• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Sosiologis Tokoh Cosplayer Dalam Manga “Othello” Karya Satomi Ikezawa

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Sosiologis Tokoh Cosplayer Dalam Manga “Othello” Karya Satomi Ikezawa"

Copied!
70
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS SOSIOLOGIS TOKOH COSPLAYER DALAM

MANGA “OTHELLO” KARYA SATOMI IKEZAWA

SATOMI IKEZAWA NO SAKUHIN NO “OTHELLO” TO IU MANGA NI OKERU

COSPLAYER NO SHUJINKOU NO SHAKAIGAKUTEKINA BUNSEKI

SKRIPSI

Skripsi ini diajukan kepada Panitia Ujian Program Studi Sastra Jepang Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara Medan untuk melengkapi salah

satu syarat ujian sarjana dalam Bidang Ilmu Sastra Jepang

Oleh:

FRISKA MAWARNI SAGALA NIM. 060708017

DEPARTEMEN SASTRA JEPANG FAKULTAS SATRA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

ANALISIS SOSIOLOGIS TOKOH COSPLAYER DALAM

MANGA “OTHELLO” KARYA SATOMI IKEZAWA

SATOMI IKEZAWA NO SAKUHIN NO “OTHELLO” TO IU MANGA NI OKERU

COSPLAYER NO SHUJINKOU NO SHAKAIGAKUTEKINA BUNSEKI

SKRIPSI

Skripsi ini diajukan kepada Panitia Ujian Program Studi Sastra Jepang Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara Medan untuk melengkapi salah

satu syarat ujian sarjana dalam Bidang Ilmu Sastra Jepang

Pembimbing I Pembimbing II

Adriana Hasibuan S.S.M.Hum

NIP : 19620727 1987 03 2 005 NIP : 19580704 1984 12 1 001 Prof.Drs.Hamzon Situmorang.M.S.Ph.D

DEPARTEMEN SASTRA JEPANG FAKULTAS SATRA

(3)

Disetujui Oleh Fakultas Sastra

Universitas Sumatera Utara Medan

Departemen S-1 Sastra Jepang Ketua jurusan,

NIP : 19580704 1984 12 1 001 Prof.Drs.Hamzon Situmorang.M.S.Ph.D

(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadiran Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan karuniaNya sejalan penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Usaha diiringi doa merupakan dua hal yang memampukan penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

Skripsi yang berjudul “Analisis Sosiologis Tokoh Cosplayer Dalam Manga “OTHELLO” karya Satomi Ikezawa” ini penulis susun sebagai salah satu syarat untuk

meraih gelar Sarjana Sastra pada jurusan Sastra Jepang Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara Medan.

Selama menyusun skripsi ini penulis banyak mengalami kesulitan yang sedikit banyak mempengaruhi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, namun kesulitan-kesulitan yang dihadapi juga bisa dijadikan motivasi.

Penulis dalam kesempatan ini mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A., selaku Dekan Fakultas Sastra Universitas

Sumatera Utara Medan.

2. Bapak Prof. Drs. Hamzon Situmorang. M.S., Ph.D., selaku Ketua Program

Studi S-1 Sastra Jepang Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara

Medan yang juga selaku Dosen Pembimbing II yang banyak memberikan

waktu dan tenaga untuk membimbing penulis dan memberikan pengarahan

dengan sabar dalam penyusunan skripsi ini hingga selesai..

3. Ibu Adriana S.S., M.Hum., selaku Dosen Pembimbing I, yang banyak

(5)

memberikan pengarahan dengan sabar dalam penyusunan skripsi ini

hingga selesai.

4. Bapak/ Ibu Dosen Program Studi Sastra Jepang S-1 Universitas Sumatera

Utara Medan yang telah banyak memberikan ilmu dan pendidikan kepada

penulis.

5. Kepada kedua Orang Tua penulis, Bapak Ir. Daud Sagala dan Ibu

Christiana Silitonga, yang selalu mendoakan dan mendukung agar penulis

selalu sehat dan semangat, dan telah bayak memberikan dukungan moral

dan material yang tidak terhingga penulis bisa menyelesaikan skripsi ini,

menyelesaikan perkulihan dan mendapatkan gelar sarjana seperti yang

telah dicita-citakan, dan tanpa kedua Orang Tua penulis, penulis tidak

akan mampu untuk menjadi seperti sekarang ini.

6. Kepada adik-adikku, Nico Demus Sagala, Juan Bill Sagala, Rani Inggriani

Sagala yang telah mendukung dan memberi motivasi kepada penulis.

7. Kepada teman-teman penulis di Depertemen Sastra Jepang Stambuk 2006,

Hanna, Frida, Febri, Fredy, Randy, Ferdian, Victor, Hyantes, Novaria,

Andar, Astirawati, Sari, Christyani, Jessi, Siska, Andi, Fadiah, Hary,

Rizal, Teddy, Zulvianita, Irwan, Okky, Farah, Hartati, Ivana, Musfa,

Dewi, Suci, Wulan, Nining, Wilma, Mahera, Elicabeth, Israr.

9. Kepada Kakak-kakak Senior dan Adik-adik Junior di Depertemen Sastra

Jepang.

(6)

Akhir kata, penulis berharap kiranya skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca khususnya bagi peneliti yang memiliki bahan terkait dengan isi skripsi ini.

Medan, Desember 2010

penulis

(7)

DAFTAR ISI

KATA PENGHANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 4

1.3. Ruang Lingkup Pembahasan ... 6

1.4. Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori ... 6

1.5. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 9

1.6. Metode Penelitian ... 10

BAB II. “OTHELLO” SEBAGAI SEBUAH MANGA DAN COSPLAY 2.1. Manga di Jepang ... 12

2.2. Setting Manga “OTHELLO” ... 15

2.2.1. Latar Waktu ... 16

2.2.2. Latar Tempat ... 16

2.2.3. Latar Sosial ... 17

2.3. Biografi Pengarang ... 17

2.4. Cosplay ... 18

2.4.1. Pengertian Cosplay ... 18

2.4.2. Jenis-Jenis Cosplay di Jepang ... 20

(8)

2.4.4. Cosplay dalam Manga “OTHELLO” ... 25

BAB III. ANALISIS TOKOH COSPLAYER DALAM MANGA “OTHELLO” KARYA SATOMI IKEZAWA DITINJAU DARI ASPEK SOSIOLOGIS 3.1. Sinopsis Cerita ... 27

3.2. Karakteristik tokoh utama dalam manga “OTHELLO” karya Satomi Ikezawa ... 30

3.2.1. Karakteristik Tokoh Utama di Rumah ... 30

3.2.2. Karakteristik Tokoh Utama di Sekolah ... 30

3.2.3. Karakteristik Tokoh Utama di Masyarakat ... 31

3.2.4. Karakteristik Tokoh Utama di Komunitas Cosplay ... 31

3.3. Analisis Kehidupan Tokoh Utama dalam Manga “OTHELLO” karya Satomi Ikezawa ... 32

BAB IV. KESIMPULAN DAN SARAN 4.1. Kesimpulan ... 46

4.2. saran ... 47 DAFTAR PUSTAKA

(9)

http://skripsi-konsultasi.blogspot.com/2009/07/pendekatan-sosiologi-sastra-sebagai.html

(Semua website diatas diakses pada bulan September hingga November 2010)

ABSTRAK

ANALISIS SOSIOLOGIS TOKOH COSPLAYER DALAM

MANGA “OTHELLO” KARYA SATOMI IKEZAWA

Di Jepang ada fenomena baru yang berkembang didalam lingkungan

masyarakat saat ini, yaitu komunitas cosplay. Komunitas ini semakin berkembang

khususnya dikalangan remaja Jepang. Istilah “cosplay” sendiri adalah singkatan

dari Costume Play yang merupakan kata serapan dari bahasa Inggris yang bila

diartikan adalah “bermain kostum”, dalam lafal orang Jepang diucapkan kosupure

(コスプレ). Dinegara barat sendiri sudah lama ada kegiatan yang sama dengan

cosplay yaitu masquerade, yang sering dilakukan pada pesta kostum, karnaval

atau malam Hallowen. Di Jepang sendiri cosplay berlaku untuk karakter apa saja,

namun bagi pecintanya diluar Jepang mengkhususkan istilah cosplay untuk

berkostum seperti karakter-karakter anime, manga, game, tokusatsu, original,

(10)

Manga “OTHELLO” karya Satomi Ikezawa banyak menandakan adanya

pola interaksi sosial yang terjadi di dalam komunitas cosplay. Hal yang paling

menonjol dalam manga ini adalah adanya budaya kelompok dan diskriminasi

serta pandangan negatif oleh masyarakat terhadap komunitas cosplay. Bagi

masyarakat awam komunitas ini dirasa sangat mengganggu, hal ini dikarenakan

para pemuda Jepang yang seharusnya diharapkan menekuni pendidikan dengan

serius dan berdandan sesuai norma-norma yang berlaku malah menghabiskan

waktu untuk berkumpul dengan komunitasnya dan berdandan yang dirasa cukup

aneh bagi sebagian orang. Melihat hal ini Satomi Ikezawa merasa hal ini menarik

untuk diangkat menjadi sebuah cerita dengan sudut pandang cerita pada sisi

cosplayer yaitu tokoh utama Yaya. Walaupun disajikan dalam bentuk fiksi, manga

ini dapat menunjukkan kondisi masyarakat Jepang yang sebenarnya secara

sepintas dalam gaya hidup yang tidak terpisahkan dari budaya kelompok.

