i
SKRIPSI
PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH, DANA ALOKASI UMUM DAN DANA BAGI HASIL TERHADAP PENGALOKASIAN
ANGGARAN BELANJA MODAL KABUPATEN/KOTA DI SUMATERA UTARA
OLEH:
ROMARIO R.F 070503095
PROGRAM STUDI STRATA-1 AKUNTANSI DEPARTEMEN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan dengan
sesungguhnya bahwa skripsi saya yang berjudul “Pengaruh Pendapatan Asli
Daerah, Dana Alokasi Umum, dan Dana Bagi Hasil terhadap Pengalokasian
Anggaran Belanja Modal adalah benar hasil karya tulis saya sendiri yang disusun
sebagai tugas akademik guna menyelesaikan beban akademik pada Fakultas
Ekonomi Universitas Sumatera Utara.
Bagian atau data tertentu yang saya peroleh dari lembaga, dan/atau saya
kutip dari hasil karya orang lain telah mendapat izin, dan/atau dituliskan
sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah dan etika penulisan ilmiah.
Apabila kemudian hari ditemukan adanya kecurangan dan plagiat dalam
skripsi ini, saya bersedia menerima sanksi sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Medan, Juli 2012
Yang membuat pernyataan,
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya haturkan kepada Tuhan Yesus Kristus karena atas
berkat dan rahmatNya penulis mampu menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi umum, dan Dana Bagi
Hasil terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Modal Kabupaten/Kota di
Provinsi Sumatera Utara”. Adapun skripsi ini merupakan salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi dari Departemen Akuntansi, Fakultas
Ekonomi, Universitas Sumatera Utara Medan.
Dalam pengerjaan skripsi ini, penulis juga banyak memperoleh masukan,
motivasi, dukungan, dan doa dari berbagai pihak selama perkuliahan hingga
pembuatan dan penyelesaian skripsi ini. Penulis ingin menyampaikan terimakasih
kepada :
1. Bapak Drs. John Tafbu Ritonga, M.Ec selaku Dekan Fakultas Ekonomi
Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Dr. Syafruddin Ginting Sugihen, MAFIS, Ak selaku Ketua Departemen
Akuntansi Fakultas Ekonomi Sumatera Utara dan Bapak Drs. Hotmal Ja’far,
MM, Ak selaku Sekretaris Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomi
Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Drs. Firman Syarif, M.Si, Ak selaku Ketua Program Studi S-1
Akuntansi dan Ibu Dra. Mutia Ismail, MM, Ak selaku Sekretaris Program Studi
4. Ibu Dra. Narumondang Bulan Siregar, MM, Ak selaku Dosen Pembimbing
yang telah berkenan memberikan bimbingan dan pengarahan kepada penulis
untuk menyelesaikan skripsi ini.
5. Bapak Drs. Rasdianto, M.Si, Ak selaku Dosen Penilai yang telah memberikan
arahan dan masukan bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
6. Orang tua saya yang sangat saya cintai, ayahanda Drs. Abdu Nainggolan dan
ibunda Maznur Simbolon yang selalu menjadi inspirasi, membimbing,
memotivasi, dan mendoakan saya untuk menyelesaikan skripsi ini. Saya juga
tidak lupa berterimakasih untuk teman-teman yang selalu mendukung saya
dalam mengerjakan skripsi ini.
Penulis juga menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan
karena keterbatasan kemampuan penulis sehingga penulis mengharapkan saran
dan kritik yang membangun untuk perbaikan penulisan karya ilmiah ke depannya.
Akhir kata, penulis berharap agar skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak yang
berkepentingan.
Medan, Juli 2012 Penulis,
v
ABSTRAK
PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH, DANA ALOKASI UMUM DAN DANA BAGI HASIL TERHADAP PENGALOKASIAN ANGGARAN
BELANJA MODAL KABUPATEN/KOTA DI SUMATERA UTARA
Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh pendapatan asli daerah, dana alokasi umum, dan dana bagi hasil terhadap pengalokasian anggaran belanja modal kabupaten/kota di Sumatera Utara, serta untuk mengetahui indikator mana yang mempunyai pengaruh paling dominan.
Data penelitian ini diambil selama lima periode, yaitu antara tahun 2007-2011 dengan jumlah sampel sebanyak 24 kabupaten/kota di propinsi Sumatera Utara. Data penelitian ini adalah data sekunder yaitu, data dari Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Departemen Keuangan yaitu berupa laporan anggaran pendapatan dan belanja daerah pada periode 2007-2011. Model analisis yang digunakan adalah regresi linear berganda. Teknik pengambilan sampel menggunakan metode purposive sampling.
Berdasarkan uji F, dapat disimpulkan bahwa variabel pendapatan asli daerah, dana alokasi umum, dan dana bagi hasil secara simultan berpengaruh signifikan terhadap pengalokasian anggaran belanja modal. Selanjutnya, hasil uji t menunjukkan bahwa variabel pendapatan asli daerah dan dana alokasi umum berpengaruh signifikan terhadap pengalokasian anggaran belanja modal. Dari model regresi yang dihasilkan, dana alokasi umum mempunyai koefisien terbesar sehingga dapat dikatakan bahwa dana alokasi umum adalah indikator yang paling dominan.
ABSTRACT
THE EFFECT OF REGIONAL OWN REVENUE, GENERAL ALLOCATION FUND, AND PRODUCT SHARED FUNDS FOR CAPITAL EXPENDITURE
BUDGET OF DISTRICT/CITY IN NORTH SUMATERA
This study aims to examine the regional own revenue, general allocation fund, and product shared funds for capital expenditure budget of district / city in North Sumatra, as well as to determine which indicators are most dominant influence.
The research data was taken during the five periods, namely between the years 2007-2011 with a sample of 24 districts / cities in the province of North Sumatra. The data of this study is secondary data, namely, data from the Directorate General of Fiscal Balance of the Ministry of Finance reports that the budget revenue and expenditure in the period 2007-2011. Analytical model used is multiple linear regression. Sampling technique using a purposive sampling method.
Based on the F test, it can be concluded that the regional own revenue variable, the general allocation of funds, and product shared funds for the simultaneous effect on the allocation of capital expenditure budget. Furthermore, the t test results indicate that the variable regional own revenue and general fund allocationssignificantly influence the allocation of capital expenditure budget. Of the resulting regression model, the general allocation fund has the largest coefficient so that it can be said that the general allocation fund is the most dominant indicator.
vii
DAFTAR ISI
PERNYATAAN ... i
KATA PENGANTAR ... ii
ABSTRAK ... iv
ABSTRACT ... v
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR TABEL ... viii
DAFTAR GAMBAR ... ix
DAFTAR LAMPIRAN ... x
BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang Penelitian ... 1
1.2Perumusan Masalah ... 7
1.3Tujuan Penelitian ... 7
1.4Manfaat Penelitian ... 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis ... 9
2.1.1 Pemerintahan Daerah ... 9
2.1.2 Keuangan Daerah ... 9
2.1.3 APBD ... 11
2.1.4 Belanja Modal ... 12
2.1.5 Pendapatan Asli Daerah ... 13
2.1.6 Dana Alokasi Umum ... 17
2.1.7 Dana Bagi Hasil ... 18
2.2 Tinjauan Penelitian Terdahulu ... 21
2.3 Kerangka Konseptual ... 23
2.4 Hipotesis Penelitian ... 25
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ... 27
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ... 27
3.3 Batasan Operasional ... 28
3.4 Defenisi Operasional ... 29
3.5 Skala Pengukuran Variabel ... 30
3.6 Populasi dan Sampel Penelitian ... 30
3.7 Jenis Data ... 32
3.8 Metode Pengumpulan Data ... 33
3.9 Teknik Analisis ... 33
3.9.1 Pengujian Asumsi Klasik ... 33
3.9.1.1 Uji Normalitas ... 33
3.9.1.2 Uji Multikolinieritas ... 34
3.9.1.3 Uji Autokorelasi ... 34
3.9.1.4 Uji Heterokedastisitas ... 35
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum ... 39
4.2 Analisis Hasil Penelitian ... 39
4.2.1 Analisis Statistik Deskriptif ... 39
4.2.2 Uji Asumsi Klasik ... 42
4.2.2.1 Uji Normalitas ... 42
4.2.2.2 Uji Multikolinieritas ... 45
4.2.2.3 Uji Autokorelasi ... 46
4.2.2.4 Uji Heterokedastisitas ... 47
4.2.3 Analisis Regresi ... 49
4.2.4 Pengujian Hipotesis ... 52
4.2.4.1 Uji t (t-test) ... 52
4.2.4.2 Uji F (F-test) ... 54
4.3 Pembahasan Hasil Penelitian ... 55
BAB V KESIMPULAN, KETERBATASAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 58
6.2 Keterbatasan Penelitian ... 58
6.3 Saran ... 59
DAFTAR PUSTAKA ... 60
ix
DAFTAR TABEL
No Tabel Judul Halaman
Tabel 2.1 Tinjauan Penelitian Terdahulu ... 21
Tabel 3.1 Waktu Penelitian ... 28
Tabel 3.2 Skala Pengukuran Variabel ... 30
Tabel 3.3 Proses Seleksi Sampel Berdasarkan Kriteria ... 31
Tabel 4.1 Statistik Deskriptif Variabel Penelitian ... 40
Tabel 4.2 Hasil Kolmogrov-Smirnov ... 42
Tabel 4.3 Hasil Uji Multikolinearitas ... 45
Tabel 4.4 Hasil Uji Durbin-Watson ... 47
Tabel 4.5 Hasil Analisis Regresi ... 49
Tabel 4.6 Koefisien Determinasi ... 51
Tabel 4.7 Hasil Uji t ... 52
DAFTAR GAMBAR
No Gambar Judul Halaman
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual ... 24
Gambar 4.1 Grafik Histogram ... 43
Gambar 4.2 Grafik Normal P-P Plot ... 44
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Judul Halaman
Lampiran i Data Variabel Penelitian... 63
Lampiran ii Statistik Deskriptif... 67
Lampiran iii Hasil Uji Normalitas... 67
Lampiran iv Hasil Uji Multikolinieritas... 69
Lampiran v Hasil Uji Autokorelasi... 70
Lampiran vi Hasil Uji Heterokedastisitas... 70
Lampiran vii Hasil Analisis Regresi ... 71
Lampiran viii Hasil Analisis Koefisien Determinasi ... 71
Lampiran ix Hasil Uji t ... 71
ABSTRAK
PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH, DANA ALOKASI UMUM DAN DANA BAGI HASIL TERHADAP PENGALOKASIAN ANGGARAN
BELANJA MODAL KABUPATEN/KOTA DI SUMATERA UTARA
Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh pendapatan asli daerah, dana alokasi umum, dan dana bagi hasil terhadap pengalokasian anggaran belanja modal kabupaten/kota di Sumatera Utara, serta untuk mengetahui indikator mana yang mempunyai pengaruh paling dominan.
