• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Mentoring Agama Islam Terhadap Perubahan Konsep Diri Mahasiswa Muslim Universitas Sumatera Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Mentoring Agama Islam Terhadap Perubahan Konsep Diri Mahasiswa Muslim Universitas Sumatera Utara"

Copied!
169
0
0

Teks penuh

(1)

i

PENGARUH MENTORING AGAMA ISLAM TERHADAP

PERUBAHAN KONSEP DIRI MAHASISWA MUSLIM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Ujian Sarjana Psikologi

Oleh:

IMAM SETIAWAN

091301044

FAKULTAS PSIKOLOGI

(2)

ii

LEMBAR PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini, menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi saya yang berjudul ―pengaruh mentoring agama islam terhadap perubahan konsep diri mahasiswa muslim universitas sumatera utara‖ adalah karya sendiri dan belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan disuatu perguruan tinggi manapun.

Adapun bagian-bagian tertentu dalam penulisan skripsi ini yang saya kutip dari hasil karya orang lain telah dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah dan etika penulisan ilmiah.

Apabila dikemudian hari ditemukan adanya kecurangan dalam skripsi ini, saya bersedia menerima sanksi pencabutan gelar akademis yang saya sandang dan sanksi-sanksi lainnya sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.

Medan, April 2013

(3)

iii

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Kuasa, atas nikmat dan karunianya berupa kekuatan kepada saya dalam penyelesaian skripsi ini. Penyusunan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan studi di Fakultas Psikologi USU.

Penulis menyadari bahwa banyak pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini, baik dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada bang Tarmidi, S.Psi., M.Psi., Psikolog selaku dosen pembimbing skripsi yang telah membimbing saya dengan penuh kesabaran dan pengertian.

Akhir kata, penulis berharap Allah SWT. berkenan membalas segala kebaikan saudara-saudari semua. Penulis menyadari bahwa seluruh isi skripsi ini menjadi tanggung jawab penulis. Penulis juga berharap adanya kritikan dan saran dari berbagai pihak terkait skripsi ini.

Medan, Maret 2013

(4)

iv

Pengaruh Mentoring Agama Islam Terhadap Perubahan Konsep Diri Mahasiswa Muslim Universitas Sumatera Utara

Imam Setiawan1 dan Tarmidi2

ABSTRAK

Mahasiswa sebagai agen perubahan diharapkan memiliki konsep diri yang positif. Konsep diri yang positif pada mahasiswa dapat dibentuk dengan meningkatkan religiusitas melalui peran teman sebaya (significant other). Salah satu program yang dapat dilakukan adalah melalui mentoring agama Islam. Konsep diri merupakan persepsi seseorang terhadap dirinya sendiri, dimana persepsi ini dibentuk melalui pengalaman dan interprestasi seseorang terhadap dirinya (Shavelson, Hubner, & Stanton, 1976). Mentoring agama Islam adalah salah satu metode pendidikan Islam yang dilaksanakan secara rutin tiap minggu dalam sebuah kurikulum tertentu (Satria, 2010).

Penelitian ini menggunakan metode kuasi-eksperimen yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh mentoring agama Islam terhadap perubahan konsep diri mahasiswa. Penelitian ini melibatkan 367 mahasiswa muslim yang diambil datanya sebanyak dua kali, yaitu pretes dan postes. Pretes diberi sebelum subjek mengikuti mentoring agama Islam dan postest diberikan setelah subjek mengikuti mentoring agama Islam. Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian adalah incidental sampling. Data yang diperoleh di analisa dengan uji t paired-sample t-tes. Alat ukur yang digunakan adalah skala konsep diri yang diadopsi dari Marsh (1992). Skala ini mengukur 7 jenis konsep diri, yakni : konsep diri akademis, problem-solving, spiritual, kejujuran, parent-relation, emosional, dan konsep diri umum.

Hasil analisa data menunjukkan terdapat pengaruh dari pelaksanaan mentoring agama Islam terhadap perubahan konsep diri akademis (r = 0.23), spiritual (r = 0.47), kejujuran (0.19), parent-relation (r = 0.15), dan konsep diri umum (r = 0.61) pada mahasiswa. Saran bagi peneliti selanjutnya yang meneliti mentoring agama islam sebaiknya menggunakan desain eksperimen dengan kontrol yang lebih ketat sehingga didapatkan validitas internal yang lebih baik.

Kata Kunci: mentoring agama Islam, konsep diri

1

Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara 2

(5)

v

The influence of Islamic Mentoring to Moslem Students' Self-Concept Changes in North Sumatra University

Imam Setiawan1 and Tarmidi2

ABSTRACT

Students as agents of change is expected to have a positive self-concept. Positive self-concept in students can be made by increasing religiosity through peer-group (significant other). Islamic mentoring is one of the most program that can be done. Self-concept is a person's perception of himself, which was formed through the perception and interpretation of one's experience (Shavelson, Hubner, & Stanton, 1976). Islamic mentoring is one of the Islamic education method which held regularly every week in a particular curriculum (Knight, 2010).

This study used a quasi-experimental design which aim to investigate the influence of Islamic mentoring to student self-concept change. The study involved 367 Moslem students were taken data twice, pretest and posttest. Pretest was given before the subject follow the Islamic mentoring and posttest administered after subjects followed Islamic mentoring. The sampling technique which used in this study is incidental sampling. The data obtained were analyzed by paired-sample t test. Measuring instrument which used were self-concept scale that adopted from Marsh (1992). This scale measures 7 types of self-concept, that is : academic self-concept, problem-solving, spirituality, honesty, parent-relation, emotional, and general self-concept.

Data Results showed there is an influence of Islamic mentoring to changing academic self-concept (r = 0.23), spiritual (r = 0.47), honesty (0.19), parent-relation (r = 0.15), and general self-concept (r = 0.61) on student. Suggestion for further research in Islamic mentoring should be use experimental design with tighter control to get better internal validity.

Keywords: Islamic mentoring, self-concept

_______________________

1

Student of Psychology Faculty, University of North Sumatra 2

(6)

i

8. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Efektifitas Pelaksanaan Mentoring Agama Islam ... 42

C. Mahasiswa ... 43

1.Definisi Mahasiswa ... 43

2. Perkembangan Konsep Diri Pada Remaja ... 44

(7)

ii

D. Populasi Dan Metode Pengambilan Sampel ... 60

1. Populasi ... 60

2. Sampel ... 61

3. Metode Pengambilan Sampel ... 61

4. Jumlah Sampel Penelitian ... 62

E. Metode Pengumpulan Data ... 62

F. Validitas Dan Reliabilitas Alat Ukur ... 64

G. Hasil Uji Coba Alat Ukur Penelitian ... 67

H. Metode Analisa Data ... 68

I. Prosedur Pelaksanaan Penelitian ... 69

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A. Analisis Data ... 71

1. Gambaran Umum Subyek Penelitian ... 71

2. Uji Asumsi Penelitian... 80

3. Hasil Penelitian ... 81

B. Pembahasan ... 87

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 96

DAFTAR PUSTAKA ... 99

(8)

iii

DAFTAR GAMBAR

(9)

iv

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Blue Print Skala Konsep Diri ... 63

Tabel 2. Koefisien Reliabilitas Alat Ukur Konsep Diri Marsh ... 66

Tabel 3. Distribusi item Konsep Diri sebelum diuji coba ... 67

Tabel 4. Distribusi item Konsep Diri setelah diuji coba ... 68

Tabel 5. Persentase Subjek Berdasarkan Fakultas ... 72

Tabel 6. Persentase Subjek Berdasarkan Suku ... 73

Tabel 7. Persentase Subjek Berdasarkan Hobi Subjek ... 74

Tabel 8. Persentase Subjek Berdasarkan Status Tempat Tinggal... 75

Tabel 9. Persentase Subjek Berdasarkan Asal Sekolah ... 76

Tabel 10. Persentase Subjek yang Pernah Mengikuti Organisasi ... 77

Tabel 11. Persentase Subjek Berdasarkan Prestasi yang Pernah diraih ... 78

Tabel 12. Persentase Subjek Berdasarkan Riwayat Pembinaan Subjek ... 79

Tabel 13. Hasil Uji Normalitas ... 80

Tabel 14. Hasil Uji Paired Sample T-Tes Konsep diri akademis ... 81

Tabel 15. Hasil Uji Paired Sample T-Tes Konsep diri Problem-solving ... 82

Tabel 16. Hasil Uji Paired Sample T-Tes Konsep diri Spirittual ... 83

Tabel 17. Hasil Uji Paired Sample T-Tes Konsep diri Kejujuran ... 84

Tabel 18. Hasil Uji Paired Sample T-Tes Konsep diri Parent-relation ... 84

Tabel 19. Hasil Uji Paired Sample T-Tes Konsep diri Emosional ... 85

(10)

v

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran I. Skala Konsep Diri ... 106

Lampiran II. Data Mentah Skor Subjek ... 113

A. Data Mentah Skor Subjek saat Pretest ... 114

B. Data Mentah Skor Subjek saat Postest ... 126

Lampiran III. Hasil Pengujian ... 138

A. Hasil Pengujian Reliabilitas Skala Konsep Diri ... 139

B. Hasil Uji Normalitas ... 142

C. Hasil Hasil Uji Paired Sample T-Tes Konsep diri ... 142

(11)

iv

Pengaruh Mentoring Agama Islam Terhadap Perubahan Konsep Diri Mahasiswa Muslim Universitas Sumatera Utara

Imam Setiawan1 dan Tarmidi2

ABSTRAK

Mahasiswa sebagai agen perubahan diharapkan memiliki konsep diri yang positif. Konsep diri yang positif pada mahasiswa dapat dibentuk dengan meningkatkan religiusitas melalui peran teman sebaya (significant other). Salah satu program yang dapat dilakukan adalah melalui mentoring agama Islam. Konsep diri merupakan persepsi seseorang terhadap dirinya sendiri, dimana persepsi ini dibentuk melalui pengalaman dan interprestasi seseorang terhadap dirinya (Shavelson, Hubner, & Stanton, 1976). Mentoring agama Islam adalah salah satu metode pendidikan Islam yang dilaksanakan secara rutin tiap minggu dalam sebuah kurikulum tertentu (Satria, 2010).

