lebih dari 4 jam sekali.
5.1.1 Karakteristik Responden
Deskripsi karakteristik responden terdiri dari usia, berat bayi lahir, status
obstetri, dan usia gestasi bayi baru lahir. Hasil penelitian pada tabel 5.1
menunjukkan bahwa pada kelompok menyusui dan kelompok tidak menyusui
responden terbanyak berusia antara 26-30 tahun, yaitu pada kelompok menyusui
terdapat 26 orang dari 40 responden (65%) dan pada kelompok tidak menyusui
responden yang memiliki riwayat abortus pada kedua kelompok. Pada kelompok
menyusui, usia gestasi bayi baru lahir 37 minggu sebanyak 27 orang (67,5%) dan
usia gestasi 38 minggu sebanyak 13 orang (32,5%). Pada kelompok tidak
menyusui, usia gestasi bayi baru lahir 37 minggu sebanyak 6 orang (37,5%) dan
usia gestasi 38 minggu sebanyak 10 orang (62,5%). Gambaran lengkap
karakteristik responden pada kesua kelompok dapat dilihat pada tabel 5.1 di
bawah ini.
Tabel 5.1. Tabel Distribusi Frekuensi dan Persentase Karakteristik Responden pada Kelompok Menyusui dan Kelompok Tidak Menyusui di Klinik Bidan Helen Medan Tahun 2014
Karakteristik Kelompok Menyusui
28
5.1.2 Involusi Uterus pada Ibu Post Partum yang Menyusui
Involusi uterus pada masa nifas dapat dilihat dari dua hal yaitu tinggi
fundus uterus (TFU) dan warna lokia. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan
pada 40 orang ibu post partum yang menyusui maka diperoleh data percepatan
involusi uterus sebagai berikut:
5.1.2.1 Tinggi Fundus Uterus (TFU)
Pengukuran tinggi fundus uterus (TFU) dilakukan selama sepuluh hari
masa nifas. Pada tabel 5.2 dapat dilihat penurunan Tinggi Fundus Uterus (TFU)
pada kelompok menyusui.
Pada kelompok menyusui sebanyak 21 dari 40 orang responden (52,5%),
TFU berada di 2 jari di bawah pusat pada hari pertama. Pada hari kedua sebanyak
28 dari 40 orang responden (70%) TFU berada di 3 jari di bawah pusat. Pada hari
keenam masa nifas sebanyak 31 dari 40 orang responden (77,5%) TFU sudah
berada pada pertengahan simphisis pusat. Pada hari kesembilan masa nifas
sebanyak 38 dari 40 orang responden (95%) TFU sudah tidak teraba. Pada hari
kesepuluh masa nifas semua responden (100%) TFU sudah tidak teraba.
Gambaran lengkap penurunan Tinggi Fundus Uterus (TFU) pada kelompok
Tabel 5.2 Tabel Penurunan Tinggi Fundus Uterus (TFU) pada Kelompok Menyusui di Klinik Bidan Helen Medan Tahun 2014
No. Hari Tinggi Fundus Uterus (TFU) f (n=40) %
Setengah simphisis pusat 31 77,5
7. 7 Enam jari di bawah pusat 8 20
Setengah simphisis pusat 32 80
8. 8 Enam jari di bawah pusat 3 7,5
Setengah simphisis pusat 37 92,5
9. 9 Setengah simphisis pusat 2 5
Tidak teraba 38 95
10 10 Setengah simphisis pusat - -
Tidak teraba 40 100
5.1.2.2 Warna Lokia
Observasi warna lokia dilakukan selama sepuluh hari masa nifas.
Perbedaan perubahan warna lokia pada kelompok menyusui dapat dilihat pada
tabel 5.3. Seluruh responden pada kelompok menyusui lokianya masih berwarna
rubra pada hari pertama masa nifas. Perbedaan mulai tampak pada hari kelima
masa nifas, yaitu sebanyak 22 dari 40 orang responden (55%) warna lokia sudah
berwarna serosa. Pada kelompok menyusui terdapat 35 dari 40 orang responden
(95%) warna lokianya sudah pada tahap alba pada hari kesembilan. Semua
30
kesepuluh. Gambaran lengkap tahapan perubahan lokia pada kelompok menyusui
dapat dilihat pada tabel 5.3 di bawah ini.