Data penelitian ini diambil selama lima periode, yaitu antara tahun 2007-2011 dengan jumlah sampel sebanyak 24 kabupaten/kota di propinsi Sumatera Utara. Data penelitian ini adalah data sekunder yaitu, data dari Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Departemen Keuangan yaitu berupa laporan anggaran pendapatan dan belanja daerah pada periode 2007-2011. Model analisis yang digunakan adalah regresi linear berganda. Teknik pengambilan sampel menggunakan metode purposive sampling.
Berdasarkan uji F, dapat disimpulkan bahwa variabel pendapatan asli daerah, dana alokasi umum, dan dana bagi hasil secara simultan berpengaruh signifikan terhadap pengalokasian anggaran belanja modal. Selanjutnya, hasil uji t menunjukkan bahwa variabel pendapatan asli daerah dan dana alokasi umum berpengaruh signifikan terhadap pengalokasian anggaran belanja modal. Dari model regresi yang dihasilkan, dana alokasi umum mempunyai koefisien terbesar sehingga dapat dikatakan bahwa dana alokasi umum adalah indikator yang paling dominan.
vi ABSTRACT
THE EFFECT OF REGIONAL OWN REVENUE, GENERAL ALLOCATION FUND, AND PRODUCT SHARED FUNDS FOR CAPITAL EXPENDITURE
BUDGET OF DISTRICT/CITY IN NORTH SUMATERA
This study aims to examine the regional own revenue, general allocation fund, and product shared funds for capital expenditure budget of district / city in North Sumatra, as well as to determine which indicators are most dominant influence.
The research data was taken during the five periods, namely between the years 2007-2011 with a sample of 24 districts / cities in the province of North Sumatra. The data of this study is secondary data, namely, data from the Directorate General of Fiscal Balance of the Ministry of Finance reports that the budget revenue and expenditure in the period 2007-2011. Analytical model used is multiple linear regression. Sampling technique using a purposive sampling method.
Based on the F test, it can be concluded that the regional own revenue variable, the general allocation of funds, and product shared funds for the simultaneous effect on the allocation of capital expenditure budget. Furthermore, the t test results indicate that the variable regional own revenue and general fund allocationssignificantly influence the allocation of capital expenditure budget. Of the resulting regression model, the general allocation fund has the largest coefficient so that it can be said that the general allocation fund is the most dominant indicator.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penelitian
Pelaksanaan otonomi daerah yang mengacu pada UU No.32 Tahun 2004
tentang Pemerintah Daerah dan UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah menyatakan bahwa
pelaksanaan otonomi daerah mensyaratkan adanya suatu perimbangan keuangan
antara pemerintah pusat dan daerah, yang merupakan suatu sistem pembiayaan
pemerintah dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia yang mencakup
pembagian keuangan antar daerah secara proporsional, demokratis, adil, dan
transparan dengan memperhatikan potensi, kondisi, dan kebutuhan daerah.
Otonomi daerah merupakan suatu wujud demokrasi yang diberikan
pemerintah pusat kepada pemerintah daerah untuk mengurus sendiri rumah
tangganya dengan tetap berpegang kepada peraturan perundangan yang berlaku.
Melalui otonomi diharapkan daerah akan lebih mandiri dalam menentukan setiap
kegiatannya tanpa ada intervensi dari pemerintah pusat. Selain itu pemerintah
daerah diharapkan mampu membuka peluang memajukan daerahnya dengan
melakukan identifikasi sumber-sumber pendapatan dan mampu menetapkan
belanja daerah secara efisien, efektif, dan wajar. Tujuan yang hendak dicapai
dengan diterapkannya otonomi daerah adalah untuk memperlancar pembangunan
xiii
Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD),
pengalokasian anggaran belanja modal termasuk salah satu yang paling kecil
diantara pengalokasian anggaran untuk struktur belanja lain. Pengalokasian
anggaran belanja modal ini didasarkan pada kebutuhan daerah akan sarana dan
prasarana, baik untuk kelancaran pelaksanaan tugas pemerintahan maupun untuk
fasilitas publik. Selain itu, anggaran belanja modal ini juga tergantung dari
besarnya jumlah pendapatan daerah. Jika tidak mencukupi, maka pengalokasian
pendapatan daerah akan lebih diprioritaskan untuk belanja daerah lainnya yang
dianggap lebih penting.
Selama ini pengalokasian anggaran belanja daerah lebih banyak
digunakan untuk belanja rutin yang dinilai kurang produktif sehingga masyarakat
tidak merasakan langsung pengalokasian belanja daerah tersebut. Pemanfaatan
belanja sebaiknya dialokasikan untuk hal-hal yang produktif yang memacu
pergerakan roda ekonomi dan meningkatkan pelayanan publik seperti bangunan,
infrastruktur, peralatan, dan aset tetap lainnya. Jika hal ini dilakukan, tingkat
kepercayaan masyarakat kepada pemerintah daerah akan semakin meningkat serta
pembangunan daerah berjalan sesuai dengan program pemerintah.
Untuk mewujudkan pembangunan daerah yang mandiri ini maka
pemerintah daerah diberikan kewenangan untuk memanfaatkan sumber-sumber
keuangan yang bersumber dari daerah itu sendiri yaitu Pendapatan Asli Daerah
(PAD). Pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah dan hasil
pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan daerah
pemerintah daerah dituntut untuk menggali secara maksimal potensi daerah yang
dimiliki yang nantinya akan memberikan keleluasaan bagi pemerintah daerah
untuk membelanjakan pendapatan daerahnya.
Meskipun demikian, setiap daerah memiliki kemampuan keuangan yang
berbeda-beda. Hal ini dikarenakan masing-masing daerah memiliki perbedaan
potensi dan sumber daya serta kebutuhan antar tingkat pemerintahan. Dampak
dari perbedaan ini adalah terjadinya ketimpangan sumber pendanaan antar daerah
dimana daerah yang kaya akan potensi dan sumber daya memiliki sumber
pendanaan yang lebih besar dibanding daerah yang miskin akan potensi
daerahnya. Pendapatan asli daerah yang sumber utamanya berasal dari pajak
daerah dan retribusi daerah kenyataannya hanya mampu membiayai belanja
pemerintah daerah paling tinggi sebesar 20%. Selain itu, pemerintah daerah juga
sering dipusingkan masalah pajak dan retribusi daerah ini. Pemerintah daerah
tentunya ingin meningkatkan pendapatan daerahnya melalui pajak dan retribusi
daerah ini namun disisi lain hal tersebut terkadang justru dinilai memberatkan
masyarakat.