Isi cerita manga “OTHELLO” ini mayoritas menceritakan pola tingkah

laku tokoh utama Yaya dalam bersosialisasi dan kegemarannya dalam bercosplay.

Manga “OTHELLO” bercerita tentang Yaya, seorang remaja yang sangat

kesepian sejak ditinggal mati oleh ibunya sewaktu dia masih kecil. Semua

temannya sering mengatainya aneh dan membosankan atau kata-kata apapun yang

dapat membuat Yaya merasa buruk dan malu akan dirinya. Beragam

permasalahan hidup dan tuntutan pergaulan yang harus dijalani, dan rasa

ketidaksanggupan untuk memikul semua beban itu membuat tokoh utama Yaya

menjadi mencoba mencari komunitas yang dapat menerimanya apa adanya,

komunitas itu adalah cosplay (costum play). Di dalam manga ini kita dapat

(11)

berbeda setelah bergabung dengan komunitas ini. Sifat Yaya yang pemalu dan

susah bergaul tidak lagi ada bila sudah berada didalam lingkungan komunitasnya.

Yaya menjadi anak yang ceria dan mudah bergaul. Tekanan-tekanan yang banyak

dialaminya selama dirumah dan disekolahpun dapat dihilangkan dari pikirannya

bila sudah berbagi dengan anggota komunitas lainnya. Berdasarkan hal tersebut,

dapat terlihat bahwa kelompok memegang peranan sangat penting dalam

kehidupan sosial masyarakat Jepang.

Para cosplayer biasa bertemu di distrik Harajuku di Tokyo tepatnya di

Jingu-Bashi. Pertemuan para cosplayer sepertinya tidak direncanakan dan hanya

terjadi sesuai kebiasaan saja. Pola interaksi di dalam komunitas ini berlangsung

biasa seperti komunitas lain pada umumnya. Tema pembicaraan biasanya seputar

permasalahan yang dialamai dirumah atau disekolah, memberikan masukan

berupa solusi dan semangat bagi para cosplayer lain yang memiliki masalah,

mengenai artis idola, dan seputar cosplay. Salah satu hal yang spesial dalam

komunitas ini adalah masing-masing anggota sama sekali tidak dituntut

menjelaskan idenditas mereka yang sebenarnya. Seorang cosplayer dapat memilih

satu nama baru yang nantinya akan menjadi nama panggilannya di dalam

komunitas ini. Seperti Yaya yang memilih nama “Mimi” sebagai namanya dalam

bercosplay.

Komunitas cosplay di manga “OTHELLO” ini pun dijelaskan menjadi solid

karena sisi minoritas mereka ditengah-tengah masyarakat umum yang sering

meremehkan keberadaan komunitas ini, dan banyaknya kesamaan latar belakang

(12)
(13)
(14)
(15)
(16)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Selama manusia masih hidup, manusia tidak akan pernah berhenti untuk

berkarya dan mencari hiburan, karena berkarya adalah salah satu hasil dari

tindakan perwujudan pemikiran manusia yang merupakan bukti peradaban bahwa

manusia masih terus menerus berpikir dan mampu berdaya cipta. Salah satu hasil

pemikiran manusia adalah kebudayaan. Koentjaraningrat (1980:193,218)

Mengartikan kebudayaan dalam ilmu antropologi adalah keseluruhan sistem

gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat

yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar yang memiliki tujuh unsur

yaitu : Bahasa, sistem pengetahuan, organisasi sosial, sistem peralatan hidup dan

teknologi, sistem mata pencaharian hidup, sistem religi dan kesenian.

Salah satu unsur kebudayaan yaitu bahasa. Bahasa selalu ada dalam

kehidupan manusia dan saling mendukung di dalam kebudayaan. Hasil pemikiran

manusia dalam berbahasa dan berbudaya adalah karya sastra. Menurut Teew

(1984:23) sastra berasal dari bahasa Sansekerta yang di bentuk dari kata sas- yang

berarti mengarahkan, memberi petunjuk, atau instruksi, sedangkan –tra berarti

alat atau sarana. Sedangkan menurut Luxemburg (1992:23,25) sastra dapat di

pandang sebagai suatu gejala sosial, sastra yang di tulis pada suatu kurun waktu

tertentu langsung berkaitan dengan norma-norma dan adat istiadat pada zaman itu.

Berarti sastra dapat diartikan sebagai tulisan yang memiliki arti keindahan yang

(17)

Pada bentuk yang umum, karya sastra memiliki jenis yang beragam.

Misalnya novel, cerita pendek, syair, pantun, sandiwara atau drama, puisi, prosa,

cerita bergambar, teater, roman dan lain sebagainya.

Cerita bergambar dalam karya sastra disebut dengan komik, komik dalam

bahasa Jepang disebut dengan manga. Kata manga (漫画) terdiri dari dua kanji

yaitu, 漫(man) dan (ga). Nelson (2005) Dalam kamus kanji moderen

menjelaskan 漫(man) diartikan sebagai ‘suatu hal yang lucu’ dan(ga) artinya

‘gambar’. Maka, manga berarti suatu gambar yang lucu. Manga berkembang

begitu cepat dengan beragam media diseluruh dunia khususnya Indonesia.

Manga memiliki jenis penyajian dan kisah yang beragam yang

membuatnya berbeda dari komik-komik negara lain maupun buatan Indonesia.

Cerita yang disajikan sangat beragam dan banyak pilihan dan tidak monoton.

Misalnya saja seperti cerita tentang persahabatan, kepahlawanan, fantasi,

percintaan, komedi dan lain sebagainya.

Salah satu manga yang mengangkat tema tentang kehidupan remaja dan

digemari oleh pembaca manga adalah “OTHELLO” karya Satomi Ikezawa.

Satomi Ikezawa (池沢理美 ) lahir pada 18 Maret 1962, bertempat tinggal di

Sumida, Tokyo Jepang. Satomi Ikezawa mengambil latar cerita yang sama dengan

tempat kelahiran dan tempat tinggalnya selama ini yaitu pada kota Tokyo di

Jepang. Satomi mengungkapkan hal berdasarkan pengalaman dan pengamatan

terhadap kehidupan sosial masyarakat disekitarnya.

Di Jepang sendiri ada fenomena baru yang berkembang didalam

lingkungan masyarakat, yaitu komunitas cosplayer. Komunitas ini semakin

(18)

awam hal ini dirasa sangat mengganggu, hal ini dikarenakan para pemuda Jepang

yang seharusnya diharapkan menekuni pendidikan dengan serius dan berdandan

sesuai norma-norma yang berlaku malah menghabiskan waktu untuk berkumpul

dengan tujuan yang tidak jelas dengan komunitasnya dan berdandan aneh bagi

sebagian orang. Melihat hal ini Satomi Ikezawa merasa hal ini menarik untuk

diangkat menjadi sebuah cerita dengan sudut pandang cerita pada sisi cosplayer

yaitu tokoh utama Yaya.

Manga “OTHELLO” karya Satomi bercerita tentang tokoh Yaya, seorang

remaja yang sangat kesepian sejak ditinggal mati oleh ibunya sewaktu dia masih

kecil. Yaya sama sekali tidak memiliki teman yang sebenarnya. Semua temannya

sering mengatainya aneh dan membosankan atau kata-kata apapun yang dapat

membuat Yaya merasa buruk dan malu akan dirinya. Tokoh Yaya mencoba keluar

dan memberontak dari normalitas hidup yang penuh dengan peraturan dan

kepura-puraan. Beragam permasalahan hidup dan tuntutan pergaulan yang harus dijalani,

dan rasa ketidaksanggupan untuk memikul semua beban itu membuat tokoh utama

Yaya menjadi mencoba mencari komunitas yang dapat menerimanya apa adanya,

komunitas itu adalah cosplay (costum play).

Pendekatan sosiologis akan digunakan dalam menganalisis permasalahan

sosial yang dihadapi tokoh Yaya, karena pendekatan ini dapat menunjukkan

bagaimana tokoh Yaya berinteraksi dalam lingkungan sosialnya. Menurut Selo

Sumardjan dan Soelaeman Soemardi dalam Soekanto (1990:21) sosiologis adalah

ilmu yang mempelajari struktur sosial dan proses-proses sosial, termasuk

(19)

sosiologis adalah suatu sistem tata nilai yang ditujukan kepada masyarakat tentang

bagaimana seharusnya mereka berkelakuan dan mengatur diri mereka.

Media analisis penelitian ini adalah karya sastra yaitu manga. Secara

spesifik ilmu yang menganalisis aspek sosiologi dalam karya sastra adalah

sosiologi sastra. Ratna (2002:2) menyatakan bahwa sosiologi sastra adalah

pemahaman terhadap totalitas karya yang disertai dengan aspek-aspek

kemasyarakatan yang terkandung di dalamnya.

Kondisi sosial dan masalah remaja masyarakat Jepang yang tercermin

melalui tokoh-tokoh yang ada di dalam manga “OTHELLO” karya Satomi

Ikezawa secara khusus dan mendalam akan di bahas melalui skripsi yang berjudul

“ANALISIS SOSIOLOGIS TOKOH COSPLAYER DALAM MANGA ‘OTHELLO’ KARYA SATOMI IKEZAWA”

1.2. Perumusan Masalah

Kondisi sosial membuat kehidupan tokoh Yaya pada manga “OTHELLO”

menjadi sangat kompleks. Yaya mengalami banyak tekanan dirumah akibat cara

mendidik ayahnya yang sangat ketat, sehingga membuat Yaya selalu merasa

terkekang. Akibatnya disekolahpun Yaya memiliki sifat yang kurang ceria, susah

bergaul, tidak percaya diri dan hal ini dirasa sangat membosankan bagi

teman-temannnya, sehingga Yaya tidak memiliki teman disekolah dan keberadaannya di

lingkunganpun kurang dihargai. Dalam manga “OTHELLO” tokoh utama Yaya

menjadi cosplayer tiap akhir minggu karena dapat mengurangi kejenuhan dalam

menjalani hidupnya. Yaya menganggap menjadi cosplayer adalah dirinya yang

sebenarnya, sedangkan pada hari biasa adalah dirinya yang sedang berpura-pura.