Penelitian ini menggunakan metode kuasi-eksperimen yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh mentoring agama Islam terhadap perubahan konsep diri mahasiswa. Penelitian ini melibatkan 367 mahasiswa muslim yang diambil datanya sebanyak dua kali, yaitu pretes dan postes. Pretes diberi sebelum subjek mengikuti mentoring agama Islam dan postest diberikan setelah subjek mengikuti mentoring agama Islam. Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian adalah incidental sampling. Data yang diperoleh di analisa dengan uji t paired-sample t-tes. Alat ukur yang digunakan adalah skala konsep diri yang diadopsi dari Marsh (1992). Skala ini mengukur 7 jenis konsep diri, yakni : konsep diri akademis, problem-solving, spiritual, kejujuran, parent-relation, emosional, dan konsep diri umum.

Hasil analisa data menunjukkan terdapat pengaruh dari pelaksanaan mentoring agama Islam terhadap perubahan konsep diri akademis (r = 0.23), spiritual (r = 0.47), kejujuran (0.19), parent-relation (r = 0.15), dan konsep diri umum (r = 0.61) pada mahasiswa. Saran bagi peneliti selanjutnya yang meneliti mentoring agama islam sebaiknya menggunakan desain eksperimen dengan kontrol yang lebih ketat sehingga didapatkan validitas internal yang lebih baik.

Kata Kunci: mentoring agama Islam, konsep diri

1

Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara 2

(12)

v

The influence of Islamic Mentoring to Moslem Students' Self-Concept Changes in North Sumatra University

Imam Setiawan1 and Tarmidi2

ABSTRACT

Students as agents of change is expected to have a positive self-concept. Positive self-concept in students can be made by increasing religiosity through peer-group (significant other). Islamic mentoring is one of the most program that can be done. Self-concept is a person's perception of himself, which was formed through the perception and interpretation of one's experience (Shavelson, Hubner, & Stanton, 1976). Islamic mentoring is one of the Islamic education method which held regularly every week in a particular curriculum (Knight, 2010).

This study used a quasi-experimental design which aim to investigate the influence of Islamic mentoring to student self-concept change. The study involved 367 Moslem students were taken data twice, pretest and posttest. Pretest was given before the subject follow the Islamic mentoring and posttest administered after subjects followed Islamic mentoring. The sampling technique which used in this study is incidental sampling. The data obtained were analyzed by paired-sample t test. Measuring instrument which used were self-concept scale that adopted from Marsh (1992). This scale measures 7 types of self-concept, that is : academic self-concept, problem-solving, spirituality, honesty, parent-relation, emotional, and general self-concept.

Data Results showed there is an influence of Islamic mentoring to changing academic self-concept (r = 0.23), spiritual (r = 0.47), honesty (0.19), parent-relation (r = 0.15), and general self-concept (r = 0.61) on student. Suggestion for further research in Islamic mentoring should be use experimental design with tighter control to get better internal validity.

Keywords: Islamic mentoring, self-concept

_______________________

1

Student of Psychology Faculty, University of North Sumatra 2

(13)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Saat ini kehadiran mahasiswa di kampus sering menjadi polemik. Peran mahasiswa yang seharusnya menjadi teladan bagi kaum muda lainnya dan masyarakat pada umumnya seakan tercoreng. Perilaku moral yang kurang baik yang ditunjukkan mahasiswa perlu menjadi perhatian utama bagi orangtua dan civitas akademika kampus. Tak jarang mahasiswa menjadi sumber konflik dengan aksi demonstrasi dan tawuran yang meresahkan warga masyarakat (Noe, 2012). Konflik internal dan penyimpangan perilaku etis juga kerap terjadi pada mahasiswa. Penyimpangan perilaku yang sering dilakukan mahasiswa sering tampak di media seperti gank motor, penyalahgunaan obat-obatan, merokok, seks bebas, dan lainnya ((Monks, Knoers, & Hadinoto, 2001).

(14)

2

45% remaja antara 14–24 tahun menyatakan secara terbuka bahwa mereka telah berhubungan seks pranikah (Hafidz, 2012).

Di Universitas Sumatera Utara sendiri telah tercatat beberapa kasus penyimpangan yang berujung pada kriminalitas pada mahasiswanya pada akhir tahun 2012. Di antaranya adalah tawuran mahasiswa yang terjadi antara mahasiswa Fakultas Teknik dengan mahasiswa Fakultas Pertanian pada saat berlangsungnya ujian tengah semester yang ditenggarai aksi saling ejek antar fakultas. Peristiwa ini bahkan menjadi topik terhangat di media-media nasional (Alawiah, 2011). Selain itu, bentrok juga sempat terjadi saat pertandingan sepakbola antar Fakultas Ilmu Sosial Politik dengan Fakultas pertanian di stadion mini USU (Broven, 2013).

Peristiwa lainnya pada tahun 2011 juga sempat terjadi aksi demonstrasi organisasi mahasiswa HMI di depan pintu masuk kampus USU. Aksi bakar ban hingga bentrok dengan aparat keamanan kampus dilakukan untuk menuntut penurunan iuran SPP dan DKA mahasiswa USU (Uma, 2011). Peristiwa yang memalukan juga terjadi pada mahasiswa USU lainnya. Sebanyak 3 orang mahasiswi aktif, tertangkap basah melakukan sex bebas di salah satu hotel di kota medan dengan pasangannya (Tanjung, 2011). Hal tersebut hanyalah sebagian penyimpangan yang dilakukan oleh para mahasiswa yang tercatat di media.

Mahasiswa umumnya amat rentan terhadap pengaruh-pengaruh eksternal. Hal ini disebabkan karena sebagian besar mahasiswa khususnya mahasiswa baru, masuk ke dalam kategori remaja akhir yang berusia sekitar 18 - 21 tahun (Monks

(15)

3

dengan diri mereka. Mereka mudah terpengaruh oleh gaya hidup umum di sekitarnya karena kondisi kejiwaan yang labil. Mereka juga cenderung mengambil jalan pintas dan tidak mau memikirkan dampak negatifnya (Bagong, dalam Irsyad, 2012).

Untuk menjadi mahasiswa yang baik, maka hendaknya mahasiswa dapat menjadi pribadi yang mandiri dan mampu menyeimbangkan potensi intelektual, emosional, moralitas, dan spiritual. Mahasiswa yang mandiri akan menunjukkan kemampuan yang tinggi dalam mengambil keputusan, menjalankan keputusan, mampu menjalankan tugas-tugas, memiliki rasa percaya diri, mampu mengatasi masalah, memiliki inisiatif, memiliki kontrol diri yang tinggi, mengarahkan tingkah lakunya menuju kesempurnaan, serta memiliki sifat eksploratif. Sebaliknya, mahasiswa yang tidak mandiri akan menunjukkan kurangnya kemampuan dalam mengambil keputusan, kurangnya kemampuan dalam mengerjakan tugas rutin, kurang mampu mengatasi permasalahan yang dihadapi, kurang memiliki inisiatif, kurang memiliki kepercayaan diri, kurang mampu mengarahkan tingkah lakunya pada kesempurnaan, kurang memperoleh kepuasan dari usahanya, serta kurang memiliki sifat eksploratif (Afiatin, dalam Patriana 2007).

Tingkah laku yang ditampilkan individu sangat berkaitan erat dengan konsep dirinya (Ulfah, 2007). Konsep diri berpengaruh besar terhadap tingkah laku seseorang. Sebab pada umumnya tingkah laku individu berkaitan dengan gagasan-gagasan tentang dirinya sendiri (Agustiani, 2006).

(16)

4

terhadap dirinya sendiri (Shavelson, Hubner, & Stanton, 1976). Proses pembentukan konsep diri memakan waktu yang tidak singkat. Konsep diri bukanlah sesuatu yang dibawa sejak lahir. Bahkan ketika lahir, seseorang tidak memiliki konsep diri, tidak memiliki pengetahuan tentang diri, dan tidak memiliki pengharapan tertentu terhadap diri mereka. Dengan demikian, konsep diri terbentuk melalui proses belajar yang berlangsung sejak usia dini hingga dewasa. Lingkungan, pola asuh, dan pengalaman memberikan pengaruh yang signifikan terhadap konsep diri yang terbentuk (Dianingtyas, 2012).

