PERBANDINGAN TINGKAT PENGUASAAN
PERESEPAN ANTARA MAHASISWA FAKULTAS
KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
SISTEM KBK DAN NON-KBK
KARYA TULIS ILMIAH
Oleh:
WAN NUR SYAHIRAH BINTI WAN JUSOH
070100433
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
LEMBAR PENGESAHAN
Judul: Perbandingan Tingkat Penguasaan Peresepan Antara
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera
Utara Sistem KBK dan Non-KBK
Nama: Wan Nur Syahirah binti Wan Jusoh
NIM: 070100433
Pembimbing/ Penguji III
Penguji II
(Prof. Dr. Aznan Lelo,PhD, SpFK) (dr. Hemma Yulfi DAP&E,
Med. Ed)
NIP: 19511202 197902 1 001 NIP: 19741019 200112 2 001
Dekan
(Prof. dr. Gontar Alamsyah Sireger, Sp.PD, KGEH)
NIP: 140105365
ABSTRAK
Obat mempunyai dua sisi penggunaan. Dari satu sisi obat dilihat sebagai penawar dan dari sisi lainnya obat merupakan racun. Memetik kata Paracelcus (1493-1541) yang mengatakan bahwa dosis sesuatu obat itulah yang menentukan sama ada obat itu racun atau penawar. Apabila kita menyebut tentang obat, maka kita tidak akan lari dari berhadapan dengan pengaplikasian pemberiannya kepada pasien dalam bentuk resep. Penulisan resep yang salah merupakan rantaian hubungan kepada pemberian dosis obat yang salah kepada pasien yang patut dielakkan oleh seorang ahli perobatan.
Namun, adakah paraktisi medis termasuk mahasiswa pengobatan sadar dan peduli akan kesalahan-kesalahan yang sering terjadi dalam penulisan resep yang sepatutnya bisa dihindari. Atas dasar inilah, penelitian ini dilakukan, yaitu untuk mengetahui sejauh mana mahasiswa kedokteran Universitas Sumatera Utara sistem KBK dan non-KBK yang sedang menjalani kepaniteraan klinik di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik menguasai tentang cara penulisan resep yang baik dan benar.
Penelitian yang berbentuk analitik deskriptif ini telah dilaksanakan dari bulan Februari sampai Nopember 2010 dengan besar sampel sebanyak 186 orang mahasiswa yang mana 93 orang di antaranya merupakan mahasiswa sistem KBK dan 93 orang lagi adalah mahasiswa sistem non-KBK. Sebanyak 4 pertanyaan tentang penulisan resep telah dikemukakan dalam suatu angket yang diedarkan kepada responden.
Dengan menggunakan program SPSS 16, data-data yang didapatkan dianalisis dan disajikan dalam tabel distribusi frekuensi sebelum dilakuka n pengujian hipotesis dengan menggunakan analisis non-parametrik chi square (jenis kuadrat). Dari hasil penelitian didapati bahwa mahasiswa non-KBK lebih mengerti tentang penulisan resep dibandingkan dengan mahasiswa KBK. Jadi, disarankan bahwa jumlah materi serta jam kuliah bagi mahasiswa sistem KBK yang akan datang ditambahkan bagi meningkatkan lagi pengetahuan mereka tentang penulisan resep.
Kata Kunci: Mahasiswa Kedokteran Sistem KBK, Mahasiswa Kedokteran
ABSTRACT
It is said that drugs have 2 different sides of functions. One side as a cure and another side as a poison. Paracelcus (1493-1541) once had said that the parameter that can be used to differentiate the drugs either they’re poisonous or not is the dosage. When we talked about drugs, we will never can escape from talking about the prescription too since the physicians always prescribed the drugs needed to the patients in the form of prescription. Wrong prescription writing had been closely related with the prescription of wrong drug dosage nowadays that should be avoid by the physicians since it can bring fatal effects towards the patients.
However, do all the medical practitioners including the medical students aware and concern about the problems regarding wrong prescription writings that could be prevented? Due to this reason, this research had been conducted, with the main purpose is to survey on the knowledge content of the medical students of Universitas Sumatera Utara from the Competency Based Curriculum and from the Content Based Curriculum which are having their clinical programme in General Center Hospital of Haji Adam Malik regarding the right and proper way in the prescription writing.
This descriptive analytic research had been conducted from February until November 2010 with the total sample of 186 medical students consist of 93 medical students from Curriculum Based Competency and another 93 medical students from Curriculum Based Content. There are 4 questions about prescription writing had been asked in the questionnaire given to the respondent.
Key Words: Medical Students from Curriculum Based Competency, Medical
Students from Curriculum Based Content, Prescription Writing
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur ke hadirat Illahi atas segala rahmat serta karunia-Nya, penulisan penelitian Karya Tulis Ilmiah (KTI) yang berjudul “Perbandingan Tingkat Pengetahuan Mahasiswa Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang Sedang Menjalani Kepaniteraan Klinik di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik tentang Penulisan Resep yang Baik dan Benar” ini dapat diselesaikan.
Sepanjang proses pembuatan penelitian KTI ini, penulis telah mendapat dukungan, sokongan serta bantuan dari berbagai pihak. Maka pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan jutaan terima kasih kepada Prof. Dr. Aznan Lelo, PhD, SpFK selaku dosen pembimbing penulis yang telah bersedia meluangkan waktu, tenaga serta pikiran dalam usaha untuk membimbing penulis bagi menyempurnakan penelitian KTI ini.
Tidak lupa juga bagi staf-staf pengajar Ilmu Kesehatan Komunitas Universitas Sumatera Utara yang turut memberi bimbingan dan panduan dalam kegiatan persiapan penelitian ini. Selain itu, penulis juga ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada ayah, ibu serta adik-adik yang tercinta yang tidak jemu dalam memberi sokongan moral dan semangat bagi penulis untuk menyelesaikan penelitian ini. Kepada rekan-rekan para mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara angkatan 2007, penulis mengucapkan ribuan terima kasih atas dukungan moral dan materil yang diberikan dalam proses penulisan proposal penelitian ini.
Atas keterbatasan waktu, penulis mengakui bahwa penulisan penelitian ini masih terdapat kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan baik dari segi isi kandungannya maupun dari segi bahasanya. Maka, penulis sangat mengharapkan saran yang membina serta masukan daripada pembaca bagi kesempurnaan penelitian ini.
Medan, 22 Nopember 2010,
070100433
DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN………... i
ABSTRAK……….. ii
ASBTRACT………... iii
KATA PENGANTAR………... iv
DAFTAR ISI………... v
DAFTAR TABEL……….. ix
DAFTAR GAMBAR………. xi
DAFTAR SINGKATAN DAN ISTILAH……… xii
DAFTAR LAMPIRAN………. xiii
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang………. 1
1.2. Rumusan Masalah………... 5
1.3. Tujuan Penelitian……….. 5
1.4. Manfaat Penelitian………... 5
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengetahuan………... 7
2.1.1. Defenisi Pengetahuan………. 7
2.3. Resep………... 10
2.3.1. Defenisi Resep……….... 10
2.3.2. Ukuran Lembaran Resep……… 11
2.3.3. Jenis-jenis Resep……… 11
2.4. Penulisan Resep………... 11
2.4.1. Pengertian Penulisan Resep………... 11
2.4.2. Individu yang Berhak dalam Penulisan Resep………... 12
2.4.3. Latar Belakang Penulisan Resep……… 12
2.4.4. Tujuan Penulisan Resep………. 13
2.4.5. Kerahasiaan dan Kode Etik Penulisan Resep……… 13
2.4.6. Format Penulisan Resep……… 14
2.4.7. Pola Penulisan Resep………. 16
2.4.8. Contoh Resep………... 17
2.4.9. Tanda-tanda pada Resep……… 18
2.4.10. Persyaratan Menulis Resep dan Prinsipnya………. 19
2.4.11. Prinsip Penulisan Resep……….. 20
2.4.12. Menulis Resep………. 20
2.4.13. Permasalahan dalam Menulis Resep………... 21
BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFENISI OPERASIONAL 3.1. Kerangka Konsep Penelitian……… 23
3.2. Variabel dan Defenisi Operasional……….. 23
3.3. Hipotesis………... 26
BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1. Jenis Penelitian………... 27
4.2. Waktu dan Tempat Penelitian……….. 27
4.2.1. Waktu Penelitian……… 27
4.3. Populasi dan Sampel Penelitian………... 28
4.3.1 Populasi………... 28
4.3.2 Sampel………... 28
4.4. Teknik Pengumpulan Data……….. 30
4.5 Pengolahan dan Analisis Data………. 31
BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1. Hasil Penelitian 5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian………. 32
5.1.2. Demografi Responden………. 33
5.1.3. Tingkat Penguasaan Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara tentang Penulisan Resep yang Baik dan Benar………. 35
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan………. 47
6.2. Saran………... 48
DAFTAR PUSTAKA………... 49
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
2.1 Perbedaan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) dan Non-Kurikulum Berbasis Kompetensi
