ANALISIS SOSIOLOGIS TOKOH COSPLAYER DALAM
MANGA “OTHELLO” KARYA SATOMI IKEZAWA
SATOMI IKEZAWA NO SAKUHIN NO “OTHELLO” TO IU MANGA NI OKERUCOSPLAYER NO SHUJINKOU NO SHAKAIGAKUTEKINA BUNSEKI
SKRIPSI
Skripsi ini diajukan kepada Panitia Ujian Program Studi Sastra Jepang Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara Medan untuk melengkapi salah
satu syarat ujian sarjana dalam Bidang Ilmu Sastra Jepang
Oleh:
FRISKA MAWARNI SAGALA NIM. 060708017
DEPARTEMEN SASTRA JEPANG FAKULTAS SATRA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
ANALISIS SOSIOLOGIS TOKOH COSPLAYER DALAM
MANGA “OTHELLO” KARYA SATOMI IKEZAWA
SATOMI IKEZAWA NO SAKUHIN NO “OTHELLO” TO IU MANGA NI OKERUCOSPLAYER NO SHUJINKOU NO SHAKAIGAKUTEKINA BUNSEKI
SKRIPSI
Skripsi ini diajukan kepada Panitia Ujian Program Studi Sastra Jepang Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara Medan untuk melengkapi salah
satu syarat ujian sarjana dalam Bidang Ilmu Sastra Jepang
Pembimbing I Pembimbing II
Adriana Hasibuan S.S.M.Hum
NIP : 19620727 1987 03 2 005 NIP : 19580704 1984 12 1 001 Prof.Drs.Hamzon Situmorang.M.S.Ph.D
DEPARTEMEN SASTRA JEPANG FAKULTAS SATRA
Disetujui Oleh Fakultas Sastra
Universitas Sumatera Utara Medan
Departemen S-1 Sastra Jepang Ketua jurusan,
NIP : 19580704 1984 12 1 001 Prof.Drs.Hamzon Situmorang.M.S.Ph.D
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadiran Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan karuniaNya sejalan penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Usaha diiringi doa merupakan dua hal yang memampukan penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
Skripsi yang berjudul “Analisis Sosiologis Tokoh Cosplayer Dalam Manga “OTHELLO” karya Satomi Ikezawa” ini penulis susun sebagai salah satu syarat untuk
meraih gelar Sarjana Sastra pada jurusan Sastra Jepang Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara Medan.
Selama menyusun skripsi ini penulis banyak mengalami kesulitan yang sedikit banyak mempengaruhi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, namun kesulitan-kesulitan yang dihadapi juga bisa dijadikan motivasi.
Penulis dalam kesempatan ini mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A., selaku Dekan Fakultas Sastra Universitas
Sumatera Utara Medan.
2. Bapak Prof. Drs. Hamzon Situmorang. M.S., Ph.D., selaku Ketua Program
Studi S-1 Sastra Jepang Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara
Medan yang juga selaku Dosen Pembimbing II yang banyak memberikan
waktu dan tenaga untuk membimbing penulis dan memberikan pengarahan
dengan sabar dalam penyusunan skripsi ini hingga selesai..
3. Ibu Adriana S.S., M.Hum., selaku Dosen Pembimbing I, yang banyak
memberikan pengarahan dengan sabar dalam penyusunan skripsi ini
hingga selesai.
4. Bapak/ Ibu Dosen Program Studi Sastra Jepang S-1 Universitas Sumatera
Utara Medan yang telah banyak memberikan ilmu dan pendidikan kepada
penulis.
5. Kepada kedua Orang Tua penulis, Bapak Ir. Daud Sagala dan Ibu
Christiana Silitonga, yang selalu mendoakan dan mendukung agar penulis
selalu sehat dan semangat, dan telah bayak memberikan dukungan moral
dan material yang tidak terhingga penulis bisa menyelesaikan skripsi ini,
menyelesaikan perkulihan dan mendapatkan gelar sarjana seperti yang
telah dicita-citakan, dan tanpa kedua Orang Tua penulis, penulis tidak
akan mampu untuk menjadi seperti sekarang ini.
6. Kepada adik-adikku, Nico Demus Sagala, Juan Bill Sagala, Rani Inggriani
Sagala yang telah mendukung dan memberi motivasi kepada penulis.
7. Kepada teman-teman penulis di Depertemen Sastra Jepang Stambuk 2006,
Hanna, Frida, Febri, Fredy, Randy, Ferdian, Victor, Hyantes, Novaria,
Andar, Astirawati, Sari, Christyani, Jessi, Siska, Andi, Fadiah, Hary,
Rizal, Teddy, Zulvianita, Irwan, Okky, Farah, Hartati, Ivana, Musfa,
Dewi, Suci, Wulan, Nining, Wilma, Mahera, Elicabeth, Israr.
9. Kepada Kakak-kakak Senior dan Adik-adik Junior di Depertemen Sastra
Jepang.
Akhir kata, penulis berharap kiranya skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca khususnya bagi peneliti yang memiliki bahan terkait dengan isi skripsi ini.
Medan, Desember 2010
penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGHANTAR ... i
DAFTAR ISI ... iii
BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ... 1
1.2. Perumusan Masalah ... 4
1.3. Ruang Lingkup Pembahasan ... 6
1.4. Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori ... 6
1.5. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 9
1.6. Metode Penelitian ... 10
BAB II. “OTHELLO” SEBAGAI SEBUAH MANGA DAN COSPLAY 2.1. Manga di Jepang ... 12
2.2. Setting Manga “OTHELLO” ... 15
2.2.1. Latar Waktu ... 16
2.2.2. Latar Tempat ... 16
2.2.3. Latar Sosial ... 17
2.3. Biografi Pengarang ... 17
2.4. Cosplay ... 18
2.4.1. Pengertian Cosplay ... 18
2.4.2. Jenis-Jenis Cosplay di Jepang ... 20
2.4.4. Cosplay dalam Manga “OTHELLO” ... 25
BAB III. ANALISIS TOKOH COSPLAYER DALAM MANGA “OTHELLO” KARYA SATOMI IKEZAWA DITINJAU DARI ASPEK SOSIOLOGIS 3.1. Sinopsis Cerita ... 27
3.2. Karakteristik tokoh utama dalam manga “OTHELLO” karya Satomi Ikezawa ... 30
3.2.1. Karakteristik Tokoh Utama di Rumah ... 30
3.2.2. Karakteristik Tokoh Utama di Sekolah ... 30
3.2.3. Karakteristik Tokoh Utama di Masyarakat ... 31
3.2.4. Karakteristik Tokoh Utama di Komunitas Cosplay ... 31
3.3. Analisis Kehidupan Tokoh Utama dalam Manga “OTHELLO” karya Satomi Ikezawa ... 32
BAB IV. KESIMPULAN DAN SARAN 4.1. Kesimpulan ... 46
4.2. saran ... 47 DAFTAR PUSTAKA
http://skripsi-konsultasi.blogspot.com/2009/07/pendekatan-sosiologi-sastra-sebagai.html
(Semua website diatas diakses pada bulan September hingga November 2010)
ABSTRAK
ANALISIS SOSIOLOGIS TOKOH COSPLAYER DALAM
MANGA “OTHELLO” KARYA SATOMI IKEZAWA
Di Jepang ada fenomena baru yang berkembang didalam lingkungan
masyarakat saat ini, yaitu komunitas cosplay. Komunitas ini semakin berkembang
khususnya dikalangan remaja Jepang. Istilah “cosplay” sendiri adalah singkatan
dari Costume Play yang merupakan kata serapan dari bahasa Inggris yang bila
diartikan adalah “bermain kostum”, dalam lafal orang Jepang diucapkan kosupure
(コスプレ). Dinegara barat sendiri sudah lama ada kegiatan yang sama dengan
cosplay yaitu masquerade, yang sering dilakukan pada pesta kostum, karnaval
atau malam Hallowen. Di Jepang sendiri cosplay berlaku untuk karakter apa saja,
namun bagi pecintanya diluar Jepang mengkhususkan istilah cosplay untuk
berkostum seperti karakter-karakter anime, manga, game, tokusatsu, original,
Manga “OTHELLO” karya Satomi Ikezawa banyak menandakan adanya
pola interaksi sosial yang terjadi di dalam komunitas cosplay. Hal yang paling
menonjol dalam manga ini adalah adanya budaya kelompok dan diskriminasi
serta pandangan negatif oleh masyarakat terhadap komunitas cosplay. Bagi
masyarakat awam komunitas ini dirasa sangat mengganggu, hal ini dikarenakan
para pemuda Jepang yang seharusnya diharapkan menekuni pendidikan dengan
serius dan berdandan sesuai norma-norma yang berlaku malah menghabiskan
waktu untuk berkumpul dengan komunitasnya dan berdandan yang dirasa cukup
aneh bagi sebagian orang. Melihat hal ini Satomi Ikezawa merasa hal ini menarik
untuk diangkat menjadi sebuah cerita dengan sudut pandang cerita pada sisi
cosplayer yaitu tokoh utama Yaya. Walaupun disajikan dalam bentuk fiksi, manga
ini dapat menunjukkan kondisi masyarakat Jepang yang sebenarnya secara
sepintas dalam gaya hidup yang tidak terpisahkan dari budaya kelompok.