Soetjiningsih (2004) mengatakan bahwasanya proses pembentukan konsep diri merupakan proses yang panjang dan kompleks. Pembentukan konsep diri membutuhkan kontinuitas dari masa lalu, saat ini dan yang akan datang dari kehidupan individu. Hal ini akan membentuk kerangka berfikir untuk mengorganisasikan dan mengintegrasikan perilaku ke dalam berbagai bidang kehidupan.

(17)

5

Conger (dalam Monks dkk, 2001) menyatakan bahwa perkembangan konsep diri yang negatif pada individu dipengaruhi sifat-sifat negatif seperti sifat memberontak, mendendam, curiga, dan implusif. Rais (dalam Gunarsa, 1983) juga menguatkan bahwasanya individu yang didefinisikan sebagai pribadi yang bermasalah biasanya mempunyai konsep diri lebih negatif dibandingkan dengan pribadi yang tidak bermasalah.

Stuart dan Sudeen (1998) menyatakan bahwa terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan konsep diri, yaitu: faktor-faktor perkembangan individu, significant other (orang yang terpenting atau yang terdekat), self perception (persepsi diri sendiri). Pendapat lain dari Hurlock (1999) lebih terperinci menyatakan faktor-faktor yang mempengaruhi konsep diri yaitu: kondisi jasmani, cacat jasmani, kondisi fisik, produksi kelenjar tubuh, pakaian, nama dan panggilan, kecerdasan, tingkat aspirasi, emosi, pola kebudayaan, sekolah, status sosial, dan keluarga.

Bagong (dalam Irsyad, 2012) mengatakan bahwasanya perlu dilakukan upaya-upaya yang intensif untuk membentuk identitas yang positif bagi mahasiswa. Seperti yang telah dikemukakan di atas, bahwasanya ada 3 faktor utama yang dapat mempengaruhi pembentukan konsep diri. Faktor yang paling dominan mempengaruhi konsep diri mahasiswa adalah kehadiran orang yang berpengaruh (significant other). Kehadiran orang yang berpengaruh menjadi begitu penting bagi mahasiswa sebab mereka masih mencari sosok panutan hidupnya.

(18)

6

Para remaja tidak lagi menjadikan orangtua sebagai acuan dalam pencarian identitas dirinya. mereka para remaja mencari tokoh panutan di luar orangtuanya. Kelompok yang paling berpengaruh bagi remaja adalah teman sebaya (Papalia, 2007). Dengan kata lain dapat dikatakan bahwasanya teman sebaya merupakan

significant other yang paling berpengaruh pada diri remaja.

Dengan kondisi tersebut, maka perlu dilakukan sebuah upaya intervensi guna meningkatkan konsep diri remaja melalui teman sebaya. Salah satu program intervensi yang dapat dilakukan melalui peran teman sebaya adalah dengan proses mentoring. Santrock (2007) di dalam bukunya yang berjudul Adolescence

mengatakan bahwasanya mentoring merupakan program yang cocok dalam pembentukan karakter dan pendidikan bagi para remaja. Selain hal tersebut, Agustiani (2006) menambahkan cara lain yang dapat dilakukan untuk meningkatkan konsep diri pada remaja agar menjadi lebih positif adalah dengan meningkatkan nilai-nilai religiusitas remaja. Oleh karena itu, dengan kombinasi antara mentoring dengan penanaman nilai religiusitas diharapkan dapat semakin memperkuat konsep diri remaja menjadi lebih positif, yakni melalui mentoring Agama Islam.

(19)

7

emosional yang diwarnai oleh sikap hormat, setia, dan identifikasi (Santrock, 2007).

Dalam Islam, kata mentoring lebih dikenal dengan istilah halaqah atau

usroh. sebuah istilah yang berhubungan dengan pendidikan dan pengajaran Islam. Mentoring dilaksanakan pada kelompok kecil individu yang secara rutin mengkaji ajaran Islam. Jumlah peserta dalam kelompok kecil tersebut berkisar antara 3-12 orang. Mereka mengkaji Islam dengan kurikulum tertentu. Biasanya kurikulum tersebut berasal dari lembaga yang menaungi kegiatan mentoring tersebut (Satria, 2010).

Mentoring yang dilakukan secara rutin sepekan sekali akan membentuk hubungan yang baik antara sesama anggota kelompok mentoring. Pola pendekatan teman sebaya yang diterapkan menjadi program ini lebih menarik, efektif serta memiliki keunggulan tersendiri (Rusmiyati, 2003). Selain penyampaian materi tentang Islam, sasaran dan fokus materi juga harus disesuaikan dengan kondisi mahasiswa agar nilai-nilai dalam mentoring tersebut dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

Pentingnya kegiatan mentoring ini juga didukung oleh penelitian yang menunjukkan bahwasanya remaja yang bergabung dalam kelompok-kelompok mentoring lebih cenderung memiliki konsep diri yang tinggi dan lebih terdidik. Sebab dalam prosesnya para partisipan yang tergabung didalamnya mempraktikkan keterampilan interpersonal dan membantu individu dalam menjalani peran sebagai orang dewasa (Santrock, 2007).

(20)

8

dan berpengaruh dalam hidup. Aspek relasi teman sebaya juga berkaitan dengan keberhasilan akademis seseorang (Hamm, dkk, dalam Santrock, 2007). Sebuah studi longitudinal menemukan bahwa individu yang memiliki setidaknya seorang sahabat, mempengaruhi keberhasilan akademik selama dua tahun (Wentzel & Caldwell, dalam Santrock, 2007).

Mengacu pada penelitian Ridwansyah (2008) yang telah dilakukan sebelumnya untuk melihat pengaruh mentoring pada Siswa SMA yang berjudul ―Pembinaan Sikap Keberagamaan Siswa Melalui Program Mentoring Ekstrakurikuler Rohani Islam (ROHIS) di SMAN Unggulan 57 Jakarta‖ didapatkan hasil bahwa : Sebanyak 56% (14 dari 25 orang) para peserta mentoring menyatakan bahwa motivasi beribadah mereka meningkat setelah mengikuti program mentoring ini, 36% respoden menjawab sangat meningkat. materi mentoring yang diajarkan terdapat hubungan dengan pelajaran di sekolah sebesar 68% (17 orang), sedangkan yang menyatakan sangat berhubungan sebesar 20% (5 orang).

Berdasarkan ketepatan waktu shalat, maka peserta mentoring menunjukkan bahwa 28% (7 orang) menyatakan selalu dan 4% (1 orang) menyatakan sering, 60% (15 orang) menyatakan kadang-kadang, 8% (2 orang) menyatakan jarang. dalam mentoring selalu mengajarkan untuk sopan kepada orang tua, menunjukkan 76% (19 orang) menyatakan selalu dan 8% (2 orang) menyatakan sering, 12% (3 orang) menyatakan kadang-kadang dan 4 % (1 orang) menyatakan tidak pernah.

(21)

9

siswa dalam mempelajari Agama Islam, juga dapat digunakan sebagai modal untuk kesuksesan dalam belajar di kelas. Black, dkk (dalam santrock, 2007) melakukan studi terhadap 959 remaja dalam program big brothers/ big sisters. Dimana setengah dari para remaja menjalani mentoring dalam bentuk diskusi yang luas mengenai sekolah, karir dan kehidupan, begitu pula dalam aktifitas waktu luang bersama para remaja lainnya. Setengah lainnya tidak menjalani mentoring. Kelompok yang ikut mentoring menunjukan peningkatan prestasi di dalam kelas, dan memperbaiki relasi dengan orang tua.

Menurut Jekielek, Kristin, dan Elizabeth (2002) setidaknya ada delapan hal umum tentang manfaat dari pelaksanaan mentoring bagi para pelajar, yakni : menurunnya tingkat absen, meningkatnya partisipasi pelajar, semakin minimnya penggunaan alkohol dan obat-obatan terlarang, jarang terlibat perkelahian, tidak suka terlibat dengan kelompok-kelompok yang jahat, sikap yang lebih sopan terhadap orangtua, sikap yang lebih baik di sekolah, dan meningkatnya hubungan dengan orangtua serta dukungan teman sebaya.

La Vonne dan Steve (2002) mengemukakan dalam penelitiannya bahwasanya mentoring yang dilakukan secara efektif dapat meningkatkan motivasi bagi para pelajar untuk menyelesaikan studinya dan mempersiapkan para pelajar untuk meneruskan jenjang karirnya di dunia kerja, meningkatkan potensi dan kepercayaan diri serta membantu untuk memperluas jaringan kekerabatan dengan banyak orang. Darrick & David (2007) dalam jurnalnya yang berjudul ―dampak mentoring terhadap perubahan perilaku para kriminal‖ mengemukakan

(22)

10

kecenderungan untuk melakukan perilaku-perilaku beresiko kembali di dalam hidupnya.

Rebecca (2009) juga menemukan hal yang sama terhadap hasil penelitiannya mengenai mentoring Dalam penelitiannnya terhadap lebih dari 200 orang pelajar di London yang mengikuti mentoring, ia menemukan bahwasanya pelaksanaan mentoring yang dilakukan dalam waktu yang cukup lama setidaknya akan meningkatkan potensi diri untuk sukses dan berprestasi. Setidaknya secara statistik potensi kesuksesan untuk berhasil bagi seseorang yang mengikuti mentoring naik lebih kurang 10% pada setiap tahunnya.

