PENINGKATAN KERJASAMA ENERGI JEPANG-RUSIA DI TENGAH SENGKETA KEPULAUAN KURIL
(2011-2013)
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Sosial (S. Sos)
Oleh
Detty Oktavina Kusumaningrum
1110083000018
PROGRAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
▸ Baca selengkapnya: bagaimana reaksi bangsa barat terhadap ekspansi jepang
(2)(3)(4)(5)Abstrak
Skripsi ini menganalisis tentang penyebab terjadinya peningkatan kerjasama energi Jepang- Rusia di tengah isu sengketa Kepulauan Kuril pada tahun 2011-2013. Penelitian skripsi ini fokus terhadap peningkatan jumlah impor sumber daya energi Jepang dalam proyek kerjasama energi dengan Rusia. Penelitian skripsi ini menggunakan metode kualitatif. Metode pencarian data dalam penulisan skripsi ini berdasarkan data primer, yakni berupa wawancara, dan data sekunder berupa kajian pustaka. Penelitian skripsi ini dianalisis berdasarkan beberapa konsep terkait, seperti keamanan energi, kepentingan nasional dan kebijakan luar negeri. Berdasarkan kerangka pemikiran tersebut di atas menunjukkan bahwa peningkatan kerjasama energi Jepang-Rusia didasari oleh faktor internal dan eksternal.
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT atas segala nikmat dan karunia- Nya,
sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi dalam rangka
memenuhi syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Sosial Program Studi
Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Penulisan skripsi ini tidak dapat
selesai dengan baik tanpa adanya bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu
penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada seluruh
pihak yang telah mendukung penulis baik secara moril maupun materi.
Penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada
kedua orang tua, (Soepa’at dan Eko Sulistya Ningsih), dan adik semata
wayang Kharisma Sofie Nadhifah yang sabar mendoakan, mendukung,
dan senantiasa mengingatkan penulis. Terima kasih karena telah menjadi
semangat bagi penulis untuk menuntaskan pendidikan ini. Terima kasih
kepada Om dan Tante (Gatot Suhariawan, Anggraini Retno Susilo dan
Titik Purwinarti) karena telah menjadi orang tua kedua bagi penulis
selama mengenyam pendidikan di Universitas Islam Negeri
Syarifhidayatullah Jakarta.
Terima kasih penulis haturkan Kepada Bapak. Febri Dirhgantara,
M.M selaku pembimbing skripsi, Terima kasih atas bimbingan, motivasi
dan ilmu serta kesabarannya dalam membimbing penulis dalam
menyelesaikan tugas akhir ini. Kepada Bapak Adian Firnas selaku
tahun menjadi pembimbing akademik prodi Hubungan Internasional
2010/A. Selanjutnya, Penulis haturkan terima kasih Kepada Bapak Drs.
Armein Daulay,M.Si atas bimbingan dan konsultasi serta Ilmu yang
diberikan selama proses penulisan skripsi ini.
Terima kasih kepada Ibu Debbie Affianti, M.Si, Kak Mutiara
Pertiwi, Bu Friane Aurora, Kak Wendy Prajuli, Pak Teguh Santosa dan
Pak Kiky Rizky atas bantuan dan konsultasinya selama penulisan ini
berlangsung. Terima kasih Kepada Prof. Dr. Fortuna Anwar, M.A atas
ilmu dan kesediaan waktunya untuk menjadi narasumber dalam penulisan
skripsi ini Juga kepada Bpk. M. Aji Surya, Prof. Dr. Sergey Svastyanov,
Ms. Guzél Senér Terima kasih atas Arahan dan bimbingannya untuk
belajar banyak mengenai Rusia.
Tidak Lupa penulis ucapkan terima kasih kepada Elhumairoh,
Istiqamah, dan Zakiah “the best roomate ever” yang selalu mendukung,
dan mendengarkan penulis. Terimakasih kepada sahabat-sahabat penulis
yang senantiasa menemani dan memberi semangat penulis selama berada
di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Diani,
Peni, Ma’unah, Yuri, Tisa, Rosa, Aulia R., Alva, Rian, Wahyu, Mulyana,
Yoga, Clara, Leny, Mila, dan untuk seluruh teman- teman seperjuangan HI
A 2010 yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, terima kasih atas
kekompakannya.
Terima kasih kepada seluruh anggota Himpunan Mahasiswa
kepada keluarga besar Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII)
Komisariat FISIP. Terima kasih kepada HI 2008/2009 yang membantu
penulis selama proses penelitian skripsi ini dan sharing ilmu, Indra
Ramadhan, Dimas Juniarto, Hudaf Mandaga, Esti afdinda, Andi Dian,
Ardhy Dinata, Andhini Citra, Azahrotul Azizah, fitria Rahmawati. Kepada
anggota seperjuangan, KKN 66 Semut (Putri ,Chika , Ayu, Nur, Tia, Rani,
Lusy, Algi, Adil, Fatin, Rofi, Ridwan, Eko, Khaydar, Muzi). Kepada
anggota White Pearls, Fita, Bu Astri, Lale Abla, Kak Yurni, dan seluruh
pihak yang mendukung penulis selama penelitian skripsi ini berlangsung,
DAFTAR ISI
3. Ekonomi Politik Internasional (International Political Economy)...
4. Kebijakan Luar Negeri (Foreign Policy)... F. Metode Penelitian... G. Sistematika Penulisan...
BAB II. SUMBER DAYA ENERGI JEPANG DAN RUSIA
A. Pengertian Sumber Daya Energi...
A. Sengketa Kepemilikan Kepulauan Kuril antara Jepang- Rusia...
B. Kerjasama Ekonomi dan Energi Jepang- Rusia hingga tahun 2009
1. Kerjasama Ekonomi Jepang- Rusia... 2. Kerjasama Energi Jepang- Rusia...
C. Kerjasama Energi Jepang- Rusia Pada Tahun 2009- 2013...
1. Kerjasama East Siberia-Pacific Ocean Oil Pipeline...
2. Kerjasama Liquified Natural Gas (LNG) Shakalin-II...
BAB IV. ANALISIS PENINGKATAN KERJASAMA ENERGI JEPANG DI TENGAH SENGKETA KEPULAUAN KURIL
A. Kepentingan Jepang- Rusia dalam Sengketa Kepulauan Kuril
1. Klaim Jepang Terhadap Kepulauan Kuril...
2. Klaim Rusia Terhadap Kepulauan Kuril...
B. Faktor Pendorong adanya Peningatan Kerjasama Energi Jepang- Rusia
1. Keamanan Energi Jepang
a. Faktor Internal... b. Faktor Eksternal...
2. Sikap Rusia dalam Peningkatan Kerjasama Energi...
C. Kebijakan Luar Negeri Jepang dalam Peningkatan Kerjasama Energi
dengan Rusia...
BAB V. KESIMPULAN...
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
67 68
72 75
77 82 90
94
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 : Dimensi dan Kategori Energi...
Tabel 3.2 : Kerjasama Energi Uni Soviet- Jepang pada tahun 1970-an ... 29
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.2 : Grafik Produksi dan Konsumsi Energi Jepang (2000-2015)... Gambar 2.3 : Peta Zona Gempa dan Tsunami Jepang (2011)... Gambar 2.4 : Peta Pulau Sakhalin... Gambar 3.1 : Peta Kepulauan Kuril... Gambar 4.2 : Rute Perdagangan di Perairan Asia Tenggara... Gambar 4.3 : Perairan Laut Cina Selatan...
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Transkrip wawancara
Lampiran 2 Laporan diskusi Proyek Sakhalin II antara Gazprom (Rusia) dan
Mitsubishi (Jepang).
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Lingkungan internasional merupakan bentuk hubungan antar negara yang
bersifat dinamis. Hal ini dapat dilihat berdasarkan hubungan luar negeri dan
perilaku negara. Dalam menentukan perilakunya, sebuah negara melihat tujuan
dan kepentingan nasionalnya. Seluruh perilaku yang ditimbulkan dari interaksi
antar negara tersebut merupakan hasil dari pemenuhan kepentingan nasional
sebuah negara, begitu pula dengan hubungan bilateral Jepang dan Rusia.
Hubungan bilateral Jepang-Rusia sering kali dikaitkan dengan sejarah
panjang sengketa kepulauan. Memburuknya hubungan Jepang-Rusia, pada awal
mulanya di dasari oleh perang yang terjadi pada masa kekaisaran. Hal ini
diperparah dengan pecahnya Perang Dunia I dan II, kemudian dilanjutkan dengan
Perang Dingin. Perang tersebut tidak hanya menghasilkan sejarah bagi kedua
negara, namun meninggalkan berbagai sengketa perebutan wilayah antar negara.1
Salah satu dampak dari perang tersebut adalah sengketa Kepulauan Kuril yang
terjadi antar Jepang dan Rusia. Kepulauan tersebut terletak diantara Kamchatka
(bagian selatan) dan Hokkaido (bagian utara).
