• Tidak ada hasil yang ditemukan

Desain dan Uji Performansi Alat Pengering Kakao Tipe Rak Zig-Zag

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Desain dan Uji Performansi Alat Pengering Kakao Tipe Rak Zig-Zag"

Copied!
147
0
0

Teks penuh

(1)

SKRlPSI

DESAIN DAN

U.TI

PERFORMANSI ALAT PENGERING

KAKAO TIPE RAK ZIG - ZAG

Oleh :

WIKRI

F 29.0999

1998

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

DESAIN DAN UJI PERFORMANSI ALAT PENGERING

KAKAO TIPE RAK ZIG-ZAG

SKRIPSI

Sebagai salah satn syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Jurusan Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogo:

Oleh:

WIKRI

F 29.0999

1998

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(3)

DESAIN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

DAN UJI rERFORMANSI ALAT PENGERlNG

KAKAO TIPE RAK ZIG - ZAG

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat mempero1eh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Jurusan Teknik Pertanian Fakultas Teknolcgi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh:

WIKRI

F 29.0999

Dilahirkan di Paria, 20 Agustus 1974

Tanggallulus: 14 Ianuari 1998

(4)

RINGKASAN

Kakao mcrupakan salah satu komoditas perkebunan yang saat ini terus dikembangkan oleh berbagai negara di dunia pada uml1mnya dan Indonesia pada khususnya. Pengembangan komoditas kakao di Indonesia ditandai dengan adanya perJuasan tanaman kakao lindak dan kakao mulia oleh pemerintah dan juga oleh petani keciL Perluasan areal tanaman kakao ini dilakukan dengan maksud untuk meningkatkan produksi kakao untuk kebutuhan ekspor dan juga untuk kebutuhan dalam negeri. Yang menjadi masalah di Indonesia terutama dalam peningkatan produksi kakao yaitu rendahnya mutu terutama pada biji kakao rakyaL Hal ini disebabkan oleh berbagai faktor, dan salah satu diantaranya adalah penanganan lepas panen yang kurang Lセューオュ。L@ terutama dalam hal pengeringan yang masih mengandalkan cara pengering:m tradisional dengan cara penjemuran, dimana pad a proses penjemuran ini masih tergantung dari kondisi cuaca. Alat pengering buatan merupakan salah satu altematif khususnya dalam mempercepat proses pengcringan dan tentunya diharapkan mutu yang dihasilkan juga dapat diperbaiki. Dul' sebagai dasar untuk merancang dengan menganalisa sistem pengering kakao, maLl perlu diketahui karakteristik pengering biji kakao dan parameter-parameter yang berpengaruh seperti suhu, kadar air, dan aliran udara. Parameter tersebut mcrupakan bagian dalam proses pengeringall yang memiliki peranan yang sang at penting, terutama dalam usaha pen!ngkatan mutu biji kakao yang dihasilkan dari proses pengeringan. Proses pengeringan biji kakao bertujuan untuk menurunkan kadar air sehingga aman disimpan sebelum dipasarkan. Biji kakao akan aman disimpan bila mcmpunyai kadar air 6 % - 8%.

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk membuat alat pengering biji kakao tipe rak zig-zag dengan n;enggunakan batu bara sebagai sumber panas, dan melakukan uji perfonnansi alat tersebut untuk pengeringan biji kakao.

Penelitian dilakukan "ciall1a 3 bulan terhitung mulai bulan Agustus sall1pai dengan bulan Oktober 1997. Penelitian dan ー・ュ「オ。エセョ@ alat dilakukan di Perkebunan Rajamandala, PT Perkebunan Nusantara VIII, Bandung - Jawa Barat dan di Laboratorium AP4 - FATETA, IPB.

(5)

Alat-alat ysng digunakan dalam peneJitian ini adalah alat ー・ョァセイゥョァ@ y,"1g telah Slap unluk melakukan proses pengeringan, termometer alkohol, timbangan digital, oven pengering, desikator, velometer, kakao tester, wadah, stop watch, dan tempat sampel. Sedangkan h:::ban yang digunakan da1am pcnclitian ini adalah batu bara sebagai sumber panas, biji kakao yang telah difermentasi, dan kerikil sebagai heat exchanger.

Prosedur percobaan dilakukan dalam dua tahap, yaitu tahap pertama percobaan pendahuluan yang dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan suhu pengering yang konstan sebesar 70°C, untuk menentukan pengumpanan batu bara yang harus digunakan untuk mendapatkan suhu konstan tersebut, serta untuk meilentukan sudut onggok biji kakao pada ala!. Tahap kedua adalah percobaan pengeringan dengan langkah-Iangkah sebagai berikut : bi]i kakao segar difenncntasi sel:::ma 5 hari, perendaman dan pencucian kemudian ditiriskan selama 30 menit, penimbangan berat total biji kakao basah yang akan dikeringkan, persiapan alat pengering, pemasukan biji kakao yang akan dikeringkan, pemasangan sensor pada titik yang akan diamati, proses pengenngan, pengukuran meliputi (suhu, kadar air, keeepatan aliran udara ), penimbangan biji kakao kering, serta analisa parameter seperti suhu dan kadar air.

Perlakuan pada pereobaan pengeringan dilakukan dalam dua level ketebalan bahan, yaitu ォ・エ・「セNャ。ョ@ 3.0 em dan ketebalan 5.0 em, dan subu udara pengeril1g pacta ruang plenum diusahakan konstan sebesar 70°C.

Pengamatan dan pengukuran pada pereobaan pengeringan meliputi : kadar air, suhu, pemakaian bahan bakar, dan kandungan biji slaty. Setelah dilakukan pengamatan dan pengukuran, diteruskan dengan melakukan perhitungan-perhitungan yang terdiri dari kadar air, kebutuhan energi pengering, keeepatan pengeringan, penampilan efisiensi alaI yang meliputi ( efisiensi pengeringan, efisiensi pC111anasan dan efisiensi total ), sel ta anlisa biaya.

Dari percobaan pendahuluan, didapatkan hasil bahwa untuk mendapatkan suhu konstan, pengumpanan bahan bakar batu bara untuk yang pertama sejumlah 6 kg balu bara dan pengumpanan selanjutnya tergantung dari keadaan suhu pada ruang plenum. Dan untuk pereobaan pengeringan didapatkan hasil, untuk level ketebalan bahan 3.0 em ( 132 kg biji kakao basah ) dengan kadar air awal 169.36

%

bk dikeringkan selama 58 jam dengan kadar air akhir rata-rata 6.86 % bk dengan beral akhir bahan.46 kg biji kakao kering. Untuk level ketebalan bahan 5.0 cm ( 220 kg biji kakao basah ) dengan kadar air awal bahan 171.52 % bk dikeringkan selama 62 jam dan meneapai kadar air akhir rata-rata 7.01 % bkdengan berat akhir bahan 7() kg biji kabo kering.

Untuk keeepatan pengeringan, didapatkan hasil : untuk level kelebalan baban 3.0 cm sebesar 3.49 % bk/jam dan 3.31 % bk/jam untuk level ketebalan bahal! 5.0 em. Suhu rata-rata pada mang plenum pada level ketebalan bahan 3.0 em adalah 65.32 °c dan untuk ketebalan bahan 5.0 em sebesar 64.70

Dc.

Untuk penampilan efisiensi alat, untuk ketebalan 3.0 em didapatkan efisiensi pengeringan sebesar 20.87 %, efisiensi ー・イLQ。ョセウ。ョ@ 64.7.5 % serta efisiensi total sebesar 13.41 %.
(6)

sebesar Rp. 832.21/kg biji kakao kcring dan Rp. 536.63/kg biji kal(ao kering pada level ketebalan bahan 5.0 cm.

Untuk mendapatl<an kapasitas pengeringan yang optimum dengan menggunakan alat ini, masih perlu dilakukan penelitian lebih lanjut, begitu pula dengan jarak setiap rak bahan masih perlu diperhitungkan sehingga sudut repose biji kakao 'pada alat dapat ditentukan. Untuk -Iubang ventilasi udara masih perlu dimodifikasi untuk mendapatkan aliran udara pengering yang cukup, dan begitupula pada tebalnya kerikil yang dipakai sebagai heat exchanger masih perlu diperhitungkan sehingga udara panas y<!ng dihasilkan pada pembakaran bahan bakar pada tungku pembakaran tidak terhambat, serta kemampuannya dalam hal menynnpan panas.

(7)

KATA PENGANTAR

Puj: syukm khadirat Allah SWT atas ャゥューセィ。ゥBャ@ rahm,it dall hidayat-Nya sehingga

penulis dapat menyelesa:kan penyusunan skripsi ini.

Selama penyusunan skripsi ini banyak bantu an dan dorongan yang tdah

diberikan oleh berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung, sehingga

pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima bsih kepada :

I. Ir. John Kumendong, MS, selaku dosen pembimbing yang telah membimbing dan

mengarahkan penulis ualam penyusunan skripsi ini.

2. Ir. M. Agus Insan, selaku pembimbing kedua yang baflyak memberikan

:nasukan-masukan dalam penelitian ini.

3. Pimpinan dan Staff Perkebunan Rajamandala, PT. Perkebunan Nusantara

V[II-Bandlmg yang telah bersedia memberikan ijin serta tempat dan lokasi penelitian.

4. Ibu, kakak dan adik yang selalu memberikar. perhatian, dukungan dan doa.

5. Seluruh warga MP-29 serta Biocom Crew yang banyak membantu da[am

penyusunan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu

penulis nlengharapkan saran dan masukan yang membanguan bagi semua pihak.

