• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Involusi Uterus Pada Ibu Post Partum Normal Yang Menyusui Dan Tidak Menyusui

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Gambaran Involusi Uterus Pada Ibu Post Partum Normal Yang Menyusui Dan Tidak Menyusui"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

6 2.1 Konsep Post Partum

Periode pascapartum adalah masa dari kelahiran plasenta dan selaput janin (menandakan akhir periode intrapartum) hingga kembalinya traktus reproduksi wanita pada kondisi tidak hamil. Periode ini disebut juga puerperium, dan wanita yang mengalami puerperium disebut puerperal. Periode pemulihan pascapartum berlangsung sekitar enam minggu (Varney, 2008). Susan Mattson dan Judy E. Smith dalam Core Curriculum for Maternal-Newborn Nursing mendefenisikan periode Post Partum sebagai masa setelah keluarnya plasenta dan kembalinya sistem reproduksi wanita ke kondisi tidak hamil.

Persalinan dapat berlangsung secara normal dan Sectio Cesarea (SC). Persalinan normal adalah proses pelahiran bayi melalui jalan lahir. Persalinan Sectio Cesarea (SC) adalah lahirnya janin melalui insisi di dinding abdomen

(laparotomi) dan dinding uterus (histerektomi).

(2)

2.2 Adaptasi Fisiologis Organ Reproduksi Selama Masa Nifas

Involusi adalah proses kembalinya uterus ke keadaan sebelum hamil setelah melahirkan. Proses ini dimulai segera setelah plasenta keluar akibat kontraksi otot-otot polos uterus (Bobak, 2005).

Istilah involusi lebih spesifik menunjukkan adanya perubahan retrogresif pada uterus yang menyebabkan berkurangnya ukuran uterus. Involusi uterus meliputi reorganisasi dan pengeluaran desidua/endometrium dan eksfoliasi tempat perlekatan plasenta yang ditandai dengan penurunan ukuran dan berat serta perubahan pada lokasi uterus, juga ditandai dengan warna dan jumlah lokia (Varney, 2008).

Segera setelah pelahiran, uterus dapat dipalpasi tepat dibawah umbilikus. Uterus harus teraba berkontraksi dengan baik. Setelah 24 jam, tinggi fundus uterus mulai menghilang secara progresif sampai tidak dapat lagi dipalpasi di atas simfisis pubis, pada hari ke 10-20 pascanatal. Berat uterus akan sangat berkurang pada minggu ke-6 dan bentuknya akan mendekati bentuk uterus sebelum hamil. Struktur yang terkait dengan uterus antara lain proses involusi, kontraksi, tempat plasenta dan lokia (Cunningham, 2006).

(3)

Dalam waktu 12 jam, tinggi fundus mencapai kurang lebih 1 cm di atas umbilikus. Dalam beberapa hari kemudian, perubahan involusi berlangsung dengan cepat. Fundus turun kira-kira 1 sampai 2 cm setiap 24 jam. Pada hari pasca partum ke enam fundus normal akan berada di pertengahan antara umbilikus dan simfisis pubis. Uterus tidak bisa dipalpasi pada abdomen pada hari ke-9 pasca partum.

Uterus, yang pada waktu hamil penuh beratnya 11 kali berat sebelum hamil, berinvolusi menjadi kira-kira 500 g pada 1 minggu setelah melahirkan dan 350 g (11-12 ons) 2 minggu setelah lahir. Seminggu setelah melahirkan uterus berada di dalam panggul sejati lagi. Pada minggu keenam, beratnya menjadi 50 sampai 60 g.

Uterus turun ke dalam pelvis pada minggu kedua dan kembali keukuran normal sekitar minggu keempat setelah melahirkan. Selama beberapa hari setelah melahirkan, serviks dapat dimasuki dua jari. Uterus akan berkontraksi secara perlahan dan kembali ke ukuran yang lebih lebar jika terjadi depresi akibat laserasi yang didapat selama pelahiran (Sinclair, 2010).