Seperti yang telah dikemukakan di atas bahwasanya faktor lain yang dapat membentuk konsep diri menjadi positif selain mentoring adalah dengan meningkatkan religiusitas mahasiswa. Kresnawati (dalam Kusuma, 2010) pada penelitiannya terhadap 114 orang pelajar SMA di Jakarta ditemukan bahwasanya ada hubungan positif antara religiusitas dengan kemampuan pemecahan masalah pada remaja. Dari hasil analisis deskriptif diperoleh hasil bahwa pemahaman tingkat agama berbanding lurus dengan kemampuan individu dalam memecahkan masalah. Sebanyak 76 orang (66,7%) berkategori baik dalam memecahkan masalah, dan yang berkategori tidak baik sebanyak 38 orang (33,3%).

(23)

11

perubahan-perubahan ditingkat mikro individual dan makro sosial ke arah yang baik dan benar.

Dari segenap permasalahan dan fenomena di atas dapat disimpulkan bahwasanya mahasiswa yang merupakan kelompok individu yang berada dalam usia remaja akhir sedang berada dalam tugas perkembangan pencarian identitas.

Dalam proses pencarian jati dirinya tersebut remaja sangat diharapkan dapat membentuk konsep diri yang positif. Salah satu faktor yang mempengaruhi pembentukan konsep diri adalah significant other. Sesuai dengan karakteristiknya, remaja lebih mempercayakan teman sebayanya daripada keluarga ataupun orangtua sebagai significant other baginya. Oleh karena itu, maka diperlukan upaya pembentukan konsep diri remaja yang baik melalui peran significant other.

Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan menerapkan program pendidikan sebaya dalam proses mentoring. Maka peneliti akan mencoba untuk melakukan penelitian yang berjudul ―Pengaruh mentoring Agama Islam

terhadap perubahan konsep diri mahasiswa muslim Universitas Sumatera Utara”.

B. RUMUSAN MASALAH

(24)

12

pelaksanaan mentoring Agama Islam terhadap perubahan konsep diri mahasiswa muslim Universitas Sumatera Utara?‖.

C. TUJUAN PENELITIAN

Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah :

1. Untuk mngetahui gambaran umum subjek penelitian berdasarkan fakultas, jenis kelamin, hobi, tempat tinggal, asal sekolah,organisasi yang pernah diikuti, prestasi yang pernah diraih dan riwayat pembinaaan subjek.

2. Untuk melihat apakah ada pengaruh pelaksanaan mentoring Agama Islam terhadap perubahan konsep diri akademis, konsep diri problem solving,

konsep diri spiritual, konsep diri kejujuran, konsep diri parent-relaion, konsep diri emosional, dan konsep diri umum pada mahasiswa muslim Universitas Sumatera Utara.

3. Untuk melihat besarnya mean hipotetik, mean empirik, standar deviasi, signifikansi, dan effect size dari pengaruh mentoring terhadap konsep diri akademis, konsep diri problem solving, konsep diri spiritual, konsep diri kejujuran, konsep diri parent-relaion, konsep diri emosional, dan konsep diri umum pada mahasiswa muslim Universitas Sumatera Utara.

D. MANFAAT PENELITIAN 1. Manfaat Teoritis

(25)

13

terhadap perubahan konsep diri mahasiswa muslim Universitas Sumatera utara.

b. Penelitian ini juga diharapkan dapat memperkaya literatur ilmiah dalam bidang Psikologi Pendidikan, sehingga hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan penunjang penelitian lebih lanjut. 2. Manfaat Praktis

a. Bagi Mahasiswa muslim

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran tentang bagaimana pengaruh mentoring Agama Islam terhadap perubahan konsep diri mahasiswa muslim.

b. Bagi Lembaga dakwah kampus

Hasil penelitian ini dapat menjadi pertimbangan dan rekomendasi dalam melaksanakan kegiatan mentoring Agama Islam kepada mahasiswa muslim terhadap perubahan konsep diri mahasiswa. c. Bagi Dosen Agama Islam

Hasil penelitian ini dapat menjadi bahan evaluasi dan proyeksi terkait dengan metode mentoring Agama Islam yang telah diterapkan saat ini.

E. SISTEMATIKA PENULISAN Bab I Pendahuluan

(26)

14

Bab II Landasan Teori

Bab ini berisi teori-teori yang berkaitan dengan variabel yang diteliti, yaitu mentoring Agama Islam dan perubahan konsep diri mahasiswa muslim .

Bab III Metode Penelitian

Bab ini menguraikan identifikasi variabel, definisi operasional variabel, metode pengambilan sampel, instrumen atau alat ukur yang digunakan, dan prosedur penelitian serta metode analisa data yang digunakan untuk mengolah hasil data penelitian.

Bab IV Analisis Data dan Pembahasan

Bab ini Terdiri dari analisis data dan pembahasan yang berisi tentang gambaran subjek penelitian, hasil penelitian dan pembahasan/diskusi. Bab V Kesimpulan dan Saran

(27)

15

BAB II

LANDASAN TEORI

A. KONSEP DIRI

1. Pengertian Konsep Diri

Dalam kamus besar bahasa Indonesia istilah ―konsep‖ memiliki arti gambaran, proses atau hal-hal yang digunakan oleh akal budi untuk memahami sesuatu. Istilah ―diri‖ berarti bagian-bagian dari individu yang terpisah dari yang lain. Konsep diri dapat diartikan sebagai gambaran seseorang mengenai dirinya sendiri atau penilaian terhadap dirinya sendiri (KBBI, 2008).

Konsep diri merupakan sebuah konstruk psikologis yang telah lama menjadi pembahasan dalam ranah ilmu-ilmu sosial (Marsh & Craven, 2008). Shavelson, Hubner, & Stanton (1976) menyatakan bahwa konsep diri merupakan persepsi seseorang terhadap dirinya sendiri, dimana persepsi ini dibentuk melalui pengalaman dan interprestasi seseorang terhadap dirinya sendiri. Marsh (1990) juga menambahkan bahwasanya konsep diri merupakan nilai dari hasil proses pembelajaran yang dilakukan dan dari hasil situasi psikologis yang diterima.

(28)

16

mereka sendiri, konsep diri juga mengukur tentang apa yang akan dilakukan di masa yang akan datang, dan bagaimana mereka mengevaluasi performa diri mereka.

Konsep diri merupakan hal yang penting dalam kehidupan sebab pemahaman seseorang mengenai konsep dirinya akan menentukan dan mengarahkan perilaku dalam berbagai situasi. Jika konsep diri seseorang negatif, maka akan negatiflah perilaku seseorang, sebaliknya jika konsep diri seseorang positif, maka positiflah perilaku seseorang tersebut (Fits dan Shavelson, dalam Yanti, 2000). Hurlock (1999) menambahkan bahwasanya konsep diri individu dapat menentukan keberhasilan dan kegagalan seseorang dalam hubungannya dengan masyarakat.

Dari beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwasanya konsep diri adalah sebuah pandangan ataupun persepsi individu mengenai dirinya sendiri yang terbentuk melalui interaksi dengan lingkungan serta berpengaruh terhadap aktivitas kehidupan individu tersebut. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teori konsep diri Shavelson ,dkk (1976).

2. Perkembangan Teori Konsep diri

(29)

17

perilaku individu dalam terapi dan pada tahun 1948, Raimy memperkenalkan istilah konsep diri dalam wawancara konseling karena ia melihat bahwasanya dasar-dasar dari konseling adalah bagaimana individu tersebut melihat dirinya secara utuh dalam konsep dirinya (Purkey, 1988).

Selanjutnya, Roger pada tahun 1947 mencoba untuk mengembangkan pola “self” dalam sebuah sistem psikologis. Roger menilai bahwa ―self” merupakan dasar atau hal utama yang menjadi bagian dari kepribadian dan penyesuaian individu. Roger juga mengatakan bahwasanya ―self” merupakan produk sosial yang tumbuh dari proses interpersonal yang dilakukan. Teori konsep diri semakin berkembang pada tahun 1970 sampai tahun 1980-an dengan pola konsep diri umum. Pada saat itu semakin banyak peneliti yang menyadari betapa pentingnya mempelajari konsep diri karena konsep diri sangat mempengaruhi perilaku individu. Dalam permasalahan seperti penggunaan alkohol, permasalahan keluarga, penyalahgunaan obat-obatan, masalah akademis dan lain sebagainya, sangat dipengaruhi oleh konsep diri seseorang. Sehingga banyak para peneliti mengembangkan suatu cara bagaimana agar dapat menguatkan konsep diri untuk menjadi lebih baik (Purkey, 1988).

(30)

18

Perkembangan konsep diri selanjutnya lebih mengarah pada konsep diri yang bersifat spesifik atau yang lebih dikenal dengan istilah multidimensional.