Tabel 5.3. Tabel Perubahan Warna Lokia pada Kelompok Menyusui di Klinik Bidan Helen Medan Tahun 2014
No. Hari Warna Lokia f (n=40) %
5.1.3 Involusi Uterus pada Ibu Post Partum yang Tidak Menyusui
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada 16 orang ibu post
partum yang tidak menyusui maka diperoleh data percepatan involusi uterus
sebagai berikut:
5.1.2.1 Tinggi Fundus Uterus (TFU)
Pengukuran tinggi fundus uterus (TFU) dilakukan selama sepuluh hari
masa nifas. Pada tabel 5.4 dapat dilihat penurunan Tinggi Fundus Uterus (TFU)
dari 16 responden (12,5%) TFU berada di 2 jari di bawah pusat pada hari pertama.
Pada hari ketiga sebanyak 9 dari 16 orang responden (56,25%) TFU berada di 3
jari di bawah pusat. Pada hari keenam masa nifas sebanyak 6 dari 16 orang
responden (37,5%) TFU berada di pertengahan simphisis pusat. Pada hari
kesembilan masa nifas belum ada responden yang TFU nya tidak teraba. Pada hari
kesepuluh hanya 3 dari 16 orang responden (18,75%) yang TFU nya sudah tidak
teraba. Gambaran lengkap penurunan Tinggi Fundus Uterus (TFU) pada
kelompok tidak menyusui dapat dilihat pada tabel 5.4 di bawah ini.
Tabel 5.4. Tabel Penurunan Tinggi Fundus Uterus (TFU) pada Kelompok Tidak Menyusui di Klinik Bidan Helen Medan Tahun 2014
No. Hari Tinggi Fundus Uterus (TFU) f (n=16) %
Setengah simphisis pusat 6 37,5
7. 7 Enam jari di bawah pusat 8 50
Setengah simphisis pusat 8 50
8. 8 Enam jari di bawah pusat 6 37,5
Setengah simphisis pusat 10 62,5
9. 9 Setengah simphisis pusat 16 100
Tidak teraba - -
10 10 Setengah simphisis pusat 13 81,2
32
5.1.2.2 Warna Lokia
Perbedaan perubahan warna lokia antara kelompok menyusui dan
kelompok tidak menyusui dapat dilihat pada tabel 5.5. Seluruh responden pada
kelompok tidak menyusi lokianya masih berwarna rubra pada hari pertama masa
nifas. Perbedaan mulai tampak pada hari kelima masa nifas, yaitu sebanyak 2 dari
16 orang reponden (12,50%) warna lokianya sudah pada tahap serosa. Pada pada
hari kesembilan masih sebanyak 3 dari 16 orang responden (18,75%) yang warna
lokianya sudah pada tahap alba. Responden yang sudah pada tahap rubra masih
sebanyak 6 orang (37,50%) pada hari kesepuluh. Gambaran lengkap tahapan
perubahan lokia pada kelompok tidak menyusui dapat dilihat pada tabel 5.5 di
bawah ini.
Tabel 5.5. Tabel Perubahan Warna Lokia pada Kelompok Tidak Menyusui di Klinik Bidan Helen Medan tahun 2014
5.2 Pembahasan
Berdasarkan data-data diatas, didapatkan perbedaan proses involusi uterus
pada kelompok menyusui dan kelompok tidak menyusui. Hasil penelitian proses
involusi uterus yang dilakukan pada 40 ibu post patum yang menyusui dan 16
yang tidak menyusui selama 10 hari masa nifas, diperoleh data bahwa kelompok
yang menyusui mengalami involusi uterus yang lebih cepat dari pada kelompok
yang tidak menyusui. Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa efek
yang ditimbulkan menyusui adalah kontraksi uterus yang berhubungan dengan
involusi uterus (Bobak, 2005). Penelitian ini juga sesuai dengan hasil penelitian
Meri Marlina (2012) yang berjudul Pengaruh Inisiasi Menyusui Dini (IMD)
Terhadap Tinggi Fundus Uteri Pada Post Partum Di Rumah Sakit Ibu dan Anak
Banda Aceh. Hasil dari penelitian tersebut adalah ada pengaruh yang signifikan
menyusui terhadap tinggi fundus uterus.
