INTERAKSI SOSIAL ANTARA
ANGGOTA ORGANISASI EKSTRA KAMPUS DI UIN
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
(Studi kasus di HMI dan PMII Cabang Ciputat)
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Untuk memenuhi persyaratan memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S. Sos)
Oleh:
Luthfian Taqwa Ginanjar
NIM: 106032201110
PROGRAM STUDI SOSIOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
ABSTRAK
Luthfian Taqwa Ginanjar
Interaksi Sosial Antara Anggota Organisasi Ekstra Kampus Di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (Studi kasus di HMI dan PMII Cabang Ciputat)
Interaksi sosial merupakan proses sosial yang terjadi antara individu dengan individu yang lain, individu dengan kelompok atau pun antarkelompok. Interaksi sosial terdiri atas dua sifat, yaitu interaksi sosial asosiatif dan interaksi sosial disosiatif. Adapun yang bersifat asosiatif yaitu kerja sama, akomodasi, dan asimilasi. Sedangkan yang bersifat disosiatif berupa persaingan, kontravensi, dan pertentangan. Oleh karena itu, di dalam setiap organisasi memiliki sifat-sifat interaksi sosial tersebut yang menginginkan pengakuan di lingkungannya. Dan mahasiswa sebagai bagian dari gerakan dan organisasi sosial yang merupakan suatu fenomena yang telah terbukti sejak masa sejarah perjuangan bangsa Indonesia. Oleh sebab itu, menarik untuk melihat bagaimana pola interaksi yang terjadi antarsesama mahasiswa yang berlatar belakang organisasi yang berbeda.
Adapun penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan bagaimana interaksi sosial antara anggota organisasi ekstra di kampus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yaitu organisasi HMI dan PMII. Adapun penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang bersifat deskriptif, kemudian memakai studi kasus dengan bentuk intrinsik dan pengumpulan data dengan cara wawancara dan observasi terhadap informan untuk memahami permasalahan yang terjadi antara kedua organisasi ini. Seperti ideologi yang membuat dua belah pihak ini saling menonjolkan eksistensitas organisasi di dalam maupun di luar kampus. Penyebab antara kedua organisasi selalu bertikai atau konflik karena adanya kepentingan individu atau kelompok yang merugikan kelompok yang lain dan tidak mengikuti aturan yang berlaku atau kode etik keorganisasian sehingga memungkinkan terjadinya suatu konflik di lingkungan tersebut. Dan adakalanya kedua organisasi ini bekerjasama untuk kepentingan kemaslahatan umat bersama, seperti aksi menentang kebijakan kampus atau pun kebijakan pemerintahan, diskusi publik dan kegiatan yang diselenggarakan di dalam kampus yang secara umum untuk para mahasiswa. Dan pemilihan informan utama diambil dengan teknik purposive sampling. Pemilihan ini jika memiliki pertimbangan-pertimbangan tertentu dalam pengambilan sampelnya, peneliti mengambil sampel melalui orang-orang yang memiliki wawasan dan berkompeten dalam bidangnya untuk pengambilan data. Dan jika sudah terjadi pengulangan maka pemilihan berakhir, subjeknya masing-masing berjumlah 10 orang dari setiap jumlah pengurus dan anggota yang ada di dalam organisasi HMI dan PMII.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan
hidayah-Nya. Sholawat serta salam tidak lupa penulis sampaikan kepada Nabi
Muhammad SAW, keluarga, dan para sahabat-sahabatnya yang senantiasa
mem-bela dan mengikuti ajaran-ajarannya.
Skripsi ini tidak akan selesai tanpa bantuan, bimbingan, arahan, dukungan
dan kontribusi dari para pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin
mengucapkan banyak terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada:
Bapak Muhammad Ismail, S.Ag selaku pembimbing akademik Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Bapak Dr. Zulkifly,
MA selaku ketua jurusan program studi Sosiologi UIN Jakarta. dan sekaligus
dosen pembimbing yang memberikan segala waktu, kesabaran, kritikan dan saran
-saran untuk membantu penulisan skripsi ini. Ibu Dra. Joharotul Jamilah, M.Si
selaku sekertaris jurusan program studi Sosiologi UIN Jakarta. Ibu Dzuriatun
Toyibah, MA dan Ibu Iim Halimatusa’diyah, MA selaku tim Dewan
Pertimbangan Skripsi (DPS) yang memberikan inspirasi dan membantu untuk
menentukan tema skripsi. Beserta seluruh dosen dan staf pengajar pada program
studi Sosiologi atas segala motivasi, ilmu pengetahuan, bimbingan, wawasan dan
pengalaman yang mendorong penulis selama menempuh studi.
Keluarga tercinta yaitu orang tua, penulis sangat berterima kasih yang
sedalam-dalamnya kepada ayahanda Dr. Eko Siswono, M.si dan ibunda Hj.
Wartiasih atas segala pengertian, kepercayaan, pendidikan, semangat, kesabaran,
penulis sukses dan berhasil dalam penulisan skripsi ini dengan harapan nilai yang
maksimal, engkaulah orang tua yang terbaik dan penulis cintai. Dan terima kasih
juga untuk kakakku Sismayudha Noor Ramadhona beserta istrinya Mbak Reny
yang selalu memberikan semangat untuk mengerjakan skripsi, dan juga tidak lupa
untuk adekku Rischa Rety Nur Artanti dan Norma Citra Chameliawati yang
memberikan spirit bagi penulis lewat candaannya dan senyumannya.
Sahabat-sahabatku yang senasib dan seperjuangan yaitu: Ayub, Yandhi,
Irvan Matondang, Aal, Andri, Aufar, Panca, Fajar, Hajuri, Nana, Febri, M. Ervan,
Najiullah (Ajie), Fina, Azharina, Hamidah, Rahmi, Kiki, Dijah dan Betty.
Merekalah yang selalu memberikan aura positif kepada penulis dalam
menyelesai-kan skripsi ini dan kalianlah sahabat-sahabat terbaikku. Beserta keluarga besar
LamyuZard (paduan suara), Fortuna band, Amanta band dan Ibu Ririn beserta
keluarga. Mereka yang memberikan kontribusi yang sangat baik di saat penulis
mengalami kejenuhan dalam pembuatan skripsi.
Organisasi HMI dan PMII yang memberikan petunjuk, keterangan, dan
jawaban mengenai pertanyaan-pertanyaan yang dibutuhkan penulis untuk skripsi
ini. dan semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian penulisan skripsi
ini, yang tidak dapat disebutkan satu persatu. “all the best”.
Penulis sadar tidak ada sesuatu yang sempurna kecuali Allah SWT. Begitu
pula dengan skripsi ini, yang merupakan hasil maksimal yang dapat penulis
sampaikan. Oleh karena itu, kritik dan saran dari pembaca sangat dibutuhkan
sebagai bahan perbaikan di masa mendatang bagi penulis selanjutnya.
Ciputat,...…...2011
DAFTAR ISI
ABSTRAK ………. i
KATA PENGANTAR ……….. ii
DAFTAR ISI ………. iv
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Pertanyaan Penelitian ... 6
C. Tujuan Penelitian ... 6
D. Manfaat Penelitian ... 6
E. Tinjauan Pustaka ... 7
F. Kerangka Konseptual ... 10
G. Metodologi Penelitian ... 14
H. Sistematika Penulisan ... 17
BAB II LANDASAN TEORI A. Interaksi Sosial ... 19
1. Pengertian Interaksi Sosial ... 19
2. Faktor-faktor dalam Interaksi Sosial ... 21
3. Syarat-syarat terjadinya Interaksi Sosial ... 22
4. Bentuk-bentuk Interaksi Sosial ... 25
a. Proses Asosiatif ... 25
b. Proses Disosiatif ... 29
B. Organisasi ... 31
1. Pengertian Organisasi ... 32
2. Dasar Pembentukan Organisasi ... 33
BAB III GAMBARAN UMUM PENELITIAN
A. Organisasi Ekstra di Kampus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ... 35 B. Profil Sejarah HMI ... 37
1. Latar Belakang Munculnya Pemikiran dan Berdirinya
HMI ... 37
2. Motivasi Dasar Kelahiran dan Tujuan HMI ... 38
3. Nilai-nilai Dasar Perjuangan (NDP) ... 40
C. Profil Sejarah HMI Cabang Ciputat ... 41 D. Profil Sejarah PMII ... 44
1. Latar Belakang Munculnya Pemikiran dan Berdirinya
PMII ... 44
2. Motivasi Dasar Kelahiran dan Tujuan PMII .. 45
3. Nilai-nilai Dasar Pergerakan (NDP) ... 47
E. Profil Sejarah PMII Cabang Ciputat ... 47
BAB IV HASIL PENELITIAN
A. Perbedaan Pola Interaksi antara Anggota Organisasi HMI dan PMII ... 52 B. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perbedaan Pola
Interaksi ... 69
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ... 77 B. Saran-saran ... 81
DAFTAR PUSTAKA ... 82
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Manusia pada dasarnya dilahirkan seorang diri. Di dalam menjalani
kehidupan sehari-harinya manusia bersifat kelompok atau bermasyarakat.
