UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI
PROGRAM S-1 REGULER MEDAN
ANALISIS PENGARUH FINANCIAL LEVERAGE TERHADAP RETURN
ON EQUITY SEKTOR INDUSTRI BARANG KONSUMSI YANG
TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA
SKRIPSI
Oleh:
YANTI J. SEMBIRING 070502155
MANAJEMEN
Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi
Universitas Sumatera Utara Medan
ABSTRAK
Yanti J. Sembiring (2011). Analisis Pengaruh Financial Leverage terhadap Return
on Equity (ROE) pada Sektor Industri Barang Konsumsi yang Terdaftar di Bursa
Efek Indonesia. Bapak Drs. Nakman Harahap, M.Si selaku Dosen Pembimbing. Bapak Dr. Muslich Lutfi, SE, MBA dan Ibu Dr. Khaira Amalia F, SE, MBA, Ak, selaku Dosen Penguji.
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh Financial Leverage dengan indikator Debt to Asset Ratio (DAR), Debt to Equity Ratio (DER), dan Long Term Debt to Equity Ratio (LTDER) terhadap Return on Equity (ROE) Sektor Industri Barang Konsumsi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Penulis menarik hipotesis bahwa DAR, DER, dan LTDER berpengaruh terhadap ROE Sektor Industri Barang Konsumsi.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode analisis deskriptif dan metode analisis statitik. Data yang digunakan adalah data sekunder. Populasi sasaran penelitian berjumlah 14 perusahaan. Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan Uji simultan (Uji F) dan Uji parsial (Uji t) dengan tingkat signifikansi α. Penganalisaan data menggunakan software pengolahan data statistik yaitu SPSS.
Hasil penelitian dengan SPSS sebelum perbaikan menunjukkan bahwa variabel DER menunjukkan multikolinieritas yang tinggi, sehingga variabel ini dihapuskan dari model penelitian. Hasil Uji F menunjukkan bahwa variabel DAR dan LTDER dapat mengestimasi variabel ROE dalam model analisis. Hasil Uji t menunjukkan bahwa pada Sektor Industri Barang Konsumsi variabel DAR memiliki pengaruh yang tidak signifikan terhadap ROE, sedangkan variabel LTDER memiliki pengaruh yang signifikan terhadap ROE.
KATA PENGANTAR
Segala puji, hormat dan syukur Penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus
Kristus, atas kasih dan karuniaNya yang telah memperkenankan Penulis untuk
menyelesaikan dan mempersembahkan skripsi ini yang berjudul ” Analisis
Pengaruh Financial Leverage terhadap Return on Equity Sektor Industri Barang Konsumsi yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia”. Tujuan penulisan skripsi ini adalah sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana
Ekonomi Jurusan Manajemen pada Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi,
Universitas Sumatera Utara.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, karena itu
Penulis mengharapkan saran dan kritik dari semua pihak yang dapat membangun
untuk menjadikan skripsi ini lebih baik lagi. Penulis berharap skripsi ini dapat
bermanfaat bagi semua pihak.
Selama masa perkuliahan hingga penulisan skripsi ini, Penulis telah
banyak mendapatkan bimbingan, nasihat, dan dorongan dari berbagai pihak. Pada
kesempatan ini, Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Drs. Jhon Tafbu Ritonga, M.Ec, selaku Dekan Fakultas Ekonomi,
Universitas Sumatera Utara.
2. Ibu Dra. Isfenti Sadalia, ME, selaku Ketua Departemen Manajemen
Fakultas Ekonomi, Universitas Sumatera Utara.
3. Ibu Dr. Endang Sulistya Rini, SE, M.Si, selaku Ketua Program Studi
4. Ibu Dra. Marhayanie, M.Si, selaku Sekretaris Departemen Manajemen
Fakultas Ekonomi, Universitas Sumatera Utara.
5. Bapak Drs. Nakman Harahap, M.Si, selaku Dosen Pembimbing yang telah
banyak memberi bimbingan, arahan, dan saran kepada Penulis.
6. Bapak Dr. Muslich Lutfi, SE, MBA, selaku Dosen Penguji yang telah
banyak memberikan dukungan dan saran dalam penyempurnaan skripsi
ini.
7. Ibu Dr. Khaira Amalia F, SE, MBA, Ak, selaku Dosen Penguji yang telah
banyak memberikan dukungan dan saran dalam penyempurnaan skripsi
ini.
8. Ibu Dra. Komaria Pandia, M.Si, selaku Dosen Wali yang telah banyak
memberikan bimbingan dan arahan kepada Penulis selama masa
perkuliahan.
9. Seluruh Dosen di Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara yang
telah banyak memberikan bekal pengetahuan sehingga Penulis dapat
menyelesaikan pendidikan dan menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
10.Seluruh Staf dan Pegawai di Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera
Utara yang telah membantu Penulis dalam hal penyelesaian administrasi
selama masa pendidikan dan penyelesaian skripsi ini terutama B’Jum,
K’Dani, K’Vina, dan K’Susi.
11.Orang tuaku terkasih Bapak R. Sembiring dan Ibu P. Ginting. Terima
kalian berikan, semuanya akan menjadi penyemangat dan motivasi untuk
dapat meraih cita-cita.
12.Kak Eva dan adik-adikku terkasih Irma, Eka, dan Rio. Terima kasih untuk
semua dukungan dan semangat yang kalian berikan. Tetap semangat dan
sukses buat kita semua dalam mencapai cita-cita.
13.Teman-teman seperjuangan MNJ’07, terima kasih untuk semua semangat
dan kebersamaan yang boleh kita lalui bersama. Secara khusus bagi
MNJ’07 Konsentrasi Keuangan, sukses buat kita semua. Terima kasih juga
untuk abang/kakak senior serta adik-adik junior yang banyak memberikan
motivasi, dan teman-teman lainnya yang tak dapat disebutkan satu per
satu.
Akhir kata, Penulis berharap agar skripsi ini dapat bermanfaat bagi
pembaca dan peneliti lainnya, khususnya Mahasiswa Fakultas Ekonomi
Departemen Manajemen Universitas Sumatera Utara. Semoga Tuhan Yang Maha
Esa selalu menyertai kita senantiasa. Amin.
Medan, Februari 2011
Penulis
Yanti J. Sembiring
DAFTAR ISI
BAB II. URAIAN TEORITIS A. Penelitian Terdahulu ... 22
BAB III. GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN A. Sejarah Bursa Efek Indonesia ... 37
BAB IV. ANALISIS DAN PEMBAHASAN
A. Analisis Deskriptif Variabel yang Mempengaruhi ROE... 47
1. Deskripsi Nilai Variabel DAR pada Sektor Industri Barang Konsumsi Periode 2006-2009 ... 47
2. Deskripsi Nilai Variabel DER pada Sektor Industri Barang Konsumsi Periode 2006-2009 ... 49
3. Deskripsi Nilai Variabel LTDER pada Sektor Industri Barang Konsumsi Periode 2006-2009 ... 51
4. Deskripsi Nilai Variabel ROE pada Sektor Industri Barang Konsumsi Periode 2006-2009 ... 52
B. Analisis Statistik ... 54
1. Pengujian Normalitas ... 54
2. Pengujian Asumsi Klasik ... 55
3. Analisis Regresi Linear Berganda ... 58
C. Pengujian Hipotesis ... 59
1. Uji Simultan (Uji F) ... 59
2. Uji Parsial (Uji t) ... 60
D. Pembahasan ... 62
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN ... 65
B. SARAN ... 66
DAFTAR TABEL
No Judul Halaman Tabel 1.1 Penggunaan Hutang dan Tingkat Laba Beberapa Emiten
Sektor Industri Barang Konsumsi
(dalam Jutaan Rupiah)... 7
Tabel 1.2 Jumlah Populasi Sasaran Berdasarkan Karakteristik yang Ditetapkan ... 14
Tabel 1.3 Populasi Sasaran Penelitian ... 14
Tabel 1.4 Kriteria Pengambilan Keputusan Uji Autokorelasi ... 19
Tabel 2.1 Operating dan Financial Leverage dalam Laporan Laba Rugi ... 32
Tabel 4.1 Debt to Asset Ratio Sektor Industri Barang Konsumsi Periode 2006-2009 ... 47
Tabel 4.2 Debt to Equity Ratio Sektor Industri Barang Konsumsi Periode 2006-2009 ... 49
Tabel 4.3 Long Term Debt to Equity Ratio Sektor Industri Barang Konsumsi Periode 2006-2009 ... 51
Tabel 4.4 Return on Equity Sektor Industri Barang Konsumsi Periode 2006-2009 ... 52
Tabel 4.5 Pengujian Normalitas ... 55
Tabel 4.6 Pengujian Multikolinieritas ... 55
Tabel 4.7 Uji Glejser ... 57
Tabel 4.8 Uji Autokorelasi Run Test ... 57
Tabel 4.9 Pengujian Goodness of Fit ... 58
Tabel 4.10 Analisis Regresi Linear Berganda... 58
Tabel 4.11 Uji F ... 59
Tabel 4.12 Uji t ... 61
DAFTAR GAMBAR
No Judul Halaman
Gambar 1.1 Kinerja Saham Sektoral Semester I 2010 ... 5
Gambar 1.2 Kinerja Beberapa Emiten Sektor Barang Konsumsi Semester I 2010 ... 6
Gambar 1.3 Kerangka Konseptual ... 10
Gambar 4.1 Histogram ... 54
Gambar 4.2 Normal P-P Plot of Regression Standarized Residual ... 54
DAFTAR LAMPIRAN
No. Judul
Lampiran 1 Rasio Financial Leverage dan Return on Equity Sektor Industri Barang Konsumsi Periode 2006-2009
ABSTRAK
Yanti J. Sembiring (2011). Analisis Pengaruh Financial Leverage terhadap Return
on Equity (ROE) pada Sektor Industri Barang Konsumsi yang Terdaftar di Bursa
Efek Indonesia. Bapak Drs. Nakman Harahap, M.Si selaku Dosen Pembimbing. Bapak Dr. Muslich Lutfi, SE, MBA dan Ibu Dr. Khaira Amalia F, SE, MBA, Ak, selaku Dosen Penguji.
