• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penerapan metode bimbingan dalam meningkatan kemampuan menghafal al-Qur'an bagi anak-anak usia 8-15 tahun di Panti Sosial Asuhan Rabbani Parung Bogor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penerapan metode bimbingan dalam meningkatan kemampuan menghafal al-Qur'an bagi anak-anak usia 8-15 tahun di Panti Sosial Asuhan Rabbani Parung Bogor"

Copied!
93
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAKSI………... ii

KATA PENGANTAR... iii

DAFTAR ISI……… vi

BAB I PENDAHULUAN………... 1

A. Latar Belakang Masalah………. 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah………. 4

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian………... 5

D. Metodologi Penelitian………. 5

E. Tinjauan Pustaka………. 8

F. Sistematika Penulisan………. 9

BAB II LANDASAN TEORI……….. 10

A. Penerapan……… 10

B. Metode Bimbingan………... 10

1. Pengertian Metode……… 10

2. Pengertian Bimbingan……….. 12

3. Tujuan dan Fungsi Bimbingan………..14

4. Bentuk-bentuk Bimbingan……… 16

C. Pemahaman Tentang Menghafal Al-Qur’an………... 17

(2)

BAB III GAMBARAN UMUM PANTI SOSIAL ASUHAN RABBANI… 28

A. Sejarah Berdirinya………. 28

B. Visi dan Misi……….. 29

C. Program Kegiatan dan Tujuannya………. 30

D. Struktur Organisasi………. 35

E. Gambaran Umum Subyek………... 37

BAB IV PENERAPAN METODE BIMBINGAN DALAM MENINGKAT- KAN KEMAMPUAN MENGHAFAL AL-QUR’AN BAGI ANAK-ANAK USIA 8-15 TAHUN... 38

A. Identifikasi Subyek……….. 38

B. Penerapan Metode Bimbingan Dalam Meningkatkan Kemampuan Menghafal Al-Qur’an Bagi Anak-anak Usia 8-15 Tahun………... 48

C. Analisis Penerapan Metode Bimbingan Dalam Meningkatkan Kemampuan Menghafal Al-Qur’an Bagi Anak-anak Usia 8-15 Tahun………... 57

BAB V PENUTUP……… 60

A. Kesimpulan……….. 60

B. Saran……… 61

DAFTAR PUSTAKA……….. 62

LAMPIRAN

(3)

ABSTRAKSI Ruslan Habibi

Judul Skripsi: Penerapan Metode Bimbingan Dalam Meningkatkan Kemampuan Menghafal Al-Qur’an Bagi Anak-anak Usia 8-15 Tahun Di Panti Sosial Asuhan Rabbani Parung Bogor.

Menghafal merupakan suatu kegiatan yang mengikut sertakan aktivitas ingatan di dalamnya. Menurut pakar Psikologi Anak, ingatan anak pada usia 8-15 tahun ini mencapai intensitas paling besar dan paling kuat. Daya menghafal dan daya memorisasi (sama dengan sengaja memasukkan dan melekatkan pengetahuan dalam ingatan) adalah paling kuat, dan anak mampu memuat jumlah materi ingatan paling banyak. Walaupun anak-anak belum dapat memahami Qur’an seutuhnya, namun banyak manfaat yang diperoleh dengan menghafal Qur’an sedari kecil. Yusuf Qardhawi menyatakan, “kami telah menghafal al-Qur’an dan menyimpannya dalam hati semenjak kanak-kanak itu, kemudian Allah SWT memberikan manfaat kepada kami saat dewasa.

Sedangkan fenomena yang ada di masyarakat saat ini bahwa sudah banyak berdiri sekolah-sekolah Islam, lembaga atau instansi-instansi lainnya, yang mana menerapkan metode bimbingan dalam meningkatkan kemampuan menghafal al-Qur’an, dan ini juga merupakan salah satu bagian dari kurikulum sekolah, lembaga dan instansi. Salah satu tujuan agar anak-anak lebih giat membaca al-Qur’an, selain itu juga bertujuan untuk menambah wawasan atau khazanah kepustakaan, khususnya spesifikasi ke-al-Qur’an-an. Lebih dari itu, tentunya akan memberikan inspirasi dan alternatif kepada para peminat menghafal al-Qur’an untuk mencari cara terbaik yang akan dilaksanakannya dalam proses menghafal al-Qur’an. Maka atas dasar itulah, penulis tertarik untuk membahas persoalan ini secara mendalam, dalam bentuk skripsi yang berjudul: Penerapan metode bimbingan dalam meningkatkan kemampuan menghafal al-Qur’an bagi anak-anak usia 8-15 tahun di Panti Sosial Asuhan Rabbani Parung Bogor.

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui penerapan metode bimbingan dalam meningkatkan kemampuan menghafal al-Qur’an bagi anak-anak usia 8-15 tahun. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan kualitatif yang menghasilkan data deskriptif. Kemudian untuk memperoleh dan mengumpulkan data, penulis menggunakan instrument penelitian observasi, wawancara dan kepustakaan. Selanjutnya, yang menjadi subyek penelitian ini adalah 1 orang pimpinan, 1 orang pembimbing dan 5 orang anak panti.

Dari hasil penelitian tersebut, dalam meningkatkan kemampuan menghafal al-Qur’an bagi anak-anak usia 8-15 tahun, panti sosial asuhan rabbani menerapkan dua metode bimbingan, yaitu metode bimbingan kelompok dan individual dengan melalui kegiatan kelompok seperti training dakwah, tahfidz dan

takrir al-Qur’an, dan belajar kelompok.

(4)

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi yang berjudul Penerapan Metode Bimbingan Dalam

Meningkatkan Kemampuan Menghafal Al-Qur’an Bagi Anak-anak Usia 8-15 Tahun Di Panti Sosial Asuhan Rabbani Parung Bogor telah diujikan dalam Sidang Munaqasyah Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, pada tanggal 27 Agustus 2008. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial Islam (S. Sos. I) pada program studi Bimbingan dan Penyuluhan Islam.

Jakarta, 27 Agustus 2008

Sidang Munaqasyah

Ketua Sekretaris

Dr. Murodi, MA. Dra. Hj. Musfirah Nurlaily, M. Ag. NIP : 150254102 NIP : 150299324

Anggota

Penguji I Penguji II

Drs. M. Lutfi, MA. Dra. Nasichah, MA.

NIP : 150268782 NIP : 150276298

Pembimbing

(5)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Al-Qur’an merupakan firman Allah SWT yang berupa wahyu disampaikan

oleh Jibril kepada Nabi Muhammad Saw. Di dalamnya terkandung ajaran pokok

yang dapat dikembangkan untuk keperluan seluruh aspek kehidupan. Fungsinya

bagi manusia di dunia ini yaitu untuk menuntun mereka ke jalan yang benar demi

memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat. Jadi, al-Qur’an merupakan pedoman

yang tepat bagi umat manusia dalam manjalani kehidupan di dunia yang fana ini

agar mereka tidak salah kaprah, dan mengakibatkan kefatalan, baik terhadap diri

maupun keluarga dan masyarakat.

Al-Qur’an adalah jamuan Tuhan, demikian bunyi sebuah hadits. “Rugilah

orang yang tidak menghadiri jamuan-Nya, dan lebih rugi lagi yang hadir tetapi

tidak menyantapnya”.1

Kitab suci al-Qur’an memiliki keistimewaan yang dapat dibedakan dengan

kitab-kitab suci yang diturunkan oleh Allah SWT sebelumnya. Al-Qur’an yang

secara harfiah berarti “bacaan sempurna” merupakan suatu nama pilihan Allah

SWT yang sungguh tepat, karena tiada suatu bacaan pun sejak manusia mengenal

tulis baca lima ribu tahun yang lalu yang dapat menandingi Al-Qur’an Al-Karim, bacaan sempurna lagi mulia itu.2

1

M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an, (Bandung : Mizan, 1997), Cet. Ke-17, h. 5.

2

Ibid., Wawasan Al-Qur’an, (Bandung : Mizan, 1998), Cet. Ke-8, h. 3.

(6)

Al-Qur’an sebagai pedoman hidup umat Islam, memuat begitu banyak segi

kehidupan. Begitu banyak hal yang tercakup dalam ayat-ayatnya, baik yang

tersirat maupun yang tersurat, dari pra hidup kemanusiaan sampai menerobos ke

berbagai bidang ilmu pengetahuan. Berbagai macam ilmu pengetahuan disinyalir

banyak terkandung dalam al-Qur’an; psikologi, sosiologi, seksologi, antropologi,

biologi, sejarah, botani, humaniora dan astronomi, adalah sebagian kecil ilmu

yang disinggung dalam al-Qur’an. Bahkan dalam “Al-Qur’an Sumber Ilmu Pengetahuan” Fazlur Rahman merincinya sampai 27 bidang ilmu.

Sedangkan Quraish Shihab dalam bukunya Wawasan Al-Qur’an

memaparkan salah satu tujuan al-Qur’an diturunkan yaitu untuk memaparkan

peranan ilmu dan teknologi, guna menciptakan satu peradaban yang sejalan

dengan jati diri manusia, dengan pemaduan dan paduan Nur Ilahi.3

Al-Qur’an merupakan dasar ideal dari pendidikan Islam, isinya sangat luas

dan dalam, yang semuanya itu mengarah pada peningkatan kehidupan manusia ke

tingkat yang lebih baik dan sempurna. Dengan kata lain semua ajaran Islam yang

terkandung dalam al-Qur’an pada akhirnya mengarahkan supaya mendekatkan

diri kepada Allah SWT, dengan cara berbagai aktifitas yang berguna bagi

kehidupan umat manusia pada umumnya.

menghafal merupakan suatu kegiatan yang mengikut sertakan aktivitas

ingatan di dalamnya. Menurut pakar Psikologi Anak, ingatan anak pada usia 8-15

tahun ini mencapai intensitas paling besar dan paling kuat. Daya menghafal dan

daya memorisasi (sama dengan sengaja memasukkan dan melekatkan

3

(7)

pengetahuan dalam ingatan) adalah paling kuat. Dan anak mampu memuat jumlah

materi ingatan paling banyak.4

Walaupun anak-anak belum dapat memahami al-Qur’an seutuhnya, namun

banyak manfaat yang diperoleh dengan menghafal al-Qur’an sedari kecil. Yusuf

Qardhawi menyatakan, “kami telah menghafal al-Qur’an dan menyimpannya

dalam hati semenjak kanak-kanak itu, kemudian Allah SWT memberikan manfaat

kepada kami saat dewasa”.5

Sedangkan fenomena yang ada di masyarakat saat ini bahwa sudah banyak

berdiri sekolah-sekolah Islam, lembaga atau instansi-instansi lainnya, yang mana

menerapkan metode bimbingan dalam meningkatkan kemampuan menghafal

al-Qur’an, dan ini juga merupakan salah satu bagian dari kurikulum sekolah,

lembaga dan instansi. Salah satu tujuan agar anak-anak lebih giat membaca

al-Qur’an, selain itu juga bertujuan untuk menambah wawasan atau khazanah

kepustakaan, khususnya spesifikasi ke-al-Qur’an-an. Lebih dari itu, tentunya akan

memberikan inspirasi dan alternatif kepada para peminat penghafal al-Qur’an

untuk mencari cara terbaik yang akan dilaksanakannya dalam proses menghafal

al-Qur’an.