Untuk mengatasi masalah ketimpangan sumber pendanaan antar daerah
ini, maka pemerintah pusat melakukan transfer dana perimbangan yang terdiri dari
Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Bagi Hasil (DBH), dan Dana Alokasi Khusus
(DAK). Pada praktiknya, transfer dari pemerintah pusat ini menjadi sumber dana
utama untuk membiayai aktivitas operasi atau belanja daerah yang oleh
pemerintah daerah dilaporkan dalam APBD. Kekurangan pendanaan yang
xv
sehingga ketergantungan terhadap transfer dana perimbangan ini sangat besar. Hal
ini menimbulkan masalah dimana pemerintah daerah menjadi terlena untuk tidak
mengoptimalkan PAD mereka.
Dana bagi hasil merupakan komponen dana perimbangan yang memiliki
peranan penting dalam menyelenggarakan otonomi daerah karena penerimaannya
didasarkan atas potensi daerah penghasil. Sumber DBH meliputi penerimaan dari
pajak dan sumber daya alam. Oleh karena itu, jika pemerintah daerah
menginginkan transfer bagi hasil yang tinggi maka pemerintah daerah harus dapat
mengoptimalkan potensi pajak dan SDA yang dimiliki oleh masing-masing
daerah, sehingga kontribusi yang diberikan DBH terhadap pendapatan daerah
dapat meningkat. Namun pembagian dana bagi hasil ini menimbulkan konflik
tersendiri. Banyak daerah penghasil yang menilai bahwa pembagian dana bagi
hasil kurang memenuhi tuntutan rasa keadilan. Daerah penghasil menilai bagian
dana bagi hasil untuk mereka jauh lebih sedikit dibandingkan bagian yang didapat
oleh pusat. Akibatnya banyak daerah yang menuntut pemerintah pusat untuk
merevisi UU No 34 Tahun 2004 tersebut. Evaluasi dan transparansi penyaluran
dana bagi hasil ini juga perlu dilakukan agar terlihat jelas kemana saja uang dana
bagi hasil ini tersalur demi berlangsungnya pembangunan daerah.
Provinsi Sumatera Utara selalu berusaha untuk memajukan daerahnya
sesuai dengan peraturan dan kebijakan yang telah ditetapkan oleh mereka sendiri.
Pengalokasian anggaran belanja modal yang besar tentunya juga dapat
meningkatkan pendapatan daerah walaupun pengalokasian anggaran belanja
serta fasilitas publik yang dibutuhkan daerah. Kota Medan pada tahun 2007
memiliki pengalokasian anggaran belanja modal sebesar Rp. 435.726.558.814
yang kemudian turun pada tahun berikutnya menjadi Rp. 394.279.162.792.
Namun pada tiga tahun berikutnya yaitu tahun 2011 pengalokasian anggaran
belanja modal Kota Medan mengalami peningkatan pesat menjadi Rp.
538.560.431.550. Fenomena ini juga terjadi pada kabupaten/kota lainnya.
Pada umumnya pendapatan asli daerah yang diperoleh kabupaten/kota di
Provinsi Sumatera Utara setiap tahunnya mengalami ketidakkonsistenan.
Kabupaten Tapanuli Selatan pada tahun 2007 pendapatan asli daerahnya mencapai
Rp. 25.827.563.658. Kemudian tahun 2008 mengalami penurunan menjadi Rp.
14.013.720.740 dan kemudian naik lagi untuk tahun-tahun berikutnya hingga pada
tahun 2011 mencapai Rp. 38.125.749.087. Ketidakkonsistenan ini juga berlaku
untuk dana alokasi umum yang diberikan kepada kabupaten/kota di Provinsi
Sumatera Utara. Hal ini menggambarkan pemberian dana alokasi umum harus
disesuaikan dengan celah fiskal dan alokasi dasar kabupaten/kota di Provinsi
Sumatera Utara dimana setiap tahun perolehannya tidak sama. Kabupaten
Samosir pada tahun 2007 memperoleh dana alokasi umum sebesar
Rp.202.774.000.000 yang kemudian terus mengalami peningkatan untuk
tahun-tahun berikutnya hingga tahun-tahun 2011 total perolehan dana alokasi umumnya
mencapai Rp.283.201.580.000.
Situngkir (2009) melakukan penelitian yang menguji apakah
pertumbuhan ekonomi, pendapatan asli daerah, dana alokasi umum, dan dana
xvii
parsial maupun secara simultan pada kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara simultan pertumbuhan ekonomi,
PAD, DAU dan DAK berpengaruh signifikan terhadap anggaran belanja modal.
Secara parsial hanya variabel PAD, DAU dan DAK yang berpengaruh siginifikan
terhadap anggaran belanja modal.
Penelitian lain dilakukan oleh Putro (2011) yang melakukan penelitian
untuk menguji apakah pertumbuhan ekonomi, pendapatan asli daerah, dan dana
alokasi umum memiliki pengaruh terhadap anggaran belanja modal baik secara
parsial maupun secara simultan pada kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa secara simultan pertumbuhan ekonomi,
PAD dan DAU berpengaruh signifikan terhadap pengalokasian anggaran belanja
modal. Secara parsial hanya variabel DAU yang berpengaruh secara signifikan
terhadap pengalokasian anggaran belanja modal.
Ketidakkonsistenan hasil penelitian terdahulu yang menggunakan
variabel independen pendapatan asli daerah menjadi motivasi bagi peneliti untuk
melakukan penelitian lebih lanjut. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian
terdahulu adalah penambahan variabel independen dana bagi hasil. Berdasarkan
latar belakang diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan
judul “Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum Dan Dana
Bagi Hasil Terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Modal
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan
masalah sebagai berikut:
1. Apakah pendapatan asli daerah secara parsial berpengaruh siginifikan
terhadap pengalokasian anggaran belanja modal kabupaten/kota di
Provinsi Sumatera Utara?
2. Apakah dana alokasi umum secara parsial berpengaruh signifikan
terhadap pengalokasian anggaran belanja modal kabupaten/kota di
Provinsi Sumatera Utara?
3. Apakah dana bagi hasil secara parsial berpengaruh signifikan terhadap
pengalokasian anggaran belanja modal kabupaten/kota di Provinsi
Sumatera Utara?
4. Apakah pendapatan asli daerah, dana alokasi umum, dan dana bagi
hasil secara simultan berpengaruh siginifikan terhadap pengalokasian
anggaran belanja modal kabupaten/kota di Propinsi Sumatera Utara?
1.3 Tujuan Penelitian
Dari berbagai permasalahan yang telah dijelaskan sebelumnya, maka
tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji dan menganalisis pengaruh
pendapatan asli daerah, dana alokasi umum, dan dana bagi hasil terhadap
pengalokasian anggaran belanja modal untuk pembangunan daerah
kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara baik secara parsial maupun secara
xix
1.4 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini yakni berguna bagi peneliti,
pemerintah, dan peneliti lainnya.
1. Bagi peneliti, penelitian ini bermanfaat untuk menambah wawasan
dan pengetahuan penulis tentang pengaruh pendapatan asli daerah,
dana alokasi umum, dan dana alokasi umum pada belanja modal
kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara.
2. Bagi pemerintah, memberikan masukan baik bagi pemerintah pusat
maupun pemerintah daerah dalam hal pengelolaan keuangan daerah.
3. Bagi peneliti lainnya, hasil dari penelitian ini diharapkan dapat
dijadikan sebagai salah satu referensi untuk penelitian lebih lanjut
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Teoritis
2.1.1 Pemerintahan Daerah
Pemerintahan Daerah menurut Ketentuan Pasal 1 ayat 2 Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah adalah
penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) menurut Asas Otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945.
Pemerintahan daerah dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan
memiliki hubungan dengan pemerintah pusat dan dengan pemerintahan daerah
lainnya. Hubungan tersebut meliputi hubungan wewenang, keuangan, pelayanan
umum, pemanfaatan sumber daya alam, dan sumber daya lainnya.
2.1.2 Keuangan Daerah
Kaho dalam Munir et al (2004 : 36) menyatakan bahwa “salah satu faktor
yang mempengaruhi dalam pelaksanaan otonomi daerah adalah faktor keuangan
yang baik”. Istilah keuangan disini mengandung arti bahwa setiap hak yang
berhubungan dengan masalah uang, antara lain berupa sumber pendapatan, jumlah
xxi
yang berlaku. Hal ini untuk menghindari penyelewengan kekuasaan masalah
keuangan oleh pemerintah daerah.
Menurut Yani (2008 : 348) pengelolaan keuangan daerah adalah
“keseluruhan kegiatan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan,
pelaporan, pertanggungjawaban, dan pengawasan keuangan daerah”. Tujuan dan
sasaran yang hendak dicapai oleh pemerintah daerah tentunya tidak akan berjalan
dengan baik tanpa adanya pengelolaan keuangan yang baik juga.