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh Financial Leverage dengan indikator Debt to Asset Ratio (DAR), Debt to Equity Ratio (DER), dan Long Term Debt to Equity Ratio (LTDER) terhadap Return on Equity (ROE) Sektor Industri Barang Konsumsi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Penulis menarik hipotesis bahwa DAR, DER, dan LTDER berpengaruh terhadap ROE Sektor Industri Barang Konsumsi.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode analisis deskriptif dan metode analisis statitik. Data yang digunakan adalah data sekunder. Populasi sasaran penelitian berjumlah 14 perusahaan. Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan Uji simultan (Uji F) dan Uji parsial (Uji t) dengan tingkat signifikansi α. Penganalisaan data menggunakan software pengolahan data statistik yaitu SPSS.
Hasil penelitian dengan SPSS sebelum perbaikan menunjukkan bahwa variabel DER menunjukkan multikolinieritas yang tinggi, sehingga variabel ini dihapuskan dari model penelitian. Hasil Uji F menunjukkan bahwa variabel DAR dan LTDER dapat mengestimasi variabel ROE dalam model analisis. Hasil Uji t menunjukkan bahwa pada Sektor Industri Barang Konsumsi variabel DAR memiliki pengaruh yang tidak signifikan terhadap ROE, sedangkan variabel LTDER memiliki pengaruh yang signifikan terhadap ROE.
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pesatnya persaingan di tengah globalisasi menuntut manajemen
perusahaan untuk meningkatkan kinerjanya agar dapat bertahan (survive),
bertumbuh (growth) dan memperoleh laba yang berkesinambungan secara efektif
dan efisien. Perusahaan juga dituntut untuk lebih inovatif dan mampu beradaptasi
dengan berbagai perubahan, baik perubahan dalam kondisi ekonomi maupun
politik. Hal ini dilakukan agar tujuan untuk mengoptimalkan kekayaan pemegang
saham (optimizing shareholder wealth) melalui kebijakan investasi, kebijakan
pendanaan,dan kebijakan dividen yang tercermin dari harga pasar saham dapat
tercapai dengan resiko yang dapat diminimalkan (Sartono, 2001:4).
Tingkat resiko dan return saham merupakan faktor penting yang harus
dipertimbangkan calon investor sebelum mengambil keputusan investasi. Return
saham dan resiko berhubungan secara linier dengan leverage yang akan
digunakan perusahaan. Apabila resiko tinggi maka para pemegang saham akan
meminta return saham yang tinggi pula, disamping itu penggunaan leverage juga
dapat mempengaruhi nilai perusahaan .
Return on Equity (ROE) merupakan indikator return yang sering kali
menjadi perhatian para calon investor. Return on Equity (ROE) menggambarkan
kemampuan perusahaan dalam memberikan keuntungan bagi pemiliknya. ROE
kan tingkat hasil pengembalian investasi pemegang saham dan menekankan pada
hasil pendapatan sehubungan dengan jumlah yang diinvestasikan. Semakin tinggi
ROE maka semakin tinggi penghasilan yang diterima pemilik perusahaan
(Sartono, 2001:124).
Rasio ini bisa dikatakan sebagai rasio yang paling penting dalam keuangan
perusahaan. Suatu angka ROE yang bagus akan membawa keberhasilan bagi
perusahaan yang mengakibatkan tingginya harga saham dan membuat perusahaan
dapat dengan mudah menarik dana baru. Hal ini juga akan memungkinkan
persahaan untuk berkembang, menciptakan kondisi pasar yang sesuai, dan pada
gilirannya akan memberikan laba yang lebih besar. Semua hal tersebut pada
akhirnya akan menciptakan nilai yang tinggi dan pertumbuhan yang berkelanjutan
atas kekayaan pemiliknya (Walsh, 2004: 56).
Besarnya return yang mampu diberikan perusahaan bagi pemilik dan
pemegang sahamnya dipengaruhi oleh besarnya laba yang dihasilkan. Upaya
manajemen perusahaan untuk mendapatkan laba secara efektif dan efisien
membutuhkan ketersediaan dana yang cukup untuk membeli aktiva tetap,
persediaan barang jadi, penjualan dan pembelian surat berharga baik untuk
kepentingan transaksi maupun untuk menjaga likuiditas perusahaan. Dana yang
dibutuhkan perusahaan ini dapat bersumber dari pemilik perusahaan (modal
sendiri) maupun dari pinjaman (hutang). Keputusan menambah modal dengan
menerbitkan hutang akan meningkatkan jumlah investasi, dengan harapan
peningkatan investasi akan meningkatkan keuntungan dan pengembalian
Perusahaan yang menggunakan hutang dapat dikatakan sebagai
perusahaan yang memiliki leverage. Leverage dapat didefenisikan sebagai
penggunaan aktiva atau dana, dan sebagai konsekuensi dari penggunaan ini,
perusahaan harus mengeluarkan biaya dan beban tetap. Hutang sebagai salah satu
alternatif pendanaan termasuk dalam kategori financial leverage (Brigham dan
Houston, 2001:14). Financial Leverage dapat didefenisikan sebagai pendanaan
dengan hutang yang dilakukan dengan tujuan untuk memperkuat dampak dari
perubahan dalam laba operasi terhadap pengembalian untuk pemegang saham.
Semakin besar tingkat hutang yang dimiliki perusahaan akan mengindikasikan
bahwa financial leverage yang dimiliki perusahaan juga semakin besar
(Brealey,Meyrs, dan Marcus; 2008: 10).
Debt to Equity Ratio (DER), Debt to Asset Ratio (DAR), dan Long Term
Debt to Equity Ratio (LTDER) merupakan rasio leverage. Rasio leverage
digunakan untuk mengukur seberapa besar financial leverage yang ditanggung
perusahaan (Sartono,2001: 267). DER menunjukkan hubungan antara jumlah total
pinjaman yang diberikan oleh para kreditur dengan jumlah modal sendiri yang
diberikan oleh pemilik modal perusahaan. DAR merupakan rasio yang
menunjukkan tingkat aktiva yang dibiayai oleh hutang perusahaan. LTDER
mencerminkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi hutang jangka panjang
melalui modal sendiri. Semakin tinggi nilai rasio mengindikasikan bahwa
financial leverage juga semakin tinggi.
Brigham dan Houston (2001: 16) menyatakan bahwa penggunaan hutang
suatu investasi, tetapi juga akan meningkatkan resiko. Tingkat pengembalian
akibat penggunaan financial leverage dapat dilihat dari besarnya Return on Equity
(ROE).
Ross, Jordan, dan Westerfield (2000:491) menyatakan bahwa ” The effect
of financial leverage depends on the company’s EBIT. When EBIT is relatively
high, leverage is beneficial. Under the expected scenario, leverage increases the
returns to shareholders, as measured by both ROE and EPS”. Artinya, efek dari
penggunaan financial leverage tergantung pada EBIT (Earning Before Interest
and Tax) yang dimiliki perusahaan. Ketika EBIT yang dimiliki tinggi, maka
leverage yang digunakan menguntungkan. Hal diatas memberikan gambaran
bahwa peningkatan leverage akan meningkatkan tingkat pengembalian yang
diberikan kepada pemegang saham yang dapat dilihat dari besarnya Earning per
Share (EPS) dan Return on Equity (ROE).
Sektor barang konsumsi merupakan salah satu sektor yang terdapat di
Bursa Efek Indonesia. Kinerja dari sektor ini menarik untuk diikuti mengingat
sektor ini merupakan salah satu sektor yang memiliki prospek bagus dan diminati
para investor. Sektor barang konsumsi terdiri atas lima subsektor yakni industri
makanan dan minuman, industri farmasi, industri rokok, perusahaan kosmetik dan
keperluan rumah tangga, serta peralatan rumah tangga. Jumlah seluruh emiten
yang tergabung dalam sektor industri barang konsumsi berjumlah 35 perusahaan.