Maka atas dasar itulah, penulis tertarik untuk membahas persoalan ini

secara mendalam, dalam bentuk skripsi yang berjudul: “Penerapan Metode

Bimbingan Dalam Meningkatkan Kemampuan Menghafal Al-Qur’an Bagi

4

Kartini Kartono, Psikologi Anak (Psikologi Perkembangan), (Bandung : CV. Mandar Maju, 1990), Cet. Ke-4, h. 138.

5

(8)

anak Usia 8-15 Tahun Di Panti Sosial Asuhan Rabbani Parung Bogor. Dengan alasan sebagai berikut:

1. Usia 8-15 tahun adalah usia yang sangat produktif untuk menghafal al-Qur’an.

2. Menghafal al-Qur’an, bagi anak sangat menunjang mereka untuk berinteraksi

dengan al-Qur’an sejak dini dan setiap hari.

3. Banyak manfaat yang dapat diperoleh dengan menghafal al-Qur’an sejak dini.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah

Untuk memfokuskan pembahasan dalam skiripsi ini, maka penulis

perlu memberikan batasan-batasan yang ditentukan sebelumnya. Untuk

itu, penulis hanya akan membatasi pada penerapan metode bimbingan

dalam meningkatkan kemampuan menghafal al-Qur’an bagi anak-anak

usia 8-15 tahun di Panti Sosial Asuhan Rabbani Parung Bogor.

2. Perumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka penulis dapat

merumuskan masalah yang akan menjadi acuan dalam penelitian ini yaitu:

Bagaimana penerapan metode bimbingan di Panti Sosial Asuhan Rabbani Parung Bogor dalam meningkatkan kemampuan menghafal al-Qur’an bagi anak-anak usia 8-15 tahun?

(9)

Tujuan dari penelitian ini yaitu penulis ingin mengetahui

bagaimana penerapan metode bimbingan di Panti Sosial Asuhan Rabbani

dalam meningkatkan kemampuan menghafal al-Qur’an bagi anak-anak

usia 8-15 tahun.

2. Manfaat Penelitian

Sesuai dengan tujuan penelitian di atas, maka manfaat dari

penelitian ini adalah:

a. Hasil penelitian dapat dijadikan sebagai bahan informasi atau masukan

bagi penulis khususnya, dan instansi terkait atau masyarakat yang

berkepentingan dalam meningkatkan kemampuan menghafal

al-Qur’an.

b. Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan evaluasi bagi

pihak Panti Sosial Asuhan Rabbani yang bersangkutan dalam

aktivitasnya untuk lebih memberdayakan dan meningkatkan

kemampuan menghafal al-Qur’an.

D. Metodologi Penelitian 1. Metode Penelitian

Metode penelitian merupakan bagian yang sangat penting dan

sangat menentukan sukses tidaknya suatu penelitian. Karena metode

penelitian adalah cara yang digunakan peneliti untuk mengumpulkan data

di dalam penelitiannya. Di lihat dari segi permasalahannya yaitu untuk

(10)

kemampuan menghafal al-Qur’an bagi anak-anak usia 8-15 tahun, maka

penulis menggunakan jenis penelitian kualitatif yang menghasilkan data

deskriptif. Menurut Taylor, seperti yang dikutip Lexy. J. Moleong

menyebutkan, penelitian kualitatif adalah penelitian yang menghasilkan

data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan

perilaku yang dapat diamati.6

Adapun yang dimaksud dengan deskriptif adalah data yang

dikumpulkan berupa kata-kata, gambar dan bukan angka-angka.7

2. Subjek Penelitian

Yang menjadi subjek dalam penelitian ini adalah mereka yang

bertugas dalam pembinaan agama, yang terdiri dari 1 orang pimpinan, 1

orang pembina, dan 5 orang anak panti, karena dengan pertimbangan

peneliti mereka adalah orang yang dianggap paling tahu tentang apa yang

peneliti harapkan, sehingga akan memudahkan peneliti untuk menjelajahi

obyek atau situasi sosial yang diteliti.

3. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Panti Sosial Asuhan Rabbani Jl. Raya

Parung Gn. Sindur No. 27 Tulang Kuning Waru Parung Bogor 16330 Jawa

Barat. Adapun waktu penelitian, dilaksanakan mulai dari tanggal 03

April-30 Juni 2008.

6

Lexy. J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2004), Cet. Ke-1, h. 10.

7

(11)

4. Sumber Data

Dalam penelitian ini penulis menggunakan sumber data yaitu data

primer dan data skunder. Data primer yaitu data yang diperoleh langsung

dari informan berupa catatan tertulis dari hasil wawancara. Sedangkan data

skunder yaitu data yang diperoleh dari sumber-sumber tertulis yang

didapat dari buku-buku, majalah, surat kabar dan lain-lain.

5. Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh dan mengumpulkan data, maka penulis

menggunakan instrumen penelitian sebagai berikut:

a. Observasi, yaitu peneliti mengamati langsung terhadap objek

penelitian, yaitu Panti Sosial Asuhan Rabbani kemudian mencatat

kejadian sebagaimana yang terjadi sebenarnya.

b. Wawancara, yaitu peneliti mengumpulkan data dengan pengajuan

pertanyaan secara lisan kepada pimpinan, pembina, dan anak-anak

yang berada di Panti Sosial Asuhan Rabbani.

c. Kepustakaan, yaitu peneliti mengumpulkan bahan-bahan yang

bersumber dari buku atau sumber lainnya yang berhubungan dengan

skripsi ini.

6. Teknik Pencatatan Data

Teknik pencatatan data menggunakan catatan lapangan, yang berisi

peristiwa-peristiwa selama observasi berlangsung dengan menggunakan

(12)

alat tulis, seperti buku memo dan pulpen, tape recorder, beserta kaset dan

baterai, dan peneliti juga menggunakan camera digital.

7. Teknik Analisa Data

Yang dimaksud dengan teknik analisa data yaitu proses

penyederhanaan data ke dalam bentuk lebih mudah dibaca dan

diinterpretasikan.8 Dalam penelitian ini penulis menggunakan analisa non

statistik, yaitu mengambil keputusan atau kesimpulan-kesimpulan yang

benar melalui proses pengumpulan, penyusunan, penyajian, dan

penganalisaan data hasil penelitian yang berwujud kata-kata.

8. Teknik Penulisan

Adapun teknik penulisan yang digunakan berpedoman pada buku

Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi), yang disusun oleh TIM UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA,

diterbitkan oleh CeQDA (Center for Quality Development And Assu rance) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Tahun 2007, Cetakan ke-2.

E. Tinjauan Pustaka

Mengenai metode bimbingan dalam menghafal al-Qur’an, penulis

mengacu pada buku karangan Drs. W. Ahsin Al-Hafidz yang berjudul

“Bimbingan Praktis Menghafal Al-Qur’an” dan Kartini Kartono dengan judul

“Psikologi Anak (Perkembangan Anak), dan buku yang berjudul Pedoman

Pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan Agama karangan M. Arifin.

8

(13)

F. Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan penulisan, maka penulis membagi pembahasan

skripsi ini menjadi lima bab dengan sistematika pembahasan sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN berisi tentang latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat

penelitian, metodologi penelitian, tinjauan pustaka, dan

sistematika penulisan.

BAB II : LANDASAN TEORI meliputi tentang penerapan, pengertian metode bimbingan, dan pemahaman tentang menghafal

Al-Qur’an.

BAB III : GAMBARAN UMUM PANTI SOSIAL ASUHAN

RABBANI meliputi sejarah berdirinya, visi dan misi, program kegiatan dan tujuannya, tentang struktur organisasi dan gambaran

umum subyek.

BAB IV : PENERAPAN METODE BIMBINGAN DALAM

MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENGHAFAL AL-QUR’AN BAGI ANAK-ANAK USIA 8-15 TAHUN terdiri dari Identifikasi subyek, penerapan metode bimbingan dalam

meningkatkan kemampuan menghafal al-Qur’an bagi anak-anak

usia 8-15 tahun, dan analisis penerapan metode bimbingan dalam

meningkatkan kemampuan menghafal al-Qur’an bagi anak-anak

usia 8-15 tahun.

[image:13.595.85.487.198.542.2]
(14)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Penerapan

Penerapan adalah kemampuan menggunakan atau menafsirkan suatu

bahan yang sudah dipelajari ke dalam situasi baru atau situasi yang konkrit seperti

menerapkan suatu dalil, metode, konsep, prinsip atau teori.9

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, penerapan adalah proses, cara,

perbuatan untuk menerapkan suatu hal.10 Sumber lain menyebutkan bahwa

penerapan adalah menggunakan ilmu yang kita miliki untuk mengatasi suatu

masalah yang timbul. Artinya, memanfaatkan ilmu yang telah diperoleh untuk

membuat suatu solusi pada sebuah masalah.11

B. Metode Bimbingan 1. Metode

Berbicara mengenai metode, menurut bahasa Yunani diambil dari kata

methodos yang mengandung arti cara atau jalan.12 Sedangkan metode dalam bahasa Arab kata metode disebut thariqat dan manhaj.13 Sumber lain menyebutkan bahwa metode berasal dari bahasa Jerman methodica, artinya ajaran

9

Muhammad Ali, “Penerapan Metode Unres Tricted dalam Tata Boga”, artikel diakses pada 17 September 2008

http://digilib.upi.edu/pasca/submittid/etd-0524107-102147/unrestricted/BAB_I.pdf. 10

Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka, 2002), Cet. Ke-3, h. 491.