Isi cerita manga “OTHELLO” ini mayoritas menceritakan pola tingkah
laku tokoh utama Yaya dalam bersosialisasi dan kegemarannya dalam bercosplay.
Manga “OTHELLO” bercerita tentang Yaya, seorang remaja yang sangat
kesepian sejak ditinggal mati oleh ibunya sewaktu dia masih kecil. Semua
temannya sering mengatainya aneh dan membosankan atau kata-kata apapun yang
dapat membuat Yaya merasa buruk dan malu akan dirinya. Beragam
permasalahan hidup dan tuntutan pergaulan yang harus dijalani, dan rasa
ketidaksanggupan untuk memikul semua beban itu membuat tokoh utama Yaya
menjadi mencoba mencari komunitas yang dapat menerimanya apa adanya,
komunitas itu adalah cosplay (costum play). Di dalam manga ini kita dapat
berbeda setelah bergabung dengan komunitas ini. Sifat Yaya yang pemalu dan
susah bergaul tidak lagi ada bila sudah berada didalam lingkungan komunitasnya.
Yaya menjadi anak yang ceria dan mudah bergaul. Tekanan-tekanan yang banyak
dialaminya selama dirumah dan disekolahpun dapat dihilangkan dari pikirannya
bila sudah berbagi dengan anggota komunitas lainnya. Berdasarkan hal tersebut,
dapat terlihat bahwa kelompok memegang peranan sangat penting dalam
kehidupan sosial masyarakat Jepang.
Para cosplayer biasa bertemu di distrik Harajuku di Tokyo tepatnya di
Jingu-Bashi. Pertemuan para cosplayer sepertinya tidak direncanakan dan hanya
terjadi sesuai kebiasaan saja. Pola interaksi di dalam komunitas ini berlangsung
biasa seperti komunitas lain pada umumnya. Tema pembicaraan biasanya seputar
permasalahan yang dialamai dirumah atau disekolah, memberikan masukan
berupa solusi dan semangat bagi para cosplayer lain yang memiliki masalah,
mengenai artis idola, dan seputar cosplay. Salah satu hal yang spesial dalam
komunitas ini adalah masing-masing anggota sama sekali tidak dituntut
menjelaskan idenditas mereka yang sebenarnya. Seorang cosplayer dapat memilih
satu nama baru yang nantinya akan menjadi nama panggilannya di dalam
komunitas ini. Seperti Yaya yang memilih nama “Mimi” sebagai namanya dalam
bercosplay.
Komunitas cosplay di manga “OTHELLO” ini pun dijelaskan menjadi solid
karena sisi minoritas mereka ditengah-tengah masyarakat umum yang sering
meremehkan keberadaan komunitas ini, dan banyaknya kesamaan latar belakang
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Selama manusia masih hidup, manusia tidak akan pernah berhenti untuk
berkarya dan mencari hiburan, karena berkarya adalah salah satu hasil dari
tindakan perwujudan pemikiran manusia yang merupakan bukti peradaban bahwa
manusia masih terus menerus berpikir dan mampu berdaya cipta. Salah satu hasil
pemikiran manusia adalah kebudayaan. Koentjaraningrat (1980:193,218)
Mengartikan kebudayaan dalam ilmu antropologi adalah keseluruhan sistem
gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat
yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar yang memiliki tujuh unsur
yaitu : Bahasa, sistem pengetahuan, organisasi sosial, sistem peralatan hidup dan
teknologi, sistem mata pencaharian hidup, sistem religi dan kesenian.
Salah satu unsur kebudayaan yaitu bahasa. Bahasa selalu ada dalam
kehidupan manusia dan saling mendukung di dalam kebudayaan. Hasil pemikiran
manusia dalam berbahasa dan berbudaya adalah karya sastra. Menurut Teew
(1984:23) sastra berasal dari bahasa Sansekerta yang di bentuk dari kata sas- yang
berarti mengarahkan, memberi petunjuk, atau instruksi, sedangkan –tra berarti
alat atau sarana. Sedangkan menurut Luxemburg (1992:23,25) sastra dapat di
pandang sebagai suatu gejala sosial, sastra yang di tulis pada suatu kurun waktu
tertentu langsung berkaitan dengan norma-norma dan adat istiadat pada zaman itu.
Berarti sastra dapat diartikan sebagai tulisan yang memiliki arti keindahan yang
Pada bentuk yang umum, karya sastra memiliki jenis yang beragam.
Misalnya novel, cerita pendek, syair, pantun, sandiwara atau drama, puisi, prosa,
cerita bergambar, teater, roman dan lain sebagainya.
Cerita bergambar dalam karya sastra disebut dengan komik, komik dalam
bahasa Jepang disebut dengan manga. Kata manga (漫画) terdiri dari dua kanji
yaitu, 漫(man) dan 画 (ga). Nelson (2005) Dalam kamus kanji moderen
menjelaskan 漫(man) diartikan sebagai ‘suatu hal yang lucu’ dan画(ga) artinya
‘gambar’. Maka, manga berarti suatu gambar yang lucu. Manga berkembang
begitu cepat dengan beragam media diseluruh dunia khususnya Indonesia.
Manga memiliki jenis penyajian dan kisah yang beragam yang
membuatnya berbeda dari komik-komik negara lain maupun buatan Indonesia.
Cerita yang disajikan sangat beragam dan banyak pilihan dan tidak monoton.
Misalnya saja seperti cerita tentang persahabatan, kepahlawanan, fantasi,
percintaan, komedi dan lain sebagainya.
Salah satu manga yang mengangkat tema tentang kehidupan remaja dan
digemari oleh pembaca manga adalah “OTHELLO” karya Satomi Ikezawa.
Satomi Ikezawa (池沢理美 ) lahir pada 18 Maret 1962, bertempat tinggal di
Sumida, Tokyo Jepang. Satomi Ikezawa mengambil latar cerita yang sama dengan
tempat kelahiran dan tempat tinggalnya selama ini yaitu pada kota Tokyo di
Jepang. Satomi mengungkapkan hal berdasarkan pengalaman dan pengamatan
terhadap kehidupan sosial masyarakat disekitarnya.
Di Jepang sendiri ada fenomena baru yang berkembang didalam
lingkungan masyarakat, yaitu komunitas cosplayer. Komunitas ini semakin
awam hal ini dirasa sangat mengganggu, hal ini dikarenakan para pemuda Jepang
yang seharusnya diharapkan menekuni pendidikan dengan serius dan berdandan
sesuai norma-norma yang berlaku malah menghabiskan waktu untuk berkumpul
dengan tujuan yang tidak jelas dengan komunitasnya dan berdandan aneh bagi
sebagian orang. Melihat hal ini Satomi Ikezawa merasa hal ini menarik untuk
diangkat menjadi sebuah cerita dengan sudut pandang cerita pada sisi cosplayer
yaitu tokoh utama Yaya.
Manga “OTHELLO” karya Satomi bercerita tentang tokoh Yaya, seorang
remaja yang sangat kesepian sejak ditinggal mati oleh ibunya sewaktu dia masih
kecil. Yaya sama sekali tidak memiliki teman yang sebenarnya. Semua temannya
sering mengatainya aneh dan membosankan atau kata-kata apapun yang dapat
membuat Yaya merasa buruk dan malu akan dirinya. Tokoh Yaya mencoba keluar
dan memberontak dari normalitas hidup yang penuh dengan peraturan dan
kepura-puraan. Beragam permasalahan hidup dan tuntutan pergaulan yang harus dijalani,
dan rasa ketidaksanggupan untuk memikul semua beban itu membuat tokoh utama
Yaya menjadi mencoba mencari komunitas yang dapat menerimanya apa adanya,
komunitas itu adalah cosplay (costum play).
Pendekatan sosiologis akan digunakan dalam menganalisis permasalahan
sosial yang dihadapi tokoh Yaya, karena pendekatan ini dapat menunjukkan
bagaimana tokoh Yaya berinteraksi dalam lingkungan sosialnya. Menurut Selo
Sumardjan dan Soelaeman Soemardi dalam Soekanto (1990:21) sosiologis adalah
ilmu yang mempelajari struktur sosial dan proses-proses sosial, termasuk
sosiologis adalah suatu sistem tata nilai yang ditujukan kepada masyarakat tentang
bagaimana seharusnya mereka berkelakuan dan mengatur diri mereka.
Media analisis penelitian ini adalah karya sastra yaitu manga. Secara
spesifik ilmu yang menganalisis aspek sosiologi dalam karya sastra adalah
sosiologi sastra. Ratna (2002:2) menyatakan bahwa sosiologi sastra adalah
pemahaman terhadap totalitas karya yang disertai dengan aspek-aspek
kemasyarakatan yang terkandung di dalamnya.