Manusia tidak dapat berdiri sendiri di tengah-tengah masyarakat melainkan
bergantung pada orang lain karena manusia mempunyai naluri untuk selalu hidup
bersama. Manusia menurut kodratnya, diciptakan untuk menjadi bagian dari suatu
kelompok masyarakat. Dengan demikian, manusia merupakan bagian dari suatu
organisi sosial. Hampir semua kegiatan manusia dilakukan dengan orang lain.
Landasan dari adanya hasrat tersebut adalah untuk memenuhi
kebutuhan-kebutuhan hidupnya, seperti makanan pokok, pekerjaan, jabatan, kendaraan dan
pengakuan di dalam lingkungannya.
Menurut Kimbal Young dalam bukunya Sociology and Social Life
sebagaimana dikutip oleh Zainal Abidin dan Agus Ahmad Safe’i, “... interaksi
sosial adalah kunci dari semua kehidupan sosial karena tanpa adanya interaksi
sosial tidak akan ada kehidupan sosial ....”1 Keunikan suatu peradaban masyarakat
yang satu dengan yang lainnya telah menghasilkan begitu banyak ragam kekayaan
budaya seperti banyaknya jenis bahasa yang digunakan sebagai salah satu syarat
interaksi. Interaksi yang terjadi antarsesama manusia dengan latar belakang yang
berbeda, baik budaya maupun karakter pribadi yang melekat pada diri
masing-masing pasti suatu ketika menimbulkan gesekan-gesekan, baik berupa
1
Zainal Abidin dan Agus Ahmad Safe’i, Sosiosopholog: Sosiologi Islam Berbasis Hikmah
pahaman dalam memandang suatu keadaan ataupun perbedaan sudut pandang.
Hal tersebut merupakan sebuah realitas yang tidak bisa dihindari.
Hal tersebut dari proses sosial, sebagai aspek dinamis dari kehidupan
masyarakat. Bagi Adham Nasution, yang dikutip oleh Basrowi dalam bukunya
menyebutkan, “... bahwa proses sosial adalah rangkaian human actions (sikap/ tindakan manusia) yang merupakan aksi dan reaksi atau challenge dan respon di
dalam hubungannya satu sama lain ....”2 Kita melihat beberapa interaksi yang
dibangun pada masyarakat seperti hubungan atau interaksi yang terbangun secara
kontinuitas antara ras, budaya, agama, dan golongan politik, sehingga
terbentuk-lah organisasi sosial, yang bertujuan untuk membangun negeri ini agar lebih baik.
Untuk meminimalisasi bentuk-bentuk interaksi yang mengarah pada
konflik yang menyebabkan rusaknya sistem sosial pada masyarakat (disintegrasi),
maka diperlukan pemahaman yang berbasis pada pemahaman simbol negara,
yaitu Bhineka Tunggal Ika (walaupun berbeda-beda tetapi tetap satu jua), yang
mengupayakan penerimaan atas segala perbedaan yang ada pada masyarakat.
Oleh sebab itu, harus ada timbal-balik saling memberi dan saling menerima antara
individu dengan yang lainnya sehingga sebuah proses kehidupan akan berjalan
dengan seimbang.
Di dalam proses sosial, memiliki norma dan nilai sehingga masyarakat
dapat menjalani kehidupan dalam organisasi sosial. Dengan adanya norma,
manusia diharapkan mematuhi peraturan dalam hubungannya dengan orang lain.
Meskipun nilai cenderung kepada kepercayaan masyarakat mengenai sesuatu
yang baik atau buruk. Ungkapan Christopher Bates Doob, dalam bukunya
2
Sociology: an Introduction, sebagaimana dikutip oleh Yusron Rozak menarik
untuk dikutip.
“Doop memberikan pembedaan antara nilai dengan norma, dan kepercayaan. Nilai adalah sesuatu yang abstrak, yang memberikan preferensi sejumlah perilaku. Sedangkan norma, memberikan petunjuk atas perilaku dalam situasi yang lebih spesifik. Kepercayaan terkait dengan apa yang orang anggap sebagai sesuatu yang baik atau berguna, sementara kepercayaan fokus kepada apa yang mereka anggap sebagai benar dan faktual. Nilai sangat penting karena mempengaruhi isi daripada norma.”3
Di samping itu, terbentuknya organisasi sosial di tengah-tengah
masyarakat tidak lepas dari peran mahasiswa, sehingga aspirasi masyarakat untuk
pemerintah bisa disalurkan lewat aksi-aksi mahasiswa. Mahasiswa sebagai bagian
dari gerakan dan organisasi sosial merupakan suatu fenomena yang telah terbukti
sejak masa sejarah perjuangan bangsa Indonesia. Dari sejarah bangsa Indonesia,
gerakan kemerdekaan tidak bisa dilepaskan dari peran mahasiswa. Akan tetapi,
ada kecenderungan mahasiswa dihadapkan dengan sebuah kepentingan yang
berorientasi pada kepentingan suatu golongan tertentu saja.
Menurut ilmu politik tentang penyebab lahirnya sebuah gerakan sosial,
karena adanya kondisi yang memberikan kesempatan (political opportunity) bagi
gerakan itu. Pemerintah yang moderat, misalnya memberikan kesempatan yang
lebih besar bagi timbulnya gerakan sosial ketimbang pemerintah yang sangat
otoriter. Kendala untuk membuat gerakan di negara yang represif lebih besar
ketimbang di negara yang demokrat. Sebuah negara yang berubah dari represif
menjadi lebih moderat terhadap oposisi, menurut pandangan ini, akan diwarnai
3
oleh lahirnya berbagai gerakan sosial yang selama ini terpendam di bawah
permukaan.4
Sebagai alternatif terhadap suasana birokratis dan apolitis wadah intra
kampus, pada saat tahun 80-an muncul kelompok-kelompok studi yang dianggap
mungkin tidak tersentuh kekuasaan refresif penguasa. Dalam perkembangannya
eksistensi kelompok ini mulai digeser oleh kehadiran wadah-wadah Lembaga
Swadaya Masyarakat (LSM) yang tumbuh subur pula sebagai alternatif gerakan
mahasiswa. Jalur perjuangan lain ditempuh oleh para aktivis mahasiswa dengan
memakai kendaraan lain untuk menghindari sikap represif pemerintah, yaitu
dengan meleburkan diri dan aktif di organisasi kemahasiswaan ekstra kampus
seperti HMI (Himpunan Mahasiswa Islam), PMII (Pergerakan Mahasiswa Islam
Indonesia). Mereka juga membentuk kelompok-kelompok diskusi dan pers
mahasiswa, maka kegiatan kemahasiswaan yang ada di dalam maupun di luar
perguruan tinggi yang dilakukan untuk meningkatkan kecakapan, intelektualitas
dan kemampuan kepemimpinan para aktivis yang terlibat di dalamnya. Secara
umum di dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia, gerakan mahasiswa
seringkali menjadi cikal-bakal perjuangan nasional.
UIN adalah salah satu dari lembaga pendidikan yang besar. Selain menjadi
tempat studi berbagai disiplin ilmu, terdapat banyak organisasi kemahasiswaan,
baik yang bersifat ekstra kampus maupun intra kampus. Adapun yang bersifat
organisasi ekstra ialah organisasi yang berada di luar kampus seperti HMI
(Himpunan Mahasiswa Indonesia), PMII (Pergerakan Mahasiswa Islam
Indonesia), IMM (Ikatan Muslim Muhammadiyah), KAMMI (Kesatuan Aksi
4
Mahasiswa Muslim Indonesia), LDK (Lembaga Dakwah Kampus). Sedangkan
yang bersifat intra adalah organisasi mahasiswa yang memiliki kedudukan resmi
di dalam kampus dan mendapatkan penggalangan dana untuk kegiatan mahasiswa
dari kampus seperti UKM (Unit Kegiatan Mahasiswa), yaitu pencinta alam
(arkadia), kalacitra, teater syahid, musik (riak). Para aktivis organisasi mahasiswa
intra kampus pada umumnya juga berasal dari kader-kader organisasi ekstra
kampus ataupun aktivis independen yang berasal dari berbagai kelompok studi.