Pada kelompok menyusui, di hari pertama masa nifas sebanyak 21 dari 40
orang (52,5%) ibu post partum tinggi fundusnya sudah berada pada dua jari di
bawah pusat, sementara pada kelompok tidak menyusui hanya 2 dari 16 orang ibu
post partum (12,5%) yang tinggi fundusnya sudah berada pada dua jari di bawah
pusat. Pada kelompok menyusui juga ditemukan bahwa pada hari keenam,
sebanyak 31 dari 40 orang ibu post partum (75%), TFU sudah berada pada
pertengahan simphisis pusat. Sedangkan pada kelompok tidak menyusui masih 6
dari 16 orang ibu post partum (37,5%) yang TFUnya sudah pada pertengahan
simphisis pusat. Pada hari kesembilan, fundus sudah tidak teraba lagi pada
34
pada hari kesepuluh fundus masih teraba. Dari data diatas dapat disimpulkan
bahwa penurunan TFU pada kelompok menyusui lebih cepat dari pada kelompok
tidak menyusui. Hal ini juga dapat diartikan bahwa perubahan bentuk dan ukuran
uterus ke keadaan seperti sebelum hamil pada kelompok menyusui lebih cepat
daripada kelompok tidak menyusui.
Perbedaan yang signifikan juga terlihat pada perubahan warna lokia.
Sebanyak 22 dari 40 orang ibu post partum (55%) pada kelompok menyusui
warna lokia sudah berwarna serosa pada hari kelima masa nifas. Sedangkan pada
kelompok tidak menyusui hanya 2 dari 16 orang ibu post partum (12,50%) yang
warna lokianya sudah pada tahap serosa pada hari kelima. Pada kelompok
menyusui terdapat sebanyak 35 dari 40 orang ibu post partum (95%) warna
lokianya sudah pada tahap alba pada hari kesembilan. Sedangkan pada kelompok
tidak menyusui, pada hari kesembilan masih 3 dari 16 orang ibu post partum
(18,75%) yang warna lokianya sudah pada tahap alba. Semua ibu post partum
yang menyusui lokianya sudah berada pada tahap alba pada hari kesepuluh.
Sedangkan pada kelompok tidak menyusui, ibu post partum yang sudah pada
tahap alba masih sebanyak 6 orang (37,50%). Dari data diatas dapat diketahui
bahwa tahapan perubahan warna lokia pada kelompok menyusui lebih cepat dari
pada kelompok tidak menyusui. Hal ini juga dapat diartikan bahwa pemulihan
tempat perlekatan plasenta pada kelompok menyusui lebih cepat daripada
kelompok tidak menyusui.
Pada kelompok menyusui terdapat 5 orang ibu post partum dengan berat
signifikan terhadap proses involusi uterus. Walaupun secara teori, berat bayi juga
menentukan proses involusi uterus. Perbedaan penelitian dengan teori bisa saja
dipengaruhi oleh jumlah responden yang berat bayi lahir nya diatas 3000 gram
yang terlalu sedikit, sehingga tidak objektif untuk mengidentifikasi hubungan
antara berat bayi lahir dengan proses involusi uterus. Pada ibu post partum
primipara dan multipara juga tidak ditemukan adanya perbedaan dalam hal
involusi uterus.
Involusi uterus merupakan kembalinya uterus ke ukuran semula seperti
keadaan sebelum hamil. Ada dua indikator involusi uterus yaitu Tinggi Fundus
Uterus (TFU) dan perubahan warna lokia. Cara untuk mengetahui perubahan
ukuran uterus pada masa nifas adalah dengan cara mengukur Tinggi Fundus
Uterus (TFU). Penurunan TFU (Tinggi Fundus Uterus) menunjukkan bahwa
uterus mulai kembali kebentuk dan ukuran normal seperti sebelum kehamilan.
Tahapan perubahan warna lokia menjadi indikator pemulihan tempat perlekatan
plasenta. Involusi uterus meliputi reorganisasi dan pengeluaran
desidua/endometrium dan eksfoliasi tempat perlekatan plasenta yang ditandai
dengan penurunan ukuran dan berat serta perubahan pada lokasi uterus, juga
ditandai dengan warna dan jumlah lokia (Helen Varney, 2008). Hanya saja dalam
penelitian ini, pengukuran jumlah lokia sulit untuk dilakukan. Kehilangan darah
pasca partum sulit diobservasi secara obyektif.