Menurut Munir et al (2004 : 36), “kemampuan keuangan dan anggaran
daerah pada dasarnya adalah kemampuan dari pemerintah daerah dalam
meningkatkan penerimaan pendapatan asli daerahnya”. Disini akan lebih
mengarah pada aspek kemandirian dalam bidang keuangan, yang biasanya diukur
dengan desentralisasi fiskal atau otonomi fiskal daerah, yang dapat diketahui
melalui perhitungan kontribusi PAD terhadap total APBD serta kontribusi
sumbangan dan bantuan terhadap total APBD.
Keuangan dan anggaran daerah merupakan alat fiskal pemerintah daerah,
adalah bagian integral dari keuangan negara. Oleh karena itu pengalokasian
sumber keuangan diperuntukkan bagi pemerataan pembangunan sekaligus
menciptakan stabilitas ekonomi daerah, sehingga peranan keuangan dan anggaran
daerah akan semakin penting disamping keterbatasan pendapatan asli daerah
dalam mengimbangi perolehan dana dari pemerintah pusat, tetapi juga
dikarenakan semakin kompleksnya permasalahan yang dihadapi daerah dalam
mengakomodir potensi serta pemecahannya, yang membutuhkan peran aktif
masyarakat ini dapat melalui kesadaran membayar pajak, retribusi, serta turut
mendukung dan memberi sumbangsih pada kegiatan-kegiatan yang dilakukan
oleh pemerintah daerah.
2.1.3 APBD
APBD adalah suatu rencana keuangan tahunan daerah yang ditetapkan
berdasarkan peraturan daerah. Dengan demikian APBD lalu merupakan
alat/wadah untuk menampung berbagai kepentingan publik yang diwujudkan
melalui berbagai kegiatan dan program dimana pada saat tertentu manfaatnya
benar-benar akan dapat dirasakan oleh masyarakat (Bana, 2001:12).
APBD terdiri atas:
1. Anggaran Pendapatan, terdiri atas :
a. PAD, meliputi pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan
kekayaan daerah, dan penerimaan lain-lain
b. Dana Perimbangan, meliputi dana alokasi umum, dana alokasi
khusus, dana bagi hasil
c. Lain-lain pendapatan yang sah seperti dana hibah atau dana
darurat
2. Anggaran Belanja, yang digunakan untuk keperluan penyelenggaraan
tugas pemerintahan di daerah.
3. Pembiayaan, yaitu setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali
xxiii
anggaran yang bersangkutan maupun tahun-tahun anggaran
berikutnya.
Dalam APBD tergambar semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka
penyelenggaraan pemerintah daerah yang dapat dinilai dengan uang termasuk
didalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban
daerah tersebut dalam kurun satu tahun. APBD juga merupakan instrumen dalam
rangka mewujudkan pelayanan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat untuk
tercapainya tujuan bernegara (Sumarsono, 2010-115).
Suatu anggaran yang telah direncanakan dengan baik, hendaknya disertai
pula dengan pelaksanaan yang tertib dan disiplin, sehingga baik tujuan maupun
sasaran akan dapat tercapai secara efektif dan efisien.
2.1.4 Belanja Modal
Belanja modal adalah pengeluaran yang dilakukan dalam rangka
pembentukan modal yang sifatnya menambah aset tetap/inventaris yang
memberikan manfaat lebih dari satu periode akuntansi, termasuk didalamnya
adalah pengeluaran untuk biaya pemeliharaan yang sifatnya mempertahankan atau
menambah masa manfaat, meningkatkan kapasitas dan kualitas aset (Yani, 2008).
Menurut Halim (2004 : 73) belanja modal merupakan “belanja
pemerintah daerah yang manfaatnya melebihi satu tahun anggaran dan akan
menambah aset atau kekayaan daerah dan selanjutnya akan menambah belanja
yang bersifat rutin seperti biaya pemeliharaan pada kelompok belanja administrasi
Belanja modal merupakan pengeluaran yang dimaksudkan untuk
memperoleh aset tetap pemerintah daerah seperti tanah, gedung, bangunan,
peralatan, infrastruktur dan harta tetap lainnya dengan cara pengadaan /
penambahan / penggantian / peningkatan / pembangunan aset tetap tersebut. Aset
tetap yang dimiliki sebagai akibat dari belanja modal tersebut merupakan hasil
dari alokasi dana untuk anggaran belanja modal yang terdapat di laporan APBD
dimana besarnya jumlah pengalokasiannya itu didasarkan pada kebutuhan daerah
akan sarana dan prasarana baik untuk kelancaran pelaksanaan tugas pemerintahan
maupun sebagai fasilitas publik.
2.1.5 Pendapatan Asli Daerah
Pendapatan asli daerah (PAD) adalah pendapatan yang diperoleh daerah
yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan
perundang-undangan. Pendapatan asli daerah terdiri dari:
1. Pajak daerah
2. Retribusi daerah
3. Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan
4. Pendapatan lain asli daerah yang sah
Dalam upaya meningkatkan PAD daerah dilarang menetapkan peraturan
daerah tentang pendapatan yang menyebabkan ekonomi biaya tinggi dan dilarang
menetapkan peraturan daerah tentang pendapatan yang menghambat mobilitas
penduduk, lalu lintas barang dan jasa antardaerah, dan kegiatan ekspor/impor.
xxv
ekonomi biaya tinggi adalah peraturan daerah yang mengatur pengenaan pajak
dan retribusi oleh daerah terhadap objek-objek yang telah dikenakan pajak oleh
pusat dan provinsi sehingga menyebabkan menurunnya daya saing daerah (Yani,
2008).
1. Pajak daerah
Pajak daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang
pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang
seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai
penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan daerah. Yang
tergolong pajak daerah adalah pajak hotel, pajak restoran, pajak
hiburan, pajak reklame, pajak penerangan jalan, pajak pengambilan
bahan galian golongan c, dan pajak parkir.
2. Retribusi daerah
Retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran
atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau
diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi
atau badan.
Menurut Saragih (2003 : 65), “semakin banyak jenis pelayanan
publik dan meningkatnya mutu pelayanan publik yang diberikan oleh
pemerintah daerah terhadap masyarakatnya, maka kecenderungan
perolehan dana retribusi semakin besar”. Namun tentunya hal ini
pelayanan publik yang telah disediakan pemerintah daerah untuk
membayar retribusi.
3. Hasil pengelolaan kekayaan yang dipisahkan
Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan merupakan
hasil yang diperoleh dari pengelolaan kekayaan yang terpisah dari
pengelolaan APBD. Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang
dipisahkan ini mencakup
a. Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik
daerah/Badan Usaha Milik Daerah
b. Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik
pemerintah/Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
c. Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik
swasta atau kelompok usaha masyarakat
4. Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah
Lain-lain PAD yang sah merupakan penerimaan daerah yang
tidak termasuk dalam jenis pajak daerah, retribusi daerah, dan hasil
pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan. Jenis-jenis lain-lain
pendapatan daerah yang sah menurut UU No 33 Tahun 2004 terdiri
dari:
a. Hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan b. Jasa giro
c. Pendapatan bunga
d. Penerimaan atas tuntutan ganti kerugian daerah
xxvii
f. Penerimaan keuntungan dari selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing
g. Pendapatan denda atas keterlambatan pelaksanaan pekerjaan h. Pendapatan denda pajak
i. Pendapatan denda retribusi
j. Pendapatan hasil eksekusi atas jaminan k. Pendapatan dari pengembalian
l. Fasilitas sosial dan fasilitas umum
m.Pendapatan dari penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan dan n. Pendapatan dari angsuran/cicilan penjualan.
Menurut Mahi (2000:58-59), pendapatan asli daerah belum bisa
diandalkan sebagai sumber pembiayaan utama otonomi daerah/kabupaten kota
disebabkan oleh beberapa hal sebagai berikut:
1. Relatif rendahnya basis pajak/retribusi daerah
Pajak/retribusi yang ditetapkan untuk daerah kabupaten/kota memiliki basis pungutan yang relatif kecil dan sifatnya bervariasi antar daerah. Daerah pariwisata dan daerah yang memiliki aktivitas yang luas akan menikmati penerimaan PAD yang besar dan daerah pertanian akan menikmati penerimaan PAD yang relatif kecil.
2. Perannya yang tergolong kecil dalam total penerimaan daerah
Sebagian besar penerimaan daerah masih berasal dari bantuan pusat dalam bentuk bantuan dan subsidi. Dari segi upaya pemungutan pajak, banyaknya bantuan dan subsidi ini mengurangi usaha daerah dalam pemungutan PADnya dan lebih mengandalkan kemampuan negosiasinya terhadap pusat untuk memperoleh tambahan bantuan. 3. Kemampuan administrasi pemungutan di daerah masih rendah
Pemungutan pajak di daerah cenderung dibebani dengan biaya pungut yang besar dan pengelolaan PAD yang ditetapkan berdasarkan target. Akibatnya beberapa daerah lebih condong memenuhi target, walaupun dari segi pertumbuhan ekonomi sebenarnya pemasukan pajak dapat melampaui target yang telah ditetapkan.