10
3.1 Definisi Operasional, Cara Ukur, Alat Ukur, Hasil Ukur dan Skala Ukur bagi Variabel Penguasaan
23
3.2 Definisi Operasional, Cara Ukur, Alat Ukur, Hasil Ukur dan Skala Ukur bagi Variabel Mahasiswa FK USU Sistem KBK dan non-KBK yang sedang mengikuti kepaniteraan klinik di RSUP Haji Adam Malik
25
4.1 Kriteria Inklusi dan Eksklusi 29
5.1
Demografi Mahasiswa Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara (n = 697 orang) yang Sedang Menjalani Kepaniteraan Klinik di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik dari Stambuk 05’-06’
33
5.2
Distribusi Frekuensi Responden (n = 186 orang) Berdasarkan Model Kurikulum dan Jenis Kelamin
34
5.3
Distribusi Frekuensi Responden (n = 186 orang) Berdasarkan Kategori Tingkat Penguasaan dalam Penulisan Resep secara Baik dan Benar
35
5.4
Distribusi Frekuensi Mahasiswa KBK (n =
Penguasaan dalam Penulisan Resep secara Baik dan Benar
5.5 Distribusi Frekuensi Mahasiswa Non-KBK (n = 93 orang) Berdasarkan Kategori
Tingkat Penguasaan dalam Penulisan Resep secara Baik dan Benar
37
5.6
Perbandingan frekuensi Tingkat
Penguasaan Mahasiwa KBK (n = 93 orang) dan Non-KBK (n = 93 orang) tentang Penulisan Resep yang Baik dan Benar
38
5.7
Jenis Kesalahan yang Dilakukan Mahasiswa KBK dan non-KBK dalam Menulis Resep
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
Gambar 2.1 Pola Penulisan Resep………. 16
Gambar 2.2 Contoh Resep……….. 17
Gambar 3.1 Kerangka Konsep………. 23
Gambar 4.1 Rumus Uji Hipotesis 2 Populasi 29
Gambar 5.1 Perbandingan frekuensi Tingkat
Penguasaan Mahasiwa KBK dan Non-KBK tentang Penulisan Resep yang Baik dan Benar
DAFTAR SINGKATAN DAN ISTILAH
RSUP : Rumah Sakit Umum Pusat
KBK : Kurikulum Berbasis Kompetensi
KBI : Kurikulum Berbasis Isi
FK : Fakultas Kedokteran
USU : Universitas Sumatera Utara
SPSS : Statistical Product and Service Solution
SKS : Satuan Kredit Semester
TCL : Teacher Centered Learning
SCL : Student Centered Learning
R/ (recipe) : Ambillah atau berikanlah
S (signa) : Tandailah
dd (de die) : Kali sehari
Cth (Cochlear Theae= 5 ml) : Sendok teh
M.f. pulv. (misce fac pulveres)
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman
Lampiran I Daftar Riwayat Hidup……… 54
Lampiran II Inform Consent……….. 55
Lampiran III Kuesioner Penelitian……….. 57
Lampiran IV Hasil Uji Validitas dan Reabilitas……….. 62
Lampiran V Senarai Hasil Penelitian………. 63
(Prof. dr. Gontar Alamsyah Sireger, Sp.PD, KGEH)
NIP: 140105365
ABSTRAK
Obat mempunyai dua sisi penggunaan. Dari satu sisi obat dilihat sebagai penawar dan dari sisi lainnya obat merupakan racun. Memetik kata Paracelcus (1493-1541) yang mengatakan bahwa dosis sesuatu obat itulah yang menentukan sama ada obat itu racun atau penawar. Apabila kita menyebut tentang obat, maka kita tidak akan lari dari berhadapan dengan pengaplikasian pemberiannya kepada pasien dalam bentuk resep. Penulisan resep yang salah merupakan rantaian hubungan kepada pemberian dosis obat yang salah kepada pasien yang patut dielakkan oleh seorang ahli perobatan.
Namun, adakah paraktisi medis termasuk mahasiswa pengobatan sadar dan peduli akan kesalahan-kesalahan yang sering terjadi dalam penulisan resep yang sepatutnya bisa dihindari. Atas dasar inilah, penelitian ini dilakukan, yaitu untuk mengetahui sejauh mana mahasiswa kedokteran Universitas Sumatera Utara sistem KBK dan non-KBK yang sedang menjalani kepaniteraan klinik di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik menguasai tentang cara penulisan resep yang baik dan benar.
Penelitian yang berbentuk analitik deskriptif ini telah dilaksanakan dari bulan Februari sampai Nopember 2010 dengan besar sampel sebanyak 186 orang mahasiswa yang mana 93 orang di antaranya merupakan mahasiswa sistem KBK dan 93 orang lagi adalah mahasiswa sistem non-KBK. Sebanyak 4 pertanyaan tentang penulisan resep telah dikemukakan dalam suatu angket yang diedarkan kepada responden.
Dengan menggunakan program SPSS 16, data-data yang didapatkan dianalisis dan disajikan dalam tabel distribusi frekuensi sebelum dilakuka n pengujian hipotesis dengan menggunakan analisis non-parametrik chi square (jenis kuadrat). Dari hasil penelitian didapati bahwa mahasiswa non-KBK lebih mengerti tentang penulisan resep dibandingkan dengan mahasiswa KBK. Jadi, disarankan bahwa jumlah materi serta jam kuliah bagi mahasiswa sistem KBK yang akan datang ditambahkan bagi meningkatkan lagi pengetahuan mereka tentang penulisan resep.
Kata Kunci: Mahasiswa Kedokteran Sistem KBK, Mahasiswa Kedokteran
ABSTRACT
It is said that drugs have 2 different sides of functions. One side as a cure and another side as a poison. Paracelcus (1493-1541) once had said that the parameter that can be used to differentiate the drugs either they’re poisonous or not is the dosage. When we talked about drugs, we will never can escape from talking about the prescription too since the physicians always prescribed the drugs needed to the patients in the form of prescription. Wrong prescription writing had been closely related with the prescription of wrong drug dosage nowadays that should be avoid by the physicians since it can bring fatal effects towards the patients.
However, do all the medical practitioners including the medical students aware and concern about the problems regarding wrong prescription writings that could be prevented? Due to this reason, this research had been conducted, with the main purpose is to survey on the knowledge content of the medical students of Universitas Sumatera Utara from the Competency Based Curriculum and from the Content Based Curriculum which are having their clinical programme in General Center Hospital of Haji Adam Malik regarding the right and proper way in the prescription writing.
This descriptive analytic research had been conducted from February until November 2010 with the total sample of 186 medical students consist of 93 medical students from Curriculum Based Competency and another 93 medical students from Curriculum Based Content. There are 4 questions about prescription writing had been asked in the questionnaire given to the respondent.
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
Setelah seseorang pasien dengan suatu masalah kesihatan telah siap
dievaluasi dan diagnosis telah dicapai, dokter biasanya akan memilih salah satu
pendekatan terapeutik yang sesuai bagi pasien tersebut. Medikasi, pembedahan,
perawatan psikologis, radiasi, terapi fisik, edukasi kesehatan, konseling,
konsultasi lebih lanjut atau tidak ada terapi sama sekali merupakan pilihan yang
tersedia. Di antara banyak pilihan yang tersedia, terapi dengan menggunakan
obat-obatan merupakan pilihan yang sering digunakan oleh para dokter (Katzung
dan Lofholm, 2007). Obat merupakan semua bahan tunggal atau campuran yang
digunakan oleh semua makhluk (manusia atau hewan) untuk bagian dalam
maupun bagian luar, guna mencegah, meringankan, ataupun menyembuhkan
penyakit (Syamsuni, 2007). Dalam kebanyakan kasus, pemberian obat-obatan
kepada pasien memerlukan penulisan resep dari dokter (Katzung dan Lofholm,
2007).
Setiap negara mempunyai ketentuan sendiri tentang informasi apa yang
harus tercantum dalam sebuah resep, juga memiliki perundangan sendiri
mengenai obat mana yang harus diperoleh dengan resep dan siapa yang menulis
resepnya. Tidak ada sistem baku yang sama di seluruh dunia tentang menulis
adalah resep tersebut harus ditulis dengan jelas. Resep harus mudah dibaca dan
mengungkapkan dengan jelas apa yang harus diberikan (De Vries et al., 1998).
Penulisan resep yang baik dan benar mempunyai pengaruh yang kuat terhadap
keberkesanan terapi obat-obatan dan kesihatan pasien itu sendiri (Ansari dan
Neupane, 2009).
Kesalahan dalam penulisan resep dapat dikategorikan kepada beberapa
jenis berdasarkan tinjauan literatur sebelumnya yang dilakukan secara menyeluruh
dan melibatkan sekurang-kurangnya satu dari hal yang berikut: (1) interaksi obat;
(2) dosis yang salah; (3) formulasi atau tatanama yang salah; (4) cara pemakaian
obat yang tidak sesuai; (5) frekuensi pemakaian yang tidak tepat; (6) duplikasi
medikasi; (7) obat yang tidak dululuskan; (8) arahan yang sukar untuk dibaca
(Bobb et al., 2004).
Dalam satu penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit Universitas Ribat di
Sudan diperoleh bahwa dari 1000 resep yang dipilih secara acak hasil dari tulisan
46 orang dokter, sebanyak 18.8% resep yang nama lengkap pasiennya tertulis,
6,7% dari resep mengandungi nama dokter, 59,7% tidak memiliki jumlah obat,
25,7% tidak memiliki durasi pengobatan dan 15,8% sulit untuk dibaca (Yousif et
al, 2006).