Berdasarkan informasi yang peneliti peroleh dari situs
ada di BEI. Pertumbuhan saham sektoral sepanjang semester I 2010 dapat dilihat
pada Gambar1.1.
Gambar 1.1 Kinerja Saham Sektoral Semester I 2010
Sumber : www.vibizportal.com
Gambar 1.1 menunjukkan bahwa sektor industri barang konsumsi, aneka
industri dan manufaktur menjadi tiga sektor yang memiliki posisi kuat di semester
I 2010. Kinerja sektor industri barang konsumsi yang semakin menguat tak lepas
dari dukungan emiten yang tergabung di dalamnya. Di semester I 2010, emiten
yang memberi pengaruh cukup besar dapat dilihat pada Gambar 1.2.
Gambar 1.2 Pertumbuhan Harga Saham Beberapa Emiten Sektor Barang Konsumsi Semester I 2010.
Sumber
Prestasi yang diraih oleh sektor barang konsumsi ini tentunya tak lepas
pendanaan perusahaan. Keputusan pendanaan dapat mencakup penggunaan modal
sendiri ataupun menambahkan modal eksternal yang diperoleh dari penggunaan
hutang. Sebagaimana yang dikemukakan Walsh (2004:123) bahwa penggunaan
hutang yang semakin tinggi akan meningkatkan profitabilitas, kemudian
menaikkan harga saham, sehingga meningkatkan kesejahteraan pemegang saham
dan membangu potensi pertumbuhan yang lebih besar. Adapun penggunaan
hutang dan tingkat laba beberapa emiten yang tergabung dalam Sektor Industri
Barang Konsumsi dapat dilihat pada Tabel 1.1.
Tabel 1. 1
Penggunaan Hutang dan Tingkat Laba Beberapa Emiten Sektor Industri Barang Konsumsi
(dalam Jutaan Rupiah)
Tbk 2.241.722 208.456 2.555.093 -510.652 2.082.605 -226.749 Kalbe Farma Tbk 314.118 705.694 405.504 706.822 340.678 929.004 HM Sampoerna
Tbk 2.288.735 3.624.018 2.165.930 3.895.280 882.344 5.087.339 Mustika Ratu Tbk 5.202 11.131 4.161 22.291 5.019 21.017
Sumber:
Pada Tabel 1.1 dapat dilihat bahwa penggunaan hutang (financial
leverage) yang dilakukan beberapa emiten yang tergabung dalam sektor industri
barang konsumsi tidak selalu meningkatkan laba perusahaan. Sedangkan
berdasarkan teori yang ada, hutang diharapkan dapat meningkatkan laba sehingga
Dengan demikian, maka perlu dilakukan penelitian untuk mengkaji lebih
lanjut fenomena yang ada. Adapun judul penelitian yang dilakukan adalah
”Analisis Pengaruh Financial Leverage terhadap Return On Equity (ROE) Sektor Industri Barang Konsumsi yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia”.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah: ”Apakah Financial Leverage berpengaruh
terhadap Return On Equity (ROE) sektor industri barang konsumsi yang terdaftar
di Bursa Efek Indonesia ?”.
C. Kerangka Konseptual
Return on Equity (ROE) merupakan indikator return yang penting bagi
para calon investor sebelum melakukan keputusan investasi. ROE menunjukkan
keberhasilan atau kegagalan pihak manajemen dalam memaksimumkan tingkat
hasil pengembalian atas investasi pemegang saham dan menekankan pada hasil
pendapatan sehubungan dengan yang diinvestasikan. Semakin tinggi ROE maka
semakin tinggi tingkat penghasilan yang diterima pemilik perusahaan.
Ross, Jordan, dan Westerfield (2000:69) menyatakan ” ROE is affected by
three things which are operating efficiency (as measured by profit margin), asset
use efficiency (as measured by total asset turn over), and financial leverage”.
dari nilai profit margin, efisiensi penggunaan aktiva (dapat dilihat dari tingkat
perputaran aktiva), dan financial leverage.
Financial Leverage adalah penggunaan potensial biaya-biaya keuangan
tetap untuk meningkatkan pengaruh perubahan dalam laba sebelum bunga dan
pajak (EBIT) terhadap laba per lembar saham (EPS) (Warsono, 2003:217).
Sutrisno (2000:242) menyatakan bahwa financial leverage mengukur pengaruh
perubahan keuntungan operasi (EBIT) terhadap perubahan pendapatan bagi
pemegang saham (EAT). Keputusan pendanaan yang dilakukan tidak menjadi
masalah asal bisa meningkatkan keuntungan bagi pemegang saham yang dapat
diukur dengan Earning per Share (EPS) atau Return on Equity (ROE). Analisis
financial leverage juga digunakan sebagai suatu ukuran yang menunjukkan
sampai sejauh mana sekuritas berpenghasilan tetap (utang dan saham preferen)
digunakan dalam struktur modal perusahaan (Brigham dan Houston, 2001:14).
Besar kecilnya pendanaan perusahaan yang berasal dari hutang merupakan
cerminan dari tingkat financial leverage dari suatu perusahaan. Semakin besar
hutang dalam suatu perusahaan maka financial leverage juga akan semakin besar.
Keputusan perusahaan untuk menggunakan hutang (financial leverage) oleh
pemilik modal dianggap sebagai peningkatan resiko keuangan perusahaan.
Tingkat resiko keuangan akibat penggunaan financial leverage akan berpengaruh
terhadap besarnya Return on Equity (ROE) (Brealey, Meyrs, dan Marcus,
2008:84).
Debt to Equity Ratio (DER), Debt to Asset Ratio (DAR), dan Long Term
untuk melihat financial leverage yang digunakan perusahaan. Debt to Equity
Ratio (DER) menunjukkan persentase penyediaan dana oleh pemegang saham
terhadap pemberi pinjaman. Debt to Asset Ratio (DAR) menunjukkan seberapa
besar aktiva yang dimiliki perusahaan dibiayai dengan hutang. Long Term Debt to
Equity Ratio (LTDER) mencerminkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi
hutang jangka panjang dengan modal sendiri. Peningkatan nilai rasio DER, DAR,
dan LTDER mengindikasikan bahwa penggunaan financial leverage semakin
besar. Konsep financial leverage akan menimbulkan perimbangan (trade off)
antara resiko dan tingkat pengembalian (return).
Menurut Ross, Jordan dan Westerfield (2000:491), Walsh (2004:123) dan
Brigham dan Houston (2001:16), Return on Equity (ROE) dipengaruhi oleh besar
kecilnya financial leverage yang dapat dilihat dari Debt to Asset Ratio (DAR),
Debt to Equity Ratio (DER), Long Term Debt to Equity Ratio (LTDER)
perusahaan, apabila proporsi hutang dalam perusahaan makin besar maka Return
on Equity (ROE) juga makin besar.
Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan sebelumnya, maka secara
konseptual, penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 1.3 Kerangka Konseptual
Sumber : Brigham dan Houston (2001), Ross,Jordan, dan Westerfield (2000) Brealey, Meyrs, dan Marcus(2008), Walsh (2004)
Data dimodifikasi.
Debt to Equity Ratio (DER) (X1)
Debt to Asset Ratio (DAR) (X2)
Long Term Debt to Equity Ratio
(LTDER) (X3)
D. Hipotesis
Berdasarkan latar belakang, perumusan masalah, dan kerangka konseptual
yang telah dijelaskan sebelumnya maka dapat dikemukakan hipotesis sebagai
berikut: ”Financial Leverage dengan indikator Debt to Equity Ratio (DER), Debt
to Asset Ratio (DAR), dan Long Term Debt to Equity Ratio (LTDER)
berpengaruh terhadap Return on Equity (ROE) sektor industri barang konsumsi
yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia”.
E. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian
Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh
variabel financial leverage yang diproksikan melalui: Debt to Asset Ratio (DAR),
Debt to Equity Ratio (DER), dan Long Term Debt to Equity Ratio (LTDER)
terhadap Return on Equity (ROE) pada sektor industri barang konsumsi di Bursa
Efek Indonesia baik secara parsial maupun simultan.
2. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:
a. Bagi Peneliti
Penelitian ini bermanfaat untuk menambah wawasan, dan pengaplikasian
teori yang sudah diperoleh terutama yang berkaitan dengan Financial
Leverage dan Return on Equity (ROE).
b. Bagi Pihak Lain
Penelitian ini diharapkan sebagai sumber informasi dan referensi bagi
F. Metode Penelitian
1. Batasan Operasional Variabel
Batasan operasional variabel digunakan untuk menghindari
kesimpangsiuran dalam membahas dan menganalisis permasalahan dalam
penelitian ini. Batasan operasional variabel dalam penelitian ini antara lain:
a. Variabel Independen (X) adalah Financial Leverage dengan indikator
rasio leverage yakni, Debt to Equity Ratio (DER), Debt to Asset Ratio
(DAR) dan Long Term Debt to Equity Ratio (LTDER) dan Variabel
Dependen (Y) adalah Return on Equity (ROE).
b. Populasi sasaran penelitian adalah perusahaan yang bergerak di sektor
industri barang konsumsi, dan terdaftar di BEI selama periode 2006 –
2009.
c. Data laporan keuangan tahunan sektor industri barang konsumsi yang
terdaftar di BEI selama tahun 2006 – 2009.
d. Perusahaan emiten menggunakan modal eksternal atau hutang dalam
pendanaan perusahaan.
