• Tidak ada hasil yang ditemukan

Identifikasi Fungi Yang Berasosiasi Dengan Benih Mahoni (Swietenia Macrophylla King. ) Sewaktu Masih Di Pohon dan Setelah Disimpan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Identifikasi Fungi Yang Berasosiasi Dengan Benih Mahoni (Swietenia Macrophylla King. ) Sewaktu Masih Di Pohon dan Setelah Disimpan"

Copied!
50
0
0

Teks penuh

(1)

IDENTIFIKASI FUNGI YANG BERASOSIASI DENGAN

BENIH MAHONI (Swietenia macrophylla King. ) SEWAKTU

MASIH DI POHON DAN SETELAH DISIMPAN

Oleh :

Devie Fadhilah

E 14202066

PROGRAM STUDI BUDIDAYA HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

(2)

IDENTIFIKASI FUNGI YANG BERASOSIASI DENGAN

BENIH MAHONI (Swietenia macrophylla King. ) SEWAKTU

MASIH DI POHON DAN SETELAH DISIMPAN

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan Pada Fakultas Kehutanan

Institut Pertanian Bogor

Oleh:

Devie Fadhilah

E14202066

PROGRAM STUDI BUDIDAYA HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

(3)
(4)

Judul : IDENTIFIKASI FUNGI YANG BERASOSIASI DENGAN BENIH MAHONI (Swietenia macrophylla King. ) SEWAKTU MASIH DI POHON DAN SETELAH DISIMPAN

Nama : DEVIE FADHILAH NRP : E14202066

Menyetujui,

Pembimbing

Dr.Ir. I.G.K. Tapa Darma, M.Sc NIP. 130 696 561

Mengetahui,

Dekan Fakultas Kehutanan

Prof.Dr.Ir. Cecep Kusmana, MS NIP. 131 430 799

(5)

RINGKASAN

Perkembangan industri hasil hutan di Indonesia, menuntut kebutuhan bahan baku yang semakin besar. Karena itu, pembangunan Hutan Tanaman Industri (HTI) merupakan salah satu alternatif untuk mengantisipasi dan mendukung pemenuhan kebutuhan industri tersebut. Mahoni daun lebar (Swietenia macrophylla King.) dipilih sebagai tanaman HTI karena sifatnya yang multiguna (Schmidt 2000). Namun, dalam penyediaan bibit mahoni untuk tanaman HTI ada beberapa hambatan yang perlu diperhatikan terutama masalah penyakit yang disebabkan fungi terbawa benih (seedborne fungy). Penyakit ini dapat menyebabkan kerusakan pada benih itu sendiri, pada waktu perkecambahan dan pada tanaman dewasa. Akhirnya dapat menurunkan kualitas kayu yang dihasilkan. Dari hal tersebut maka dilakukanlah penelitian untuk menentukan jenis-jenis fungi yang berasosiasi dengan benih mahoni (Swietenia macrophylla

King.) sewaktu masih di pohon dan setelah disimpan dengan mengukur persen infeksi dan daya berkecambah benih.

Metode yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: (1) menginkubasikan benih pada media pasir steril pada kisaran suhu 25-27°C dan (2) mengidentifikasi fungi yang berasosiasi dengan benih melalui pengamatan morfologi koloni fungi pada media PDA dalam cawan petri dan pengamatan sifat-sifat morfologi setiap fungi di bawah mikroskop, lalu mencocokkan dengan beberapa pustaka yang ada.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah koloni fungi yang berasosiasi dengan benih setelah disimpan (276 koloni) lebih banyak daripada sewaktu masih di pohon (130 koloni). Beberapa fungi yang teridentifikasi pada benih sewaktu masih di pohon adalah Cladosporium sp. (persen infeksi 11,75%), Botryodiplodia theobromae (persen infeksi 14,25%) dan Aspergillus sp. (persen infeksi 6,50%) dengan total persen infeksi sebesar 32,50%. Sedangkan pada benih setelah disimpan adalah Cladosporium sp. (persen infeksi 14,50%), B. theobromae

(persen infeksi 11,75%), Aspergillus sp. (persen infeksi 26,25%) dan Rhizopus sp. (persen infeksi 4,50%) dengan total persen infeksi sebesar 69,00%. Daya berkecambah benih sewaktu masih di pohon (71,25%) menurun setelah disimpan (57,75%). Adanya perbedaan jumlah koloni dan variasi jenis fungi yang berasosiasi pada benih mahoni sewaktu masih di pohon dan setelah disimpan menunjukkan adanya perbedaan kemampuan adaptasi ekologis masing - masing fungi.

Berdasarkan hasil penelitian di atas tersebut, maka dapat diketahui jenis-jenis fungi yang menyerang benih dan karakter dari masing-masing fungi yang teridentifikasi. Hal tersebut dapat dijadikan sebagai dasar untuk melakukan tindakan pencegahan atau penyelamatan benih pada berbagai kondisi. Adapun saran yang direkomendasikan untuk mengetahui kapan waktu fungi itu menimbulkan penyakit pada benih, maka perlu dilakukan penelitian dengan menginokulasikan fungi-fungi tersebut sejak dalam bentuk fase benih, kecambah, anakan dan pohon. Dengan memberikan kondisi yang terbaik pada fungi tersebut

(6)
(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 12 Januari 1984 di Bogor Jawa Barat, sebagai anak keempat dari lima bersaudara keluarga Bapak Adang Ali dan Siti Aisyah.