(20)

menghalangi komunitas ini untuk saling mendukung dan memberi semangat serta

bertukar pikiran tentang permasalahan hidup yang dialami masing-masing

anggota kelompok. Hal inilah yang membuat Yaya merasa nyaman dan merasa

dihargai didalam komunitas ini. Pandangan miring masyarakat mengenai

komunitas cosplay ini juga menjadi permasalahan tersendiri bagi para cosplayer.

Masyarakat melihat komunitas cosplay sebagai komunitas aneh dan beranggapan

bahwa cosplayer adalah kumpulan pemuda yang tidak memiliki tujuan, sengaja

berdandan aneh untuk menutupi kekurangan tubuh, sehingga para cosplayer

sering dilecehkan.

Dengan melihat latar belakang yang sudah ada, maka masalah yang akan

dianalisis dalam penelitian ini adalah:

1. Apakah yang menjadi latar belakang munculnya komunitas cosplay di

Jepang dalam manga “OTHELLO” karya Satomi Ikezawa?.

2. Bagaimanakah kondisi dan masalah sosial kehidupan komunitas cosplay di

Jepang yang digambarkan melalui tokoh utama dalam manga

“OTHELLO” karya Satomi Ikezawa?.

1.3. Ruang Lingkup Pembahasan

Dari permasalahan-permasalahan yang ada maka penulis menganggap

perlu adanya pembatasan ruang lingkup dalam pembahasan. Hal ini dimaksudkan

agar masalah penelitian tidak terlalu luas.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis akan membatasi ruang lingkup

pembahasan pada kondisi dan masalah sosial kehidupan para remaja sebagai

cosplayer di Jepang yang tercermin dalam manga ini, terutama dilihat dari tingkah

(21)

mendeskripsikan hal-hal yang melatar belakangi munculnya fenomena sosial

Cosplay sebagai sebuah komunitas di Jepang berdasarkan manga “OTHELLO”.

1.4. Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori 1.4.1. Tinjauan Pustaka

Koentjaraningrat (1980:193,218) Mengartikan kebudayaan dalam ilmu

antropologi adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia

dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan

belajar yang memiliki tujuh unsur yaitu : Bahasa, sistem pengetahuan, organisasi

sosial, sistem peralatan hidup dan teknologi, sistem mata pencaharian hidup,

sistem religi dan kesenian. Kehidupan masyarakat menurut kutipan diatas

menghasilkan hasil pemikiran berupa karya sastra.

Sastra menurut Wellek dan Warren dalam Melani Budianta (1995:3)

adalah suatu kegiatan kreatif, sebuah cabang ilmu pengetahuan. Sedangkan Jan

van Luxemburg (1992:23,25) menyatakan bahwa sastra dapat di pandang sebagai

suatu gejala sosial, sastra yang di tulis pada suatu kurun waktu tertentu langsung

berkaitan dengan norma-norma dan adat istiadat pada zaman itu. Berarti sastra

dapat diartikan sebagai tulisan yang memiliki arti keindahan yang dapat

mencerminkan gambaran kehidupan sosial yang terjadi pada alur sastra tersebut

dibuat.

Dalam sebuah karya sastra khususnya prosa terdapat unsur-unsur

pembangun, antara lain tema, penokohan, plot, latar dan sebagainya. Tokoh

adalah unsur penting dalam karya sastra karena tokoh menunjukkan sifat dan

sikap yang dideskriptifkan oleh pengarang. Interaksi tokoh sangat menentukan

(22)

Abram dalam Nurgiyantoro (1995:165) tokoh cerita (character), adalah

orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya sastra yang oleh pembaca ditafsirkan

memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan

dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan.

Ilmu yang mempelajari tentang interaksi sosial masyarakat adalah

sosiologi. Sosiologi berasal dari bahasa Latin yaitu Socius yang berarti kawan atau

teman sedangkan Logos berarti ilmu pengetahuan (dalam :

org/wiki/Sosiologi). Menurut Shadily (1993:1) sosiologi itu adalah ilmu yang

mempelajari hidup bersama dalam masyarakat, dan menyelidiki ikatan-ikatan

antara manusia yang menguasai kehidupan.

Antara sosiologi dan sastra saling berkaitan, dimana menurut Ratna

(2002:2) sosiologi sastra adalah pemahaman terhadap totalitas karya yang disertai

dengan aspek-aspek kemasyarakatan yang terkandung di dalamnya. Sedangkan

pendekatan sosiologi sastra menurut Gunoto Saparie

(dalam:

sastra dilihat hubungannya dengan kenyataan, sejauh mana karya sastra itu

mencerminkan kenyataan, kenyataan di sini mengandung arti yang cukup luas

yakni segala sesuatu yang berada di luar karya sastra dan yang diacu oleh karya

sastra. Oleh karena itu, analisis sosiologi sastra memberikan perhatian yang besar

terhadap fungsi-fungsi sastra, karya sastra sebagai cerminan masyarakat tertentu.

Dalam manga “OTHELLO”, pengarang menyajikan suatu karya yang

banyak mengandung nilai-nilai sosiologis yang tergambar jelas dari sikap, sifat

serta ucapan-ucapan para tokohnya sebagai interaksi sosial yang berisi pesan,

(23)

1.4.2. Kerangka Teori

Landasan teori sebagai acuan pendekatan yang digunakan oleh penulis

untuk menganalisis data dalam penelitian ini adalah pendekatan sosiologis, yang

secara spesifik digunakan pendekatan sosiologis sastra dan semiotik.

Sosiologi adalah konsepsi mengenai hubungan timbal balik dan hubungan yang tak terpisahkan antara manusia dan masyarakat. Dimulai dari perkembangan manusia sejak lahir, pada waktu manusia berada dalam dominan kelompok utama (prime group) yang ditandai dengan saling kenal antara warga serta kerja sama yang erat yaitu peleburan individu dengan kelompok (Horton dalam Soerjono 2007:352). Sedangkan pendekatan terhadap

sastra yang mempertimbangkan segi-segi kemasyarakatan itu disebut sosiologi

sastra dengan menggunakan analisis teks untuk mengetahui strukturnya, untuk

kemudian dipergunakan memahami lebih dalam lagi gejala sosial yang di luar

sastra (Damono, 2003:3). Pradopo (1993:34) menyatakan bahwa tujuan studi

sosiologis dalam kesusastraan adalah untuk mendapatkan gambaran utuh

mengenai hubungan antara pengarang, karya sastra, dan masyarakat.

Penelitian karya sastra dengan pendekatan semiotik tidak terlepas dari cara

pembaca dalam menangkap maksud si pengarang, dan menterjemahkan isinya

sebagai suatu pengalaman, pikiran, perasaan, gagasan dan lain-lain. Menurut

Hoed dalam Nurgiyantoro (1998:40) berpendapat bahwa semiotika adalah ilmu

atau metode analisis untuk mengkaji tanda. Tanda adalah sesuatu yang mewakili

sesuatu yang lain yang dapat berupa pengalaman, pikiran, perasaan, gagasan dan

(24)

adalah ilmu tentang tanda-tanda. Ilmu ini menganggap bahwa fenomena sosial /

masyarakat dan kebudayaan itu merupakan tanda-tanda.

Dalam hal ini, penulis menganalisis kondisi sosiologis tokoh cosplayer

dari manga “OTHELLO”, yang kemudian dihubungkan dengan pendekatan

semiotik untuk menjabarkan keadaan serta tanda-tanda yang terdapat dalam

manga ini.

1.5. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.5.1. Tujuan Penelitian

1. Untuk mendeskripsikan hal-hal yang melatarbelakangi munculnya komunitas

cosplay di kalangan remaja Jepang yang digambarkan dalam manga

“OTHELLO” karya Satomi Ikezawa.

2. Untuk mengetahui kondisi kehidupan sosial komunitas cosplayer yang menjadi

tokoh utama dalam manga “OTHELLO” karya Satomi Ikezawa yang dapat

menjadi cerminan fenomena sosial masyarakat Jepang sebenarnya.

1.5.2. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini antara lain:

1. Bagi masyarakat umum diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan

mengenai komunitas cosplay di Jepang dewasa ini.

2. Pada para pelajar bahasa dan kebudayaan Jepang khususnya diharapkan

penelitian ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan mengenai manga

“OTHELLO”, khususnya aspek sosiologis.

3. Dapat menjadi sumber referensi bagai peneliti lain, terutama penelitian dengan

(25)

1.6. Metode Penelitian

Karena penelitian ini membahas dan memaparkan sisi sosiologis para

tokoh utama dalam manga “OTHELLO” maka penelitian dengan metode

deskriptif dalam cakupan penelitian yang bersifat kualitatif dengan pendekatan

sosiologis dirasa sangat tepat untuk menganalisis data-data yang didapat. Menurut

Nazir (2002:54) bahwa metode deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti

status kelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran,

ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Tujuan dari penelitian

deskriptif ini adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara

sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan

antarfenomena yang diselidiki.