Semoga tulisan ini bermanfaat bagi penulis pad? khususnya dan bagi pembaca pada

umumnya. Amiin.

Bogor, November 1997

(8)

DAFTAR lSI

lIalaman

KATA PENGANTAR .

DAFTAR lSI.. II

DAFTAR TABEL. V!

DAFT AR GAMBAR .. VII

DAFTAR LAMPlRAN '-I

L PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG.

B. TUJUAN PENELITlAN ....

II. TINJAUAN PUST AKA. .. 4

A. TANAMAN KAKAO .... 4

B. PENGOLAHAN KAKAO ....

L Pemanenan . 7

2. Pengupasan Buah 7

1

Fermentasi

o. 8

4. Perendaman .. 10

5. Pencucian . II

6. Pengeringan ... II

(9)

III

C TfNJAUAN UMUM PENGERlNGAN .. 14

I. Proses Pengeringan . 14

2. Kadar Air Keseimbangan . 18

Panas Laten Penguapan ... .

20

4. Diagram PsikroilletriiC .... 22

5 Pengeringan Biji Kakao ) '

--'

III METODE PENELlTIAN 27

A. WAKTU DAN rEMPAT. 27

B. PEMBUATAN ALAT PENGERING .. 27

C RANCANGAN FUNGSIONAL DAN STRUKTURAL .

29

1. Rancangan Fungsional 2e)

a. Elemen Pemindah Panas ...

29

b. Ruang Plenum 30

c. Ruang Pengering 30

d. Rak Bahan. 3D

e. Sumber Energi ?emanas 31

2. Rancangan Struktural 31

a. Ruang Pengering .

b. Rak Bahan.

c. Ccrobong.

(10)

D. BAHAN DAN ALA T.

1. Bahan ... . 32

2. .Alat. ... .

E. PROSEDUR PERCOBAAN 33

1. Percohaan Pendahuluan ... . ] ]

2. Percohaan Pengeringan ... . 35

3. Perlakuan 38

F. PENGAMATAN DAN PENGlJKURAN .

J. Kadar Air .. 38

2. Suhu .. 41

3. Pemakaian Bahan Bakar .

4'

.'

4. Kandungan Biji Slaty. 44

G. PERHITUNGAN .. 4')

1. Kadar air ... 38

2. Kebutuhan Energi Pengering 46

3. Kecepatar. Pengeringan ... 48

t\. Penampilan Efisiensi Alat . 49

5. Analisis Biaya .

so

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ')2

A PERCOBAAN PENDi\HULUAN ....

52

, .' .

..

B. PROSES pengeritセgan@ -• . . . • . . . . • • . '>,- 'i4

. .,

,

\

,

J

(11)

C KECEPATM\I PENGERTNGAN .

D. SEBARAt"l SUlru UDARA ?ADA ALAT PENGERlNG 69

E. PENAMPILAN EFISIENSI ALAT ...

7'

.'

L Efisiensi Pengeringan (111)

7'

.,

2. Efisiensi Pemanasan (7]2) 75

3. Efisiensi Total (11;) 76

F. ANALISIS BIJI SLATY .. 77

G. ANALISIS

BIA

Y A .

V KESIMPULAN DAN SARAN ... . 80

A KESIMPULAN ...

so

B. SARAN ...

82

DAFT AR PUST AKA .... 8'

.'

(12)

DAFTAR TA.BEL

halanUlll

Tabel 1. Klasifikasi mutu bijl kakao kering hasil perkebunan dl Indonesia... . 13

Tabel 2. Standar kakao Internasional ... ,.

Tabe! 3. Panas laten penguapan air ... .

Tabel 4. Spesifikasi briket batu bara .

Tabel 5. Standar kakao Internasional ...

Tabel 6. Data kadar air awal dan kadar air akhir (% bk) dan lama pengeringan biji kakao untuk setiap rak pada level ketebalun bahan 3 em .

Tabel 7. Data kadar air awal dan kadar air akhir (% bk) dan

lama pengeringan biji kakao untuk setiap rak pada level ketebalan bahan 5 em .

Tabel 8. Keeepatan pengeringan (% bk/jam) untuk setiap lak .

Tabe! 9. Rata-rata suhu lingkungan ("e), suhu udara diatas rak

ee),

suhu plenum

ee),

dan suhu eerobong

ee).

Tabel 10. Efisiensi pengeringan .

Tabel I 1. Efisiensi pemanasan .

Tabel 12. Efisiensi totai .

Tabel 13. Data pengamatan biji slaty.

. ... 13

. ... 21

. ... .44

45

. ... 56

.63

..69

. 7]

... ...7:.

. .... 76

(13)

\"11

DAFTAR GAMllAR

halanlan

Gambar 1. Penampang melintang buah kakao ... . .. )

g。ョセ「。イ@ 2. Bagan alir perlakuan pada buah kakao ... 6

Gambar 3. Laju ::,engeringan teoritis . 17

Gambar 4. Bentuk :.Imum sorpsi bahan pangan . .20

Gambar S. Diagram perubahan fase ... . ... 21

Gambar 6. I1iustrasi proses pengeringan dalam kurva psikometrik . 22

Gambar 7. Skema aiat pengering . . 28

Gambar S Biji kakao pada rak pengering . . _,:)

Gambar 9. Alat pengering kakao telah siap melakukall proses pengeringan . :16

Gambar 10 Diagram aliran prosedur pengujian . ..,7

Gambar 11. Kakao tester . 3 9

Gambar 12 Oven pengering .... ..40

Gambar 13. Timbangan digital. .4 1

Gambar 14. Desikator _ . .4 I

Gambar IS. Tungku pembakaran bahan bakar _ .. .42

Gambar 16 Termometer alkohol .... 4:1

Gambar 17 Grafik proses pengeringan biji kakao pada level ketebalan 3 em . 57

Gambar 18. Grafik proses pengeringan biji kakao pada level ketebalan 5 CIll . .58

Gambar 19. Grafik perbandingan proses pengeringan biji kakao

(14)

Gambar 21. Grafik hubungan kecepatan pengeringan biji kakao (%bIJjam) dengan waktu(jam) pada level ketebalan 5 cm .

Gambar 22. Grafik perubahan suhu

CC)

terhadap waktu (jam)

pada pengeringan biji kakao dengan level ketebalan 3 cm- .

Gambar 23. Grafik perubahan suhu ("e) terhadap waktu (jam)

pada pengeringan biii kakao dengan level ketebalan 5 cm .

6:i

. .. 70

[image:14.607.391.518.614.737.2]
(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran I. Gambar teknik ala! pengering biji kakall tipe rak zig-zag.

Lampiran 2. Data pereobaan pendahuluan pengamatan suhu

ee)

pada uji kemampuan alat tanpa bahan ( Pereobaan 1_ ) .

Lampiran 3. Data pereobaan pendahuluan pengamatan suhu

ee)

pada uji kemClmpuan alat tanpa bahan ( Pereobgan 2 )

Lampiran 4. Data penurunan kadar air bahan (% bk) pada perlakuan ketebalan biji kakao 3 em .... ...

Lampimn 5. Data penurunan kadar air bahan (% bk) pada perlakuan

ketebalan biji kakao 5 em ...

1.'\

halanlan

.85

. ... 90

... 91

97 ...

-Lampiran 6. Grafik proses pengeringan biji kakao pada level ketebalan 3 cm 94

Lampiran 7. Grafik proses pengering<m biji kakao pada level ketebalan 5 cm . 95

Lampiran 8. Data ーセョオイオョ。ョ@ kecepat<ln pengeringan biji kakao (% bkijam)

pad a ketebalan bahan 3 em .... .96

Lampiran 9. Data penurunan keeepatan pengeringln biji kabo (% bkijam)

pada keteba!an bahan 5 em . 97

Lampiral1 10. Grafik hubungan keeepatan pengeringan (% bk/jam)

dengan waktu Gam) pada level ketebalan bahan 3 em .

Lampiran II. Grafik hubungan keeepatan pengeringan (% bk/jam)

dengan waktu Gam) pada level ketehalan bahan 5 em .

Lampiran 12. Data pengamatan suhuudara lingkungan

ee),

suhu rak

pengering

ee),

suhu plenum

ee),

suhu eerobong ("e),

dan keeepatan udara pengering (midI) serta pengumpanan bahan bakar (kg) pada pengermgan b!ji kakao dengan

. ... 98

<)0

(16)

Lampirl'n 13. Data pengamatan suhu urlara Iingkungan ("C). st.:hu rak

pengering ("C), suhu plenum ("C), suhu eerooollg (,C).

dan keeepatan udara pengering (m/dt) serta pengumpanan

bahar. bakar (kg) pada pengeril13:ln oiji kakao

rlengan level ketebalan 「。ィセョ@ 5 em ...

Lampiran 14. Perhitungan efisiensi alat pengering tipe rak zig-zag

pada pengeringan biji kakao dengan ketebalan bahan 3 em .

Lampiran 15. Perhitungan efisiensi alat pengering tipe rak zig-zag

pada pengeringan biji kakao dengan ketebalan bahan 5 em .

Lampiran 16. Perhitungan anal isis biaya pengeringan biji kakao

denuan menggunakan alat penuerinu tipe rak ziu-zau b b b :=-,:,

pada ketebalan o'lhan 3 em ..