Di Nepal, suatu penelitian yang dilakukan oleh Ansari M dan Neupane D
di Nobel Medical College & Teaching Hospital di Biratnagar, Nepal menyatakan
bahwa dari 268 resep yang dikumpul secara acak, ditemui kesalahan dalam
penulisan resep dari segi nama dokter (85,4%), kualifikasi dokter (99,6%), nomor
registrasi dokter (99,6%), dan paraf dokter (15,7%). Hal yang sama juga berlaku
dengan tiadanya simbol Rx sebanyak 66,8%. Tidak adanya pernyataan tentang
bentuk sediaan obat sebanyak 12%, jumlah obat sebanyak 60%, dosis obat
sebanyak 19%, frekuensi obat sebanyak 10%, dan cara pemakaian obat sebanyak
63%. Tidak adanya kekuatan obat ditemui sebanyak 40%. Penggunaan singkatan
yang tidak sah terdapat sebanyak 0,25% dan sebanyak 0,63% tulisan tidak dapat
dibaca ( Ansari dan Neupane, 2009).
Sementara di Indonesia pula, suatu penelitian yang dilakukan terhadap
apotek (n=612) di Yogyakarta oleh Titien Siwi Hartayu dan Aris Widayati mulai
September 2004 sehingga Disember 2005 menunjukkan bahwa frekuensi tertinggi
ketidaklengkapan resep adalah tidak tercantumnya berat badan (RS I: 65,71%; RS
II: 100%; Apotek: 98,53%) dan umur pasien (RS I: 49,84%; RS II: 100%;
Apotek: 14,05%). Di RS I: 98,73% tidak terdapat nama orang-tua dan 63,17%
tidak ada alamatnya, di RS II: 100,00% tidak ada nama orang-tua maupun alamat,
sedangkan di apotek 100,00% tidak ada nama orang-tua dan 81,70% tidak ada
alamat pasien. Pada penelitian ditemukan resep di apotek tanpa nama pasien
(2,12%) dan penyerahan obat hanya berdasarkan nomor urut yang diberikan
apotek. Pada penelitian ini juga ditemukan adanya resep tanpa kekuatan obat (RS
I: 3,81%, RS II: 5,80%, Apotek: 48,04 %). Resep tanpa jumlah obat pula ditemui
baik di apotek (3,59%) maupun di rumah sakit (RS I; 0,95% dan RS II 0,19%).
Resep tanpa signatura pula ditemuka n baik di rumah sakit (RS I: 0,63% dan RS II:
0,38%) maupun di apotek (3,76%). Adanya resep yang tidak mencantumkan
petunjuk bentuk sediaan yang diminta yaitu RS I sebanyak 6,67%; RS II sebanyak
61,94% dan apotek sebanyak 22,71%.
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara telah mengadakan
perobahan kurikulum pendidikan kedokteran daripada Kurikulum Berbasis Inti
(Content Based Curriculum) kepada Kurikulum Berbasis Kompetensi
(Competency Based Curriculum) yang dimulai sejak tahun akademik 2006/2007
bagi menyahut pembaharuan konsep kurikulum pendidikan tinggi yang
dituangkan dalam Kepmendiknas No. 232/U/2000 dan No. 045/U/2002, yang
mengacu kepada konsep pendidikan tinggi abad XXI UNESCO. Jumlah satuan
kredit semester (SKS) tetap tidak mengalami perobahan, di mana kedua-dua
kurikulum menetapkan bahwa mahasiswa harus mengumpulkan sebanyak 144
SKS sebelum berpindah dari Pendidikan Sarjana Kedokteran ke Pendidikan
Profesi Kedokteran (Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, 2010).
Namun pada kurikulum yang lama, perkiraan besarnya SKS sebuah mata kuliah
lebih banyak ditetapkan atas dasar pengalaman dan terutama menyangkut
banyaknya bahan kajian yang harus disampaikan. Dalam kata lain, selain SKS
berbasis isi (KBI), di mana kegiatannya lebih banyak berupa kuliah atau ceramah
(TCL) menyebabkan besarnya SKS suatu mata kuliah sepertinya menjadi hak
dosen, yaitu berdasar pada materi yang ia kuasai dan yang harus ia ajarkan.
Dengan paradigma KBK, maka seharusnyalah SKS terkait dengan kompetensi
yang harus dicapai yang mana SKS di sini merujuk pada waktu yang dibutuhkan
oleh mahasiswa untuk mencapai kompetensi tertentu, dengan melalui suatu
bentuk pembelajaran dan bahan kajian tertentu (Direktorat Akademik, Direktorat
Jenderal Pendidikan Tinggi, 2008).
Kurikulum yang baru ini dilakukan dengan pendekatan sistem blok, di
mana dalam satu semester dilaksanakan 2-3 blok utama dan 1-3 blok pendukung
atau non blok, yang berbeda dengan KBI yang menerapkan sistem semester.
Waktu yang dibutuhkan untuk mahasiswa sistem KBK bagi menyelesaikan
program pendidikan sarjana kedokteran adalah lebih pendek berbanding
mahasiswa sistem KBI, yaitu hanya selama 7 semester, namun bagi mahasiswa
sistem KBI, dibutuhkan waktu selama 8 semester (Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara, 2010).
Menurut Kwartolo Y (2002), terdapat beberapa implikasi yang terjadi hasil
dari penerapan kurikulum berbasis kompetensi ini, di antaranya adalah (1) jumlah
jam berkurang, karena KBK bercirikan pada substansi pelajaran yang sedikit
namun mendalam. Ada pengurangan di sana sini atau perampingan materi yang
didasarkan pada asas dan manfaat tertentu sahaja yang diyakini akan menunjang
pencapaian kompetensi yang diharapkan. (2) tema sajian terpadu, karena ianya
bersifat komprehensif dan berkesinambungan. Antara materi yang satu dengan
yang lain ada keterpaduan sehingga lebih bermakna. (3) penilaian berbasis
kompetensi, yang mana penilaian didasarkan pada kompetensi yang didasarkan
pada kompetensi yang dikuasai siswa sesuai dengan jenis dan jenjang
pendidikannya. (4) guru berbasis kompetensi, yang mana dengan penerapan KBK
ini maka terdapat tuntutan agar guru terus mengasah kompetensinya.
Berdasarkan data-data yang telah dikumpulkan berdasarkan penelitian
yang terdahulu dan kenyataan yang telah disebutkan di atas, jelas bahwa masih
dari segi tulisannya atau dalam segi mempraktikkan format menulis resep dengan
tepat. Atas alasan ini, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang
perbandingan tingkat pengetahuan mahasiswa FK USU sistem KBK dan sistem
non-KBK yang sedang menjalani kepaniteraan klinik di Rumah Sakit Umum
Pusat Haji Adam Malik mengenai penulisan resep yang baik dan benar. Hal ini
adalah penting karena mereka merupakan calon dokter yang akan mempraktikkan
ilmu dan keterampilan yang telah dipelajari dalam usaha untuk menyembuhkan
pasien.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, masalah-masalah yang ingin digali di dalam
penelitian ini adalah:
1. Bagaimanakah perbandingan tingkat pengetahuan antara mahasiswa FK USU
sistem KBK dan non-KBK yang sedang menjalani kepaniteraan klinik di
RSUP Haji Adam Malik mengenai penulisan resep yang baik dan benar?
1.1. Tujuan Penelitian 1.1.1. Tujuan Umum
Untuk membandingkan tingkat penguasaan antara mahasiswa FK USU
sistem KBK dan non-KBK yang sedang menjalani kepaniteraan klinik di RSUP
Haji Adam Malik mengenai penulisan resep secara baik dan benar.
1.1.2. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui penguasaan mahasiswa FK USU sistem KBK
yang sedang menjalani kepaniteraan klinik di RSUP Haji Adam
Malik mengenai cara penulisan resep yang baik dan benar.
2. Untuk mengetahui penguasaan mahasiswa FK USU sistem
non-KBK yang sedang menjalani kepaniteraan klinik di RSUP Haji
1.2. Manfaat Penelitian
1. Memberikan masukan informasi bagi Unit Farmakologi FK USU
mengenai tingkat pengetahuan dan kemampuan sebenar mahasiswa
FK USU yang sedang menjalani kepaniteraan klinik di RSUP Haji
Adam Malik dalam memahami penulisan resep secara baik dan
benar.
2. Dari segi pendidikan kedokteran, diharapkan hasil penemuan ini
dapat dijadikan sumber informasi dan pendidikan bagi mahasiswa
FK USU yang akan menjalani kepaniteraan klinik untuk
memperbaiki penulisan resep bagi mencegah terjadinya kesalahan
dalam peresepan karena pada hasil penelitian akan dinyatakan
peratus kesalahan yang dapat dikesan pada resep hasil tulisan
tangan mahasiswa.
3. Sebagai sumber rujukan data dan informasi bagi peneliti yang
ingin membuat penelitian lanjut tentang penulisan resep.