Konsep diri spesifik merupakan pola penilaian konsep diri individu yang melihat ke dalam perspektif yang lebih luas terhadap diri individu, sehingga bisa mendapatkan gambaran diri individu dari berbagai sudut pandang yang beragam dan dinamis (Metivier, 2009). Jika hanya ada satu penjelasan mengenai konsep diri unidimensional, maka pada konsep diri multidimensional dapat melihat diri seseorang dari berbagai konteks, seperti konsep diri spiritual, konsep diri sosial, konsep diri terhadap lingkungan dan lain sebagainya (James, dalam Metivier, 2009).

Pada seperempat abad terakhir, penelitian mengenai konsep diri semakin meningkat. Hal ini disebabkan karena keinginan para peneliti untuk mengembangkan konstruk konsep diri pada diri individu. Salah satu pola pengembangan konsep diri yang banyak dilakukan adalah dengan menggunakan pola konsep diri yang bersifat multidimensional (Marsh & Craven, 2008). Marsh & Parker (dalam Metivier, 2009) mengatakan bahwasanya pola pengukuran konsep diri yang bersifat multidimensional memiliki beberapa keuntungan dibandingkan dengan pola unidimensional. Dalam konsep diri yang bersifat

multidimensional kita dapat melihat karakteristik individu dari berbagai macam konteks pada diri individu, dapat memprediksi perilaku seseorang, dapat membantu menyelesaikan permasalahan pada individu, dan dapat mengembangkan integrasi antar konstruk daripada konsep diri yang bersifat

(31)

19

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan konsep diri yang bersifat

multidimensional. Hal ini dilakukan untuk mengetahui konsep diri secara spesifik sehingga mendapatkan berbagai macam konsep diri individu dari sudut pandang yang beragam selain dari beberapa keunggulan pola konsep diri multidimensional

yang telah disebutkan di atas. 3. Jenis dan Struktur Konsep Diri

Shavelson, Hubner, dan Stanton (1976) membagi konsep diri menjadi beberapa bagian, yakni general-esteem, konsep diri akademis dan konsep diri non akademis. Dimana konsep diri akademis dan non akademis dibagi menjadi beberapa bagian lagi seperti dalam tabel berikut :

Gambar 1

Struktur konsep diri Shavelson, Hubner, & Stanton (1976)

Konsep diri secara umum dibagi ke dalam 4 jenis konsep diri, yakni :

(32)

20

2. Konsep diri Sosial (social self-concept), yang terdiri dari konsep diri teman sebaya (peers) dan konsep diri terhadap orang berpengaruh (significant others).

3. Konsep diri emosional (emotional self-concept).

4. Konsep diri fisik (physical self-concept), yang terdiri dari konsep diri kemampuan fisik dan konsep diri mengenai penampilan diri.

Kemudian pada tahun 1985, Marsh merevisi struktur konsep diri bersama dengan Shavelson dengan pola sebagai berikut :

Gambar 2

Struktur Konsep Diri Marsh & Shavelson (1985)

Dalam pola ini Marsh & Shavelson tidak membentuk pola hierarkial. Namun lebih kepada pola multifacet dari general konsep diri kepada banyak jenis konsep diri seperti konsep diri penampilan fisik, hubungan dengan orangtua, akademis, problem-solving, spiritual, hubungan teman sebaya baik yang sejenis maupun lawan jenis, kejujuran, emosional dan lain-lain.

Marsh & Shavelson (1985) dalam teorinya membuat 13 jenis konsep diri yang dapat diteliti dalam diri individu, yakni :

1. Konsep diri umum (general self-concept).

2. Konsep diri akademis (academic self-concept).

(33)

21

4. Konsep diri problem-solving. 5. Konsep diri spiritual.

6. Konsep diri kestabilan emosi (emotional self-concept).

7. Konsep diri yang berhubungan dengan teman yang berjenis kelamin sama

(same sex peers self-concept).

8. Konsep diri yang berhubungan dengan teman yang berjenis kelamin berbeda

(opposite sex peers self-concept).

9. Konsep diri hubungan orangtua (parent self-concept).

10.Konsep diri penampilan fisik (physical appearance self-concept).

11.Konsep diri kekuatan fisik (physical ability self-concept).

12.Konsep diri verbal (verbal self-concept).

13.Konsep diri kejujuran (honesty self-concept).

Dari berbagai macam jenis konsep diri Marsh & Shavelson di atas, peneliti hanya mengambil tujuh jenis konsep diri yang akan diteliti. Hal ini dilakukan peneliti karena ketujuh jenis konsep diri ini dianggap berpengaruh oleh peneliti terhadap proses mentoring Agama Islam yang dilaksanakan.

Ketujuh jenis konsep diri tersebut adalah :

1. konsep diri akademis, dalam prosesnya mentoring mengajarkan tentang motivasi belajar dan strategi untuk memaksimalkan potensi akademis peserta mentoring.

2. konsep diri problem-solving, dalam prosesnya mentoring melatih peserta untuk berfikir untuk memecahkan permasalahan yang ada.

(34)

22

4. konsep diri kejujuran, dalam prosesnya mentoring mengajarkan tentang moral (akhlak) yang di dalamnya terdapat poin-poin mengenai kejujuran.

5. konsep diri parent-relation, dalam prosesnya mentoring juga membicarakan mengenai cara berbakti dengan orangtua.

6. konsep diri emotional, dalam prosesnya mentoring melatih peserta untuk dapat mengelola diri dan emosinya.

7. konsep diri umum (general-esteem), dalam prosesnya mentoring memiliki tujuan untuk membangun individu untuk menjadi insan yang lebih berguna secara paripurna (keseluruhan).

4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Konsep Diri

Konsep diri seseorang dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal (Marsh, 2003; Burger, 2008). Faktor internal tersebut diantaranya adalah intelegensi, motivasi dan emosi (Marsh, 2003; Stuart & Sudeen, 1998; Hurlock, 1999), kompetensi personal (Marsh, 2003; Hurlock, 1999; Christa, 2007;), episode keberhasilan dan kegagalan (Burger, 2008; Stuart & Sudeen, 1998; Hurlock, 1999; Ulfah, 2007), episode dalam kehidupan (Burger, 2008; Stuart & Sudeen, 1998) keberhasilan personal (Marsh, 2003), status kesehatan (Burger, 2008; Hurlock, 1999), usia (Burger, 2008; Stuart & Sudeen, 1998; Ulfah, 2007; Rola, 2006), kondisi dan penampilan fisik (Hurlock, 1999; Rola, 2006), persepsi individu tentang kegagalan (Burger, 2008; Stuart & Sudeen, 1998), jenis kelamin (Rola, 2006), aktualisasi diri (Fits, dalam Agustiani, 2006), religiusitas (Agustiani, 2006) dan tingkat stres seseorang (Burger, 2008).

(35)

23

1981; Christa, 2007), teman sebaya (Marsh, 2003; Stuart & Sudeen, 1998; Ulfah, 2007; Shavelson & Roger, 1981; Christa, 2007), peran pendidik (Marsh, 2003; Stuart & Sudeen, 1998; Hurlock, 1999; Ulfah, 2007; Shavelson & Roger, 1981; Christa, 2007), kebudayaan (Hurlock, 1999; Ulfah, 2007; Shavelson & Roger, 1981), status sosial (Hurlock, 1999; Ulfah, 2007; Shavelson & Roger, 1981), dan pengalaman interpersonal (Fits, dalam Agustiani, 2006).

Dari berbagai faktor yang mempengaruhi konsep diri seseorang, maka peneliti mengambil kesimpulan bahwasanya faktor-faktor utama yang mempengaruhi konsep diri pada mahasiswa adalah :

1. Faktor internal :

a. Intelegensi, motivasi dan emosi (karakter mahasiswa).

b. Kompetensi personal (kemampuan dan keterampilan tertentu yang dimiliki oleh mahasiswa).

c. Episode dalam kehidupan (pengalaman mahasiswa yang berpengaruh besar dalam hidup, seperti masa sekolah).

d. Episode keberhasilan dan kegagalan (pengalaman dalam memanfaatkan peluang, misalnya pengalaman berorganisasi).

e. Keberhasilan personal (pengalaman berprestasi). f. Status kesehatan (riwayat kesehatan mahasiswa).

g. Penampilan fisik (kepercayaan diri mahasiswa terhadap penampilannya). h. Aktualisasi diri, (misalnya hobi mahasiswa).

i. Persepsi tentang kegagalan (pengalaman kegagalan di masa lalu). j. Jenis kelamin.

(36)

24

l. Usia.

m. Tingkat stres. 2. Faktor Eksternal

a. Orangtua dan keluarga (hubungan dengan orangtua, termasuk tempat tinggal individu).

b. Teman sebaya (misalnya teman bermain/peers,teman kuliah, dan lain-lain).

c. Peran pendidik (misalnya peran dosen, pementor, pembina, dan lain-lain). d. Kebudayaan (misalnya suku, agama, adat istiadat, dan lain-lain).

e. Status sosial (misalnya status pendidikan orangtua, pendapatan orangtua, dan lain-lain).

f. Pengalaman interpersonal (misalnya riwayat pembinaan yang pernah dilakukan).

Dalam penelitian ini, hal yang difokuskan untuk meningkatkan konsep diri mahasiswa muslim adalah melalui faktor religiusitas dari faktor internal, dan peran pendidik dari faktor eksternal.