Tahun 1990 penulis memasuki pendidikan dasar di SD Negeri Sukasari 2 Bogor, lulus pada tahun 1996. Penulis kemudian melanjutkan ke Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Bogor dan lulus pada tahun 1999. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan ke Sekolah Menengah Umum Negeri 1 Bogor dan lulus pada tahun 2002.

Tahun 2002 penulis diterima pada program Studi Budidaya Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor melalui jalur SPMB (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru), penulis menekuni bidang patologi hutan pada Laboratorium Patologi Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi anggota Forest Management Students Club (FMSC) periode 2003-2004 dan anggota DKM ‘Ibaadurrahmaan periode 2003-2006. Penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapang (magang) di Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya - LIPI Bogor pada tanggal 6-17 Juli 2004. Tahun 2005 penulis pernah menjadi asisten mata Kuliah Pendidikan Agama Islam. Pada tahun yang sama, penulis juga telah melaksanakan Praktek Pengenalan dan Pengelolaan Hutan (P3H) di Cagar Alam Leuweung Sancang dan Kamojang serta di KPH Sukabumi, Jawa Barat selama 1,5 bulan. Penulis juga telah melaksanakan Praktek Kerja Lapang di IUPHHK PT Erna Djuliawati Logging unit II Kalimantan Tengah pada bulan Februari – April 2006.

(8)

UCAPAN TERIMA KASIH

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan kekuatan sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi. Shalawat dan salam semoga selalu tercurah kepada nabi akhir zaman Nabi Muhammad SAW, keluarganya, sahabatnya dan seluruh pengikutnya sampai akhir masa.

Penulis mengucapkan terima kasih atas selesainya skripsi ini kepada : 1. Dr.Ir. I.G.K. Tapa Darma, M.Sc selaku dosen pembimbing yang telah

memberikan bimbingan dengan penuh kesabaran dan pengarahan kepada penulis sehingga karya ilmiah ini dapat terselesaikan.

2. Prof.Dr.Ir. Surdiding Ruhendi, M.Sc sebagai dosen penguji dari Departemen Hasil Hutan dan Dr.Ir. Agus Hikmat, M.Sc sebagai dosen penguji dari Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata.

3. Umi dan Bapa atas doa dan kasih sayangnya yang tak pernah putus. 4. A Iyuh, Teh Novie dan Eva atas pengertian dan bantuannya.

5. Pa Iwa yang banyak membantu penulis selama di Lab. Mikrobiologi dan Biokimia Pusat Antar Universitas (PAU) IPB.

6. Lab. Patologi Hutan (Ibu Tutin, Siti, Ope, Reny, Ze, Alwiah, Ahmad dan Gunawan).

7. Teman-teman BDH-ers (Ikhsan, Diana, Uyun, Yosi, Irina, Iin, Radna, Baim, Arief, Nunung, Bagus, Benu, Eka, Ona dan Angga ) atas kebersamaannya. 8. Teman-teman ‘Ibaad-ers (Nurul, Yofi, Eka, Desna, Suwilin, Jum’s, Lucky

dan Arizia) atas motivasinya selama ini.

9. Kepada semua pihak yang telah membantu dan namanya tidak dapat disebutkan satu persatu.

Penulis menyadari masih terdapat kekurangan dalam skripsi ini, namun penulis berharap semoga karya ini berguna untuk pembaca.

Bogor, Januari 2007

(9)

vii

PRAKATA

Segala puji bagi Allah atas segala rahmat, karunia dan hidayah yang dianugerahkan kepada penulis. Shalawat dan salam semoga tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga, para sahabat dan pengikutnya hingga hari kiamat.

Skripsi ini berjudul Identifikasi Fungi yang Berasosiasi dengan Benih Mahoni (Swietenia macrophylla King.) Sewaktu Masih di Pohon dan Setelah Disimpan. Penyusunan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.

Terwujudnya tulisan ini tidak terlepas dari dukungan semua pihak, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr.Ir. I.G.K. Tapa Darma, M.Sc selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan kepada penulis sehingga karya ilmiah ini dapat terselesaikan. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Prof.Dr.Ir. Surdiding Ruhendi, M.Sc sebagai dosen penguji dari Departemen Hasil Hutan dan Dr.Ir. Agus Hikmat, M.Sc sebagai dosen penguji dari Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata. Terima kasih kepada kedua orang tua yang selalu memberikan semangat, dukungan dan motivasi untuk selalu berkarya. Kemudian, terima kasih juga kepada semua pihak yang telah membantu dan tidak dapat disebutkan satu persatu.

Penulis menyadari masih terdapat kekurangan dalam skripsi ini. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dalam penyempurnaan karya ilmiah ini. Akhir kata, penulis berharap semoga karya ini dapat memberikan kontribusi yang bermanfaat bagi ilmu pengetahuan, khususnya dalam Ilmu Pathology Kehutanan.