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah manga yang berjudul

“OTHELLO” karya Satomi Ikezawa jilid 1-7 yang diterbitkan oleh PT. Elex

Media Komputindo, Jakarta pada tahun 2007 setelah diterjemahkan kedalam

bahasa Indonesia. Manga “OTHELLO” pertama kali diterbitkan oleh

KODANSHA Ltd.- Tokyo pada tahun 2002.

Teknik pengumpulan data menggunakan metode studi pustaka (library

research) yaitu untuk mendukung teori, peneliti akan mengumpulkan informasi

sebanyak-banyaknya dari kepustakaan yang berhubungan dengan masalah

penelitian. Sumber-sumber kepustakaan diperoleh dari; buku, jurnal, majalah,

hasil-hasil penelitian (skripsi), dan sumber-sumber lainnya yang sesuai (internet).

Keseluruhan upaya tersebut, dikatakan sebagai upaya Studi Kepustakaan untuk

(26)

Langkah-langkah yang dilakukan didalam penelitian ini adalah:

1) Membaca manga “OTHELLO” jilid 1-7 karya Satomi Ikezawa.

2) Mencari, mengumpulkan dan menganalisis aspek-aspek sosiologis yang

terdapat dalam manga “OTHELLO”.

3) Mengumpulkan data yang dapat dijadikan sumber dan tetap terkait dengan

objek penelitian.

(27)

BAB II

“OTHELLO” SEBAGAI SEBUAH MANGA DAN COSPLAY

2.1. MANGA DI JEPANG

Komik menurut Marcel Bonnet dalam Angkat (2004) adalah cerita

bergambar (cergam) yang terdiri dari teks atau narasi yang berfungsi sebagai

penjelasan dialog dan alur cerita. Komik merupakan salah satu produk akhir dari

hasrat manusia untuk menceritakan pengalamannya, yang dituangkan dalam

gambar dan tanda, mengarah pada suatu pemikiran dan perenungan.

Komik jika diterjemahkan kedalam bahasa Jepang adalah manga (漫画)

(baca: man-ga, atau ma-ng-ga). Di Jepang sendiri manga merujuk pada semua

jenis komik, namun di luar Jepang manga lebih di khususkan pada komik buatan

Jepang. Sehingga ada perbedaan mendasar antara sebutan manga dan komik,

dimana manga lebih difokuskan pada komik-komik Jepang (kadang juga

termasuk Asia) sedangkan komik lebih kepada komik-komik buatan Eropa/Barat.

Mangaka sendiri adalah istilah untuk orang yang menggambar manga.

Takeshi Ishizawa dalam “Kedalaman Dunia manga Jepang”

(www.google.com, 2006), mengatakan bahwa komik atau manga, telah menjadi

hiburan bagi orang Jepang selama berabad-abad. Komik Jepang paling tua dan

terkenal pertamakali ditemukan di gudang Shooshooin di Nara yang

memperlihatkan berbagai macam ekspresi wajah manusia dengan mata keluar dan

melotot dalam bentuk Fusakumen. Karya lain yang juga terdapat dalam

Shooshooin yaitu karikatur yang disebut daidaron, menggambarkan mata yang

(28)

yang terdapat pada langit-langit kondoo (gedung utama) kuil Budha Horyuuji

pada abad ke-8. Dalam gambar komik-komik ini terdapat unsur-unsur religius dan

nilai-nilai tradisi. Sedangkan di gedung Phoenix kuil Byoodoin, tercatat arsitektur

masa Heian (794-1185) yang pada saat itu ditemukan sejumlah karikatur

pengadilan rendah.

Di zaman Heian, terdapat gambar komik yang disebut Oko-e yang populer

sebagai hobi di kalangan penguasa. Kemudian di akhir zaman Heian juga terdapat

gulungan surat bergambar Choju Jinbutsu Giga karya biksu Toba Soojoo,

menggambarkan binatang yang bersikap seperti manusia dengan garis artisnya

yang sederhana dan bentuknya yang dilebih-lebihkan, seperti ekspresi artistik dari

komik umumnya pada masa kini. Gulungan surat bergambar ini berupa sindiran

yang ditujukan bagi bangsawan dan biksu yang tamak dan haus akan kedudukan

dalam politik.

Pada pertengahan abad ke-12, terdapat gulungan surat bergambar yang

terkenal yang disebut Shigisan Engi Emaki, menggambarkan gerakan yang

dinamis. Dalam gambar tersebut terdapat sebuah adegan pendeta Budha Myoren

membuat sebuah panci ajaib terbang ke udara dan membawa gudang beras orang

kaya ke puncak gunung. Sedangkan pada adegan lainnya, karung-karung beras

terbang keluar dari gudang. Kemudian Bandainagon Ekotoba (akhir tahun

1100-an) memperlihatkan gerbang utama dari sebuah kuil terkenal yang sedang terbakar

dengan ekspresi wajah dari sekitar seratus orang yang dikejutkan oleh api atau

orang-orang yang melarikan diri, hal ini membuat adegan ini menjadi hidup dan

membuat kita merasa ada diantara mereka. Kedua gambar ini termasuk ke dalam

(29)

Sejarah komik Jepang seutuhnya berawal dari zaman Edo, ketika istilah

komik (manga dalam bahasa Jepang) pertama kali digunakan oleh pelukis Ukiyo-e

(grafis pahatan kayu) yang terkenal yaitu Hokusai Katsushika. Ia memproduksi

sebuah serial buku bergambar yang diterbitkan dalam 15 jilid antara tahun 1814

dan 1878. Manga ini berisi lebih dari 4000 ilustrasi. Cara Hokusai

menggambarkan gerakan otot benar-benar terlihat alami dan nyata, seperti dalam

komik Suzume Odori-zu.

Pada zaman Showa (1926-1989) yang dikenal juga dengan abad manga

anak-anak, dimana saat manga ini mulai berkembang pesat. Pada waktu itu

tahun1989 dan dalam selang waktu satu tahun telah diterbitkan sekitar 500 juta

manga, 500 juta manga bulanan, dan 700 juta manga mingguan. Dari prestasi

yang dicapai ini Jepang bisa disebut sebagai “Kerajaan Manga”, yang mulai

bangkit dalam situasi setelah melewati masa perang lewat manga anak-anak.

Sebelum dan selama Perang Dunia ke-II, para seniman lokal menggunakan

The Japan Punch sebagai media penerbitan yang juga merupakan majalah komik

dengan cerita humor yang dikelola oleh orang-orang Inggris yang tinggal di

Jepang, meskipun awalnya The Japan Punch muncul sebagai satiris politik, yang

pada saat itu diawasi dengan ketat oleh pemerintah Jepang.

Berkembangnya teknologi produksi manga pada pasca Perang Dunia ke-II

tidak terlepas dari peran serta komikus berbakat Osamu Tezuka (1928-1989).

Tezuka mengubah wajah komik Jepang paska perang dunia ke-II secara radikal. Ia

menggunakan gaya narasi yang unik dengan komposisi cerita menyerupai novel

yang disebut dengan komik naratif atau story manga dengan alur cerita yang naik

(30)

Komik naratif mengambil tehnik-tehnik seperti pada pembuatan film,

dengan pengambilan gambar yang dinamis dengan penggalan-penggalan gambar

yang tidak beraturan, yang sengaja didesain untuk menggambarkan urutan

gerakan dan membangun ketegangan.

Majalah-majalah manga di Jepang biasanaya terdiri dari beberapa judul

komik yang masing-masing mengisi sekitar 30-40 halaman majalah itu (satu bab).

Majalah-majalah tersebut sendiri biasanya mempunyai tebal berkisar antara 200

hingga 850 halaman. Jika sukses, sebuah judul manga bisa terbit hingga

bertahun-tahun.

Setelah beberapa lama, cerita-cerita dari majalah itu akan dikumpulkan

dan dicetak dalam bentuk buku berukuran biasa, yang disebut tankoban (atau

kadang dikenal sebagai istilah volume). Manga dalam bentuk ini biasanya dicetak

di atas kertas berkualitas tinggi dan berguna buat orang-orang yang tidak mau atau

malas membeli majalah-majalah manga yang terbit mingguan yang memiliki

beragam campuran cerita/judul.

Majalah manga dicetak massal dan dijual diberbagai tempat dengan harga

murah. Setiap edisi yang terbit, memuat sekitar 12 atau lebih judul manga serial.

Meskipun menerbitkan buku manga jauh lebih menguntungkan daripada

menerbitkan majalah manga, namun majalah manga tetap dipertahankan untuk

memperkenalkan karya mangaka baru dan sebagai media seleksi komik-komik

yang layak dibukukan, atau bisa dikatakan majalah manga merupakan media

untuk memulai debut bagi para mangaka yang baru terjun kedunia industri manga.

Untuk penjualan, majalah manga mencapai angka yang cukup besar,

(31)

Sementara Shounen Jump yang dijual dengan harga 200 yen dengan ketebalan

buku terdiri atas 300 sampai 400 halaman, terjual sekitar lima sampai enam juta

eksemplar setiap kali terbit.

Pada tahun 1992, penjualan majalah manga mencapai 540 milyar yen atau

sekitar 23% dari penjualan buku di Jepang.

Manga mempunyai posisi yang sangat tinggi dalam industri penerbitan di

Jepang, karena hampir 25% hasil penjualan buku merupakan manga dengan

angka penjualan setiap tahunnya terus meningkat, belum termasuk penjualan

komik Jepang di luar negri yang juga sangat laris dipasaran.