4. Kemampuan perencanaan dan pengawasan keuangan yang lemah. Pemungutan pajak selalu mengalami kebocoran-kebocoran yang cukup besar, sebagai dampak daripada lemahnya kemampuan aparat perencana dan pengawas keuangan.
Pemerintah daerah hendaknya selalu mengevaluasi kinerja mereka setiap
tahunnya terlebih pada kinerja mereka dalam meningkatkan penerimaan daerah
2.1.6 Dana Alokasi Umum
Menurut UU Nomor 33 Tahun 2004 dana alokasi umum adalah “dana
yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan
pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk mendanai kebutuhan daerah
dalam rangka pelaksanaan desentralisasi”. Dana alokasi umum bertujuan untuk
pemerataan kemampuan keuangan antardaerah yang dimaksudkan untuk
mengurangi ketimpangan kemampuan antardaerah melalui penerapan formula
yang mempertimbangkan kebutuhan dan potensi daerah.
Pada dasarnya dana alokasi umum merupakan salah satu bentuk dari
transfer yang bersifat umum (block grant) yang pemanfaatan dan
pengalokasiannya sepenuhnya merupakan kewenangan penerima transfer, yaitu
pemerintah daerah (Sumarsono, 2003:21). Maka pemerintah daerah dituntut untuk
bersikap bijak dalam menentukan anggaran pendapatan dan belanja daerahnya
tiap tahunnya sehingga sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai pemerintah
daerah yaitu pembangunan ekonomi yang merata serta tercapainya pelayanan
publik yang baik.
Dana alokasi umum merupakan komponen terbesar dari dana
perimbangan dalam APBN. Totalnya hampir mencapai 75% (tujuh puluh lima
persen) dari total dana perimbangan. Jumlah keseluruhan dana alokasi umum
ditetapkan sekurang-kurangnya 26% (dua puluh enam persen) dari pendapatan
dalam negeri neto yang ditetapkan dalam APBN. Dana alokasi umum suatu
daerah dialokasikan atas dasar celah fiskal dan alokasi dasar. Menurut Saragih
xxix
(fiscal need) dan potensi daerah (fiscal capacity)”. Alokasi DAU bagi daerah yang
potensi fiskalnya besar, tetapi kebutuhan fiskal kecil akan memperoleh DAU
relatif kecil. Sebaliknya, daerah yang potensi fiskalnya kecil, namun kebutuhan
fiskal besar, akan memperoleh DAU relatif besar. Alokasi dasar dihitung
berdasarkan jumlah gaji pegawai negeri sipil daerah.
2.1.7 Dana Bagi Hasil
Menurut UU Nomor 33 Tahun 2004 dana bagi hasil adalah “dana yang
bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah berdasarkan
angka persentase untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan
desentralisasi”. Dana bagi hasil ini ditinjau dari potensi daerah penghasil. Daerah
yang memiliki sumber daya alam yang melimpah tentunya akan mendapat
persentase yang lebih besar dari pada daerah yang memiliki sedikit sumber daya
alamnya.
Penerimaan dana bagi hasil pajak diprioritaskan untuk mendanai
perbaikan lingkungan pemukiman perkotaan dan dipedesaan, pembangunan
irigasi, jaringan jalan dan jembatan sedangkan penerimaan dana bagi hasil sumber
daya alam diutamakan pengalokasiannya untuk mendanai pelestarian lingkungan
areal pertambangan, perbaikan dan penyediaan fasilitas umum dan fasilitas sosial,
fasilitas pelayanan kesehatan dan pendidikan untuk tercapainya standar pelayanan
minimal yang ditetapkan peraturan perundang-undangan (Sumarsono, 2010-119).
Penerimaan negara yang dibagihasilkan menurut UU No 33 Tahun 2004
1. Penerimaan Pajak
a. Pajak bumi dan bangunan (PBB)
Penerimaan negara dari pajak bumi dan bangunan dibagi dengan imbangan 10% untuk pemerintah pusat dan 90% untuk daerah. Dana bagi hasil PBB untuk daerah sebesar 90% sebagaimana dimaksud diatas dibagi dengan rincian sebagai berikut
1) 16,2% untuk daerah provinsi yang bersangkutan 2) 64,8% untuk kabupaten/kota yang bersangkutan 3) 9% untuk biaya pemungutan
Selanjutnya 10% penerimaan pajak bumi dan bangunan bagian pemerintah pusat sebagaimana pembagian diatas dialokasikan kepada seluruh kabupaten dan kota dengan rincian sebagai berikut:
1) 6,5% dibagikan secara merata kepada seluruh kabupaten dan kota
2) 3,5% dibagikan secara intensif kepada kabupaten dan/atau kota yang realisasi penerimaan pajak bumi dan bangunan sektor pedesaan dan perkotaan sebelumnya mencapai/melampaui rencana penerimaan yang ditetapkan.
b. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)
Penerimaan negara dari bea perolehan hak atas tanah dan bangunan dibagi dengan imbangan 20% untuk pemerintah pusat dan 80% untuk daerah. DBH BPHTB untuk daerah sebesar 80% dibagi untuk daerah dengan rincian
1) 16% untuk provinsi yang bersangkutan
2) 64% untuk kabupaten/kota yang bersangkutan.
Selanjutnya bagian pemerintah sebesar 20% dialokasikan dengan porsi yang sama besar untuk seluruh kabupaten dan kota.
c. Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25 dan Pasal 29 Wajib Pajak Orang pribadi dalam negeri dan PPh Pasal 21
Dana bagi hasil dari penerimaan PPh Pasal 25 dan Pasal 29 Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri dan PPh Pasal 21 yang merupakan bagian dari daerah adalah sebesar 20% dengan rincian
1) 60% untuk kabupaten/kota 2) 40% untuk provinsi
2. Penerimaan Bukan Pajak (Sumber Daya Alam) a. Sektor kehutanan
Penerimaan kehutanan yang berasal dari penerimaan Iuran Hak Pengusahaan Hutan (IHPH) dan Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH) yang dihasilkan dari wilayah daerah yang bersangkutan dibagi dengan imbangan 20% (dua puluh persen) untuk Pemerintah dan 80% (delapan puluh persen) untuk daerah. Penerimaan kehutanan yang berasal dari dana reboisasi dibagi dengan imbangan sebesar 60% (enam puluh persen) untuk pemerintah dan 40% (empat puluh persen) untuk daerah.
xxxi
Penerimaan pertambangan umum yang dihasilkan dari wilayah daerah yang bersangkutan, dibagi dengan imbangan 20% (dua puluh persen) untuk pemerintah dan 80% (delapan puluh persen) untuk daerah.
c. Sektor Pertambangan Minyak Bumi
Penerimaan pertambangan minyak bumi yang dihasilkan dari wilayah daerah yang bersangkutan setelah dikurangi komponen pajak dan pungutan lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan, dibagi dengan imbangan 84,5% (delapan puluh empat setengah persen) untuk pemerintah dan 15,5% ( lima belas setengah persen) untuk daerah.
d. Sektor Pertambangan Gas Bumi
Penerimaan pertambangan gas bumi yang dihasilkan dari wilayah daerah yang bersangkutan setelah dikurangi komponen pajak dan pungutan lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan, dibagi dengan imbangan 69,5% (enam puluh sembilan setengah persen) untuk pemerintah dan 30, 5% (tiga puluh setengah persen) untuk daerah.
e. Sektor Perikanan
Penerimaan perikanan yang diterima secara nasional dibagi dengan perimbangan 20% (dua puluh persen) untuk pemerintah dan 80% (delapan puluh persen) untuk daerah.
f. Sektor Pertambangan Panas Bumi
Pertambangan panas bumi yang dihasilkan dari wilayah daerah yang bersangkutan yang merupakan penerimaan negara bukan pajak, dibagi dengan imbangan 20% (dua puluh persen) untuk pemerintah dan 80% (delapan puluh persen) untuk daerah.