Lampiran 17. Perhitungan analisis biaya pengeringan biji kakao

denoan menununakan alat neno-erinn tipe rak ziu-zau

, = , 0 0 t O O 0 : : ; '

pada ketebalan bahan 5 cm .

Lampiran 18. Panas laten penguapan air

Lampiran 19. Sifat-sifat udara (Welty, 1976) .

..103

..106

.110

. ... 114

.. I 17

... 120

(17)

I.

PENDAHULllAN

A. LATARBELAKANG

Kakao merupakan salah satu kOll1oditas perkebunall yang sa at Tnl terus

dikell1bangkan cleh berbagai negara di dunia. Indonesia adalah salah satu negara

pengekspor biji kakao yang sedang l'1eningkatkan produksinya Peningkatan

produksi kakao di Indonesia terutall1a disebabkan oleh perluasan tanaman kakao

lindak dan kakao ll1ulia.

Searah dengan usaha peningkata produksi, proll1osi dalal1l pel1lasaran

internasional dan usaha meningkatkan day a saing perlu dilakukan terus-l11enerlls.

Daya saing dapat ditingkatkan antara lain l11elalui peningkatan etisiensi,

peningkatal' mutu, dan ー・イ「セェォ。ョ@ pelayanan terhadap ーセイョャゥイNエ。。ョ@ pasar Ketiga faktor yang dapat ll1eningkatkan daya saing tersebut sangat erat kaitannya dengan

cara dan perlakuan pada pengolahan biji kakao.

Penggunaan kakao sebagai bahan makanan dan minul11an sebenarnya sudah

lama dikenal di All1erika Tengah dan bagian utara dari Al11erika Selatan, ウセ「・ャャャャQQ@

Cololl1bus menemukan benua Amerika. Penggunaan kakao pel1al1la セ@ ali digunakan oleh suku Indian Maya di Al11erika sebagai bahan l11akanan 3an

ll1inuman. Dan pada tahun 1519 bangsa Spanyoll1lengenal suku Aztek yang telah

(18)

Pad" saat ini negara-ncgara pengekspor kakao yang utal11a harnpir

seluruhnY1: terdapat di benua Afrika, yaitu antara lain Nigeria, Pantai Gading,

Pantai Emas, Kamerun, dan yang lainnya yang mencapai dUe. pertiga dari produksi

dunia. Sedangkan produksi kakao Indonesia secara relatif masih kecil

dibandingkan dengan produksl dunia.

Yang I11cnjadi maselai; di Indonesia terutama pada proc!uksi kakao lindak

yaitu rendahnya mutu, terutama pada biji kakao rakyat (Wahyudi et ai, 1988).

Rendahnya mutu tersebut disebabka:1 oleh berbagai faktor, dan salah satullya

adalah penanganan lepas panen yang kurang sempurna. Pengeringan Illerupakan

salah satu tahap penanganan lepas panen yang dapat mempengaruhi 1l1utu kakao

yang dihasilkan yang antara lain menyangkut Kadar air, keasalllan, kadar lemak

dan Kadar asam amino.

Pengeringan juga Illerupakan tahap pengolahan yang Illellleriukan

penanganan yang cukup serius dan Illellleriukan biaya yang lebih tinggi jika

dibandingkan dengan biaya pengola:mn lainnya (Chat!, 1953) Hal ini

Illenyebabkan pengeringan tetap rnerupakan Illasalah besar bag; perkebunan rakyat

yang Ill",sih Illengandalkan cara pengeringan tradisional def'gan cara penjellluran.

Alat pengering kakao buatan merupakan salah satu alternatif untuk

mengatasi hal tersebut diatas. Dengan adanya pengeringan buatan 1I1i diharapkan

proses pengeringan dapat dipercepat dan tentunya diharapkan l11ulU yang

(19)

Untuk mendapatkan hiji kakao kcring yang hennutu balk, Illaka buah "-"kao

segar peril! disortasi terlebih dahuili dan kellludian melalui 「セイ「。ァ。ゥ@ tahap

pengolahan, yang meliputi pelllecaban kulit buah, fernientilsi, perendallli:lI,

pencucian, pengeringan dan sortasi biji kering.

Sebagai dasar untuk Illenganalisa, merancang sistem pengenngan, lapisan

tebal biji kakao, menentukan alaI pengering yang efisifm dan dapat mengeringkan

biji kakao dengan mutu tinggi, maka perlu diketahui karakteristik pengeringan biji

kakao, dan parameter-parameter yang penting seperti suhu, kadar air, dan ali ran

udara. Parameter tersebut merupakan hal yang penting dalal1l proses pengeringan,

dimana proses pengeringan merupakan bagian dari proses pengolahan yang sangat

berperan dalam usaha meningkatkan biji kakao yang berl1lutll baik.

B. TUJUAN PENELlTlAN

TlIjllan penelitian ifli adalah :

1. Membllat alat pengeling biji kakao tipe rak zig-zag dengan menggunakan

batu bara sebagai sUl1lber panas.

(20)

A. TANAMAN KAKAO

Buah kakao diperoleh dat i tanaman yang juga disebut kakao (Theobroma

cacao L). Tanaman ini dibawah dari Mexico oleh orang-orang Portugis ke

Indonesia. Tanaman kakao adalah tanaman yang termasu!( didalam genus

Theohroma, suatu genus yang masuk keluarga Sleruliaceae didalam ordo

Malvales.

Menurut Urquhart (1961), kakao yang banyak diusahakan orang dan

bernilai komersial digolongkan ll1enjadi tiga jenis yaitu Criol1o (kakao mulia) yang

memiliki ciri-ciri warn a kulit buah merah atau kuning pad a sa at masak,

kotiledonnya berwarna putih atau ungu pucat, dinding buah tipis, bijir.ya padat

dan memenuhi setiap bagian buah. Jenis kedua adalah Foraslero (kakao lindak)

yang ll1emiliki ciri-ciri yaitu kulit buah berwarna kuning pada saat masak, dinding

buah tebal, kotiledonnya berwarna ungu tua. Dan jenis yang ketiga adalah

Trinilario yang ll1emiliki ciri-ciri hall1pir sam a dengan Criol1o, beraroma segar dan

kotiledonnya berwarna ungu Beberapa sub group lain yang tidak terlalu penting

misalnva Calahaci!1o, AnKolelo, Ci/l1deamor dan Al1Iclol1ado.

Pemanenan buah kakao dilakukan setelah buah masak kurang lebih en am

bulan dari proses pembuahan dan ditandai dengan perubahan warn a pada kulit

buah (Soenaryo dan Situmorang, 1978).

.

,

/'

"/

(21)

Buah kakao terdiri dari empat bagian utama yaitu kulit. plasenta, pulp dan

biji (Gambar I). Buah kakao masak memiliki kulit tebal yang berisi 30 - :'0 biii

yang diselubungi oleh pulp. Kulit buah merupakan bagian yang terbesar \ailu

76 % dari berat buah segar

keterangan

kulit

2. pulp

3. plasenta

4. biji

Gambar 1. Penampang melintang buah kakao (Soenaryo dan Situmorang, 1978)

I I

Untuk memperoleh biji kakao kering. buah kakao yang telah masak

mengalami proses pengolahan yang khusus yang terdiri dari pemanenan,

pengupasan buah. fermentasi, perendaman, pencucian, pengeringan dan sortasi

mutu. Selanjutnya sebelum menjadi bubuk, biji kakao tersebut disangrai (roasted)

terlebih dahulu. Mutu biji kakao yang dihasilkan selain dipengaruhi oleh kondisi

pengolahan, juga dipengaruhi oleh jenis buah kakao, kematangan dan peralatan

[image:21.603.87.473.192.457.2]
(22)

pengolahan langsung setelail buah dipanen Pemetikan buah dilakukan tiga

minggu sekali dar. setiap tanaman dipanen tiga kali (Nasution et aI, 1985)

Selain itu, pemetikan buah dilakukan pada saat buah sudah clikup masaK,

karena buah yang kurang mas"k kadar air sukrosanya yang berada didalam pulp

rendah. Sebaliknya buah yang terlalu masak, biji-biji didalamnya senng

berkecambah dan plllpnya sudah mulai mengering sehingga ll1engurangl aroma

kakao yang dihasilKan (Urquhart, 1961)

Secara umum, pengolahan kakao meliputi pemanenan, pengupasan buah,

fennentasi, perendaman, pencucian, pengeringan dan sortasi. Secara lengkap,

proses perlakuan pada buah kakao seperti yang tertera pad a Gambar 2.

Buah kakao

Pemecahan buah

Biji segar

F crmentasi

Perendaman

Pencucian

Pengeringan

Sortasi mutu

[image:22.605.240.369.450.675.2]
(23)

7

I. PemanellllI1

Pelnanenan di!akukan dengan jalan memotong buah dari tangkainYi!·

Pemanenan ini dilakukan paua buah yang telah masak. Buah yang telah masak

ditandai dengan perubahan warna kulitnya, porosnya berwarna kuning, dan jika

dikocok akan berbunyi.

Pada umumya buah yang berwarna hijau slap untuk dipanen apabiJa

wama kulitnya berubah menjadi kekunin-kuningan, dan buah yang berwarna

hijau kekuningan siap ur,tuk dip an en apabila wama berubah menjadi kuning tua

ataupun kuning jingga (Tjiptadi dan Nasution, 1978) Biasanya setelah

143 hari pertumbuhan buah sudah maksimum dan pada umur 170 hari buah

telah dapat dipanen (masak).