Persaingan antara komikus (mangaka) senior dan junior cukup ketat,

karena banyak mangaka yang terjun dalam bisnis ini, tetapi hanya beberapa

mangaka yang bisa bertahan dan berhasil mendobrak angka penjualan fantastis

yang belum pernah dicapai oleh mangaka lain seperti Dragon Ball, Detektif

Conan, Doraemon, Sailor Moon, Great Teacher Onizuka, Samurai X dan lain-lain.

2.2. SETTING MANGA “OTHELLO”

Abrams dan Nurgiyantoro (1995:216) mengatakan bahwa latar atau setting

yang disebut juga landasan tumpu, menyaran pada pengertian tempat, hubungan

waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang

diceritakan.

Nurgiyantoro (1995:227) mengungkapkan bahwa unsur latar dapat

dibedakan kedalam tiga unsur pokok yaitu tempat, waktu dan sosial. Ketiga unsur

itu walau masing-masing menawarkan permasalahan yang berbeda dan dapat

dibicarakan sendiri, pada kenyataannya salaing berkaitan dan saling

(32)

2.2.1. Latar Waktu

Latar waktu berhubungan dengan masalah “kapan” terjadinya

peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Masalah “kapan”

tersebut biasanya dihubungkan dengan waktu yang faktual. Latar waktu juga

harus dikaitkan dengan latar tempat dan latar sosial sebab pada kenyataannya

memang saling berkaitan. Latar waktu dalam manga ini dapat dilihat dari awal

cerita yang dimulai dengan narasi “tahun baru 2000”. Selain itu jilid pertama

manga “OTTHELLO” pertama kali diterbitkan di Jepang pada tahun 2001 hingga

Jilid ke tujuh pada tahun 2004. Sehingga kita dapat melihat cerminan komunitas

cosplayer di Jepang pada era tersebut.

2.2.2. Latar Tempat

Latar tempat mengindikasikan terjadinya peristiwa yang diceritakan

dalam sebuah karya fiksi. Unsur tempat yang dipergunakan mungkin berupa

tempat-tempat dengan nama tertentu, inisial tertentu, mungkin lokasi tertentu

tanpa nama yang jelas. Penggunaan latar tempat dengan nama-nama tertentu

haruslah mencerminkan, atau tidak bertentangan dengan sifat dan keaadaan

geografis tempat yang bersangkutan. Deskripsi tempat secara teliti dan realistis ini

penting untuk mengesani pembaca seolah-olah hal yang diceritakan itu

sungguh-sungguh ada terjadi yaitu di tempat dan waktu seperti yang diceritakan itu. Latar

tempat pada manga “OTHELLO” adalah distrik Harajuku di kota Tokyo. Tempat

para cosplayer sebenarnya sering berkumpul di Jepang adalah di Jingu-Bashi

(33)

2.2.3. Latar Sosial

Latar sosial adalah hal-hal yang berhubungan dengan perilaku

kehidupan sosial masyarakat disusatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi.

Tata cara kehidupan sosial masyarakat mencakup berbagai masalah dalam lingkup

yang cukup kompleks, dapat berupa kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi,

keyakinan, pandangan hidup, cara berfikir dan bersikap dan lain-lain. Disamping

itu, latar sosial juga berhubungan dengan status sosial tokoh yang bersangkutan,

misalnya rendah, menengah atau atas. Di dalam manga “OTHELLO” tercermin

jelas adanya diskriminasi oleh masyarakat umum dalam memandang suatu

komunitas. Latar sosial tokoh utama Yaya sendiri adalah seorang siswi SMU biasa

yang hanya tinggal berdua dengan ayahnya dalam keadaan ekonomi yang

berkecukupan.

2.3. BIOGRAFI PENGARANG MANGA “OTHELLO”

Biografi pengarang adalah salah satu unsur ekstrinsik dalam suatu karya

sastra. Pengarang merupakan unsur ekstrinsik yang paling berpengaruh akan

bangun cerita dari sebuah karya fiksi. Walaupun unsur ekstrinsik bukan

merupakan unsur yang membangun cerita dari dalam karya sastra itu sendiri tetapi

keberadaan unsur ekstrinsik dalam hal ini pengarang secara tidak langsung dapat

mempengaruhi hasil dari karya sastra fiksi tersebut.

Pengarang manga “OTHELLO” adalah Satomi Ikezawa (池沢 理美 –

ikezawa satomi). Pada website pribadiny

dijelaskan Satomi Ikezawa adalah seorang wanita bergolongan darah A yang lahir

di kota Tokyo – Jepang pada tanggal 18 Maret 1962. Keluarganya sendiri hanya

(34)

Satomi adalah sosok wanita yang tidak terlalu mementingkan penampilan. Dia

menyukai sesuatu yang bersifat kasual seperti mengenakan kaus dan celana denim,

tetapi Satomi sangat menyukai aksesoris yang berwarna keemasan. Untuk aliran

bermusik sendiri satomi beranggapan “No music, no life!” dan ia sendiri sangat

menyukai aliran musik rock barat di era 70-an.

Satomi juga menuangkan dalam website pribadinya bahwa ia memiliki

pola pikir apabila ia memiliki suatu hal yang membebani pikiran, maka ia akan

mencari tahu hal tersebut dan segera mencari solusinya. Kegemaran dari wanita

ini sendiri adalah makan, minum, jalan-jalan, liburan, bermain dengan komputer

pribadi, melakukan diet, melihat-lihat pemandangan dan nonton drama.

Jika diminta berkomentar tentang pekerjaannya sebagai seorang komikus,

Satomi berpendapat dalam website pribadinya bahwa walaupun ia menyukainya

tetapi terkadang ia akan merasa capek dan bosan. Tetapi rasa ingin mewujudkan

suatu karya masih saja ada. Satomi mengaku kurang memiliki daya konsentrasi

dalam menuangkan karyanya. Meskipun dalam menyelesaikan sebuah manga

lebih banyak peran dari mesin dan pihak lain, tetap saja memerlukan waktu dalam

prosesnya. Satomi memiliki impian suatu saat nanti ingin dapat hidup senang

kedepannya tanpa terlalu menyibukkan diri dengan pekerjaannya.

Debut awal Satomi dimulai pada tahun 1984. Satomi berhasil

memenangkan penghargaan dalam festival komik pendatang terbaru dengan tema

persahabatan untuk karyanya yang dimuat dalam surat kabar “juliet” pada

september 1984 yang berjudul ガラスの波にささやいて. Karyanya yang lain

adalah

(35)

Much,

Manga award yang ke-24 pada tahun 2000 untuk kategori manga bergenre wanita

yang berjudul Guru-guru Pon-chan.

2.4. COSPLAY

2.4.1. Pengertian Cosplay

Istilah “cosplay” dalam majalah Animoster volume 61 (2004:27) adalah

singkatan dari Costume Play yang merupakan kata serapan dari bahasa Inggris

yang bila diartikan perkata berarti “bermain kostum”, dalam lafal orang Jepang

diucapkan kosupure (コスプレ). Dinegara barat sendiri sudah lama ada kegiatan

yang sama dengan cosplay yaitu masquerade, yang sering dilakukan pada pesta

kostum, karnaval atau malam Hallowen. Di Jepang sendiri cosplay berlaku untuk

karakter apa saja, namun bagi pecintanya diluar Jepang mengkhususkan istilah

cosplay untuk berkostum seperti karakter-karakter anime, manga, game, tokusatsu

dan artis yang berasal dari Jepang. Untuk membedakan cosplay dan masquarede,

dalam ber-cosplay selain memakai kostum, tingkah laku dan tindakan si

pemakainya juga harus sesuai dengan karakter yang ditampilkan. Misalnya

mengucapkan kata-kata khas, gaya bicara dan gerakan yang sering dilakukan si

karakter.

Pelaku cosplay sendiri disebut dengan cosplayer. Namun para cosplayer

Jepang menyebut diri mereka sebagai reyaazu (レヤーズ) yaitu pelafalan Jepang

untuk menyebut Layers. Layers adalah potongan dari kata cosplayers. Biasanya

(36)

karakter yang dipakainya. Misalnya bila seorang cosplayer yang kesehariannya

adalah anak yang ceria, maka bila dia sedang ber-cosplay menjadi tokoh

orochimaru (tokoh antagonis dari anime Naruto) yang memiliki karakter serius,

pendiam, dan kejam. Cosplayer tersebut juga akan melakukan hal yang sama

dengan karakter tersebut selama memakai kostum tersebut.

Cosplay dianggap sebagai kegiatan yang menyenangkan dan dapat

memeriahkan suatu event yang berhubungan dengan anime. Disamping itu

cosplay menjadi ajang bagi cosplayer untuk menunjukkan kebolehan baik dalam

mendesain kostum maupun berperan menjadi karakter yang dimainkan. Bagi

seorang cosplayer yang beridealis tinggi biasanya kostum haruslah buatan sendiri,

bukan hasil pinjaman atau pembelian. Selain itu kostum biasanya hanya dipakai

sekali saja. Bagi mereka, ber-cosplay dengan kostum hasil pinjaman atau

pembeliaan adalah tindakan curang.

2.4.2. Jenis-Jenis Cosplay di Jepang

Azani (2008) mengkategorikan cosplay sebagai salah satu bagian dari

subkultur Harajuku style. Jenis-jenis cosplay sebenarnya secara khas tidak ada,

namun jenis-jenis cosplay banyak meniru dan terinspirasi tokoh-tokoh yang

terdapat dalam : manga, anime, game, tokusatsu, original, artis, visual-kei dan

lolita.