Melihat latar belakang organisasi yang begitu banyak berkembang di
lingkungan perguruan tinggi baik intra maupun ekstra, menjadi tempat untuk
mahasiswa mengeluarkan bakat dan menjadi mahasiswa yang kritis akan
permasalahan yang ada di tengah-tengah masyarakat. Oleh sebab itu, menarik
untuk melihat bagaimana pola interaksi sosial yang terjadi antara sesama
mahasiswa yang berlatar belakangi organisasi yang berbeda. Dan penulis
bermaksud untuk meneliti pola interaksi yang terjadi, dengan pembatasan masalah
pada interaksi sosial yang terjadi antara anggota organisasi HMI dan PMII di
kampus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Seperti mendapatkan kedudukan dan
peran di dalam jurusan, fakultas atau pun universitas dan ada beberapa faktor yang
mengakibatkan anggota mereka tidak dapat berinteraksi dengan baik sampai ke
pejabat-pejabat kampus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan bahkan sampai
kepemerintahan seperti DPR, MPR, Menteri dan lembaga-lembaga yang di biayai
oleh pemerintahan. Oleh sebab itu, mereka dibesarkan melalui
organisasi-organisasi ekstra yang berada di kampus-kampus terutama di UIN Syarif
B. Pertanyaan Penelitian
Untuk lebih jelasnya mengoperasionalkan masalah penelitian ini, maka
saya mengidentifikasikan masalah penelitian tersebut dalam bentuk
pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut:
1. Bagaimana perbedaan pola interaksi antara anggota organisasi HMI dan
organisasi PMII ?
2. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi perbedaan pola interaksi tersebut ?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian skripsi ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk memberikan gambaran secara detail mengenai perbedaan interaksi sosial antara mahasiswa yang mengikuti organisasi ekstra kampus.
2. Untuk menjelaskan berbagai faktor yang mempengaruhi interaksi sosial di
dalam organisasi.
D. Manfaat Penelitian
Adapun penelitian ini, diharapkan dapat memberikan manfaat pada:
1. Manfaat Akademisi
Menambah literatur tentang dinamika kehidupan organisasi ekstra kampus
dan memberikan khazanah pengembangan konsep-konsep dalam
Sosiologi, khususnya untuk memperkaya rekonstruksi teori tentang
interaksi sosial melalui upaya memahami fenomena di dalam masyarakat.
2. Manfaat Praktis
Diharapkan hasil penelitian ini menjadi bahan memasukan dalam
E. Tinjauan Pustaka
Terkait dengan kajian interaksi sosial, penulis menemukan beberapa
penelitian sejenis, antara lain :
Penelitian yang berjudul “Pola Interaksi Santri dan Kyai pada Pondok
Pesantren Salaf dan Khalaf (Studi Perbandingan Pondok Pesantren Al-Idrisiyyah
(Salaf) dengan Pondok Pesantren Al-Falahiyyah (Khalaf))” yang diteliti oleh
Syarif, mahasiswa strata satu (S1) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Pendekatan
yang digunakan oleh penulis adalah kualitatif. Pemilihan informan utama diambil
dengan teknik purposive. Dia menggunakan instrumen penelitian berupa
semistandardized interview, yakni kombinasi wawancara di mana selain mempersiapkan pertanyaan terorganisir, juga kreatif mengembangkan pertanyaan
lanjutan dari jawaban yang diperoleh dari informan kunci.
Permasalahan penelitian dan kesimpulannya menyatakan pola interaksi di
Pondok Pesantren Al-Idrisiyyah (salaf) yang merupakan ajaran tradisional
(terdahulu), adalah pola hubungan bersifat satu arah, yaitu interaksi santri dengan
kyai yang dilakukan hanya di saat proses belajar mengajar, ketika di masjid atau
majlis ta’lim tempat mereka belajar. Hal tersebut dikarenakan beberapa faktor,
yaitu dari ajaran (doktrin) yang terdapat di salaf yang membatasi hubungan antara
santri dengan kyai agar tidak terlalu dekat. Sedangkan pola interaksi di Pondok
Pesantren Al-Falahiyyah (khalaf) yang merupakan ajaran modern (kekinian), yaitu
Artinya, santri lebih mudah berinteraksi langsung dengan kyai, tidak “malu-malu”
dan tidak “kaku”.5
Penelitian di atas menunjukan proses interaksi antara santri dan kyai yang
berbeda tempat cara berinteraksinya. Di ajaran salaf menunjukan interaksi bersifat
satu arah, dimana kyai membatasi hubungannya dengan santri. Sedangkan ajaran
khalaf sebaliknya, pola interaksi kyai dengan santri yang bersifat dua arah atau
terbuka sehingga santri lebih mudah berkomunikasi dengan kyai. Pada akhirnya
proses interaksi tersebut berjalan dengan baik. Penelitian ini berbeda sekali
dengan penelitian selanjutnya, di dalamnya proses interaksi sosial menjadi faktor
dalam membina kerukunan antar umat beragama.
Selain itu, studi tentang “Interaksi Sosial Antara Masyarakat Islam Dengan
Masyarakat Kristen Dalam Membina Kerukunan Hidup Antar Umat Beragama
(Studi Kasus Kelurahan Tanjung Priok-Jakarta Utara)” yang diteliti oleh Novian
Hermawan, mahasiswa strata satu (S1) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Penelitian yang digunakan adalah kualitatif. Pemilihan informan utama diambil
dengan teknik purposive dan juga menggunakan instrumen penelitian berupa
semistandardized interview.
Dalam kesimpulan skripsinya dinyatakan bahwa dengan adanya sebuah
interaksi sosial antar umat beragama maka masyarakat Islam dengan masyarakat
Kristiani akan terlihat dampak-dampak yang terjadi dari sebuah hubungan
interaksi tersebut, dampak-dampak tersebut ada yang bersifat positif dan ada pula
yang bersifat negatif. Dua agama mayoritas yang mendiami wilayah tersebut
merupakan contoh kehidupan beragama yang harmonis dan adapun bentuk-bentuk
5
interaksi sosial yang mempengaruhi kerukunan umat beragama, yaitu dalam
pembangunan rumah ibadah.6
Penelitian tersebut bertujuan untuk menjaga kerukunan umat beragama,
yang mempengaruhi beberapa dampak dari interaksi tersebut. Dampak itu bersifat
negatif dan bersifat positif. Berbeda halnya dengan penelitian sebelumnya, yang
mencari perbedaan interaksi antara ajaran salaf dengan ajaran khalaf. Penelitian
pertama dan kedua, mencakup kepada interaksi sosial antarpola hubungan yang
terjadi di dalam kehidupan masyarakat. Berbeda halnya dengan penelitian
berikutnya, yang mengarah pada ketahanan nasional dalam organisasi sosial di
komunitas dan bagaimana pola interaksi sosial itu terjadi, yaitu:
Penelitian dari “Pola-pola Interaksi Sosial Warga Etnik Cina dengan
Warga Etnik Lainnya dalam Suatu Lingkungan Pemukiman Dan Kaitannya
dengan Ketahanan Nasional” yang diteliti oleh Tri Lestari Hadiati, mahasiswa
Pasca Sarjana-UI, Program studi: Kajian Ketahanan Nasional, Tahun 1996.
Pengumpulan data kualitatif dilakukan dengan wawancara mendalam terhadap
informan serta kelompok diskusi terarah pada kelompok/organisasi sosial di
komunitas. Penelitian empirisnya tentang sifat-sifat suatu batas budaya.
Meskipun akulturasi sudah terjadi hampir di semua bidang kehidupan, ada
sejumlah nilai-nilai budaya dan pranata sosial etnik Cina tetap bertahan hidup
berdampingan dengan nilai-nilai budaya dan pranata sosial etnik lainnya di
Indonesia, dengan contoh pola interaksi antarkelas sosial masyarakat Jepang.7
6
Novian Hermawan, “Interaksi Sosial Antara Masyarakat Islam Dengan Masyarakat Kristen Dalam Membina Kerukunan Hidup Antar Umat Beragama”, (Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin dan Filsafat/Sosiologi Agama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2005), h. 65.
7
Dalam tinjauan dari beberapa penelitian di atas, penulis menemukan kajian
yang secara intensif melihat pola interaksi sosial yang terjadi dengan latar
belakang organisasi yang berbeda, yaitu pada penelitian yang terakhir. Akan
tetapi, penelitian tersebut melihat bagaimana mempertahankan nilai-nilai budaya
dan pranata sosial etnik Cina dalam organisasi di masyarakat Indonesia. Berbeda
halnya dengan penelitian yang akan saya teliti, yang melihat pada anggota
organisasi ekstra kampus dalam berinteraksi antara anggota organisasi yang
berbeda, yakni tentang “Interaksi Sosial Antara Anggota Organisasi Ekstra
Kampus di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta” (Studi kasus HMI dan PMII).