Bogor, Januari 2007

(10)

viii

Manfaat Penelitian ... 2

TINJAUAN PUSTAKA ... 3

Swietenia macrophylla King. ... 3

Taksonomi dan Tata Nama ... 3

Penyebaran dan tempat tumbuh ... 3

Deskripsi botani ... 4

Pembungaan dan pembuahan ... 5

Pemanfaatan ... 5

Hama dan Penyakit ... 6

Fungi Pada Benih ... 6

METODOLOGI PENELITIAN ... 9

Tempat dan Waktu Penelitian ... 9

Bahan dan Alat ... 9

Metode Penelitian ... 9

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 12

Hasil ... 12

Pembahasan ... 19

KESIMPULAN DAN SARAN ... 22

DAFTAR PUSTAKA ... 23

(11)

ix

DAFTAR TABEL

Halaman

(12)

x

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1. Buah mahoni ... 4 2. Benih mahoni; a. Benih yang sudah dikupas; b. Sayap; c. Benih yang masih

terbungkus kulit ... 5 3. Koloni Cladosporium sp. pada umur 10 hari; (A) Dilihat dari atas; (B) Dilihat

dari bawah ... 13 4. Struktur hifa Cladosporium sp.; a. Ramokonidia; b. Konidiofor; c. Konidia .. 14 5. Koloni B. theobromae;(A) umur 5 hari; (B) umur 15 hari ... 15 6. Struktur hifa B. theobromae; a. Hifa – hifa konidiogenous; b. Konidia muda

bersel satu; c. Konidia yang sudah matang ditunjukkan dengan adanya sekat konidia ... 15

7. Struktur hifa Aspergillus sp.; a. Konidiofor; b. Vesikel; c. Metula; d. Fialid; e. Konidia ... 16 8. Koloni Aspergillus sp. pada umur 16 hari . ... 17 9. Koloni Rhizopus sp.; (A) umur 10 hari; (B) umur 20 hari. ... 18 10.Struktur hifa Rhizopus sp.; a. Sporangiofor; b. Sporangium; c. Kolumela;

(13)

xi

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

(14)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Hutan merupakan salah satu sumber daya alam yang telah memberikan hasil dan peranannya dalam pembangunan nasional. Selama ini peran strategis sumber daya hutan dalam pembangunan sepenuhnya bertumpu pada pemanfaatan hutan alam guna memenuhi bahan baku industri hasil hutan, dalam rangka meningkatkan eksport dan devisa negara.

Perkembangan industri hasil hutan di Indonesia, menuntut kebutuhan bahan baku yang semakin meningkat. Sebagai salah satu alternatif, Departemen Kehutanan telah menggalakkan program pembangunan Hutan Tanaman Industri (HTI) dengan tujuan utama untuk mendukung pemenuhan kebutuhan industri hasil hutan secara berkesinambungan, peningkatan devisa dan penyediaan lapangan kerja.

Beberapa jenis pohon hutan potensial telah dipilih sebagai prioritas untuk program – program rehabilitasi hutan dan pembangunan HTI. Salah satu jenis pohon yang potensial adalah mahoni daun lebar (Swietenia macrophylla King.). Jenis ini telah lama ditanam di Pulau Jawa baik oleh rakyat maupun Perum Perhutani karena sifatnya yang multiguna (Schmidt 2000).

Namun, dalam penyediaan bibit mahoni untuk tanaman HTI terdapat beberapa hambatan yang perlu diperhatikan terutama masalah penyakit pada tanaman. Agarwal dan Sinclair (1997) menambahkan bahwa timbulnya penyakit pada tanaman disebabkan oleh berbagai fungi yang terbawa benih (seedborne fungy). Umumnya fungi ini dapat menyebabkan kerusakan pada benih itu sendiri, pada waktu perkecambahan dan pada tanaman hingga dewasa sehingga dapat menurunkan kualitas kayu yang dihasilkan.

(15)

2

tepat, cara pengangkutan benih ke tempat pengolahan, cara penyimpanan, cara pengemasan dalam pengangkutan dan lama pengangkutan dari tempat penyimpanan ke tempat penanaman.

Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian mengenai identifikasi fungi yang berasosiasi dengan benih mahoni sewaktu masih di pohon dan setelah disimpan

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan jenis-jenis fungi yang berasosiasi dengan benih mahoni (Swietenia macrophylla King.) sewaktu masih di pohon dan setelah disimpan, dengan mengukur persen infeksi dan daya berkecambah benih.

Manfaat Penelitian

(16)

TINJAUAN PUSTAKA

Swietenia macrophylla King. Taksonomi dan Tata Nama

Mahoni (Swietenia macrophylla King) diklasifikasikan sebagai berikut : Divisio : Spermatophyta

Sub Divisio : Angiospermae Kelas : Dikotiledonae

Ordo : Rutales Famili : Meliaceae

Sub Famili : Swietenidae Genus : Swietenia

Spesies : Swietenia macrophylla King.

Swietenia terdiri dari tiga jenis, yaitu Swietenia macrophylla King.,

Swietenia humilis Zucc. dan Swietenia mahagony (L.) Jacq. Pengenalan taksonomi dapat diamati melalui perbedaan-perbedaan fisik dari ketiga jenis tersebut (Mayhew dan Newton 1998).

Penyebaran dan tempat tumbuh

Mahoni merupakan jenis yang tumbuh pada zona lembab dan menyebar luas secara alami atau dibudidayakan (Jøker 2001). Menurut Sutisna et al. (1998), tiga jenis Mahoni tersebut tersebar di Amerika Tropika, dari Mexico Tengah, Amerika Tengah, Hindia Barat, termasuk Florida bagian Selatan, Bolivia, Peru dan Brazil. Sekarang ini mahoni ditanam di seluruh daerah Tropika, termasuk Malaysia, Indonesia dan Filipina. Heyne (1987) lebih spesifik menyatakan bahwa mahoni daun besar berasal dari Honduras, sedangkan di Indonesia ditanam di Jawa dan Aceh.

(17)

4

Deskripsi botani

Pohon besar dengan tinggi total antara 30-35 m. Kulit berwarna abu-abu dan halus ketika masih muda, berubah menjadi coklat tua, menggelembung dan mengelupas setelah tua. Daun majemuk dengan tata daun alternate dan menyirip. Bunga malai kecil berwarna putih, panjangnya mencapai 10-20 cm (Jøker 2001).