2. Pengupasr.n Buah

Buah yang telah dipetik dan dikumpulkan kemudian dikupas sehingga

antara biji dan kulit buah terpisah. Pengupasan dapat dilakukan dengan

menggunakan pisau atau aril yang tajam dengan cara membelah buah baik

melintang maupun membujur tanpa mengenai biji di dalam"ya, karena biji yang

terluka sangat sen, it if terhadap serangan jamur dan serangga.

Cara lain yang lebih am an yang dilakukan pada proses pengupasan buah

adalah dengan menggunabn pemllkul kaY'l yang salah satu 'Ijungnya dibuat

(24)

buah sampai pecah (terkupas). Selanjutnya dilakukan pemisahan biji dan kulit

bual; dengan cara mengedilknya dengan menggunakan jari tangan.

3. Fermentasi

Tujuan utama proses fermentasi adalilh untuk mematikan biii kakao

sehingga perubahan-pe!l.lbahan yang penting dalam biji dr.pat dengan mudah

diatasi. Perubahan-perubahan tersebut antara lain perubahan warna keping biji,

meningkatnya aroma dan rasa serta memperbaiki konsistensi keping biji kakao.

Tujuan lain dari proses fermentasi adalah untuk melepaskan pulp dari keping

blji, mernperlonggar kulit biji, sehingga setelah proses pengeringan kulit ini

mudah dilepaskan dari keping biji (Tjiptadi dan Nasution, 1978). Sedangkan

menu rut Nasution (1985) proses ferrnentasi bertujuan memperoleh biji kakao

yang stabil dalam hal rasa dan aroma yang disukai untuk pembuatan kakao

konsumsi. Dengan fermentasi, perkecamb'lhan biji penyebab rasa pahit dapat

dicegah.

Dalam proses fe;mentasi kakao terjadi beberapa perubahan kimia, lisik

dan biologis pada biji Perubahan-perubahan ini y<:ng akan menentukan I'lutu

biji kakao tersebut terutama dari segi warna, aroma, rasa dan konsistensi biji.

Proses fermentasi berlangsung secara alamiah oleh jasad renik. Oleh

karena itu fermentasi sangat dipengaruhi o!eh k'mdisi lingkungan Dalam

proses fermentsi, suhu ideal adalah 45 - 60

"c.

Menurut Howat, Powel dan
(25)

9

l11enyarankall lama fermentasi adalail seiama enan, hari dan jika dalnll1 proses

fermeiltasi menggunakan kotak ferl11er.tasi (fenllentation box) tebal tumpukan

biji tidak melibihi 40

em

Sedangkan menu rut Soenaryo dan Situmorang (1978), proses ferl11entasi

dapat dilakukan dalam peti yang alas ll1aupun dindingnya berlubang agar aerasi

dan drainase dapat berlangsung dcng'l!1 baik. Oapat juga dipakai keranjang

atau ditumpuk dengan alas serta penutupnya menggunakan daun pi sang,

karung atau bahan sejenis lainnya. Untuk menyeraga,l1kan fal11entasi

dilakukan pengadukan satu kali dalam sehari selama fermentasi berlangsung.

Waktu yang dibutuhkan untuk melakukan proses fermentsi biji kaKao

tergantung pada jumlah pikmen ungu yang terdapat didalam biji kakao segar

Oisamping itu, waktu fermentasi juga dipengaruhi ('Ieh ukuran biji kakao yang

diolah. Beberapa faktor lain yang juga mempenga!',Jhi la,na waktll proses

fermentasi anara lain jumlah biji yang diolah, varietas kakao dan mllsim selall1a

peilgolahan tersebut.

Waktu fermentasi ini sangat penting artinya dalam memperoleh biji kakao

yang mempunyai mutu yang tinggi. Waktu fermentasi yang terlalu lama

l11enyebabkan kulit biji menjadi rapuh dan l11enipis, sehingga selama proses

sortasi diperoleh persentase biji pecah yang tinggi, berat biji berkurang dan

beberapa pengaruh negatif lainnya, seperti kel11ungkinan kehilangan aroma khas

(26)

perturnbuhan jamur pada kulit luar bij; kakao tersebut. PertLlmbuhar. jamur

meningbt apabila, waktu proses fermentasi melebihi delapan h<:ri, dan 「セQ@ ini

menyebabkan kehilangan aroma khas kakao. Sedangkan waktu fermentasi

yang terlalu singkat memungkinkan bagian dari biji tersebut belum mati,

sehingga kemungkinan proses metabolisme yang terjadi pad a biji tersebut terus

uerjalan (Tjiptctdi dan Nasution, 1973).

Tanda-tanda fermentasi telah selesai adalah pulp mudah dibersihkan, kulit

biji berwarna coklat dan bau asam cuka yang jelas. Sed"ngkan proses

fermentasi yang belum selesai ditandai dengan pulp masih berwarna putih, kulit

biji masih berwarna ungu dan biji masih berbau alkohol.

4. Pel'endaman

Perendaman biji kakao dilakukan dengan tujuan lintuk menghentikan

proses fermentasi dan untuk memperoleh bentuk biji kakao yang bulat. Selain

itu, perendaman dilakukan dengan maksud untuk mengurangi kadar asam cuka

dari biji serta warna kulit biji menjadi lebih cera h dan merata.

Persentase biji bulat lebih besar dengan adanya proses perendaman.

Selain itu, bentuk fisik biji tersebut iebih menarik apabila dibandingkan dengan

biji yang tidak melalui proses perendaman terlebih dahulu. Menurut Sunaryo

dan Situmorang (1978), perendaman yang dilakukan lebih dari 12 jam akan

(27)

11

5. Pencucian

Proses pencucian dilakukan setelah perendaman. Tujuan dari pencucian

adalah untuk mengurangi lapisan lendir (pulp) supaya dalam proses

pengeringan dapat berlangsung lebih cepat dengan kadar kulit yang rendah dan

rupa bagian luar biji akan tampak lebih menarik.

Pencucian yang terlalu bersih akan menyebabkan hilangnya berat yang

banyak, kulit biji yang rapuh dan mudah terkelupas. Hardjosuwito (1984)

menganjurkan pencucian ringan.

6. Pengeringan

Pada akhir proses fermentasi, kadar air dalam biji kakao berkisar 60 %,

dan biji harns dikeringkan hingga kadar air turun menjadi 6 % - 8 % basis

basah (Chatt, 1953) scbelum biji disimpan atau dijual. Jika biji dikeringkan

sampai kadar air terlalu rendah (dibawah 6 %), maka biji akan mudah rapuh

dan getas, sedangkan jika kadar airnya terlalu tinggi (diatas 8 %), maka

、ゥォィ。キセエゥイォ。ョ@ pertumbuhan jamur rada biji tersebut 3\.:3'1 lebih cepat.

Pengeringan pada kakao tidak hanya untuk melepaskan atau

menguapkan air dalam biji saja, tetapi juga akan me:lghentikan proses-proses

biologis dan kimiawi dalam biji tersebut yang berlangsung terus-menems sejak

mulai fermentasi. Hal ini dapat tercapai bila udara pengering dapat masuk ke

dalam biji. Pada saat it!: diharapkan udara masuk secara perlahan-lahan melalui

(28)

Pros.es pengeringan dapat dilcikukan dengan tiga cara yaitu pengeringan

ala01ialt (sun drying), pengeringan buatan (artificial drying) dan kQlllbinasi dari

keduanya (Urquhart, 1961).

Pengeringan dengan Illenggunakan sinar Illatahari (sun drying) lebih

セ@

disukai daripada Illenggunakan alat pengering Illekanis (buatan) Hasil

pcngeringan dengan Illenggunakan sinar Illatahari Illenghasilkan biji kakao yang

lebih baik dengan warna coklat kemerahan da mengkilat, sedangkan jika

pengeringan dengdn menggllnakan alat pengering l11ekanis akan dillasilkan biji

kakao dengan warna pucat atau kusalll. Akan tetapi pengeringan dengan

menggunakan sinar Illatahari mempunyai beberapa kendala, yaitu tergantung

pada cuaea at au iklim dan membutuhkan waktu yang eukup lama. Menurut

Chat! (1953), pengeringan secara alamiah HセuiQ@ dlying) melllbutuhkan waktu

sekitar enam hari dalam keadaan euaea kering, dan tiga minggu jika dala:n

keadaan euaea basah. Sedangkan jika menggul'akan alat pengering Illekanis,

lama pengeringan dapat diperpendek menjadi:; - 4 hari ..

Dalam proses pengeringan dengan menggunakan sinar Illalahari, selain

waktu yang diperlukan lama, juga membutuhkan tenaga kerja yang bany«.k

serta tempat pengeringan yang luas.

7. Mutu dan sortasi biji kl!kae

Biji bb.o kering hasil pengolahan biasanya beragam Oleh karen a itu,

(29)

13

dan biji-bijian diluar katagori kehs serta memilih biji kakao kering berdasarkan

tingkatan mutunya. Mutu b;ji kabo ditentukan o!eh beberapa faktor antara

lain keasaman, flavour, kemmnian, keseragaman biji, kadar bahan yang dapat

dimakan dan sifat kandungan lemaknya.

Menurut Nasution (1985), kalasifikasi mutu di perkebunan Indonesia

dilakukan secura subyektif terhadap penampakan fisik biji (Tabel 1). Untuk

kepentingan ekspor, Departemen Perdagangan Republik Indonesia menetapkan

klasifikasi mutu biji kakao kenng Indonesia yang berpedoman pada

International Cacao Standard (TabeI2).