Saat ini terjadi polemik antara pemerintah pusat dengan pemerintah
daerah yang memiliki sektor perkebunan yang luas termasuk Provinsi Sumatera
Utara. Banyak pihak yang menyuarakan agar pemerintah pusat merevisi UU No
33 Tahun 2004 Pasal 11 tentang Dana Bagi Hasil dan memasukkan sektor
perkebunan sebagai bagian dari dana bagi hasil antara pusat dan daerah. Provinsi
Sumatera Utara sendiri selama ini dikenal sebagai penghasil devisa negara dari
produksi perkebunan. Tentunya jika sektor perkebunan menjadi bagian dari dana
bagi hasil maka Pemerintah Provinsi Sumatera Utara mendapatkan pendapatan
2.2 Tinjauan Penelitian Terdahulu
Beberapa hasil penelitian terdahulu yang berkaitan dengan pendapatan
asli daerah, dana alokasi umum, dana bagi hasil, dan pengalokasian anggaran
[image:34.595.92.540.301.749.2]belanja modal sebagai berikut:
Tabel 2.1
Tinjauan Penelitian Terdahulu
No Peneliti Judul Variabel yang
Digunakan
Hasil Penelitian
1. Anggiat
Situngkir
(2009)
Pengaruh Pertumbuhan
Ekonomi, Pendapatan Asli
Daerah (PAD), Dana
Alokasi Umum (DAU),
dan Dana Alokasi Khusus
(DAK) Terhadap
Anggaran Belanja Modal
Pada Pemko/Pemkab Sumatera Utara Variabel dependen: belanja modal Variabel independen: pertumbuhan ekonomi, PAD, DAU, DAK Secara simultan pertumbuhan ekonomi,
PAD, DAU, DAK
berpengaruh signifikan
terhadap anggaran belanja
modal kabupaten/kota di
Sumatera Utara.
Secara parsial hanya
variabel PAD, DAU dan
DAK yang berpengaruh
signifikan terhadap
anggaran belanja modal
daerah kabupaten/kota di
Sumatera Utara.
Sedangkan variabel
pertumbuhan ekonomi
xxxiii
PDRB tidak berpengaruh
signifikan
2. Nugroho
Suratno Putro
(2011)
Pengaruh Pertumbuhan
Ekonomi, Pendapatan Asli
Daerah, dan Dana Alokasi
Umum Terhadap
Pengalokasian Anggaran
Belanja Modal Pada
Kabupaten/Kota di
Provinsi Jawa Tengah
Variabel dependen:
belanja modal
Variabel independen:
pertumbuhan
ekonomi, PAD, DAU
DAU memiliki pengaruh
yang signifikan terhadap
pengalokasian anggaran
belanja modal, Sedangkan
pertumbuhan ekonomi dan
PAD tidak berpengaruh
signifikan terhadap
pengalokasian anggaran
belanja modal.
3 Alfan H.
Harahap (2009)
Pengaruh Dana Bagi Hasil
Pajak dan Dana Bagi Hasil
Sumber Daya Alam
Terhadap Belanja Modal
Pada Kabupaten/Kota Di
Sumatera Utara
Variabel dependen:
belanja modal
Variabel independen:
DBH pajak, DBH
sumber daya alam
Secara simultan DBH
pajak dan DBH SDA
berpengaruh positif
terhadap belanja modal.
Secara parsial hanya DBH
pajak yang berpengaruh
positif terhadap belanja
modal. Sementara DBH
SDA tidak berpengaruh
terhadap belanja modal.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan Situngkir
(2009) adalah terletak pada sampel penelitian yang dilakukan dimana sampel
penelitian dilakukan Situngkir sebanyak 19 kabupaten/kota yang ada di Provinsi
dilakukan Putro (2011) menggunakan objek penelitian di kabupaten/kota Provinsi
Jawa Tengah dengan periode penelitian tahun 2006-2008. Harahap (2009)
menggunakan objek penelitian kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara dengan
sampel sebanyak 16 dan periode penelitian tahun 2005-2007.
Penelitian ini menambah variabel dana bagi hasil pada variabel
independennya sehingga membedakan penelitian yang dilakukan oleh Situngkir
(2009) dan Putro (2011). Penelitian yang dilakukan Harahap (2009) hanya
menggunakan variabel dana bagi hasil saja sebagai variabel independennya
sementara penelitian ini menggunakan variabel pendapatan asli daerah, dana
alokasi umum dan dana bagi hasil sebagai variabel independennya.
2.3 Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual menjelaskan tentang bagaimana pertautan
teori-teori yang berhubungan dengan variabel penelitian yang ingin diteliti, yaitu
variabel bebas dan variabel terikat. Berdasarkan latar belakang masalah dan
tinjauan teoritis yang telah diuraikan sebelumnya, peneliti membuat kerangka
xxxv
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual
H1
H2
H3
H4
Pendapatan asli daerah adalah pendapatan yang diperoleh daerah yang
dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan
perundang-undangan. Salah satu keberhasilan otonomi daerah adalah berkurangnya
ketergantungan daerah terhadap transfer fiskal dari pemerintah pusat dengan
meningkatnya pendapatan asli daerah untuk memenuhi belanja pemerintah daerah.
Semakin besar pendapatan asli daerah yang dihasilkan maka semakin besar pula
pengalokasian anggaran belanja modal.
Dana alokasi umum sebagai bagian dari kebijakan transfer fiskal dari
pusat ke daerah berfungsi sebagai faktor pemerataan fiskal antara daerah-daerah
serta memperkecil kesenjangan kemampuan keuangan antar daerah. Jika dana
alokasi umum yang diterima pemerintah daerah dari pemerintah pusat besar, maka Pengalokasian
Anggaran Belanja Modal (Y) Pendapatan Asli Daerah
(X1)
Dana Alokasi Umum
(X2)
Dana Bagi Hasil
kekurangan sumber pendanaan terhadap belanja daerah khususnya pengalokasian
anggaran belanja modal dapat tertutupi.
Dana bagi hasil terdiri dari dana bagi hasil pajak dan dana bagi hasil
sumber daya alam. Jika pemerintah daerah menginginkan transfer bagi hasil yang
tinggi maka pemerintah daerah harus dapat mengoptimalkan potensi pajak dan
sumber daya alam yang dimiliki oleh masing-masing daerah sehingga kontribusi
yang diberikan dana bagi hasil terhadap pendapatan daerah dapat meningkat
sehingga besarnya pengalokasian anggaran belanja modal semakin meningkat
pula.
Belanja modal bertujuan untuk menambah aset tetap yang nantinya akan
digunakan sebagai fasilitas untuk meningkatkan pendapatan daerah. Pendapatan
daerah yang terbatas menyebabkan pemerintah daerah dituntut untuk bijaksana
dalam menentukan berapa besar pengalokasian anggaran belanja modalnya.
Besarnya pengalokasian anggaran terhadap belanja modal tergantung pada
besarnya pendapatan yang diperoleh oleh daerah. Semakin besar pendapatan
daerah yang diperoleh maka semakin besar pula pengalokasian anggaran belanja
modal.
2.4 Hipotesis Penelitian
Hipotesis merupakan penjelasan sementara tentang perilaku, fenomena
atau keadaan tertentu yang terjadi atau akan terjadi (Erlina, 2008). Berdasarkan
kerangka konseptual yang telah dijelaskan, hipotesis yang dirumuskan dalam
xxxvii
H1: pendapatan asli daerah secara parsial berpengaruh signifikan
terhadap pengalokasian anggaran belanja modal,
H2: dana alokasi umum secara parsial berpengaruh signifikan terhadap
pengalokasian anggaran belanja modal,
H3: dana bagi hasil secara parsial berpengaruh signifikan terhadap
pengalokasian anggaran belanja modal,
H4: pendapatan asli daerah, dana alokasi umum, dan dana bagi hasil
secara simultan berpengaruh signifikan terhadap pengalokasian
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Penelitian yang dilakukan menggunakan desain kausal. Penelitian dengan
desain kausal digunakan jika peneliti ingin mengetahui adanya penyebab dari
suatu fenomena, dimana suatu variabel akan mempengaruhi variabel lainnya
(Efferin et al, 2008 : 66). Selain itu desain yang digunakan adalah desain ex post
facto. Menurut Erlina (2008 : 73), “desain ex post facto adalah desain penelitian
dimana peneliti tidak memanipulasi variabel yang diteliti”.
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan cara mengumpulkan dan mempelajari
dokumen-dokumen atau data-data berupa laporan Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah kabupaten/kota di Sumatera Utara yang diperoleh dari
website/situs resmi Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan yaitu
xxxix
Tabel 3.1 Waktu Penelitian
Waktu Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust/Sept
Jenis Kegiatan 2012 2012 2012 2012 2012 2012 2012 2012
Pengajuan Judul
Pengajuan
Proposal
Pengumpulan dan
Pengolahan Data
Bimbingan dan
Perbaikan Skripsi
Ujian Skripsi
3.3 Batasan Operasional
Batasan operasional dalam penelitian ini agar tujuan penelitian ini dapat
tercapai sebagai berikut:
1. Faktor-faktor yang diteliti yaitu pendapatan asli daerah, dana alokasi
umum, dan dana bagi hasil diperkirakan berpengaruh secara signifikan
terhadap pengalokasian anggaran belanja modal
2. Objek penelitian ini adalah kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara
dengan periode penelitian 2007-2011 dan menyampaikan laporan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) ke Direktorat
3.4 Defenisi Operasional
Variabel independen (variabel bebas) yang digunakan dalam penelitian
ini adalah pendapatan asli daerah, dana alokasi umum, dan dana bagi hasil.