Usaha kedua negara untuk menyelesaikan sengketa tersebut menempuh
jalan yang cukup panjang. Konflik sengketa tersebut dinyatakan berakhir setelah
1
di putuskannya perjanjian San-Fransisko pada tahun 1951.2 Perjanjian diakhir
Perang Dunia II (PD II) tersebut menyatakan pulau Iturup dan Kunashiri (bagian
dari Kepulauan Kuril) menjadi milik pemerintah Rusia. Konflik kedua negara
berakhir setelah berakhirnya PD II, namun tensi tetap berlangsung dan kedua
negara tetap mempertahankan klaim wilayah masing- masing.
Kepulauan Kuril terdiri dari gugusan pulau Kunashiri, Sikotan, Habomai,
dan Iturup. Sejarah panjang kedua negara tersebut memberi dampak buruk
terhadap hubungan kerjasama kedua negara. Hal ini tidak lepas dari kepentingan
kedua negara terhadap keutuhan Kepulauan Kuril. Baru- baru ini hubungan kedua
negara tersebut kembali hangat, pada bulan November 2010, Presiden Rusia
Dmitri Medvedev mengadakan kunjungan ke salah satu pulau yang menjadi ajang
sengketa yakni pulau Kunashiri.3 Kunjungan presiden Rusia tersebut
mendapatkan protes dari Jepang.4
Di tengah sengketa yang terus berlangsung, sejak tahun 1970-an
Jepang-Rusia telah menjalankan berbagai bentuk kerjasama. Kedua negara tersebut sering
kali dihadapkan dengan beberapa kerjasama, seperti proyek kerjasama energi dan
bantuan luar negeri. Namun demikian kerjasama tersebut tidak mampu bertahan
2
Akhiro Iwashita, The Northern Territories and Russo- Japan Relations- Backdrop of the Territorial Dispute. Sapporo, (Russian Analytical Digest- RAD, no. 132, 2013 ), 3 . Lihat juga, Kuril Islands Dispute between Russia and Japan. BBC News Asia- Pacific tersedia di http://www.bbc.com/news/world-asia-pacific-11664434 diakses pada 27 Juli 2014
3
Jepang dan Rusia Selisih Kepulauan Kuril dan Menvedev ke Pulau Kuril, Jepang Protes. Laporan perkembangan Kawasan Amerika dan Eropa periode Oktber- desember 2010. (Direktorat Jendral Amerika- Eropa (AMEROP) Kementerian Luar Negeri, Desember2010), 84
4
dan berkelanjutan.5 Meskipun demikian, kedua negara merespon adanya
kerjasama dengan baik. Hal ini ditunjukkan dengan ditandatanganinya beberapa
proyek kerjasama antar keduanya.
Pada tahun 2009 perusahaan energi milik pemerintah Jepang dan Rusia
telah menandatangani kerjasama beberapa proyek energi. Pada tahun tersebut
setidaknya terdapat dua kerjasama yang telah ditandatangani oleh Jepang dan
Rusia. Proyek tersebut adalah Pipa Minyak di Siberia Timur (Eastern Siberia-
Pacific Oil Pipeline) dan Proyek Gas Alam Cair di Pulau Sakhalin (Liquified
Natural Gas Sakhalin- II). Dua proyek di atas merupakan proyek gabungan yang
terletak di wilayah Rusia dengan beberapa negara investor, seperti Amerika
Serikat (AS), Jepang, Korea Selatan, Cina, dan India. Pada tahun 2013 misalnya
perusahaan energi Jepang Inpex dan perusahaan milik pemerintah Rusia Rostneft
telah melakukan kerjasama eksplorasi dan pengembangan potensi di ladang
minyak dan gas lepas pantai Rusia yang terletak di Magadan.6
Keterkaitan hubungan antara kedua negara Jepang-Rusia dapat dilihat
berdasarkan jumlah kebutuhan Jepang terhadap energi yang cukup tinggi. Sebagai
salah satu negara industri dengan tteknologi tinggi,7 Jepang tidak mampu
memenuhi konsumsi sumber daya energi domestiknya. Hal tersebut karena Jepang
5
SvetlanaVassiliouk. “Japanese- Russian Energy Cooperation : Problem and Perpectives” (Tokyo, The Institute Energy, Economics of Japan- IEEJ 2008), 2. Tersedia di http://eneken.ieej.or.jp/en/data/pdf/461.pdf diakses pada 28 Februari 2013
6
Changes of Director and other senior Management. Public Relation Group, Corporate Communications Unit, Ashaka. 19 May 2014 tersedia di
http://www.inpex.co.jp/english/news/pdf/2014/e20140519.pdf diakses pada 25 Oktober 2013
7
tidak memiliki sumber daya energi dalam negeri. Oleh sebab itu Jepang menjadi
salah satu negara yang berkebutuhan energi tinggi.8 Sebaliknya, Rusia merupakan
negara penghasil energi dengan jumlah besar di dunia. Selain itu, negara tersebut
juga merupakan pemasok energi terbesar di kawasan Eropa pada tahun 2013.9
Keadaan tersebut di atas akan saling menguntungkan bagi kedua negara,
apabila keduanya menjalin hubungan baik. Hal ini dapat dilihat oleh perusahaan
domestik khususnya perusahaan yang bergerak di bidang energi sebagai peluang
baru. Kerjasama energi antar negara, sudah tentu tidak lepas dari dukungan
pemerintah masing- masing. Dalam sebuah pertemuan dipertengahan bulan Juni
2013, Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe dan Presiden Rusia Vladimir Putin
membicarakan hal terkait kerjasama, diantaranya seperti kerjasama energi dan
upaya penyelesaian sengketa wilayah.10
Kegigihan Jepang dan Rusia untuk mempertahankan gugusan pulau Kuril
tersebut disebabkan karena sumber daya yang tersimpan dalam bumi kepulauan
tersebut cukup menjanjikan. Potensi sumber daya yang tersimpan di Kepulauan
Kuril tersebut mengundang berbagai kepentingan, seperti kepentingan ekonomi
dan kepentingan strategis. Wilayah maritim dan perikanan yang luas, serta
cadangan minyak dan gas bumi yang melimpah menjadi daya tarik kepulauan
8
Russia- U.S. Energy Information Administration (EIA), 2013, 3-4. Tersedia di http://www.eia.gov/countries/analysisbriefs/Russia/russia.pdf diakses pada 20 februari 2014
9
Ibid, 4
10
ini.11 Hal ini sejalan dengan kepentingan Jepang terkait dengan kebutuhan energi.
Kerjasama mungkin akan terjadi, namun persaingan dalam mempertahankan
keutuhan wilayah juga tetap menjadi pilihan penting bagi kedua negara.
Pasca gempa bumi di Fukushima pada tahun 2011, kebutuhan Jepang
terhadap pasokan energi amat tinggi. Musibah gempa dan tsunami yang terjadi
pada tanggal 14 Maret 2011 lalu mendesak Jepang untuk memulihkan hubungan
dengan negara tetangga. Pada tahun yang sama Rusia bersedia membantu untuk
mengatasi krisis energi Jepang. Bantuan diluncurkan Rusia mengingat rusaknya
beberapa reaktor nuklir milik Jepang yang berdampak buruk bagi kelangsungan
infrastruktur negara tersebut. Menurut wakil Perdana Menteri Rusia Igor Sechin,
Jepang telah meminta tambahan pasokan gas yang dikendalikan oleh perusahaan
energi Gazprom milik Rusia.12 Hubungan luar negeri Jepang-Rusia kembali pulih
pasca insiden tersebut.
Berdasarkan uraian di atas, hal tersebut menunjukkan Jepang-Rusia tidak
hanya terlibat dalam masalah sengketa, melainkan keduanya terlibat dalam
beberapa proyek kerjasama. Berbagai kemungkinan dapat terjadi bagi hubungan
kedua negara ini. Dalam penulisan skripsi ini, penulis tertarik melihat adanya
kepentingan dua arah (Jepang-Rusia). Namun penulis akan lebih fokus menggali
kepentingan Jepang terhadap proyek-proyek kerjasama energi dengan Rusia.
Kemudian, penulis akan mencoba menganalisis penyebab Jepang
11
Brad William, resolving the Russo- Japanese Territorial Dispute, Hokkaido- Sakhalin Relations, Routlage, 55.
12
mengesampingkan isu teritori dan menjalankan proyek kerjasama bersama Rusia.
Penelitian ini dibatasi pada kurun waktu dua tahun (2011-2013) dimana perhatian
terpusat pada peningkatan kerjasama energi Jepang dan Rusia. Oleh sebab itu
penulis mengangkat Judul “Peningkatan Kerjasama Energi Jepang-Rusia
dalam Sengketa Kepulauan Kuril (2011-2013)”
B. Pertanyaan Penelitian
Dalam skripsi ini, penulis mengajukan pertanyaan penelitian
sebagai berikut. “Mengapa Jepang-Rusia meningkatkan kerjasama energi,
sementara masih terdapat sengketa diantara keduanya? ”
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan dan manfaat penelitian ini sebagai berikut:
1. Untuk menganalisis penyebab adanya kerjasama antara
Jepang-Rusia di atas sengketa yang masih berlangsung.