4. Dapat meningkatkan pengetahuan peneliti tentang Kajian Tulis
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengetahuan
2.1.1. Defenisi Pengetahuan
Menurut Notoadmodjo (2003), pengetahuan atau (knowledge) merupakan
hasil dari tahu dan pengalaman seseorang dalam melakukan penginderaan
terhadap suatu rangsangan tertentu.
Pengetahuan adalah hasil tahu dari manusia, yang sekadar menjawab
pertanyaan “What”, misalnya apa air, apa manusia, apa alam dan sebagainya.
Pengetahuan hanya dapat menjawab pertanyaan apa sesuatu itu (Notoadmodjo,
2005).
2.2. Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) dan Kurikulum Berbasis Isi (KBI)
Seperti yang tercantum dalam Keputusan Mendikbud No. 56/U/1994,
Kurikulum Berbasis Inti (KBI) didasarkan pada masalah internal pendidikan
tinggi di Indonesia saat itu, yaitu belum adanya tatanan yang jelas dalam
pengembangan perguruan tinggi. Di dalam Kepmendikbud No. 56/U/1994 ini
turut disebutkan bahwa kurikulum berdasarkan pada tujuan untuk menguasai isi
ilmu pengetahuan dan penerapannya (content based). Namun, pada situasi global
seperti saat ini, dimana percepatan perubahan terjadi di segala sektor, maka akan
sulit untuk menahan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni.
Disebabkan hal itu, telah ditetapkan konsep perobahan kurikulum pendidikan
tinggi yang telah dituangkan dalam Kepmendiknas No. 232/U/2000 dan No.
045/U/2002, yang mana pembentukannya lebih banyak didorong oleh
masalah-masalah global atau eksternal.
Konsep KBK menunjukkan perbedaan dalam banyak hal dengan KBI yang
mana KBK lebih didasarkan pada rumusan kompetensi yang harus dicapai atau
yang dibutuhkan oleh masyarakat pemangku kepentingan atau stakeholders
(competence based curriculum) sementara KBI berdasarkan pada tujuan untuk
menguasai isi ilmu pengetahuan dan penerapannya (content based). Luaran hasil
pendidikan tinggi bagi KBI yang berupa kemampuan minimal penguasaan
pengetahuan, ketrampilan dan sikap sesuai dengan sasaran kurikulum suatu
program studi telah diganti dengan kompetensi seseorang untuk dapat melakukan
seperangkat tindakan cerdas, penuh tanggungjawab sebagai syarat untuk dianggap
mampu oleh masyarakat dalam melaksanakan tugas-tugas di bidang pekerjaan
tertentu melalui sistem KBK. Luaran hasil pendidikan tinggi ini yang
penilaiannya pada sistem KBI dilakukan oleh penyelenggara pendidikan tinggi
sendiri, dalam konsep KBK yang baru penilaian selain dilakukan oleh perguruan
tinggi juga dilakukan oleh masyarakat pemangku kepentingan.
Dari segi tahapan penyusunan kurikulum, sistem KBI didasarkan pada
tujuan pendidikan dan daripada tujuan pendidikan inilah yang kemudian akan
segera dijabarkan dalam mata kuliah yang kemudian dilengkapi dengan bahan
ajarnya (silabus) untuk setiap mata kuliah. Sejumlah mata kuliah ini akan disusun
ke dalam semester-semester di mana penyusunan mata kuliah tersebut ke dalam
semester biasanya berdasarkan urutan tingkat kerumitan dan kesulitan ilmu yang
dipelajari. Dalam hal ini jarang dipertimbangkan apakah lulusannya nanti relevan
dengan kebutuhan masyarakat pemangku kepentingan (stakeholders) atau tidak.
Untuk sistem KBK, penyusunan kurikulumnya dimulai dengan langkah-langkah
berikut: (1) penyusunan profil lulusan, yaitu peran dan fungsi yang diharapkan
dapat dijalankan oleh lulusan nantinya di masyarakat; (2) penetapan kompetensi
lulusan berdasarkan profil lulusan yang telah diancangkan; (3) penentuan bahan
kajian yang terkait dengan bidang ilmu pengetahuan dan teknologi program studi;
(4) penetapan kedalaman dan keluasan kajian (SKS) yang dilakukan dengan
menganalisis hubungan antara kompetensi dan bahan kajian yang diperlukan; (5)
merangkai berbagai bahan kajian tersebut ke dalam mata kuliah; (6) menyusun
struktur kurikulum dengan cara mendistribusikan mata kuliah tersebut dalam
semester; (7) mengembangkan rancangan pembelajaran; dan secara simultan (8)
Pola pembelajaran pada sistem KBI hanya terpusat pada dosen (TCL) yang
mana sebagian besar berbentuk tatap muka (lecturing) yang bersifat searah. Pada
saat mengikuti kuliah atau mendengarkan ceramah, mahasiswa akan kesulitan
untuk mengikuti atau menangkap makna esensi materi pembelajaran, sehingga
kegiatannya sebatas membuat catatan yang kebenarannya diragukan. Pola proses
pembelajaran dosen aktif dengan mahasiswa pasif ini efektifitasnya rendah dan
tidak menumbuhkembangkan proses partisipasi aktif dalam pembelajaran. Oleh
karena itu, proses pembelajaran pada sistem KBK didorong jadi berpusat pada
mahasiswa (SCL) dengan memfokuskan pada tercapainya kompetensi yang
diharapkan. Hal ini berarti mahasiswa harus didorong untuk memiliki motivasi
dalam diri mereka sendiri, kemudian berupaya keras mencapai kompetensi yang
Tabel 2.1. Perbedaan Antara Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) dan
Non-Kurikulum Berbasis Kompetensi
PERBEDAAN DARI
SEGI
NON-KBK KBK
Basis Kurikulum Berbasis Isi (Content
Based Curriculum)
Penilai Kualitas Lulusan Perguruan Tinggi sendiri Perguruan Tinggi dan
pengguna lulusan
Cara Menyusun Mulai dari isi
keilmuannya
Mulai dari penetapan
profil lulusan dan
kompetensi
Pembelajaran Teacher Centered
Learning, (TCL) dengan
titik berat pada transfer
of knowledge
Student Centered
Learning (SCL)
diarahkan pada
pembekalan method of
inquiry and discovery
(Direktorat Akademik, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, 2008)
2.3. Resep
2.3.1. Defenisi Resep
Resep merupakan permintaan tertulis dari dokter, dokter gigi atau dokter
hewan yang diberi izin berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku
kepada apoteker, farmasis pengelola apoteker atau farmasis pengelola apotek
sesuai dengan keahliannya, takaran dan jumlah obat sesuai dengan yang diminta,
kemudian menyerahkannya kepada yang berhak atau pasien (Jas, 2009).
2.3.2. Ukuran lembaran Resep
Lembaran resep umumnya berbentuk empat persegi panjang, ukuran ideal
lebar 10-12 cm dan panjang 15-20 cm (Jas, 2009).
2.3.3. Jenis-jenis Resep
a. Resep standard (Resep Officinalis), yaitu resep yang komposisinya
telah dibakukan dan dituangkan ke dalam buku farmakope atau buku
standard lainnya. Penulisan resep sesuai dengan buku standard
b. Resep magistrales (Resep Polifarmasi), yaitu resep yang sudah
dimodifikasi atau diformat oleh dokter, bisa berupa campuran atau
tunggal yang diencerkan dalam pelayannya harus diracik terlebih
dahulu
c. Resep medicinal, yaitu resep obat jadi, bisa berupa obat paten, merek
dagang maupun generik, dalam pelayanannya tidak mengalami
peracikan, buku referensi : Organisasi Internasional untuk Standarisasi
(ISO), Indonesia Index Medical Specialities (IIMS), Daftar Obat di
Indonesia (DOI) , dan lain-lain
d. Resep obat generik, yaitu penulisan resep obat dengan nama generik
dalam bentuk sediaan tertentu. Dalam pelayanannya bisa atau tidak
mengalami peracikan (Jas, 2009).
2.4. Penulisan Resep
2.4.1. Pengertian Penulisan Resep
Secara definitif dan teknis, resep artinya pemberian obat secara tidak
langsung, ditulis jelas dengan tinta,tulisan tangan pada kop resep resmi kepada
pasien, format dan kaedah penulisan sesuai dengan peraturan dan per
farmasis atau apoteker di apotek agar diberikan obat dalam bentuk sediaan dan
jumlah tertentu sesuai permintaan kepada pasien yang berhak.
Dengan kata lain:
1. Penulisan resep artinya mengaplikasikan pengetahuan dokter dalam
memberikan obat kepada pasien melalui kertas resep dan diajukan
secara tertulis kepada apoteker di apotek agar obat diberikan sesuai
dengan yang tertulis. Pihak apotek berkewajiban melayani secara
cermat, memberi informasi terutama yang menyangkut dengan
penggunaan dan mengkoreksinya bila terjadi kesalahan dalam
penulisan. Hal ini demi menjamin pemberian obat lebih rasional,
artinya tepat, aman, efektif dan ekonomis.
2. Penerapan ilmu pengetahuan dan keahlian seorang dokter di bidang
farmakologi dan terapetik secara rasional kepada masyarakat
umumnya khususnya pasien dapat mewujudkan akhir kompetensi
dokter dalam medical care (Jas, 2009).