11

Socrates, Menepis Impian, (Yogyakarta : Media Abadi, 1994), Jilid 2, hal. 89. 12

Koencaraningrat, Ed., Metodologi Penelitian Ilmiah, (Jakarta : Gramedia, 1997), h. 16. 13

(15)

tentang metode. Metode berarti cara yang telah diatur dan melalui proses

pemikiran untuk mencapai suatu maksud.14

Adapun menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, metode diartikan

sebagai cara teratur untuk melaksanakan suatu pekerjaan agar tercapai sesuai

dengan yang dikehendaki, atau dapat juga diartikan sebagai cara kerja yang

bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan

yang dikehendaki.15

Selanjutnya, menurut M. Arifin metode secara harfiah adalah jalan yang

harus dilalui untuk mencapai suatu tujuan. Namun pengertian hakiki dari metode

adalah segala sasaran yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan yang

diinginkan.16

Menurut Arif Burhan, metode adalah menunjukkan pada proses, prinsip

serta prosedur yang kita gunakan untuk mendekati masalah dan mencari jawaban

atas masalah tersebut.17

Melalui beberapa pengertian di atas, dapat dipahami bahwa metode adalah

suatu cara yang dilakukan dalam melaksanakan proses pembinaan agar tujuan

yang dicapai dapat terlaksana dengan baik.

14

M. Munir., Metode Dakwah, (Jakarta : Kencana, 2006), Cet. Ke-2, h. 6. 15

Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka, 2002), Cet. Ke-3, h. 415.

16

M. Arifin, Pedoman Pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan Agama, (Jakarta : PT. Golden Terayon Press, 1998), Cet. Ke-6, h. 43.

17

(16)

2. Pengertian Bimbingan

Bimbingan merupakan kegiatan yang bersumber pada kehidupan manusia.

Kenyataan menunjukkan bahwa manusia di dalam kehidupannya sering

menghadapi persoalan-persoalan yang silih berganti

Berdasarkan kenyataan bahwa manusia itu tidak sama satu dengan yang

lainnya, baik dalam sifat-sifatnya maupun dalam kemampuannya, maka diantara

manusia ada yang sanggup mengatasi persoalan tanpa bantuan orang lain, tetapi

tidak sedikit manusia yang tidak sanggup mengatasi persoalannya jika tidak

dibantu oleh orang lain. Oleh karena itu, bimbingan sangat diperlukan.

Contohnya, dalam hal menghafal al-Qur’an. Orang yang belum mampu menghafal

Qur’an, maka perlu adanya bimbingan agar orang tersebut dapat menghafal

al-Qur’an dengan baik, yang mana menghafal al-al-Qur’an itu amat diperlukan oleh

setiap muslim, baik laki-laki maupun perempuan agar dapat melaksanakan shalat

dengan baik.

Secara etimologi kata bimbingan merupakan terjemahan dari kata

“Guidance” berasal dari kata kerja “to guide” yang mempunyai arti “menunjukkan, membimbing, menuntun ataupun membantu”.18

Guidance dikaitkan dengan asal kata guide, yang diartikan sebagai “menunjukkan jalan (showing the way); memimpin (leading); menuntun (conducting); memberikan petunjuk (giving instruction); mengatur (regulating); mengarahkan (governing); memberikan nasehat (giving advice)”.

18

(17)

Kalau istilah bimbingan dalam bahasa Indonesia diberi arti yang selaras

dengan arti-arti yang disebutkan di atas, akan muncul dua pengertian yang agak

mendasar, yaitu:

a. Memberikan informasi, yaitu menyajikan pengetahuan yang dapat

digunakan untuk mengambil suatu keputusan, atau memberitahukan

sesuatu sambil memberikan nasehat.

b. Mengarahkan, menuntun ke suatu jalan. Tujuan itu mungkin hanya

diketahui oleh pihak yang mengarahkan; mungkin perlu diketahui oleh

kedua belah pihak.19

Untuk memperoleh pengertian yang lebih jelas, berikut ini dikutip

beberapa definisi. Menurut Arthur J. Jhones yang dikutip Dewa Ketut Sukardi

menyebutkan: “ bimbingan ialah bantuan yang diberikan oleh seseorang kepada

orang lainnya dalam menetapkan pilihan dan penyesuaian diri, serta di dalam

memecahkan masalah-masalah. Bimbingan bertujuan membantu penerimaan

secara bebas dan mampu bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri”.20

Sedangkan Djumhur dan Moh. Surya memberikan pengertian tentang

bimbingan sebagai proses bantuan terhadap individu untuk mencapai pemahaman

dan pengarahan dari pembimbing untuk melakukan penyesuaian diri secara

maksimal kepada sekolah, keluarga serta masyarakat. Dan dalam “year book of education” Djumhur dan Moh. Surya juga mengemukakan bahwa bimbingan adalah: “suatu proses membantu individu melalui usahanya sendiri untuk

19

Winkel dan Sri Hastuti, Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan, (Yogyakarta : Media Abadi, 2004), Cet. Ke-3, h. 27.

20

(18)

menemukan dan mengembangkan kemampuannya agar memperoleh kebahagiaan

pribadi dan kemanfaatan sosial”.21

Adapun menurut Crow & crow (1960), seperti yang dikutip Prayitno dan

Erman Amti, bimbingan adalah “bantuan yang diberikan oleh seseorang, laki-laki

atau perempuan, yang memiliki kepribadian yang memadai dan terlatih dengan

baik kepada individu-individu setiap usia untuk membantunya mengatur kegiatan

hidupnya sendiri dan menanggung bebannya sendiri”.22

Dengan demikian, dari beberapa pengertian di atas maka dapat dipahami

bahwa bimbingan ialah bantuan yang diberikan oleh seseorang kepada orang lain

dalam usaha untuk mengatasi kesulitan-kesulitan di dalam kehidupannya dan

menjadi lebih mampu untuk menghadapi masalah yang akan dihadapi kelak,

sehingga tercapainya kesejahteraan atau kebahagiaan dalam hidupnya.

3. Tujuan dan Fungsi Bimbingan

a. Tujuan Bimbingan

Setelah mengetahui pengertian bimbingan yang ditinjau secara umum,

bahwa sangatlah tepat bila bimbingan diselenggarakan di lembaga pendidikan,

baik formal maupun non formal. Mengingat masalah itu meliputi pada diri

setiap orang, mulai dari anak-anak hingga orang dewasa. Manusia di manapun

dia berada akan selalu menghadapi masalah oleh karena itu manusia

memerlukan bantuan untuk mengatasi masalahnya. Dengan selalu berdoa,

berusaha dan juga selalu mendekatkan diri kepada Allah SWT, akan timbul

21

Djumhur dan Moh. Surya, Bimbingan Penyuluhan di Sekolah “Cevidance and Conseling” (Bandung : CV. Ilmu, 1985), h. 26.

22

(19)

keyakinan bahwa pertolongan-Nya akan senantiasa siap untuk dianugrahkan

kepada siapa saja yang dekat dengan-Nya. Orang-orang tersebut akan

menghadapi masalah dengan tenang dan pikiran yang jernih.

Adapun tujuan bimbingan menurut Aunur Rahim Faqih adalah sebagai

berikut:

1. Membantu individu agar tidak menghadapi masalah, maksudnya

pembimbing berusaha membantu mencegah jangan sampai

individu menghadapi atau menemui masalah. Dengan kata lain

membantu individu mencegah timbulnya masalah bagi dirinya.

2. Membantu individu mengatasi masalah yang sedang dihadapinya.

3. Membantu individu memelihara dan mengembangkan situasi dan

kondisi yang baik atau yang telah baik tetap menjadi baik, sehingga

tidak menjadi masalah bagi dirinya dan orang lain.23 b. Fungsi Bimbingan

Bimbingan berfungsi mengarahkan individu agar terhindar dari

masalah dan berusaha mengembalikan kondisinya menjadi lebih baik.

Bila dilihat dari tujuannya maka fungsi bimbingan menurut Aunur

Rahim Faqih adalah sebagai berikut:

1) Fungsi Preventif, yakni membantu individu menjaga atau

mencegah timbulnya masalah bagi dirinya.

2) Fungsi Kuratif, yakni membantu individu memecahkan masalah

yang sedang dihadapi atau dialaminya.

3) Fungsi Preservatif, yakni membantu individu menjaga agar situasi

yang semula tak baik (mengandung masalah) menjadi baik dan

kebaikan itu bertahan lama (in state of good).

23

(20)

4) Fungsi Pengembangan, yakni membantu individu memelihara dan

mengembangkan situasi dan kondisi yang telah baik. Sehinga tidak

memungkinkannya menjadi sebab munculnya masalah baginya.24

4. Bentuk-bentuk Bimbingan

a. Bimbingan Kelompok (group guidance)

Bimbingan kelompok adalah cara pengungkapan jiwa/batin serta

pembinaannya melalui kegiatan kelompok seperti ceramah, diskusi, seminar,

simposium, atau dinamika kelompok (group dinamics), dan sebagainya.25 Bimbingan kelompok ini dipergunakan untuk membantu anak atau

sekelompok anak dalam memecahkan masalah-masalahnya dengan melalui

kegiatan kelompok. Bimbingan kelompok dimaksudkan untuk membantu

seorang individu yang menghadapi masalah dengan menempatkannya dalam

suatu kehidupan kelompok.26

b. Penyuluhan Individual (individual counseling)

Dalam bimbingan ini dilakukan dengan hubungan yang bersifat face to face relationship (hubungan empat mata) yang dilaksanakan dengan wawancara antara pembimbing dengan anak asuh. Masalah yang dipecahkan

melalui teknik/bimbingan counseling ini ialah masalah-masalah yang sifatnya pribadi. Pada umumnya ada tiga teknik khusus dalam counseling yaitu:

24

Ibid., h. 37. 25

H. M. Arifin, Pedoman Pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan Agama, (Jakarta : PT. Golden Terayon, 1982), Cet. Ke-1, h. 45.