2. Untuk mengetahui begaimana perkembangan terakhir
(2009-2013) hubungan bilateral Jepang-Rusia.
3. Untuk mengetahui kepentingan Jepang-Rusia dalam menjalin
kerjasama energi pada tahun 2009- 2013.
1. Secara teoritis dapat menambah ke dalaman dan keleluasaan
ilmu hubungan internasional yang berkaitan dengan kerjasama
energi sebagai alternatif untuk perdamaian di Pasifik Utara.
2. Memperkaya pemahaman mengenai konsep- konsep terkait
seperti kepentingan nasional, kebijakan Luar negeri, dan
keamanan energi.
3. Dapat dikonstruksikan sebagai rujukan untuk mengembangkan
analisis mengenai keamanan energi dan sebagai pertimbangan
dalam pembuatan kebijakan oleh pihak terkait untuk
menciptakan keamanan khususnya di kawasan Pasifik Utara.
D. Tinjauan Pustaka.
Penelitian yang membahas hubungan bilateral Jepang-Rusia terkait
sengketa Kepulauan Kuril telah ditulis oleh Poppy Dwi Suri pada tahun 2004
dengan judul skripsi “Faktor Sengketa Kepulauan dalam Hubungan Ekonomi
Jepang-Rusia, Tahun 1993-2001”, di FISIP Universitas Indonesia, 2004. Poppy
mengajukan pertanyaan penelitian, “Bagaimana faktor sengketa wilayah dapat
mempengaruhi hubungan ekonomi antara Jepang dan Rusia?”.13
Dalam skripsi tersebut, Poppy berusaha menjelaskan kerjasama ekonomi
Jepang-Rusia pasca Perang Dingin pada tahun 1993-2001. Ia berpendapat bahwa
dalam kurun waktu tersebut, perekonomian Rusia tidak stabil akibat Perang
13
Dingin . Kerjasama ekonomi kedua negara pasca Perang Dingin tersebut
dititik-beratkan pada bantuan yang diturunkan Jepang terhadap Rusia. Selain Jepang,
perekonomian Rusia dibantu oleh negara-negara anggota G8. Namun demikian,
bantuan yang diluncurkan oleh Jepang tersebut bukan tanpa syarat. Pada tahun
1990 Jepang mengalokasikan hampir 700 dolar AS untuk proyek pipa gas. Hal ini
merupakan bentuk investasi Jepang di Rusia, mengingat kebutuhan pasokan
energi minyak sebagai sumber bahan bakar industri di Jepang cukup besar.
Selanjutnya, pada tahun 1996 diadakan kontrak kerjasama untuk
membangun sumber minyak dan gas alam di lepas pantai pulau Shakalin. Selain
bantuan dan kerjasama pada bidang ekonomi dan pendidikan, Jepang juga
menanamkan investasi di berbagai sektor di Rusia, salah satunya pada bidang
otomotif. Selanjutkan Poppy menyatakan bahwa tidak hanya syarat dan bantuan
Jepang yang diulas, akan tetapi kepentingan Jepang terkait dengan kebutuhan
energi dan sengketa pemilikan kepulauan juga menjadi fokus pembahasan sebagai
ajang sengketa, yang di nilai menjadi penghambat hubungan luar negeri bagi
kedua negara tersebut.
Penelitian kedua, berupa skripsi yang ditulis Fitria Rahmawati tahun 2013,
dengan judul skripsi “Kerjasama Antara Rusia dan Jepang dalam Menangani
Sengketa Kepulauan Kuril Selatan Periode 2003-2011”, Program Studi Hubungan
Internasional FISIP UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Pertanyaan yang diajukan
Fitria dalam skripsi tersebut yaitu “Bagaimana upaya yang dilakukan oleh
kepulauan Kuril Selatan tahun 2003- 2011?”.14 Dalam skripsi ini dijelaskan
hubungan tarik- menarik kepentingan di antara dua negara, dengan menganalisa
kerjasama yang dilakukan Rusia dan Jepang dalam menangani status sengketa
kepemilikan Kepulauan Kuril Selatan.
Fitria menekankan terhadap upaya-upaya diplomasi kedua negara sebagai
solusi dalam menyelesaikan sengketa, tanpa mengurangi porsi kepentingan
nasional masing-masing negara. Ia secara komprehensif menjelaskan masalah dan
sengketa dalam hubungan bilateral Jepang-Rusia. Terdapat persamaan dari hasil
skripsi tersebut di atas dengan penelitian yang dilakukan penulis, yakni masing-
masing melihat penyebab retaknya hubungan bilateral antara Jepang dan Rusia.
Letak perbedaan antara dua skripsi di atas dengan penulisan skripsi ini
antara lain; pertama, berupa periode waktu yang menjelaskan keadaan ekonomi
Rusia pasca Perang Dingin yang tidak stabil padahal Rusia yang saat ini mulai
menjadi raksasa di kawasan Asia Pasifik. Kemudian, dengan perbedaan periode
waktu tersebut penelitian ini akan menjelaskan kebijakan seperti apa yang di
keluarkan oleh Jepang terhadap Rusia terkait kerjasama tersebut. Perbedaan
periode waktu memberikan perubahaan dalam kebijakan suatu negara, dalam hal
ini Jepang sebagai negara pemberi bantuan pada tahun 1990-an terhadap Rusia,
akan mengalami pergeseran kebijakan pada tahun 2013.
14
Kedua, skripsi yang ditulis oleh Poppy dan Fitria ini menganalisis
hubungan bilateral Jepang-Rusia secara menyeluruh, baik dari aspek ekonomi,
sosial, pendidikan, energi, dan pemerintahan, dengan fokus terhadap penyelesaian
sengketa. Sedangkan penelitian ini lebih fokus kepada kepentingan Jepang
terhadap kerjasama khususnya di bidang energi gas alam dan minyak bumi serta
penyebab meningkatnya impor sumber daya energi Jepang.
Sementara itu, kerangka teori yang digunakan oleh Poppy, yakni beberapa
konsep dalam hubungan internasional seperti; kepentingan nasional, diplomasi,
dan kerjasama yang di kemukakan oleh Donald Nuechterlain, Hans Morghentau,
Jeffrey Legro dan Suprapto. Sedangkan Fitria, hanya menggunakan dua kosep
untuk membuat kerangka teori, yakni kebijakan luar negeri dan kepentingan
nasional.
Penulis menggunakan kerangka pemikiran dengan mengambil beberapa
konsep yang sama dengan dua skripsi sebelumnya, seperti foreign policy
(kebijakan luar negeri), dan national interest (kepentingan nasional). Selain itu,
penulis menambahkan konsep energy security (keamanan energi) sebagai upaya
untuk melihat bagaimana kepentingan Jepang dalam memeperoleh kebutuhan
sumber daya energinya.
Tulisan lain, berupa jurnal yang diterbitkan oleh Australian Defence
College pada tahun 2010 no.190 yang ditulis oleh Linda Mc Cann, dengan judul
penelitian “Japan’s Energy Security Challenges: The World is Watching”. Dalam
pasca gempa bumi pada tanggal 11 Maret 2011. Hal ini berdampak terhadap
rusaknya tiga reaktor pembangkit listrik tenaga nuklir di Fukushima. Keadaan
tersebut menunjukkan bahwa Jepang merupakan negara yang rentan terhadap
gempa bumi, apalagi dilihat dari segi keamanan energi bila dibandingkan
keberadaannya diantara negara-negara OECD (Organization for Economic
Cooperation and Development).15
Selanjutnya, Linda Mc Cann menjelaskan bagaimana ketergantungan
Jepang terhadap negara-negara pengekspor energi, seperti misalnya berasal dari
Timur-Tengah. Jurnal ini menarik, karena selain membahas mengenai krisis
energi yang dialami Jepang, juga mengaitkan hubungan bilateralnya dengan Rusia
tersebut dengan membina potensi kerjasama energi antara kedua negara.
Sementara itu, hubungan bilateral Jepang-Rusia tidak lepas dari perkembangan
sengketa wilayah Kepulauan Kuril dan juga hubungan yang berkaitan dengan
kepentingan energi masing- masing negara.
Keterkaitan tulisan dalam jurnal di atas dengan penelitian ini terletak pada
upaya kerjasama yang akan dilakukan Jepang-Rusia dalam bidang energi, seperti
realisasi Proyek Liquified natural Gas (LNG) di Vladivostok dan partisipasi
perusahaan Jepang dalam tiga Proyek di Shakalin. Selain itu, dalam jurnal
tersebut dijelaskan pula kebutuhan Jepang terkait konsumsi energi dengan
menggunakan kerangka kamanan energi. Dalam analisisnya, Linda menjelaskan
15
bagaimana kebutuhan energi Jepang amat tinggi. Selanjutnya, Linda menjelaskan
prosentase kerjasama, hingga tahun 2010.