2.4.2. Individu yang Berhak dalam Penulisan Resep
Antara individu yang berhak menulis resep adalah dokter, dokter gigi yang
hanya terbatas pada pengobatan gigi dan mulut serta dokter hewan yang hanya
terbatas pada pengobatan untuk hewan (Anief, 2000).
2.4.3. Latar Belakang Penulisan Resep
Obat dibagi dalam beberapa golongan demi keamanan penggunaannya.
Secara garis besar dapat dibagi dalam dua golongan, yaitu obat bebas (OTC =
Other of the counter) dan ethical (obat narkotika, psikotropika, dan keras) yang
kedua-duanya harus dilayani dengan resep dokter. Jadi, sebagian obat tidak bisa
diserahkan langsung kepada pasien atau masyarakat, tetapi harus melalui resep
dokter (on medical prescription only). Sistem distribusi obat nasional menekankan
peran dokter sebagai medical care dan alat kesehatan ikut mengawasi penggunaan
langsung dengan masyarakat atau pasien dan apoteker yang berperan sebagai
pharmaceutical care dan informan obat serta melakukan pekerjaan kefarmasian di
apotek. Di dalam sistem pelayanan masyarakat, kedua profesi ini harus berada
dalam satu kelompok yang solid dengan tujuan yang sama yaitu melayani
kesehatan dan menyembuhkan pasien (Jas, 2009).
2.4.4. Tujuan Penulisan Resep
Penulisan resep bertujuan untuk memudahkan dokter dalam pelayanan
kesehatan di bidang farmasi selain meminimalkan kesalahan dalam pemberian
obat. Secara umumnya, rentang waktu buka instalasi farmasi atau apotek lebih
panjang dalam pelayanan farmasi dibandingkan praktek dokter, maka dengan
wujudnya penulisan resep diharapkan akan memudahkan pasien dalam mengakses
obat-obatan yang diperlukan sesuai dengan penyakit yang dihidapinya. Melalui
penulisan resep, peran dan tanggungjawab dokter dalam pengawasan distribusi
obat kepada masyarakat dapat ditingkatkan karena tidak semua golongan obat
dapat diserahkan kepada masyarakat secara bebas. Pemberian obat juga lebih
rasional dengan adanya penulisan resep dibandingkan dengan dispensing di mana
dokter bebas memilih obat secara tepat, ilmiah dan selektif. Penulisan resep juga
dapat membentuk suatu pelayanan yang berorientasi kepada pasien (patient
oriented), dan penghindaran material oriented. Dalam masa yang sama, resep
berperan juga sebagai rekam medis (medical record) yang dapat
dipertanggungjawabkan, maka sifatnya adalah rahasia (Jas, 2009).
2.4.5. Kerahasiaan dan Kode Etik Penulisan Resep
Resep menyangkut sebagian dari rahasia jabatan kedokteran dan
kefarmasian. Oleh karena itu, tidak boleh diberikan atau diperlihatkan kepada
yang tidak berhak. Resep bersifat rahasia yang harus dijaga oleh dokter dengan
apoteker karena resep menyangkut penyakit penderita, khususnya beberapa
penyakit di mana penderita tidak ingin orang lain mengetahuinya. Selain
kerahasiaan resep yang harus dijaga, terdapat kode etik dan kaidah penulisan
harmonis di antara profesional yang berhubungan, antara lain: medical care,
pharmaceutical care dan nursing care (Jas, 2009).
Menurut Syamsuni (2007) dan Jas (2009), resep asli harus disimpan di
apotek dan tidak boleh diperlihatkan kepada orang lain kecuali yang berhak, yaitu:
1. Dokter yang menulisnya atau yang merawatnya
2. Pasien atau keluarga pasien yang bersangkutan
3. Paramedis yang merawat pasien
4. Apoteker pengelola apotek yang bersangkutan
5. Aparat pemerintah serta pegawai (kepolisian, kehakiman, kesehatan)
yang ditugaskan untuk memeriksa
6. Petugas asuransi untuk kepentingan klem pembayaran
2.4.6. Format Penulisan Resep
Menurut De Vries et all (1998), Syamsuni (2007), dan Jas (2007), resep
terdiri dari enam bagian:
1. Inscriptio: Nama dokter, nomor izin praktek dokter, alamat, nomor
telefon (jika ada), kota/tempat, serta tanggal penulisan resep. Untuk
resep obat narkotika, hanya berlaku untuk satu kota propinsi. Format
inscriptio suatu resep dari rumah sakit sedikit berbeda dengan resep
pada praktek pribadi
2. Invocatio: permintaan tertulis dokter dalam singkatan latin “R/ =
recipe” artinya ambillah atau berikanlah, sebagai kata pembuka
komunikasi dengan apoteker di apotek. Tanda R/ ditulis pada bagian
kiri setiap penulisan resep
3. Prescriptio atau ordonatio, yaitu nama obat dan kekuatannya, jumlah
serta bentuk sediaan yang diinginkan. Sangat dianjurkan untuk
menulis nama generik (nama umum). Kekuatan obat adalah jumlah
obat yang terkandung dalam setiap tablet dan supositoria (milligram)
atau dalam larutan (mililiter). Harus digunakan singkatan yang dipakai
secara internasional yaitu g untuk gram dan ml untuk mililiter.
tuliskan kata lengkap, bukan singkatan. Sebagai contoh tulislah
levotiroksin 50 mikrogram, jangan 0,050 miligram atau 50 mcg
4. Signatura, yang merangkumi tanda cara pakai, regimen dosis
pemberian, rute dan interval waktu pemberian harus jelas demi
menjamin keamanan penggunaan obat dan keefektifan terapi.
5. Subscriptio, yaitu tanda tangan atau paraf dokter penulis resep
berguna sebagai legalitas dan keabsahan resep tersebut
6. Pro (peruntukan), dicantumkan nama dan umur pasien, terutama untuk
obat narkotika juga harus dicantumkan alamat pasien (untuk pelaporan
2.4.7. Pola Penulisan Resep
Gambar 2.1. Pola Penulisan Resep
(Jas, 2009)
(Jas, 2009)
Dr……….. SIP. No………
Alamat/Phone/Hp……….. Jam Praktek:…………
Medan, tanggal………
R/ Remedium Cardinal (obat utama, kausalita)
− obat untuk terapi utama S. ---paraf
R/ Remedium Adjuvantia
− Obat penunjang obat utama, mengatasi simptomatik penyakit tertentu: Analgetika, analgetika-antipiretika, antiinflamasi, pemberian vitamin B6 pada kasus TBC.
− Kombinasi untuk mengatasi resistensi, efek optimal
− Obat untuk mengatasi efek samping S. ---paraf
R/ Robansia
− Obat memacu metabolisme (vitamin, enzim
pencernaan)
− Suplement (mineral, amino esensial)
− Tonikum
− Stimulansia
S. --- paraf
2.4.8. Contoh Resep
Gambar 2.2. Contoh Resep
(Jas, 2009) Dr Maju Tarigan
SIP. No 01/MenKes/II/02
Alamat praktek: Jl. Kapten Muslim No. 224-A Medan No Telepon: 06581901234 Jam Praktek:17.00-20.00 Wib
Medan, 3 Maret 2010
R/ Claneksi F. syr. Fl. I S 3 dd Cth. I
---paraf
R/ Toplexil elixir Fl. I S 4 dd Cth. 1 ½ ---paraf
R/ Vit. B Complex tab. No. XX S 2 dd tab. I
--- paraf
Pro: Andalusia Umur: 8 tahun
INSCRIPTIO
INVOCATIO
PRESCRIPTIO
SIGNATURA SUBSCRIPTIO
2.4.9. Tanda-tanda pada Resep
1. Tanda Segera
Dilakukan bila dokter ingin resepnya dibuat dan dilayani segera. Tanda
segera atau tulisan peringatan dapat ditulis sebelah kanan atas atau bawah
blanko resep yaitu:
Cito! : segera
Urgent : penting sekali
Statim : penting sekali
PIM (Periculum in mora) : berbahaya bila ditunda
Urutan yang didahulukan adalah PIM, Urgent, Statim dan Cito!.
2. Tanda resep dapat diulang
Jika dokter menginginkan agar resepnya dapat diulang, dapat ditulis dalam
resep di sebelah kanan atas dengan tulisan iter (iteratie) dan berapa kali
resep boleh diulang. Misalnya tertulis iter 1x, artinya resep dapat dilayani
2 x. Bila iter 2 x, artinya resep dapat dilayani 1+2 = 3 x. Hal ini tidak
berlaku untuk resep narkotika yang harus ditulis resep baru.
3. Tanda resep tidak dapat diulang
Jika dokter menghendaki agar resepnya tidak boleh diulang tanpa
sepengetahuannya, maka dituliskan di sebelah atas blanko resep tanda N.I
(ne iteratur = tidak dapat diulang) (ps. 48 WG ayat (3); SK Menkes No.
280/Menkes/SK/V/1981). Antara resep yang tidak boleh diulang adalah
resep yang mengandung obat-obatan narkotik, psikotropik dan obat keras
yang telah ditetapkan oleh pemerintah/ Menkes Republik Indonesia.