Meniru karakter tokoh yang terinspirasi dari salah satu manga dapat

disebut cosplay. Biasanya manga-ka (penulis manga) sengaja memunculkan tokoh

yang memiliki ciri khusus sesuai dengan tema cerita. Bagi para pecinta manga

yang ingin membuat tokoh kesukaaannya menjadi nyata sering sekali berdandan

(37)

yang berkarakter dari manga adalah Death Note, Detektif Conan, GeGeGe no

Kintaro dan lainnya.

Anime (ア ニ メ) adalah

melalui gambar-gambar berwarna-warni yang menampilkan tokoh-tokoh dalam

berbagai macam lokasi dan cerita, yang ditujukan pada beragam jenis penonton.

Anime dipengaruhi gaya gambar

. Akibat hal ini terdapat sedikit kesulitan

dalam mengkategorikan apakah seseorang tersebut bercosplay dari manga atau

anime. Contohnya adalah seperti Naruto, Bleach dan One Piece. Masing-masing

contoh diatas memiliki serial versi manga dan animenya. Kecintaan para pecinta

anime terhadap tokoh-tokoh anime membuatnya ingin bercosplay sebagai tokoh

tersebut, kemiripan terhadap si tokoh semakin mudah ditiru karena karakternya

yang bergerak dan berwarna sehingga menghasilkan sosok tokoh yang lebih

detail bila di aplikasikan kedalam kostum.

Video Game dan kostum sendiri adalah hal yang tidak terpisahkan bagi

para pencinta karakter video game yang benar-benar menunjukan keseriusan dan

dalam mengekpresikan idola mereka dalam video game dengan memakai kostum

yang unik dan detail dengan karakter aslinya. Tokoh karakter game misalnya

Squall Leonhart, Tiffany Lockheard, Cloud Strife, Solid Snake, Mario, Aya Brea

dan lainnya.

Istilah tokusatsu (特撮) (dalam:

adalah istilah dalam bahasa Jepang untuk efek spesial dan seringkali digunakan

(38)

"tokusatsu" merupakan kependekan dari istilah tokushu satsuei (特 殊 撮 影),

sebuah istilah bahasa Jepang yang bisa diterjemahkan sebagai "special

photography" yang berarti menggunakan trik kamera untuk karya fotografi.

Biasanya, dalam sebuah film atau pertunjukan, orang yang bertanggung jawab

untuk urusan spesial efek seringkali dipanggil dengan julukan tokushu gijutsu (

殊技術), yang berarti "special techniques" (Istilah ini dulu digunakan untuk

menyebut "special effects"), atau tokusatsu kantoku (特撮監督). Ada

macam-macam jenis tokusatsu di jepang, dari semua itu tokusatsu dibagi menjadi

beberapa jenis yg terdiri dr:

• Kamen Rider series, contoh: Kamen Rider, Kamen Rider Black, Kamen

Rider Den-O.

• Super Sentai series, contoh: Google V, Zyuranger, Dekaranger,

Gekiranger

• Ultraman series, contoh: Ultraman, Ultraman Tiga, Ultraman Nexus, Ultra

Seven X .

• kaiju series, contoh: Godzilla, Gamera.

• Metal Heroes series, contoh: Gavan, Spielvan, Jiraiya

• Seishin series, contoh: Chouseishin Gransazer, Genseishin Justirisers.

• Other heroes series, contoh: Garo, Lionmaru.

Selain itu ada istilah cosplay original. Cosplayer yang mengambil tema

original memiliki tantangan tersendiri, karena harus memikirkan dan

(39)

diperankan tokohnya. Tokoh yang dibuat benar-benar tidak boleh ada di dalam

tokoh anime, manga, game dan lainnya. Tokoh tersebut haruslah tokoh baru dan

hasil pemikiran sendiri.

Dampak kecintaan beberapa masyarakat Jepang terhadap artis idolanya

kadang membuat dirinya ingin menjadi mirip atau ingin serupa dengan artis

tersebut. Dengan memanfaatkan ketenaran dan ciri khas artis tersebut membuat

masyarakat awam gampang mengenali karakter siapa yang sedang ditirunya

dalam melakukan cosplay, misalnya penyanyi POP Namie Amuro yang dianggap

sebagai orang yang mempopulerkan Ganguro (dandanan wanita jepang yang

sengaja menghitamkan diri dan berdandan ngentrik).

Berbicara mengenai Visual Kei (ヴィジュアル系, baca: bijuaru kei)

dalam majalah Animonster volume 68 (2004:38) adalah suatu fenomena sendiri

yang mewabah pada dunia J-Rock. Banyaknya band indie di Jepang membuat

setiap band mencari ciri khas sendiri agar dapat mudah diinggat oleh penontonnya.

Pada masa inilah J-Rockers mengadaptasi berbagai style salah satunya Visual Kei.

Visual kei bukanlah aliran genderless yang mengesankan dandanan para pria yang

berubah menjadi sosok yang cantik. Semakin ekstrim, semakin berkarakter akan

semakin mencerminkan image band itu sendiri.

Visual Kei merupakan penggabungan dari kata Visual (bahasa Inggris)

yang berarti “pandangan” dan Kei (bahasa Jepang) yang berarti “gaya”. Jika

komunitas punk berasal dari London, maka visual kei berasal dari Jepang. Istilah

Visual Kei benar-benar ada ketika”X-Japan” mempopulerkannya secara

(40)

digandrungi di Jepang. Visual Kei bangkit lagi namun orientasinya lebih ke arah

penampilan band cadas.

Bicara mengenai style, pada umumnya band visual kei memadukan

gaya-gaya yang fetish, Gothic, Cyber, hingga Glam. Para J-Rocker biasanya

tampil dengan make-up tebal dan serba pucat, tatanan rambut yang memadukan

unsur ‘liar’ dan dramatis, kolaborasi warna, dan tampil dengan kostum-kostum

yang merefleksikan abad ke-17. Kini Visual kei tidak lagi dianggap sebagi sekedar

style, penyuka aliran Visual Kei semakin sering berdandan di keseharian seperti

ini. Berkumpul dan melakukan berbagai aktivitas bersama seperti kumpul di

taman, berfoto, membahas hobi masing-masing dan sebagainya.

Pengamat barat seringkali kebingungan dalam membedakan Visual Kei

Band dengan Band Gothic karena kadang-kadang penampilannya yang mirip

dalam berdandan dan berpakaian, tetapi sebagian gothic Jepang tidak bisa

memasukkan visual Kei menjadi Gothic, dan disana ada persilangan budaya kecil

antara Visual Kei Jepang dan Gothic Jepang diluar model gothic lolita, yang mana

dipengaruhi oleh sub-budaya gothic.

Yang terakhir adalah lolita, Kata “Lolita” dijelaskan dalam majalah

Animoster volume 94 (2007:70) awalnya berasal dari judul novel karya Vladirmir

Nabokov tahun 1955. Walau gaya Lolita ini populer dikalangan remaja, para

pengusung style ini tidak memiliki kesan mesum seperti yang dikira kebanyakan

orang. Para pecinta Lolita menerjemahkan kata ini sebagai seorang anak atau baby

dolls yang memiliki kesan lucu, imut, cantik dan elegan. Di Jepang gaya

(41)

terekspos media. Gaya ini baru populer sekitar tahun 1990-an hingga awal tahun

2000. Setelah Mana gitaris band Malize Mizer mempopulerkan style ini.

Sedikit sulit membedakan lolita sebagai jenis cosplay atau aliran

Fashion. Hal ini dikarenakan banyaknya peminat lolita yang membuat pakaian

bergaya imut ini menjadi gaya berpakaian sehari-hari. Begitu pula para penulis

manga dan pembuat game yang terinspirasi dan membuat tokoh-tokoh manga dan

game-nya bergaya lolita dan ditiru oleh para cosplayer. Sejumlah karakter anime /

manga banyak tampil dalam penampilan lolita seperti Paradise kiss, Rozen

Maiden, Chobit xxxHOLIC, Pitaten, Death note, Cardcaptor Sakura, NANA dan

lainnya.

Dasarnya lolita style diadaptasi dari pakaian anak-anak bergaya

victorian dan edwardian dipadu dengan style baju periode Rococo. Boneka

victorian juga menjadi sumber inspirasi bagi style ini. Sudah menjadi kegemaran

anak muda Jepang yang funky, senang mencampur adukkan berbagai style.

Termasuk memadukannya dengan unsur Gothic Eropa, punk, hingga seragam

pelayan prancis (maid). Setelah menjadi populer, Lolita ini kemudian terbagi-bagi

dalam subgenre, yaitu :

Gothic Lolita / Gosuloli

Sweet Lolita / Amaloli Classic Lolita

Punk Lolita / Punkloli

Wa Lolita / Waloli Qi lolita / Qiloli

(42)

Para penggila Fashion lolita di Jepang sebenarnya tidak terpengaruh

aliran musik apapun. Mereka menyukai musik yang sama seperti orang pada

umumnya, seperti mendengarkan J-Pop ataupun lagu-lagu visual kei. Akibat

banyaknya peminat Lolita banyak orang melihat peluang usaha dan membuka

butik dengan brand khusus yang hanya menjual pakaian bergaya lolita misalnya

toko Kabushiki Kaisha Baby The stars shine Bright (BTSSB), Moi-Meme-Moitie,

Closet Child, Temps de Fille dan lainnya yang banyak menyebar di sepanjang

Harajuku dan Shibuya.