Buah: Umumnya buah berbentuk kapsul, kalau masih muda berwarna hijau dan setelah tua menjadi berwarna cokelat abu-abu. Buahnya bercuping lima, panjangnya mencapai 12-15 hingga 22 cm. Bagian luar buah mengeras seperti kayu, berbentuk kolom dengan 5 sudut yang memanjang menuju ujung. Jika buah sudah tua, kulit buahnya akan pecah sendiri mulai dari ujung atau pangkal. Biji-bijinya akan terbang tertiup angin dengan bantuan sayap. Umumnya setiap buah terdapat 35- 45 biji (Jøker 2001).

Gambar 1. Buah mahoni.

Benih: Menurut Jøker (2001), benih berbentuk pipih, berwarna hitam atau cokelat, bagian atas benih memanjang membentuk sayap, panjangnya mencapai 7,5 – 15 cm. Jumlah benih 1.800 – 2.500 butir per kg. Persentase kecambah benih segar 60 - 90 %.

(18)

5

a.

b.

c.

Gambar 2. Benih mahoni; a. Benih yang sudah dikupas; b. Sayap; c. Benih yang masih terbungkus kulit.

Pembungaan dan pembuahan

Pembentukan bunga sampai buah masak diperlukan waktu 9-12 bulan. Masa berbunga dan berbuah terjadi setiap tahun mulai umur 10-15 tahun. Pembungaan terjadi ketika pohon menggugurkan daun atau pada saat daun baru mulai muncul sesaat sebelum musim hujan. Di Indonesia, musim bunga terjadi pada bulan September - Oktober dan berbuah antara bulan Juni - Agustus (Jøker 2001).

Pemanfaatan

(19)

6

Dalam sistem agroforestry pohon mahoni digunakan sebagai tanaman naungan dan kayu bakar (Jøker 2001).

Kandungan flavonoida pada mahoni berguna untuk melancarkan peredaran darah, terutama untuk mencegahnya tersumbatnya saluran darah, mengurangi tingkat kolesterol, mengurangi penimbunan lemak pada dinding saluran darah, membantu mengurangi rasa sakit, pendarahan dan lebam, bertindak sebagai anti oksidan dan berfungsi menyingkirkan radikal bebas. Sedangkan saponin berguna mengurangi lemak badan, meningkatkan sistem kekebalan, mencegah pembekuan darah dan tingkat gula dalam darah, serta menguatkan fungsi hati dan memperlambat proses pembekuan darah (Kunia 2005).

Hama dan Penyakit

Menurut Mayhew dan Newton (1998), dua jenis hama penggerek pucuk utama yang menyerang tanaman mahoni adalah Hypsipyla grandella (Zeller) dan

H. robusta (Moore). Selain itu hama lain di persemaian adalah bekicot (Achatina fulica) yang memakan anakan baru tumbuh. Di lapangan juga terdapat kumbang ambrosia (Xyleborus morstati Mac.) yang merupakan hama penggerek ranting, cabang dan batang (Martawijaya et al. 1981).

Penyakit yang sering menyerang pohon mahoni adalah Armillaria mellea

(Vahl.) Quel. atau dikenal dengan nama cendawan madu, yang menyebabkan pembusukan pada akar dan leher akar. Selain itu Corticium salmonicolor Berk. and Br. atau dikenal dengan nama fungi upas yang menyerang bagian bawah cabang dan ranting (Suratmo 1974).

Fungi Benih

Christensen dan Kauffman (1969) mengelompokkan fungi yang menyerang benih dalam dua kelompok, yaitu

1. Fungi lapangan (field fungi) seperti Curvularia sp. dan Fusarium spp. Meliputi fungi yang menyerang biji sebelum dipanen.

2. Fungi di tempat penyimpanan (storage fungi), seperti Aspergillus sp. dan

(20)

7

sebelum benih tersebut ditanam. Fungi ini dalam pertumbuhannya dapat beradaptasi dengan lingkungan yang mempunyai kadar air relatif rendah dan tekanan osmotik tinggi.

Fungi lapangan (field fungi) seperti Alternaria spp., Botryodiplodia theobromae, Cladosporium herbarum, Curvularia spp., Epicoccum purpuracens, Fusarium spp., Verticillium alboatrum dan Sclerotium rolfsii. Jenis- jenis fungi ini dapat bertahan pada biji dalam kondisi dingin atau kering. Fungi ini menyerang biji selama masih di lapangan dan menginfeksi biji yang telah masak atau sesudah biji dipanen, ataupun sebelum dilakukan pemrosesan. Fungi dapat berupa patogen ataupun saprofit (Rahayu 1999).

Fungi di tempat penyimpanan (storage fungi), umumnya tergolong ke dalam genus Aspergillus dan Penicillium. Fungi tersebut biasanya menyerang dan merusak benih pada kisaran suhu dari 4 – 45° C (Justice dan Louis 1994). Agarwal dan Sinclair (1997) juga menyatakan Aspergillus sp. adalah jamur yang umum dijumpai pada benih yang disimpan.

Serangan penyakit dapat terjadi pada waktu benih masih dalam penyimpanan atau pengangkutan, pada waktu benih belum sempat berkecambah sesudah disemai, pada waktu bibit sudah mulai berkembang selama dalam masa pemeliharaan atau sesaat sebelum pemanenan (Hadi 2001).