Sedangkan variabel dependen (variabel terikat) yang digunakan adalah
pengalokasian anggaran belanja modal. Variabel-variabel tersebut akan dijelaskan
sebagai berikut:
1. Pendapatan asli daerah, adalah pendapatan daerah yang bersumber
dari hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil pengelolaan
kekayaan daerah yang dipisahkan, dan pendapatan lain asli daerah
yang sah, yang bertujuan untuk memberikan kekuasaan kepada daerah
dalam menggali pendanaan dalam pelaksanaan otonomi daerah
sebagai perwujudan asas desentralisasi.
2. Dana alokasi umum adalah dana yang bersumber dari pendapatan
APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan
keuangan antar-daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam
rangka pelaksanaan desentralisasi.
3. Dana bagi hasil adalah dana hasil pengelolaan pajak dan sumber daya
alam yang dibagi atas persentase tertentu antara pusat dan daerah.
4. Pengalokasian anggaran belanja modal adalah sejumlah dana yang
dialokasikan oleh pemerintah daerah untuk dibelanjakan dalam bentuk
aset yang ditujukan untuk kelancaran pembangunan di daerah yang
xli
kekayaan daerah serta selanjutnya akan menambah biaya operasional
dan biaya pemeliharaan.
3.5 Skala Pengukuran Variabel
Untuk mengukur variabel-variabel yang sudah diidentifikasi digunakan
[image:43.595.133.515.317.515.2]instrumen dan alat ukur sebagai berikut:
Tabel 3.2
Skala Pengukuran Variabel
Variabel
yang Diukur Skala
Sumber
Data Instrumen Kriteria/Ukuran Variabel
Dependen (Y)
Belanja Modal
Rasio Sekunder Laporan
APBD
Anggaran Belanja Modal Tahun 2007-2011
Variabel Independen
(X)
PAD
Rasio Sekunder Laporan
APBD
Anggaran PAD Tahun 2007-2011
DAU Rasio Sekunder Laporan
APBD
Anggaran DAU Tahun 2007-2011
DBH Rasio Sekunder Laporan
APBD
Anggaran DBH Tahun 2007-2011
3.6 Populasi dan Sampel Penelitian
Menurut Erlina (2008 : 75) “populasi adalah sekelompok orang, kejadian,
suatu yang mempunyai karakteristik tertentu”. Sampel adalah bagian populasi
yang digunakan untuk memperkirakan karakteristik populasi (Erlina, 2008 : 75).
Populasi dalam penelitian ini adalah pemerintahan daerah kabupaten/kota
di Provinsi Sumatera Utara yang terdiri dari 25 Kabupaten dan 8 Kota. Data
sampel dengan pertimbangan tertentu. Beberapa kriteria yang digunakan dalam
sampel tercantum dibawah ini :
1. Kabupaten dan kota di Provinsi Sumatera Utara yang
mempublikasikan laporan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah
periode 2007-2011.
2. Kabupaten dan kota di Provinsi Sumatera Utara yang bukan
merupakan hasil pemekaran dalam kurun waktu tahun 2007-2011.
3. Kabupaten dan kota di Provinsi Sumatera Utara yang memperoleh
[image:44.595.112.517.400.748.2]DAU dan DBH periode 2006-2011.
Tabel 3.3
Proses Seleksi Sampel Berdasarkan Kriteria
No Nama Kabupaten/Kota Kriteria Sampel
1 2 3
1 Kab. Asahan √ √ √ 1
2 Kab. Dairi √ √ √ 2
3 Kab. Deli Serdang √ √ √ 3
4 Kab. Tanah Karo √ √ √ 4
5 Kab. Labuhan Batu √ √ √ 5
6 Kab. Langkat √ √ √ 6
7 Kab. Mandailing Natal √ √ √ 7
8 Kab. Nias √ √ √ 8
9 Kab. Simalungun √ √ √ 9
10 Kab. Tapanuli Selatan √ √ √ 10
11 Kab. Tapanuli Tengah √ √ √ 11
12 Kab. Tapanuli Utara x √ √
13 Kab. Toba Samosir √ √ √ 12
14 Kota Binjai √ √ √ 13
15 Kota Medan √ √ √ 14
16 Kota Pematang Siantar √ √ √ 15
17 Kota Sibolga √ √ √ 16
18 Kota Tanjung Balai √ √ √ 17
xliii
20 Kota Padang Sidempuan √ √ √ 19
21 Kab. Pakpak Bharat √ √ √ 20
22 Kab. Nias Selatan √ √ √ 21
23 Kab.Humbang Hasundutan √ √ √ 22
24 Kab. Serdang Bedagai √ √ √ 23
25 Kab. Samosir √ √ √ 24
26 Kab. Batu Bara √ x √
27 Kab. Padang Lawas √ x √
28 Kab. Padang Lawas Utara √ x √
29 Kab. Labuhanbatu Selatan √ x √
30 Kab. Labuhanbatu Utara √ x √
31 Kab. Nias Utara √ x √
32 Kab. Nias Barat √ x √
33 Kota Gunung Sitoli √ x √
Berdasarkan kriteria sampel yang telah dijelaskan, maka diperoleh 24
kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara yang dijadikan sebagai sampel
penelitian.
3.7 Jenis Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif.
Selain itu penelitian ini menggunakan data sekunder yang bersumber dari
dokumen laporan APBD tahun 2007-2011 yang diperoleh dari situs Direktorat
Jenderal Perimbangan Keuanga
ini diperoleh data mengenai pendapatan asli daerah, dana alokasi umum, dana
3.8 Metode Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka yaitu
mengumpulkan data dari buku, jurnal, maupun abstrak yang berkaitan dengan
penelitian dan dilakukan dengan teknik dokumentasi yaitu teknik mengumpulkan
data sekunder yang berkaitan dengan penelitian ini berupa catatan, laporan
keuangan maupun informasi lainnya.
3.9 Teknik Analisis
Analisis data merupakan proses penyederhanaan data dalam bentuk yang
lebih mudah dibaca dan diinterpretasikan. Metode analisis data yang digunakan
dalam penelitian ini adalah metode analisis statistik dengan menggunakan
software SPSS. Analisis data dilakukan dengan melakukan pengujian asumsi
klasik dan pengujian hipotesis. Hasil pengujian asumsi klasik akan mendukung
hasil pengujian hipotesis.
3.9.1 Pengujian Asumsi Klasik
3.9.1.1 Uji Normalitas
Uji normalitas data bertujuan untuk menguji apakah dalam model
regresi antara variabel dependen dengan variabel independen mempunyai
distribusi normal atau tidak. Proses uji normalitas data dilakukan dengan
menggunakan uji Kolmogorov Smirnov. Distribusi dikatakan normal jika
xlv
sebaliknya jika signifikansi nilai uji lebih kecil dari 0,05 maka distribusi
data tidak normal.
3.9.1.2 Uji Multikolinieritas
Uji multikolinieritas bertujuan untuk mengidentifikasi ada
tidaknya hubungan antar variabel independen dalam model regresi.
Menurut Ghozali (2005 : 91) “model regresi yang baik seharusnya tidak
terjadi korelasi diantara variabel bebasnya”. Untuk menguji ada tidaknya
multikolinieritas, dapat dilakukan dengan cara:
1. nilai �2 yang dihasilkan oleh suatu estimasi model regresi.
2. menganalisis matriks korelasi variabel-variabel independen.
Jika antar variabel independen ada korelasi yang cukup tinggi
(umumnya diatas 0.90), maka hal ini merupakan indikasi
adanya multikolinieritas.
3. menggunakan variance inflation factor (VIF) dan nilai
tolerance. Multikolinieritas terjadi jika VIF lebih dari 10 dan
nilai tolerance lebih kecil dari 0,10.
3.9.1.3 Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam model
regresi linear ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode
sebelumnya. Ghozali (2005 : 95) menyatakan bahwa “uji autokorelasi
kesalahan penggangu pada periode t dengan kesalahan pengganggu pada
periode t-1 (sebelumnya)”. Autokorelasi sering terjadi pada sampel
dengan data time series. Untuk mendeteksi adanya autokorelasi, dapat
dilakukan dengan metode grafik dan uji Durbin-Watson. Kriteria unutk
penilaian terjadinya autokorelasi yaitu:
1. angka D-W dibawah -2 berarti ada autokorelasi positif
2. angka D-W diantara -2 sampai +2 berarti tidak ada
autokorelasi
3. angka D-W diatas +2 berarti autokorelasi negatif.
3.9.1.4 Uji Heterokedasititas
Uji heterokedasititas dilakukan untuk menguji apakah dalam
sebuah model regresi telah terjadi ketidaksamaan varian dari residual
suatu pengamatan ke pengamatan lainnya (Ghozali, 2005:105). Jika
varian dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain tetap maka
disebut Homokedasititas dan jika berbeda disebut Heterokedasititas.