Kondisi sosial dan masalah remaja masyarakat Jepang yang tercermin
melalui tokoh-tokoh yang ada di dalam manga “OTHELLO” karya Satomi
Ikezawa secara khusus dan mendalam akan di bahas melalui skripsi yang berjudul
“ANALISIS SOSIOLOGIS TOKOH COSPLAYER DALAM MANGA ‘OTHELLO’ KARYA SATOMI IKEZAWA”
1.2. Perumusan Masalah
Kondisi sosial membuat kehidupan tokoh Yaya pada manga “OTHELLO”
menjadi sangat kompleks. Yaya mengalami banyak tekanan dirumah akibat cara
mendidik ayahnya yang sangat ketat, sehingga membuat Yaya selalu merasa
terkekang. Akibatnya disekolahpun Yaya memiliki sifat yang kurang ceria, susah
bergaul, tidak percaya diri dan hal ini dirasa sangat membosankan bagi
teman-temannnya, sehingga Yaya tidak memiliki teman disekolah dan keberadaannya di
lingkunganpun kurang dihargai. Dalam manga “OTHELLO” tokoh utama Yaya
menjadi cosplayer tiap akhir minggu karena dapat mengurangi kejenuhan dalam
menjalani hidupnya. Yaya menganggap menjadi cosplayer adalah dirinya yang
sebenarnya, sedangkan pada hari biasa adalah dirinya yang sedang berpura-pura.
menghalangi komunitas ini untuk saling mendukung dan memberi semangat serta
bertukar pikiran tentang permasalahan hidup yang dialami masing-masing
anggota kelompok. Hal inilah yang membuat Yaya merasa nyaman dan merasa
dihargai didalam komunitas ini. Pandangan miring masyarakat mengenai
komunitas cosplay ini juga menjadi permasalahan tersendiri bagi para cosplayer.
Masyarakat melihat komunitas cosplay sebagai komunitas aneh dan beranggapan
bahwa cosplayer adalah kumpulan pemuda yang tidak memiliki tujuan, sengaja
berdandan aneh untuk menutupi kekurangan tubuh, sehingga para cosplayer
sering dilecehkan.
Dengan melihat latar belakang yang sudah ada, maka masalah yang akan
dianalisis dalam penelitian ini adalah:
1. Apakah yang menjadi latar belakang munculnya komunitas cosplay di
Jepang dalam manga “OTHELLO” karya Satomi Ikezawa?.
2. Bagaimanakah kondisi dan masalah sosial kehidupan komunitas cosplay di
Jepang yang digambarkan melalui tokoh utama dalam manga
“OTHELLO” karya Satomi Ikezawa?.
1.3. Ruang Lingkup Pembahasan
Dari permasalahan-permasalahan yang ada maka penulis menganggap
perlu adanya pembatasan ruang lingkup dalam pembahasan. Hal ini dimaksudkan
agar masalah penelitian tidak terlalu luas.
Dalam penulisan skripsi ini, penulis akan membatasi ruang lingkup
pembahasan pada kondisi dan masalah sosial kehidupan para remaja sebagai
cosplayer di Jepang yang tercermin dalam manga ini, terutama dilihat dari tingkah
mendeskripsikan hal-hal yang melatar belakangi munculnya fenomena sosial
Cosplay sebagai sebuah komunitas di Jepang berdasarkan manga “OTHELLO”.
1.4. Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori 1.4.1. Tinjauan Pustaka
Koentjaraningrat (1980:193,218) Mengartikan kebudayaan dalam ilmu
antropologi adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia
dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan
belajar yang memiliki tujuh unsur yaitu : Bahasa, sistem pengetahuan, organisasi
sosial, sistem peralatan hidup dan teknologi, sistem mata pencaharian hidup,
sistem religi dan kesenian. Kehidupan masyarakat menurut kutipan diatas
menghasilkan hasil pemikiran berupa karya sastra.
Sastra menurut Wellek dan Warren dalam Melani Budianta (1995:3)
adalah suatu kegiatan kreatif, sebuah cabang ilmu pengetahuan. Sedangkan Jan
van Luxemburg (1992:23,25) menyatakan bahwa sastra dapat di pandang sebagai
suatu gejala sosial, sastra yang di tulis pada suatu kurun waktu tertentu langsung
berkaitan dengan norma-norma dan adat istiadat pada zaman itu. Berarti sastra
dapat diartikan sebagai tulisan yang memiliki arti keindahan yang dapat
mencerminkan gambaran kehidupan sosial yang terjadi pada alur sastra tersebut
dibuat.
Dalam sebuah karya sastra khususnya prosa terdapat unsur-unsur
pembangun, antara lain tema, penokohan, plot, latar dan sebagainya. Tokoh
adalah unsur penting dalam karya sastra karena tokoh menunjukkan sifat dan
sikap yang dideskriptifkan oleh pengarang. Interaksi tokoh sangat menentukan
Abram dalam Nurgiyantoro (1995:165) tokoh cerita (character), adalah
orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya sastra yang oleh pembaca ditafsirkan
memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan
dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan.
Ilmu yang mempelajari tentang interaksi sosial masyarakat adalah
sosiologi. Sosiologi berasal dari bahasa Latin yaitu Socius yang berarti kawan atau
teman sedangkan Logos berarti ilmu pengetahuan (dalam :
org/wiki/Sosiologi). Menurut Shadily (1993:1) sosiologi itu adalah ilmu yang
mempelajari hidup bersama dalam masyarakat, dan menyelidiki ikatan-ikatan
antara manusia yang menguasai kehidupan.
Antara sosiologi dan sastra saling berkaitan, dimana menurut Ratna
(2002:2) sosiologi sastra adalah pemahaman terhadap totalitas karya yang disertai
dengan aspek-aspek kemasyarakatan yang terkandung di dalamnya. Sedangkan
pendekatan sosiologi sastra menurut Gunoto Saparie
(dalam:
sastra dilihat hubungannya dengan kenyataan, sejauh mana karya sastra itu
mencerminkan kenyataan, kenyataan di sini mengandung arti yang cukup luas
yakni segala sesuatu yang berada di luar karya sastra dan yang diacu oleh karya
sastra. Oleh karena itu, analisis sosiologi sastra memberikan perhatian yang besar
terhadap fungsi-fungsi sastra, karya sastra sebagai cerminan masyarakat tertentu.
Dalam manga “OTHELLO”, pengarang menyajikan suatu karya yang
banyak mengandung nilai-nilai sosiologis yang tergambar jelas dari sikap, sifat
serta ucapan-ucapan para tokohnya sebagai interaksi sosial yang berisi pesan,
1.4.2. Kerangka Teori
Landasan teori sebagai acuan pendekatan yang digunakan oleh penulis
untuk menganalisis data dalam penelitian ini adalah pendekatan sosiologis, yang
secara spesifik digunakan pendekatan sosiologis sastra dan semiotik.
Sosiologi adalah konsepsi mengenai hubungan timbal balik dan hubungan yang tak terpisahkan antara manusia dan masyarakat. Dimulai dari perkembangan manusia sejak lahir, pada waktu manusia berada dalam dominan kelompok utama (prime group) yang ditandai dengan saling kenal antara warga serta kerja sama yang erat yaitu peleburan individu dengan kelompok (Horton dalam Soerjono 2007:352). Sedangkan pendekatan terhadap
sastra yang mempertimbangkan segi-segi kemasyarakatan itu disebut sosiologi
sastra dengan menggunakan analisis teks untuk mengetahui strukturnya, untuk
kemudian dipergunakan memahami lebih dalam lagi gejala sosial yang di luar
sastra (Damono, 2003:3). Pradopo (1993:34) menyatakan bahwa tujuan studi
sosiologis dalam kesusastraan adalah untuk mendapatkan gambaran utuh
mengenai hubungan antara pengarang, karya sastra, dan masyarakat.
Penelitian karya sastra dengan pendekatan semiotik tidak terlepas dari cara
pembaca dalam menangkap maksud si pengarang, dan menterjemahkan isinya
sebagai suatu pengalaman, pikiran, perasaan, gagasan dan lain-lain. Menurut
Hoed dalam Nurgiyantoro (1998:40) berpendapat bahwa semiotika adalah ilmu
atau metode analisis untuk mengkaji tanda. Tanda adalah sesuatu yang mewakili
sesuatu yang lain yang dapat berupa pengalaman, pikiran, perasaan, gagasan dan
adalah ilmu tentang tanda-tanda. Ilmu ini menganggap bahwa fenomena sosial /
masyarakat dan kebudayaan itu merupakan tanda-tanda.
Dalam hal ini, penulis menganalisis kondisi sosiologis tokoh cosplayer
dari manga “OTHELLO”, yang kemudian dihubungkan dengan pendekatan
semiotik untuk menjabarkan keadaan serta tanda-tanda yang terdapat dalam
manga ini.
1.5. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.5.1. Tujuan Penelitian
1. Untuk mendeskripsikan hal-hal yang melatarbelakangi munculnya komunitas
cosplay di kalangan remaja Jepang yang digambarkan dalam manga
“OTHELLO” karya Satomi Ikezawa.
2. Untuk mengetahui kondisi kehidupan sosial komunitas cosplayer yang menjadi
tokoh utama dalam manga “OTHELLO” karya Satomi Ikezawa yang dapat
menjadi cerminan fenomena sosial masyarakat Jepang sebenarnya.
1.5.2. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini antara lain:
1. Bagi masyarakat umum diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan
mengenai komunitas cosplay di Jepang dewasa ini.
2. Pada para pelajar bahasa dan kebudayaan Jepang khususnya diharapkan
penelitian ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan mengenai manga
“OTHELLO”, khususnya aspek sosiologis.