Tabel 1. Kalsifikasi mutu biji kakao kering hasil perkebunan di Indonesia a)

A warna coklat merata, biji penuh

B warna coklat kurang merata, kulit bercak, biji tidak bulat penuh dan

ada yang rusak

C warna tidak merata, biji gepeng, keriput

G campuran biji yang terpecah atau belah

Z i-biji yang berwarna hitam

Sumber: a) Nasution (1985)

Tabel2. Standar kakao Internasional a)

biji berjamur 3 4

biji slaty 3 8

biji dirusak serangga, pipih dan berkecambah 3 6

[image:29.600.126.546.362.756.2]
(30)

C. T1NJAUAN UMUM PENGERINGAN

1. Proses Pengeringan

Pengeringan atau dehidrasi melllpakan proses Illengeluarkan all dari

bahan hasil pertanian atau bahan pangan. Pengertian pengeringan dan dehidrasi

sebenarnya dapat dibedakan berdasarkan tingkat kadar air bahan yang

dikeringkan. Penge,ingan adaiah proses pengeluarafJ air dari suatu bahan

dengan menggunakan energi panas menuju kadar air keseimbangan dengan

udam ,ekeliiing (atmosfir) atau pada tingkat kadar air yang setara dengan

aktivitas air (Aw) dimana mutu bahan dapat dijaga dari serangan Jamur,

aktivitas serangga dan enzim (Henderson dan Perry, 1976).

Dehidrasi adalah suatu proses mengeluarkan atau menghilangkan air

dengan menggunakar. energi panas, hingga tingkat kadar air yang sang at

rendah mendekati "bone dry". Bone dry didefinisikan sebagai suatu keadaan

dimana seluruh air pada bahan telah dikeluarkan hingga kadar air bahan

tersebut adalah nol (Brooker, 1974).

Selain itu, proses pengeringan bahan pertanian dapat juga diartikan

sebagai proses pengambilan alau penurunan kadar bahan sampai batas tertentu

sehingga dapat memperlambat laju kerusakan bahan pertanian abbat aktivitas

biologis dan kimia sebelum bahan diolah atau dimanfaatkan (Brooker, 197<1)

Sedangkan manfaat pengenngan bahan pertanian antara lain,

(31)

15

mutu yang sekecil-kecilnya, daya kccambah benih dapat dipel1ahankan dalam

waktu yang lebih lama serta '11eningkatkan mutu dan nila; ekonomis bahan

pcrtaniall tersebut (Hall 1957, Brooker et ai, 1974)

Mekanisme pengeringan diterangkan melalui teori tekanan uap. Air yang.

diuapkan terdiri dari air bebas dan air terika!. Air bebas berada di permukaan

dan yang pel1ama-tama mengalam! pengllapan. Bila air pcrmukaan tclah h?bis.

maka terjadi migrasi air dan uap air dari bagian dalam ke permukaan secara

difusi (Hall, 1957, Henderson dall Perry, 1976). Migrasi air dan uap air te:jadi

karen a perbedaan konsentrasi atau tekanan uap pada bagian dalam dengan

bagian luar.

Penguapan air dari biji-bijian meliputi proses pe!epasan ikatan air dari

material biji-bijian, difusi air dan uap air ke permukaan, perubahan fasp

menjadi uap all', transfer uap air dari permukaan ke udara sekitar dan

perpindahan Ulp air di udara (Brooker et aI, 1981).

Dan menu rut Brooker (1981), ada beberapa hal yang mempengaruhi

proses pengeringan, yaitu kecepatan udara pengering, suhu udara pengering

dan kelembaban udara pengering

Brooker et ai, ( 1974) ュセュ「・、。ォ。ョ@ laju pengermgan dalam dua tahap.

Tahap pertama adalah proses pengenngan yang berlangsung dengan laju

pengeringan tetap (constant rate period). Dan tahap yang kedua adalah proses

(32)

Seluma periocie laju pengenngan tetap, laju perpindahan air hanya

terb"tas pada evaporasi dari air perm'jkaan bahan at au didalam permukaan

bahan. Laju pengeringan (etap ini terjadi pada bahan yang berkadar air tiOlggi,

sehingga laju penguapan air pada peri ode ini dapat disamakan dengan laju

penguapan air pada permukaan bebas. Dan biasanya peri ode ini berlangsung

sebentar, hingga air bebas pada permukaan telah habis. Laju pengeringan tetap

pada pengeringan hasil pertanian berbentuk biji-bijian merupakan periode yang

sangat singkat, sehingga dalam perhitt:ngan keselumhan proses dapa! di?baikan

( Henderson dan Perry, 1976 ).

Laju pengeringan tetap ini akan berlangsung terus sampai sampai air

benas yang ada di permukaan bahan habis, setelah itu laju pengeringan akan

menurun. Laju pengeringan menu run ini dibagi dua proses yaitu pe:'pindahan

air dalam ke permukaan bahan dan perpindahan uap air dari perl11ukaan bahan

ke udara sekitarnya. Kadar air pada saat laju pengeringan berubah dari laju

pengeringan tetap menuju laju pengeringan menurun discbut kadar kritis.

Setelah pcngeringan rnencapai kadr'f air kritis, maka proses pengeringan

akan berlangsung deOlgan periode laju pengeringan mcnurun. Peri ode laju

pengeringan menurun terjadi apabi1a kecepatan difusi air dan dalam biji-bijian

ke permukaan sama dengan kecepatan pengeringan uap air maksimum

biji-bijian ( Heldman dan Singh, 1981 ) Laju pengeringan menurun akan terjadi

(33)

17

Lahan y:mg dikeringkan tidak lagi ditutujJi oleh lapisan air. JlImlah 。ゥセ@ terik,,(

makin iセNュ。@ makin berkurang karena terjadi migrasi air dari bagian dalam kc

permukaan secara difusi ( Henderson dar. Perry, 1976 )

Menurut Hall (1980) air yang dikandung oleh bahan akan mengllap ke

udara apabila tekanan lIap bahan lebih tinggi dari tekaran uap udara. Migrasi

air dari tempat yang bertekanar. uap tinggi ke tempat yang bertekanan uap

rendah adalah sebanding dengan selisih tekanan uapnya. Tekanan uap air

didalam ruang pengering akar. naikjika dipanasi. Hal ini menyebabkan tekanan

menjadi lebih tinggi dari tekanan uap udara, sehingga terjadi perpindahan air

dari bahan ke udara. Mengalirnya air dari dalam ke permukaan Lahan

berlangsung secara difusi, sedangkan dari pennukaan bahan ke udara

herlangsung secara penguapan biasa. Ilustrasi dari kedua proses [aiu

pengeringan teoritis biji kakao terlihat pada Gambar 3

A

\

セ@

C

Waktu Gam)

A - B = Keccpatan pCllgcrint;all tClap

B - C = Keccp:ltan pcngcringall mCllurun tahap I

C - D = Kcccpalan pcngcringaa mCllurun t<lhap 2

[image:33.603.92.519.429.689.2]

D

(34)

2. Kadar ail' keseimbaligan

Kadar air keseimbangan adalah kaelar air dari bahan yang higmskopis

dimana tekanan uap bahan seimbang dengan lingkungannya ( BroC'ker et <1/,

1974). Sedangkan Heldman セ@ 1975 ) mendefinisikan kadar air keseimbangan adalah kadar air pada saat tekanan uap air dari bahan seimbang dengan

lingkungannya, sedangkan kclembaban relatif pada saat terjadinya kadar air

keseimbangan disebut kelembaban relatif keseimbangan

Dalam merencanakan dan mengoperasikan suatu s;stem pengenngC.n,

pengetahuan mengenai kadar air keseimbangan pada suatu bahan adalah suatu

hal yang sangat per.ting, karena kondisi kadar air keseimbangan diperlukan

dalam mempelajari proses pengeringan komoditi pertanian, dimana Kadar iar

keseimbangan mener.tukan berapa kadar air minimum vang dic'lpai pada suatu

konc!isi pengeringan (Brooker et al. 1974). Dan haJ ini sangat digunakan dalam

menentukan kadar air yang aman untuk menyimpan suatu komoditi.

Disamping itu, kadar air keseimbangan dapat dipakai untuk menentukan

tekanan uap dari bahan. Pengaruh nyata suhu terhadap kadar air keseimbangan

yaitu semakin tinggi suhu pada kelengasan nisbi konstan akan menurunkan

kadar air keseimbangan (Brooker et (11.1981 ).

DaJam mencapai kadar air keseimbangan dengan lingkungannya. terdapat

dua macam proses, yaitu proses adsorpsi dan desorpsi Kadar air

(35)

19

k(;hilangan air, scdangkan kadar air keseimbangan ad SOl psi adalc,h kadar air

ィウセゥュ「。ョァ。ョ@ yang teljadi karen a bahan menyerap ilir.

Daiam sorpsi isotermi dikenal f'roses desorpsi dan adsorpsi. Desorp,i

( pengeringan ) adalah pelepasan air dari bahan yang relatif basah, sedangkan

adsorpsi adalah penyerapan air atau uap air oleh bahan yang relatif kering.

Sorpsi isotermi bahan pangan umumnya berbentuk sigmoidal atau huruf" S "

seperti tampak pada Gambar 4.