Menurut definisi umum patogen fungi dapat diklasifikasikan sebagai bawaan benih atau disebarkan oleh benih. Fungi bawaan benih termasuk semua jenis fungi yang menyerang permukaan benih atau jaringannya. Fungi yang disebarkan oleh benih tidak menyerang benih itu sendiri, tetapi hanya menyerang semai di persemaian (Neergard 1977).

Sedangkan menurut Hadi (1996) terdapat empat kelompok fungi yang dapat menyebabkan benih yang ditanam di persemaian tidak mampu untuk berkecambah sehingga mengganggu produksi semai dan bibit, yaitu:

1. Fungi yang menyerang benih pada waktu benih masih terdapat pada pohon.

(21)

8

3. Fungi yang berkembang pada waktu benih dalam angkutan atau dalam penyimpanan.

4. Fungi yang berada di dalam medium perkecambahan di persemaian yang menyerang benih dan semai.

Kelompok fungi 1, 2 dan 3 adalah fungi yang dapat merusak benih dengan mengakibatkan penurunan ketahanan atau hilangnya viabilitas benih. Beberapa jenis fungi dapat berada dalam keadaan dorman pada permukaan atau di dalam jaringan benih. Fungi tersebut kemudian dapat berkembang pada kecambah yang keluar dari benih tersebut, atau pada kecambah yang lain, bibit atau tanaman yang telah dewasa.

Neergaard (1977) menyatakan bahwa fungi yang terbawa benih dapat menimbulkan satu atau lebih gejala kerusakan seperti berikut: a. Aborsi benih, b. berkurangnya ukuran benih, c. Pembusukan benih, d. Pembentukan sklerotium atau stroma pada benih, e. Nekrosa pada benih, f. Pewarnaan pada benih, g. Perubahan sifat fisiologi benih dan h. Berkurangnya kapasitas perkecambahan benih.

Sadjad (1980) menyatakan bahwa untuk mengetahui adanya fungi seperti spora atau miselium, baik berada di permukaan maupun di dalam jaringan benih, pengujian kesehatan benih sebaiknya digunakan dengan cara inkubasi. Pengujian untuk benih yang berukuran besar seperti benih mahoni, terdiri dari dua cara yaitu metode inkubasi dengan pasir dan metode agar (PDA).

Beberapa jenis fungi perusak yang berasosiasi dengan benih mahoni adalah: Botryodiplodia theobromae, Chaetomium sp., Cladosporium sp.,

(22)

METODOLOGI PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi dan Biokimia Pusat Antar Universitas (PAU) Institut Pertanian Bogor, pada bulan Juli - Oktober 2006.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan adalah benih mahoni yang berasal dari Pasirkuda, pasir steril, media agar kentang atau Potato Dextrose Agar (PDA), alkohol, spirtus dan air steril.

Alat- alat yang digunakan adalah kotak pasir (bak kecambah), saringan berukuran diameter 2 mm, ruang inkubasi, oven, laminar air flow, autoclave,

pembakar bunsen, korek api, cawan petri, kaca obyek dan penutupnya, pipet, jarum ose, mikroskop, plastik wrap, kertas label, alat tulis dan kamera digital.

Metode Penelitian

1. Determinasi Kadar Air Benih

Kadar air benih dideteksi menggunakan metode pengeringan oven (gravimetri) pada suhu 103 ± 3°C selama 17 ± 1 jam. Periode pengeringan dimulai pada waktu oven menunjukkan temperatur yang diinginkan. Sebelum dikeringkan, benih ditimbang sebagai berat benih sebelum dioven. Setelah pengeringan, benih dimasukkan ke dalam desikator selama ± 15-30 menit dan ditimbang sebagai berat benih setelah dioven (ISTA 1993 dalam Schmidt 2000). 2. Pengecambahan benih

(23)

10

Pada akhir pengujian jumlah kecambah normal dihitung dan dinyatakan sebagai persen kecambah. Sedangkan jumlah kecambah abnormal karena benih terinfeksi fungi, dihitung dan dinyatakan sebagai persentase infeksi untuk tiap-tiap jenis fungi.

3. Isolasi Fungi

Sebelum melakukan isolasi, terlebih dahulu dilakukan sterilisasi alat-alat gelas. Lalu penyiapan medium biakan untuk menumbuhkan fungi yang diisolasi.

Benih yang terserang fungi dipisahkan dari box pasir. Lalu diambil bagian benih yang terserang fungi dengan menggunakan jarum dan ditanam pada media PDA dalam cawan petri sampai membentuk koloni. Fungi yang tumbuh diisolasi kembali dengan mengambil sekelumit hifa dan menumbuhkannya pada media PDA yang baru. Semua kegiatan isolasi fungi dilakukan di dalam ruang laminar air flow untuk menghindari kontaminasi.

4. Identifikasi Fungi

Identifikasi dilakukan melalui pengamatan morfologi koloni fungi pada media PDA dalam cawan petri dan pengamatan sifat-sifat morfologis dari masing- masing fungi di bawah mikroskop.

Pada pengamatan morfologi koloni fungi, setiap hari dilakukan pengamatan dan mencatat perubahan-perubahan yang terjadi pada koloni masing-masing fungi. Adapun faktor-faktor yang diamati adalah bentuk permukaan koloni (granular, seperti tepung, seperti kapas, menggunung, licin dan sebagainya) dan warna koloni (Gandjar et al.1999).

Setiap fungi yang muncul dibuat preparatnya dan dilakukan uji di bawah mikroskop. Preparat dibuat dengan meletakkan langsung struktur fungi (miselium) pada setetes air steril di atas gelas preparat. Struktur fungi yang menggumpal, diuraikan dengan menggunakan dua jarum sampai menipis dan ditutup dengan gelas penutup secara perlahan-lahan agar tidak terbentuk gelembung udara. Hasil pengamatan tersebut dicocokkan dengan beberapa pustaka yang ada.