5. Pengukuran Konsep Diri

Burns (dalam Strein, 1995) mengemukakan dua cara yang dapat dilakukan untuk mengukur konsep diri, yaitu :

1. Melalui respon atas aitem-aitem dalam skala konsep diri spesifik yang diberikan kepada subjek.

(37)

25

1. Skala Penilaian

Skala ini dapat berupa kuesioner, inventori, atau skala-skala sikap yang diberikan kepada subjek.

2. Daftar ceklist

Metode ini mengarahkan subjek untuk memilih aitem-aitem yang sesuai dengan kondisi subjek yang sebenarnya.

3. Teknik Sort-Q

Metode ini mengarahkan subjek untuk melakukan sortir ataupun pengurutan terhadap kumpulan aitem-aitem yang ada dalam tes. Sehingga didapatkan sebuah kontinum penilaian yang sesuai dengan diri subjek.

4. Metode respons yang tidak terstruktur (bebas)

Metode ini meminta subjek untuk memberikan jawaban yang tidak terstruktur (bebas). Jenis soal yang ditawarkan biasanya tertulis dalam bentuk essay,

dimana subjek disuruh untuk menuliskan kata-kata dalam kolom yang kosong.

5. teknik-teknik proyektif

Teknik ini sering digunakan dalam mengukur konsep diri yang tidak sadar

(unconscious self-concept).

6. Wawancara

(38)

26

Description Questionnaire), PSDQ (Physical Self Description Questionnaire), dan NSCQ (Nurse Retention Index Questionnaire).

Selain di atas, alat ukur konsep diri lainnya yang sering digunakan adalah adalah Tennessee Self-Concept Scale –Second Edition, Coopersmith Self-Esteem Inventory, Multidimensional Self Concept Scale, Piers-Harris Children’s Self -Concept Scale (Ellie, Hoffman, & Kemple, 2011).

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan alat ukur SDQIII (Self Description Questionnaire) yang dikembangkan oleh Marsh (1984). SDQIII merupakan alat ukur lanjutan dari SDQI dan SDQII. Alasan peneliti menggunakan alat ukur ini karena SDQIII dapat digunakan untuk subjek yang berusia remaja akhir hingga dewasa. Sejalan dengan tujuan penelitian ini adalah untuk mengukur konsep diri remaja akhir (mahasiswa). Sedangkan metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah melalui teknik ceklist dan wawancara. Teknik ceklist dilakukan dengan memberikan ceklist pada skala SDQIII yang sesuai dengan keadaan diri subjek. Teknik wawancara dilakukan untuk memperkuat hasil penelitian dari skala.

B. RELIGIUSITAS 1. Pengertian Religiusitas

(39)

27

Joni (2008), religiusitas adalah suatu penghayatan ajaran agama yang mengarah kepada ketaatan dan komitmen seseorang dalam melaksanakan ajaran agamanya.

Menurut Rahmat (1989), religiusitas adalah kepercayaan individu tentang ajaran-ajaran agama tertentu yang dianut dan dampak dari ajaran agama dalam kehidupan sehari-hari. Mangunwijaya (1986) mengungkapkan bahwa religiusitas lebih melihat kepada segala sesuatu yang ada dalam lubuk hati, getaran hati nurani pribadi, serta sikap personal yang menjadi misteri bagi orang lain karena menapaskan intimitas jiwa, yaitu cita rasa yang mencakup totalitas kedalaman isi pribadi manusia.

Dari segenap definisi di atas dapat disimpulkan bahwasanya religiusitas merupakan keyakinan atau kerpercayaan individu terhadap ajaran agama yang berasal dari nurani pribadi seseorang yang diaplikasikan dalam bentuk komitmen ibadah dan pengamalan nilai-nilai hidup sehari-hari.

2. Aspek-Aspek Religiusitas

Menurut Marsal (2008) ada 5 dimensi dari religiusitas, yaitu :

a. Religious belief atau disebut juga dimensi keyakinan adalah tingkatan sejauh mana seseorang menerima hal-hal yang dogmatik dalam agamanya, misalnya kepercayaan kepada Tuhan, malaikat, surga dan neraka.

b. Dimensi praktis keagamaan (religious practice), yaitu tingkatan sejauh mana seseorang mengerjakan kewajiban-kewajiban ritual dalam agamanya yang berupa ibadah, misalnya shalat, berdoa, sembahyang, meditasi.

(40)

28

agama punya harapan yang standar (umum) namun setiap pribadi penganutnya bisa memperoleh suatu pengalaman langsung dan pribadi (subyektif) dalam berkomunikasi dengan realitas supranatural itu. Misalnya merasa dekat dengan Tuhan, merasa takut berbuat dosa, merasa doanya dikabulkan, diselamatkan oleh Tuhan, dan sebagainya.

d. Dimensi pengetahuan (the knowledge dimension) adalah dimensi yang menerangkan seberapa jauh seseorang mengetahui tentang ajaran-ajaran agamanya, terutama yang ada di dalam kitab suci manapun yang lainnya. yang merujuk pada ekspektasi bahwa penganut agama tertentu hendaknya memiliki pengetahuan minimum mengenai hal-hal pokok dalam agama: iman, kristus, Kitab Suci dan tradisi.

e. Dimensi konsekuensi sosial (the consequences dimension) yaitu dimensi yang mengukur sejauh mana prilaku seseorang dimotivasi oleh ajaran-ajaran agamanya dalam kehidupan sosial, misalnya apakah ia mengunjungi tetangganya sakit, menolong orang yang kesulitan, mendermakan hartanya, dan sebagainya. Dimensi ini mengidentifikasi efek dari keempat dimensi diatas dalam praktek, pengalaman serta kehidupan sehari-hari.

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Religiusitas

Thouless (1992), membedakan faktor-faktor yang mempengaruhi sikap keagamaan menjadi empat macam, yaitu :

a. Pengaruh pendidikan atau pengajaran

(41)

tradisi-29

tradisi sosial, tekanan dari lingkungan sosial untuk menyesuaikan diri dengan berbagai pendapat dan sikap yang disepakati oleh lingkungan itu.

b. Faktor kebutuhan

Berkaitan dengan berbagai jenis pengalaman yang membentuk sikap keagamaan. Terutama pengalaman mengenai keindahan, konflik moral dan pengalaman emosional keagamaan.

c. Faktor kehidupan

Kebutuhan-kebutuhan ini secara garis besar dapat menjadi empat, yaitu : 1. kebutuhan akan keamanan atau keselamatan

2. kebutuhan akan cinta kasih,

3. kebutuhan untuk memperoleh harga diri, dan

4. kebutuhan yang timbul karena adanya ancaman kematian. d. Faktor intelektual

Berkaitan dengan berbagai proses penalaran verbal atau rasionalisasi.

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwasanya ada dua faktor umum yang mempengaruhi religiusitas seseorang, yakni faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal mencakup faktor kebutuhan, intelektual serta pengalaman. Sedangkan faktor eksternal mencakup pendidikan dan pengajaran. Dalam hal ini peneliti akan melakukan intervensi untuk meningkatkan religiusitas melalui metode pendidikan dan pengajaran Islam.

d. Metode pendidikan Islam untuk meningkatkan religiusitas

Menurut Uhbiyati (1997), ada beberapa metode pendidikan Islam yang efektif dilaksanakan dalam upaya peningkatan religiusitas, yaitu :

(42)

30

Metode Mutual Education adalah suatu metode pendidikan secara kelompok seperti yang dicontohkan oleh Nabi SAW, misalnya mentoring Agama Islam atau halaqoh, ceramah terbuka, dan praktek sholat berjama’ah.

2. Metode Pendidikan Dengan Cara Instruksional

Metode ini mengajarkan tentang ciri-ciri orang yang beriman dalam bersikap dan bertingkah laku agar mereka dapat mengetahui bagaimana seharusnya mereka bersikap dan berbuat dalam kehidupan sehari-hari.

3. Metode Bercerita

Metode ini mengisahkan peristiwa atau sejarah hidup manusia masa lampau yang menyangkut ketaatan dan kemungkarannya dalam hidup terhadap perintah Tuhan yang dibawakan oleh Nabi SAW yang hadir ditengah-tengah mereka.

4. Metode Bimbingan Dan Penyuluhan

Metode ini adalah metode dimana individu diajarkan bagaimana mengatasi segala bentuk kesulitan hidup yang dihadapi atas dasar iman dan taqwanya terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

5. Metode Pemberian, Contoh, Atau Teladan

Metode ini dilakukan dengan menunjukkan contoh keteladan dari kehidupan Nabi Muhammad SAW yang mengandung nilai paedagogis bagi manusia.

6. Metode Diskusi

(43)

31

7. Metode Tanya Jawab

Metode ini merupakan metode paling tua dalam pendidikan dan pengajaran disamping metode khutbah.

8. Metode Imstal/Perumpamaan

Metode ini digunakan untuk menyampaikan materi tentang kekuasaan Tuhan dalam menciptakan hal-hal yang haq dan yang bathil. Contoh perumpamaan: ―orang-orang yang berlindung kepada selain Allah SWT adalah seperti laba-laba yang membuat rumah‖. Padahal rumah yang paling lemah adalah rumah laba-laba.