3. Dapat menjadi sumber referensi bagai peneliti lain, terutama penelitian dengan
1.6. Metode Penelitian
Karena penelitian ini membahas dan memaparkan sisi sosiologis para
tokoh utama dalam manga “OTHELLO” maka penelitian dengan metode
deskriptif dalam cakupan penelitian yang bersifat kualitatif dengan pendekatan
sosiologis dirasa sangat tepat untuk menganalisis data-data yang didapat. Menurut
Nazir (2002:54) bahwa metode deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti
status kelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran,
ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Tujuan dari penelitian
deskriptif ini adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara
sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan
antarfenomena yang diselidiki.
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah manga yang berjudul
“OTHELLO” karya Satomi Ikezawa jilid 1-7 yang diterbitkan oleh PT. Elex
Media Komputindo, Jakarta pada tahun 2007 setelah diterjemahkan kedalam
bahasa Indonesia. Manga “OTHELLO” pertama kali diterbitkan oleh
KODANSHA Ltd.- Tokyo pada tahun 2002.
Teknik pengumpulan data menggunakan metode studi pustaka (library
research) yaitu untuk mendukung teori, peneliti akan mengumpulkan informasi
sebanyak-banyaknya dari kepustakaan yang berhubungan dengan masalah
penelitian. Sumber-sumber kepustakaan diperoleh dari; buku, jurnal, majalah,
hasil-hasil penelitian (skripsi), dan sumber-sumber lainnya yang sesuai (internet).
Keseluruhan upaya tersebut, dikatakan sebagai upaya Studi Kepustakaan untuk
Langkah-langkah yang dilakukan didalam penelitian ini adalah:
1) Membaca manga “OTHELLO” jilid 1-7 karya Satomi Ikezawa.
2) Mencari, mengumpulkan dan menganalisis aspek-aspek sosiologis yang
terdapat dalam manga “OTHELLO”.
3) Mengumpulkan data yang dapat dijadikan sumber dan tetap terkait dengan
objek penelitian.
BAB II
“OTHELLO” SEBAGAI SEBUAH MANGA DAN COSPLAY
2.1. MANGA DI JEPANG
Komik menurut Marcel Bonnet dalam Angkat (2004) adalah cerita
bergambar (cergam) yang terdiri dari teks atau narasi yang berfungsi sebagai
penjelasan dialog dan alur cerita. Komik merupakan salah satu produk akhir dari
hasrat manusia untuk menceritakan pengalamannya, yang dituangkan dalam
gambar dan tanda, mengarah pada suatu pemikiran dan perenungan.
Komik jika diterjemahkan kedalam bahasa Jepang adalah manga (漫画)
(baca: man-ga, atau ma-ng-ga). Di Jepang sendiri manga merujuk pada semua
jenis komik, namun di luar Jepang manga lebih di khususkan pada komik buatan
Jepang. Sehingga ada perbedaan mendasar antara sebutan manga dan komik,
dimana manga lebih difokuskan pada komik-komik Jepang (kadang juga
termasuk Asia) sedangkan komik lebih kepada komik-komik buatan Eropa/Barat.
Mangaka sendiri adalah istilah untuk orang yang menggambar manga.
Takeshi Ishizawa dalam “Kedalaman Dunia manga Jepang”
(www.google.com, 2006), mengatakan bahwa komik atau manga, telah menjadi
hiburan bagi orang Jepang selama berabad-abad. Komik Jepang paling tua dan
terkenal pertamakali ditemukan di gudang Shooshooin di Nara yang
memperlihatkan berbagai macam ekspresi wajah manusia dengan mata keluar dan
melotot dalam bentuk Fusakumen. Karya lain yang juga terdapat dalam
Shooshooin yaitu karikatur yang disebut daidaron, menggambarkan mata yang
yang terdapat pada langit-langit kondoo (gedung utama) kuil Budha Horyuuji
pada abad ke-8. Dalam gambar komik-komik ini terdapat unsur-unsur religius dan
nilai-nilai tradisi. Sedangkan di gedung Phoenix kuil Byoodoin, tercatat arsitektur
masa Heian (794-1185) yang pada saat itu ditemukan sejumlah karikatur
pengadilan rendah.
Di zaman Heian, terdapat gambar komik yang disebut Oko-e yang populer
sebagai hobi di kalangan penguasa. Kemudian di akhir zaman Heian juga terdapat
gulungan surat bergambar Choju Jinbutsu Giga karya biksu Toba Soojoo,
menggambarkan binatang yang bersikap seperti manusia dengan garis artisnya
yang sederhana dan bentuknya yang dilebih-lebihkan, seperti ekspresi artistik dari
komik umumnya pada masa kini. Gulungan surat bergambar ini berupa sindiran
yang ditujukan bagi bangsawan dan biksu yang tamak dan haus akan kedudukan
dalam politik.
Pada pertengahan abad ke-12, terdapat gulungan surat bergambar yang
terkenal yang disebut Shigisan Engi Emaki, menggambarkan gerakan yang
dinamis. Dalam gambar tersebut terdapat sebuah adegan pendeta Budha Myoren
membuat sebuah panci ajaib terbang ke udara dan membawa gudang beras orang
kaya ke puncak gunung. Sedangkan pada adegan lainnya, karung-karung beras
terbang keluar dari gudang. Kemudian Bandainagon Ekotoba (akhir tahun
1100-an) memperlihatkan gerbang utama dari sebuah kuil terkenal yang sedang terbakar
dengan ekspresi wajah dari sekitar seratus orang yang dikejutkan oleh api atau
orang-orang yang melarikan diri, hal ini membuat adegan ini menjadi hidup dan
membuat kita merasa ada diantara mereka. Kedua gambar ini termasuk ke dalam
Sejarah komik Jepang seutuhnya berawal dari zaman Edo, ketika istilah
komik (manga dalam bahasa Jepang) pertama kali digunakan oleh pelukis Ukiyo-e
(grafis pahatan kayu) yang terkenal yaitu Hokusai Katsushika. Ia memproduksi
sebuah serial buku bergambar yang diterbitkan dalam 15 jilid antara tahun 1814
dan 1878. Manga ini berisi lebih dari 4000 ilustrasi. Cara Hokusai
menggambarkan gerakan otot benar-benar terlihat alami dan nyata, seperti dalam
komik Suzume Odori-zu.
Pada zaman Showa (1926-1989) yang dikenal juga dengan abad manga
anak-anak, dimana saat manga ini mulai berkembang pesat. Pada waktu itu
tahun1989 dan dalam selang waktu satu tahun telah diterbitkan sekitar 500 juta
manga, 500 juta manga bulanan, dan 700 juta manga mingguan. Dari prestasi
yang dicapai ini Jepang bisa disebut sebagai “Kerajaan Manga”, yang mulai
bangkit dalam situasi setelah melewati masa perang lewat manga anak-anak.
Sebelum dan selama Perang Dunia ke-II, para seniman lokal menggunakan
The Japan Punch sebagai media penerbitan yang juga merupakan majalah komik
dengan cerita humor yang dikelola oleh orang-orang Inggris yang tinggal di
Jepang, meskipun awalnya The Japan Punch muncul sebagai satiris politik, yang
pada saat itu diawasi dengan ketat oleh pemerintah Jepang.
Berkembangnya teknologi produksi manga pada pasca Perang Dunia ke-II
tidak terlepas dari peran serta komikus berbakat Osamu Tezuka (1928-1989).
Tezuka mengubah wajah komik Jepang paska perang dunia ke-II secara radikal. Ia
menggunakan gaya narasi yang unik dengan komposisi cerita menyerupai novel
yang disebut dengan komik naratif atau story manga dengan alur cerita yang naik
Komik naratif mengambil tehnik-tehnik seperti pada pembuatan film,
dengan pengambilan gambar yang dinamis dengan penggalan-penggalan gambar
yang tidak beraturan, yang sengaja didesain untuk menggambarkan urutan
gerakan dan membangun ketegangan.
Majalah-majalah manga di Jepang biasanaya terdiri dari beberapa judul
komik yang masing-masing mengisi sekitar 30-40 halaman majalah itu (satu bab).
Majalah-majalah tersebut sendiri biasanya mempunyai tebal berkisar antara 200
hingga 850 halaman. Jika sukses, sebuah judul manga bisa terbit hingga
bertahun-tahun.
Setelah beberapa lama, cerita-cerita dari majalah itu akan dikumpulkan
dan dicetak dalam bentuk buku berukuran biasa, yang disebut tankoban (atau
kadang dikenal sebagai istilah volume). Manga dalam bentuk ini biasanya dicetak
di atas kertas berkualitas tinggi dan berguna buat orang-orang yang tidak mau atau
malas membeli majalah-majalah manga yang terbit mingguan yang memiliki
beragam campuran cerita/judul.
Majalah manga dicetak massal dan dijual diberbagai tempat dengan harga
murah. Setiap edisi yang terbit, memuat sekitar 12 atau lebih judul manga serial.
Meskipun menerbitkan buku manga jauh lebih menguntungkan daripada
menerbitkan majalah manga, namun majalah manga tetap dipertahankan untuk
memperkenalkan karya mangaka baru dan sebagai media seleksi komik-komik
yang layak dibukukan, atau bisa dikatakan majalah manga merupakan media
untuk memulai debut bagi para mangaka yang baru terjun kedunia industri manga.