Jurnal kedua adalah Jurnal yang ditulis oleh Svetlana Vassiliouk dengan
Judul Japanese-Russian Energy Cooperation: Problem and Perspectives yang di
terbitkan oleh The Institute of Energy Economics, Jepang.16 Dalam jurnal tersebut
Vassiliouk menjelaskan mengenai hubungan tarik-menarik antara Jepang-Rusia.
Dalam Jurnal tersebut menjelaskan kerjasama energi Jepang pasca perang dunia II
yang terhambat dengan sengketa pulau yang sedang mereka hadapi. Terdapat
banyak kepentingan yang terjadi dalam hubungan bilateral Jepang dan Rusia
pasca perang dunia II. Tidak hanya kepentingan atas pulau sengketa, namun juga
kepentingan negara lain terhadap Jepang-Rusia, seperti AS.
Hal ini diperparah dengan pecahnya perang dingin, dimana kedua negara
(Jepang-Rusia) berada dalam kubu yang berseberangan ideologi. Hal ini yang
menyebabkan hubungan Jepang-Rusia kembali memburuk. Kerjasama yang telah
diselenggarakan oleh kedua negara tersebut, selain sebagai bentuk pemenuhan
kebutuhan energi, juga digunakan sebagai bentuk kepercayaan kedua negara
dalam menjalin hubungan atau mitra kerjasama. Oleh sebab itu pacahnya Perang
dingin menyababkan hubungan kedua negara kembali merenggang.
Perbedaan jurnal yang ditulis oleh Vassilliouk dengan penulisan skripsi ini
adalah Vassiliouk melihat berbagai hambatan yang menyebabkan renggangnya
16
hubungan bilateral Jepang-Rusia. Juga dijelaskan dalam Jurnal tersebut, bahwa
hubungan Jepang-Rusia akan terus-menerus terhambat dengan isu sengketa
Kepulauan Kuril yang hingga saat ini belum menemukan titik temu. Sedangkan
dalam skripsi ini, penulis membahas peningkatan kerjasama energi Jepang-Rusia
dan melihat adanya potensi baik dari hubungan kerjasama tersebut di masa depan.
kepentingan dua arah menyebabkan peningkatan kerjasama energi dua negara
tersebut ada, sehingga sangat mungkin terjadi kerjasama dan semakin meningkat.
E. Kerangka Pemikiran
Untuk menjelaskan pembahasan skripsi, penulis menggunakan beberapa konsep
terkait untuk mengembangkan analisis penelitian ini. Konsep yang tergabung
dalam kerangka pemikiran berikut ini ialah kepentingan nasional (national
interest), keamanan energi (energy security), Ekonomi Politik Internasional
(International Political Economy) dan kebijakan luar negeri (foreign policy).
1. Kepentingan Nasional (National Interest)
Konsep pertama yang digunakan dalam penelitian ini adalah kepentingan
nasional. Kepentingan nasional merupakan tujuan mendasar dan faktor penentu
yang membantu para pembuat keputusan dalam merumuskan kebijakan luar
negeri. Kepentingan nasional merupakan konsep yang sangat umum, namun juga
merupakan unsur vital bagi sebuah negara.17 Unsur tersebut menyangkut
kelangsungan hidup bangsa, negara, kemerdekaan, keutuhan wilayah, keamanan
17
dan kesejahteraan ekonomi.18 Menurut Joseph Fankel, Kepentingan nasional
adalah deskripsi paling komprehensif dari nilai- nilai kompleks kebijakan luar
negeri, yang dapat mengatur tujuan kebijakan luar negeri dan perilaku
internasional pada umumnya19.
Lebih lanjut Frankel mengklasifikasikan kepentingan nasional ke dalam
tiga kategori yaitu; Aspirational, Operational, dan explanatori/ polemical. Pada
tingkat aspirasi (Aspirational), kepentingan nasional mengacu pada visi
kehidupan yang baik, dengan tujuan yang ideal yang akan dicapai oleh sebuah
negara apabila mungkin untuk dicapai. Kepentingan aspirasional adalah
kepentingan jangka panjang yang tertanam dalam sejarah dan ideologi. Pada
tingkat operasional (operational), kepentingan nasional mengacu pada jumlah
total kepentingan dan tujuan yang sebenarnya dikejar.20 Berbanding terbalik
dengan aspirasional, kepentingan operasional adalah kepentingan jangka pendek
yang merupakan perhatian utama dari pemerintah dan/ atau pihak yang
berkuasa.21 Sedangkan pada tingkat eksplanatori dan polemik
(explanatory/pholemical) kepentingan nasional digunakan untuk menjelaskan,
mengevaluasi, merasionalisasikan dan mengkeritik kebijakan.22
Secara keseluruhan Frankel menjelaskan, kepentingan nasional adalah
konsep kunci dari kebijakan luar negeri suatu negara dan kepentingan nasional
18
Anak Agung Banyu Perwita dan Yanyang Mohammad Yani. Pengantar Huungan Internasional, Bandung, 2006, 35
19
Joseph Frankel, The National Interest, Pall Mall, London, 1970, 26-27.
20
yang diartikan sebagai aspirasi dari sebuah negara yang dapat digunakan secara
operasionaal pada suatu kebijakan operasional tertentu. Secara konseptual
kepentingan nasional adalah nilai- nilai dasar yang terpelihara dan di perthankan
oleh suatu negara untuk mencapai tujuannya.23
Selain itu, kepentingan nasional juga dapat dijelaskan sebagai tujuan
fundamental dan faktor penentu akhir yang mengarahkan pada pembuatan
keputuasan dari suatu negara dalam merumuskan kebijakan luar negerinya.24
Sementara itu, menurut Paul Seabury dalam buku yang ditulis oleh K.J Holsti,
kepentingan nasional berkaitan dengan beberapa kumpulan cita- cita suatu bangsa
yang berusaha dicapai melalui hubungan dengan negara lain. Dengan kata lain
gejala tersebut merupakan unsur normatif dalam kepentingan nasional. Pengertian
yang sama pentingnya yakni secara deskriptif hanya dianggap sebagai sesuatu
yang harus di capai negara secara tetap melalui kepemimpinan pemerintah.25
Sama halnya dengan pendapat Frankel terkait kategori diatas, K.J holsti
membagi unsur kepentingan nasional ke dalam tiga kategori. Pertama, adalah
kepentingan inti yang melibatkan setiap eksistensi pemerintah dan bangsa yang
harus dilindungi dan diperluas. Kedua, tujuan jangka menengah yang biasanya
memaksakan tuntutan pada negara lain. Ketiga, yakni tujuan jangka panjang yang
bersifat universal dan jarang memiliki batasan waktu yang pasti.
23
Rear Admiral Simon Williams, The Role of the national Interest in the National Security Debate, 2012, 28
24
Jack C Plano dan Roy Olton. Kamus Hubungan Internasional, 11.
25
Kepentingan nasional yang bersifat luas dan bercabang tersebut
menyebabkan kepentingan nasional sebuah negara terlihat dinamis. untuk
menentukan kebijakannya, sebuah negara harus mampu menentukan kepentingan
nasionalnya. Kepentingan nasional yang bersifat piroritas ataupun vital. Dalam
hal ini keutuhan sebuah wilayah bagi sebagian negara adalah harga mati, negara
tidak akan dengan mudah melepaskan klaim atas wilayah tersebut, begitu pula
Jepang dan Rusia. Namun demikian dalam menentukan kepentingan nasional
yang bersifat luas dan komprehensif, selain melihat unsur dalam negeri,
kepentingan nasional juga harus melihat usur yang datang dari lingkungan
internasional.
Tulisan terakhir adalah jurnal yang di tulis oleh Svetlana Vassiliouk
dengan Judul Japanese-Russian Energy Cooperation: Problem and Perspectives
yang di terbitkan oleh The Institute of Energy Economics, Jepang pada tahun
2008. Dalam jurnal tersebut Vassiliouk menjelaskan mengenai hubungan
tarik-menarik antara Jepang-Rusia. Dalam Jurnal tersebut menjelaskan kerjasama
energi Jepang pasca Perang Dunia II yang terhambat dengan sengketa kepulauan
yang sedang mereka hadapi. Terdapat banyak kepentingan yang terjadi dalam
hubungan bilateral Jepang dan Rusia pasca Perang Dunia II. Tidak hanya
kepentingan atas pulau sengketa, namun juga kepentingan negara lain terhadap
Jepang-Rusia, seperti AS. Hal ini diperparah dengan pecahnya Perang Dingin ,
dimana keduanya (Jepang-Rusia) berada dalam kubu yang berseberangan
sebagai bentuk pemenuhan kebutuhan energi, juga digunakan sebagai bentuk
kepercayaan kedua negara dalam menjalin hubungan atau mitra kerjasama.