26

(21)

1) Directive Counseling, yaitu teknik counseling di mana yang paling berperan ialah counselor, counselor berusaha menyerahkan counselee

sesuai dengan masalahnya.

2) Non Directive Counseling, teknik ini kebalikan dari teknik di atas, yaitu semuanya berpusat pada counselee. Counselor hanya menampug pembicaraan, yang berperan adalah counselee.

3) Elective Counseling, yaitu campuran dari kedua teknik di atas.27

C. Pemahaman Tentang Menghafal Al-Qur’an

Artinya: “Dan sesungguhnya telah kami mudahkan al-Qur’an untuk pelajaran, maka adakah orang yang mengambil pelajaran”?(Q.S. Al-Qamar: 17).

Berangkat dari ayat di atas, bahwa al-Qur’an memang merupakan kitab

yang mudah untuk dipelajari, difahami, dan dihafalkan. Oleh karenanya tidak

heran jika banyak umat muslim yang hafal al-Qur’an seluruhnya maupun

separuhnya atau hanya beberapa surat. Namun demikian, hal tersebut menjadi

bukti bahwa al-Qur’an memang mudah dipelajari dan dihafalkan.

Nabi Muhammad Saw adalah seorang Nabi yang ummi, yakni tidak

pandai membaca dan tidak pandai menulis. Hal ini secara jelas dinyatakan

dalam firman-Nya:

27

(22)

Artinya: “Dan kamu tidak pernah membaca sebelumnya (al-Qur’an) sesuatu Kitab pun dan kamu tidak (pernah) menulis suatu Kitab dengan tangan kananmu; andaikata (kamu pernah membaca dan menulis), benar-benar ragulah orang yang mengingkari(mu)”. (Q.S. Al-Ankabuut : 48).

Karena kondisinya yang demikian (tak pandai membaca dan menulis),

maka tak ada jalan lain beliau Saw. selain menerima wahyu secara hafalan.

Setelah suatu ayat diturunkan, atau suatu surah beliau terima, maka segeralah

beliau menghafalnya dan segera pula beliau mengajarkannya kepada para

sahabatnya, sehingga benar-benar menguasainya, serta menyuruhnya agar

mereka menghafalnya.28 Selain itu beliau juga memerintahkan para sahabat

untuk menulis ayat tersebut agar mudah dihafal dan diingat. “…Tiap-tiap

diturunkan ayat-ayat itu, Nabi Saw menyuruh menghafalnya, dan

menuliskannya di batu, kulit binatang, pelepah tamar (kurma), dan apa saja

yang bisa disusun dalam suatu surat.”29

Banyak hadits Rasulullah Saw yang mendorong untuk menghafal

al-Qur’an atau membacanya di luar kepala, sehingga hati seorang individu

muslim tidak kosong dari sesuatu bagian Kitab Allah SWT. Seperti dalam

hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas secara marfu’,

بﺮ ا

ﺎآ

نﺁﺮ ا

ءﻰﺷ

ﻮﺟ

ىﺬ ا

نإ

28

Ahsin W. Al-Hafidz, Bimbingan Prakits Menghafal Al-Qur’an, (Jakarta : Bumi Aksara, 1994), Cet. Ke-1, h. 5-6.

29

(23)

Artinya: “Orang yang tidak mempunyai hafalan al-Qur’an sedikit pun adalah seperti rumah kumuh yang mau runtuh.” 30

Juga telah diketahui bersama, bahwa bacaan al-Qur’an di dalam

melaksanakan shalat merupakan keharusan, sehingga para sahabat yang telah

mendengarkannya berusaha menghafalnya, dan kemudian dibaca ketika

melaksanakan shalat.

Kalau dimasa lampau penghafalan al-Qur’an merupakan dasar bagi

pendidikan muslim, maka dewasa ini tampak adanya perubahan titik berat

dalam pendidikan Islam. Namun demikian, tampak bahwa penghafalan

al-Qur’an masih tetap diperlukan bagi seluruh umat muslim, dikarenakan oleh

alasan seperti berikut31:

1. Bahwa menghafal al-Qur’an merupakan sunnah Rasul, dan hal ini

dilaksanakan oleh para sahabat, tabi’in, dan orang-orang sahih terdahulu.

2. Kemampuan membaca al-Qur’an dalam bentuk hafalan amat diperlukan

agar dapat melaksanakan shalat dengan baik.

3. Hafalan al-Qur’an tetap merupakan “modal dasar” bagi pelaksanaan

dakwah yang baik.

4. Penghafalan akan mengarah pada pemahaman dan keimanan yang lebih

dalam terhadap kandungan pesan al-Qur’an.

5. Penghafalan dan pengulangan al-Qur’an akan membawa ke arah untuk lebih

mengingat dan sadar akan (kehadiran) Allah SWT dan firman-Nya.

30

Hadits diriwayatkan oleh Tirmizi dari Ibnu Abbas (2914), ia mengatakan bahwa hadits ini hasan shahih.

31

(24)

Menghafal al-Qur’an merupakan suatu perbuatan yang sangat terpuji

dan mulia. Banyak hadits-hadits Rasulullah Saw yang mengungkapkan

keagungan orang yang belajar membaca, atau menghafal al-Qur’an.

Rasulullah Saw bersabda:

ا

ْ ﻋ

)

ر

.

ع

(.

لﺎ

:

ﷲا

لْﻮ ر

لﺎ

)

:(

ﱠ ﺟو

ﱠﺰﻋ

ﱠنا

لﺎ

سﺎﱠ ا

ْ ْها

:

لﺎ

؟

ﷲا

لْﻮ رﺎ

ْ ه

ْ

ْ

:

ناْﺮ ا

ْها

ﱠﺻ

ﺎ و

ﷲا

ْها

ْ ه

)

ءﺎ او

ﻰ رﺪ او

ﺟﺎ

او

ﺪ ﺣا

اور

(

Artinya: “Dari Anas r.a. ia berkata: Sesungguhnya Rasulullah Saw. bersabda: Sesungguhnya Allah itu mempunyai keluarga yang terdiri dari para manusia. Kata Anas selanjutnya: Lalu Rasulullah Saw. ditanya: Siapakah mereka itu wahai Rasulullah? Jawab beliau: Yaitu Ahlul Qur’an. Mereka adalah keluarga Allah dan orang-orang istimewa baginya.” (HR. Ahmad, Ibnu Majah, An-Nasa’I, Ad-Darami).

Adapun problema yang dihadapi oleh orang yang sedang dalam proses

menghafal al-Qur’an memang banyak dan bermacam-macam. Mulai dari

pengembangan minat, penciptaan lingkungan, pembagian waktu sampai

kepada metode menghafal al-Qur’an itu sendiri. Pada garis besarnya

problematika yang dihadapi oleh para penghafal itu dapat dirangkum seperti:

1. Menghafal itu susah.

2. Ayat-ayat yang sudah dihafal lupa lagi.

3. Banyaknya ayat-ayat yang serupa.

4. Gangguan-gangguan kejiwaan.

5. Gangguan-gangguan lingkungan.

6. Banyaknya kesibukan, dan lain-lain.32

32

(25)

Maka untuk memecahkan sejumlah problematika tersebut, perlu

adanya beberapa pendekatan yang diharapkan akan memberikan masukan

sebagai terapi terhadap masalah-masalah yang dihadapi oleh para penghafal

Al-Qur’an pada umumnya, yaitu pendekatan operasional, seperti minat

(desire), menelaah (expectation), dan perhatian (interest) kemudian pendekatan intuitif (penjernihan batin), seperti qiyamul-lail (shalat malam), puasa, dan memperbanyak zikir dan doa.33

Sebelum seseorang memasuki periode menghafal al-Qur’an, ada

beberapa hal yang harus terpenuhi di dalam menghafal al-Qur’an, seperti:

mampu mengosongkan benaknya dari pikiran-pikiran dan teori-teori, atau

permasalahan-permasalahan yang sekiranya akan mengganggu, niat yang

ikhlas, memiliki keteguhan dan kesabaran, Istiqamah (konsisten), menjauhkan

diri dari maksiat dan sifat-sifat tercela, izin dari orangtua, wali atau suami, dan

mampu membaca dengan baik.

Orang yang menghafal al-Qur’an menunjukkan betapa besar dan tinggi

kedudukannya di sisi Allah SWT, maka karena itu para penghafal pun dituntut

untuk bersikap konsekuen terhadap kedudukan dan predikatnya yang tinggi

itu. Diantara etikanya sebagai penyandang hafidz al-Qur’an antara lain ialah:

1. Harus bertingkah laku terpuji dan mulia, yakni berakhlak al-Qur’an.

2. Melepaskan jiwanya dari segala yang merendahkan dirinya terhadap

orang-orang ahli keduniaan.

3. Khusyu’, sakinah dan waqar (tenang).

33

(26)

4. Memperbanyak shalat malam.

5. Dan memperbanyak membaca al-Qur’an pada malam hari, sebagaimana

banyak yang dilakukan oleh para sahabat Rasulullah Saw.

Menghafal al-Qur’an hukumnya adalah fardhu kifayah. Ini berarti

bahwa orang yang mengahafal al-Qur’an tidak boleh kurang dari jumlah

mutawatir34 sehingga tidak akan ada kemungkinan terjadinya pemalsuan dan

pengubahan terhadap ayat-ayat suci al-Qur’an.35

ﻰ ﻋ

ﺟو

ْ ﺣ

ﻚ ا

اﺬآو

آ

ضْﺮ

ناْﺮ ا

ْ ْﻐ

ﺔﱠ ﻷْا

.

Artinya: “Belajar al-Qur’an hukumnya fardhu kifayah begitu pula memeliharanya wajib bagi setiap umat”.