2. Defenisi Operasional Variabel
Defenisi operasional variabel-variabel yang akan diteliti adalah:
1) Variabel Independen (X)
Financial leverage sebagai variable X menggunakan tiga indikator rasio
leverage, yakni:
a. Debt to Equity Ratio (DER) (X1) adalah persentase penyediaan dana oleh
Debt to Equity Ratio, dapat dirumuskan sebagai berikut:
b. Debt to Asset Ratio (DAR) menunjukkan tingkat penggunaan hutang yang
dipakai untuk meningkatkan atau membiayai total aktiva (Brigham dan
Houston, 2001:58). Debt to Asset Ratio, dapat dirumuskan sebagai berikut:
%
c. Long Term Debt to Equity Ratio (LTDER) menunjukkan hubungan antara
hutang jangka panjang perusahaan dengan ekuitas yang dimiliki (Brealey,
Meyrs, dan Marcus, 2008:76). Rasio ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
LTDER = x 100%
2) Variabel Dependen (Y)
Return on Equity (ROE) (Y) menunjukkan kemampuan ekuitas perusahaan
untuk menghasilkan laba (Sugiyarso, 2005:112). Return on Equity, dapat
dirumuskan sebagai berikut:
3. Populasi dan Populasi Sasaran Penelitian a. Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subjek yang
mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk
pada penelitian ini adalah emiten yang termasuk dalam sektor industri barang
konsumsi dan terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2006 sampai tahun 2009
yang berjumlah 35 perusahaan.
b. Populasi Sasaran
Dalam penelitian ini tidak semua populasi akan dijadikan sebagai objek
penelitian. Populasi penelitian didasarkan pada populasi sasaran. Populasi sasaran
adalah populasi yang benar-benar dijadikan sumber data (Dadang Sugiana,
www.dankfsugiana.wordpress.com).
Pertimbangan yang digunakan dalam menentukan populasi sasaran adalah:
1. Industri yang termasuk dalam sektor barang konsumsi menerbitkan laporan
keuangan selama 4 tahun berturut-turut yakni tahun 2006, 2007, 2008, 2009.
2. Perusahaan menggunakan modal pinjaman (hutang).
Tabel 1.2
Jumlah Populasi Sasaran Berdasarkan Karakteristik yang Ditetapkan
No. Karakterisitik Populasi Sasaran Jumlah
1. Industri yang termasuk dalam sektor barang konsumsi dan terdaftar di BEI tahun 2006 – 2009.
35
2. Industri yang termasuk dalam sektor industri barang konsumsi tidak menerbitkan laporan keuangan lengkap tahun 2007 – 2009.
(5)
3. Perusahaan tidak menggunakan hutang. (16)
Jumlah populasi sasaran 14
Sumber:
Berdasarkan kriteria populasi sasaran yang telah ditetapkan, terdapat 14
perusahaan yang termasuk dalam sektor industri barang konsumsi yang dapat
Tabel 1. 3
Populasi Sasaran Penelitian
No. Nama Emiten Kode Tanggal Listing
1 Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk AISA 11 Juni 1997
2 Cahaya Kalbar Tbk CEKA 9 Juli 1996
3 Davomas Abadi Tbk DAVO
22 Desember 1994
4 Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk HMSP 15 Agustus 1990 5 Indofood Sukses Makmur Tbk INDF 14 Juli 1994
6 Kalbe Farma Tbk KLBF 30 Juli 1991
7 Mustika Ratu Tbk MRAT 27 Juli 1995
8 Mayora Indah Tbk MYOR 4 Juli 1990
9 Prasidha Aneka Niaga Tbk PSDN 18 Oktober 1994
10 Pyridam Farma Tbk PYFA 16 Oktober 2001
11 Bentoel Internasional Investama Tbk RMBA 5 Maret 1990
12 Sekar Laut Tbk SKLT 8-Sep-93
13 Tempo Scan Pacific Tbk TSPC 17 Juni 1994
14
UltraJaya Milk & Trading Company
Tbk ULTJ 2 Juli 1990
Sumber:
4. Tempat dan Waktu Penelitian a. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Bursa Efek Indonesia melalui pemanfaatan situs
b. Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan dari bulan Nopember 2010 sampai dengan bulan Januari
2010.
5. Jenis Data
Data dalam penelitian ini adalah data sekunder yaitu data yang diperoleh
secara tidak langsung, yang dipublikasikan oleh Bursa Efek Indonesia melalui
buku-buku, jurnal referensi, surat kabar, dan literatur ilmiah lainnya yang
berkaitan dengan topik penelitian.
6. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan melalui studi
dokumentasi yakni pengumpulan data pendukung berupa literatur, penelitian
terdahulu, laporan-laporan yang dipublikasikan untuk mendapat gambaran dari
masalah yang akan diteliti serta melalui pengumpulan data sekunder yang
diperlukan berupa laporan-laporan yang dipublikasikan oleh Bursa Efek
Indonesia.
7. Metode Analisis Data a. Metode Analisis Deskriptif
Metode analisis deskriptif adalah metode analisis dimana data yang ada
dikumpulkan, diklasifikasikan, dianalisis, dan diinterpretasikan secara objektif
sehingga memberikan informasi dan gambaran mengenai objek yang dibahas.
b. Metode Regresi Berganda
Regresi linier berganda dilakukan untuk mengetahui pengaruh variabel
independen, yakni Financial Leverage dengan indikator Debt to Equity Ratio
(X1), Debt to Asset Ratio (X2),dan Long Term Debt to Equity Ratio (X3) terhadap
variabel dependen yaitu Return on Equity (Y), dengan rumus:
Y = α + β1X1 + β2X2 + β3X3 + e
Keterangan :
Y : Return on Equity (ROE)
β1,2,3 : Koefisien regresi masing-masing variabel independen
X1 : Debt to Equity Ratio (DER)
X2 : Debt to Asset Ratio (DAR)
X3 : Long Term Debt to Equity Ratio (LTDER)
e : Standar Error
Sebelum data tersebut dianalisis dengan model regresi linear berganda maka
sebelumnya harus memenuhi syarat uji normalitas dan uji asumsi klasik:
1. Pengujian Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variable pengganggu atau residual tidak mengikuti distribusi normal, uji
statistikmenjadi tidak valid untuk jumlah sampel kecil. Ada dua cara untuk
melihat apakah data berdistribusi normal atau tidak, yakni dengan analisis grafik
dan uji statistik (Ghozali, 2006:110).
Dasar pengambilan keputusannya yaitu:
a. Jika data menyebar diantara garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal
atau grafik histogramnya menunjukkan pola berdistribusi normal, maka model
regresi memenuhi asumsi normalitas
b. Jika data menyebar jauh dari diagonal dan tidak mengikuti arah garis diagonal
atau grafik histogramnya menunjukkan pola tidak berdistribusi normal, maka
model regresi tidak memenuhi asumsi normalitas.
Uji statistik yang dapat digunakan untuk menguji normalitas residual
adalah uji statistik Kolmogorov- Smirnov (K-S) (Ghozali, 2006: 115). Uji K-S
H0 : Data residual berdistribusi normal
H1 : Data residual tidak berdistribusi normal
Bila signifikansi > 0,05 dengan α = 5 % berarti data normal dan H0 diterima,
sebaliknya bila nilai signifikansi < 0,05 berarti data tidak normal dan H0 ditolak.
2. Pengujian Asumsi Klasik a. Uji Heterokedastisitas
Uji heterokedastisitas digunakan utuk mengetahui apakah model regresi
terjadi ketidaksamaan varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang
lain (Ghozali, 2006: 105). Jika varians dari residual satu pengamatan ke
pengamatan lain tetap, maka disebut homokedastisitas dan jika berbeda disebut
heterokedastisitas. Model regresi yang baik adalah yang homokedastisitas.
Dasar analisis yang dapat digunakan untuk menentukan heterokedastisitas,
antara lain:
a. Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang membentuk pola tertentu yang
teratur (bergelombang, melebar kemudian menyempit), maka
mengindikasikan telah terjadi heterokedastisitas.
b. Jika tidak ada pola yang jelas, seperti titik-titik menyebar di atas dan di bawah
angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heterokedastisitas atau terjadi
homokedastisitas.
b. Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi bertujuan untuk melihat apakah dalam suatu model regresi linier ada korelasi antar kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan
tahun berkaitan satu dengan lainnya. Hal ini sering ditemukan pada penelitian
time series. Cara yang dapat digunakan untuk mendeteksi masalah autokorelasi
adalah dengan menggunakan nilai Durbin-Watson (DW) dengan ketentuan pada
Tabel 1.4.