Perbedaan penulisan ini dengan skripsi yang sedang penulis teliti adalah
dalam jurnal tersebut Vassilliouk melihat hingga tahun 2007 hubungan
Jepang-Rusia yang tidak menentu, kerjasama energi yang dijalankan tidak membuahkan
hasil signifikan terhadap hubungan bilateral kedua negara terkait sengketa
kepulauan. Dalam Jurnal tersebut Vassilliouk tidak hanya melihat kebutuhan
energi, namun juga melihat faktor kepentingan lain yang berasal dari luar, hal ini
yang digunakan sebagai penghambat bagi hubungan bilateral kedua negara.
Sedangka skripsi yang saya teliti fokus terhadap kepentingan energi Jepang,
dengan melihat penyebab peningkatan kerjasama energi pada tahun 2011-2013.
Skripsi ini melihat peningkatan kerjasama dari dua arah (Jepang-Rusia).
2. Keamanan Energi (Energy Security)
Terdapat beberapa definisi dalam menjelaskan keamanan energi. Definisi
keamanan energi menurut Internasional Energy Agencies (IEA) ialah
“The uninterrupted availability of energy sources at an affordable price” 26 (ketersediaan yang terus menerus dari sumber energi dengan harga yang terjangkau). (terjemahan oleh penulis)
Pengertian tersebut menjelaskan bahwa keamanan energi melindungi
berbagai masalah seperti, kemanan prasarana, harga barang, ketersediaan keaneka
ragaman, resiko dari terorisme dan perang, keamanan pendapatan, keamanan
ketersediaan, akses untuk mendapatkan cadangan baru, dan energi sebagai
26
senjata.27 Definisi keamanan energi menurut IEA tidak jauh berbeda dengan
konsep keamanan energi menurut United Nation Development Program (UNDP)
yakni,
“The availability of energy at all times in various forms, in sufficient quantity and at affordable prices”.28 (Yang dipahami sebagai ketersediaaan pasokan energi dalam kuantitas yang cukup dengan harga yang dapat dijangkau). (terjemahan oleh penulis)
Definisi keamanan energi menurut Institute of Energy Economics Japan
(IEEJ) lebih komprehensif, secara spesifik menjelaskan keamanan suplai tidak
hanya demi memenuhi kebutuhan manusia, juga penting bagi ekonomi dan
industri, sebaga berikut;
“To secure adequate energy at reasonable price necessary for the people’s lives, and economic and industrial activities of the country”.29 (Jaminan untuk mencukupi energi, dengan harga yang sesuai dengan kebutuhan hidup manusia, ekonomi dan aktivitas industri dari sebuah negara) (terjemahan oleh penulis).
Sedangkan menurut Jonathan Elkind dalam kebijakan dan Energi
Internasional di US Department of Energy,30 menyebutkan bahwa keamanan
energi mengandung empat elemen, antara lain:
1. Ketersediaan (Availability)
27
Whats is Energy Security?. International Agency (IEA), 8.
28Definisi tersebut dijelaskan oleh UNDP tentang keamanan energi “
the availability of energy at all times in various forms, in sufficient quantity and at affordable prices“. Lebih lanjut lihat dalam United Nations Development Prgram, World energy Assesment, New york 2000. Dikutipdalam Makmur Keliat, “Kebijakan Keamanan Energi” (Global vol 8, 2006), 60.
29
Japanese- Russian Energy Cooperation: Problem and Perspectives. (Istitute of Energy,
Economic Japan (IEEJ), tokyo, november 2008). Tersedia di;
http://eneken.ieej.or.jp/en/data/pdf/461.pdf diakses pada 20 Februari 2014
30
Elemen ini mengacu pada kemampuan produsen dan pengguna untuk
mengamankan energi yang diperlukan dan komponen penduduknya seperti solusi
teknis pada produksi, transportasi, konversi, penyimpanan dan distribusi.
2. Keandalan (Reliability)
Elemen ini mengacu pada pelayanan energi yang bebas dari gangguan,
dengan kriteria yang saling terkait, termasuk:
a. Keanekaragaman sumber suplai (keanekaragaman bahan bakar dan
tteknologinya).
b. Keanekaragaman rantai suplai.
c. Kemampuan mengatasi kendala dan kegagalan.
d. Menurunkan kebutuhan energi agar mengurangi beban dari infrastruktur.
e. Penanganan pada kasus terjadinya kegagalan.
f. Menyebarkan informasi ke pasar setiap waktu.
3. Keterjangkauan (Affordability)
Hal ini tidak hanya terkait dengan harga yang murah, tetapi juga harga
yang stabil dan tidak mudah berubah.
4. Keberlanjutan (Sustainability)
Elemen terakhir mengacu pada meminimalkan kerusakan di bidang sosial,
ekonomi, dan lingkungan lewat tersedianya infrastruktur energi yang ramah dan
tahan lama. Beberapa komponen lain yang perlu diperhitugkan seperti emisi gas
rumah kaca harus rendah dan mampu memproteksi sistem energi.31
Berdasarkan bagian Kebijakan dan Energi Internasional pada US
Department of Energy, Elkind menyebutkan bahwa keamanan energi
31
mengandung empat elemen, yaitu: ketersediaan (availability), keandalan
(reliability), keterjangkauan (affordability), dan keberlanjutan (sustainability).32
a. Ketersediaan mengacu pada kemampuan konsumer dan pengguna untuk
mengamankan energi yang diperlukannya. Komponen pendukungnya adalah
solusi teknis pada produksi, transportasi, konversi, penyimpanan, dan
distribusi.
b. Keandalan, mengacu pada pelayanan energi yang bebas dari gangguan,
dengan kriteria yang saling terkait, termasuk:
Keanekaragaman sumber suplai (keanekaragaman bahan bakar dan
teknologinya).
Keanekaragaman rantai suplai.
Kekenyalan atau kemampuan mengatasi kejutan dan kegagalan.
Menurunkan kebutuhan energi agar mengurangi beban dari
infrastruktur.
Redundansi pada kasus terjadinya kegagalan.
Menyebarkan informasi ke pasar setiap waktu.
c. Keterjangkauan, melibatkan tidak hanya harga yang murah – relatif
terhadap penghasilan – tetapi juga harga yang stabil dan tidak mudah
berubah.
d. Keberlanjutan, mengacu pada meminimalkan kerusakan di bidang sosial,
ekonomi, dan lingkungan lewat tersedianya infrastruktur energi yang awet
dan berumur panjang.
32Elkind Jonathan, “
Kerentanan Jepang untuk memenuhi kebutuhan energi domestiknya telah
dimulai sejak tahun 1970-an. Sebagai upaya untuk mencapai kepentingannya,
Jepang dihadapkan dengan beberapa tantangan besar dalam beberapa dekade
terakhir, yang terus meningkat dan harus berhadapan dengan krisis minyak dunia
pada awal tahun 1970.33
Kemudian adanya politik perubahan iklim dunia yang mulai disuarakan pada
tahun 1990-an, mengharuskan Jepang turut andil. Dilanjutkan dengan terjadi
Gempa yang diikuti oleh tsunami pada tahun 2011. Ini penting, dalam berbagai
situasi Jepang harus memperhatikan pasokan dan keamanan energi. oleh karena
itu keamanan energi akan mempengaruhi kebijakan luar negeri Jepang, khususnya
pasca gempa bumi dan tsunami pada tahun 2011 lalu.
3. Ekonomi Politik Internasional (International Political Economy)
Pendapat atau maksud dalam studi ekonomi politik internasional adalah
bahwa hubungan antara ekonomi dan politik pada masa modern saat ini adalah
suatu hubungan timbal balik.34 Sebagian besar politik menentukan kerangka kerja
atas aktivitas ekonomi dan secara lebih lanjut mengarah pada
kepentingan-kepentingan kelompok.35 Perhatian pada kekuasaan dalam berbagai bentuk
merupakan faktor penentu dari sifat dasar sistem ekonomi. Disisi lain, sistem
ekonomi itu sendiri, cenderung membagi-bagi lagi antara kekuasaan dan
kekayaan. Hal ini dapat merubah hubugan kekuasaan antar grup atau kelompok,
33
Nurul Isnaeni. Jepang dan Isu Keaman Energi.(Global vol 8 no.2. 2006), 72.
34
Karen A. Mingst, Jack L. Snyder. Essential Readings in World Politics-The Meaning of Political Economy. W.W Norton and Company. New York, 2004, 404
35
yang pada gilirannya akan memimpin perubahan dari sistem politik.36 Dengan
demikian akan memberi peningkatan terhadap struktur baru dalam hubungan
ekonomi. Hal tersebut merupakan bagian dari dinamika hubunga internasional di
dunia modern, yang sebagian besar merupakan fungsi dari interaksi hubungan
timbal-balik antara ekonomi dan politik.37
Hubungan timbal-balik antara ekonomi dan politik dewasa ini semakin
kompleks, sebagian besar negara menjadikan kepentingan ekonomi menjadi
kepanjangan tangan dari kepentingan politik, begitu pula sebaliknya. Dalam hal
ini hubungan bilateral Jepang-Rusia merupakan salah satu bentuk interaksi atau
hubungan timbal balik antara politik dan ekonomi. Meskipun tidak secara
mendalam, namun konsep IPE (International Political Economy) akan melihat
bagaimana kebutuhan ekonomi dalam hubungan internasional yang semakin
interdependen akan berpengaruh terhadap keputusan politik suatu negara.