2.4.3. Cosplay sebagai gejala Sosial di Jepang

Sekitar tahun 1985, hobi cosplay semakin meluas di Jepang karena

cosplay telah menjadi sesuatu hal yang mudah dilakukan. Pada waktu itu

kebetulan tokoh Kapten Tsubasa sedang populer, dan hanya dengan kaus T-shirt

pemain bola Kapten Tsubasa, orang sudah bisa "ber-cosplay". Kegiatan cosplay

dikabarkan mulai menjadi “kegiatan berkelompok” sejak tahun 1986. Sejak itu

pula mulai bermunculan fotografer amatir (disebut kamera-kozō) yang senang

memotret kegiatan cosplay.

Pada awalnya cosplay berkembang di Jepang dan bersifat hanya sebuah

kegemaran, dimana para cosplayer memamerkan kostum yang mereka pakai, dan

saling mengambil gambar. kemudian hal ini berkembang menjadi salah satu

kegiatan para otaku. Otaku adalah sebutan bagi penggemar berat

Jepang seperti

satu tempat berkumpulnya para cosplayer yang terkenal adalah jembatan

Harajuku (Jingu-bashi) dan taman Ueno. Biasanya pada akhir pekan cosplayer

(43)

Kameko (singkatan dari Kamera kozo) dan siap memfoto para cosplayer lain.

Sekitar tahun 1998 distrik Akihabara dikenal sebagai pusat toko elektronik, anime,

manga, dan game yang murah. Juga mulai bermunculan cosplay cafe serta maid

cafe yang pelayannya ber-cosplay mengenakan kostum anime hingga kostum

lolita atau maid.

2.4.4. Cosplay dalam Manga “OTHELLO”

Tokoh utama Yaya sangat mengidolakan band JULIET terutama Shohei

gitarisnya yang merupakan band yang beraliran Visual Kei. Kecintaannya pada

hal ini membuat Yaya menjadikan aliran Visual kei sebagai inspirasinya dalam

desain kostum dan berdandan dalam bercosplay. Ragam desain kostum-kostum

Yaya selalu berubah setiap minggunya, selain berdandan dengan Visual Kei

kadang Yaya juga meragamkan tampilan cosplaynya dengan berdandan dengan

Gothic Lolita (Go-Loli). Pada dasarnya dandanan cosplay yang disukai Yaya

adalah dandanan serba gelap dan terkesan misterius. Tidak jarang Yaya

digambarkan sedang melakukan cross-dressing dalam bercosplay. Cross-dressing

adalah kegiatan cosplayer yang berdandan sesuai dengan dandanan lawan

jenisnya. Disini dimaksudkan Yaya berdandan dan berpakaian seolah-olah

menjadi laki-laki.

Setiap akhir pekannya dalam manga “OTHELLO” ini dijelaskan bahwa

para cosplayer bertemu di distrik Harajuku di Tokyo tepatnya di Jingu-Bashi.

Pertemuan para cosplayer sepertinya tidak direncanakan dan hanya terjadi sesuai

kebiasaan saja. Apabila ingin melakukan cosplay biasanya para cosplayer

berangkat ke Harajuku dengan dandanan umumnya. Sebagai contoh saat Seri dan

(44)

kostumnya di Jingu-Bashi, Yaya terlebih dahulu berganti pakaian di toilet stasiun

kereta Harajuku. Jadi Yaya tidak langsung mengenakan kostum dari rumah.

Pola interaksi di dalam komunitas ini berlangsung biasa seperti komunitas

lain pada umumnya. Tema pembicaraan biasanya seputar permasalahan yang

dialamai dirumah atau disekolah, memberikan masukan berupa solusi dan

semangat bagi para cosplayer lain yang memiliki masalah, mengenai artis idola,

dan seputar cosplay. Salah satu hal yang spesial dalam komunitas ini adalah

masing-masing anggota sama sekali tidak dituntut menjelaskan idenditas mereka

yang sebenarnya. Seorang cosplayer dapat memilih satu nama baru yang nantinya

akan menjadi nama panggilannya di dalam komunitas ini. Seperti Yaya yang

memilih nama “Mimi” sebagai namanya dalam bercosplay.

Komunitas cosplay di manga “OTHELLO” ini pun dijelaskan menjadi solid

karena sisi minoritas mereka ditengah-tengah masyarakat umum yang sering

meremehkan keberadaan komunitas ini, dan banyaknya kesamaan latar belakang

(45)

BAB III

ANALISIS TOKOH COSPLAYER DALAM MANGA “OTHELLO” KARYA SATOMI IKEZAWA DITINJAU DARI ASPEK SOSIOLOGIS

3.1. Sinopsis Cerita

Seorang anak yang hanya tinggal berdua dengan ayahnya karena sudah

lama ditinggal mati oleh sang ibu, membuat Yaya menjadi sosok yang pendiam,

kikuk, pemalu dimata lingkungannya. Pergaulannya sangat dibatasi karena

ketakutan sang ayah akan pola tingkah laku muda-mudi masa kini dan tanggung

jawabnya sebagai seorang orangtua tunggal. Akibat sifatnya yang dirasa tidak

menarik dimata teman-temannya, Yaya memiliki kesulitan dalam berteman

disekolah. Hanya Seri dan moe yang mau berpura-pura menganggap Yaya sebagai

teman, tetapi hal ini hanya untuk mengambil keuntungan dari Yaya yang mau

diperbudak dan dimanfaatkan.

Akibat semua hal diterimanya, Yaya tanpa sadar membentuk kepribadian

baru dalam dirinya, bila sedang dalam puncak kebencian akan dirinya yang lemah

dan tanpa sengaja Yaya bercermin maka akan datang sosok kepribadian baru

dalam dirinya yaitu Nana. Sosok Nana adalah semua sifat kebalikan dari Yaya.

Bila sosok Nana sudah mengambil alih pikiran Yaya, maka sifatnya akan menjadi

(46)

Selain itu untuk keluar dari dunia yang dibencinya itu, Yaya mencoba

masuk kedunia baru yaitu komunitas Cosplay. Komunitas ini sama sekali tidak

membahas latar belakang dan idenditas seseorang, semua anggota bersembunyi

dibalik kostum dan mencoba menjadi sosok lain diluar keseharian mereka. Hal ini

membuat Yaya merasa nyaman dan diterima apa adanya di dalam komunitas ini.

Mimi adalah nama samaran Yaya pada komunitas ini. Sosok Mimi semakin

meningkat pamornya apabila Nana mengambil alih tubuh Yaya, karena Nana

memiliki kemampuan akrobat dan akan membela mati-matian apabila ada yang

menjelek-jelekan komunitas Cosplay. Setiap akhir minggu kehadiran Mimi sangat

ditunggu untuk melihat aksi dan kostumnya oleh para cosplayer lain dan para

photograper.

Satu-satunya orang yang disukai dan peduli terhadap Yaya disekolah

adalah Moriyama. Mereka memiliki banyak kesamaan dalam hal bermusik,

Moriyama sering meminta pendapat Yaya pada lagu-lagu ciptaannya. Moriyama

sebagai vokalis band BLACK DOG sering mengundang Yaya untuk datang

melihat latihan dan konser bandnya. Pada waktu ingin menonton konser BLACK

DOG Moriyama belum menyadari kepribadian Nana dalam diri Yaya sewaktu

Nana tiba-tiba mencium Moriyama ketika Moriyama sedang bernyanyi pada

konser BLACK DOG. Dilain hari, Moriyama kembali mengajak Yaya untuk

datang melihat latihan bandnya sekaligus mengajak Yaya untuk menjadi staff

bandnya. Setelah Moriyama menyadari bahwa Yaya dan Nana adalah orang yang

sama dan merupakan sosok kepribadian lain dari wanita yang disukainya, hal ini

tidak merubah perasaanya. Sosok Nana yang spontan sering membantu band

(47)

yang menggantikannya bernyanyi. Sewaktu Nana sedang bernyanyi Syohei

seorang mantan vokalis band JULIET yang sudah bubar dan merupakan band

kesukaan Yaya mencoba mencari penyanyi baru untuk diproduseri. Syohei tidak

menyadari bahwa Yaya dan Nana adalah orang yang sama. Syohei sudah

memutuskan bahwa orang yang akan diproduserinya adalah sosok Nana didalam

tubuh Yaya. Yaya yang tidak menyadari apa yang terjadi selalu menolak tawaran

Syohei, dan Syohei pun melakukan segala cara agar Yaya mau menerima

tawarannya.

Disekolah, penindasan terhadap Yaya tidak juga berhenti oleh Seri.