Kurva sorpsi isotermi adalah kurva yang menunjukkan antara kadar air

keseimbangan ( Me ) suatu bahan pangan dengan RH udara lingkungan pada

tingkat suhu tertentu. Sorpsi isotermi suatu bahan hasil pertanian tergantung

pada suhu, kelembaban relatif, kematangan ,jenis dan varietas tanaman.

Sorpsi isctermi dalam bahan pangen dibagi menjadi tiga daerah, yaitu

daerah pertama menunjukkan terjadinya adsurpsi lapisan tungga! atau

monolayer, yang menunjukkan air terikat kuat sekali, daerah kedua terjadi

adsorpsi lapisan jamak atau multilayer dimana air terikat agak lell1ah dan

ll10lekul air tersusun mell1bentuk lapisan kedua diatas lapisan pertall1a, Daerah

ketiga adalah terjadinya kondensasi air pada pori bahan, Air dalam

(36)

1

1+---+> ,

,

,

,f

desorpsi

B

I

I

•. f

absorpsi

c

L -_ _ _ _ セ@ _ _ _ _ _ _ _ _ L _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ +

20

40

60

RH (%)

80

Gambar 4. Bentuk umum sorpsi bahan pangan

3. Panas Laten Penguapan

100

Panas laten adalah energi yang digunakan untuk l11E;ngubah air dari sualL:

fase ke fase lain. Panas laten ini dibagi menjadi tiga, yaitu (I) panas laten

penguapan, (2) panas laten pembekuan, (3) panas laten sublimasi.

Panas laten penguapan ( Hfg ) adalah panas yang tersedia atau digunakan

untuk menguapkan air dari bahan. Panas laten penguapan tergantung dari suilu

dan kadar air. Panas laten pen;;(uapan akan semakin tinggi apabila kadar air

dan suhu rendah. Pacta Gambar 5 dapat dilihat perubahan fase yang dinyatakan

dengan diagram fase. Diagram fase tersebut menyatakan hubungan antara suhu

dan tekanan. Panas laten yang dibutuhkan pada perubahan fase dari cair ke

[image:36.603.81.515.82.351.2]
(37)

l

B

\

\

PADAT

PELEBURAN

C PENGUAPAN

CAIR

o

GAS

セlimasi@

T

Gambar 5. Diagram perubahan fase

I

GMMMMMセセセセセMMセ@

I

1

21

Panas ャ。エセョ@ penguapan air pada beberapa tingkat suhu dapat dilihat pada

Tabel 3 dibawah ini.

[abel 3. Panas laten penguapan air ,,)

15,55 2464,92

26,67 2439,34

37,"/8 2416,08

48,89 2385,86

60,00 2357,95

71,1 J 2330,05

93,33 2302,

J"

100,00 2255,63

HaJJ (1957)

[image:37.603.115.526.79.320.2] [image:37.603.130.514.424.642.2]
(38)

4. Diagram Psikrometrik

Proses pengeringan pada tumpikan biji-bijian dengan mengalirkan udara

panas dapat dianggap suatu proses adiabatis. Hal ini berarti bahwd panas yang

dibutuhkan untuk menguapkan air dari biji-bijian hanya diberikan oleh udara

pengering tanpa tambahan energi dari luar. Pada saat udara pengering

mcnembus biji-bijian scbagian panas sensibel udara pengering c!ilibah menjadi

panas laten untuk menguapkan air bahan.

Pendekatan analisis perbandingan yang dilakukan adalah berdasarkan

mekanisme eksternal dari aliran f1uida ( suhu, kelembaban, dan laju ali ran

udara). Selama berlangsungnya proses pengeringan, terjadi penurunan suhu

bola kering yang disertai dengan kenaikan kelembaban mutlak dan kelengasan

nish. Sedangkan suhu bola basah dan entalpinya tetap. IIIustrasi proses

[image:38.602.100.504.461.687.2]

pengenngan sec"ra adiabatis pada kurva psikrumetrik dapat dilihat p?da

Gambar 6.

Tl T3 T2

Suhu Bola Kering ("e)

Kcterangal1 :

(I) -(2) : proses pemanasan udara

(2) - (3) : proses pcngcringnll

H\ : kclcmbaban Illutlak pada kondisi (I) (kg air/kg uk)

H; : kclcmbaban ud",,, pau" kondisi (3) (kg air/kg uk)

hn ) : cnthalpi udara p<lcta セ|Noョ、ゥウゥ@ (I)

(kJ/kg uk)

ィゥセャZ@ cnthalpl udara pacta kondisi セRI@

(kl/kg uk)

TI suhu udar" pada kondlsi (I)

ee)

T, suhu udam pada kOlldisi (2)

ee)

T; suhu udara pacta kondisi (1) CC)
(39)

Beberapa parameter yang berpengaruh エ・、セ。、。ー@ proses pengenngan, diantaranya suhu dan kelembaban udara pengering, laju aliran lld<:ra, serta

bdar air awal dan kadar air akhir bahan (Brooker et ai, ! 974). Selanjutnya

Henderson dan Perry (I955) menyatakan bahwa proses pengenngan

dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu luas permukaan pengenngan,

perbedaan kelembaban antara bahan dengan udara pengering, koetisien

perpindahan uap air, dan kecepatan volume aliran udara pengering.

5. Pcnge!'ingan Biji Kakao

Proses pengeringan biji kakao bertujuan untuk menurunkan kadar

an-sehingga aman disimpan sebelum dipasalkan. Pada aklrir fermentasi kadar aIr

!:liji kakao berkisar 60 %_ Biji kakao akan aman disimpan bila mempllnyai

kadar air 6 % - 8 %, dan jika biji kakao mempunyai kadar air lebih dari 8. 'i %_

maka akan mudah terserang jamur (Wood, 1970) Hal ini disebabkan karena

pada kondisi tersebut blji kakao akan mempunyai nilai aktivitas air (Aw)

sebesar 0.87, sehingga merupakan media yang coeok bagi pertumbuhan jamur

(Rohan, 1963)

Proses pengeringan dapat mempengaruhi mutu biji kakao kering,

terutama pembentukan aroma, rasa dan keasaman biji. Rohan (1963)

merekomendasikan bahwa pengeringan pendahuluan yang eepat pada suhu

90°C selama I - 3 jam kemudian diikuti pengeringan perlahan pada suhu

(40)

memuaskan. Hal ini disebabkan oleh pembelltukan senyawa calon

aroma dapat beIjalan dengan baik, karella mei1umt Rohan (1963) pada

kondisi tersebut suhu pada biji kakao tidak lebih besar dari 55 DC,

sedangkan aerasi tetap beIjalan dengan adanya hembusan angin dari

alat pengering.

Seda."1gkall Wood (1975) merekomendasikal1 bahwa

nengeringan yang konstan dengan aliran udara 180 - 540 meter

perdetik pada suhu 80 DC akan menghemat biaya operasi, karena biji

kakao akan kering dalam waktu yang relatif singkat.

Hal ini dapat disebabkan oleh penggunaan suhu yang konstan

yang akan memberikan panas yang cukup tinggi pada biji kakao,

karena suhu pada biji kakao mendekati suhu ali ran udara, yaitu 80 DC

Dalam pengeringan dengan menggunakan alat pengering

mekanis, biji kakao yang dikeringka!l secara cepat dengan suhu

pcngering: yang tinggi akan berper.gamh terhadap bau asam yang tajam

dan biji kakao akan mengandung asam lemak yang lebih banyak

daripada yang dikeringkan dengan menggunakan sinar matahari.

Sedangkan pengeringan biji kakao dei1gan menggunakan

smar matahari (penjemuran) lebih disukai daripada pengeringan

buatan. Hal ini disebabkan pengeringan secara penjemuran dapat

menyebabkan teIjadinya proses aerasi yang lebih baik , sehingga oiji

(41)

26

l1lenghasilkan rasa kakao yang enak (Siregar, 1964) Pengeringan seca;'a

penjenlllran juga l1lel1lberikan flavour yang lebih baik dibandingkan dengan

pengeringan secara buatan (lit qhatt, 1961).

Selain itu, penjemuran biji kakao akan memberikan kondisi yang baik

bagi berlangsungnya reaksi-reaksi pembentukan aroma. Koridis yang dimaksud

adalah suhu pengeringan yang tidak terlalu tinggi yaitu 「・イォゥセ。イ@ 40

"e,

aerasi

yang baik serta pengikatan sinar ultraviolet, sehingga dengan demikian

reaksi-reaksi enzimatis yang penting dalam pemhentu kart aroma dapat

berlangsung secara tahap demi tahap secara sempurna.

Aspek kimia yang paling penting dari proses pengeringan adalall

terjadinya reaksi hrowning enzimatis yang mellghasilkan warna coklat pada

keping biji. Reaksi ini dapat terjadi karena adanya enzim polijello/-oksiduse

yang mengoksidasi senyawa polileno/.

Griffiths (1975) menyatakan bahwa senyawa epicatechin adalah substrat

utama bagi enzim po1!feno/-oksida.l'e dalam reaksi tersebut. Senyawa ini

dikenal sangat sepat, apabila tidak teroksidasi secara sempurna selama proses

pengenngan maka akan terdapat rasa sepat yang tidak dinginkan pada biji

(42)

A. WAKTU DAN TEMPAT

Pe!ai<sanaan pene!itian dilakukan bulan Agustus 1997 sampai bulliI:

Oktober 1997. Penelitian dan pembuatan alat dilakukan di Perkebunan

Rajamandala, PT Perkebunan Nusantara VIII, Bandung - Jawa Barat dan

Laboratoto,-ium AP4 -FA TET A, IPB.