4. Kebijakan Luar Negeri (Foreign Policy)
Konsep kedua adalah kebijakan luar negeri (foreign policy). Kebijakan
luar negeri merupakan strategi atau rencana tindakan yang dibuat oleh para
pembuat keputusan negara dalam menghadapi negara lain atau unit politik
internasional lainnya. Hal ini dikendalikan untuk mencapai tujuan nasional secara
spesifik yang dituangkan dalam terminologi kepentingan nasional.38 Sedangkan
36
Ibid, 404.
37
Carent Mingst. World Politics.
38
menurut Rosenau,39 pengertian kebijakan luar negeri yakni upaya suatu negara
melalui keseluruhan sikap dan aktivitas untuk mengatasi dan memperoleh
keuntungan dari lingkungan eksternalnya hal tersebut untuk memelihara dan
mempertahankan kelangsungan hidup suatu Negara.
Kedua pengertian yang di ungkapkan Rosenau tersebut memberikan
pemahaman bahwa adanya keterkaitan antara kepentingan nasional dengan
kebijakan luar negeri. Konsep ini akan menjelaskan bagaimana kebijakan luar
negeri terkait sumber daya energi Jepang pasca gempa bumi dan tsunami terhadap
Rusia dalam upaya memenuhi kepentingan nasionalnya. Dalam pembuatan
kebijakan luar negeri Jepang, penulis mengutip pendapat Rosenau terhadap
adanya faktor internal dan eksternal. Faktor internal di pengaruhi oleh
perkembangan ekonomi (economic development). sedangkan faktor eksternal atau
internasional dipengaruhi oleh size dan geography.40
F. Metode Penelitian:
Metode merupakan prosedur yang digunakan dalam mendeskripsikan dan
menjelaskan fenomena.41 Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode
kualitatif, yakni suatu proses penelitian dan pemahaman yang berdasarkan pada
fenomena sosial dan masalah manusia.42 Secara umum, penelitian kualitatif
berawal dari asumsi individu yang memiliki peran aktif mengkonstruksikan
Review of International Studies. Vol. 9 no. 2 April 1983.
41 Mochtar Mas’oed.
Ilmu Hubungan Internasional: Disiplin dan Metodologi. (Jakarta, LP3ES. 1994),3.
42
realitas sosial dan kemudian metode penelitian mampu menganalisa proses
konstruksi sosial tersebut.43
Dalam penelitian ini, penulis berupaya menjawab pertanyaan penelitian
yang menggambarkan dan menganalisa secara sistematis berdasarkan fakta yang
di peroleh selama melakukan penelitian. Penulis bermaksud untuk menganalisis
penyebab dari peningkatan kerjasama energi Jepang-Rusia. Penelitian ini
berkaitan dengan kebutuhan Jepang terhadap sumber daya energi ditengah adanya
sengketa Kepulauan Kuril yang terjadi diantara kedua negara (Jepang-Rusia).
Metode yang digunakan untuk menganalisa adalah deskriptif analitis, yaitu
kegiatan penelitian dalam hubungan internasional dengan melihat permasalahan
yang ada melalui pengumpulan data kemudian melakukan analisis dengan
mengaitkan data dengan teori dalam hubungan internasional.44
Penulis juga menggunakan data sekunder yakni berupa wawancara dan
pengumpulan data melalui literatur berupa buku- buku, jurnal ilmiah, media masa
(surat kabar, majalah ilmiah), dan situs- situs Internet. Dengan data yang telah di
peroleh melalui sumber tersebut, penulis dapat melengkapi pembahasan ini
dengan lebih baik. Kemudian data tersebut akan diklasifikasikan sesuai dengan
bagian- bagiannya, yakni dengan menempatkan data pada kategori masing-masing
yang berhubungan dengan kebutuhan energi Jepang dan peningkatan kerjasama
energi Jepang-Rusia. Hal ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar
43
Claire Howell Major dan Savin Baden M. An Introduction to Qualitative Research Synthesis; Managing the Information explosion in social Science Research. (New York, 2010), 11
44Mochtar Mas’oed Mochtar Mas’oed.
kepentingan Jepang dalam Proyek kerjasama energi bersama Rusia. Pada bagian
terakhir penulis akan menganalisa berdasarkan kerangka konseptual sehingga data
yang diperoleh dapat dipertanggung jawabkan dan dapat digunakan untuk
penelitian dalam merumuskan jawaban dari pertanyaan penelitian.
G. Sistematika Penulisan
Sistem penulisan dalam penelitian ini adalah
BAB I. PENDAHULUAN
A. Pernyataan Masalah
B. Pertanyaan Penelitian
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
D. Tinjauan Pustaka
E. Kerangka Pemikiran
F. Metode Penelitian
G. Sistematika Penulisan
BAB II. SUMBER DAYA ENERGI JEPANG DAN RUSIA
A. Pengertian Sumber Daya Energi
B. Sumber Daya Energi Jepang
1. Kebutuhan Sumber Daya Energi Jepang
2. Kelangkaan Sumber Daya Energi Jepang
C. Sumber Daya Energi Rusia
1. Potensi Sumber Daya Energi Rusia
2. Sumber Daya Energi Pulau Sakhalin
BAB III. DINAMIKA HUBUNGAN JEPANG-RUSIA
A. Sengketa Kepemilikan Kepulauan Kuril antara
Jepang-Rusia
B. Kerjasama Ekonomi dan Energi Jepang-Rusia hingga
tahun 2009
1. Kerjasama Ekonomi Jepang-Rusia
2. Kerjasama Energi Jepang-Rusia
C. Kerjasama Energi Jepang-Rusia Pada Tahun 2009- 2013
1. Kerjasama East Siberia-Pacific Ocean Oil Pipeline
2. Kerjasama Liquified Natural Gas (LNG) Shakalin-II
BAB IV. ANALISIS PENINGKATAN KERJASAMA ENERGI JEPANG DALAM SENGKETA KEPULAUAN KURIL
A. Kepentingan Jepang-Rusia dalam Sengketa Kepulauan
Kuril.
1. Klaim Jepang Terhadap Kepulauan Kuril
2. Klaim Rusia Terhadap Kepulauan Kuril.
B. Faktor Pendorong adanya Peningatan Kerjasama Energi
Jepang-Rusia.
1. Keamanan Energi Jepang
a. Faktor Internal
b. Faktor Eksternal
C. Kebijakan Luar Negeri Jepang dalam Peningkatan
Kerjasama Energi dengan Rusia.
BAB II. SUMBER DAYA ENERGI JEPANG DAN RUSIA
Pada bab ini penulis menguraikan keadaan sumber daya energi Jepang dan
Rusia yang terbagi ke dalam dua sub-bab. Pertama, menerangkan tentang
pengertian sumber daya energi, menjelaskan mengenai tingginya kebutuhan
energi Jepang yang diakibatkan kelangkaan sumber daya energi domestik. Kedua,
menguraikan tentang sumber daya energi Rusia, dan kebijakan ekspor energi
Rusia terhadap negara-negara destinasi, khususnya ke Jepang.
A. Pengertian Sumber Daya Energi
Energi berasal dari bahasa Yunani energia yang berarti daya, kerja atau
tenaga. Energi dalam disiplin ilmu alam dapat didefinisikan sebagai tenaga
mekanik yang terakumulasi. Sebagian dari tenaga tersebut dapat digunakan untuk
menghasilkan suatu akibat baik itu dalam pengertian gerak atau kerja.45 Oleh
karena itu, secara umum energi dapat didefinisikan sebagai kapasitas untuk
melakukan pekerjaan atau menghasilkan akibat atau dampak.46
Tabel di bawah ini menguraikan bahwa energi pada dasarnya mengandung
empat dimensi. Empat dimensi tersebut antara lain:
1. Berdasarkan siklus penggunaannya energi dapat di bagi menjadi dua,
yakni energi yang tidak dapat di perbaharui (non-renewable energy) dan
45
Makmur Keliat, Kebijakan Keamanan Energi. (Global-Jurnal Politik Internasional, 2006 Vol. 8 No. 2), 34.
46
Definisi yang di jelaskan oleh Salisburry yang menyatakan “Energy is the caacity for
energi yang dapat di perbaharui (renewable energy).47 Energi yang tidak
dapat di perbaharui seperti bahan bakar minyak, gas dan batu bara. Bahan
bakar tersebut sering juga disebut sebagai fossil fuels. Sedangkan contoh
energi yang dapat diperbaharui misalnya, energi yang berasal dari sinar
matahari (solar energy) dan nuklir (nuclear energy), dan panas bumi
(Geothermal).48
Tabel 2.1. Dimensi dan Kategori Energi.