Selama kehamilan, hormon prolaktin dari plasenta meningkat tetapi ASI
biasanya belum keluar karena masih dihambat oleh kadar estrogen yang tinggi.
36
drastic, sehingga pengaruh prolaktin lebih dominan dan pada saat inilah mulai
terjadi sekresi ASI. Dengan menyusui terjadi perangsangan putting susu,
terbentuklah prolaktin oleh Hipofisis, sehingga sekresi ASI semakin lancer. Dua
refleks pada ibu yang sangat penting dalam proses menyusui yaitu refleks
prolaktin dan refleks aliran (Let-down reflex). Pada refleks prolaktin, isapan bayi
pada puting memacu hipofise anterior untuk mengeluarkan hormon prolaktin ke
dalam darah. Melalui sirkulasi prolaktin, memacu sel kelenjar (alveoli) untuk
memproduksi air susu. Sedangkan pada refleks aliran (Let-down reflex), isapan
bayi memacu hipofise posterior untuk mengeluarkan hormon oksitosin yang
berperan dalam kontraksi uterus.
Menurut Bobak (2005), ibu yang merencanakan menyusui bayinya,
dianjurkan membiarkan bayinya di payudara segera setelah lahir karena isapan
bayi pada payudara merangsang pelepasan oksitosin. Oksitosin berguna dalam
merangsang kontraksi uterus dan berperan dalam mengejakulasikan ASI. Efek
yang ditimbulkan menyusui adalah kontraksi uterus yang berhubungan dengan
involusi uterus. Pengisapan bayi merangsang pelepasan prolaktin adenohipofisis
dan oksitosin neurohipofisis (Lawrence, 1994), pada saat yang sama mengirim
stimulasi neural melalui korda spinalis ke hipotalamus untuk menekan pelepasan
faktor penghambat prolaktin (prolactin-inhibiting factor, PIF) (Blackburn dan
Loper, 1992). Saat ibu menyusui, isapan bayi menstimulasi hipotalamus untuk
menghasilkan oksitosin (let-down reflex). Oksitosin berperan dalam kontraksi
uterus dan Myoepithelial cell (Susan and Judy, 2004). Kontraksi uterus
menyebabkan penyempitan pembuluh darah pada tempat bekas perlekatan
plasenta. Penyempitan pembuluh darah inilah yang menyebabkan pemulihan luka
bekas perlekatan plasenta. Perubahan warna lokia menjadi tanda apakah luka
sudah mulai pulih atau belum.
Pada pengukuran TFU hari kesepuluh, terdapat 3 orang ibu post partum
tidak menyusui yang TFU nya tidak teraba lagi. Hal ini bisa saja disebabkan oleh
faktor lain selain menyusui. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi involusi
uterus adalah senam nifas, mobilisasi dini ibu post partum, menyusui dini, gizi,
faktor usia, dan faktor paritas (Ambarwati & Wulandari, 2008). Ibu yang
menyusui akan cenderung memenuhi kebutuhan gizi seimbang pada masa nifas.
Dengan dibarengi nutrisi yang baik involusi lebih cepat terjadi. Ibu yang
menyusui juga melakukan mobilisasi pada saat memberikan ASI. Menyusui
mendorong ibu untuk sering melakukan mobilisasi dari posisi tidur ke posisi
duduk, atau berpindah dari tempat tidur ke tempat lain sewaktu memberikan ASI.
Kelebihan dari penelitian ini adalah peneliti mengukur TFU setiap hari
selama sepuluh hari masa nifas sehingga dapat diperoleh hasil yang objektif.
Namun, terdapat kekurangan dalam evaluasi warna lokia. Dalam penelitian ini,
evaluasi warna lokia dilakukan dengan wawancara. Peneliti bertanya kepada
responden perubahan warna lokia setiap hari. Hasil yang diperoleh menjadi tidak
objektif karena bisa saja responden salah dalam mengkategorikan warna lokia.