Identifikasi fungi didasarkan pada (Gandjar et al.1999): a. Bentuk serta susunan konidiofora

(24)

11

c. Bentuk dari masa spora atau miselium dan sebagainya.

Cara-cara ini telah dipergunakan untuk berbagai macam biji-bijian seperti serealia, sayuran, bunga-bungaan, tanaman kehutanan dan sebagainya.

Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan adalah kadar air benih, jenis fungi yang muncul, daya berkecambah benih, dan persentase infeksi oleh tiap - tiap jenis fungi.

Adapun prosedur yang digunakan adalah sebagai berikut : 1. Kadar Air (KA) Benih:

2. Daya Berkecambah Benih (DB):

(25)

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL

Hasil identifikasi fungi, jumlah koloni fungi yang berasosiasi dengan benih dan persentase benih yang terinfeksi tersaji pada Tabel 1 dan 2.

Tabel 1. Identifikasi fungi pada benih mahoni sewaktu masih di pohon.

No. Nama

Daya Berkecambah Benih (%) 71,25

Tabel 2. Identifikasi fungi pada benih mahoni setelah disimpan.

No. Nama

(26)

13

1. Cladosporium sp.

Berdasarkan hasil pengamatan, koloni fungi pada permukaan benih muncul dengan tekstur halus seperti kapas berwarna putih, menutupi sebagian atau seluruh permukaan benih. Pada media PDA berumur 0-3 hari, miselium berwarna bening (hyalin). Setelah berumur 10 hari miselium sudah memenuhi cawan petri dan berwarna hijau keabu-abuan (Gambar 3). Kemudian menjadi berwarna hijau kehitaman setelah berumur 27 hari. Sedangkan di bawah mikroskop konidia membentuk seperti rantai dan berwarna coklat. Fungi ini ditemukan lebih banyak pada benih setelah penyimpanan daripada jumlah koloni fungi sewaktu di pohon.

Ciri- ciri tersebut sesuai dengan ciri fungi Cladosporium sp. menurut Domsch et al. (1980) yaitu tekstur koloninya gelap, berwarna hijau keabu-abuan, coklat abu-abu atau abu-abu. Konidiofor panjang dengan konidia membentuk rantai. Konidiofor bercabang atau tidak bercabang.

Menurut Barnet dan Hunter (1998), fungi jenis ini dapat tumbuh sebagai parasit maupun sapropit serta kontaminan dalam berbagai kondisi lingkungan. Secara taksonomi termasuk Kingdom: Fungi, Divisi: Eumycotina, Kelas: Deuteromycetes, Ordo: Moniliales, Famili: Dematiaceae dan Genus:

Cladosporium.

(A) (B)

(27)

14

a.

c. b.

Gambar 4. Struktur hifa Cladosporium sp.; a. Ramokonidia; b. Konidiofor; c. Konidia

2. Botryodiplodia theobromae

Pada permukaan benih fungi ini muncul dengan tekstur hifa yang halus, menggumpal, berwarna hitam dan lengket. Pada media PDA yang berumur satu hari, miselium tidak berwarna. Miselium pada umur 2 hari berwarna putih kecoklatan dan sudah memenuhi cawan petri. Pada umur 5 hari miselium berubah menjadi warna coklat keabu-abuan dan menjadi warna coklat kehitaman setelah berumur 15 hari. Di bawah mikroskop konidia berbentuk elips, bersel satu dan tidak berwarna. Fungi ini ditemukan pada benih setelah penyimpanan dan sewaktu di pohon.

Ciri-ciri tersebut sesuai dengan penelitian Risviana (1993) bahwa B. theobromae menunjukkan pertumbuhan yang cepat pada media PDA dan dapat memenuhi seluruh permukaan media pada cawan petri dengan diameter 10 cm hanya dalam waktu lima hari. Demikian juga menurut Gandjar et al. (1999), koloni tumbuh cepat pada media PDA dengan membentuk miselia aerial yang lebat dan berwarna coklat kehitaman. Konidia bersel dua, berbentuk elips, berwarna coklat tua. Akan tetapi pematangan konidia berjalan lambat, sehingga sering ditemukan konidia bersel satu dan berwarna hyalin.

(28)

15

(A) (B) Gambar 5. Koloni B. theobromae;(A) umur 5 hari; (B) umur 15 hari

b.

a.

c.

Gambar 6. Struktur hifa B. theobromae; a. Hifa – hifa konidiogenous; b. Konidia muda bersel satu; c. Konidia yang sudah matang ditunjukkan dengan adanya sekat konidia

3. Aspergillus sp.

Pada permukaan benih koloni fungi menggelembung seperti beludru,

berwarna hijau, menutupi seluruh atau sebagian permukaan benih. Pada media

PDA dalam satu cawan petri, tekstur koloninya ada yang berwarna putih,

berwarna hijau, bahkan berwarna hijau kekuningan. Di bawah mikroskop, hifa

berwarna bening tidak bersekat, konidiofor berwarna bening, tidak bercabang.