(4)

Tabel 2.1 Perubahan Normal Uterus Pada Masa Nifas Plasenta Lahir Setinggi pusat 1000 gr 12,5 cm Lembut/lunak 7 hari Pertengahan

Antara pusat dan simphisis

500 gr 7,5 cm 2 cm

14 hari Tidak teraba 350 gr 5 cm 1 cm

6 minggu Normal 60 gr 2,5 cm Menyempit

(Sumber : Pusdiknakes, 2003)

Gambar 2.1 Tinggi Fundus Uterus (TFU) pada masa nifas (Sumber: Pusdiknakes, 2003)

(5)

Proses involusi uterus dimonitor dengan cara mempalpasi fundus uterus. Penurunan uterus yang progresif harus terjadi yaitu uterus dipalpasi di bawah simfisis pubis pada hari ke 10-12 setelah pelahiran (Varney, 2008).

Intensitas kontraksi uterus meningkat secara bermakna segera setelah bayi lahir, diduga terjadi sebagai respons terhadap penurunan volume intrauterin yang sangat besar. Hemostasis pasca partum dicapai terutama akibat kompresi pembuluh darah intramiometrium, bukan oleh agregasi trombosit dan pembentukan bekuan. Hormon oksitosin yang dilepas dari kelenjar hipofisis memperkuat dan mengatur kontraksi uterus, mengompresi pembuluh darah, dan membantu hemostasis. Selama 1 sampai 2 jam pertama pascapartum intensitas kontraksi uterus bisa berkurang dan menjadi tidak teratur. Karena penting sekali untuk mempertahankan kontraksi uterus selama masa ini, biasanya suntikan oksitosin secara intravena atau intramuscular diberikan segera setelah plasenta lahir. Ibu yang merencanakan menyusui bayinya, dianjurkan membiarkan bayinya, dianjurkan membiarkan bayinya di payudara segera setelah lahir karena isapan bayi pada payudara merangsang pelepasan oksitosin. Pada primipara, tonus uterus meningkat sehingga fundus pada umumnya tetap kencang. Relaksasi dan kontraksi yang periodik sering dialami multipara dan bisa menimbulkan nyeri yang bertahan sepanjang masa awal puerperium (Varney, 2008).

(6)

dengan proses ini. Dinding endometrium yang baru tumbuh kembali dari fundus kelenjar endometrium di dalam lapisan basal dan dalam desidua. Proses epitelisasi kembali ini membutuhkan waktu hampir 14 hari, kecuali pada sisi plasenta yang regenerasi lengkapnya dapat berlangsung sampai 6 minggu (Varney, 2008).

Segera setelah plasenta dan ketuban dikeluarkan, konstriksi vascular dan trombosis menurunkan tempat plasenta ke suatu area yang meninggi dan bernodul tidak teratur. Pertumbuhan endometrium ke atas menyebabkan pelepasan jaringan nekrotik dan mencegah pembentukan jaringan parut yang menjadi karakteristik penyembuhan luka. Proses penyembuhan yang unik ini memampukan endometrium menjalankan siklusnya seperti biasa dan memungkinkan implantasi dan palesentasi untuk kehamilan di masa yang akan datang. Regenerasi endometrium selesai pada akhir minggu ketiga masa pascapartum, kecuali pada bekas tempat plasenta. Regenerasi pada tempat ini biasanya tidak selesai sampai enam minggu setelah melahirkan (Cunningham, 2006).

Rabas uterus yang keluar setelah bayi lahir disebut lokia, mula-mula berwarna merah, kemudian berubah menjadi merah tua, atau merah cokelat. Rabas ini dapat mengandung bekuan darah kecil. Selama dua jam pertama setelah lahir, jumlah cairan yang keluar dari uterus tidak boleh lebih dari jumlah maksimal yang keluar selama menstruasi. Setelah waktu tersebut, aliran lokia yang keluar harus semakin berkurang.

(7)

serum, leukosit, dan debris jaringan. Sekitar 10 hari setelah bayi lahir, warna cairan ini menjadi kuning sampai putih (lokia alba). Lokia alba mengandung leukosit, desidua, sel epitel, mukus, serum, dan bakteri. Lokia alba bisa bertahan selama dua sampai enam minggu setelah bayi lahir (Cunningham, 2006).