9. Metode Targhib Dan Tarhib

Targhib adalah janji terhadap kesenangan dan kenikmatan akhirat yang disertai bujukan. Sedangkan tarhib adalah ancaman karena dosa yang dilakukan. 10. Metode Taubat Dan Ampunan

Cara membangkitkan jiwa dari rasa frustasi kepada kesegaran hidup dan optimisme dalam belajar seseorang, dengan memberikan kesempatan bertaubat dari kesalahan/kekeliruan yang telah lampau yang diikuti dengan pengampunan atas dosa dan kesalahan. Dengan cara ini orang akan mengalami katarisasi (pembersihan batin) sehingga memungkinkan timbulnya sikap dan perasaan mampu untuk berbuat yang lebih baik dan diiringi dengan sikap optimisme dan harapan hidup dimasa depan.

(44)

32

agama Islam. Listyaningsih (2009) dan Rusmiyati (2003) juga menguatkan bahwasanya upaya untuk meningkatkan religiusitas seseorang adalah dengan melalui pembinaan keislaman atau mentoring agama Islam.

C. MENTORING AGAMA ISLAM 1. Pengertian Mentoring

Mentoring merupakan sebuah pola pengembangan diri yang terus berkembang dari waktu ke waktu. Pada tahun 1970 hingga tahun 1980-an, mentoring adalah suatu proses yang hanya diberikan untuk proses penjenjangan karir. Namun seiring berjalannya waktu, mentoring hingga saat ini juga diterapkan dalam dunia pendidikan (Ingrid, 2005).

Mentoring merupakan bimbingan yang diberikan melalui demonstrasi, instruksi, tantangan dan dorongan secara teratur selama periode waktu tertentu. Mentoring biasanya dilakukan oleh individu yang lebih tua untuk meningkatkan kompetensi serta karakter individu yang lebih muda. Selama proses ini berlangsung, pementor dan mentee mengembangkan suatu ikatan komitmen bersama yang melibatkan karakter emosional dan diwarnai oleh sikap hormat serta kesetiaan (Santrock, 2007).

(45)

33

Menurut McCreath (2000), mentoring merupakan sebuah pendekatan yang lebih bersifat persahabatan. Dimana dalam proses persahabatan tersebut ada visi untuk meningkatkan kualitas diri antar sesama baik secara pemikiran maupun emosional.

Dari definisi di atas, dapat disimpulkan bahwasanya mentoring adalah suatu proses peningkatan kualitas diri yang dilakukan secara interpersonal baik dalam hal pendidikan dan pekerjaan melalui pendekatan emosional diantara pementor dengan para mentee-nya.

2. Pengertian Mentoring Agama Islam

Satria (2010) mengatakan bahwasanya mentoring Agama Islam merupakan sebuah metode pendidikan Islam yang efektif dilakukan untuk para mahasiswa di perguruan tinggi. Dalam Islam, istilah mentoring Agama Islam lebih dikenal dengan istilah halaqah atau usroh. sebuah istilah yang berhubungan dengan pendidikan dan pengajaran Islam. Mentoring terdiri dari sekelompok kecil individu yang secara rutin mengkaji ajaran Islam. Jumlah peserta dalam kelompok kecil tersebut berkisar antara 3-12 orang. Mereka mengkaji Islam dengan kurikulum tertentu. Biasanya kurikulum tersebut berasal dari lembaga yang menaungi mentoring tersebut.

(46)

34

Proses jalannya mentoring Agama Islam diawali dengan adanya pembukaan mentoring Agama Islam. Pada acara tersebut, setiap mahasiswa muslim akan dibagi menjadi beberapa kelompok oleh departemen mentoring yang kemudian akan didampingi oleh satu orang pementor (Muhammad, 2011).

Rusmiyati (2003) dalam bukunya yang berjudul ―panduan mentoring Agama Islam‖ menambahkan bahwasanya dalam proses mentoring Agama Islam kegiatan pembinaan yang dilakukan kepada mahasiswa berlangsung secara periodik dengan bimbingan seorang pementor. Pola pendekatan teman sebaya yang diterapkan menjadikan program ini lebih menarik dan efektif serta memiliki keunggulan tersendiri.

3. Komponen Mentoring Agama Islam

Ada 3 komponen yang mempengaruhi jalannya proses mentoring, yakni : 1. Pementor

Pementor merupakan seseorang yang ditunjuk sebagai pembina dalam proses mentoring. Biasanya pementor merupakan kakak kelas atau senior dari suatu tingkatan yang telah mengikuti pelatihan dan seleksi pementor di tingkat kampus sebelumnya (Ridwansyah, 2008).

Berdasarkan pedoman dakwah lembaga mentoring Agama Islam LDK USU (2012), syarat – syarat untuk menjadi seorang pementor adalah :

a. Masih mengikuti kegiatan follow up mentoring.

b. Minimal telah mengikuti mentoring selama setahun di kampus. c. Telah mengikuti kegiatan dauroh/ sekolah pementor universitas. d. Lulus dari seleksi pementor universitas ataupun fakultas.

(47)

35

Berikut profil umum yang harus dimiliki oleh seorang pementor (Modul mentoring LDK USU, 2012):

1. Memiliki kepribadian Islam (Islamic personality).

2. Memiliki pemikiran Islam yang baik (Islamic thinking).

3. Study oriented.

4. Rela berkorban (high dedication). 5. Openness, friendly, flexible.

2. Kurikulum

Kurikulum merupakan kumpulan dan urutan materi yang akan disampaikan kepada kelompok mentoring (mentee) secara periodik. Biasanya kurikulum tersebut berasal dari organisasi yang menaungi mentoring seperti melalui lembaga dakwah kampus (LDK) yang ada di masing-masing perguruan tinggi (Satria, 2010).

3. Mentee

Peserta mentoring atau yang lebih dikenal dengan istilah mentee adalah sekelompok individu yang mendapatkan perlakuan mentoring dari para pementor dalam jumlah yang berkisar antara 3-12 orang (Satria, 2010). Mentee biasanya merupakan mahasiswa muslim yang baru masuk di perguruan tinggi (semester pertama).

4. Pelaksanaan Mentoring Agama Islam

Ruswandi dan Adeyasa (2012) dalam modulnya yang berjudul ―manajemen mentoring‖ mengemukakan beberapa hal yang terkait dalam proses

(48)

36

Mentoring sebagai metode pembinaan mahasiswa dalam memahami Islam dengan cara yang menyenangkan lahir dari suatu pemikiran sebagai berikut :

1. Metode tradisional yang ada saat ini untuk mempelajari Islam tidak komprehensif.

2. Tidak cocoknya metode tradisional untuk mahasiswa.

3. Konsep pendidikan Islam yang selama ini ada hanya sekedar keilmuan saja, dan jarang mencapai tataran amal dalam aplikasi kehidupan sehari- hari.

b. Visi

Membentuk insan muslim dengan kepribadian dan gaya hidup Islam. c. Misi

1. menjadikan program mentoring sebagai suatu sarana pendidikan Islam bagi mahasiswa muslim.

2. Kaderisasi mahasiswa muslim untuk bergerak menyeru pada hal yang ma’ruf dan mencegah yang munkar.

d. Tujuan Mentoring

Peserta memperoleh pemahaman yang benar tentang Islam dan bersemangat untuk beribadah kepada Allah swt.

e. Sasaran Mentoring

Mentoring ditujukan kepada mahasiswa muslim dan dibimbing oleh para pementor.

f. Waktu

(49)

37

g. Tempat

Mentoring biasanya dilaksanakan di masjid-masjid atau mushala kampus. Namun hal ini bisa tidak tetap setiap minggunya. Mentoring terkadang dapat dilakukan di alam terbuka dan dimana saja sesuai dengan kesepakatan antara pementor dengan para mentee.

5. Tahapan Proses Dalam Mentoring Agama Islam

Dalam buku modul mentoring LDK UKMI Addakwah USU (2012),

tahapan-tahapan dalam proses mentoring yang dilakukan adalah sebagai berikut : 1. Pembukaaan

Untuk mentoring perdana, pembukaan dapat dibuka oleh pementor. Namun untuk selanjutnya, mentee dapat ditunjuk secara bergilir sesuai kesepakatan untuk membukanya. Pembukaan merupakan sarana pengkondisian antusiasme mentee, sehingga perlu dilakukan pengkodisian pembukaan yang menarik dan membangun semangat dalam proses mentoring.

2. Pembacaan dan penghayatan Al-Qur’an

Pembacaan Al-Qur’an merupakan proses dimana para mentee membaca Al-Qur’an secara bergiliran dan dibimbing oleh pementor. Jumlah ayat yang dibaca tidak dibatasi, namun disesuaikan antara jumlah peserta dengan waktu. Dalam hal ini umumnya pembacaan Al-Qur’an dilakukan sebanyak setengah sampai satu halaman Al-Qur’an per individu.

Penghayatan Al-Qur’an adalah proses perenungan ayat dan makna dari ayat-ayat Qur’an yang telah dibacakan baik dari segi arti ayat, makna ayat,

(50)

sehari-38

hari. Dalam hal ini yang membawakan adalah para mentee secara bergantian tiap minggunya yang selanjutnya diarahkan oleh pementor.