Tabel 1.4
Kriteria Pengambilan Keputusan Uji Autokorelasi
Hipotesis Nol Keputusan Jika
Tidak ada autokorelasi positif Tolak 0 < DW < dl
Tidak ada autokorelasi positif No decision dl ≤ DW ≥ du
Tidak ada autokorelasi negatif Tolak 4 – dl < DW < 4
Tidak ada autokorelasi negatif No Decision 4 – du ≤ DW ≤4 - dl
Tidak ada autokorelasi postif atau negatif Tidak ditolak du < DW < 4 – dl Sumber: Ghozali (2006: 96).
Uji Autokorelasi juga dapat dilakukan melalui Run Test. Uji ini merupakan
bagian dari statistik non-parametric yang dapat digunakan untuk menguji apakah
antar residual terdapat korelasi yang tinggi. Pengambilan keputusan dilakukan
dengan melihat nilai Asymp. Sig (2-tailed) uji Run Test. Apabila nilai Asymp. Sig
(2-tailed) lebih besar dari tingkat signifikansi 0,05 maka dapat disimpulkan tidak
terdapat autokorelasi (Ghozali,2006:103).
c. Uji Multikolinieritas
Uji multikolinieritas bertujuan untuk mengkaji apakah dalam model
regresi ditemukan adanya korelasi antara variabel independen. Model regresi yang
baik seharusnya tidak ada korelasi antar variabel independen. Ada tidaknya
multikolinieritas dapat dideteksi dengan melihat nilai tolerance dan Variance
Inflation Factor (VIF), serta dengan menganalisis matriks korelasi
variabel-varibel independen. Nilai yang umum dipakai untuk menunjukkan adanya
untuk matriks korelasi adanya indikasi multikolinieritas dapat dilihat jika antar
variabel independen ada korelasi yang cukup tinggi umumnya di atas
0,90(Situmorang dkk. 2010: 136).
c. Pengujian Hipotesis 1. Uji F (Uji Global)
Pengujian ini dilakukan untuk melihat apakah model penelitian telah dapat
diterima atau tidak untuk dilakukan analisis selanjutnya.
Bentuk pengujiannya adalah:
H0 : β1 = β2 = β3 = 0, artinya secara simultan variabel DAR, DER, dan LTDER
tidak memenuhi model penelitian.
Ha : Tidak semua βi = 0 (β1, β2, β3) sama dengan nol, maka dianggap variabel
independen telah memenuhi model penelitian terhadap variabel dependen.
Kriteria pengambilan keputusan yaitu:
Ho diterima jika Fhitung < Ftabel pada α = 5%
Ho ditolak jika Fhitung > Ftabel pada α = 5%
2. Uji t (Uji Parsial)
Digunakan untuk menguji koefisien regresi secara individual. Pengujian
ini dilakukan untuk mengetahui apakah secara parsial masing-masing variabel
independen mempunyai pengaruh signifikan atau tidak terhadap variabel terikat.
Setelah nilai t diperoleh maka selanjutnya nilai thitung dibandingkan dengan nilai
ttabel.
H0: β1 = 0, artinya tidak terdapat pengaruh signifikan dari variabel DAR secara
parsial terhadap variabel ROE.
Ha: β1 ≠ 0, artinya terdapat pengaruh signifikan dari variabel DAR secara parsial
terhadap variabel ROE.
H0: β2 = 0, artinya tidak terdapat pengaruh signifikan dari variabel DER secara
parsial terhadap variabel ROE.
Ha: β1 ≠ 0, artinya terdapat pengaruh signifikan dari variabel DER secara parsial
terhadap variabel ROE.
H0: β2 = 0, artinya tidak terdapat pengaruh signifikan dari variabel LTDER secara
parsial terhadap variabel ROE.
Ha: β1 ≠ 0, artinya terdapat pengaruh signifikan dari variabel LTDER secara
parsial terhadap variabel ROE.
Kriteria pengambilan keputusan, yakni:
H0 diterima jika –ttabel ≤ thitung ≤ ttabel pada α = 5%
H0 ditolak jika thitung > ttabel atau thitung < - ttabel pada α = 5%
Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan alat bantu SPSS
BAB II
URAIAN TEORITIS
A. Penelitian Terdahulu
Manutu (2004) melakukan penelitian dengan judul “ Pengaruh Financial
Leverage melalui pendekatan Debt to Equity Ratio (DER) terhadap Rentabilitas
Modal Sendiri pada PT. Hutama Karya di Bandung”. Ukuran financial leverage
yang digunakan perusahaan dilihat dari rasio DER perusahaan. Penelitian
dilakukan dengan metode penelitian deskriptif dan kuantitatif. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa pengaruh Financial Leverage melalui pendekatan Debt To
Equity Ratio (DER) terhadap Rentabilitas Modal Sendiri sebesar 85,4% dan
sisanya dipengaruhi oleh faktor lain. Tingkat korelasi yang terjadi juga cukup
besar yakni sebesar 0,924 yang termasuk dalam kategori tingkat korelasi yang
tinggi sekali.
Handayani (2007) melakukan penelitian dengan judul “Analisis Hubungan
Struktur Modal terhadap Kemampulabaan pada PT Perkebunan Nusantara III
(Persero) Medan. Adapun variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Long Term Debt to Equity Ratio (LTDER) dan Return On Equity (ROE) sebagai
variable kemampulabaan. Penelitian dilakukan dengan metode Analisis Korelasi
Pearson. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Rasio Hutang Jangka Panjang
terhadap Ekuitas memiliki pengaruh yang positif dan tidak signifikan terhadap
Return On Equity (ROE) PT Perkebunan Nusantara III.
dal terhadap Profitabilitas pada Industri Alas Kaki yang Terdaftar di Bursa Efek
Jakarta”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variable dari struktur modal yang
terdiri dari Debt to Asset Ratio (DAR), Long Term Debt to Asset Ratio (LDAR),
dan Equity to Asset Ratio (EAR) berpengaruh signifikan terhadap profitabilitas
(ROE) pada Industri Alas Kaki yang terdaftar di BEJ. Hasil penelitian dapat
dilihat dari besaran Adjusted R Square sebesar 0,388 dan F statistik sebesar
11,766. Dalam penelitian terdapat multikolinieritas yang kuat antara variabel EAR
dan DAR maka salah satu variabel bebas harus dihilangkan yakni DAR. Hasil
regresi menunjukkan bahwa LDAR dan EAR mempunyai pengaruh yang
signifikan dan LDAR merupakan variable yang paling signifikan mempengaruhi
ROE.
Theresia (2010) melakukan penelitian dengan judul “Analisis Pengaruh
Struktur Modal terhadap Tingkat Pengembalian Modal Sendiri (Studi Kasus pada
Perusahaan Properti dan Real Estate yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia)”.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel struktur modal yang terdiri dari
Debt to Asset Ratio (DAR), Debt to Equity Ratio (DER), dan Long Term Debt to
Equity Ratio (LDER) secara serempak berpengaruh terhadap Return on Equity
(ROE). Analisis statistik menunjukkan bahwa nilai probabilitas F = 0,000, berarti
berada di bawah level pengujian 0,0000 < α (0,05) berarti semua variabel bebas
yang digunakan dalam penelitian dapat dipakai untuk mendukung ROE
perusahaan property dan real estate yang terdaftar di BEI. HAsil uji t
menuujukkan bahwa masing – masing variabel DAR dan LDER berpengaruh
Tobing (2006) melakukan penelitian dengan judul “ Pengaruh Struktur
Modal terhadap Profitabilitas pada Industri Makanan dan Minuman yang Tercatat
di Bursa Efek Jakarta”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel struktur
modal yaitu Debt to Asset Ratio (DAR), Debt to Equity Ratio (DER), dan Long
Term Debt to Equity Ratio (LDER) secara serempak berpengaruh terhadap Return
on Equity (ROE). Secara parsial DAR berpengaruh negatif dan tidak signifikan
terhadap ROE, DER berpengaruh positif dan signifikan terhadap ROE dan LDER
berpengaruh negatif dan signifikan terhadap ROE.
B. Leverage
1. Pengertian Leverage
Leverage (pengungkit) dapat didefenisikan sebagai penggunaan asset atau
dana, dan sebagai konsekuensi dari penggunaan ini, perusahaan harus
mengeluarkan biaya dan beban tetap. Beban tetap ini dapat berupa bunga
pinjaman, jika perusahaan menggunakan sumber pembelanjaan dari luar (modal
asing), sedangkan apabila perusahaan menggunakan mesin-mesin, maka harus
menanggung beban tetap yang berupa biaya penyusutan mesin-mesin (depresiasi).