Dari teks di atas jelas bahwa hukum menghafal al-Qur’an adalah

fardhu kifayah atau kewajiban bersama atau kewajiban kolektif umat Islam. Sebab jika tidak ada yang hafal al-Qur’an, dikhawatirkan akan terjadi

perubahan terhadap teks-teks al-Qur’an. Oleh karena itu harus selalu ada

kelompok penghafal al-Qur’an dalam bilangan yang sudah dianggap

mutawatir, satu jumlah yang bisa yakin 100% kebenaran al-Qur’an.36

Pemahaman fardhu kifayah dalam menghafal al-Qur’an juga harus

dipahami secara proporsional. Fardhu kifayah yang dimaksud adalah ukuran

34

Mutawatir yaitu suatu bacaan al-Qur’an (qiraat) yang disampaikan oleh sejumlah perawi yang cukup banyak sehingga tidak memungkinkan mereka berdusta dalam setiap angkatan serta sanadnya bersambung sampai kepada Rasulullah Saw. Para ulama al-Qur’an dan ulama hukum Islam lainnya telah sepakat bahwa bacaan al-Qur’an yang sah adalah bacaan yang diriwayatkan secara mutawatir.

35

Ahsin W. Al-Hafidz, Bimbingan Praktis Menghafal Al-Qur’an, h. 24. 36

(27)

yang dianggap mencukupi, sehingga sangat perlu digali potensi menghafal

al-Qur’an ini melalui lembaga-lembaga pendidikan dan pengajaran al-al-Qur’an.37

Untuk mencari alternatif terbaik dalam menghafal al-Qur’an, ada

beberapa metode yang mungkin bisa dikembangkan dan dapat memberikan

bantuan kepada para penghafal untuk mengurangi kepayahan dalam

menghafal al-Qur’an yang menurut Drs. Ahsin W. Al-Hafidz yaitu38:

1. Metode (Thariqah) Wahdah

Yang dimaksud dengan metode ini, adalah menghafal satu persatu

terhadap ayat-ayat yang hendak dihafalnya, setiap ayat bisa dibaca sebanyak

sepuluh kali, atau dua puluh kali, atau lebih sehingga proses ini mampu

membentuk pola dalam bayangannya dan membentuk gerak refleks pada

lisannya. Untuk menghafal cara seperti ini, maka langkah selanjutnya ialah

membaca dan mengulang-ngulang tiap lembar sehingga semakin banyak

diulang maka kualitas hafalan akan semakin representative.

2. Metode (Thariqah) Kitabah

Kitabah artinya menulis. Pada metode ini penghafal terlebih dahulu menulis ayat yang akan dihafalnya pada secarik kertas, kemudian

ayat-ayat tersebut dibacanya sehingga lancar dan benar bacaannya, lalu

dihafalkannya. Menghafalnya bisa dengan metode wahdah, atau dengan berkali-kali menuliskannya sehingga penghafal dapat sambil memperhatikan

dan sambil menghafalkannya dalam hati. Metode ini cukup praktis dan baik,

karena di samping membaca dengan lisan, aspek visual menulis juga akan

37

A. Muhaimin Zen., Bimbingan Praktis Menghafal Al-Qur’an, (Jakarta : PT. Al-Husna Zikra, 1996), Cet. Ke-1, h. 37.

38

(28)

sangat membantu dalam mempercepat terbentuknya pola hafalan dalam

bayangannya.

3. Metode (Thariqah) Sima’i

Sima’i artinya mendengar. Yang dimaksud dengan metode ini adalah mendengarkan sesuatu bacaan untuk dihafalkannya. Metode ini akan sangat

efektif bagi penghafal yang mempunyai daya ingat ekstra, terutama bagi

penghafal tunanetra, atau anak-anak yang masih dibawah umur yang belum

mengenal tulis baca al-Qur’an. Pada metode ini dapat dilakukan dengan dua

alternative yaitu mendengar dari yang membimbingnya, terutama bagi

penghafal tunanetra atau anak-anak, dan yang kedua merekam terlebih dahulu

ayat-ayat yang akan dihafalkannya ke dalam pita kaset sesuai dengan

kebutuhan dan kemampuannya.

4. Metode (Thariqah) Jama’

Yang dimaksud dengan metode ini, ialah cara menghafal yang

dilakukan secara kolektif, yakni ayat-ayat yang dihafal dibaca secara kolektif,

atau bersama-sama, dipimpin oleh seorang pembina. Pertama, pembina

membacakan satu ayat atau beberapa ayat dan santri menirukan secara

bersama-sama. Kemudian Pembina membimbingnya dengan mengulang

kembali ayat-ayat tersebut dan santri mengikutinya sampai bacaannya baik

dan benar, selanjutnya santri mengikuti bacaan Pembina dengan sedikit demi

sedikit mencoba melepaskan mushaf (tanpa melihat mushaf) dan demikian

seterusnya sehingga ayat-ayat yang sedang dihafalnya itu benar-benar

(29)

Pada prinsipnya semua metode di atas baik sekali untuk dijadikan

pedoman menghafal al-Qur’an, baik salah satu diantaranya, atau dipakai

semua sebagai alternatif atau selingan dari mengerjakan suatu pekerjaan yang

berkesan monoton, sehingga dengan demikian akan menghilangkan kejenuhan

dalam proses menghafal al-Qur’an.

Untuk membantu mempermudah membentuk kesan dalam ingatan

terhadap ayat-ayat yang dihafal, maka diperlukan strategi menghafal yang

baik. Yaitu dengan strategi pengulangan ganda, tidak beralih pada ayat

berikutnya sebelum ayat yang sedang dihafal benar-benar hafal, menghafal

urutan-urutan ayat yang dihafalnya dalam satu kesatuan jumlah setelah

benar-benar hafal ayat-ayatnya, menggunakan satu jenis mushaf, memahami

(pengertian) ayat-ayat yang dihafalnya, memperhatikan ayat-ayat yang serupa,

dan disetorkan pada seorang pembimbing.39

Sedangkan menurut Ahmad Von Denffer ada beberapa strategi dalam

menghafal al-Qur’an yaitu: jadikanlah kegiatan menghafal al-Qur’an sebagai

bagian kegiatan sehari-hari. Lakukan sedikit demi sedikit, walau sebentar,

tetapi teratur, kemudian baca dan hafalkan ayat-ayat tersebut dengan keras

beberapa kali, dan ulang kembali hafalan yang tadi dalam pelbagai

kesempatan seperti dalam shalat, dan lain-lainnya.40 Sumber lain menyebutkan

diantara hal-hal yang dapat membantu menghafal secara khusus yaitu: selalu

melakukan tasmi’ (memperdengarkan bacaan kepada diri sendiri atau orang lain) terhadap ayat atau surat yang sudah dihafal dan antusias untuk membaca

39

Ibid., h. 67. 40

(30)

beberapa kali sehingga dapat mengucapkannya secara benar terdahulu

sebelum menghafal.41

Di dalam menghafal al-Qur’an, banyak sekali faedah yang muncul dari

kesibukan menghafal al-Qur’an. Faedah-faedah terpenting dari menghafal itu

adalah42 :

1. Kebahagiaan atau kemenangan di dunia dan akhirat, jika disertai dengan

amal saleh dan menghafalnya.

2. Tajam ingatannya dan cemerlang pemikirannya. Karena itu para penghafal

al-Qur’an lebih cepat mengerti, teliti, dan lebih apik karena banyak latihan

untuk mencocokkan ayat serta membandingkannya ke porosnya.

3. Bahtera ilmu, dan ini sangat terperhatikan dalam hafalan. Di samping itu,

menghafal bisa mendorong seseorang untuk berprestasi lebih tinggi dari

pada teman-teman mereka yang tidak hafal dalam banyak segi, sekali pun

umur, kecerdasan, dan millive mereka berdekatan.

4. Memiliki identitas yang baik dan berprilaku jujur. Seorang yang hafal

al-Qur’an sudah selayaknya bahkan menjadi suatu kewajiban untuk

berprilaku jujur dan berjiwa Qur’ani. Identitas demikian akan selalu

terpelihara karena jiwanya selalu mendapat peringatan dan teguran dari

ayat-ayat al-Qur’an yang selalu dibacanya.

5. Fasih dalam berbicara, ucapannya benar dan dapat mengeluarkan fonetik

Arab dari landasannya secara tabi’i (alami).

41

Haya Ar-Rasyid, Kiat Mengatasi Kendala Membaca dan Menghafal Al-Qur’an, (Jakarta : Pustaka Al-Sofwa, 2004), Cet. Ke-1, h. 83-84.

42

(31)

6. Memiliki doa yang mustajab, orang yang hafal al-Qur’an yang selalu

konsekuen dengan predikatnya sebagai Hamalatul Qur’an, yakni orang yang hafal al-Qur’an, memahami dan mengamalkan isi kandungannya

merupakan orang yang dikasihi Allah SWT. 43

43

(32)

BAB III

GAMBARAN UMUM PANTI SOSIAL ASUHAN RABBANI

A. Sejarah Berdirinya

Latar belakang didirikannya Panti Sosial Asuhan Rabbani diawali dari

cita-cita seorang duta besar Indonesia untuk Arab Saudi yaitu Bapak Djanamar

Adjam. Beliau ingin sekali mengasuh dan menyantuni anak-anak yatim piatu,

fakir miskin/kurang mampu, dan anak-anak terlantar. Tetapi sebelum keinginan

tersebut terlaksana beliau meninggal dunia. Kemudian cita-cita mulia tersebut

dilanjutkan atau diwujudkan oleh istrinya tercinta yaitu Ibu Hj. Syilvinia

Djanamar Adjam.

Sehingga pada tanggal 13 oktober 1993 didirikanlah sebuah tempat yang

diberi nama “Panti Sosial Asuhan Rabbani” di atas tanah 2 hektar yang terletak di

jalan raya Parung Gunung Sindur 27 Tulang Kuning Parung Bogor. Tetapi kini

istrinya pun telah meninggal dunia dan urusan panti pun diserahkan kepada

keluarga dari istri Bapak Djanamar Adjam karena beliau tidak mempunyai anak.