Untuk penjualan, majalah manga mencapai angka yang cukup besar,
Sementara Shounen Jump yang dijual dengan harga 200 yen dengan ketebalan
buku terdiri atas 300 sampai 400 halaman, terjual sekitar lima sampai enam juta
eksemplar setiap kali terbit.
Pada tahun 1992, penjualan majalah manga mencapai 540 milyar yen atau
sekitar 23% dari penjualan buku di Jepang.
Manga mempunyai posisi yang sangat tinggi dalam industri penerbitan di
Jepang, karena hampir 25% hasil penjualan buku merupakan manga dengan
angka penjualan setiap tahunnya terus meningkat, belum termasuk penjualan
komik Jepang di luar negri yang juga sangat laris dipasaran.
Persaingan antara komikus (mangaka) senior dan junior cukup ketat,
karena banyak mangaka yang terjun dalam bisnis ini, tetapi hanya beberapa
mangaka yang bisa bertahan dan berhasil mendobrak angka penjualan fantastis
yang belum pernah dicapai oleh mangaka lain seperti Dragon Ball, Detektif
Conan, Doraemon, Sailor Moon, Great Teacher Onizuka, Samurai X dan lain-lain.
2.2. SETTING MANGA “OTHELLO”
Abrams dan Nurgiyantoro (1995:216) mengatakan bahwa latar atau setting
yang disebut juga landasan tumpu, menyaran pada pengertian tempat, hubungan
waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang
diceritakan.
Nurgiyantoro (1995:227) mengungkapkan bahwa unsur latar dapat
dibedakan kedalam tiga unsur pokok yaitu tempat, waktu dan sosial. Ketiga unsur
itu walau masing-masing menawarkan permasalahan yang berbeda dan dapat
dibicarakan sendiri, pada kenyataannya salaing berkaitan dan saling
2.2.1. Latar Waktu
Latar waktu berhubungan dengan masalah “kapan” terjadinya
peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Masalah “kapan”
tersebut biasanya dihubungkan dengan waktu yang faktual. Latar waktu juga
harus dikaitkan dengan latar tempat dan latar sosial sebab pada kenyataannya
memang saling berkaitan. Latar waktu dalam manga ini dapat dilihat dari awal
cerita yang dimulai dengan narasi “tahun baru 2000”. Selain itu jilid pertama
manga “OTTHELLO” pertama kali diterbitkan di Jepang pada tahun 2001 hingga
Jilid ke tujuh pada tahun 2004. Sehingga kita dapat melihat cerminan komunitas
cosplayer di Jepang pada era tersebut.
2.2.2. Latar Tempat
Latar tempat mengindikasikan terjadinya peristiwa yang diceritakan
dalam sebuah karya fiksi. Unsur tempat yang dipergunakan mungkin berupa
tempat-tempat dengan nama tertentu, inisial tertentu, mungkin lokasi tertentu
tanpa nama yang jelas. Penggunaan latar tempat dengan nama-nama tertentu
haruslah mencerminkan, atau tidak bertentangan dengan sifat dan keaadaan
geografis tempat yang bersangkutan. Deskripsi tempat secara teliti dan realistis ini
penting untuk mengesani pembaca seolah-olah hal yang diceritakan itu
sungguh-sungguh ada terjadi yaitu di tempat dan waktu seperti yang diceritakan itu. Latar
tempat pada manga “OTHELLO” adalah distrik Harajuku di kota Tokyo. Tempat
para cosplayer sebenarnya sering berkumpul di Jepang adalah di Jingu-Bashi
2.2.3. Latar Sosial
Latar sosial adalah hal-hal yang berhubungan dengan perilaku
kehidupan sosial masyarakat disusatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi.
Tata cara kehidupan sosial masyarakat mencakup berbagai masalah dalam lingkup
yang cukup kompleks, dapat berupa kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi,
keyakinan, pandangan hidup, cara berfikir dan bersikap dan lain-lain. Disamping
itu, latar sosial juga berhubungan dengan status sosial tokoh yang bersangkutan,
misalnya rendah, menengah atau atas. Di dalam manga “OTHELLO” tercermin
jelas adanya diskriminasi oleh masyarakat umum dalam memandang suatu
komunitas. Latar sosial tokoh utama Yaya sendiri adalah seorang siswi SMU biasa
yang hanya tinggal berdua dengan ayahnya dalam keadaan ekonomi yang
berkecukupan.
2.3. BIOGRAFI PENGARANG MANGA “OTHELLO”
Biografi pengarang adalah salah satu unsur ekstrinsik dalam suatu karya
sastra. Pengarang merupakan unsur ekstrinsik yang paling berpengaruh akan
bangun cerita dari sebuah karya fiksi. Walaupun unsur ekstrinsik bukan
merupakan unsur yang membangun cerita dari dalam karya sastra itu sendiri tetapi
keberadaan unsur ekstrinsik dalam hal ini pengarang secara tidak langsung dapat
mempengaruhi hasil dari karya sastra fiksi tersebut.
Pengarang manga “OTHELLO” adalah Satomi Ikezawa (池沢 理美 –
ikezawa satomi). Pada website pribadiny
dijelaskan Satomi Ikezawa adalah seorang wanita bergolongan darah A yang lahir
di kota Tokyo – Jepang pada tanggal 18 Maret 1962. Keluarganya sendiri hanya
Satomi adalah sosok wanita yang tidak terlalu mementingkan penampilan. Dia
menyukai sesuatu yang bersifat kasual seperti mengenakan kaus dan celana denim,
tetapi Satomi sangat menyukai aksesoris yang berwarna keemasan. Untuk aliran
bermusik sendiri satomi beranggapan “No music, no life!” dan ia sendiri sangat
menyukai aliran musik rock barat di era 70-an.
Satomi juga menuangkan dalam website pribadinya bahwa ia memiliki
pola pikir apabila ia memiliki suatu hal yang membebani pikiran, maka ia akan
mencari tahu hal tersebut dan segera mencari solusinya. Kegemaran dari wanita
ini sendiri adalah makan, minum, jalan-jalan, liburan, bermain dengan komputer
pribadi, melakukan diet, melihat-lihat pemandangan dan nonton drama.
Jika diminta berkomentar tentang pekerjaannya sebagai seorang komikus,
Satomi berpendapat dalam website pribadinya bahwa walaupun ia menyukainya
tetapi terkadang ia akan merasa capek dan bosan. Tetapi rasa ingin mewujudkan
suatu karya masih saja ada. Satomi mengaku kurang memiliki daya konsentrasi
dalam menuangkan karyanya. Meskipun dalam menyelesaikan sebuah manga
lebih banyak peran dari mesin dan pihak lain, tetap saja memerlukan waktu dalam
prosesnya. Satomi memiliki impian suatu saat nanti ingin dapat hidup senang
kedepannya tanpa terlalu menyibukkan diri dengan pekerjaannya.
Debut awal Satomi dimulai pada tahun 1984. Satomi berhasil
memenangkan penghargaan dalam festival komik pendatang terbaru dengan tema
persahabatan untuk karyanya yang dimuat dalam surat kabar “juliet” pada
september 1984 yang berjudul ガラスの波にささやいて. Karyanya yang lain
adalah
Much,
Manga award yang ke-24 pada tahun 2000 untuk kategori manga bergenre wanita
yang berjudul Guru-guru Pon-chan.
2.4. COSPLAY
2.4.1. Pengertian Cosplay
Istilah “cosplay” dalam majalah Animoster volume 61 (2004:27) adalah
singkatan dari Costume Play yang merupakan kata serapan dari bahasa Inggris
yang bila diartikan perkata berarti “bermain kostum”, dalam lafal orang Jepang
diucapkan kosupure (コスプレ). Dinegara barat sendiri sudah lama ada kegiatan
yang sama dengan cosplay yaitu masquerade, yang sering dilakukan pada pesta
kostum, karnaval atau malam Hallowen. Di Jepang sendiri cosplay berlaku untuk
karakter apa saja, namun bagi pecintanya diluar Jepang mengkhususkan istilah
cosplay untuk berkostum seperti karakter-karakter anime, manga, game, tokusatsu
dan artis yang berasal dari Jepang. Untuk membedakan cosplay dan masquarede,
dalam ber-cosplay selain memakai kostum, tingkah laku dan tindakan si
pemakainya juga harus sesuai dengan karakter yang ditampilkan. Misalnya
mengucapkan kata-kata khas, gaya bicara dan gerakan yang sering dilakukan si
karakter.
Pelaku cosplay sendiri disebut dengan cosplayer. Namun para cosplayer
Jepang menyebut diri mereka sebagai reyaazu (レヤーズ) yaitu pelafalan Jepang
untuk menyebut Layers. Layers adalah potongan dari kata cosplayers. Biasanya
karakter yang dipakainya. Misalnya bila seorang cosplayer yang kesehariannya
adalah anak yang ceria, maka bila dia sedang ber-cosplay menjadi tokoh
orochimaru (tokoh antagonis dari anime Naruto) yang memiliki karakter serius,
pendiam, dan kejam. Cosplayer tersebut juga akan melakukan hal yang sama
dengan karakter tersebut selama memakai kostum tersebut.