4. Tanda dosis sengaja dilampaui
Tanda seru (!) diberikan di belakang nama obat jika dokter sengaja
5.Resep yang mengandung narkotik
Resep yang mengandung narkotik tidak boleh ada tanda iterasi yang
berarti dapat diulang; tidak boleh ada m.i (mihiipsi) yang berarti untuk
dipakai sendiri; tidak boleh ada u.c (usus cognitus) yang berarti
pemakaiannya diketahui. Resep dengan obat narkotik harus disimpan
terpisah dari resep obat lainnya (Jas, 2009).
2.4.10.Persyaratan Menulis Resep dan Prinsipnya
Syarat-syarat dalam penulisan resep mencakupi:
1. Resep ditulis dengan jelas dengan tinta secara lengkap di kop resep
serta tidak ada keraguan dalam pelayanannya dan pemberian obat.
2. Satu lembar kop resep hanya digunakan untuk satu pasien
3. Signatura ditulis dalam singkatan latin dengan jelas, jumlah takaran
sendok pada signatura bila genap ditulis angka romawi, tetapi bila
angka pecahan ditulis latin. Sebagai contoh: Cth. I atau Cth. ½, Cth
1½
4. Menulis jumlah wadah atau menulis numeru (nomor) selalu genap,
walaupun dibutuhkan satu setengah botol, harus digenapkan menjadi
Fls. No. II atau Fls. II saja
5. Paraf atau tandatangan dokter yang bersangkutan harus ditulis
setelah signatura untuk menunjukkan keabsahan atau legalitas dari
resep tersebut terjamin
6. Jumlah obat yang dibutuhkan ditulis dalam angka Romawi.
7. Nama pasien dan umur harus ditulis dengan jelas
8. Khusus untuk peresepan obat narkotika, harus ditandatangani oleh
pihak dokter bersangkutan dan dicantumkan alamat pasien dan resep
tidak boleh iter (diulangi) tanpa resep dokter
9. Resep hanya berlaku di satu propinsi dan satu kota
10. Tidak menyingkat nama obat dengan singkatan yang tidak umum
11. Tulisan yang sulit dibaca dihindari karena hal ini dapat mempersulit
pelayanan
12. Resep merupakan rekam medis bagi dokter dalam praktek dan bukti
pemberian obat kepada pasien yang diketahui oleh farmasis di
apotek maka kerahasiannya wajib dijaga (Jas, 2009).
2.4.11.Prinsip Penulisan Resep
Dari segi penulisan obat boleh ditulis dengan nama paten atau dagang,
generik, resmi atau kimia sementara karakteristik nama obat ditulis harus
sama dengan yang tercantum pada label kemasan. Resep harus ditulis
tangan dengan tinta dikop resep resmi dan dokter penulis resep harus
menentukan bentuk sediaan dan jumlah obat yang akan diberikan kepada
pasien. Signatura seharusnya ditulis dalam singkatan bahasa latin (Jas,
2007).
2.4.12.Menulis Resep
Resep ditulis pada kop format resep resmi dan harus menepati ciri-ciri
yang berikut:
1. Penulisan resep sesuai dengan format dan kaidah yang berlaku, bersifat
pelayanan medik dan informatif
2. Penulisan resep selalu dimulai dengan tanda R/ yang berarti ambillah
atau berikanlah
3. Nama obat, bentuk sediaan, dosis setiap kali pemberian dan jumlah
obat kemudian ditulis dalam angka Romawi dan harus ditulis dengan
jelas
a. Penulisan resep standar tanpa komposisi, jumlah obat yang
diminta ditulis dalam satuan mg, g, IU atau ml, kalau perlu ada
perintah membuat bentuk sediaan (m.f. = misce fac, artinya
b. Penulisan sediaan obat paten atau merek dagang, cukup dengan
nama dagang saja dan jumlah sesuai dengan kemasannya
4. Dalam penulisan nama obat karakter huruf nama obat tidak boleh
berubah, misal:
Codein, tidak boleh menjadi Kodein
Pharmaton F., tidak boleh menjadi Farmaton F.
5. Signatura ditulis dengan jelas, tutup dan paraf
6. Pro atau peruntukkan obat dan umur pasien ditulis, misalnya Tn. Amir,
Ny. Supiah, Ana (5 tahun)
7. Untuk dua sediaan, besar dan kecil. Bila dibutuhkan yang besar, tulis
volume sediaan sesudah bentuk sediaan, misalnya 120 ml
8. Untuk sediaan bervariasi, bila ada obat dua atau tiga konsentrasi,
sebaiknya tulis dengan jelas, misalnya: pediatric, adult, dan forte (Jas,
2009).
2.4.13.Permasalahan dalam Menulis Resep
Banyak permasalahan yang timbul dalam penulisan resep, karena hal ini
menyangkut dengan pelayanan kesehatan yang bersifat holistik, yang melibatkan
profesi farmasis dan perawat, antara lain:
1. Zat aktif obat tersebut tidak boleh diberikan begitu saja sebagai obat,
terlebih dahulu harus diberikan dalam bentuk sediaan. Oleh karena
itu, kita harus mengenal dan memahami secara mendalam berbagai
jenis dan bentuk sediaan obat
2. Masalah farmaseutikal dari bentuk sediaan harus diinformasikan
termasuk kebaikan dan keburukan dalam pemberian
3. Bentuk sediaan yang diberikan harus sesuai dengan rute pemberian
dan kondisi pasien
4. Obat sebagai komoditas yang spesifik dan bersifat dimensional,
artinya satu aspek sebagai alat kesehatan dan aspek lainnya sebagai
komoditas ekonomi yang dapat diperjualbelikan. Jadi para dokter
karena itu peredarannya sangat diperhatikan dan telah diatur menurut
undang-undang
5. Penulisan resep bukan pada kop resep resmi, padahal obat yang
ditulis tersebut mencakup daftar yang harus diawasi penggunaannya
6. Penulisan resep pada kop yang tidak sesuai format umum yang telah
disepakati sehingga menghilangkan ciri khas resep dokter
7. Bila dokter memberikan informasi penggunaan obat suppositoria
melalui rektum atau anus, jangan sekali-kali disebut melalui dubur
karena dapat terjadi kesilapan pendengaran, yakni didengar oleh
pasien berupa bubur, akhirnya penggunaan obat menjadi salah dan
menyebabkan kerugian bagi pasien
8. Dalam pemilihan obat dalam bentuk sediaan krim atau ointment
(salap) seperti Gentamycin cream atau salap harus dipahami sifat
fisika bentuk sediaan krim maupun salap (Unguenta) karena krim
merupakan pembawa yang terdiri dari campuran air dan lemak atau
minyak dengan penyabunan, berupa emulsi tipe O/W (oil in water),
artinya fase minyak di dalam air sehingga dapat diencerkan dengan
air. Dengan demikian sediaan krim dapat menyerap eksudat cair dan
BAB 3
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1. Kerangka Konsep
Variabel Independen Variabel Dependen
Gambar 3.1. Kerangka Konsep
3.2. Variabel dan Definisi Operasional 3.2.1 Penguasaan
Tabel 3.1. Definisi Operasional, Cara Ukur, Alat Ukur, Hasil Ukur dan Skala
Ukur bagi Variabel Pengetahuan
Definisi
Operasional
Segala yang diketahui (tahap pengetahuan) mahasiswa
kedokteran yang sedang mengikuti kepaniteraan klinik di
RSUP Haji Adam Malik mengenai penulisan resep secara baik
yaitu dari segi tulisan yang dapat dibaca dan penulisan resep
yang benar yaitu dari segi kaedah dan format penulisan resep
yang meliputi inscriptio, invocatio, prescriptio atau ordonatio,
signatura, subscriptio dan pro.
Cara Ukur Sistem angket
Penguasaan
Peresepan Mahasiswa FK USU yang
sedang mengikuti kepaniteraan klinik di RSUP
Haji Adam Malik Sistem KBK
Alat Ukur Angket yang terdiri dari 4 pertanyaan
Hasil Ukur Untuk pertanyaan yang pertama, resep yang ditulis mahasiswa
diberi nilai seperti berikut apabila hal-hal berikut terdapat di
dalam resep hasil tulisan mereka:
Tulisan yang dapat dibaca dan dipahami = 1
Inscriptio
Nama dokter =1
Alamat dokter = 1
Nomor surat izin praktek = 1
Kota dan tanggal resep ditulis= 1
Invocatio
Simbol R/ (berikanlah) = 1
Prescriptio/ordonatio
Bentuk sediaan obat termasuk kaidah penulisannnya yang betul
= 1
Nama obat termasuk kaidah penulisannnya yang betul = 1
Dosis dan Kekuatan obat = 1
Wadah obat termasuk kaidah penulisannnya yang betul = 1
Kuantitas atau jumlah obat termasuk kaidah penulisannnya
yang betul = 1
Signatura
Aturan pemakaian obat termasuk kaidah penulisannnya yang
betul = 1
Subscriptio
Paraf dokter = 1
Pro yaitu peruntukan = 1
Nilai maksimum = 14
Untuk pertanyaan yang berikutnya, mahasiswa menilai kopi
nilainya = 1, jika jawaban dijawab dengan salah, maka nilainya
= 0. Nilai maksimum yang ditetapkan adalah 11.