Dimensi Kategori Implikasi
Siklus Penggunaan Energi yang dapat
diperbaharui
Mata Rantai Energi Primer Adanya kebutuhan dana
yang sangat besar untuk melakukan investasi energy
Energi Sekunder Eergi akhir
Dampak Lingkungan Kurang ramah dengan lingkungan
Sumber: Makmur Keliat, Kebijakan Keamanan Energi. Global-Jurnal Poliik Internasional Vol. 8 No. 2 h. 35. 2006
47
Purnomo Yusgiantoro. Ekonomi Energi Teori dan Praktik. (Pustaka LP3ES Indonesia, 2000),5.
48
Perbedaan ini menjadi penting karena terdapat dua pertimbangan.
Pertama, mengandung pengertian bahwa terdapat batas, antara
ketersediaan dan waktu. Berdasarkan energi yang tidak dapat diperbaharui
tersebut, maka melahirkan kebutuhan efisiensi dalam penggunaan energi
dan sekaligus konserfasinya. Kedua, terkait dengan kebutuhan untuk
melakukan diversifikasi penggunaan energy.49 Dikenal dengan istilah
enegry mix, yakni suatu negara sebaiknya tidak hanya mengandalkan satu
sumber energi yang tersedia, namun harus menganekararagamkan sumber-
sumber energi yang dibutuhkan.
2. Terkait dengan dimensi penggunaan teknologi pengolahannya.
Berdasarkan sudut pandang ini, energi dapat dibagi menjadi dua kategori
yaitu energi tradisional (traditional energy) dan energi modern (modern
energy, contoh untuk energi modern adalah listrik, fossil fuels (bahan
bakar) dan seluruh energi yang dapat di perbaharui. Sedangkan contoh
energi tradisional adalah penggunaan kayu bakar dan biomass.
3. Bila dilihat dari sudut pandang dimensi mata rantai, energi dapat
dikategorikan sebagai energi primer (primary energy), energi sekunder
(secondary energy), dan energi akhir (final energy).50 Keterkaitan antara
energi primer, sekunder dan akhir dikenal dengan istilah mata rantai energi
(energy chain). Rantai ini berawal aktivitas eksplorasi hingga ekstraksi
yang disebut sebagai energi primer. Kemudian aktivitas pemrosesan
49
Makmur Keliat. Kebijakan Keamanan Energi, 35.
50
hingga transportasi disebut dengan energi sekunder, selanjutnya
konservasi hingga distribusi disebut sebagai energi akhir.
4. Dampak lingkungan yang diakibatkan oleh energi. Berdasarkan sudut
pandang ini dapat dilihat dari dua kategori, yaitu energi bersih (clean
energy) dan energi kotor (dirty energy) atau energi yang tidak ramah
lingkungan. Dalam kategori tersebut dapat dibagi lagi menjadi beberapa
sektor; sektor rumah tangga, sektor industrial, sektor komersial, dan sektor
transportasi.51 Pembagian sektor ini menentukan penggunaan energi.
Misalnya, gas alam yang dipandang lebih bersih dibandingkan dengan
batu bara dan bahan bakar minyak karena beresiko menghasilkan carbon
dioxide (CO2). Resiko ini lebih kecil jika dibandingkan dengan
penggunaan batu bara.
B. Sumber Daya Energi Jepang
1. Kebutuhan Sumber Daya Energi Jepang.
Sejarah agresi Jepang ke negara-negara Asia Tenggara selama Perang
Dunia II tidak lepas dari motivasi Jepang dalam mencari sumber mineral strategis
yang ada di sepanjang kawasan ini, mulai dari minyak bumi, timah, batu bara,
alumunium hingga besi. Keseluruhan sumber mineral tersebut merupakan bahan
baku utama pembangkit energi bagi proses industrialisasi di negeri mata hari
terbit tersebut.52 Pasca mengalami kekalahan dalam Perang Dunia II pada tahun
51
Makmur Keliat. Kebijakan Keamanan Energi, 37.
52
1950-1970-an, Jepang bangkit dari kehancuran dan memacu pertumbuhan
perekonomiannya. Sementara itu, proses pertumbuhan ekonomi Jepang
berkorelasi positif dengan tingkat konsumsi energi yang tinggi. Pemakaian bahan
bakar fosil (fossil- fuels), khususnya minyak bumi telah mendominasi konsumsi
energi komersial Jepang selama masa pertumbuhan ekonominya. Pada saat itu
minyak bumi memang merupakan sumber energi yang paling murah dan efisien,
sehigga menjadi basis dari industrialisasi dan modernisasi di banyak negara,
termasuk Jepang. 53
Sejalan dengan industrialisasinya, intensitas konsumsi Jepang terhadap
minyak bumi pun terus berlangsung hingga mencapai 77,4 % pada tahun 1973.
ekonomi Jepang mencapai pertumbuhan yang signifikan pada tahun 1973-1974
(krisis minyak dunia), yakni mencapai 10,9 % per tahun.54 Prestasi ini menyaingi
kemajuan negara-negara Organization for Economic Cooperation and
Development (OECD) lainnya, pada saat yang sama Jepang menduduki peringkat
kedua sebagai negara konsumen minyak bumi terbesar di dunia.
Seiring dengan semakin meningkatnya perekonomian Jepang, jumlah
permintaan energi domestik Jepang pun terus meningkat. Peningkatan jumlah
konsumsi Jepang digambarkan sebagaimana diagram di bawah ini.
53
Nurul Isnaeni. Jepang dan Isu Keamanan Energi : Dari Krisis Minyak Dunia Hinga Politik Perubahan Iklim, 57.
54
Gambar 2.2. Grafik Produksi dan Konsumsi Jepang pada tahun 2000-2015
Sumber: U. S Energi Information Administration (EIA)
Grafik di atas menunjukkan bahwa konsumsi Jepang mengalami
peningkatan di tiap tahunnya. Hal ini berseberangan dengan tingkat produksi
Jepang yang statis dan tidak mampu memenuhi kebutuhan energi domestik.
Jumlah konsumsi semakin meningkat pada tahun 2009. Sedangkan, pada tahun
2014 Data Energy Information Administration (EIA) menunjukkan bahwa Jepang
hanya memiliki 10% dari total kebutuhan energi primer sebagai sumber daya
domestik.55
Data tersebut menunjukkan kecilnya jumlah sumber daya energi yang
dimiliki Jepang. Jumlah populasi yang relatif kecil yakni sekitar 126.757.591
pada tahun 2014, tidak menurunkan tingkat kebutuhan energi Jepang.56
55Report; Japan is The World’s Largest liquefied
Natural Gas Importer, Second Largest Coal Importer,and Third Largest Net Oil Importer, United State Energy Information Administration (EIA), 2013. http://www.eia.gov/countries/analysisbriefs/Japan/japan.pdf dan http://www.eia.gov/countries/analysisbriefs/Japan/japan.pdf diakses pada 15 April 2013.
56
World Population Review. Tersedia di
Sebaliknya, kebutuhan energi negara tersebut setiap tahunnya semakin bertambah,
seiring dengan semakin meningkatnya industrialisasi di Jepang.
2. Kelangkaan Sumber Daya Energi Jepang
Ketimpangan antara jumlah produksi dan konsumsi energi Jepang
membuat negara tersebut mengalami kelangkaan energi. Perhatian khusus
pemerintah Jepang terhadap pasokan energi menjadi penting. Tingginya tingkat
konsumsi energi domestik mengharuskan Jepang bersaing dengan negara-negara
tetangga untuk memenuhi pasokan energinya. Di kawasan regional Asia, Jepang
harus bersaing dengan negara-negara kawasan dalam melakukan suplai energi.
Terlebih Jepang merupakan negara OECD dengan kemampuan sumber daya Energi
paling rendah jika dibandingkan dengan kapasitas negara anggota OECD
lainnya.57
Uraian tersebut di atas membuat Jepang membutuhkan lebih banyak
energi jika dibandingkan dengan negara anggota lainnya. Munculnya kompetitor
baru di kawasan Asia Timur seperti Cina dan Korea Selatan yang juga merupakan
negara industri menyebabkan Jepang semakin meningkatkan kualitas daya
saingnya untuk mendapatkan energi.58 Jepang harus memastikan keamanan suplai
energi yang berasal dari negara-negara penghasil minyak dan energi. Pasca
terjadinya bencana gempa bumi pada tahun 2011, Jepang kembali dihadapkan
57
Michael May, Energy and Security in East Asia. Americas’s Alliances with Japan and Korea in a Changing Notheast Asia AsiaPacific Research Center 1998, 11. tersedia http://iis-db.stanford.edu/pubs/10043/Mayfront.PM.pdf
58
dengan isu keamanan suplai energi. Dalam hal ini diperlukan peran serta
pemerintah untuk menentukan kebijakan terkait suplai energi Jepang.