Misalnya saja mengarang cerita yang aneh tentang Yaya, sengaja memberi tahu

jadwal tamasya kelas yang salah, menyuruhnya untuk membuat bekal bagi

mereka, mendorong Yaya ke kolam ikan, menghina cara berpakaiannya,

menyebarkan keteman-teman sekolah tentang sosok Yaya yang melakukan

Cosplay. Penderitaan Yaya semakin bertambah ketika Megumi Hano pindah

kesekolahnya. Tujuan utama Hano adalah untuk mendekati Moriyama, namun

tujuannya bertambah ketika menyadari bahwa nana juga ada disekolah itu. Hano

memiliki dendam pribadi terhadap sosok Nana karena cemburu melihat

kedakatannya pada saat berciuman dengan Moriyama di konser BLACK DOG

yang lalu. Awalnya Hano juga tidak menyadari bahwa Yaya dan Nana adalah

orang yang sama. Walaupun dimulut Hano berkata bahwa Yaya adalah teman

baiknya, pada kenyataan Yaya hanyalah diperbudak dan dibodohi demi

kepentingan Hano. Hano yang memiliki pekerjaan sampingan terselubung sebagai

germo ini, juga menjebak Yaya dan temannya yang lain dengan modus akan

(48)

akan dijual kepada pria hidung belang. Tetapi tanpa disadari Yaya, sosok Nana

dalam dirinya sudah sering melakukan pembalasan dendam yang setimpal dan

berbalik mengerjai Sena dan Hano. Akibatnya kemarahan Hano semakin

meningkat, Yaya yang lemah dipaksa menggunakan kostum Cosplaynya di

sekolah dan menunjukkan jati diri yang sebenarnya sebagai seorang Cosplayer

yang masih dianggap aneh oleh teman-teman disekolahnya. Namun kemunculan

sosok Nana dengan tiba-tiba membuat Yaya yang mengenakan kostum terlihat

menjadi keren dan mengancam Hano akan semua tindakannya tersebut.

Di lain hal, akibat dari seringnya berjumpa antara Yaya dengan Moriyama

pada saat sekolah dan latihan band membuat hubungan mereka semakin membaik

dan berkembang. Namun hal ini sedikit gangguan setelah munculnya sosok Shuko

sebagai mantan kekasih Moriyama yang berusia lebih tua tiga tahun dari

Moriyama. Pada suatu kejadian tanpa sengaja Shuko bertemu dengan Yaya yang

sedang mengalahkan beberapa berandalan dengan tangan kosong, Shuko tidak

mengetahui bahwa itu adalah kepribadian lain Yaya yaitu Nana. Shuko pun

dengan segera merekam kejadian tersebut dengan telefon genggamnya. Setelah

kejadian Shuko menunjukkan video tersebut dan menyadarkan Yaya bahwa dia

sebenarnya memiliki kepribadian ganda. Yaya tidak dapat menerima keadaan ini

dan semakin bingung akan dirinya. Moriyama yang sengaja merahasiakan hal ini

sejak lama memarahi Shuko yang tidak mengerti keadaan Yaya. Sosok Yaya

menjadi semakin jarang keluar, sosok nana lah yang semakin sering mengambil

alih kehidupan Yaya. Moriyama terus berupaya menyadarkan Yaya untuk kembali

(49)

Nana hanyalah sosok baru yang diciptakan yaya untuk melawan semua ketakukan

dan kebenciannya akan kehidupan.

Sosok Nana lama-kelamaan disadarkan oleh Moriyama, bahwa Yaya lah

pemilik tubuh ini dan Nana mulai menghilang dari kehidupan Yaya. Yaya pun

semakin kuat dan tabah untuk lebih berupaya dalam menjalani hidup dan

mengejar mimpinya. Yaya akhirnya berani menerima tawaran Syohei dan berlatih

keras untuk mengejar impian masa kecilnya sebagai penyanyi. Yaya pun akhirnya

menyadari dan menerima bahwa kehadiran Nana dulu adalah sebagai

pelindungnya. Yaya semakin berterimakasih kepada Moriyama yang sudah

banyak membantunya selama ini dan menerima cinta Moriyama.

3.2. Karakteristik Tokoh Utama dalam Manga “OTHELLO” karya Satomi Ikezawa

Tokoh Utama dalam manga “OTHELLO” karya Satomi Ikezawa adalah

Yaya Higuchi. Yaya adalah seorang siswi SMA berumur 16 tahun yang suka

melakukan Cosplay di akhir pekannya. Yaya memilih nama Mimi sebagai nama

samarannya di dalam komunitas tersebut.

3.2.1. Karakteristik Tokoh Utama di Rumah

Yaya hanya tinggal berdua dengan ayahnya karena ibunya sudah lama

meninggal sewaktu Yaya berumur 6 tahun. Ia memiliki impian masa kecil untuk

menjadi penyanyi namun ayahnya tidak mendukung cita-citanya tersebut. Ayah

Yaya sangat protektif terhadap anaknya, sehingga membatasi pergaulan anaknya

dengan sangat terlalu. Hasil didikan ayahnya membuat Yaya menjadi anak yang

(50)

Yaya yang sudah terbiasa mandiri sejak kecil membuatnya bertanggung jawab

akan semua kegiatan rumah tangga dan pendidikannya.

3.2.2. Karakteristik Tokoh Utama di Sekolah

Yaya Higuchi adalah seorang murid SMA yang memiliki sifat pemalu

yang cenderung penakut, sikapnya mudah sekali kikuk dan minder bila berada di

lingkungan baru yang membuatnya susah bergaul dan mendapatkan teman baru.

Akhirnya dia hanya memiliki teman yang bernama Seri dan Moe, mereka sengaja

berteman dengan Yaya dikarenakan sifat Yaya yang sangat penurut dan tidak akan

marah ataupun melawan bila dikerjai dan ditindas.

Sosok Yaya sedikit berbeda dengan teman-teman sebayanya, karena tidak

menyukai hal-hal yang umum disukai anak seusianya seperti berbelanja barang

bermerek dan berkencan. Akibat karakternya yang terbentuk di rumah, sosok

Yaya-pun menjadi seseorang yang tidak berani mengungkapkan pendapatnya di

sekolah. Karena sangat ingin memiliki teman Yaya menjadi seseorang yang

mudah percaya dengan siapapun dan menganggap semua orang tidak mungkin

bermaksud jahat padanya. Karena Cosplay adalah kegiatan yang dirasa aneh oleh

teman-temannya, maka tak jarang Yaya sering menerima hinaan karena

kegiatannya tersebut.

3.2.3. Karakteristik Tokoh Utama di Masyarakat

Selain dirumah dan disekolah, Moriyama sering mengajak yaya untuk

melihat bandnya berlatih atau mengundang Yaya untuk melihat penampilan

bandnya. Lingkungan band menjadi tempat bermain Yaya yang baru. Personil

band yang lain sangat menerima kehadiran Yaya, walaupun sifat yaya yang kikuk

(51)

dengan sekolah. Penampilan Yaya pun menjadi lebih berani dan menjadi sosok

yang lebih menyenangkan. Namun Yaya memiliki sedikit masalah apabila

berhadapan dengan penggemar band BLACK DOG yang lain. Sama seperti

disekolah, Yaya pun tetap saja ditindas oleh penggemar yang lain. Yaya yang tidak

memiliki keberanian untuk melawan hanya diam menerima tindakan kasar yang

ditujukan kepadanya.

3.2.4. Karakteristik Tokoh Utama di Komunitas Cosplay

Sebagai jalan keluar dari kejenuhannya dalam menjalani hidup, setiap

akhir pekan dia berubah menjadi sosok Mimi. Mimi adalah nama samaran yang

digunakan Yaya ketika melakukan Cosplay. Dengan ber-cosplay Yaya merasa

dapat sejenak terbebas dari kehidupannya yang menjemukan dan terbebas dari

permasalahan, karena bila melakukan cosplay dia merasa menjadi orang lain dan

memiliki teman di komunitas yang dapat menerima dia apa adanya. Karena

diterima dengan baik oleh komunitas ini, Yaya berubah menjadi anak yang ceria

dan tidak ragu untuk mengungkapkan pendapat dan masalahnya di depan anggota

komunitas yang lain. Karena rasa setianya pada kelompok Yaya tidak segan untuk

menentang orang lain yang merendahkan komunitas cosplay dan memberikan

pelajaran bagi yang menjelek-jelekan komunitasnya. Yaya dengan bebas dan

berani menceritakan dan berbagi semua permasalan yang dialami masing-masing

anggota komunitas di keseharian mereka di luar komunitas. Kesamaan akan

kegemaran pun membuat mereka menjadi lebih dekat tanpa menuntut

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil analisis uji Anova taraf 5% menjelaskan bahwa lahan di bawah tegakan tanaman serbaguna seperti pada komoditi aren, durian dan karet tidak memberi pengaruh

Hasil dari penggunaan pengalaman pelanggan terhadap suatu pelayanan yang diberikan adalah kepuasan atau ketidakpuasan terhadap produk dan jasa pelayanan, sehingga

Dia memberikan yang terbaik kepada mereka yang menyerahkan pilihan kepada-Nya.” Yang pertama-tama harus kamu lakukan dalam mencari kehendak Tuhan adalah mengesampingkan kehendak

Sebagai sebuah perguruan tinggi, STMIK YMI Tegal memiliki kewajiban untuk menjaga kualitas dari pendidikan yang diberikan. Kualitas pendidikan merupakan suatu hal

Hasil uji tarik sambungan las, bahan pelat baja ST 42 KS BKI grade A dalam kondisi normal ( tidak cacat ) dan tanpa perlakuan panas ( raw ), kekuatan tarik rata

organisasi BUMDes Harapan Barokah, haruslah melakukan terobosan-terobosan atau kebijaksanaan (Policy) yang bertujuan untuk meningkatkan kesejateraan anggota khususnya dan

bahwa dalam rangka peningkatan mutu pelayanan kepada masyarakat di wilayah kerja UPTD Puskesmas Kecamatan Pontianak Timur, maka dipandang perlu untuk menetapkan

Dengan melihat pemaparan di atas maka dapat disimpulkan bahwa dalam perikop ini Paulus menyatakan kebenaran Allah dari dua sisi, yaitu (1) secara forensik sebagai status benar