F. Kerangka Konseptual
Manusia dalam hidup bermasyarakat akan saling berhubungan dan saling
membutuhkan satu sama lain. Kebutuhan itulah yang dapat menimbulkan suatu
proses interaksi sosial. Menurut Soerjono Soekanto dalam bukunya Kamus Sosiologi, “kata interaksi mempunyai dua pengertian pertama stimulus dan tanggapan antar manusia; kedua hubungan timbal balik antara pihak tertentu.”8
Goffman mengemukakan bahwa dalam dunia performa, perlu dibedakan
dua panggung, yaitu panggung depan (front region atau front stage) dan panggung
belakang (back region atau back stage). Dan beliau menyatakan bahwa selama kegiatan rutin seseorang akan mengetengahkan sosok dirinya yang ideal dalam
interaksi (sebagaimana yang dituntut oleh status sosialnya) menarik untuk
dikutip.9
8
Soerjono Soekanto, Kamus Sosiologi (Jakarta: Balai Pustaka, 1988), hl. 335.
9
“Seorang pelaku cenderung membunyikan atau mengenyam-pingkan kegiatan, fakta-fakta dan motif-motif yang tidak sesuai dengan citra dirinya dan produk-produknya yang ideal. Walaupun individu memiliki berbasis routines, akan tetapi dia cenderung bertindak seolah-olah routine yang ada “sekarang” inilah yang terpenting.” 10
Menurut model analisis ini, masalah utama yang dihadapi individu dalam
pelbagai hubungan sosialnya adalah mengontrol kesan-kesan yang diberikannya
pada orang lain. Pada akhirnya, individu berusaha mengontrol penampilannya,
keadaan fisiknya dimana mereka memainkan peran-perannya, serta perilaku
perannya yang aktual dan gerak-isyarat yang menyertainya.11
Dalam penelitian ini mengenai proses interaksi yang pokok, yaitu interaksi
sosial yang bersifat asosiatif dan yang bersifat disosiatif. Adapun yang bersifat
asosiatif yang mengarah pada tujuan yang sama dan mempengaruhi orientasi
terebut, seperti kerjasama, akomodasi dan asimilasi. Dan “... kerja sama mungkin
akan bertambah kuat apabila ada bahaya luar yang mengancam atau ada
tindakan-tindakan luar yang menyinggung kesetiaan yang secara tradisional atau
institusional telah tertanam di dalam kelompok, dalam diri seorang atau
segolongan orang ....”12 Betapa pentingnya fungsi kerja sama, digambarkan oleh
Charles H. Cooley sebagai berikut.13
“Kerja sama timbul apabila orang menyadari bahwa mereka mempunyai kepentingan-kepentingan yang sama dan pada saat yang bersamaan mempunyai cukup pengetahuan dan pengendalian ter-hadap diri sendiri untuk memenuhi kepentingan-kepentingan tersebut; kesadaran akan adanya organisasi merupakan fakta-fakta yang penting dalam kerja sama yang berguna”.
10
Margaret M. Poloma, Sosiologi Kontemporer. Penerjemah Yasogama, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2004), h. 233.
11
Doyle Paul Johnson, Teori Sosiologi; Klasik dan Modern. Diindonesiakan oleh: Robert M. Z. Lawang, (Jakarta: Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama, 1986 ), h. 42
12
Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2007), h. 66.
13
Dengan kerja sama di dalam dua organisasi atau kelompok, menciptakan
hasil dari kesepakan antara dua belah pihak yang sedang mengalami permasalahan
pada saat itu. Dalam hal ini bisa disebut dengan koalisi, apabila sudah terjadi
kesepakan dan nantinya akan timbul kesalah-pahaman atau pertentangan di
kemudian hari, dan harus bisa mengakomodasikan untuk mencapai kestabilan
kembali yang diinginkan antara dua belah pihak. Adapun “... akomodasi itu
sendiri untuk menunjukan pada suatu keadaan yang berarti adanya keseimbangan
dan menunjukan pada suatu proses untuk meredakan suatu pertentangan mencapai
kestabilan ....”14
Asimilasi merupakan proses sosial dalam taraf lanjut. Ditandai dengan
adanya usaha-usaha mengurangi perbedaan yang terdapat antara orang-perorangan
atau kelompok-kelompok manusia dan juga meliputi usaha-usaha untuk
mem-pertinggi kesatuan tindak, sikap dan proses-proses mental dengan memerhatikan
kepentingan dan tujuan bersama.15
Sedangkan yang bersifat disosiatif yang mengarah pada terjadinya
pertentangan, di dalamnya membahas tentang persaingan, kontravensi dan
per-tentangan atau konflik. Adapun “... proses-proses disosiatif sering disebut sebagai
oppositional processes, yang persis dengan kerja sama, dapat ditemukan pada
setiap masyarakat, walaupun bentuk dan arahnya ditentukan oleh kebudayaan dan
sistem sosial masyarakat bersangkutan ....”16
Oleh sebab itu, persaingan mempunyai dua tipe umum, yang pertama
bersifat pribadi ialah orang perorangan atau individu secara langsung bersaing
untuk, misalnya memperoleh kedudukan tertentu di dalam suatu organisasi dan
14
Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar., h. 68
15
Ibid., h. 73.
16
tipe ini juga dinamakan rivalry. Dan yang kedua tidak bersifat pribadi, yang
langsung bersaing adalah kelompok.17 Persaingan misalnya dapat terjadi antara
dua organisasi besar yang bersaing untuk mendapatkan kedudukan dan peranan
(kekuasaan) di suatu lingkungan tertentu.
Untuk memahami individu yang berinteraksi ke individu yang lain seperti
contoh pada persaingan yang bersifat pribadi, seakan-akan memiliki rasa fungsi
yang disadari (manifest) dan fungsi yang tersembunyi atau tidak disadari (latent). Seperti konsep yang diajukan oleh Robert K. Merton. Di samping itu, ada
permainan sandiwara dibalik itu semua menggunakan bahasa teater, “... Goffman
menganalisis pelbagai strategi yang digunakan individu dalam usahanya untuk
memperoleh kepercayaan sosial terhadap konsep-dirinya ....”18
Persaingan dan pertentangan atau konflik berada antara suatu bentuk
proses sosial yang merupakan hakikat daripada kontravensi. Adapun adanya
kontravensi ditandai oleh gejala-gejala ketidakpastian mengenai diri seseorang
atau suatu rencana dan perasaan tidak suka yang disembunyikan, kebencian atau
pun keraguan terhadap kepribadian seseorang dan berkembang terhadap
ke-mungkinan, kegunaan, keharusan atau penilaian terhadap suatu usul, buah pikiran,
kepercayaan, doktrin.19 Respon seseorang terhadap rangsangan lingkungan akan
berbeda-beda tergantung pada kebutuhan tertentu atau dorongan yang penting
pada waktu itu, serta hakikat kegiatan yang sedang berlangsung di mana individu
terlibat.20
17
Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar., h. 83.
18
Doyle Paul Johnson, Teori Sosiologi; Klasik dan Modern., h. 42.
19
Ibid., h. 88.
20
G. Metodologi Penelitian 1. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, yaitu metode
penelitian yang data-datanya dalam bentuk kata-kata atau kalimat. Metode
penelitian ini bersifat deskriptif, yaitu menggambarkan secara objektif
menganalisis data-data yang diperoleh, dan kemudian memakai studi kasus
dengan bentuk intrinsik “... yang menekankan pada pemahaman (verstehen) yang mendalam terhadap kasus tunggal yang disebabkan kasus tersebut
menarik ...”.21
Unit analisis dalam penelitian ini ialah anggota serta pengurus dari
organisasi HMI dan PMII, karena mengetahui tentang informasi yang
diharapkan oleh peneliti dan jika sudah terjadi pengulangan maka pemilihan
berakhir. Perlu diketahui, bahwasanya pengurus sudah pasti anggota dari
organisasi tersebut. Maka proses wawancara, tidak mudah dilakukan karena
memakan waktu yang cukup lama. Oleh karena itu, memilih Informan
merupakan orang yang memiliki jabatan struktural pada organisasi HMI dan
PMII.
2. Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah anggota serta pengurus organisasi ekstra
kampus di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yaitu HMI dan PMII. Pemilihan
informan utama diambil dengan teknik purposive sampling, “ ... yang
diguna-kan oleh peneliti jika memiliki pertimbangan-pertimbangan tertentu dalam
21
pengambilan sampelnya ...”.22 Maksud dari pertimbangan ini ialah
orang-orang yang berkompeten dalam bidangnya dan tidak sembarangan untuk
memilih informan dalam pengambilan informasi yang akan didapati. Adapun
subjeknya masing-masing berjumlah 10 orang dari setiap jumlah pengurus
(anggota) yang ada di dalam organisasi HMI dan PMII. adapun HMI, yaitu
Keluarga Alumni HMI (KAHMI) 2 orang, sedangkan dari pengurus HMI
berupa ketua umum cabang Ciputat, sekretaris umum, ketua bidang dan
wasekum pembinaan anggota, 4 orang dari Dept. pengembangan anggota.