Jika perusahaan menyewa suatu aktiva tetap kepada pihak lain, maka
konsekuensinya harus membayar biaya tetap berupa biaya sewa (Warsono,
2003:204).
Horne dan Wachowicz (2007:182) menyatakan bahwa penggunaan
leverage dimaksudkan untuk meningkatkan (lever up) profitabilitas. Sartono
(2001:257) menyatakan bahwa penggunaan leverage dimaksudkan untuk
penggunaan leverage ditujukan agar keuntungan yang diperoleh lebih besar
daripada biaya asset dan sumber dananya, sehingga dapat meningkatkan
keuntungan perusahaan maupun pemegang saham.
Selain itu seperti yang dikemukakan oleh Wild, Subramanyan, dan Hasley
(2008:213) bahwa motivasi utama perusahaan memperoleh pendanaan usaha
melalui utang adalah potensi biaya yang lebih rendah. Dari sudut pandang
pemegang saham, utang lebih murah dibandingkan dengan penggunaan ekuitas.
Pendapat tersebut didasarkan karena oleh karena bunga sebagian besar jumlahnya
tetap, dan jika bunga lebih kecil dari pengembalian yang diperoleh dari pendanaan
utang, selisih lebih dari atas pengembalian akan menjadi keuntungan bagi investor
ekuitas. Selain itu, bunga merupakan beban yang dapat mengurangi pajak
sedangkan sedangkan dividen tidak, dampaknya adalah besarnya pajak yang
ditanggung perusahaan akan semakin kecil sebagai akibat dari penggunaan utang
dalam struktur modal perusahaan sehingga pada akhirnya akan meningkatkan
pengembalian.
Gitman dan Michael (2003:508) menyatakan dampak dari penggunaan
leverage bagi perusahaan yaitu “Result from the use of fixed cost or funds to
magnify returns to firms owners. Generally increases in leverage result in
increased return and risk, whereas decreases in leverage result ini decreases
return and risk”. Artinya, penggunaan biaya tetap akan berpengaruh terhadap
return bagi pemilik perusahaan. Secara umum, peningkatan leverage akan
meningkatkan baik return maupun resiko. Sebaliknya, penurunan leverage akan
Resiko dalam hal ini adalah berupa ketidakpastian dalam hubungannya
dengan kemampuan perusahaan membayar kewajiban-kewajiban tetapnya. Ini
berarti bahwa terjadi sesuatu yang dilematis (trade off) antara resiko dan hasil
pengembalian yang diharapkan. Dengan adanya trade off antara pengembalian
dan resiko sebagai dampak dari penggunaan leverage, maka analisis leverage
ditujukan untuk mencapai keseimbangan yang memuaskan antara resiko dan hasil
pengembalian yang diharapkan yang akan memaksimumkan harga pasar saham
perusahaan.
Dalam leverage, ada dua dimensi penting tentang resiko (Brigham dan
Houston, 2001: 7), yakni:
1. Resiko bisnis.
Resiko bisnis merupakan resiko atas aset-aset perusahaan jika tidak
menggunakan hutang atau resiko yang berkaitan dengan proyeksi tingkat
pengembalian atas aktiva (ROA) dari suatu perusahaan di masa mendatang.
2. Resiko keuangan
Resiko keuangan merupakan resiko tambahan yang ditanggung oleh
pemegang saham biasa sebagai hasil keputusan perusahaan dalam
menggunakan hutang.
Tingkat leverage ini dapat saja berbeda-beda antara satu perusahaan
dengan perusahaan lainnya atau antara satu periode dengan periode lainnya dalam
satu perusahaan. Tetapi yang jelas semakin tinggi tingkat leverage akan semakin
tinggi resiko yang dihadapi serta semakin besar tingkat pengembalian (return) dan
2. Jenis – Jenis Leverage
Dalam manajemen keuangan dikenal tiga macam analisis leverage, yakni
leverage operasi (Operating Leverage), leverage keuangan (Financial Leverage),
dan leverage kombinasi/ Total (Total/Combined Leverage).
a. Operating Leverage
Operating leverage dapat diartikan sebagai penggunaan potensial
biaya-biaya operasi untuk memperbesar pengaruh perubahan dalam penjualan terhadap
laba sebelum bunga dan pajak perusahaan (Warsono, 2003:213). Dalam istilah
bisnis, bila hal-hal lain tetap, tingkat leverage operasi yang tinggi, berarti
perubahan yang relatif kecil dalam penjualan akan mengakibatkan perubahan
yang besar pada laba operasi (Brigham dan Houston, 2001:10).
Resiko bisnis merupakan resiko ketidakpastian tingkat EBIT yang akan
diperoleh. Resiko bisnis tergantung pada sejumlah faktor antara lain; variabilitas
permintaan (penjualan), variabilitas harga jual, variabilitas harga masukan,
kemampuan untuk menyesuaikan harga keluaran terhadap perubahan harga
masukan, dan sejauh mana biaya-biaya bersifat tetap (Brigham dan Houston,
2001:9).
Konsep resiko bisnis dan leverage operasi dapat diterapkan untuk seluruh
perusahaan dan juga untuk proyek-proyek investasi. Jika sebuah perusahaan
menerima sejumlah proyek penganggaran modal yang mempunyai resiko bisnis
dan leverage operasi yang tinggi, maka perusahaan tersebut akan mempunyai
resiko dan leverage operasi yang tinggi pula. Diversifikasi dapat mengurangi
proyek yang berisiko membuat perusahaan lebih beresiko. Namun seiring dengan
resiko yang tinggi, maka tingkat pengembalian yang diharapkan juga semakin
tinggi.
Horne dan Wachowicz (2007:188) menyatakan bahwa salah satu potensi
pengaruh leverage operasi adalah perubahan dalam volume penjualan akan
menghasilkan perubahan yang lebih dari proporsional dalam laba (rugi)
operasional perusahaan. Ukuran kuantitatif dari sensitivitas laba operasional
perusahaan atas perubahan dalam penjualan perusahaan disebut tingkat leverage
operasional (Degree of Operating Leverage – DOL). DOL suatu perusahaan
dengan tingkat output tertentu (atau penjualan) adalah persentase perubahan
dalam laba operasional atas perubahan persentase dalam output (atau penjualan)
yang menyebabkan perubahan dalam laba. DOL dapat dirumuskan sebagai
berikut:
Financial leverage didefenisikan sebagai penggunaan potensial
biaya-biaya keuangan tetap untuk meningkatkan pengaruh perubahan dalam laba
sebelum bunga dan pajak (EBIT) terhadap laba per lembar saham perusahaan
(EPS). Ada dua macam biaya keuangan tetap yang dapat ditemukan dalam
perusahaan, yaitu: (1). Bunga atas hutang, (2) Dividen saham preferen. Kedua
biaya ini harus tetap dibayar tanpa menghiraukan jumlah EBIT yang tersedia
Leverage keuangan merupakan pilihan. Tidak ada perusahaan yang
disyaratkan untuk memiliki utang jangka panjang apapun atau pendanaan dengan
saham preferen. Sebagai alternatif perusahaan dapat membiayai pengeluaran
operasional dan modalnya dengan sumber-sumber internal dan penerbitan saham
biasa. Akan tetapi, jarang perusahaan yang tidak memiliki leverage keuangan.
Menurut Brigham dan Houston (2001: 4), leverage keuangan merupakan
alternatif yang digunakan untuk meningkatkan laba. Penggunaan utang dalam
investasi sebagai tambahan untuk mendanai aktiva perusahaan diharapkan dapat
meningkatkan keuntungan yang akan diperoleh pemilik perusahaan, karena aktiva
perusahaan digunakan untuk menghasilkan laba. Selain itu, ada dua alasan
tentang mengapa penggunaan utang lebih menguntungkan, yakni (1) bunga
merupakan pengurang pajak sementara dividen untuk pemegang ekuitas bukan
pengurang pajak, (2) karena bunga merupakan pengurang pajak, laba yang
tersedia untuk pemegang ekuitas menjadi lebih besar.
Leverage keuangan digunakan dengan harapan dapat meningkatkan
pengembalian kepada para pemegang saham. Leverage yang menguntungkan
(favorable) atau positif terjadi jika perusahaan dapat menghasilkan pendapatan
yang lebih tinggi dengan menggunakan dana diperoleh dalam bentuk biaya tetap
tersebut (dana yang diperoleh dengan menerbitkan utang bersuku bunga tetap atau
saham preferen dengan tingkat dividen yang konstan) daripada biaya pendanaan
tetap yang harus dibayar. Leverage yang tidak menguntungkan (unfavorable) atau
negatif terjadi jika perusahaan tidak memiliki hasil sebanyak biaya pendanaan
Leverage keuangan adalah tahap kedua dalam proses pembesaran laba
yang memiliki dua tahapan. Dalam tahap pertama, leverage operasi akan
memperbesar pengaruh perubahan dalam penjualan atas perubahan laba
operasional. Dalam tahap kedua, manajer keuangan memiliki pilihan untuk
menggunakan leverage keuangan agar dapat memperbesar pengaruh perubahan
apapun yang dihasilkan dalam laba operasional atas perubahan EPS.