Beberapa cara untuk mendeteksi ada tidaknya heterokedasititas :
1. Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang ada yang
membentuk pola tertentu yang teratur (bergelombang
menyebar kemudian menyempit), maka mengindikasikan telah
xlvii
2. Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar diatas
dan dibawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi
heterokedasititas.
3.9.2 Pengujian Hipotesis
Untuk mengetahui hubungan statistik antara variabel independen dengan
variabel dependen digunakan analisis regresi linier berganda. Model regresi linier
berganda dikatakan model yang baik jika model tersebut memenuhi asumsi
normalitas dan terbebas dari asumsi-asumsi klasik statistik baik multikolinieritas,
autokorelasi, dan heterokedasititas (Lubis, 2007: 45).
Persamaan regresi linear berganda yang digunakan yaitu:
Y = α + β1X1 + β2X2 + β3X3 + e
Keterangan:
Y = Pengalokasian Anggaran Belanja Modal
α = Konstanta
X1 = Pendapatan Asli Daerah
X2 = Dana Alokasi Umum
X3 = Dana Bagi Hasil
� = error
β1β2β3 = koefisien regresi variabel
1. Uji Parsial (t-test)
Uji parsial digunakan untuk menguji seberapa jauh pengaruh
menerangkan variasi variabel dependen (Ghozali, 2005: 84). Hipotesis
yang akan diuji adalah sebagai berikut :
H0: b1 = 0, H0: b2 = 0, H0: b3 = 0 ; tidak ada pengaruh signifikan.
Artinya PAD, DAU, dan DBH secara parsial tidak berpengaruh
signifikan terhadap pengalokasian anggaran belanja modal.
Ha: b1 ≠ 0, Ha: b2 ≠ 0, Ha: b3 ≠ 0 ; ada pengaruh signifikan. Artinya
PAD, DAU, dan DBH secara parsial berpengaruh signifikan terhadap
pengalokasian anggaran belanja modal.
Kriteria yang digunakan dalam menerima atau menolak hipotesis
adalah
a. Jika t hitung > t tabel pada α = 5% dan nilai probabilitas <
level of significant sebesar 0,05 maka Ha diterima.
b. Jika t hitung < t tabel pada α = 5% dan nilai probabilitas >
level of significant sebesar 0,05 maka Ha ditolak.
2. Uji Simultan (F-test)
Uji F dilakukan untuk menunjukkan apakah semua variabel
independen atau bebas yang dimasukkan dalam model regresi
berganda mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap
variabel dependen (Ghozali, 2005:84). Hipotesis yang akan diuji
adalah sebagai berikut
H0: b1, b2, b3 = 0, artinya PAD, DAU, DBH secara simultan tidak
berpengaruh signifikan terhadap pengalokasian anggaran belanja
xlix
Ha: b1, b2, b3 ≠ 0, artinya semua variabel independen berpengaruh
signifikan secara bersama. Dalam hal ini PAD, DAU, dan DBH secara
simultan berpengaruh signifikan terhadap pengalokasian anggaran
belanja modal.
Kriteria yang digunakan dalam menerima atau menolak hipotesis
adalah:
1. Jika F hitung > F tabel pada α = 5% dan nilai probabilitas <
level of significant sebesar 0.05, maka Ha diterima.
2. Jika F hitung < F tabel pada α = 5% dan nilai probabilitas >
level of significant sebesar 0.05, maka Ha ditolak.
3. Koefisien Determinasi (��)
Koefisien determinasi (R2) mengukur seberapa jauh kemamupan
model menerangkan variasi variabel independen (Ghozali, 2005:83).
Besarnya R2 diantara 0 dan 1 (0 < R2< 1). Jika nilainya semakin
mendekati satu maka model tersebut baik dan tingkat kedekatan antara
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum
Populasi dalam penelitian ini adalah 33 kabupaten/kota di Provinsi
Sumatera Utara, dengan menggunakan data yang bersumber dari laporan APBD
selama periode tahun 2007-2011. Setelah dilakukan pemilihan sampel dengan
teknik purposive sampling, maka diperoleh sebanyak 24 kabupaten/kota yang
memenuhi kriteria sampel yang ditetapkan sehingga data penelitian untuk
pengamatan selama 5 tahun menjadi 120 unit analisis. Metode analisis data yang
digunakan untuk penelitian ini adalah metode analisis yang menggunakan
persamaan regresi berganda.
4.2 Analisis Hasil Penelitian
4.2.1 Analisis Statistik Deskriptif
pengumpulan dan pengolaha
berguna berdasarkan keadaan yang umum. Statistik deskriptif memberikan
penjelasan mengenai nilai minimum, nilai maksimum, nilai rata-rata (mean), dan
nilai standar deviasi dari variabel-variabel independen dan dependen yang
li
penelitian ini terdiri dari pendapatan asli daerah, dana alokasi umum, dan dana
bagi hasil, sedangkan variabel dependen yang digunakan adalah belanja modal.
Berdasarkan data cross section sebanyak 24 daerah kabupaten/kota dengan time
series sebanyak 5 tahun pengamatan maka diperoleh statistik deskriptif data
[image:53.595.108.501.306.403.2]penelitian, sebagai berikut:
Tabel 4.1
Statistik Deskriptif Variabel Penelitian
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
PAD_X1 120 2.42E9 8.30E11 4.2877E10 1.02051E11
DAU_X2 120 1.46E11 9.68E11 3.7826E11 1.83466E11
DBH_X3 120 6.71E9 3.20E11 4.7258E10 5.37210E10
BM_Y 120 2.27E10 5.39E11 1.4148E11 8.72372E10
Valid N (listwise) 120
Berdasarkan data dari tabel 4.1 dapat dijelaskan bahwa:
1. Variabel pendapatan asli daerah (PAD) memiliki sampel (N) sebanyak
120. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah pendapatan asli
daerah paling rendah sebesar Rp. 2.415.225.000,00 terdapat di
Kabupaten Pakpak Barat pada tahun 2007. Sedangkan PAD tertinggi
sebesar Rp. 829.793.558.792,00 terdapat di Kota Medan pada tahun
2011. Rata-rata PAD selama kurun waktu tahun 2007-2011 adalah
sebesar Rp. 42.877.000.000,00. PAD memiliki standar deviasi Rp.
102.051.000.000,00 yang menunjukkan variasi penyebaran data pada
variabel tersebut.
2. Variabel dana alokasi umum (DAU) memiliki sampel (N) sebanyak
paling rendah sebesar Rp. 145.900.000.000,00 terdapat di Kabupaten
Pakpak Barat pada tahun 2007. Sedangkan DAU tertinggi sebesar Rp.
967.533.300.400,00 terdapat di Kota Medan pada tahun 2011.
Rata-rata DAU selama kurun waktu tahun 2007-2011 adalah sebesar Rp.
378.260.000.000,00. DAU memiliki standar deviasi Rp.
183.466.000.000,00 yang menunjukkan variasi penyebaran data pada
variabel tersebut.
3. Variabel dana bagi hasil (DBH) memiliki sampel (N) sebanyak 120.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah dana bagi hasil paling
rendah sebesar Rp. 6.710.389.072,00 terdapat di Kabupaten Nias
Selatan pada tahun 2007. Sedangkan DBH tertinggi sebesar Rp.
319.694.711.675,00 terdapat di Kota Medan pada tahun 2010.
Rata-rata DBH selama kurun waktu tahun 2007-2011 adalah sebesar Rp.
47.258.000.000,00. DBH memiliki standar deviasi Rp.
53.721.000.000,00 yang menunjukkan variasi penyebaran data pada
variabel tersebut.
4. Variabel pengalokasian anggaran belanja modal (BM) memiliki
sampel (N) sebanyak 120. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
jumlah pengalokasian anggaran belanja modal paling rendah sebesar
Rp. 22.738.944.800,00 terdapat di Kota Padang Sidempuan pada
tahun 2010. Sedangkan pengalokasian anggaran belanja modal
tertinggi sebesar Rp. 538.560.431.550,00 terdapat di Kota Medan
liii
dalam kurun waktu tahun 2007-2011 adalah sebesar Rp.
141.480.000.000,00. Standar deviasi sebesar Rp. 87.237.200.000,00
menunjukkan variasi penyebaran data pada variabel pengalokasian
anggaran belanja modal.
4.2.2 Uji Asumsi Klasik
4.2.2.1 Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi
pada variabel dependen dan variabel independen mempunyai distribusi
normal atau tidak. Proses uji normalitas data dilakukan dengan
menggunakan uji Kolmogorov Smirnov. Distribusi dikatakan normal jika
signifikansi nilai uji Kolmogorov Smirnov lebih besar dari 0,05 dan
sebaliknya jika signifikansi nilai uji lebih kecil dari 0,05 maka distribusi
data tidak normal.
[image:55.595.159.486.548.724.2]Tabel 4.2
Tabel Hasil Kolmogorov-Smir