Sedangkan pengurus dari PMII, yaitu Majelis Pembinaan Cabang
(MABINCAB) 2 orang, ketua umum cabang ciputat, sekertaris umum, ketua
bidang I, 2 orang dari Dept. kaderisasi, dan 3 orang dari Dept. antar lembaga.
3. Jenis Data dan Sumber Data
Adapun jenis data yang digunakan untuk melihat indikator penelitian
tersebut, dibagi menjadi dua jenis data, yaitu:
a. Data primer, yaitu data yang diperoleh dengan melakukan wawancara
dan pengamatan langsung pada pengurus dan anggota dari setiap
organisasi HMI dan organisasi PMII, yang mencakup interaksi sosial.
Diantaranya adalah kerja sama, akomodasi, asimilasi, persaingan
men-dapatkan kedudukan atau kekuasaan, kontravensi yang melakukan
provokosi dan pertentangan atau konflik.
b. Data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari kajian kepustakaan yakni
sebagai pendukung data primer, seperti buku-buku, artikel, majalah
dan sumber lainnya.
22
4. Teknik Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data yang dibutuhkan, saya melakukan
teknik-teknik sebagai berikut:
a. Wawancara (interview)
Wawancara, yaitu penulis melakukan wawancara tak terstruktur.
Di-gunakan untuk menemukan informasi yang bukan baku atau informasi
tunggal. Hal ini, memiliki pengetahuan dan mendalami situasi serta
mereka lebih mengetahui informasi yang diperlukan mengenai
interaksi sosial antara anggota organisasi ekstra kampus.23 Adapun alat
untuk melakukan wawancara menggunakan handpone. b. Tahap Observasi (pengamatan)
Observasi atau pengamatan merupakan aktivitas pencatatan fenomena
yang dilakukan secara sistematis.24 Dalam penelitian ini menggunakan
observasi langsung yang bersifat partisipatif ataupun non partisipatif
yaitu pengamatan yang melibatkan peneliti dalam kegiatan yang
menjadi sasaran penelitian dari organisasi HMI dan PMII. Dan
berguna untuk mengetahui keadaan sebenarnya yang telah terjadi di
dalam fenomena, foto, sikap dan perlaku keseharian yang berkaitan
dengan interaksi sosial. Dan waktu penelitian ini dimulai pada bulan
Februari 2011, adapun tempat penelitian pada organisasi HMI dan
PMII Cabang Ciputat.
23
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Rosda, 2006), h. 191.
24
5. Teknik Analisis dan Interpretasi Data
Dalam menganalisa data, penulis menguraikan model analisis
Huberman dan Miles yang disebutkan sebagai model interaktif. Adapun
bentuk dari model interaktif, yaitu:
a. Tahap pengumpulan data ini merupakan kegiatan yang pertama dalam
proses analisis data interaktif berupa kata-kata, fenomena, foto, sikap
dan perilaku keseharian yang diperoleh peneliti dari hasil wawancara
dan observasi mereka dengan menggunakan metode kualitatif.
b. Tahap reduksi data sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian
pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data kasar yang
muncul dari catatan-catatan tertulis dari lapangan. Reduksi data ini
berlangsung secara terus-menerus sejalan pelaksanaan penelitian
berlangsung.
c. Tahap penyajian data sebagai kumpulan informasi tersusun yang
mem-beri kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan
tindakan.
d. Tahap verifikasi dan penarikan kesimpulan yang dimaknai sebagai
penarikan arti data yang telah ditampilkan. 25
H. Sistematika Penulisan
Dalam penyusunan skripsi ini agar dapat dipahami dengan mudah, maka
penulis membahasnya kedalam lima bab adalah:
25
Bab kesatu membahas pendahuluan yang menguraikan latar belakang
masalah, pernyataan penelitian, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka
kerangka konseptual, gambaran umum, dan sistematika penulisan.
Bab kedua membahas tentang landasan teori membahas tentang teori-teori
yang digunakan dalam pembuatan penelitian yaitu interaksi sosial dengan rincian
adalah pengertian interaksi, syarat-syarat terjadinya interaksi, dan bentuk-bentuk
interaksi. Begitu pula organisasi dengan rincian ialah pengertian organisasi, dasar
pembentukan organisasi, dan tujuan berorganisasi.
Bab ketiga membahas mengenai gambaran umum tentang organisasi
ekstra kampus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, sejarah organisasi HMI dan
sejarah organisasi PMII.
Bab keempat mengenai hasil penelitian tentang interaksi sosial antara
anggota organisasi ekstra kampus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, studi kasus
organisasi HMI dan PMII cabang Ciputat, yang membahas dan menganalisa
tentang seberapa jauh perbedaan pola interaksi antara anggota organisasi dan
faktor-faktor yang mempengaruhi pola interaksi.
Bab kelima merupakan penutup yang berisikan kesimpulan yang
berkena-an dengberkena-an hasil pemecahberkena-an masalah yberkena-ang diperoleh dari penyusunberkena-an tugas akhir
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Interaksi Sosial
Setiap orang mudah bergaul dengan orang lain melalui berbicara
(komunikasi), bersalaman, bercanda atau bahkan bermusuhan dan itu semua
merupakan tindakan yang dinamakan interaksi sosial. Maka hal tersebut
merupakan intisari kehidupan sosial. Artinya, kehidupan sosial tampak secara
jelas dalam berbagai cara pergaulan seseorang dengan orang lain.
Salah satu sifat manusia adalah keinginan untuk hidup bersama dengan
manusia lainnya dan disitulah terjadi suatu “hubungan” untuk memenuhi
ke-butuhan hidup. Melalui hubungan itu manusia ingin menyampaikan maksud,
tujuan dan keinginannya. Sedangkan untuk mencapai keinginan itu harus
di-wujudkan dengan tindakan melalui hubungan timbal-balik.1 Dengan demikian,
hampir semua kegiatan manusia dilakukan dengan orang lain. Landasan dari
adanya hasrat tersebut adalah untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
1. Pengertian Interaksi Sosial
Pengertian tentang interaksi sosial sangat bermanfaat di dalam
mem-perhatikan dan mempelajari berbagai permasalahan masyarakat. Seperti di
Indonesia, seseorang dapat membahas mengenai bentuk-bentuk interaksi
sosial yang berlangsung antara pelbagai suku, bahasa, agama, ras atau kultur
antara golongan yang lain. Dengan mengetahui dan memahami perihal
1
kondisi-kondisi apa yang dapat menimbulkan serta mempengaruhi interaksi
sosial tersebut, maka pengetahuan seseorang dapat pula disumbangkan pada
usaha bersama yang dinamakan pembinaan bangsa dan masyarakat.2 Definisi
interaksi menurut Abu Ahmadi mengatakan bahwa dengan proses sosial dapat
mempengaruhi timbal balik antarindividu dan golongan di dalam usaha
mereka untuk memecahkan persoalan yang dihadapi dan dalam usaha mereka
untuk mencapai tujuan mereka.3
Bagi Gillin dan Gillin, ini merupakan proses sosial yang terjadi
terus-menerus antarsesama manusia sehingga terjadinya aktivitas-aktivitas sosial
dan ini merupakan bentuk khusus dari interaksi sosial. Ungkapan Gillin dan
Gillin dalam bukunya (Cultural Sociology), sebagaimana dikutip oleh
Soerjono Soekanto.
“Bentuk umum proses sosial adalah interaksi sosial (yang juga dapat dinamakan proses sosial), oleh karena interaksi sosial merupakan syarat utama terjadinya aktivitas-aktivitas sosial. Bentuk lain dari proses sosial hanya merupakan bentuk-bentuk khusus dari interaksi sosial. Interaksi sosial merupakan hubungan-hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan antara orang-orang perorangan, antara kelompok-kelompok manusia, maupun antara orang perorangan dengan kelompok manusia.”4
Oleh karena itu, apapun yang dilakukan oleh individu di tengah
masyarakat untuk menciptakan suatu kegiatan yang bisa bersatu dengan
individu lainnya dan bisa menghasilkan sesuatu yang bermanfaat bagi
kehidupan bersama merupakan tindakan yang sesuai dengan norma dan nilai
2
Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar., h. 66-67.