Kategori:
Penguasaan baik : total skor >75% dari nilai tertinggi
yaitu > 18
Penguasaan sedang : total skor 40 - 75% dari nilai tertinggi
yaitu 10-18
Penguasaan kurang : total skor <40% dari nilai tertinggi
yaitu < 10
(Pratomo, 1990)
Skala Ukur Skala ordinal
3.2.2. Mahasiswa
Tabel 3.2. Definisi Operasional, Cara Ukur, Alat Ukur, Hasil Ukur dan Skala Ukur bagi Variabel Mahasiswa FK USU Sistem KBK dan non-KBK yang sedang mengikuti kepaniteraan klinik di RSUP Haji Adam Malik
Definisi
Operasional
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
yang sedang mengikuti kepaniteraan klinik di RSUP Haji
Adam Malik yang terdiri dari angkatan 2005 yang mengikuti
perkuliahan pendidikan kedokteran dalam sistem non-KBK
serta angkatan 2006 yang mengikuti perkuliahan pendidikan
kedokteran melalui sistem KBK .
Cara Ukur Pengisian stambuk masing-masing pada kolom yang
disediakan di angket.
Alat Ukur Angket
Hasil Ukur 1. Angkatan 06
2. Angkatan 05
3.3. Hipotesis
Ada perbedaan tingkat penguasaan tentang penulisan resep yang baik dan benar antara mahasiswa FK USU sistem perkuliahan KBK dan sistem perkuliahan
BAB 4
METODE PENELITIAN
4.1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif-analitik dengan desain
cross-sectional Dengan pengamatan yang dilakukan satu kali dalam satu waktu
tertentu, dapat diperoleh tingkat penguasaan mahasiswa Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara sistem KBK dan non-KBK yang sedang mengikuti
kepaniteraan klinik di RSUP Haji Adam Malik mengenai penulisan resep secara
baik dan benar melalui data primer yang didapatkan menerusi pengisian angket
yang dibagikan. Kemudian, data yang didapatkan dilakukan perbandingan tingkat
penguasaan tentang peresepan antara mahasiswa FK USU sistem KBK dan
non-KBK yang sedang mengikuti kepaniteraan klinik di RSUP Haji Adam Malik.
4.2. Waktu dan Tempat Penelitian 4.2.1. Waktu Penelitian
Penelitian ini mulai dirancang pada bulan Februari 2010 dengan
penelusuran tinjauan pustaka yang meliputi sumber dari buku, jurnal serta artikel
dari internet, pembuatan serta penyusunan proposal penelitian yang diikuti dengan
konsultasi dengan dosen pembimbing. Pemaparan proposal di seminar proposal
dilanjutkan kemudiannya pada bulan Mei 2010 serta diteruskan dengan penelitian
lapangan yang dimulai dari pengumpulan data sehingga penulisan laporan tentang
hasil penelitian yang memakan waktu selama 6 bulan, yaitu dari bulan Juni 2010
sampai bulan Nopember 2010.
Lokasi yang dipilih untuk melakukan penelitian adalah RSUP Haji Adam
Malik karena rumah sakit ini merupakan rumah sakit utama bagi mahasiswa
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara untuk meneruskan pendidikan
mereka dalam bidang klinis sebelum menamatkan pendidikan sebagai seorang
dokter. Selain itu, sebelum ini tidak pernah dilakukan penelitian tentang tingkat
penguasaan mahasiswa kedokteran yang sedang menjalani kepaniteraan klinik
tentang penulisan resep yang baik dan benar di rumah sakit tersebut.
4.3. Populasi dan Sampel 4.3.1. Populasi
Populasi target dalam penelitian ini merupakan semua mahasiswa Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang sedang menjalani kepaniteraan
klinik. Populasi terjangkau adalah mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara yang sedang menjalani kepaniteraan klinik di RSUP Haji Adam
Malik, bermula dari angkatan 05 sampai angkatan 06. Berdasarkan survei awal
yang dilakukan melalui pengambilan data mahasiswa di Subbag pendidikan FK
USU, ternyata jumlah populasi mahasiswa yang sedang mengikuti kepaniteraan
klinik di RSUP Haji Adam Malik adalah sebanyak 697 orang dengan komposisi
sebanyak 369 orang yang mengikuti sistem KBK dan 328 orang yang mengikuti
sistem non-KBK.
4.3.2. Sampel
Sampel dipilih secara random dari kelompok populasi terjangkau, yaitu
mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang sedang
menjalani kepaniteraan klinik di RSUP Haji Adam Malik, mulai dari angkatan 05
sampai angkatan 06. Teknik sampling yang digunakan adalah non-probability
sampling jenis consecutive sampling di mana semua subjek yang datang dan
memenuhi kriteria pemilihan dimasukkan dalam penelitian sampai jumlah subyek
yang diperlukan terpenuhi. Berikut merupakan kriteria inklusi serta kriteria
Tabel 4.1. Kriteria Inklusi dan Eksklusi
Kriteria Inklusi Kriteria Eksklusi
a. Mahasiswa Kedokteran Universitas
Sumatera Utara
b. Angkatan 05 atau 06
c. Menjalani kepaniteraan klinik di
RSUP Haji Adam Malik
a. Memenuhi kriteria inklusi tetapi
menolak untuk menjadi responden
Untuk mendapatkan besar sampel penelitian yang representatif, penarikan
sampel dari populasi dilakukan dengan menggunakan rumus:
Gambar 4.1. Rumus Uji Hipotesis 2 Populasi
Keterangan:
n = besar sampel minimum
Z 1-α/2 = nilai distribusi normal baku (tabel Z) pada α tertentu (1,96)
Power of Test (Kekuatan Uji) = 80% (∴β = 20%) , jadi Z 1-β = 0,842
Z 1-β= nilai distribusi normal baku (tabel Z) pada β tertentu (0,842)
P = rata-rata P1dan P2 P = ½ (P1+P2) (0,6)
n1 = n2 = {(Z 1-α/2√2P(1-P) + Z 1-β√P1(1-P1) + P2(1-P2)}2
P1= proporsi di populasi (0,5)
P2 = perkiraan proporsi di populasi (0,7)
P1-P2 = perkiraan selisih proporsi yang diteliti dengan proporsi di populasi (0,2)
Maka, besar sampel yang diinginkan adalah:
n1 = n2 = {(1,96 √2(0,6)(1-0,6) + 0,842 √0,5(1-0,5) + 0,7(1-0,7)}2
(0,2)2
= 93,026027 ≈ 93 responden
Jumlah responden yang diperlukan adalah sebanyak 93 orang mahasiswa
sistem KBK dan 93 orang sistem non-KBK.
4.4. Teknik Pengumpulan Data
Data yang digunakan untuk penelitian ini merupakan data primer yang
diperoleh melalui angket yang dibagikan kepada responden yang terpilih yang
mana angket tersebut diuji validitas serta reabilitasnya terlebih dahulu sebagai
instrumen penelitian. Setelah itu, angket tersebut diedarkan kepada sampel untuk
menjawabnya. Beserta dengan angket tersebut, dilampirkan satu formulir yang
terdiri dari:
Bagian I yang merupakan lembaran inform consent yang memuatkan
penjelasan tentang penelitian yang dilakukan dan permintaan persetujuan
daripada responden untuk mengisi kuesioner yang dibagikan.
Bagian II yang merupakan surat persetujuan dari responden yang
menyatakan bahwa ia telah memahami dengan sepenuhnya tentang
penjelasan yang telah diberikan tentang penelitian dan pernyataan
Data sekunder yang digunakan pula terdiri daripada data –data tentang
jumlah mahasiswa angkatan’ 05 dan 06 yang sedang menjalani kepaniteraan
klinik di RSUP Haji Adam Malik yang diperoleh daripada Subbag Pendidikan FK
USU.
4.5. Pengolahan dan Analisis Data
Data dikumpul dan diolah secara manual dengan langkah-langkah editing,
pengkodean data (data coding), pemindahan data ke komputer (data entering),
dan pembersihan data (data cleaning). Seterusnya data disajikan dalam bentuk
tabel distribusi frekuensi. Kemudian, pengujian hipotesis dilakukan dengan
menggunakan analisis non-parametrik jenis chi square (uji kuadrat). Analisa dan
pengolahan data dilakukan dengan bantuan statistical product and service
BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1. Hasil Penelitian
5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian
Menurut Profil Kesehatan RSUP H. Adam Malik (2006) dalam Tiolena H
(2008) dengan lokasinya di Jalan Bunga Lau No. 17 Km 12 Kecamatan Medan
Tuntungan Kotamadya Medan Propinsi Sumatera Utara, Rumah Sakit Umum
Pusat telah dibangunkan di atas tanah seluas + 10 hektar. Bersesuaian dengan SK
Menkes No. 335/Menkes/SK/VII 1990, rumah sakit ini dikatakan sebagai rumah
sakit tipe A dan dalam pada masa yang sama rumah sakit ini juga merupakan
rumah sakit pendidikan menurut SK Menkes No. 502/ Menkes/SK/IX/1991 serta
merupakan pusat Rujukan untuk wilayah pembangunan A yang terdiri dari
Propinsi Sumatera Utara, Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Barat dan Riau.