Cosplay dianggap sebagai kegiatan yang menyenangkan dan dapat
memeriahkan suatu event yang berhubungan dengan anime. Disamping itu
cosplay menjadi ajang bagi cosplayer untuk menunjukkan kebolehan baik dalam
mendesain kostum maupun berperan menjadi karakter yang dimainkan. Bagi
seorang cosplayer yang beridealis tinggi biasanya kostum haruslah buatan sendiri,
bukan hasil pinjaman atau pembelian. Selain itu kostum biasanya hanya dipakai
sekali saja. Bagi mereka, ber-cosplay dengan kostum hasil pinjaman atau
pembeliaan adalah tindakan curang.
2.4.2. Jenis-Jenis Cosplay di Jepang
Azani (2008) mengkategorikan cosplay sebagai salah satu bagian dari
subkultur Harajuku style. Jenis-jenis cosplay sebenarnya secara khas tidak ada,
namun jenis-jenis cosplay banyak meniru dan terinspirasi tokoh-tokoh yang
terdapat dalam : manga, anime, game, tokusatsu, original, artis, visual-kei dan
lolita.
Meniru karakter tokoh yang terinspirasi dari salah satu manga dapat
disebut cosplay. Biasanya manga-ka (penulis manga) sengaja memunculkan tokoh
yang memiliki ciri khusus sesuai dengan tema cerita. Bagi para pecinta manga
yang ingin membuat tokoh kesukaaannya menjadi nyata sering sekali berdandan
yang berkarakter dari manga adalah Death Note, Detektif Conan, GeGeGe no
Kintaro dan lainnya.
Anime (ア ニ メ) adalah
melalui gambar-gambar berwarna-warni yang menampilkan tokoh-tokoh dalam
berbagai macam lokasi dan cerita, yang ditujukan pada beragam jenis penonton.
Anime dipengaruhi gaya gambar
. Akibat hal ini terdapat sedikit kesulitan
dalam mengkategorikan apakah seseorang tersebut bercosplay dari manga atau
anime. Contohnya adalah seperti Naruto, Bleach dan One Piece. Masing-masing
contoh diatas memiliki serial versi manga dan animenya. Kecintaan para pecinta
anime terhadap tokoh-tokoh anime membuatnya ingin bercosplay sebagai tokoh
tersebut, kemiripan terhadap si tokoh semakin mudah ditiru karena karakternya
yang bergerak dan berwarna sehingga menghasilkan sosok tokoh yang lebih
detail bila di aplikasikan kedalam kostum.
Video Game dan kostum sendiri adalah hal yang tidak terpisahkan bagi
para pencinta karakter video game yang benar-benar menunjukan keseriusan dan
dalam mengekpresikan idola mereka dalam video game dengan memakai kostum
yang unik dan detail dengan karakter aslinya. Tokoh karakter game misalnya
Squall Leonhart, Tiffany Lockheard, Cloud Strife, Solid Snake, Mario, Aya Brea
dan lainnya.
Istilah tokusatsu (特撮) (dalam:
adalah istilah dalam bahasa Jepang untuk efek spesial dan seringkali digunakan
"tokusatsu" merupakan kependekan dari istilah tokushu satsuei (特 殊 撮 影),
sebuah istilah bahasa Jepang yang bisa diterjemahkan sebagai "special
photography" yang berarti menggunakan trik kamera untuk karya fotografi.
Biasanya, dalam sebuah film atau pertunjukan, orang yang bertanggung jawab
untuk urusan spesial efek seringkali dipanggil dengan julukan tokushu gijutsu (特
殊技術), yang berarti "special techniques" (Istilah ini dulu digunakan untuk
menyebut "special effects"), atau tokusatsu kantoku (特撮監督). Ada
macam-macam jenis tokusatsu di jepang, dari semua itu tokusatsu dibagi menjadi
beberapa jenis yg terdiri dr:
• Kamen Rider series, contoh: Kamen Rider, Kamen Rider Black, Kamen
Rider Den-O.
• Super Sentai series, contoh: Google V, Zyuranger, Dekaranger,
Gekiranger
• Ultraman series, contoh: Ultraman, Ultraman Tiga, Ultraman Nexus, Ultra
Seven X .
• kaiju series, contoh: Godzilla, Gamera.
• Metal Heroes series, contoh: Gavan, Spielvan, Jiraiya
• Seishin series, contoh: Chouseishin Gransazer, Genseishin Justirisers.
• Other heroes series, contoh: Garo, Lionmaru.
Selain itu ada istilah cosplay original. Cosplayer yang mengambil tema
original memiliki tantangan tersendiri, karena harus memikirkan dan
diperankan tokohnya. Tokoh yang dibuat benar-benar tidak boleh ada di dalam
tokoh anime, manga, game dan lainnya. Tokoh tersebut haruslah tokoh baru dan
hasil pemikiran sendiri.
Dampak kecintaan beberapa masyarakat Jepang terhadap artis idolanya
kadang membuat dirinya ingin menjadi mirip atau ingin serupa dengan artis
tersebut. Dengan memanfaatkan ketenaran dan ciri khas artis tersebut membuat
masyarakat awam gampang mengenali karakter siapa yang sedang ditirunya
dalam melakukan cosplay, misalnya penyanyi POP Namie Amuro yang dianggap
sebagai orang yang mempopulerkan Ganguro (dandanan wanita jepang yang
sengaja menghitamkan diri dan berdandan ngentrik).
Berbicara mengenai Visual Kei (ヴィジュアル系, baca: bijuaru kei)
dalam majalah Animonster volume 68 (2004:38) adalah suatu fenomena sendiri
yang mewabah pada dunia J-Rock. Banyaknya band indie di Jepang membuat
setiap band mencari ciri khas sendiri agar dapat mudah diinggat oleh penontonnya.
Pada masa inilah J-Rockers mengadaptasi berbagai style salah satunya Visual Kei.
Visual kei bukanlah aliran genderless yang mengesankan dandanan para pria yang
berubah menjadi sosok yang cantik. Semakin ekstrim, semakin berkarakter akan
semakin mencerminkan image band itu sendiri.
Visual Kei merupakan penggabungan dari kata Visual (bahasa Inggris)
yang berarti “pandangan” dan Kei (bahasa Jepang) yang berarti “gaya”. Jika
komunitas punk berasal dari London, maka visual kei berasal dari Jepang. Istilah
Visual Kei benar-benar ada ketika”X-Japan” mempopulerkannya secara
digandrungi di Jepang. Visual Kei bangkit lagi namun orientasinya lebih ke arah
penampilan band cadas.
Bicara mengenai style, pada umumnya band visual kei memadukan
gaya-gaya yang fetish, Gothic, Cyber, hingga Glam. Para J-Rocker biasanya
tampil dengan make-up tebal dan serba pucat, tatanan rambut yang memadukan
unsur ‘liar’ dan dramatis, kolaborasi warna, dan tampil dengan kostum-kostum
yang merefleksikan abad ke-17. Kini Visual kei tidak lagi dianggap sebagi sekedar
style, penyuka aliran Visual Kei semakin sering berdandan di keseharian seperti
ini. Berkumpul dan melakukan berbagai aktivitas bersama seperti kumpul di
taman, berfoto, membahas hobi masing-masing dan sebagainya.
Pengamat barat seringkali kebingungan dalam membedakan Visual Kei
Band dengan Band Gothic karena kadang-kadang penampilannya yang mirip
dalam berdandan dan berpakaian, tetapi sebagian gothic Jepang tidak bisa
memasukkan visual Kei menjadi Gothic, dan disana ada persilangan budaya kecil
antara Visual Kei Jepang dan Gothic Jepang diluar model gothic lolita, yang mana
dipengaruhi oleh sub-budaya gothic.
Yang terakhir adalah lolita, Kata “Lolita” dijelaskan dalam majalah
Animoster volume 94 (2007:70) awalnya berasal dari judul novel karya Vladirmir
Nabokov tahun 1955. Walau gaya Lolita ini populer dikalangan remaja, para
pengusung style ini tidak memiliki kesan mesum seperti yang dikira kebanyakan
orang. Para pecinta Lolita menerjemahkan kata ini sebagai seorang anak atau baby
dolls yang memiliki kesan lucu, imut, cantik dan elegan. Di Jepang gaya
terekspos media. Gaya ini baru populer sekitar tahun 1990-an hingga awal tahun
2000. Setelah Mana gitaris band Malize Mizer mempopulerkan style ini.
Sedikit sulit membedakan lolita sebagai jenis cosplay atau aliran
Fashion. Hal ini dikarenakan banyaknya peminat lolita yang membuat pakaian
bergaya imut ini menjadi gaya berpakaian sehari-hari. Begitu pula para penulis
manga dan pembuat game yang terinspirasi dan membuat tokoh-tokoh manga dan
game-nya bergaya lolita dan ditiru oleh para cosplayer. Sejumlah karakter anime /
manga banyak tampil dalam penampilan lolita seperti Paradise kiss, Rozen
Maiden, Chobit xxxHOLIC, Pitaten, Death note, Cardcaptor Sakura, NANA dan
lainnya.