3
Yuwono Dwi Putranto, “Hubungan Motivasi Berprestasi dan Interaksi Sosial Dalam Keluarga dengan Prestasi Belajar Geografi Siswa Kelas X SMAN 1 Pati Tahun Ajaran 2009/2010,” artikel diakses pada 11 November 2011 dari http://zidaburika.wordpress.com/2007/07/28/interaksi-sosial/
4
yang berlaku di masyarakat secara umumnya. Maka hal itu bisa
me-mungkinkan untuk terjadinya aktivitas-aktivitas di dalam masyarakat dan itu
merupakan proses terbentuknya interaksi sosial, seperti gotong-royong
membersihkan lingkungan sekitarnya dan membantu sesama yang tidak
mampu. Manusia bisa hidup bermasyarakat, dan akan saling berhubungan
serta saling membutuhkan satu dengan yang lainnya.
Salah seoarang ahli sosiologi yaitu Erving Goffman menyumbangkan
sebuah pemikirannya tentang interaksi sosial menggunakan prinsip dramaturgi
(dramaturgy), yang memakai bahasa dan khayalan teater. Dan ini adalah sebuah pendapat yang diilhami oleh Sheakespeare, bahwa dunia merupakan
suatu pentas dan semua laki-laki dan perempuan merupakan pemain.5
2. Faktor-faktor dalam Interaksi Sosial
Berlangsungnya suatu proses interaksi di dasari beberapa faktor, yaitu:
a. Faktor imitasi berupa meniru suatu tindakan orang lain yang berpikiran
positif dan negatif. Salah satu segi positifnya ialah imitasi yang dapat
mendorong seseorang untuk mematuhi kaidah dan nilai yang berlaku.
Namun, imitasi memungkinkan terjadinya hal yang negatif seperti
menirukan tindakan yang menyimpang.
b. Faktor sugesti berupa pengaruh batin atau emosional yang kuat dari
pihak lain, sehingga dapat terprovokasi ajakan pihak tersebut. Faktor
ini terjadi apabila seseorang memberi pandangan atau sikap dari
dirinya yang kemudian diterima oleh pihak lain.
5
c. Faktor identifikasi berupa kecendrungan atau keinginan seseorang
untuk berprilaku sama dengan orang lain yang menjadi idolanya. Perlu
diketahui proses ini dapat berlangsung secara tidak sadar dan
identifikasi sifatnya lebih mendalam dari imitasi.
d. Faktor simpati berupa rasa tertarik yang kuat pada pihak lain. Di dalam
faktor ini peranan memegang peranan yang sangat penting, walaupun
dorongan utamanya keinginan untuk memahami pihak lain dan bekerja
sama dengannya.6
3. Syarat-syarat Terjadinya Interaksi Sosial
Terjadinya interaksi sosial sebagaimana dimaksud karena adanya
proses timbal-balik yang mempengaruhi tingkah laku seseorang dan saling
mengerti tentang maksud serta tujuan masing-masing pihak. Menurut Roucek
dan Warren, interaksi adalah salah satu masalah pokok yang merupakan dasar
segala proses sosial. Dan menarik untuk dikutip.
“Seseorang mempengaruhi tingkah laku orang lain biasanya melalui kontak. Kontak ini mungkin berlangsung melalui organisme fisik, seperti dalam mengobrol, mendengar, melihat, melakukan gerakan pada beberapa bagian badan dan lain-lain atau secara tidak langsung, melalui tulisan atau dengan cara berhubungan dari jarak jauh”.7
Suatu interaksi sosial tidak akan terjadi apabila tidak memenuhi dua
syarat, berupa adanya kontak sosial (social contact) dan komunikasi
(communication). Adapun penjelasan kedua syarat tersebut ialah:
6
Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar., h. 57-58
7
a. Kontak Sosial (social contact)
Istilah kontak secara harfiah, kontak berarti bersama-sama
menyentuh. Akan tetapi dalam pengertian sosiologis, dapat dikatakan
bahwa bersentuhan tidak perlu menjadi syarat utama terjadinya kontak.8
Dalam kontak sosial dapat terjadi hubungan yang positif dan negatif,
adapun kontak sosial yang bersifat positif terjadi karena hubungan antara
kedua belah pihak yang saling pengertian dan menguntungkan dari
masing-masing pihak yang mengarah pada bentuk kerja sama. Sehingga,
hubungan dapat berlangsung lebih lama dan bahkan berulang-ulang.
Sedangkan kontak yang negatif sebaliknya terjadi karena hubungan antara
kedua belah pihak tidak pengertian atau merugikan salah satu pihak atau
pun keduanya, sehingga mengakibatkan suatu pertentangan atau konflik.9
Kontak sosial dapat berlangsung dalam tiga bentuk, yang pertama
antara orang-perorangan. Proses ini terjadi melalui sosialisasi, yaitu suatu
proses di mana anggota masyarakat yang baru mempelajari nilai-nilai dan
norma-norma di dalam masyarakat.10 Kedua ialah ntara orang-perorangan
dengan suatu kelompok manusia atau sebaliknya, misalnya apabila
seseorang merasakan bahwa tindakan-tindakannya berlawanan dengan
norma-norma masyarakat. Dan yang ketiga antara suatu kelompok
manusia dengan kelompok manusia lainnya. Umpamanya, dua partai
8
Basrowi, Pengantar Sosiologi., h. 140.
9
Ibid.
10
politik mengadakan kerja sama untuk mengalahkan partai politik yang
ketiga di dalam pemilihan umum.
Perlu dicatat bahwa terjadinya suatu kontak tidaklah semata-mata
tergantung dari tindakan, akan tetapi juga tanggapan terhadap tindakan
tersebut.11 Dan adapun “... suatu kontak dapat pula bersifat primer atau
sekunder. Kontak primer terjadi apabila yang mengadakan hubungan
langsung bertemu dan berhadapan muka ...”12, sedangkan kontak sekunder
terjadi apabila yang mengadakan hubungan dengan yang lain melalui
perantara (pihak ketiga) atau tidak langsung. “... Hubungan-hubungan
yang sekunder tersebut dapat dilakukan melalui alat-alat, misalnya
telepon, radio dan seterusnya ....”13
b. Komunikasi (communication)
Arti terpenting komunikasi adalah seseorang memberikan tafsiran
pada perilaku orang lain. Tafsiran tersebut dapat terwujud melalui
pembicaraan, gerak-gerik badan atau sikap perasaan-perasaan yang ingin
disampaikan oleh orang tersebut.14 Menarik untuk dikutip, yang
di-kemukakan oleh Hall dan Hall bahwa komunikasi nonverbal (nonverbal communication) atau bahasa tubuh (body language):
“yang menurutnya ada sebelum ada bahasa lisan dan merupakan bentuk komunikasi pertama yang dipelajari manusia, kita gunakan secara sadar maupun tidak untuk menyampaikan perasaan kita kepada orang lain”.15
11
Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar., h. 71-72.
12
Ibid., h. 73.
13
Ibid.
14
Yusron Rozak, ed., Sosiologi Sebuah Pengantar., h. 59.
15
Dengan adanya komunikasi tersebut, sikap dan perasaan suatu
kelompok manusia atau orang-perorangan dapat diketahui oleh kelompok
atau orang lain. Hal itu, merupakan bahan untuk menentukan reaksi apa
yang akan dilakukannya dan kontak dapat terjadi tanpa komunikasi.16
4. Bentuk-bentuk Interaksi Sosial
a. Proses Asosiatif (Association Processes), yang mendukung seseorang atau kelompok untuk mencapai tujuan atau maksud tertentu. Adapun proses ini
dibedakan menjadi tiga bentuk, yaitu:
1) Kerja sama (Cooperation)
Para sosiolog menganggap bahwa kerja sama merupakan
bentuk interaksi sosial yang pokok dan menganggap bahwa kerja
samalah yang merupakan proses utama. Memahami kerja sama untuk
menggambarkan sebagian besar bentuk-bentuk interaksi sosial atas
segala macam bentuk interaksi tersebut dapat dikembalikan pada kerja
sama.17 Betapa pentingnya fungsi kerja sama, digambarkan oleh
Charles H. Cooley di dalam bukunya Sociological Theory and Social Research. Yang dikutip oleh Soerjono Soekanto:
“Kerja sama timbul apabila orang menyadari bahwa mereka mempunyai kepentingan-kepentingan yang sama dan pada saat yang bersamaan mempunyai cukup pengetahuan dan pengendalian terhadap diri sendiri untuk memenuhi kepenting-an-kepentingan tersebut; kesadaran akan adanya kepentingan-kepentingan yang sama dan adanya organisasi merupakan fakta-fakta yang penting dalam kerja sama yang berguna.”18
16
Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar., h. 61.
17
Ibid., h. 65.