Pengkajian jumlah aliran lokia berdasarkan observasi tampon perineum sulit dilakukan. Jacobson dalam Buku Ajar Keperawatan Maternitas (2004) menganjurkan suatu metode untuk memperkirakan kehilangan darah pascapartum secara subyektif dengan mengkaji jumlah cairan yang menodai tampon perineum. Cara mengukur lokia yang obyektif adalah dengan menimbang tampon perineum sebelum dipakai dan setelah dilepas. Setiap peningkatan berat sekitar 1 g setara dengan 1 ml darah. Seluruh perkiraan cairan lokia tidak akurat bila faktor waktu tidak dipertimbangkan. Seorang wanita yang mengganti satu tampon perineum dalam waktu satu jam atau kurang mengeluarkan lebih banyak darah daripada wanita yang mengganti tampon setelah delapan jam (Diane & Margareth, 2009).

Apabila wanita mendapatkan pengobatan oksitosin, tanpa memandang cara pemberiannya, lokia yang mengalir biasanya sedikit sampai efek obat hilang. Setelah operasi sesaria, jumlah lokia yang keluar biasanya lebih sedikit. Cairan lokia biasanya meningkat, jika klien melakukan ambulasi dan menyusui. Setelah berbaring di tempat tidur selama kurun waktu yang lama, wanita dapat mengeluarkan semburan darah saat ia berdiri, tetapi hal ini tidak sama dengan perdarahan (Cunningham, 2006).

(8)

tertinggal. Terjadinya perdarahan ulang setelah hari ke 10 pasca partum menandakan adanya perdarahan pada bekas tempat plasenta yang memulai memulih. Namun, setelah 3 sampai 4 minggu, perdarahan mungkin disebabkan oleh infeksi atau subinvolusi. Lokia serosa atau lokia alba yang berlanjut bisa menandakan endometritis, terutama jika disertai demam, rasa sakit, atau nyeri tekan pada abdomen yang dihubungkan dengan pengeluaran cairan (Cunningham, 2006).

(9)

fungsi normal dari organ-organ, serta menghasilkan energi. Involusi uterus juga dapat dipengaruhi oleh faktor usia dan paritas. Elastisitas otot uterus pada usia lebih dari 35 tahun keatas berkurang sehingga proses involusi terjadi lebih lambat. Sedangkan pada faktor paritas, ukuran uterus primipara dan multipara juga mempengaruhi proses berlangsungnya involusi uterus. Faktor terakhir yang mempengaruhi terjadinya proses involusi uterus adalah menyusui. Memberikan ASI kepada bayi segera setelah melahirkan sampai satu jam pertama, memberikan efek kontraksi pada otot polos uterus.

2.3 Fisiologi Menyusui

Ada banyak sekali bukti yang mendukung peran penting oksitosin pada stadium kedua persalinan dan selama masa nifas. Terdapat peningkatan kadar oksitosin dalam plasma ibu pada stadium kedua persalinan (akhir kala 2), pada masa pasca partum dini, dan selama menyusui (Nissen dkk., 1995). Waktu meningkatnya pelepasan oksitosin ini menunjukkan peran oksitosin pada akhir persalinan dan selama masa nifas.

Segera setelah pelahiran janin, plasenta, dan selaput janin (selesainya fase 2 uterus), kontraksi dan retraksi uterus yang kuat dan terus menerus penting sekali untuk mencegah perdarahan uterus pascapartum. Oksitosin kemungkinan menyebabkan kontraksi uterus yang terus-menerus. Tentu saja, kadar oksitosin di dalam plasma ibu meningkat pada saat ini, dan peningkatan reseptor oksitosin miometrium sebelum awitan persalinan mendukung proses ini.

(10)

akhir kehamilan. Selama masa nifas, oksitosin bekerja pada sel duktus payudara untuk menimbulkan pengeluaran ASI (Blackburn dan Loper, 1992).