Dan sebagai kepala panti keluarga tersebut mengangkat Bapak Solhanuddin S. Ag

yang juga sebagai orangtua asuh di panti tersebut sebagai kepala dan dai panti

ini.44

Dalam panti tersebut anak-anak fakir miskin, yatim piatu, tidak hanya

disantuni, seperti: pangan, papan, sandang saja namun mereka juga mendapatkan

44

Solhannuddin, Pimpinan Panti Sosial Asuhan Rabbani Parung Bogor, Wawancara Pribadi, Bogor, 30 Juni 2008.

(33)

pendidikan; baik pendidikan formal maupun pendidikan informal (belajar di

sekolah dan di asrama). Dalam materi pendidikan selain pelajaran-pelajaran

agama, mereka lebih menekankan pada materi pendidikan menghafal Al-Qur’an

(Tahfidzul Qur’an).

Pada awalnya santri-santri tersebut kebanyakan berasal dari Kepulauan

Mentawai yang terletak di Propinsi Sumatra Barat. Anak-anak tersebut

sebelumnya ditampung terlebih dahulu di Yayasan Pembinaan Pendidikan

Mentawai (YPPM) Padang. Yayasan ini merupakan suatu wadah untuk

menampung dan membina masyarakat Mentawai terutama dalam bidang

pendidikan. Karena keterbatasan tempat dan tenga pendidik, YPPM mempunyai

program, yaitu menyalurkan anak-anak asuh mereka ke panti-panti atau

pesantren-pesantren yang ada di pulau Jawa, diantaranya adalah Panti Sosial

Asuhan Rabbani tersebut.45

Setelah beberapa tahun selanjutnya, santri Panti Sosial Asuhan Rabbani

tidak hanya berasal dari Kepulauan Mentawai dan Riau saja, namun ada juga yang

berasal dari Lampung, Banten, Jakarta, Indramayu, Garut, Depok, Cianjur, dan

Jawa timur.

B. Visi dan Misi

Adapun visi dan misi didirikannya panti social asuhan rabbani adalah:

1. Ingin berbuat baik kepada orang lain dengan cara meningkatkan derajat

anak yatim, fakir miskin/kurang mampu, terlantar, dan anak-anak usia

45

(34)

belajar pada umumnya. Hal ini sesuai dengan usaha pemerintah dalam

rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.

2. Mengembangkan dua potensi, yaitu: pendidikan umum dan pendidikan

agama yang diharapkan mempunyai nilai tambah (plus) dan mampu

menjadi ulama yang tidak saja luas ilmu pengetahuan agamanya namun

mampu memenuhi tuntutan zamannya untuk ikut berperan aktif dalam

menghadapi masalah-masalah kemasyarakatan.46

Visi misi di atas merupakan wujud nyata dari UUD 45 yang tercantum

dalam bab XIII pasal 31 yang berbunyi; tiap-tiap warga Negara berhak

mendapatkan pengajaran, dan juga termaktub dalam pasal 34 yang berbunyi; fakir

miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh Negara.47

C. Program Kegiatan dan Tujuannya

1. Sasaran Penyantunan

Anak-anak yatim piatu terlantar dan anak mualaf suku terasing yang

manjadi sasaran program adalah anak-anak yang berasal dari keluarga

yang kondisi ekonominya lemah (miskin atau terlantar).

2. Sistem Penyantunan

Program penyantunan anak yatim piatu terlantar dan anak mualaf suku

terasing yang dilaksanakan melalui dua system pelayanan yaitu:

46

Ibid., Wawancara Pribadi, Bogor, 30 Juni 2008. 47

(35)

a. Sistem Pelayanan Panti. Anak-anak yatim yang disantuni ditempatkan

dalam suatu tempat tinggal / asrama dengan melalui pengawasan dan

bimbingan langsung dari para pengasuh (orang tua asuh)

b. Sistem Pelayanan Non Panti. Anak-anak yatim yang disantuni yang

tetap berada dalam asuhan dan bimbingan keluarganya masing-masing

tetapi mereka mendapat bantuan setiap bulan untuk keperluan

pendidikan (sekolah) dan kebutuhan pokok lainnya.

3. Bentuk Penyantunan

Bentuk-bentuk penyantunan yang diberikan kepada anak-anak yatim

mencakup:

a. Kebutuhan pakaian

b. Kebutuhan makanan

c. Tempat tinggal (bagi anak yatim ditempatkan dalam panti)

d. Kesehatan

e. Pendidikan / sekolah

f. Ketrampilan

g. Bimbingan agama Islam melalui panti

h. Bimbingan pengetahuan umum melalui privat

4. Jangka Waktu Penyantunan

Pemberian penyantunan kepada anak yatim piatu terlantar dan anak mualaf

suku terasing tersebut, dibatasi dalam waktu tertentu yang disesuaikan

(36)

5. Sumber Biaya / Dana

Bentuk biaya / dana:

a. Wakaf

b. Hibah

c. Shodaqoh

d. Zakat

e. Bentuk-bentuk bantuan lainnya tidak mengikat.

6. Penyandang Dana / Donatur

a. Donatur Tetap: yaitu para penyandang dana yang memberikan bantuan

secara berkesinambungan dengan jumlah bantuan yang tetap dan

waktu yang teratur (tiap minggu atau tiap bulan)

b. Donatur Tidak Tetap: yaitu para penyandang dana yang memberikan

bantuan secara insidential dengan jumlah bantuan dan waktu tidak

ditentukan.

7. Sarana dan Prasarana

Untuk melaksanakan program penyantunan dan pendidikan melalui panti

secara berkesinambungan telah mempunyai dan akan membangun:

a. Gedung / ruang dan penampung anak 600 m² / kantor

b. Ruang dapur / makan tersendiri

c. Taman / rekreasi

Areal seluas 6000 m² beralokasi di Jl. Raya Parung Gunung Sindur

Tulang Kuning Waru Parung – Bogor.

Untuk mencapai tujuan dari pada Panti maka disusun program kerja yang

(37)

1. Jangka Pendek

a. Mensosialisasi program-program panti pada masyarakat, instansi

dinas yang terkait pemerintah mampu swasta.

b. Identifikasi masalah klien.

c. Menyelenggarakan program pendidikan 12 tahun melalui system

orang tua asuh yang dikelola oleh panti asuhan dan non panti.

d. Memberikan bantuan / santunan bagi Lansi.

e. Menyelenggarakan pemberantasan buta huruf Al-Qur’an untuk

orang dewasa, remaja, anak-anak (TPA / TKA), Majlis Ta’lim,

yang berkesinambungan.

2. Jangka Menengah

a. Mengadakan kerja sama dengan dinas instansi yang terkait dan

swasta untuk mengembangkan ketrampilan klien / binaan di bidang

sector pertanian / peternakan dan jasa untuk menunjang program

binaan sosial.

b. Meningkatkan usaha klien / binaan di bidang menabung khusus

anak-anak yang ada di Panti Asuhan.

c. Mengadakan kerja sama dengan lembaga pendidikan pemerintah /

swasta, penyelenggaran pendidikan bagi anak asuh.

d. Mengadakan penyuluhan bagi Lansi manakala menghayati sisa

umur penuh dengan kedamaian.

e. Menyiapkan draf pengembangan pendidikan yang bersifat

(38)

3. Jangka Panjang

a. Mengoptimalkan program pembinaan Panti Asuhan.

b. Mengupayakan program dakwah melalui Ta’lim.

c. Mengembangkan pembinaan panti / Diniah Tsanawaiyah dan

Aliyah.

d. Mendirikan kelompok usaha bersama di sektor pertanian,

peternakan dan perdagangan.

e. Mendirikan kepustakaan di Panti Asuhan.

f. Mendirikan pos kesehatan untuk Panti Asuhan maupun

kepentingan masyarakat.

Sehubungan dengan adanya permasalahan-permasalahan yang berkaitan

dengan anak-anak yatim piatu terlantar dan anak mualaf suku terasing, maka

program penyantunan anak-anak yatim yang melembaga dan berkesinambungan

sangat dengan tujuan sebagai berikut:

1. Memberikan pelayanan/penyantunan kepada anak-anak yatim secara

sistematis dan berkesinambungan melalui pelayanan panti dan non panti,

sehingga dapat menjamin kelangsungan hidupnya serta terpenuhi kebutuhan

pokoknya secara layak.

2. Memberikan penyantunan kepada anak-anak yatim sesuai dengan perintah

Allah SWT dan Rasulullah Saw serta ketentuan Undang-Undang Dasar 1945.

3. Memobilisasi dan memanfaatkan sumber-sumber yang ada di dalam

(39)

sumber-sumber non material sehingga mendukung terlaksananya program

penyantunan anak yatim secara optimal.

D. Struktur Organisasi

Organisasi keberadaannya sangat diperlukan dalam suatu kelompok

manusia yang hidup bersama dalam rangka mencapai tujuan yang telah

ditetapkan. Apalagi dalam suatu lembaga pendidikan baik formal maupun

informal sebagai wadah dari usaha kerja sama sekelompok manusia dalam rangka

mencapai tujuan pendidikan.

Menurut Ngalim Purwanto organisasi adalah aktivitas-aktivitas menyusun

dan membentuk hubungan-hubungan sehingga terwujud kesatuan usaha dalam

mencapai maksud-maksud dan tujuan-tujuan pendidikan.48

Sedangkan Burhanuddin mendefinisikan organisasi adalah suatu system

yang mempunyai struktur dan perencanaan yang dilakukan dengan penuh

kesadaran, di dalamnya orang-orang bekerja dan berhubungan satu sama lain

dengan satu cara yang terkoordinasi dengan baik dan kooperatif guna mencapai

tujuan-tujuan yang telah ditetapkan.49

Dari definisi di atas menurut hemat penulis bahwa organisasi adalah

kumpulan dari beberapa orang yang bekerja sama untuk mewujudkan visi dan

misi yang telah ditetapkan.

48

Ngalim Purwanto, Administrasi dan Supervisi Pembinaan, (Bandung : PT. Remaja Rosda Karya, 1992), Cet. Ke-5.