Isu energi bukan menjadi masalah baru bagi Jepang, sejak tahun 1980
sektor energi Jepang telah mengalami regulasi. Pemerintah secara langsung
mengambil alih masalah ini. Penetapan kebijakan diambil alih oleh pemerintah
pusat dengan cara melakukan bimbingan administrasi dan menjalankan konsultasi
dengan industri pengembagan energi dalam melakukan negosiasi ketika memasok
energi asing. Kementerian Perdagangan Internasional dan Industri (METI) telah
mengawasi kebijakan energi nasional dan mengawasi upaya pemerintah secara
luas untuk melakukan efisiensi energi domestik.59
Hal ini dilakukan untuk mencapai keseimbangan pasokan energi dan
mengurangi ketergantungan Jepang terhadap minyak. Oleh sebab itu pada awal
tahun 2000 pemerintah Jepang menginvestasikan dana sebesar 4 milyar dolar AS
sebagai upaya peningkatan tteknologi dan keterampilan dengan cara pemberian
subsidi untuk program konservasi dan produksi energi.60 Rancangan stategi energi
Jepang sejak tahun 2002 terpusat pada tiga strategi utama yakni, keamanan energi,
perlindungan lingkungan dan efisiensi pasokan energi.61 Tiga strategi tersebut
menjadi dasar keputusan pemerintah terkait energi.
59
Michael May, Energy and Security in East Asia. Americas’s Alliances with Japan and Korea in a Changing Notheast Asia Asia. (Pacific Research Center 1998),11 tersedia http://iis-db.stanford.edu/pubs/10043/Mayfront.PM.pdf diakses pada 06 oktober 2013.
60
ibid, 11.
61Japan’s Energy Policy.
Agency for Natural Resources and Energy (ANRE). (Menistry
economic, trade and Industry of Japan, 2010), 7. Tersedia di
Dewasa ini peran serta pemerintah dalam pengambialan kebijakan energi
semakin besar. Kompleksitas kebutuhan Jepang terhadap energi semakin
meningkat pasca terjadinya bencana alam gempa dan tsunami yang menyebabkan
kerusakan pabrik listrik bertenaga nuklir Daichi di Fukushima. Untuk menangani
kelangkaan tersebut, perusahaan dalam negeri Jepang aktif berpartisipasi dalam
berbagai proyek energi, baik dalam maupun luar negeri. Partisipasi perusahaan
energi yaitu dengan memberikan modal rekayasa mesin, kostruksi, bantuan
keuangan dan jasa menejemen proyek untuk proyek-proyek energi di seluruh
dunia.62
Selain melakukan kebijakan untuk keamanan pasokan minyak dari luar,
Jepang juga membangun kerjasama dengan negara-negara penhasil minyak,
Jepang juga menerapkan kebijakan pengamanan energi dari dalam. Pada tahun 2005, METI mengeluarkan kebijakan “New National Energy Strategy” yang
intinya adalah berisi tentang meningkatnya intervensi pemerintah di pasar energi
dalam hal kontrol pemakaian energi untuk memastikan tidak terjadi kelangkaan
energi. Strategi Jepang ini sekaligus menunjukkan bahwa Jepang memadukan
strategi energi dan penekanan akan kemandirian melalui kebijakan efisiensi
ekonomi untuk menciptakan keamanan dalam memasok energi.63
Kalangkaan energi Jepang semakin meningkat disebabkan oleh gempa
berkekuatan 8,9 skala richter yang terjadi di lepas pantai Coustof Sendai-bagian
62
Japan, Overview. United State Energy Information Administration (EIA), 31 Juli 2014, 1. Tersedia di http://www.eia.gov/countries/analysisbriefs/Japan/japan.pdf diakses pada 7 Oktober 2014.
63
utara Jepang.64 Gempa disertai tsunami tersebut mengakibatkan lelehnya tiga
reaktor inti pada tiga hari pertama. Unit- unit operasi yang secara otomatis tutup
adalah Tokyo Electric power Company (Tepco) milik Fukushima Daiichi
menutup 3 reaktornya, dan Fukushima Daini menutup empat reaktor aktifnya.
Pabrik Tohoku di Onigawa menutup tiga reaktornya, dan satu reaktor milik Japko
di Tokai juga ditutup. Jumlah daya yang diamankan sebesar 9377 Mwe.65
Jepang merupakan salah satu negara yang bergantung pada energi nuklir,
oleh sebab itu bencana berupa gempa tersebut menambah deretan panjang
masalah keamanan energi Jepang. Sebelum terjadinya insiden Fukushima pada
tahun 2011 lalu, Jepang menduduki peringkat ketiga terbesar sebagai negara
pembangkit listrik tenaga nuklir setelah AS dan Perancis.66 Berikut adalah gambar
zona gempa dan Tsunami yang melanda Jepang pada tahun 2011.
Gambar 2.3. Peta Zona Gempa dan Tsunami Jepang pada Tahun 2011
Sumber: British Broadcasting Corporation News Asia- Pasific
64
Jonathan Amos, Quake was Big Event in Japan, BBC News, Maret 2011. Tersedia di http://www.bbc.co.uk/news/science-environment-12710999 diakses pada 21 Februari 2014
65
Fukushima Accident, World Nuclear Asssociation tersedia di http://www.world-nuclear.org/info/safety-and-security/safety-of-plants/fukushima-accident/ diakses pada 16 Agustus 2014.
66
Pada tahun 2011, Jepang memiliki 50 reaktor nuklir yang 17 diantaranya
merupakan pembangkit listrik, dengan total kapasitas yang terpasang sebesar 46
gigawatts. Pasca insiden tersebut, Jepang telah kehilangan seluruh kapasitas
pembangkit tenaga nuklir. Lebih dari 10 gigawatts kapasitas nuklir di Fukushima,
Onagawa, dan Tokai menghentikan operasinya setelah gempa bumi dan tsunami
melanda Jepang.67
Hingga tahun 2012, Jepang kehilangan seluruh kapasitas nuklirnya,
namun dapat kembali beroperasi pada bulan Juli di tahun yang sama.68 Pada tahun
2011 Jepang telah dihadapkan dengan krisis energi, akibatnya kebutuhan struktur
tenaga listrik milik Jepang meningkat dari 60 % menjadi sekitar 90 %.69 Selain itu
pada tahun 2010, volume impor LNG sebesar 70 juta ton, kemudian volume
impor LNG mengalami peningkatan mencapai 90 juta ton pada tahun-tahun
selanjutnya. Hal ini menunjukkan bahwa volume impor Jepang semakin
meningkat pasca gempa bumi. Permintaan volume LNG ini akan semakin
meningkat hingga mencapai 10 juta ton per tahunnya.70
Gempa bumi yang menghancurkan reaktor nuklir di Fukushima pada
tahun 2011 lalu, menyebabkan Jepang menggeser penggunaan bahan bakar energi
dan beralih menggunakan gas alam, minyak bumi, dan energi terbarukan sebagai
67
Japan- U.S. Energy Information Administration (EIA), 2013, 4.
68
Japan, Overview. (United State Energy Information Administration -EIA, 2014), 4. Tersedia di http://www.eia.gov/countries/analysisbriefs/Japan/japan.pdf diakses pada 7 oktober 2014.
69
Yasuhiro Matsuyama, Challenge in Japan and Japan- Russia Energy Cooperation. (ERINA Report. No.110, 2013), 40.
70
sumber daya energinya. Bahan bakar tersebut mampu memberikan keuntungan
dan menggantikan beberapa reaktor nuklir Jepang yang rusak. Minyak dan gas
bumi kembali menjadi sumber terbesar bagi energi utama Jepang. Meskipun
demikian total konsumsi Jepang menurun dari sekitar 80% pada tahun 1970
menjadi 43% pada tahun 2011.71 Penurunan jumlah konsumsi tersebut diakibatkan
oleh turunnya angka populasi Jepang.
Jepang merupakan negara pengimpor minyak ketiga terbesar setelah AS
dan Cina pada tahun 2012. Negara tersebut sangat bergantung pada pasokan
minyak mentah dari kawasan Timur Tengah. Setelah insiden Fukushima, Jepang
telah meningkatkan impor minyak mentah. Pada tahun 1980 jumlah impornya
mencapai 70% dan terus meningkat. Hingga tahun 2012 Jepang berhasil
mengimpor minyak mentah sebesar 83% dari Timur Tengah. Selain itu juga
pasokan minyak Jepang diimpor dari Saudi Arabia dan Iran.72
Impor minyak Jepang yang berasal dari Iran pada enam bulan pertama
pada tahun 2012 mencapai 113,535 barel per hari (bbl/d). Namun pada enam
bulan berikutnya mengalami penurunan menjadi 78,121 bbl/d atau 30 %. Hal ini
dipengaruhi oleh sanksi AS dan Eropa terhadap Iran pada tahun 2012, sehingga
Jepang mengganti pasokan minyak Iran dengan pasokan minyak dari Timur
Tengah dan negara lainnya.
Berdasarkan ketersediaan sumber daya gas alam yang terbatas,
menyebabkan Jepang harus bergantung terhadap impor untuk memenuhi
kebutuhannya. Selain sebagai negara pengimpor minyak dengan jumlah besar,
71
Japan, Overview ( U.S. Energy Information Administration- EIA, 2013), 5.
72