Permulaan laktogenesis terjadi selama proses neuroendokrin kompleks. Prolaktin adalah hormon primer yang bertanggung jawab untuk laktasi. Hormon pertumbuhan, insulin, kortisol, dan hormon-hormon pelepas-tirotropin selanjutnya berkontribusi pada proses tersebut. Densitas tinggi saraf sensori dibawah putting dan areola memberi stimulasi neural awal untuk laktasi. Pengisapan bayi merangsang pelepasan prolaktin adenohipofisis dan oksitosin neurohipofisis (Lawrence, 1994), pada saat yang sama mengirim stimulasi neural melalui korda spinalis ke hipotalamus untuk menekan pelepasan faktor penghambat prolaktin (prolactin-inhibiting factor, PIF) (Blackburn dan Loper, 1992).

Meskipun kadar prolaktin meningkat selama kehamilan, peningkatan kadar estrogen dan progesteron sirkulasi menghambat laktasi. Setelah kelahiran, kadar estrogen dan progesteron menurun secara drastis, yang memungkinkan prolaktin merangsang sintesis ASI. Selain itu, penurunan kadar katekolamin menekan sekresi PIF dari hipotalamus. Kadar prolaktin meningkat secara drastis pada kelahiran, kemudian stabil kira-kira 3 jam setelah melahirkan. Ketika suplai ASI telah terjadi, kadar prolaktin dasar tetap dua sampai tiga kali lebih tinggi dari kadar kehamilan, dan kadar ini meningkat 10 sampai 20 kali pada saat pengisapan (Bobak,2005).

(11)

dipengaruhi oleh irama sirkadian, pada kadar paling tinggi yang terjadi antara pukul 01.00 dn 05.00 (Chan, 1997).

Susu yang mengisi dan memenuhi alveoli tidak dapat diberikan kepada bayi kalau sel-sel mioptelial yang mengelilingi alveoli dan duktus-duktus kecil tidak berkontraksi sebagai respon terhadap refleks ejeksi susu. Refleks ini dimulai oleh isapan puting susu, dan melalui bantuan hipotalamus dan kelenjar hipofise yang melepaskan oksitosin ke dalam aliran darah. Oksitosin menyebabkan kontraksi sel-sel mioepitel sehingga air susu dapat dikeluarkan dari alveoli dan duktus kecil untuk mengalir ke duktus besar dan reservoir subalveolar. Oksitosin juga menghambat pelepasan dopamin dari hipotalamus, sehingga mendorong sekresi air susu lebih lancar (Bobak, 2005).

(12)

Gambar 2.2 Skema Stimulasi Hormonal Produksi dan Ejeksi ASI (

Let-Down Reflex)

(Sumber : Susan Mattson & Judy E. Smith dalam Core Curriculum for Maternal-Newborn Nursing, 2004)

Prolactin Oxytocin

Myoepithelial cell

Uterus Pituitary Gland

Hipotalamus

Gambar

Tabel 2.1  Perubahan Normal Uterus Pada Masa Nifas
Gambar 2.2 Skema Stimulasi Hormonal Produksi dan Ejeksi ASI (Let-

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan faktor fisiologis ibu post partum normal suhu tubuh tidak demam (95%) , mengalami perdarahan sedikit (50%) dan yang mengalami

Lebih lanjut, hasil penelitian ini juga sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Rita (2008) tentang pengaruh waktu menyusu dini terhadap involusi uterus di

Vinsentia Ismijati, SST Surabaya dengan hasil penelitian : ada hubungan antara Mobilisasi dini dengan Involusi Uterus pada ibu nifas di BPS Vinsentia Ismijati,

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Mobilisasi Dini Pada Ibu Post Partum Normal dan Sectio Sesarea di Rumah Sakit Umum H..

Rangsangan pada medulla adrenal ditandai dengan peningkatan katekolamin, denyut jantung cepat, palpitasi, glukosa darah meningkat, aliran darah ke sistem pencernaan

Metodelogi Metodelogi yang digunakan dalam pengembangan standar operasional prosedur SOP Breast Care menggunakan Minyak Zaitun pada Ibu Post Partum dengan masalah keperawatan menyusui

2022 Ajeng Yunita Kumal asari 1 ,Maria Nugra heniMardi Rahay u 2 Self Esteemdan Citra Tubuh Pada Wanita Dewasa Pasca Melahirkan Citra tubuh, Self esteem,Usi a, Wanita Dewasa pasca