Seharusnya evaluasi warna lokia dilakukan dengan observasi langsung. Namun,
observasi langsung tidak dapat dilakukan karena terkait dengan budaya
38
Maka dari hasil penelitian ini, peneliti berasumsi bahwa terdapat
perbedaan proses involusi pada ibu post partum yang menyusui dan yang tidak
menyusui. Hal ini bisa dilihat dari penurunan TFU dan tahapan perubahan warna
lokia. Dari hasil penelitian tersebut juga dapat menunjukkan bahwa ibu post
partum yang menyusui akan mengalami pemulihan perlekatan plasenta yang lebih
cepat. Ibu yang menyusui juga akan mengalami perubahan bentuk dan ukuran
uterus ke kondisi sebelum hamil yang lebih cepat.
39 6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat
perbedaan kecepatan proses involusi pada ibu post partum menyusui dan tidak
menyusui. Pada hari kesembilan, fundus sudah tidak teraba lagi pada kelompok
yang menyusui. Sementara pada kelompok tidak menyusui, sampai pada hari
kesepuluh fundus masih teraba.
Pada perubahan warna lokia, semua responden kelompok menyusui
lokianya sudah berada pada tahap alba pada hari kesepuluh. Sedangkan pada
kelompok tidak menyusui responden yang sudah pada tahap rubra masih sebanyak
6 orang. Sehingga berdasarkan data-data tersebut dapat disimpulkan bahwa proses
involusi uterus pada ibu post partum yang menyusui lebih cepat daripada ibu post
partum yang tidak menyusui.
6.2 Saran
Saran dari hasil penelitian ini bagi praktek keperawatan adalah diharapkan
kepada petugas kesehatan agar lebih meningkatkan pemberian pendidikan
kesehatan tentang pentingnya menyusui secara efktif pada ibu post partum,
karena menyusui secara efektif tidak hanya berguna bagi bayi tetapi juga bagi ibu
post partum. Berdasarkan hasil penelitian ini maka diperlukan penelitian lanjutan
terhadap faktor-faktor lain yang mempengaruhi involusi uterus. Peneliti juga
40
mengidentifikasi perubahan warna lokia agar diperoleh hasil yang objektif. Masih
banyak faktor yang mempengaruhi involusi uterus, sehingga perlu ada penelitian
tentang pengaruh berat bayi lahir, usia gestasi, dan riwayat paritas terhadap
41 Rineka Cipta
__________ (2010). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta : Rineka Cipta
Bobak, Lowdermilk, & Jensen. (2004). Buku Ajar Keperawatan Maternitas, Edisi 4. Jakarta : EGC
Christine, H. & Kathleen, J. (2006). Buku Ajar konsep Kebidanan. Jakarta : EGC
Cunningham et al., (2012). Obstetri Williams (Edisi 23). Jakarta : EGC
Dempsey, A.P. & Dempsey, A.D. (2002). Riset Keperawatan, Buku Ajar dan Latihan. Edisi 4. Jakarta : EGC
Diane, M.F & Margaret, A.C. (2009). Myles Buku Ajar Kebidanan, Edisi 14. Jakarta : EGC
Helen, V.; Jan, M.K; Carolyn, L.G. (2007). Buku Ajar Asuhan Kebidanan, Edisi 4. Jakarta : EGC
Harry, O. & William R.F. (2010). Ilmu Kebidanan : Patologi dan Fisiologi Persalinan, Human Labor and Birth. Yogyakarta : ANDI, YEM
Khairani, L. (2013). Pengaruh Pijat Oksitosin Terhadap Involusi Uterus Pada Ibu Post Partum di Ruang PostPartum Kelas III RSHS Bandung. Jurnal Unpad, 1 (1)
Kristiyansari, W. (2009). ASI, Menyusui & SADARI. Yogjakarta : NUHA MEDIKA
Nursalam (2013). Konsep & Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika
Permatasari, D. (2013). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Involusi Uteri Pada Ibu Post Partum dengan Sectio Caesarea di Ruang Aster Instalasi
Kebidanan RSU Kabupaten Tanger