Ukuran kuantitatif terhadap sensivitas EPS perusahaan terhadap perubahan
dalam laba operasional perusahaan disebut sebagai tingkat leverage keuangan
(Degree of Financial Leverage - DFL ). DFL untuk tingkat laba operasional
tertentu adalah perubahan persentase dalam EPS atas perubahan persentase dalam
laba operasional yang menyebabkan perubahan dalam EPS. DFL dapat
dirumuskan sebagai berikut:
Ross, Jordan, dan Westerfield (2000:491) menyatakan bahwa ” The effect
of financial leverage depends on the company’s EBIT. When EBIT is relatively
high, leverage is beneficial. Under the expected scenario, leverage increases the
returns to shareholders, as measured by both ROE and EPS”. Artinya, efek dari
penggunaan financial leverage tergantung pada EBIT (Earning Before Interest
and Tax) yang dimiliki perusahaan. Ketika EBIT yang dimiliki tinggi, maka
leverage yang digunakan menguntungkan. Hal diatas memberikan gambaran
bahwa bahwa peningkatan leverage akan meningkatkan tingkat pengembalian
yang diberikan kepada pemegang saham yang dapat dilihat dari besarnya Earning
Resiko finansial merupakan variabilitas laba yang akan diterima pemegang
saham dan financial leverage merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
resiko finansial. Resiko finansial akibat financial leverage dilihat dari tingkat
Return on Equity (ROE). Penggunaan financial leverage yang semakin tinggi
akan mengakibatkan tingkat resiko financial yang dihadapi juga semakin besar
namun disisi lain akan meningkatkan tingkat pengembalian (Return on Equity)
(Sjahrial, 2009: 158).
c. Total/ Combined Leverage
Pada bagian sebelumnya dijelaskan bahwa leverage operasi akan
mengakibatkan setiap perubahan volume penjualan akan berpengaruh semakin
besar terhadap EBIT, sedangkan pada leverage keuangan, setiap perubahan dalam
EBIT akan berpengaruh semakin besar terhadap EPS maupun EAT. Jika leverage
keuangan digabung dengan leverage operasi maka setiap perubahan dalam
volume penjualan dan EBIT akan berpengaruh semakin besar terhadap EPS
maupun EBIT. OLeh karena itu, jika perusahaan menggunakan leverage operasi
dan leverage keuangan, perubahan yang kecil saja pada volume penjualan akan
mengakibatkan fluktuasi yang tajam terhadap EPS maupun EAT.
Pengaruh kombinasi antara leverage keuangan dengan leverage operasi
sering disebut leverage total ataupun leverage kombinasi. Dengan demikian
leverage total/kombinasi dapat didefenisikan sebagai setiap penggunaan potensial
biay-biaya tetap, baik biaya-biaya operasi maupun keuangan, untuk meningkatkan
pengaruh perubahan dalam penjualan atas laba per lembar saham (EPS) atau laba
Ukuran kuantitatif sensitivitas total EPS perusahaan terhadap perubahan
penjualan disebut tingkat leverage total (Degree of Total Leverage – DTL). DTL
dapat dirumuskan sebagai berikut:
Leverage operasional dan leverage keuangan dapat digabungkan dalam
berbagai cara untuk mendapatkan DTL dan tingkat resiko total perusahaan yang
diinginkan. Resiko bisnis yang tinggi dapat diturunkan dengan resiko keuangan
yang rendah dan begitu pula sebaliknya. Tingkat resiko perusahaan keseluruhan
yang tepat melibatkan pertimbangan kelebihan dan kelemahan antara resiko total
perusahaan dengan pengembalian yang diharapkan. Kelebihan dan kelemahan ini
harus dibuat sesuai dengan tujuan memaksimalkan nilai bagi pemegang saham.
Adapun gambaran dari Operating Leverage dan Financial Leverage dalam
Laporan Laba Rugi, dapat dilihat pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1
Operating dan Financial Leverage dalam Laporan Laba Rugi
Keterangan Jenis Leverage
Penjualan
Harga Pokok Penjualan Laba Kotor
Biaya Operasi
C. Rasio Leverage
Rasio leverage digunakan untuk mengukur seberapa besar leverage
keuangan yang ditanggung perusahaan (Brealey, Meyrs , dan Marcus, 2008: 75).
Rasio leverage yang dapat digunakan dalam analisis leverage adalah sebagai
berikut:
1. Rasio Hutang – Ekuitas (Debt to Equity Ratio)
Rasio ini menunjukkan hubungan antara jumlah total kewajiban dengan
jumlah modal sendiri yang diberikan oleh pemilik perusahaan (Warsono,
2003: 239). Defenisi lain untuk rasio ini menurut Lukman (2007:54)
menunjukkan hubungan antara jumlah pinjaman jangka panjang yang
diberikan oleh kreditur dengan jumlah modal sendiri yang diberikan oleh
pemilik perusahaan. Banyak penekanan yang dilakukan pada rasio ini,
karena jika rasio ini buruk, maka perusahaan akan memiliki masalah riil
jangka panjang, salah satunya adalah masalah kebangkrutan (Walsh, 2004:
122). Semakin tinggi rasio ini akan mempengaruhi tingkat pendapatan
bersih yang tersedia bagi pemegang saham (Sartono, 2001: 66). Rasio ini
dapat dirumuskan sebagai berikut:
DER = x 100%
Ekuitas
Total
Hutang
Total
2. Rasio Hutang Jangka Panjang – Ekuitas (Long Term Debt to Equity Ratio)
Rasio ini menunjukkan hubungan antara hutang jangka panjang
perusahaan dengan ekuitas yang dimiliki (Brealey, Meyrs, dan Marcus;
LTDER = x 100%
3. Rasio Hutang – Aktiva (Debt to Asset Ratio)
Rasio ini menunjukkan hubungan antara jumlah total kewajiban dengan
aktiva yang dimiliki perusahaan (Brealey, Meyrs, dan Marcus, 2008: 76).
Semakin tinggi angka rasio, maka resiko yang dihadapi perusahaan akan
semakin besar (Hanafi, 2004: 44). Rasio ini dapat dirumuskan sebagai
berikut:
4. Rasio Hutang - Modal Jangka Panjang (Debt to Capitalization Ratio)
Rasio ini menunjukkan hubungan antara jumlah hutang jangka panjang
perusahaan dengan total hutang jangka panjang ditambah ekuitas (Brealey,
Meyrs, dan Marcus, 2008: 75). Rasio ini dapat dirumuskan sebagai
berikut:
5. Rasio Tingkat Kemampuan Membayar Bunga (Times Interest Earned
Ratio)
Rasio ini digunakan untuk mengukur tingkat kemampuan EBIT untuk
pembayaran bunga (Brealey, Meyrs, dan Marcus, 2008: 76). Rasio ini
dapat dirumuskan sebagai berikut:
TIE =
Bunga Pembayaran
6. Rasio Cakupan Kas (Cash Coverage Ratio)
Rasio ini digunakan untuk mengukur sejauh mana bunga ditutup oleh arus
kas dari operasi (Brealey, Meyrs, dan Marcus, 2008: 77). Rasio ini dapat
dirumuskan sebagai berikut:
CCR =
Bunga Pembayaran
Penyusutan
EBIT +
D. Return On Equity (ROE)
ROE dikatakan sebagai rasio yang paling penting dalam keuangan
perusahaan. ROE mengukur pengembalian absolut yang akan diberikan
perusahaan kepada para pemegang saham. Suatu angka ROE yang bagus akan
membawa keberhasilan bagi perusahaan-perusahaan yang mengakibatkan
tingginya harga saham dan membuat perusahaan dapat dengan mudah menarik
dana baru. Hal ini juga akan memungkinkan perusahaan untuk berkembang,
menciptakan kondisi pasar yang sesuai, dan pada gilirannya akan memberikan
laba yang lebih besar. Semua hal tersebut pada akhirnya akan menciptakan nilai
yang tinggi dan pertumbuhan yang berkelanjutan atas kekayaan pemiliknya
(Walsh, 2004:56).
Pada tingkat perusahaan individu, ROE yang baik akan mempertahankan
kerangka kerja keuangan pada tempatnya untuk perusahaan yang sedang tumbuh
dan berkembang. Untuk ekonomi secara keseluruhan, ROE dapat menggerakkan
investasi di bidang industri, pertumbuhan produk nasional bruto (gross national
product), lowongan atau kesempatan kerja, penerimaan pajak pemerintah dan
ROE merupakan hasil pengembalian atas ekuitas pemegang saham dengan
mengukur laba yang diperoleh terhadap nilai bukunya. ROE menjadi salah satu
unsur yang penting dalam pengambilan keputusan investasi. Rasio ini digunakan
sebagai indikator ataupun sumber informasi mengenai kemampuan perusahaan
dalam menghasilkan laba yang dilihat dari return yang diterima oleh investor dan
tentang bagaimana perusahaan mengelola aktivanya.