3. Penyampain Materi

Selain penguasaan materi, efektifitas cara penyampaian materi mentoring juga menjadi hal yang penting. Materi mentoring ini terdapat dalam buku modul mentoring yang biasanya dikeluarkan oleh lembaga dakwah di setiap kampus. Dalam hal ini pementor menyampaikan materi dengan pola pendekatan yang lebih aplikatif dengan realita kehidupan sehari-hari dan fakta yang ada dalam kehidupan nyata sehingga tidak terkesan menggurui para mentee, namun lebih saling mengingatkan dan menyadarkan peserta mentoring.

4. Diskusi

Diskusi tidak harus dilakukan di akhir mentoring, namun dapat juga dilakukan di sela-sela materi. Diskusi bisa berupa pertanyaan-pertanyaan dari

mentee atau kasus-kasus yang berkaitan dengan materi. Diskusi juga tidak mesti selalu mengarah kepada pertanyaan seputar materi yang baru dibahas. Mentee

juga dapat menanyakan perihal apapun mengenai problematika keIslaman yang mungkin sedang dialami oleh para mentee.

5. Sharing

Agenda ini merupakan agenda dimana para mentee dan pementor saling menanyakan kabar pribadi, keluarga, dan perihal-perihal seputar ibadah, kuliah, serta aktifitas lainnya. Agenda ini merupakan sarana yang dapat mempererat hubungan diantara sesama kelompok mentoring dan proses pertukaran pikiran menjadi semakin lebih terbuka di dalamnya.

(51)

39

Penutupan biasanya dilakukan dengan lafaz hamdalah dan doa penutup majelis yang dilakukan secara bersama-sama oleh kelompok mentoring.

6. Aspek- Aspek dalam Mentoring Agama Islam

Ada beberapa aspek yang perlu ditinjau untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan proses mentoring dilakukan (Zein dalam Romli, 2007), diantaranya adalah :

1. Kognitif, yaitu penguasaan pengetahuan yang menekankan pada mengenal dan mengingat kembali materti yang disampaikan dan telah diajarkan. Secara kognitif materi yang disampaikan akan menjadi sebuah pola fikir (mindset) yang dapat menjadi sebuah peta pemikiran (fikroh).

Sehingga dapat menghasilkan pola fikir yang positif melalui Islam terhadap semua kondisi kehidupan yang dilakukan.

2. Psikomotorik, yaitu aspek yang berkaitan dengan keterampilan yang bersifat amal nyata. Hal ini dapat dilihat dari tingkah lakunya dan dapat diamati melalui ibadah-ibadah yang dilakukan serta etika dalam bergaul dan adab-adab tertentu.

3. Afektif, yaitu aspek yang terkait dengan sikap mental, perasaan dan kesadaran siswa. Hasil ini akan diperoleh melalui suatu proses internalisasi ke arah rohaniyah. Pertumbuhan itu terjadi ketika peserta menyadari nilai yang terkandung dalam pembelajaran agama dan kemudian nilai-nilai tersebut dijadikan sebagai suatu sistem nilai diri, sehingga menuntun segenap pernyataan sikap, tingkah laku dan perbuatan moralnya dalam menjalani kehidupan ini.

(52)

40

Materi-materi di dalam mentoring merupakan materi yang dapat mendukung pelajaran Agama Islam, juga dapat menumbuhkan pemahaman-pemahaman yang lebih baik tentang Agama Islam seperti materi tentang akidah, ibadah, dan akhlak (Rusmiyati, 2003).

Berikut judul-judul materi yang dibawakan dalam proses mentoring (Modul Mentoring LDK USU, 2012) :

1. Mentoring versusme

Tujuan instruksional umum dari materi ini adalah diharapkan peserta mampu memahami urgensi mentoring / pendidikan Islam.

2. Yuk pedekate ke Allah swt.

Tujuan instruksional umum dari materi ini adalah agar peserta memahami pentingnya mengenal Allah swt. dalam kehidupan manusia dan memahami bahwa dengan ma'rifatullah seseorang dapat menambah keimanan dan ketakwaannya.

3. D’ messenger

Tujuan instruksional umum dari materi ini adalah agar peserta memahami pentingnya mengenal dan mengimani Rasul.

4. Islam forever

Tujuan instruksional umum dari materi ini adalah memberikan pemahaman mengenai Islam kepada peserta mentoring.

5. Ukhuwah never die!

(53)

41

6. Be a nice person, guys!

Tujuan instruksional umum dari materi ini adalah agar peserta dapat

menginternalisasi akhlak Islami dan selalu berusaha menjaga akhlak Islami. 7. Musuh abad 21 (ghozwul fikri)

Tujuan instruksional umum dari materi ini adalah agar peserta mampu mengerti dan memahami tentang ghozwul fikri atau perang pemikiran dari dunia barat.

8. Al-Qur’an kitab cinta

Tujuan instruksional umum dari materi ini adalah agar peserta dapat menanamkan cinta pada Al-Qur’an, agar lahirnya generasi yang memiliki keterikatakan dengan kitabullah, baik untuk memahaminya, maupun mengamalkannya.

9. Sempurnakan baktimu!

Tujuan instruksional umum dari materi ini adalah agar peserta memahami makna dan mempraktekkan birrul walidain atau berbakti kepada orangtua dalam kehidupan sehari-hari

Selain dari 9 judul materi di atas, masih terdapat materi lain yang disampaikan dalam tiga pertemuan berikutnya. Dalam hal ini, pementor memberikan materi sesuai dengan kebutuhan para menteenya. Materi yang disampaikan dapat berupa materi pengembangan diri seperti mengenal diri (who am i), Komunikasi efektif (effective communication), pemecahan masalah

(Problem-solving), dan lain lain.

(54)

42

diberikan materi psikologi Islami, pengobatan ala nabi di farmasi, hukum Islam di fakultas hukum, ekonomi syariah di fakultas ekonomi dan lain sebagainya.

8. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Efektifitas Pelaksanaan Mentoring Agama Islam

Menurut gopee (2011) ada beberapa hal yang mempengaruhi efektifitas pelaksanaan mentoring, yakni :

1. Efektifitas dari pola hubungan kekerabatan antara mentee dengan pementor

2. Efektifitas komunikasi yang terbangun antara mentee dan pementor 3. Karakter dari seorang pementor

4. Tindakan dari pementor untuk mendukung mentee dalam belajar

Mahasri dan Najmuddin (2008) mengemukakan beberapa aspek yang dapat mempengaruhi efektifitas mentoring, yakni :

1. Kesesuaian materi yang disajikan dengan buku panduan.

2. Ketertarikan mentee terhadap materi yang disajikan oleh pementor. 3. Penyimpangan materi yang disajikan oleh pementor.

4. Waktu penyajian materi.

5. Variasi penggunaan metode pembelajaran.

6. Sikap mentee terhadap metode yang digunakan pementor. 7. Penggunaan alat dan media pembelajaran.

8. Kesiapan pementor. 9. Kedisiplinan pementor.

(55)

43

12.Sikap mentee terhadap pementor. 13.Harapan mentee terhadap pementor.

Dalam penelitian ini, faktor-faktor yang telah dikemukakan di atas tidak dikontrol oleh peneliti.

D. MAHASISWA 1. Definisi Mahasiswa

Mahasiswa adalah orang yang belajar di perguruan tinggi, baik di universitas, institut atau akademi. Mereka yang terdaftar sebagai murid di perguruan tinggi dapat disebut sebagai mahasiswa. usia mahasiswa meliputi rentang usia 18/19 tahun sampai 24/25 tahun (Takwin, 2008). Para mahasiswa khususnya mahasiswa baru masuk ke dalam kategori remaja akhir yang berusia sekitar 18 - 21 tahun (Monks dkk, 2001). Masa remaja adalah periode tengah dalam kehidupan manusia (life-span) dimana seseorang mulai bertanya-tanya mengenai berbagai fenomena yang terjadi di lingkungan sekitarnya sebagai dasar bagi pembentukan nilai diri mereka. Usia remaja merupakan masa peralihan antara masa kanak-kanak menuju masa dewasa (Papalia, 2007).

Gambar

Gambar 1 Struktur konsep diri Shavelson, Hubner, & Stanton (1976)
Gambar 2 Struktur Konsep Diri Marsh & Shavelson (1985)
Tabel 2 Koefisien  Reliabilitas Alat Ukur Konsep Diri Marsh
Tabel 3 Distribusi item Konsep Diri sebelum diuji coba
+7

Referensi

Dokumen terkait

Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi saya yang berjudul Pengaruh Pelayanan, Kualitas Produk dan Harga Terhadap Kepuasan

Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi saya yang berjudul “Pengaruh Intelligent Quotient , Emotional Quotient , dan Spiritual Quotient

Saya yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi saya yang berjudul “Pengaruh Lingkungan Kerja dan Stress Kerja Terhadap Kinerja Karyawan Pada PT

Saya yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi saya yang berjudul “Pengaruh Komitmen Organisasional dan Kepuasan Kerja Terhadap Kinerja Karyawan

Saya yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi saya yang berjudul “ Pengaruh Intellctual Capital terhadap Kinerja Keuangan dan Prediksi

Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi saya yang berjudul Pengaruh Pelayanan, Kualitas Produk dan Harga Terhadap Kepuasan

Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi saya yang berjudul “Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Produk Domestik Regional

Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi saya yang berjudul “Pengaruh Promosi Melalui Media Sosial terhadap Minat Beli Samsung