Dasarnya lolita style diadaptasi dari pakaian anak-anak bergaya
victorian dan edwardian dipadu dengan style baju periode Rococo. Boneka
victorian juga menjadi sumber inspirasi bagi style ini. Sudah menjadi kegemaran
anak muda Jepang yang funky, senang mencampur adukkan berbagai style.
Termasuk memadukannya dengan unsur Gothic Eropa, punk, hingga seragam
pelayan prancis (maid). Setelah menjadi populer, Lolita ini kemudian terbagi-bagi
dalam subgenre, yaitu :
• Gothic Lolita / Gosuloli
• Sweet Lolita / Amaloli • Classic Lolita
• Punk Lolita / Punkloli
• Wa Lolita / Waloli • Qi lolita / Qiloli
Para penggila Fashion lolita di Jepang sebenarnya tidak terpengaruh
aliran musik apapun. Mereka menyukai musik yang sama seperti orang pada
umumnya, seperti mendengarkan J-Pop ataupun lagu-lagu visual kei. Akibat
banyaknya peminat Lolita banyak orang melihat peluang usaha dan membuka
butik dengan brand khusus yang hanya menjual pakaian bergaya lolita misalnya
toko Kabushiki Kaisha Baby The stars shine Bright (BTSSB), Moi-Meme-Moitie,
Closet Child, Temps de Fille dan lainnya yang banyak menyebar di sepanjang
Harajuku dan Shibuya.
2.4.3. Cosplay sebagai gejala Sosial di Jepang
Sekitar tahun 1985, hobi cosplay semakin meluas di Jepang karena
cosplay telah menjadi sesuatu hal yang mudah dilakukan. Pada waktu itu
kebetulan tokoh Kapten Tsubasa sedang populer, dan hanya dengan kaus T-shirt
pemain bola Kapten Tsubasa, orang sudah bisa "ber-cosplay". Kegiatan cosplay
dikabarkan mulai menjadi “kegiatan berkelompok” sejak tahun 1986. Sejak itu
pula mulai bermunculan fotografer amatir (disebut kamera-kozō) yang senang
memotret kegiatan cosplay.
Pada awalnya cosplay berkembang di Jepang dan bersifat hanya sebuah
kegemaran, dimana para cosplayer memamerkan kostum yang mereka pakai, dan
saling mengambil gambar. kemudian hal ini berkembang menjadi salah satu
kegiatan para otaku. Otaku adalah sebutan bagi penggemar berat
Jepang seperti
satu tempat berkumpulnya para cosplayer yang terkenal adalah jembatan
Harajuku (Jingu-bashi) dan taman Ueno. Biasanya pada akhir pekan cosplayer
Kameko (singkatan dari Kamera kozo) dan siap memfoto para cosplayer lain.
Sekitar tahun 1998 distrik Akihabara dikenal sebagai pusat toko elektronik, anime,
manga, dan game yang murah. Juga mulai bermunculan cosplay cafe serta maid
cafe yang pelayannya ber-cosplay mengenakan kostum anime hingga kostum
lolita atau maid.
2.4.4. Cosplay dalam Manga “OTHELLO”
Tokoh utama Yaya sangat mengidolakan band JULIET terutama Shohei
gitarisnya yang merupakan band yang beraliran Visual Kei. Kecintaannya pada
hal ini membuat Yaya menjadikan aliran Visual kei sebagai inspirasinya dalam
desain kostum dan berdandan dalam bercosplay. Ragam desain kostum-kostum
Yaya selalu berubah setiap minggunya, selain berdandan dengan Visual Kei
kadang Yaya juga meragamkan tampilan cosplaynya dengan berdandan dengan
Gothic Lolita (Go-Loli). Pada dasarnya dandanan cosplay yang disukai Yaya
adalah dandanan serba gelap dan terkesan misterius. Tidak jarang Yaya
digambarkan sedang melakukan cross-dressing dalam bercosplay. Cross-dressing
adalah kegiatan cosplayer yang berdandan sesuai dengan dandanan lawan
jenisnya. Disini dimaksudkan Yaya berdandan dan berpakaian seolah-olah
menjadi laki-laki.
Setiap akhir pekannya dalam manga “OTHELLO” ini dijelaskan bahwa
para cosplayer bertemu di distrik Harajuku di Tokyo tepatnya di Jingu-Bashi.
Pertemuan para cosplayer sepertinya tidak direncanakan dan hanya terjadi sesuai
kebiasaan saja. Apabila ingin melakukan cosplay biasanya para cosplayer
berangkat ke Harajuku dengan dandanan umumnya. Sebagai contoh saat Seri dan
kostumnya di Jingu-Bashi, Yaya terlebih dahulu berganti pakaian di toilet stasiun
kereta Harajuku. Jadi Yaya tidak langsung mengenakan kostum dari rumah.
Pola interaksi di dalam komunitas ini berlangsung biasa seperti komunitas
lain pada umumnya. Tema pembicaraan biasanya seputar permasalahan yang
dialamai dirumah atau disekolah, memberikan masukan berupa solusi dan
semangat bagi para cosplayer lain yang memiliki masalah, mengenai artis idola,
dan seputar cosplay. Salah satu hal yang spesial dalam komunitas ini adalah
masing-masing anggota sama sekali tidak dituntut menjelaskan idenditas mereka
yang sebenarnya. Seorang cosplayer dapat memilih satu nama baru yang nantinya
akan menjadi nama panggilannya di dalam komunitas ini. Seperti Yaya yang
memilih nama “Mimi” sebagai namanya dalam bercosplay.
Komunitas cosplay di manga “OTHELLO” ini pun dijelaskan menjadi solid
karena sisi minoritas mereka ditengah-tengah masyarakat umum yang sering
meremehkan keberadaan komunitas ini, dan banyaknya kesamaan latar belakang
BAB III
ANALISIS TOKOH COSPLAYER DALAM MANGA “OTHELLO” KARYA SATOMI IKEZAWA DITINJAU DARI ASPEK SOSIOLOGIS
3.1. Sinopsis Cerita
Seorang anak yang hanya tinggal berdua dengan ayahnya karena sudah
lama ditinggal mati oleh sang ibu, membuat Yaya menjadi sosok yang pendiam,
kikuk, pemalu dimata lingkungannya. Pergaulannya sangat dibatasi karena
ketakutan sang ayah akan pola tingkah laku muda-mudi masa kini dan tanggung
jawabnya sebagai seorang orangtua tunggal. Akibat sifatnya yang dirasa tidak
menarik dimata teman-temannya, Yaya memiliki kesulitan dalam berteman
disekolah. Hanya Seri dan moe yang mau berpura-pura menganggap Yaya sebagai
teman, tetapi hal ini hanya untuk mengambil keuntungan dari Yaya yang mau
diperbudak dan dimanfaatkan.
Akibat semua hal diterimanya, Yaya tanpa sadar membentuk kepribadian
baru dalam dirinya, bila sedang dalam puncak kebencian akan dirinya yang lemah
dan tanpa sengaja Yaya bercermin maka akan datang sosok kepribadian baru
dalam dirinya yaitu Nana. Sosok Nana adalah semua sifat kebalikan dari Yaya.
Bila sosok Nana sudah mengambil alih pikiran Yaya, maka sifatnya akan menjadi
Selain itu untuk keluar dari dunia yang dibencinya itu, Yaya mencoba
masuk kedunia baru yaitu komunitas Cosplay. Komunitas ini sama sekali tidak
membahas latar belakang dan idenditas seseorang, semua anggota bersembunyi
dibalik kostum dan mencoba menjadi sosok lain diluar keseharian mereka. Hal ini
membuat Yaya merasa nyaman dan diterima apa adanya di dalam komunitas ini.
Mimi adalah nama samaran Yaya pada komunitas ini. Sosok Mimi semakin
meningkat pamornya apabila Nana mengambil alih tubuh Yaya, karena Nana
memiliki kemampuan akrobat dan akan membela mati-matian apabila ada yang
menjelek-jelekan komunitas Cosplay. Setiap akhir minggu kehadiran Mimi sangat
ditunggu untuk melihat aksi dan kostumnya oleh para cosplayer lain dan para
photograper.
Satu-satunya orang yang disukai dan peduli terhadap Yaya disekolah
adalah Moriyama. Mereka memiliki banyak kesamaan dalam hal bermusik,
Moriyama sering meminta pendapat Yaya pada lagu-lagu ciptaannya. Moriyama
sebagai vokalis band BLACK DOG sering mengundang Yaya untuk datang
melihat latihan dan konser bandnya. Pada waktu ingin menonton konser BLACK
DOG Moriyama belum menyadari kepribadian Nana dalam diri Yaya sewaktu
Nana tiba-tiba mencium Moriyama ketika Moriyama sedang bernyanyi pada
konser BLACK DOG. Dilain hari, Moriyama kembali mengajak Yaya untuk
datang melihat latihan bandnya sekaligus mengajak Yaya untuk menjadi staff
bandnya. Setelah Moriyama menyadari bahwa Yaya dan Nana adalah orang yang
sama dan merupakan sosok kepribadian lain dari wanita yang disukainya, hal ini
tidak merubah perasaanya. Sosok Nana yang spontan sering membantu band
yang menggantikannya bernyanyi. Sewaktu Nana sedang bernyanyi Syohei
seorang mantan vokalis band JULIET yang sudah bubar dan merupakan band
kesukaan Yaya mencoba mencari penyanyi baru untuk diproduseri. Syohei tidak
menyadari bahwa Yaya dan Nana adalah orang yang sama. Syohei sudah
memutuskan bahwa orang yang akan diproduserinya adalah sosok Nana didalam
tubuh Yaya. Yaya yang tidak menyadari apa yang terjadi selalu menolak tawaran
Syohei, dan Syohei pun melakukan segala cara agar Yaya mau menerima
tawarannya.