B. PEMBUAT AN ALAT PENG-ERING

Alat pengering yang dirancang adalah alat pengering biji kakao tipe rak

zig-zag dengan menggunakan batu bara sebagai sumber panas. Panas yatlt'

diperoleh dari hasil pembakaran batu bara ak'ln disalurkan ke elemen pemindah

panas (heat exchanger) kemudian disalurkan ke dalam ruang pengering untuk

mengeringkan bahan. Dan panas yang telah dipakai mengeringkan bahan, abn

dibuang ke Iingkuilgan melalui cerobong per.Jbuangan. Skema alai pengering

yang dirancang seperti tertera pada Gambar 7. Sedangkan gambar selengkapnya

tertera pada l。ューゥセ。ョ@ I.

Konstruksi alat pengering yang dirancang terJiri dari kerangka yallg terbuat

dari kayu kaso, dinding dan bagian sungkup serta cerobong terbuilt dari seng,

kerangka rdk terbuat dari kayu, dan alas setiap rak terbuat dari bambu yang

(43)

28

---:;i""'-f--- pintu pemasukan

セMMMMKMMM ruang pengering

「ゥェゥォ。ォ。ッMMMMMイMMMMセセセ@

rak bahan ----t7'=---i ィセKMMM pintu pengeluaran

tungku pembakaran

Gambar 7. Skema alat pengering kakao tipe rak zig-zag

Untuk tungku digunakan plat besi dengan tebal 1.2 mm dan alas untuk

pembakaran batu bara serta alas untuk heat exchanger terbuat dari besi siku ukuran

5 x 5 em yang dipotong-potong dan dirakit dengan jarak antara potongar. yang satu

dengan yang lainnya adalah I em. Diatas tungku pembakaran diletakkan kerikil

yang berfungsi sebagai heat exchanger dengan tebal tumpukan adalah 3 em. Hal

ini dilakukan agar api yang diperoleh dari hasil pembakaran batu bara pada tungku

pembakaran tidak langsung mengenai bahan yang dikeringkan, akan tetapi terlebih

dahulu memanaskan kerikil yang keJ11udian memanaskan udara yang masuk pada

[image:43.602.102.509.93.440.2]
(44)

selanjutnya dipakai untuk mengeringkan bahan yang ada pada set,,:p rak. Udala

yang tebh dipakai untuk mengeringkan bahan selaniulnya abn keluar mda1ui

ccrobong atas pada alat pengering.

Tinggi keseluruhan alat yang dibuat adalah 3.45 meter, yang terdiri dari kaki

setinggi 0.15 meter, ruang pengering setinggi 2.10 meter, sungkup dan eerobcng

setinggi 0.70 meter. Karena "Iat ini cukup tinggi, maka menimbulkan masalah

dalam penggunaan didalam ruangan. Oleh karen a itu, alat ini lebih tepat dipakai

dan digunakan diluar ruangan.

Untuk proses pemasukan bahan yang akan dikeringkan, dimasukkan melalui

pintu pemasukan yang terletak pada kedua sisi panjang alaI pad a bagian sungkup

Karena alat yang dibuat ini cukup tinggi, maka untuk proses pemasukan bahan ini

digunakail tangga yang dapat di!)indah-pindahkan.

C.

RANCANGAN FUNGSIONAL DAN STRUKTlJRAL

I. Rancangan fungsional

a. Elemen Pelnindah Pan«s

Elemen pemindah panas berfungsi untuk memiildahkail panas dali

sumber panas (batu bara) ke udara pengering Dengan demikian

pemai1asan udara dilakukan seeara tidak langsung. Sistim ini membcrikan

beberapa keuntungan yaitu mencegah bau yang dr timbulkan oleh sumber

pem'lnas, meneegah bertambahnya kandungan llap air pada udara

(45)

30

b. RUling Plenum

Ruang plenul11 adalah mang tempat dimana lIdara ャゥャGァォオョァセョ@

dipanaskan. Fosisi ruang ini tcrletak di bawah lUang pengerillg. Dikedua

sisi pendek ruang ini diberi III bang sebagai tell1pat ll1asuknya udara

lingkungan yang akan dipanaskan.

c. Ruang Penger-jng

Ruang pengering adalah ruangan dimana terdapat rak-rak tell1pat

bahar. di keringka'l. Bagian atas dari ruang pengerir.g yaitu bagian

sungkup, dimana terdapat dua buah pintu untuk ll1elllasukan bahan. Pada

bagian bawah terdapat dua buah pintu lIntllk ll1engeluarkan bahan ケ。ョセ@

telah mengalami proses pengeringan. Pada ーャャョ」セォ@ ruang pengering

terdapat cerobong sebagai saluran keluarnya lIap air dan udara yang telah

clipakai dalall1 pengering.

Ruang pengering yang dirancang berbentuk kotak dan bagian alas

ruang pengering berbentuk limas segi ell1pal, dill1ana pad a kcdua sisi

panjangnya sekaligus ll1erupakan pintu untuk ll1ell1asukan ba'lan yang akan

dikeringkan.

d. Rak Bahan

Rak bahan berfungsi sebagai wadah dari bahan yang dikeringkan

(46)

diatur. Keuntungan rak bahan secara zig-zak adalah a!iran udara tiapat

berjalan secara lancar dan dapa! mef'genai selul1lh bahan yang dikeringkail

Rak bahan terdapat dalam ruang pengering yang terdiri dari dua

rangkaian zig-zak. Masing-masing rangkaian terdiri dari sembilan rak.

Rak paling bawah pada setiap rangkaian berfungsi sebagai saluran

penge!uaran bahan yang tdah dikeringkan.

e. Sumber Energi Peruanas

Sunlber enegi pemanas yang digunakan adalah pembakaran balu

bara yang berada pada tungku pembakaran pada alat pengering. Dari hasil

pembakaran tersebnt yang akan memanaskan kerikil sebagai heat

exchanger yang berada didasar ruang plenum dan selanjutnya akan

memanaskan udara iingkungan yang ma,uk pada ruang pienuill dan

menjadi udara pengering yang dibutuhkan untuk mengeringkan bahan.

2. Rancangan Struklllral

a. Ruang Pen gering

Ruang pengering berbentuk kotak dengall panjang 1.2 l11eter. lebar

.0 meter dan tinggi2.10metel. Rangka ruang pengering terbuat dari kayu

reng dengan ukuran 4 em x 6 em. Dan dinding ruang pengering tf'rbuat

(47)

32

b. Rat.: Bahan

Rak hallan terbuat dari kayu reng 2 em ;,: 3 em dengall panjang I 12

meter dan lcbar 0.33 meter. Pada ketiga sisi rak bahan dibuat dinding yang

terbuat dari papan dengan tinggi bersih yang dapat diisi biji kakao aJalah

8.0 em. Alas rak terbuat dari bambu dengan diameter 0.5 el11.

c. Ccrob(llIg

Cerobong yang terdapat diatas sungkup ruang pengering berbentuk

silinder terbuat dari plat seng der.gan ukumn panjang 30 el11 dan diameter

15 em dan to pi eerobong berbentuk kerucut.

d. Rnang plenum

Ruang pleneum ini terdapat dibawah ruang pengering Dikedua sisl

pendek dari ruang ini diberi lubang yang berflll1gsi sebagai ,aluran

masuknya udara lingkungan yang akan dipanaskan.

D. BAHAN DAN ALA T

1. Bahan

Bahan yang d:gunakan dalam pengujian alat pengenng ini adalah biji

kakao yang telah difermentasi dan siap untul( dikeringkan dan batu bara

sebagai sumber bahan bal(ar. Dan bahan yang digunakan sebagai heat

(48)

2. AIM

Alat-alat yang digunakan dalam ー・ョセオェゥ。ョ@ "Iat ini adalah •

1. Termameter alkohol

2. Timbangan digital

,

Oven pengering

o.

4. Desikator

5. Velometer

6. Kakao tester

7. Wadah

8. Stop watch

9. Tempat sampel

E. PROSEDURPERCOBAAN

1. Pe."Cobaall Pendahllilian

Percobaan pendahuluan ini dilakukan dengan tujuan •

I. Untuk mendapatkan suhu pengeringan yang konstan sebesar 70

lie

2. Untuk menentukan pengumpanan batu bara yang harus digunakan lIntllk

mendapatkan suhu konstan tersebut diatas

3. Menentllkan slIdllt ongg0k biji kakao.

Pada percobaan peJldahuluan ini juga dilakukan dtngan mengeringblll

sejUlnlah biji kakaa dtngan tujuan uptuk mendapatkan sudul onggok ya:lg

(49)

J4

Pada proses penglsl<m biji kakao pada tiap rak bahan, ォ・ュゥイゥョァセョ@ rilJ,;

dipasang pada sudut 70

"e

sesuai dengan sudut refos biji ォ。セ、q@ hasil peilelitian

yang telab rlilakukan sebelumnya. Tetapi pada penelitian, slldut onggok biji

kakao tidak didapatkan. Kenyataan ini didapatklan setelab diadakan pengisian

-baban, dimana baban terus jatuh dari rak yang paling atas ke rak bawabnya dan

akhirnya baban berhenti dan bertumpllk pada rak yang p".ling bawab.