Secara teoritis, semakin besar penggunaan hutang maka semakin
meningkat ROE suatu perusahaan (Sartono,2001:124). Penggunaan hutang yang
semakin besar dalam perusahaan oleh pemilik modal dipandang sebagai
peningkatan resiko perusahaan. Artinya, apabila perusahaan meningkatkan hutang
maka pemilik saham akan memperoleh laba yang semakin kecil. Oleh karena itu,
tingkat keuntungan yang diisyaratkan oleh pemilik modal sendiri akan meningkat
sebagai akibat resiko perusahaan. Resiko finansial adalah resiko tambahan pada
perusahaan akibat keputusan menggunakan hutang atau resiko yang ditimbulkan
dari penggunaan hutang (financial leverage). Satu hal penting yang perlu
diperhatikan dalam menggunakan hutang adalah penggunaan hutang akan
meningkatkan ROE hanya jika tingkat keuntungan pada aktiva (diukur dengan
BAB III
GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN
A. Sejarah Bursa Efek Indonesia
Bursa Efek Indonesia (BEI) adalah salah satu bursa saham yang dapat
memberikan peluang investasi dan sumber pembiayaan dalam upaya mendukung
pembangunan ekonomi nasional. BEI berperan juga dalam upaya
mengembangkan pemodal lokal yang besar dan solid untuk menciptakan pasar
modal Indonesia yang stabil. Bursa Efek Indonesia berawal dari berdirinya Bursa
Efek di Batavia, yang dikenal sebagai Jakarta saat ini, oleh pemerintah Hinidia
Belanda pada tanggal 14 Desember 1912. Sekuritas yang diperdagangkan adalah
saham dan obligasi peusahaan-perusahaan Belanda yang beopeasi di Indonesia.
Meskipun pasar modal telah ada sejak 1912, perkembangan dan
pertumbuhan pasar modal tidak berjalan seperti yang diharapkan bahkan pada
beberapa periode kegiatan pasar modal mengalami kevakuman. Hal tersebut
disebabkan oleh beberapa faktor seperti perang dunia I dan II, perpindahan
kekuasaan dari pemerintah colonial kepada pemerintah Republik Indonesia, dan
berbagai kondisi yang menyebabkan operasi bursa efek tidak dapat berjalan
sebagaimana mestinya.
Pemerintah RI mengaktifkan kembali pasar modal pada tahun 1977 dan
beberapa tahun kemudian pasar modal mengalami pertumbuhan seiring dengan
berbagai insentif dan regulasi yang dikeluarkan pemerintah. Secara singkat,
1) 14 Desember 1912: Bursa Efek pertama di Indonesia dibentuk di Batavia oleh
pemerintah Hindia Belanda.
2) 1914 – 1918 : Bursa Efek di Batavia ditutup selama perang dunia I.
3) 1925 – 1942 : Bursa Efek di Jakarta dibuka kembali bersama dengan
Bursa Efek di Semarang dan Surabaya.
4) 1939 : Awal tahun 1939 karena isu politik (Perang Dunia II)
Bursa Efek di Semarang dan Surabaya ditutup.
5) 1942 – 1952 : Bursa Efek di Jakarta ditutup kembali selama Perang
Dunia II.
6) 1952 : Bursa Efek di Jakarta diaktifkan kembali dengan UU
Darurat Pasar Modal 1952, yang dikeluarkan oleh
Menteri Kehakiman (Lukman Wiradinata) dan Menteri
Keuangan (Prof. Dr. Sumitro Djoyohadikusumo).
Instrumen yang diperdagangkan adalah obligasi
pemerintah Republik Indonesia (1950).
7) 1956 : Program nasionalisasi perusahaan Belanda sehingga
Bursa Efek semakin tidak aktif.
8) 1956 – 1977 : Perdagangan di bursa vakum.
9) 10 Agustus 1977 : Bursa Efek diresmikan kembali oleh Presiden Soeharto.
BEJ dijalankan di bawah BAPEPAM (Badan Pelaksana
Pasar Modal). Tanggal 10 Agustus diperingati sebagai
HUT Pasar Modal. Pengaktifan kembali pasar modal
emiten pertama.
10)1977 – 1987 : Perdagangan di Bursa Efek sangat lesu. Jumlah emiten
hingga 1987 baru mencapai 24 emiten. Masyarakat lebih
memlilih instrumen perbankan dibanding kan instrumen
pasar modal.
11)1987 : Ditandai denga hadirnya paket Desember 1987 (PAKDES
1987) yang memberikan kemudahan bagi perusahaan
untuk melakukan penawaran umum dan investor asing
dalam menanamkan modalnya di Indonesia.
12)1988 – 1990 : Paket deregulasi di bidang perbankan dan pasar modal
diluncurkan. Pintu BEJ terbuka untuk asing dan aktivitas
bursa mulai mengalami peningkatan.
13)2 Juni 1988 : Bursa Paralel Indonesia (BPI) mulai beroperasi dan
dikelola oleh Persatuan Perdagangan Uang dan Efek
(PPUE), sedangkan organisasinya terdiri dari broker dan
dealer.
14)Desember 1988 : Pemerintah mengeluarkan Paket Desember (PAKDES 88)
yang memberikan kemudahan bagi perusahaan untuk go
public dan beberapa kebijakan lain yang positif bagi
pertumbuhan pasar modal.
15)10 Juni 1989 : Bursa Efek Surabaya (BES) mulai beroperasi dan dikelola
oleh perseroan terbatas milik swasta yaitu Bursa Efek
16)13 Juli 1992 : Swastanisasi Bursa Efek Jakarta dan BAPEPAM berubah
menjadi Badan Pengawas Pasar Modal. Tanggal ini
diperingati sebagai HUT BEJ.
17)22 Mei 1995 : Sistem otomatisasi perdagangan di BEJ dilaksanakan
dengan siatem computer (Jakarta Automated Trading
Systems).
18)10 Nov 1995 : Pemerintah mengeluarkan UU No.8 tahun 1945 tentang
Pasar Modal. UU ini mulai diberlakukan mulai Januari
1996.
19)1995 : Bursa Paralel Indonesia merger dengan Bursa Efek
Surabaya.
20)2000 : Sistem perdagangan tanpa warkat (Scripless Trading)
mulai diaplikasikan di Pasar Modal Indonesia.
21)2002 : BEJ mulai mengaplikasikan sistem perdagangan jarak
jauh (Remote Trading).
22)2007 : Penggabungan Bursa Efek Surabaya (BES) ke Bursa Efek
Jakarta (BEJ) dan berubah nama menjadi Bursa Efek
Indonesia (BEI).
B. Gambaran Umum Sektor Industri Barang Konsumsi. 1) PT. Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk.
PT. Pilar Sejahtera Tbk didirikan pada 26 Januari 1990 dengan akta
notaris Winanto Wiryomartani, SH dengan nama PT. Asia Intiselera. Perusahaan
AISA dan termasuk dalam subsektor industri makanan dan minuman serta
berfokus dalam industri mie. Kantor pusat perusahaan berada di Alun Graha
Lantai 1 Jl. Prof. DR. Soepomo No.233 Jakarta Selatan. Komitmen perusahaan
untuk menghasilkan produk yang berkualitas dan mampu memuaskan kebutuhan
pasar membuat perusahaan berhasil meraih ISO 9001:2002 Certificate, HAACP
Certificate, dan Halal Certificate. Pemegang saham utama perusahaan ini adalah
HSBC – Fund Services Client A/C 500, PT Permata Handrawina Sakti, Primanex.
Pte. Ltd., Pandawa Treasures. Pte. Ltd., dan Basinale Investment Ltd.
2) PT. Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk.
PT. Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk didirikan pada tanggal 19 Oktober 1963
dengan akta notaris No.69 oleh Anwar Mahajudin, SH. Perusahaan terdaftar di
Bursa Efek Indonesia pada tanggal 15 agustus 1990 dengan kode emiten HMSP
dan bergerak dalam subsektor industri rokok. Kantor pusat perusahaan berada di
One Pacific, Sudirman Central Business Distric (SCBD) Lantai 18 Jl. Jend.
Sudirman Kav. 52-53 Jakarta. HM Sampoerna menjadi perusahaan tembakau
terkemuka di Indonesia dan menjadi industri rokok yang menghasilkan rokok
“kretek” terkenal. Poduk utamanya yang terkenal antara lain Sampoerna Hijau,
Sampoerna A-Mild dan rokok kretek yang melegenda Dji Sam Soe.Perusahaan ini
juga secara langsung dan tidak langsung memiliki hak kepemilikan di perusahaan
lain, seperti PT. Perusahaan Dagang dan Industri Panamas, PT. Sampoerna
Printpack, PT. Handal Logistik Nusantara, PT. Asia Tembakau, PT. Sampoerna
Air Nusantara, PT. Union Sampoerna Dinamika, PT. Taman Dayu, PT.