aHR0cDovL2RpZ2lsaWIuZXNhdW5nZ3VsLmFjLmlkL3B1YmxpYy9V RVUtVW5kZXJncmFkdWF0ZS03MzctQ09WRVIucGRm/RmFrd. 12 Mei 2014
42
Sastroasmoro, S. & Sofyan, I. (2008). Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis (Ed. 3). Jakarta : Sagung Seto
Susan Mattson & Judy E. Smith (2004). Core Curriculum for Maternal-Newborn Nursing. USA : ELSEVIER SAUNDERS
Wahyuni, A. S. (2007). Statistika Kedokteran Disertai Aplikasi dengan SPSS. Jakarta : ISBN
43
LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN
GAMBARAN INVOLUSI UTERUS PADA IBU POST PARTUM NORMAL YANG MENYUSUI DAN TIDAK MENYUSUI
Saya bernama Nciho Arbei C. C /131121077 mahasiswi Fakultas
Keperawatan Universitas Sumatera Utara. Saat ini saya sedang melakukan
penelitian tentang “Gambaran Involusi Uterus Pada Ibu Post Partum Normal Yang
Menyusui Dan Tidak Menyusui ”. Penelitian ini merupakan salah satu kegiatan
dalam menyelesaikan tugas akhir di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera
Utara. Penelitian ini akan bermanfaat untuk mengetahui kecepatan proses involusi
uterus pada ibu post partum normal yang menyusui dan tidak menyusui. Dalam
penelitian ini saya akan mengukur Tinggi Fundus Uterus dan warna lokia ibu
selama 10 hari. Tindakan ini tidak memberikan efek samping yang
membahayakan.
Untuk keperluan tersebut saya memohon kesediaan ibu untuk menjadi
responden dalam penelitian ini. Jika bersedia, silahkan menandatangani lembar
persetujuan ini sebagai bukti kesukarelaan ibu.
Terima kasih atas partisipasi ibu dalam penelitian ini.
Medan, Oktober 2014
Peneliti, Responden,
44
Lampiran 2
DATA DEMOGRAFI
GAMBARAN INVOLUSI UTERUS PADA IBU POST PARTUM NORMAL YANG MENYUSUI DAN TIDAK MENYUSUI
1. Inisial :
2. Alamat :
3. Umur :
4. Berat lahir bayi :
5. Status Obstetri : G P Ab
6. Usia Gestasi BBL :
7. Tanggal lahir :
8. Waktu :
45
YANG MENYUSUI DAN TIDAK MENYUSUI Tabel 1. Tabel penurunan TFU
No. Hari TFU
46
Tabel 2. Tabel perubahan warna lokia
47 1. Memilih responden sesuai kriteria inklusi.
2. Responden yang dipilih adalah ibu post partum setelah selesai kala IV (2 jam
setelah kelahiran plasenta).
3. Responden dikelompokkan ke dalam 2 kelompok yaitu kelompok ibu post
partum normal menyusui dan ibu post partum normal tidak menyusui.
4. Dilakukan pengukuran pertama dan waktu dicatat
5. Pengukuran Tinggi Fundus Uterus dan Lokia pada hari berikutnya dilakukan
pada jam yang sama (24 jam)
48
50
51 I. Persiapan proposal
1. Biaya tinta dan kertas print proposal Rp. 50.000,-
2. Biaya foto copy sumber-sumber tinjauan pustaka Rp. 100.000,-
3. Memperbanyak proposal Rp. 100.000,-
4. Konsumsi Rp. 150.000,-
II. Pengumpulan data
1. Mengurus ijin penelitian Rp. 100.000,-
2. Transportasi Rp. 500.000,-
3. Memperbanyak informed consent Rp. 30.000,-
III. Analisa data dan penyusunan laporan Rp. – IV. Penyusunan laporan akhir
1. Biaya print skripsi Rp. 100.000,-
2. Penggandaan skripsi Rp. 200.000,-
3. Biaya jilid Rp. 50.000,-
52
Lampiran 8 DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Nciho Arbei Cordiaz Capah
Tempat/Tanggal Lahir : Sidikalang/25 November 1992
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Kristen Protestan
Alamat : JL. Terompet No.44 A Padang Bulan Medan
20156
Riwayat Pendidikan :
1. SD Negeri 030281 Sidikalang (1998-2004)
2. SMP Negeri 1 Sidikalang (2004-2007)
3. SMA Negeri 1 Sidikalang (2007-2010)
4. D3 Keperawatan Fakultas Keperawatan USU (2010-2013)