Rumah sakit ini mulai beroperasi pada 17 Juni 1991 dengan pelayanan rawat jalan
pada mulanya sehinggalah pada tanggal 2 Mei 1992 telah dilaksanakan pelayanan
rawat inap sehinggalah sekarang yang telah mempunyai jumlah katil sebanyak
5.1.2. Demografi Responden
Tabel 5.1. Demografi Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera
Utara (n = 697 orang) yang Sedang Menjalani Kepaniteraan Klinik di Rumah
Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik dari Stambuk 05’-06’
Karakteristik Keterangan Frekuensi Persen (%) Model Kurikulum KBK 369 52,94
Non-KBK 328 47,06
Jalur Masuk Reguler 402 57,68
Mandiri 295 42,32
Warganegara Indonesia 481 69,01
Malaysia 216 30,99
Berdasarkan tabel 5,1, diperoleh bahwa jumlah mahasiswa Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara bagi stambuk 05’ dan 06’ yang sedang
menjalani kepaniteraan klinik di Rumah Sakit Haji Adam Malik lebih banyak
mahasiswa sistem KBK(52,94%), jalur masuk regular (57,68%) dan warganegara
Indonesia (69,01%) dibandingkan dengan mahasiswa sistem non-KBK (47,06%),
Tabel 5.2. Distribusi Frekuensi Responden (n = 186 orang) Berdasarkan Model
Kurikulum dan Jenis Kelamin
Jenis Kelamin
Gambaran bagi responden yang terlibat dalam penelitian ini dapat dilihat
dengan jelas pada tabel 5.2 yang menunjukkan bahwa dari 186 orang responden
yang menjawab kuesioner yang diberikan, 93 orang antaranya merupakan
mahasiswa sistem KBK dan 93 orang lagi mahasiswa merupakan mahasiswa
sistem non-KBK, bersesuaian dengan ketetapan hasil rumus uji hipotesis 2
populasi yang digunakan untuk mendapatkan besar sampel representatif yang
dapat mewakili populasi mahasiswa tersebut. Mayoritas responden merupakan
mahasiswa perempuan yang mana bagi mahasiswa KBK mencatatkan angka
sebanyak 55 orang (50,9%) sementara bagi mahasiwa non-KBK pula jumlahnya
adalah sebanyak 53 orang (49,1%). Jumlah keseluruhan mahasiswa laki-laki yang
turut serta dalam penelitian adalah seramai 78 orang yang mana 38 orang (48,7%)
antaranya mengikuti sistem perkuliahan KBK dan selebihnya yaitu seramai 40
orang (51,3%) adalah mahasiswa sistem non-KBK. Dengan menggunakan SPSS
16, didapatkan distribusi adalah tidak berbeda secara signifikan dengan nilai p >
5.1.3. Tingkat Penguasaan Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universiats Sumatera Utara tentang Penulisan Resep yang Baik dan Benar
Tingkat penguasaan mahasiswa terhadap penulisan resep dinilai dengan
menggunakan sistem angket dengan jumlah pertanyaan semuanya berjumlah 4
pertanyaan di mana pada pertanyaan yang pertama, mahasiswa diuji penguasaan
nya untuk menulis resep berdasarkan pemicu yang diberikan dan pertanyaan
kedua sehingga keempat, mahasiswa diminta untuk menilai kopi resep yang
tersedia. Hasil penelitian tentang penguasaan responden dapat dilihat pada tabel
yang berikut:
Tabel 5.3. Distribusi Frekuensi Responden (n = 186 orang) Berdasarkan Kategori
Tingkat Penguasaan dalam Penulisan Resep secara Baik dan Benar
Tingkat penguasaan Frekuensi Persen (%)
Kurang 75 40,3
Sedang 108 58,1
Baik 3 1,6
Jumlah 186 100,0
Tabel di atas menunjukkan bahwa rata-rata penguasaan mahasiswa dalam
penulisan resep secara baik dan benar berada pada kategori sedang yang
mencatatkan angka sebanyak 108 orang (58,1%). Hanya sebanyak 3 orang
mahasiswa mempunyai penguasaan yang baik yang mencatatkan peratusan yang
5.1.4. Tingkat Penguasaan Mahasiswa KBK tentang Penulisan Resep yang Baik dan Benar
Tabel 5.4. Distribusi Frekuensi Mahasiswa KBK (n = 93 orang) Berdasarkan
Kategori Tingkat Penguasaan dalam Penulisan Resep secara Baik dan Benar
Dari tabel di atas, dapat dilihat mayoritas daripada mahasiswa KBK masih
lagi mempunyai penguasaan yang kurang dengan jumlahnya sebanyak 55 orang
(59,1%) dan hanya sebanyak 1 orang yang berpenguasaan baik dalam penulisan
resep yang mencatatkan peratusan paling kecil yaitu sebanyak 1,1%.
Tingkat penguasaan Frekuensi Persen (%)
Kurang 55 59,1
Sedang 37 39,8
Baik 1 1,1
5.1.5. Tingkat Penguasaan Mahasiswa Non-KBK tentang Penulisan Resep yang Baik dan Benar
Tabel 5.5. Distribusi Frekuensi Mahasiswa Non-KBK (n = 93 orang) Berdasarkan
Kategori Tingkat Penguasaan dalam Penulisan Resep secara Baik dan Benar
Berdasarkan tabel 5.4 dapat diketahui bahwa kebanyakan responden
memiliki penguasaan yang sedang tentang penulisan resep yang baik dan benar
dengan jumlah responden sebanyak 71 orang (76,3%). Hanya sebagian kecil dari
responden berpenguasaan baik yaitu sebanyak 2 orang (2,2%).
Tingkat penguasaan Frekuensi Persen (%)
Kurang 20 21,5
Sedang 71 76,3
Baik 2 2,2
5.1.6. Analisa Pengujian Hipotesa dengan Menggunakan Chi Square
Pengujian hipotesa yang telah dikemukakan dalam bab 3 dilakukan
dengan menggunakan kaedah Chi Square (X2) dengan hasilnya seperti yang
berikut:
Tabel 5.6. Perbandingan frekuensi Tingkat Penguasaan Mahasiwa KBK (n = 93
orang) dan Non-KBK (n = 93 orang) tentang Penulisan Resep yang Baik dan
Benar
Dengan menggunakan SPSS 16, data-data yang telah didapatkan diolah
dalam tabel tabulasi silang dan didapatkan nilai X2 adalah bersamaan dengan
27,370, nilai df= 2 dan didapatkan distribusi bermakna secara signifikan dengan
nilai p < 0,05. Maka, dengan ini hipotesis nol tidak dapat diterima karena nilai p
Gambar 5.1. Perbandingan frekuensi Tingkat Penguasaan Mahasiwa KBK (n = 93
orang) dan Non-KBK (n = 93 orang) tentang Penulisan Resep yang Baik dan
Benar
Tabel 5.6 dan gambar 5.1 menunjukkan bahwa lebih banyak mahasiswa
Non-KBK yang berpenguasaan sedang dalam penulisan resep yaitu sebanyak 71
orang (76,3%) berbanding mahasiswa KBK yang hanya mencatatkan jumlah
mahasiswa sebanyak 37 orang (39,8%). Untuk kategori penguasaan baik,
mahasiswa KBK mencatatkan jumlah hanya sebanyak 1 orang (1,1%)
dibandingkan dengan mahasiswa non-KBK yang mencatatkan jumlah mahasiswa
sebanyak 2 orang (2,2%). Dibandingkan dengan mahasiswa non-KBK yang hanya
mencatatkan sebanyak 20 orang (21,5%) mahasiswa yang berada pada kategori
kurang penguasaannya dalam penulisan resep, mahasiswa KBK menunjukkan
angka yang lagi banyak jumlahnya pada kategori yang sama yaitu sebanyak 55
orang (59,1%). Mayoritas daripada mahasiswa non-KBK berpenguasaan sedang
namun sebagian besar mahasiswa KBK berpenguasaan kurang dalam penulisan
5.1.7. Kesalahan-kesalahan yang Dilakukan dalam Penulisan Resep oleh Mahasiswa
Tabel 5.7. Jenis Kesalahan yang Dilakukan Mahasiswa KBK dan non-KBK dalam
Menulis Resep
Jenis Kesalahan KBK Non-KBK
Jumlah %
n % n %
Tulisan yang jelek (susah
dibaca dan difahami)
37 39,8 44 47,3 81 43,5
INSCRIPTIO
Tiada nama dokter penulis
resep
66 71,0 28 30,1 94 50,5
Tiada alamat dokter 72 77,4 32 34,4 104 55,9
Tiada nomor surat izin
praktek
80 86,0 57 61,3 137 73,7
Tiada nama kota dan
tanggal resep ditulis
Tiada bentuk sediaan obat
atau kaedah penulisannya
yang salah
Huruf kecil di hadapan
nama obat
24 25,8 13 14,0 37 19,9
Ejaan nama obat yang
salah
16 17,2 20 21,5 36 19,4
Menggunakan singkatan
dalam penulisan nama obat
6 6,5 1 1,1 7 3,8
Penulisan nama obat tidak
lengkap
8 8,6 18 19,4 26 14,0
Tidak dinyatakan dosis dan
kekuatan obat atau kaidah
penulisannya yang salah
atau jumlah obat atau