18
Sehubungan dengan pelaksanaan kerja sama, ada lima bentuk
kerja sama, yaitu: kerukunan bersifat gotong-royong dan
tolong-menolong, bargaining yang merupakan perjanjian mengenai tindakan
timbal-balik antara dua organisasi atau lebih, ko-optasi yang
merupa-kan proses penerimaan unsur baru dalam kepemimpinan atau
pe-laksanaan politik dalam suatu organisasi dan untuk menghindari
terjadinya goncangan dalam stabilitas organisasi yang bersangkutan,
koalisi yang merupakan kombinasi antara dua organisasi atau lebih
yang mempunyai tujuan yang sama, dan Join-venture yang merupakan kerja sama dalam pengusahaan proyek-proyek tertentu, misalnya
pemboran minyak, pertambangan batubara, perfilman, perhotelan. 19
2) Akomodasi
Akomodasi menunjukkan pada dua arti yaitu yang menunjuk
pada suatu keadaan dan proses. Akomodasi yang menunjukkan suatu
keadaan, berarti ada suatu keseimbangan (equilibrium) dalam interaksi antara individu atau kelompok manusia dalam kaitannya dengan norma
dan nilai sosial dalam masyarakat. Sebagai suatu proses, akomodasi
yang menunjukkan usaha manusia untuk menyelesaikan suatu
per-tentangan, yaitu usaha untuk mencapai suatu kestabilan.20
Akomodasi sebenarnya merupakan suatu cara untuk
men-yelesaikan pertentangan tanpa menghancurkan fihak lawan, sehingga
lawan tidak kehilangan kepribadiannya. Dan tujuan akomodasi dapat
berbeda-beda sesuai dengan situasi yang dihadapinya, yaitu:
19
Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta; CV. Rajawali, 1990), h. 81-82.
20
a) Untuk mengurangi pertentangan antara orang-perorangan atau
kelompok-kelompok manusia sebagai akibat perbedaan faham.
b) Mencegah meledaknya suatu pertentangan untuk sementara waktu
atau secara temporer.
c) Untuk memungkinkan terjadinya kerja sama antara
kelompok-kelompok sosial yang hidupnya terpisah sebagai akibat
faktor-faktor sosial psikologis dan kebudayaan, seperti yang dijumpai
pada masyarakat yang mengenal sistem berkasta.
d) Mengusahakan peleburan antara kelompok-kelompok sosial yang
terpisah, misalkan lewat perkawinan campuran atau asimilasi
dalam arti luas. 21
Hal ini dapat memberikan solusi atas sentimen yang akan
melahirkan pertentangan baru. Dengan demikian akomodasi bagi pihak
tertentu dirasakan menguntungkan, sebaliknya agak menekan bagi
pihak lain, karena campur tangannya kekuasaan tertentu dalam
masyarakat.22 Karena tujuan yang berbeda-beda seperti dikemukakan
di atas, adapun dua macam bentuk akomodasi yang dipakai oleh
peneliti, yaitu:
(1) Compromism adalah suatu bentuk akomodasi yang terjadi karena pihak yang terkait saling mengurangi tuntutannya sehingga
tercapailah penyelesaian terhadap perselisihan yang mereka hadapi.
21
Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta; CV. Rajawali, 1990), h. 83.
22
(2) Mediation pada dasarnya hampir sama dengan arbitration. Pada
mediation diundang pihak ketiga yang netral. Kedudukan pihak ketiga hanya sebagai penasihat dan tidak mempunyai wewenang.23
3) Asimilasi
Asimilasi merupakan proses sosial dalam taraf lanjut. Ia
ditandai dengan adanya usaha untuk mengurangi perbedaan yang
terdapat antara orang-perorangan atau kelompok manusia dan juga
meliputi usaha untuk mempertinggi kesatuan tindakan, sikap dan
proses mental dengan memerhatikan kepentingan dan tujuan
ber-sama.24 Secara singkat, proses asimilasi ditandai dengan
pengembang-an sikap ypengembang-ang sama, walau kadpengembang-angkala bersifat emosional dengpengembang-an
tujuan untuk mencapai kesatuan, atau paling sedikit mencapai integrasi
dalam organisasi, pikiran dan tindakan.25
Adapun proses asimilasi akan timbul bila ada kelompok
manusia yang berbeda kebudayaannya, orang-perorangan sebagai
warga kelompok tadi saling bergaul secara langsung dan intensif untuk
waktu yang lama, sehingga kebudayaan dari kelompok manusia
tersebut masing-masing berubah dan saling menyesuaikan diri. 26
Apabila seseorang mengadakan asimilasi, seseorang tidak lagi
membedakan orang lain sebagai orang asing.
23
Ng. Philipus, dan Nurul Aini, Sosiologi dan Politik., h. 26.
24
Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta; PT RajaGrafindo Persada, 1998), h. 73.
25
Ibid., h. 74.
26
Faktor-faktor yang dapat mempermudah terjadinya suatu
asimilasi berupa: toleransi, kesempatan-kesempatan yang seimbang di
bidang ekonomi, sikap menghargai orang asing dan kebudayaannya,
sikap terbuka dari golongan yang berkuasa dalam masyarakat,
persamaan dalam unsur kebudayaan, perkawinan campuran, dan
adanya musuh bersama dari luar. 27
b. Proses Disosiatif (oppositional process), yang merupakan oposisi. Karena
“... oposisi dapat diartikan sebagai cara berjuang melawan seseorang atau
sekelompok manusia untuk mencapai tujuan tertentu. Terbatasnya
makanan, tempat tinggal, serta faktor lainnya telah melahirkan beberapa
bentuk kerja sama dan oposisi. Pola-pola oposisi tersebut dinamakan juga
sebagai perjuangan untuk tetap hidup (struggle for existence) ...”.28 Maka
proses disosiatif dibedakan dalam tiga bentuk, yaitu:
1) Persaingan
Persaingan adalah suatu proses sosial di mana individu atau
kelompok manusia bersaing mencari keuntungan melalui bidang
kehidupan yang menjadi perhatian umum. Cara-cara yang biasanya
dilakukan dengan menarik perhatian publik atau membuat prasangka,
sehingga mempertajam prasangka tanpa melakukan kekerasan. Ada
beberapa tipe persaingan, yaitu: persaingan ekonomi, persaingan
kebudayaan, persaingan kedudukan dan peranan, persaingan ras.29
27
Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta; PT RajaGrafindo Persada, 1998), h. 75.
28
Ibid., h. 82.
29
2) Kontravensi
Kontravensi pada hakikatnya merupakan suatu bentuk proses
sosial yang berada antara persaingan dan pertentangan atau pertikaian.
Kontravensi ditandai oleh gejala-gejala adanya ketidakpastian
mengenai diri seseorang atau suatu rencana dan perasaan tidak suka
yang disembunyikan, kebencian, atau keragu-raguan terhadap
kepribadian seseorang.30 Adapun bentuk-bentuk kontravensi menurut
Leopold von Wiese dan Howard Becker yaitu perbuatan-perbuatan
seperti penolakan, keengganan, perlawanan, perbuatan
menghalang-halangi, gangguan, perbuatan kekerasan dan mengacaukan rencana
pihak lain. Menyangkal pertanyaan orang lain di muka umum,
memaki-maki melalui surat-surat selebaran, memfitnah, melemparkan
beban pembuktian kepada orang lain. Penghasutan yang menyebarkan
desas-desus, mengecewakan pihak-pihak lain. Mengumumkan rahasia
orang lain. Dan mengejutkan lawan atau mengganggu pihak lain. 31
3) Pertentangan (Pertikaian atau konflik)
Kelompok maupun pribadi menyadari adanya
perbedaan-perbedaan misalnya dalam ciri-ciri badaniah, emosi, unsur-unsur
kebudayaan, pola-pola perilaku dan seterusnya dengan pihak lain. Ciri
tersebut dapat mempertajam perbedaan yang ada hingga menjadi suatu
pertentangan atau pertikaian (conflict).32 Dan pada umumnya,
penyebab timbulnya pertentangan yaitu perbedaan antara individu,
30
Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta; PT RajaGrafindo Persada, 1998), h. 87-88.
31
Ng. Philipus, dan Nurul Aini, Sosiologi dan Politik, (Jakarta; PT RajaGrafindo Persada), h. 30-31.