Fungi ini ditemukan lebih banyak pada benih sewaktu di pohon daripada

(29)

16

Ciri- ciri tersebut sesuai dengan hasil identifikasi Sumrahardi (1993) yaitu, pada media PDA Aspergillus sp. tumbuh cepat dalam waktu 10 hari memenuhi cawan petri berdiameter 90 mm. Tekstur koloninya seperti beludru dan berwarna hijau, hijau kekuning-kuningan. Miseliumnya hialin dan bersekat. Konidiofor tidak bercabang dan tidak bersepta. Ciri- ciri tersebut juga sesuai dengan deskripsi fungi genus Aspergillus dalam Barnet dan Hunter (1998). Warna konidia beragam dan bersifat sangat karakteristik untuk setiap species. Warna yang umum terdapat adalah hitam, coklat, dan hijau (Pelczar 1958).

Taksonomi menurut Barnet dan Hunter (1998), Alexopoulos (1960) dan Agrios (1969) fungi ini termasuk Kingdom: Fungi, Divisi: Eumycotina, Kelas: Deuteromycetes, Ordo: Moniliales, Famili: Moniliaceae dan Genus: Aspergillus.

Menurut Tapa Darma (1990) dalam Sumrahardi (1993), Aspergillus sp. merupakan fungi yang menyerang berbagai benih tanaman kehutanan seperti akasia, sengon, agathis, pinus, rotan dan mahoni.

e d.

c. b. .

a.

(30)

17

Gambar 8. Koloni Aspergillus sp. pada umur 16 hari. 4. Rhizopus sp.

Pada permukaan benih koloni berwarna putih seperti kapas. Pada media PDA yang berumur lima hari, koloni berwarna putih. Pada umur sepuluh hari koloni berwarna putih keabu-abuan. Kemudian koloni berubah menjadi berwarna abu-abu kecoklatan pada umur duapuluh hari. Berdasarkan hasil pengamatan di bawah mikroskop, hifa tidak bersekat, sporangiofor tunggal menghasilkan sporangium, kolumela berbentuk bulat dan sporangiospora berbentuk semibulat. Fungi ini hanya ditemukan pada benih setelah penyimpanan

Ciri- ciri tersebut sesuai dengan fungi Rhizopus sp. hasil identifikasi Gandjar et al. (1999) yaitu, koloni seperti kapas berwarna putih dan menjadi abu-abu kecoklatan dengan bertambahnya usia biakan, serta mencapai tinggi kurang lebih 1mm. Sporangiofor dapat tunggal atau berkelompok, berwarna subhialin hingga kecoklatan. Sporangiospora berbentuk bulat membentuk massa berwarna kecoklatan. Kolumela berbentuk semibulat atau bulat.

Menurut Agrios (1969) fungi ini termasuk Kingdom: Fungi, Divisi: Zygomycotina, Kelas: Phycomycetes, Ordo: Mucorales, Famili: Mucoraceae dan Genus: Rhizopus.

(31)

18

Beberapa jenis Rhizopus yang paling umum adalah Rhizopus oryzae, Rhizopus oligosporus, Rhizopus microsporus, Rhizopus schipperae dan Rhizopus

stolonifer.

(A) (B)

Gambar 9.Koloni Rhizopus sp.; (A) umur 10 hari; (B) umur 20 hari.

b.

d.

a.

c.

(32)

PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil penelitian yang disajikan pada Tabel 1 dan 2, tampak adanya perbedaan baik dalam jumlah jenis, jumlah koloni, keragaman jenis dan persen infeksi secara keseluruhan atau dari masing - masing jenis fungi yang berasosiasi dengan benih mahoni. Pada Tabel 1, diperoleh tiga jenis fungi yang berasosiasi dengan benih sewaktu masih di pohon yaitu Cladosporium sp.,

Botryodiplodia theobromae dan Aspergillus sp. Sedangkan pada Tabel 2 diperoleh empat jenis fungi yang berasosiasi dengan benih mahoni setelah disimpan yaitu

Cladosporium sp., B. theobromae, Aspergillus sp. dan Rhizopus sp. Jumlah jenis fungi yang berasosiasi dengan benih setelah disimpan lebih banyak daripada jumlah jenis fungi sewaktu masih di pohon disebabkan adanya perbedaan kemampuan adaptasi ekologis masing - masing fungi. Pada benih setelah disimpan muncul jenis fungi yang berbeda dengan fungi-fungi pada benih sewaktu masih di pohon yaitu Rhizopus sp. Fungi ini merupakan fungi patogen penyebab busuk pada buah dan benih-benih kehutanan di tempat penyimpanan (Agrios 1969). Koloni Rhizopus sp. menjadi dominan kedua pada benih setelah disimpan.

Sedangkan koloni yang selalu menjadi dominan baik benih sewaktu masih di pohon maupun benih setelah disimpan adalah fungi jenis B. theobromae.

Jumlah koloninya semakin bertambah pada benih setelah disimpan dan umumnya benih yang terserang fungi ini menjadi berwarna hitam. Menurut Mayhew dan Newton (1998), B. theobromae sering menyebabkan busuk batang, seed coating discoloration dan kematian pada semai.

Berbeda dengan Aspergillus sp., fungi ini ditemukan lebih banyak pada benih sewaktu di pohon daripada jumlah koloni fungi pada benih setelah penyimpanan. Persen infeksi pada benih sewaktu di pohon sebesar 6,50% dan persen infeksi fungi pada benih setelah penyimpanan sebesar 4,50%. Hal ini sesuai dengan pernyataan Christensen dan Kaufmann (1969) bahwa fungi

(33)

20

Sumrahardi (2000) yaitu pada benih Acacia crassicarpa A. Cunn Ex Benth. persen infeksi fungi Aspergillus sp. sesaat setelah panen sebesar 8,67% dan setelah penyimpanan sebesar 1,33%.