49

(40)

Jadi organisasi Panti Sosial Asuhan Rabbani adalah suatu wadah yang

menjadi usaha kerja sama dari satuan kelompok manusia yang terdiri dari Ketua

Umum, Wakil Ketua, Sekretaris, Bendahara, dan sekbid-sekbid lainnya.50

Adapun struktur organisasi Panti Sosial Asuhan Rabbani Parung Bogor

adalah sebagai berikut:

a. Pendiri : 1. Ny. Hj. Syilvinia Djanamar Adjam

2. H. John Niskar Idris

3. Ny. Hj. Ilfa Idriwati

b. Penasehat : 1. Ir. Asmoro Prayitno

2. H. Yusuf Murad

3. H. Agus Sutomo

c. Ketua : Solhanuddin, S. Ag.

d. Wk. Ketua : Dewi Rahmawati, S. Pdi

e. Sekretaris : Lukman Hakim

f. Bendahara : Ny. Hj. Edit Iskandar

g. Pengasuh : 1. Solhannuddin, S. Ag

2. Jefriadi

3. Syahruddin

4. Ahmad Fathullah

5. Lukman Hakim

6. Budi Kurniawan

50

(41)

E. Gambaran Umum Subyek

Berdasarkan kode etik penelitian dan untuk menjaga kerahasiaan subyek,

maka di dalam skripsi ini penulis tidak menggunakan nama asli dari

masing-masing subyek yang diteliti, melainkan penulis hanya menggunakan inisial.

Identitas Subyek Penelitian

No Inisial Usia Jenis

Kelamin

Pendidik an

Tempat Tinggal

Lama Menjadi

Anak Panti

Hafalan Al-Qur’an

1 R 20 thn Laki-laki MA Asrama 3 tahun 3 juz

2 K 15 thn Laki-laki SMK Asrama 4 tahun 3 juz

3 I 17 thn Laki-laki MA Asrama 2 tahun 1 juz

4 A 15 thn Laki-laki MTs Asrama 2 tahun 2 juz

5 N 17 thn Laki-laki MA Asrama 2 tahun 2 juz

(42)

BAB IV

PENERAPAN METODE BIMBINGAN DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENGHAFAL AL-QUR’AN BAGI ANAK-ANAK

USIA 8-15 TAHUN

A. Identifikasi Subyek

1. Solhannuddin (Pimpinan Panti Sosial Asuhan Rabbani)

Solhannuddin adalah lulusan dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

Hidayatullah Jakarta Jurusan Perbandingan Mazhab Hukum (PMH) Fakultas

Syariah dan Hukum. Sebelumnya dia mengenyam pendidikan Sekolah Dasar

Negeri I (SDN I) Pekon Susuk Kelumbayan Lampung, MTs Islamiyah

Kelumbayan Lampung dan MA Al-Khairiyah Tegal Buntu Ciwandan Cilegon

Banten.

Selama menjadi mahasiswa dan sampai sekarang, dia aktif di berbagai

kegiatan seperti: dia pernah menjadi pengurus Lembaga Dakwah Kampus (LDK)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, pengurus Himpunan Qari Mahasiswa (HIQMA)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dan dari tahun 1998 menjadi pimpinan Panti

Sosial Asuhan Rabbani.

Solhannuddin adalah pimpinan Panti Sosial Asuhan Rabbani, yang

bergabung pada tahun 1997 bersama temannya. Karena dia ingin mengabdikan

diri untuk mengamalkan ilmu yang ada sambil belajar di bangku kuliah, serta

ingin menyelamatkan generasi penerus bangsa yang berada di Panti Sosial Asuhan

(43)

Rabbani. Sampai sekarang, Solhannuddin terus melakukan kegiatan sosial

terutama untuk mereka yang benar-benar membutuhkan.. Banyak program

pendidikan yang ditingkatkan, namun dalam materi pendidikan selain

pelajaran-pelajaran agama, mereka lebih menekankan pada materi pendidikan menghafal

Al-Qur’an (Tahfidzul Qur’an).51

2. Jefriadi (Pembimbing Agama Panti Sosial Asuhan Rabbani)

Jefriadi adalah seorang pembimbing Agama di Panti Sosial Asuhan

Rabbani. Sewaktu kecil dia sekolah di SDN 017 Tanjung Rambutan, Kampar

Riau. Setelah lulus dia meneruskan ke MTs Tarbiyah Islamiah, Batu Belah,

Kampar Riau, kemudian dia melanjutkan ke Madrasah Aliyah Keagamaan (MAK)

Pondok Pesantren Islamic Center, Al-Hidayah Kampar Riau, lalu meneruskan S-1

di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Fakultas Dakwah dan

Komunikasi Jurusan Bimbingan Penyuluhan Islam.

Pada saat kuliah dia aktif diberbagai kegiatan dan organisasi diantaranya

adalah dibidang dakwah pada Lembaga Dakwah Kampus (LDK), bidang kesenian

Badan Eksekutif Mahasiswa Jurusan Bimbingan Penyuluhan Islam UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.52

Jefriadi adalah salah satu pembimbing Agama sekaligus pengasuh di Panti

Sosial Asuhan Rabbani. Karena dia ingin sekali membantu dan mengangkat

derajat anak-anak yatim piatu, fakir miskin dan anak-anak terlantar di mata

masyarakat. Sampai sekarang dia masih terus aktif melakukakan tugasnya

51

Solhannuddin, Pimpinan Panti Sosial Asuhan Rabbani Parung Bogor, Wawancara Pribadi, Bogor, 03 April 2008.

52

(44)

membantu anak-anak panti terutama dalam hal pendidikan. Serta dapat

mengaplikasikan ilmu yang diperoleh dari Pondok Pesantren.

3. Perjalanan Hidup R (Anak Panti)

R adalah anak kedua dari enam bersaudara. Ayah R adalah seorang petani

sedangkan Ibu R adalah seorang ibu rumah tangga. R mempunyai satu orang

kakak dan empat adik yang sampai saat ini masih sekolah. Keluarga R adalah

termasuk keluarga yang mampu dibandingkan dengan keluarga yang lain, yang

berada di daerah rumahnya. Namun sayang, ketika kelas 3 Mts tepatnya R sudah

menginjak masa pubertas, dalam kesehariannya R salah dalam bergaul.

Sampai-sampai R melakukan perbuatan yang telah dilarang oleh norma-norma agama dan

hukum. Perbuatan itu pun telah diketahui oleh kedua orang tuanya, yang akhirnya

R dimasukkan oleh orang tuanya ke Pondok Pesantren Al-Hidayah Pandegelang.

Di Pondok Pesantren tersebut ternyata sama sekali tidak mempengaruhi

akhlaq atau sikap R. R pun tetap saja tidak berubah dan tetap masih melakukan

perbuatan yang keji. Di Pondok Pesantren tersebut R hanya sampai tujuh bulan

dan kemudian dipindahkan ke Pondok Pesantren Al-Hidayah Cibeber Banten. Di

Pondok Pesantren itu R pun masih tetap belum berubah, masih melakukan hal

yang serupa, singkatnya di Pondok Pesantren itu R hanya sampai empat bulan.

Melihat perlakuan R, orangtua R sangat terpukul, sedih dan sakit hati atas

perlakuan R. Sampai-sampai orang tua R sudah tidak sanggup dan tidak mau lagi

mengurusi R. Tak lama kemudian Ibu R bertemu dengan orang tua dari temannya

R, yaitu H. Dari situlah orang tua R berkeluh kesah menceritakan isi hati dan

(45)

mengusulkan agar R dimasukan ke Panti atau Pesantren Rabbani yang tepatnya

berada di daerah Parung Bogor.

Dengan alasan di Panti tersebut dipimpin oleh salah seorang dari

tetangganya yang tidak jauh dari rumah R. Mendengar info tersebut, Ibu R

mengiyakan usulan itu kemudian membicarakan kepada ayah R. Ayah R pun

setuju kemudian kedua orang tua R segera memberitahukan kepada R bahwa nanti

akan di masukkan ke Panti atau Pesantren Rabbani di daerah Parung Bogor. R pun

menurutinya, akan tetapi ketika di sana nanti keinginan R hanya ingin mondok

saja, belum mau disekolahkan.entah apa alasannya?.

Orang tuanya pun menuruti permintaan R, karena yang penting bagi

mereka adalah R harus berubah dahulu untuk menjadi orang yang baik. Setelah

itu, untuk memasukkan R ke Panti, Ibu R mengirim surat kepada pimpinan Panti

tersebut untuk meminta izin agar R bisa diterima di Panti Rabbani. Setelah

mengetahui dari kepribadian R, pimpinan Panti sempat menolak karena melihat R

yang usianya sudah tidak pantas lagi untuk tinggal di Panti dan khawatir

kehadirannya R di Panti bisa mempengaruhi anak-anak yang lain. Akan tetapi Ibu

R pun masih terus berusaha mempertahankan niatnya dan berkata kepada

pimpinan Panti, “tolong Pak anak saya bisa diterima di sini, mungkin untuk

permulaan hanya beberapa bulan saja dulu anak saya tinggal di sini dan anak saya

keinginannya pun hanya ingin mondok saja, belum mau disekolahkan”.53

Melihat usaha Ibu R yang keras, akhirnya pimpinan Panti bisa menerima R

untuk tinggal di Panti Rabbani dengan syarat, R harus mentaati segala

53

(46)

peraturan yang ada di Panti dan apabila R melanggar atau melakukan sesuatu

yang tidak semestinya, maka saya akan mengembalikan R kepada Ibu. Ungkap

pimpinan Panti kepada Ibu R dan R. Dan untuk kepentingan R dan Panti tersebut,

pimpinan Panti meminta kepada Ibu R untuk menginfaqkan sebagian hartanya

dengan tiap bulan 200.000,00 dan Ibu R pun langsung menyetujuinya.