32
perbedaan kebudayaan, perbedaan kepentingan, dan perubahan sosial
yang melahirkan perbedaan sikap terhadap nilai-nilai yang ada. 33
Sedangkan bentuk-bentuk pertentangan yaitu: pertentangan pribadi,
pertentangan rasial, pertentangan antarkelas, pertentangan politik, dan
pertentangan internasional.34
B. Organisasi
Organisasi merupakan sebuah sistem. Sistem merupakan kumpulan dari
bagian-bagian yang saling berhubungan di dalam sistem. Maksudnya bahwa
dalam organisasi yang memiliki devisi, departemen dan unit-unit lainnya yang
dipisah-pisah untuk menjalankan aktivitas yang berbeda dan khusus. Pada saat
yang sama, agar dapat memertahankan kesatuan di antara bagian-bagian yang
dideferensiasi dan keseluruhan bentuk yang lengkap, setiap sistem memiliki
proses integrasi timbal-balik. Dalam organisasi, integrasi ini dicapai melalui
perangkat seperti tingkat hierarki yang terkoordinasi, supervisi langsung dan
peraturan serta kebijakan.
Sebelum kurang lebih tahun 1960, teori organisasi cenderung didominasi
oleh perspektif tertutup. Organisasi pada dasarnya dipandang berdiri sendiri dan
tertutup dari lingkungannya. Akan tetapi mulai sekitar tahun 1960, teori organisasi
secara jelas mulai menerima perspektif sistem terbuka. Analisis-analisis yang
semula hanya berfokus pada karakteristik intern dari organisasi, kemudian
33
Ng. Philipus, dan Nurul Aini, Sosiologi dan Politik., h. 33-34.
34
berubah menjadi pendekatan yang menekankan pentingnya organisasi
memperhatikan peristiwa dan proses yang terjadi di lingkungan ekstern.35
Pada umumnya, kita dapat mengatakan bahwa organisasi dibentuk
manusia untuk memenuhi aneka macam kebutuhannya, seperti kebutuhan
emosional, kebutuhan spiritual, kebutuhan intelektual, kebutuhan ekonomi dan
kebutuhan politik.
1. Pengertian Organisasi
Organisasi secara bahasa berasal dari bahasa Yunani “Organon”, yang
berarti alat atau instrumen. Karena memang sebenarnya organisasi digunakan
oleh manusia untuk mencapai tujuan. Berbagai permasalahan yang dihadapi
manusia dapat diselesaikan dengan ikut menjadi anggota organisasi. Karena
kebutuhan manusia itu sangat banyak dan beraneka ragam, sehingga pada
dasarnya manusia tidak dapat terlepas dari organisasi. Organisasi menjadi
sarana/alat untuk mencapai tujuan yang diinginkan oleh manusia. Ungkapan
Gibson dkk menarik untuk dikutip.
“Organisasi merupakan wadah yang memungkinkan masyarakat mencapai hasil yang sebelumnya tidak dapat dicapai individu-individu secara sendiri.” Melalui organisasi manusia akan lebih mudah dalam pencapaian tujuan yang lebih besar. Sedangkan Robbins berpendapat bahwa organisasi merupakan kesatuan sosial yang dikoordinasikan dengan sadar, dengan sebuah batasan yang relatif dapat diidentifikasi, yang bekerja atas dasar yang relatif terus-menerus untuk mencapai suatu tujuan bersama atau sekelompok tujuan.36
35
Siswanto dan Agus Sucipto, Teori dan Perilaku Organisasi: Sebuah Tinjauan Integratif, (Malang; UIN-Malang Press, 2008), h. 63-64.
36
Organisasi sebagai sebuah sistem terbuka yang selalu berinteraksi
dengan lingkungan di sekelilinginya.37 Kebanyakan organisasi yang
ber-interaksi dengan lingkungan mereka, melaksanakan kegiatan dengan jalan
bertukar informasi, menyerap sumber-sumber daya dan menyediakan
barang-barang dan jasa (bagi kepentingan lingkungan).
Organisasi memiliki dua sifat, yaitu bersifat statis apabila organisasi
dipandang sebagai alat pencapaian tujuan, dan sebagai wadah/tempat
sekelompok orang yang bekerjasama. Suatu organisasi yang bersifat statis
juga mengandung maksud organisasi merupakan jaringan kerja yang bersifat
formal seperti dalam bagan struktur organisasi. Sedangkan yang bersifat
dinamis memandang organisasi merupakan suatu organ yang hidup, tumbuh
dan berkembang. Hal ini mengandung maksud bahwa meninjau organisasi
dari segi isinya.38
2. Dasar Pembentukan Organisasi
Manusia memiliki banyak kebutuhan yang dapat diklasifikasikan
menjadi kebutuhan fisik yang bersifat jasmani, kebutuhan yang bersifat rohani
atau psikologis dan kebutuhan yang bersifat sosial. Para ekonom sering
berpendapat bahwa kebutuhan manusia itu tidak terbatas, sedangkan
ketersediaan alat pemuas yang berupa barang dan jasa itu terbatas.
Kebutuhan yang bersifat jasmani dan fisik berupa makan dan minum,
pakaian serta tempat tinggal. Kebutuhan tersebut adalah kebutuhan primer
manusia. Sedangkan kebutuhan yang bersifat rohani atau psikologis berupa
kebutuhan untuk mendapatkan pengakuan, kasih sayang, perhatian, prestise,
37
J. Winardi, Manajemen Perilaku Organisasi, 2th ed. (Jakarta: Kencana, 2007), h. 57.
38
kehormatan dan rasa aman. Adapun kebutuhan yang bersifat sosial meliputi
kebutuhan untuk berserikat dan berkelompok, kebutuhan untuk bekerjasama,
kebutuhan untuk mendapatkan ketulusan persahabatan.
Untuk memenuhi kebutuhan manusia yang tak terhitung banyak
tersebut manusia tidak dapat memenuhi kebutuhannya sendiri. Dia
membutuhkan orang lain atau pihak lain. Kebutuhan dengan pihak lain
terwujud dalam bentuk kerjasama yang saling menguntungkan.39
3. Tujuan Berorganisasi
Dalam pembahasan sebelumnya bahwa hampir semua manusia untuk
memenuhi kebutuhan perlu hidup berkelompok atau berorganisasi. Secara
lebih terperinci tujuan seseorang masuk dalam organisasi menurut Wursanto,
yaitu kelompok dapat memberikan perlindungan sehingga seseorang
mem-peroleh rasa aman, kelompok dapat membantu seseorang untuk menghadapi
kesulitan, kelompok dapat memberikan prestige status sosial dan pengakuan, kelompok dapat memberikan dorongan dan semangat, serta kelompok dapat
memberikan bimbingan dan pengarahan dalam rangka meningkatkan prestasi
seseorang, dan kelompok dapat memberikan kepuasan yang bersifat
psikologis dan kepuasan sosial.40
Di dalam organisasi harus memiliki tujuan yang jelas, untuk
membangun dan menghasilkan sesuatu pencapaian yang lebih baik, yang
sesuai dengan keinginan secara bersama-sama. Oleh sebab itu, organisasi
perlu menyediakan bagi bakat tersebut, sumber daya yang sesuai dengan
kemampuannya.
39
Siswanto dan Agus Sucipto, Teori dan Perilaku Organisasi: Sebuah Tinjauan Integratif., h. 61.
40
BAB III
GAMBARAN UMUM PENELITIAN
A. Organisasi Ekstra di Kampus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Keberadaan mahasiswa secara substantif, tak terlepas dari peran perubahan
yang dimiliki oleh setiap kampus. Fungsi utama perguruan tinggi adalah
memberikan pencerahan kepada masyarakat. Dengan kata lain, perguruan tinggi
adalah pusat perkembangan peradaban (center of civilization). Karena itu, potensi
ini jika dikelola dengan baik dan terorganisir, maka kampus bisa dijadikan pusat
pergerakan (center of movement).1
Pasang surut perkembangan kampus di tanah air juga tak terlepas dari
perkembangan politik dan ekonomi Indonesia. Selama Orde Baru, perguruan
tinggi menjadi bagian integral dari kekuasaan Soeharto. Tepatnya tahun 1974
lewat SK menteri P dan K No 028/U/1974 tentang NKK (Normalisasi Kehidupan
Kampus) dan BKK (Badan Koordinasi Kemahasiswaan). Isi keputusan ini sangat
membelenggu langkah pergerakan mahasiswa yang sejatinya harus senantiasa
bergerak, merambah, serta mengembangkan nalar intelektualitasnya. Dengan
NKK-BKK semua kegiatan mahasiswa kala itu harus seluruhnya melalui
persetujuan pihak pimpinan kampus, yang notabenenya mereka adalah
antek-antek penguasa.2
Ini tentu saja bertentangan dengan idealnya mahasiswa yang selalu
menempatkan dirinya menjadi oposisi kritis pada pemerintahan yang sedang
1
Mochammad Afifuddin, Menggerakkan Pergerakan; Kaderisasi, Kemandirian, Sinergi, (Penerbit: Visi Indonesia, Jakarta, 2011), h. 8.
2