Tidak didapatkannya sudut onggok ini disebabkan oleb jarak pertemllan

antara setiap rak terlaiu jauh, sehingga tidak memungkinkan biji Kakao yang

telah dimasukkan pada alat pengering membentuk sudllt onggok pad a

pertemuan antara rak yang nantinya akan menahan tllrunnya biji kakao pada

rak dibawahnya, sehingga akan membentuk ketebalan baban seperti yang

diinginkan.

Karena sudllt onggok biji kakao pada alat ini tid3k dapat tercipta pada

waktll proses pemasukan bahan, maka untuk menghentikan turunnya biji kakao

setelah ketebalan baban yang diinginkan telab tercipta pada proses pengisian

bahan pacta rak , maka dipasang papan penahan untllk setiap raknya Setelah

semua rak terisi dengan bahan, maka bahan yang ada pada rak diratakan sesuai

dengan ketebalan yang diinginkan. Gambar dari rak yang telah diisi dengan

(50)

2. Percobaan Pengeringan

Percobaan pengujian ini dilakukan dengan mengeringkan biji kakao

dengan langkah-Iangkah sebagai berikut

I. Buah kakao yang telah dipetik dikupas dan dikeluarkan bijinya. Biji kakao

tersebut selanjutnya difermentasi selama lima hari. dibiarkan dua hari. sekali

dibalikkan dan dibiarkan tiga hari

2 Merendam dan mencllci biji kakao basah yang telah difermentasi

3. Penimbangan berat total biji kakao yang telah dicliCi dan ditlriskan

4 Persiapan alat pengering, seperti pengisian bahan bakar pad a tllllgkll

pembakaran dan dihitung beratnya

[image:50.595.102.461.127.342.2]
(51)

Gambar 9. Alat pengering kakao tipe rak zig-zag

6. Penyalaan bahan bakar.

7. Pemasukan biji kakao pada pintu pemasukan pada alat pengering dan

pengeringan dimulai .

8. Pengukuran dan pencatatan suhu setiap satu jam sekali dan kadar air pada

setiap dua jam. Pengukuran dilakukan hingga kadar air bahan yang

diinginkan telah tercapai.

[image:51.597.97.482.83.419.2]
(52)

8iji kakao segar

1

Difermentasi (5 hari)

1

Perendaman dan pencucian

1

Ditiriskan selama 30 menit

1

Penimbanga berat total biji kakao basah yang akan dikeringkan

J.

Persiapan alat pengering

1

Pemasangan sensor pada titik yang akan diamati

セ@

Pemasukan biji kakao yang akan dikeringkan

セ@

Proses pengeringan

セ@

Pengukuran (suhu, kadar air, kecepatan a1iran adara)

l.

Penimbangan biji kakao

1

Analisa parameter ( kadar air dan suhu)

[image:52.605.147.430.91.619.2]
(53)

3. Perlakllall

Perlakuan pada percobaan pengeringan ini adalah ketebalan biji kak,ll)

yang terdiri dari dua level. yaitu ketebalan bahan 30 em dan ketebalan '.0 Cill

Suhu udara pengering diusahakan dipertahankan pada level 70 T selam<l

Penuerinuan t;J =:> berlanusunu t;J

F. PENGAMATAN DAN PENGUKUR<\N

I. Kadar Ai,.

Untuk proses pengeringan dengan menggunakan alat pengering tipe rak

zig-zag yang telah dibuat dengan cara mengeringkan biji kakao hingga kadar

air bahan yang dikeringkan berkisar 6 - 8 % basis basah. Jika kadar air pada

bahan yang ada pada rak telah mencapai kadar air seperti yang telah

ditentukan, maka bahan yang ada pada rak yang bersangkutan dikeluarkan dari

alat pengering dan bahan yang ada pada rak lain yang belum mencapai kadar air

6 - 8 % basis basah tetap diam dan terus dikeringkan Proses pengeringan

dihentikan jika seluruh bahan yang dikeringkan pada rak pengering telah

mencapai kadar air 6 - 8 % basis basah

Dalam menentukan kadar air bahan ini digunakan alat ukur berupa kakao

tester yang memiliki skala pengukuran 0 - 20 %. Kekurangan dari alat ukur ini

yai!u tidak dapat dipakai dalam proses pengukuran kadar air bahan yang masih

basah atau dengan kata lain tidak dapat mengukur kadar air bahan diatas 20 セッ@

(54)

8 %, l11aka bahan pada rak tersebut langsung dikeluarkan dari alat pengering.

jika kadar air pada bahan belul11 l11encapai kadar air seperti vang telail

ditetapkan, maka bahan yang ada pada rak tersebut terus dikeringkan. Gambar

dari kakao tester ini dapat dilihat pada Gambar II dibawah ini

Gambar 11. Kakao tester

Dan untuk mendapatkan kadar aIr bahan vanu

セ@

'"

sesunggu hnya.

pengukuran dilakukan dengan eara metode oven, yaitu setiap sal1lpel yang telah

diambil dalam setiap peride dua jam pada setiap rak, ditimbang berat awalnva

[image:54.602.137.393.302.475.2]
(55)

pada oven pengering adalah 100°C. Gambar dari oven pengeri ng i Jll :'l'jWrll

[image:55.599.165.376.171.352.2] [image:55.599.110.497.509.768.2]

yang tertera pada Gambar 12 di bawah ini.

Gambar 12. Oven pengering

Setelah semua sampel mengalami proses pengeringan dalal1l o\·en selal11Cl

72 jam, maka setiap sal1lpel dikeluarkan dari oven pengering dan didinginkan

didalam desikator selama 15 menit kemudian ditimbang berat akhirnva Kadar

air awal ditentukan dari selisih berat (awal dan akhir), yaitu •

tnl - 1112

(% bb ) x 100 % t)

1111

( % bk ) x 100 %

dimana .

m\ berat awal

(56)

Timbangan dan desikator yang digunakan dalam penentuan kaclar air

bahan seperti yang tertera pada Gambar 13 dan Gambar 14 Perubahan kadilr

air selama pengeringan dilakukan dengan mengambil ben!t contoh pad a rak

atas, rak tengah dan rak bawah selama proses pengeringan berJangsung

Gambar 13. Timbangan digital Gambar 14. Desikator

2. Suhu

Pengukuran suhu udara yang diamati meliputi suhu bola basah dan bola

kering dari lldara lingkungan, suhu udara rak alas, rak tengah, dan rak bawah,

suhu udara didalam cerobong dan suhu udara ruang plenum.

Untllk mempertahankan suhu pengeringan yang konstan di ruang plenum

sesuai yang diinginkan yaitu 70

"c,

maka tial' periode satu jam suhu selalu

dikontrol. Jika suhu di ruang plenum kurang dari suhu yang telah ditentllkan, I

l11aka diadakan penambahan bahan bakar batu bara pad a tungku pembakaran

[image:56.607.81.508.193.466.2]
(57)

Jika slIilu penger11lg p{lda ruang plenulll herlebih clan suhu |Mエャエャセ@ h.'lllil

ditetapkan, maka bahan bakar yang ada pada tungku pClllbakaran dukurangi

atau dikeluarkan sebagian Gambar dari proses pcmbakaran bahan bah-ar halU bara pada tllngkll pembakaran seperti terlihat pada Gambar l'i eli baIVah inl

Gambar 15 TlIngku pembakaran bah an bakar

Untuk proses pengukllran suhu ini, digunakan 1'0 bllah tennometer

alkohol y,mg telah dipasang pada POS1SI mi1smg-l11aSlng scperti yang tclah

ditentukan, yaitu di cerobong atas. di rak paling atas. di rak tengah. di rak

bawah, di ruang plenulll.masing-masing satu buah dan dlla buah dipasang diluar

[image:57.605.137.496.218.417.2]

Gambar

Gambar 20. Grafik hubungan kecepatan pengeringan biji kakao (%bk/jam)
Gambar 1. Penampang melintang buah kakao (Soenaryo dan Situmorang, 1978)
Gambar 2. Bagan alir perlakuan pada buah kakao
Tabel 1. Kalsifikasi mutu biji kakao kering hasil perkebunan di Indonesia a)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Puji syukur kehadlirat Allah SWT penulis panjatkan, yang telah melimpahkan Hidayah, Taufiq dan Inayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang

Dengan ini saya menyatakan bahwa Mahasiswa Program Studi Pendidikan IPS Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang

PENINGKATAN MINAT BELAJAR SISWA MELALUI STRATEGI PEMBELAJARAN ROTATING TRIO EXCHANGE PADA MATAi. PELAJARAN MATEMATIKA SISWA KELAS III SD NEGERI TEGALWATON 01 TAHUN

Pengumpulan data dalam penelitian M.Umar Chapra ini, penulis mengumpulkan buku-buku yang berhubungan dengan M.Umar Chapra yang terdiri dari data primer, yaitu

Hasil uji ANOV A dengan nilai signifikansi 0,006 (debit rendah) dan 0,027 (debit sedang) yang berarti persamaan regresi dapat digunakan ootuk memprediksi konsentrasi merkuri di

Pada penelitian Perbedaan Pengaruh Open Kinetik Chain Dan Close Kinetik Chain Terhadap Peningkatan Kemampuan Fungsional Sendi Lutut Pada Wanita Lanjut Usia menyimpulkan bahwa

The condition is bad for the health and productivity of livestock Preservation of animal feed technology is conducted by a team from Institute of Research and Community

Zalora.com (Versi Internasional) atau Zalora.co.id (Zalora Indonesia). ZALORA, adalah sebuah toko online yang baru-baru ini ikut meramaikan pasar E-commerce di Indonesia. ZALORA