Beberapa hari berjalan R merasa banyak perubahan pada dirinya. R yang

tadinya sangat nakal dan brutal, kini R sangat sopan pada setiap orang dan lebih

taat beribadah dengan mengerjakan shalat lima waktu, puasa senin kamis dan

selalu menuruti atau mendengarkan tausyiah-tausyiah dan bimbingan yang

diberikan oleh pimpinan atau pembina Panti. Lebih-lebih kini R telah menghafal

Al-Qur’an 3 Juz dan dapat membacakan Al-Qur’an dengan lagu atau suara yang

indah.

Dan R yang pada mulanya tinggal di Panti hanya ingin mondok saja,

akhirnya R mempunyai keinginan untuk melanjutkan sekolahnya. Karena R

merasa masih banyak kekurangan pada dirinya, terutama dalam ilmu pengetahuan.

Akhirnya R pun bisa merasakan kembali masa sekolahnya dan sampai kini R

sudah tingakat Aliyah kelas 3.

Dari situlah R bisa merasakan atau mendapatkan bimbingan-bimbingan

yang diberikan oleh para pembina Panti Sosial Asuhan Rabbani dan dari beberapa

bimbingan yang diberikan, R lebih menyukai bimbingan secara kelompok atau

ceramah.

(47)

K adalah anak kedua dari tiga bersaudara. Bapak K adalah seorang pekerja

suruhan, yang biasa dikerjakan adalah sebagai petani dan nelayan. Dengan kata

lain pekerjaan Bapak K adalah tidak tetap, bisa dibilang sebagai petani atau

nelayan, dan itu pun kalau ada orang lain yang menyuruh untuk

memperkerjakannya. Sedangkan Ibu K adalah seorang ibu rumah tangga, K

mempunyai satu kakak dan satu adik yang saat ini masih balita.

Keluarga K adalah termasuk keluarga yang tidak mampu, dengan

penghasilan yang tidak tetap, namun sebagai kepala keluarga Bapak K tetap

berusaha untuk menghidupkan keluarganya, berbagai cara pun dilakukannya,

dengan mencari pekerjaan lain bila pekerjaan sebelumnya telah usai. Begitu juga

dengan Ibu K yang selalu menginginkan anaknya bahagia dan memiliki masa

depan yang cerah, samapi-sampai Ibu K bernadzar atau menginginkan sekali agar

K masuk ke Pesantren. Waktu itu K belum tau apa alasan Ibunya, yang K tau

Ibunya ingin sekali K masuk Pesantren.54

Tepat setelah K lulus SD, akhirnya keinginan Ibunya terkabuli agar K bisa

masuk Pesantren. Ibu K dan K langsung didatangi oleh pimpinan Panti untuk

menawari K tinggal di Pantinya yaitu Panti Sosial Asuhan Rabbani Parung Bogor,

yang kebetulan antara keluarga pimpinan Panti dengan keluarga K sama-sama

tinggal di satu daerah.

Tanpa berpikir panjang Ibu K langsung mengiyakan tawaran pimpinan

Panti tersebut. Dan tepatnya tahun 2004 K tinggal di Panti, dan mulai menjalani

kehidupannya yang baru. Walaupun jauh dari keluarga, K merasa senang tinggal

54

(48)

di Panti tersebut karena semua kebutuhannya dapat terpenuhi dan yang lebih

penting lagi K dapat meneruskan kembali sekolahnya ke tingkat Mts dan SMK

yang sekarang ini sedang duduk di kelas 1.

Semua kegiatan-kegiatan atau aturan yang berada di Panti telah dikuti dan

dilaksanakan dengan baik. Kini K menjadi lebih baik tinggal di Panti, K lebih taat

pada agama dan bisa merasakan dekat kepada Allah SWT, tau mana yang baik

dan yang buruk, dan kini K pun sudah dapat menghafal Al-Qur’an 3 Juz.

Di Panti itulah K dapat memperoleh ilmu agama dan

bimbingan-bimbingan yang diberikan oleh para pembina Panti Sosial Asuhan Rabbani.

5. Perjalanan Hidup I (Anak Panti)

I adalah anak keempat dari enam bersaudara. Kakak I ada yang masih

sekolah dan ada juga yang sudah kerja. Kedua orang tua I sampai saat ini masih

ada, dan mereka sekarang tinggal di Lampung. Ayah I adalah seorang petani,

sedangkan Ibu I adalah seorang ibu rumah tangga. I mempunyai satu orang kakak

yaitu P yang sampai saat ini juga menjadi anak asuh di Panti Sosial Asuhan

Rabbani, namun kini P menjadi anak asuh non Panti karena P sekolahnya di

daerah Cilegon Banten dan di sana P tinggal bersama teman-temannya yang juga

menjadi anak asuh non Panti, sedangkan I saat ini masih tinggal di asrama Panti.

Sebab pada saat I lulus SMP, Ayah I perlahan-lahan usaha yang selama ini

dirintis mengalami kemunduran. Dan Ayah I pun bingung untuk membiayai I

(49)

I diajak atau ditawari untuk tinggal di Panti oleh seorang Ibu atau tetangganya

yang kebetulan anaknya menjadi pimpinan di Panti tersebut.55

Tanpa berpikir panjang, awalnya I mau dan menurutinya karena Ayah I

pun sangat setuju agar I tinggal di Panti saja biar sama-sama dengan kakaknya.

Kata Ayahnya. Tahun 2006 I masuk Panti dan mulai menyesuaikan diri,

lama-kelamaan I pun menjadi suka dan betah tinggal di Panti, karena banyak

teman-teman yang baik dengannya, begitu juga dengan pimpinan dan para pembinanya

yang penuh perhatian dalam mendidik atau membimbingnya.

Di Panti I banyak memperoleh bimbingan Islam, kini I bisa melaksanakan

shalat beserta doanya dengan baik dan benar, I yang tadinya hanya bisa membaca

Al-Qur’an saja, kini I tahu hukum-hukum bacaan Al-Qur’an atau tajwid. Selain

itu I juga mempunyai hafalan Al-Qur’an yang saat ini masih 1 Juz.

Dari Panti itulah I banyak memperoleh bimbingan, I merasakan banyak

perubahan atau perkembangan pada dirinya. Dan kini I tahu bagaimana sikap atau

akhlaq seorang Muslim yang baik.

6. Perjalanan Hidup N (Anak Panti)

N adalah anak tunggal. Ibu N sudah meninggal ketika N masih kecil, dan

setelah itu N hanya hidup berdua dengan Ayahnya. N sudah kehilangan sosok

seorang Ibu yang telah memberikannya kasih sayang dan perhatian yang penuh.

Saat itu N bersama Ayahnya hidup dengan serba kekukarangan, Ayah N hanya

seorang pekerja suruhan yang penghasilannya tidak tetap dan minim sekali. Akan

tetapi Ayah N masih merasa sanggup untuk mengurusi N dan membiayai

55

(50)

sekolahnya, sampai-sampai Ayah N rela membanting tulang tiap harinya bekerja

mencari uang untuk kehidupannya dan sekolahnya N.

Tepat N lulus SMP, Ayah N mulai sakit-sakitan yang cukup lama. N pun

panik dan tidak bisa berbuat apa-apa, akhirnya N meminta tolong kepada

kakeknya. Setelah itu N berpikir bahwa sekolahnya hanya berakhir sampai SMP

saja dan N sempat berniat untuk menggantikan posisi Ayahnya bekerja mencari

uang. Tetapi semua itu tidak diperizinkan oleh kakeknya dan justru kakeknya

mengusulkan N untuk masuk Panti saja, yang nantinya kehidupan N akan terurus

dan dapat meneruskan kembali sekolahnya.

N akhirnya menuruti usulan kakeknya dan masuk ke Panti yang berada di

daerah Parung Bogor yaitu Panti Sosial Asuhan Rabbani, yang kebetulan

pimpinan pada Panti tersebut adalah murid kakek waktu di Pengajiannya.56 N

mulai menyesuaikan diri dengan teman-temannya dan lingkungan Panti. Lama

kelamaan N betah dan senang hidup di Panti, N sangat penurut dengan pembina

Panti, semua kegiatan dan bimbingan yang diberikan oleh pembina selalu

diikutinya. Kini N rajin beribadah, kadang dalam shalat berjamaah N menjadi

imam shalat menggantikan posisi pembinanya yang sedang tidak ada di tempat,

selain itu N juga pandai membaca Al-Qur’an dengan tajwid yang benar dan

sampai saat ini sudah menghafal Al-Qur’an 2 juz. Dan N pun sudah meneruskan

kembali sekolahnya yang saat ini duduk di kelas 2 Aliyah. Selain materi

pendidikan yang didapat dari sekolah, di Panti N juga banyak mendapatkan materi

bimbingan seperti Tahfidzul Qur’an, Fiqh, Hadits, B. Arab, Nahwu Shorof, I

Gambar

GAMBARAN UMUM

Referensi

Dokumen terkait

Arah rotasi venus searah jarum jam (dari timur ke barat). Hal ini berbeda dengan planet-planet lain yang rotasinya berlawanan jarum jam. Sekali mengelilingi matahari, venus

Pengenalpastian kawasan yang hendak dimajukan sahaja tidak memadai kerana perancangan pembangunan seharusnya mengambilkira bukan hanya persekitaran fizikal dan manusia di

Berdasarkan tabel MRP diketahui bahwa jumlah persediaan ekstrak kayumanis di gudang masih dapat memenuhi proses produksi pesanan - pesanan tersebut, sehingga Cokelat

PENGEMBANGAN TES TERTULIS PADA MATERI PENGANTAR KIMIA MENGGUNAKAN MODELTRENDS IN INTERNATIONAL MATHEMATICS AND SCIENCE STUDY(TIMSS).. Universitas Pendidikan Indonesia |

In our results, although genotype 5 ap- peared to be tolerant in terms of photosynthesis rate (Experiment 1), it provided lower fruit yields when used as rootstock by the

Kami juga mengajukan permohonan pembayaran invoice untuk data berikut, dan akan segera melengkapi semua

Demikian halnya dengan sunat perem- puan di desa Bodia, bahwa sunat perem- puan adalah praktek budaya turun temurun dari nenek moyang mereka, budaya yang melekat tersebut

M aka t indakan yang dapat dilakukan oleh pemerint ah adalah mengurangi jumlah uang beredar dan meningkat kan persediaan barang.. perubahan fisik