Disekolah, penindasan terhadap Yaya tidak juga berhenti oleh Seri.
Misalnya saja mengarang cerita yang aneh tentang Yaya, sengaja memberi tahu
jadwal tamasya kelas yang salah, menyuruhnya untuk membuat bekal bagi
mereka, mendorong Yaya ke kolam ikan, menghina cara berpakaiannya,
menyebarkan keteman-teman sekolah tentang sosok Yaya yang melakukan
Cosplay. Penderitaan Yaya semakin bertambah ketika Megumi Hano pindah
kesekolahnya. Tujuan utama Hano adalah untuk mendekati Moriyama, namun
tujuannya bertambah ketika menyadari bahwa nana juga ada disekolah itu. Hano
memiliki dendam pribadi terhadap sosok Nana karena cemburu melihat
kedakatannya pada saat berciuman dengan Moriyama di konser BLACK DOG
yang lalu. Awalnya Hano juga tidak menyadari bahwa Yaya dan Nana adalah
orang yang sama. Walaupun dimulut Hano berkata bahwa Yaya adalah teman
baiknya, pada kenyataan Yaya hanyalah diperbudak dan dibodohi demi
kepentingan Hano. Hano yang memiliki pekerjaan sampingan terselubung sebagai
germo ini, juga menjebak Yaya dan temannya yang lain dengan modus akan
akan dijual kepada pria hidung belang. Tetapi tanpa disadari Yaya, sosok Nana
dalam dirinya sudah sering melakukan pembalasan dendam yang setimpal dan
berbalik mengerjai Sena dan Hano. Akibatnya kemarahan Hano semakin
meningkat, Yaya yang lemah dipaksa menggunakan kostum Cosplaynya di
sekolah dan menunjukkan jati diri yang sebenarnya sebagai seorang Cosplayer
yang masih dianggap aneh oleh teman-teman disekolahnya. Namun kemunculan
sosok Nana dengan tiba-tiba membuat Yaya yang mengenakan kostum terlihat
menjadi keren dan mengancam Hano akan semua tindakannya tersebut.
Di lain hal, akibat dari seringnya berjumpa antara Yaya dengan Moriyama
pada saat sekolah dan latihan band membuat hubungan mereka semakin membaik
dan berkembang. Namun hal ini sedikit gangguan setelah munculnya sosok Shuko
sebagai mantan kekasih Moriyama yang berusia lebih tua tiga tahun dari
Moriyama. Pada suatu kejadian tanpa sengaja Shuko bertemu dengan Yaya yang
sedang mengalahkan beberapa berandalan dengan tangan kosong, Shuko tidak
mengetahui bahwa itu adalah kepribadian lain Yaya yaitu Nana. Shuko pun
dengan segera merekam kejadian tersebut dengan telefon genggamnya. Setelah
kejadian Shuko menunjukkan video tersebut dan menyadarkan Yaya bahwa dia
sebenarnya memiliki kepribadian ganda. Yaya tidak dapat menerima keadaan ini
dan semakin bingung akan dirinya. Moriyama yang sengaja merahasiakan hal ini
sejak lama memarahi Shuko yang tidak mengerti keadaan Yaya. Sosok Yaya
menjadi semakin jarang keluar, sosok nana lah yang semakin sering mengambil
alih kehidupan Yaya. Moriyama terus berupaya menyadarkan Yaya untuk kembali
Nana hanyalah sosok baru yang diciptakan yaya untuk melawan semua ketakukan
dan kebenciannya akan kehidupan.
Sosok Nana lama-kelamaan disadarkan oleh Moriyama, bahwa Yaya lah
pemilik tubuh ini dan Nana mulai menghilang dari kehidupan Yaya. Yaya pun
semakin kuat dan tabah untuk lebih berupaya dalam menjalani hidup dan
mengejar mimpinya. Yaya akhirnya berani menerima tawaran Syohei dan berlatih
keras untuk mengejar impian masa kecilnya sebagai penyanyi. Yaya pun akhirnya
menyadari dan menerima bahwa kehadiran Nana dulu adalah sebagai
pelindungnya. Yaya semakin berterimakasih kepada Moriyama yang sudah
banyak membantunya selama ini dan menerima cinta Moriyama.
3.2. Karakteristik Tokoh Utama dalam Manga “OTHELLO” karya Satomi Ikezawa
Tokoh Utama dalam manga “OTHELLO” karya Satomi Ikezawa adalah
Yaya Higuchi. Yaya adalah seorang siswi SMA berumur 16 tahun yang suka
melakukan Cosplay di akhir pekannya. Yaya memilih nama Mimi sebagai nama
samarannya di dalam komunitas tersebut.
3.2.1. Karakteristik Tokoh Utama di Rumah
Yaya hanya tinggal berdua dengan ayahnya karena ibunya sudah lama
meninggal sewaktu Yaya berumur 6 tahun. Ia memiliki impian masa kecil untuk
menjadi penyanyi namun ayahnya tidak mendukung cita-citanya tersebut. Ayah
Yaya sangat protektif terhadap anaknya, sehingga membatasi pergaulan anaknya
dengan sangat terlalu. Hasil didikan ayahnya membuat Yaya menjadi anak yang
Yaya yang sudah terbiasa mandiri sejak kecil membuatnya bertanggung jawab
akan semua kegiatan rumah tangga dan pendidikannya.
3.2.2. Karakteristik Tokoh Utama di Sekolah
Yaya Higuchi adalah seorang murid SMA yang memiliki sifat pemalu
yang cenderung penakut, sikapnya mudah sekali kikuk dan minder bila berada di
lingkungan baru yang membuatnya susah bergaul dan mendapatkan teman baru.
Akhirnya dia hanya memiliki teman yang bernama Seri dan Moe, mereka sengaja
berteman dengan Yaya dikarenakan sifat Yaya yang sangat penurut dan tidak akan
marah ataupun melawan bila dikerjai dan ditindas.
Sosok Yaya sedikit berbeda dengan teman-teman sebayanya, karena tidak
menyukai hal-hal yang umum disukai anak seusianya seperti berbelanja barang
bermerek dan berkencan. Akibat karakternya yang terbentuk di rumah, sosok
Yaya-pun menjadi seseorang yang tidak berani mengungkapkan pendapatnya di
sekolah. Karena sangat ingin memiliki teman Yaya menjadi seseorang yang
mudah percaya dengan siapapun dan menganggap semua orang tidak mungkin
bermaksud jahat padanya. Karena Cosplay adalah kegiatan yang dirasa aneh oleh
teman-temannya, maka tak jarang Yaya sering menerima hinaan karena
kegiatannya tersebut.
3.2.3. Karakteristik Tokoh Utama di Masyarakat
Selain dirumah dan disekolah, Moriyama sering mengajak yaya untuk
melihat bandnya berlatih atau mengundang Yaya untuk melihat penampilan
bandnya. Lingkungan band menjadi tempat bermain Yaya yang baru. Personil
band yang lain sangat menerima kehadiran Yaya, walaupun sifat yaya yang kikuk
dengan sekolah. Penampilan Yaya pun menjadi lebih berani dan menjadi sosok
yang lebih menyenangkan. Namun Yaya memiliki sedikit masalah apabila
berhadapan dengan penggemar band BLACK DOG yang lain. Sama seperti
disekolah, Yaya pun tetap saja ditindas oleh penggemar yang lain. Yaya yang tidak
memiliki keberanian untuk melawan hanya diam menerima tindakan kasar yang
ditujukan kepadanya.
3.2.4. Karakteristik Tokoh Utama di Komunitas Cosplay
Sebagai jalan keluar dari kejenuhannya dalam menjalani hidup, setiap
akhir pekan dia berubah menjadi sosok Mimi. Mimi adalah nama samaran yang
digunakan Yaya ketika melakukan Cosplay. Dengan ber-cosplay Yaya merasa
dapat sejenak terbebas dari kehidupannya yang menjemukan dan terbebas dari
permasalahan, karena bila melakukan cosplay dia merasa menjadi orang lain dan
memiliki teman di komunitas yang dapat menerima dia apa adanya. Karena
diterima dengan baik oleh komunitas ini, Yaya berubah menjadi anak yang ceria
dan tidak ragu untuk mengungkapkan pendapat dan masalahnya di depan anggota
komunitas yang lain. Karena rasa setianya pada kelompok Yaya tidak segan untuk
menentang orang lain yang merendahkan komunitas cosplay dan memberikan
pelajaran bagi yang menjelek-jelekan komunitasnya. Yaya dengan bebas dan
berani menceritakan dan berbagi semua permasalan yang dialami masing-masing
anggota komunitas di keseharian mereka di luar komunitas. Kesamaan akan
kegemaran pun membuat mereka menjadi lebih dekat tanpa menuntut