Pada penelitian ini terjadi penurunan daya berkecambah benih, dari 71,25% pada benih sewaktu masih di pohon menjadi 57,75% pada benih setelah disimpan. Salah satu penyebab penurunan daya berkecambah benih ini adalah adanya peningkatan serangan fungi tempat penyimpanan. Schmidt (2000) menyatakan di tempat penyimpanan, benih dapat berkurang daya berkecambahnya dan sering memperlihatkan gejala serangan fungi. Hal ini dapat terlihat dari meningkatnya persen infeksi fungi yang menyerang benih. Besarnya persen infeksi fungi yang menyerang benih sewaktu masih di pohon sebesar 32,50% dan setelah disimpan menjadi 69,00%. Peningkatan persen infeksi ini juga berhubungan dengan meningkatnya kadar air pada benih setelah disimpan. Kadar air benih sewaktu masih di pohon sebesar 11,26% dan menjadi 15,16% pada benih setelah disimpan. Kadar air yang tinggi ini merupakan lingkungan yang ideal bagi pertumbuhan fungi. Pada kondisi ini aktivitas fungi meningkat dan sering mengakibatkan gejala kerusakan pada benih (pembusukan). Christensen dan Kaufmann (1969) menyatakan bahwa kondisi utama yang mempengaruhi perkembangan fungi tempat penyimpanan adalah : kadar air benih, suhu lingkungan, tingkat serangan fungi tempat penyimpanan, adanya benda asing (tanah, biji), oksigen, karbohidrat dan adanya kegiatan serangga dan tungao.

(34)

21

Umumnya benih-benih yang dipanen ada yang langsung ditanam, ada yang disimpan, diangkut ke tempat lain untuk ditanam dan atau diangkut ke tempat lain untuk disimpan. Khusus untuk benih yang disimpan tersebut ada benih yang sehat dan ada yang telah terinfeksi patogen di lapangan atau dalam perjalanannya. Pada awalnya fungi pada benih setelah dipanen sangat dominan, tetapi lambat laun aktifitas fungi tersebut menurun dan selanjutnya yang dominan adalah fungi tempat penyimpanan. Keadaan ini disebabkan oleh keadaan lingkungan yang tidak sesuai lagi untuk perkembangan fungi tersebut.

(35)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Jumlah koloni fungi yang berasosiasi dengan benih setelah penyimpanan lebih banyak daripada jumlah koloni fungi sewaktu masih di pohon.

2. Jenis fungi yang berasosiasi dengan benih mahoni sewaktu masih di pohon adalah Cladosporium sp. (persen infeksi 11,75%), B. theobromae (persen infeksi 14,25%) dan Aspergillus sp. (persen infeksi 6,50%). Daya berkecambah benih sewaktu masih di pohon sebesar 71,25%.

3. Jenis fungi yang berasosiasi dengan benih mahoni setelah disimpan adalah

Cladosporium sp. (persen infeksi 14,50%), B. theobromae (persen infeksi 11,75%), Aspergillus sp. (persen infeksi 26,25%) dan Rhizopus sp. (persen infeksi 4,50%). Daya berkecambah benih setelah disimpan adalah 57,75%. 4. Fungi jenis Rhizopus sp. hanya ditemukan pada benih yang telah disimpan.

Saran

(36)

DAFTAR PUSTAKA

Agarwal VK dan Sinclair BJ. 1997. Principles of Seed Pathology. 2nd ed. New York: CRC Press.

Agrios GN. 1969. Plant Pathology. New York: Academic Press.

Alexopoulos CJ. 1960. Introductory Mycology. New York: John Wiley & Sons Inc.

Barnet HL dan Hunter BH. 1998. Illustrated Genera of Imperfect Fungi. 4th ed. Minnesota: APS Press.

Christensen CM dan Kaufmann HH. 1969. Grain Storage. The Role of Fungi in Quality Loss. Minneapolis: University of Minnesota Press.

Domsch KH, Gams W and Anderson TH. 1980. Compendium of soil fungi. Vol 1. London: Academic Press.

http://www.mycology.adelaide.edu.au/Fungal_Descriptions/Hyphomycete s_(dematiaceous)/Cladosporium/ [ 12 Desember 2006]

Eka PN. 2004. Inhibisi Fraksi Aktif Biji Mahoni pada Pertumbuhan

Saccharomyces cerevisiae sebagai Uji Anti Kanker. [Skripsi]. Bogor: Departemen Kimia, Fakultas MIPA Institut Pertanian Bogor.

Gandjar I, Samson RA, Vermeulen, Oetari A dan Santoso I. 1999. Pengenalan Kapang Tropik Umum. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Hadi S. 1996. Pengaruh Kondisi Penyimpanan Terhadap Penyakit Benih dan Penyakit Lodoh pada Tanaman Kehutanan di Indonesia. Bogor: Badan Litbang Hutan. 128 – 136.

Hadi S. 2001. Patologi Hutan. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Heyne K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia. Jilid II. Badan Litbang Kehutanan Jakarta (Penterjemah). Jakarta: Yayasan Sarana Wana Jaya.

Jøker D. 2001. Informasi Singkat Benih Swietenia macrophylla King. Bandung: Direktorat Perbenihan Tanaman Hutan.

Justice OL dan Louis NB. 1994. Prinsip dan Praktek Penyimpanan Benih. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

(37)

24

Martawijaya A, Kartasujana I, Mandang YS, Prawira SA dan Kadir K. 1981.

Atlas Kayu Indonesia. Jilid 1. Bogor: Balai Penelitian dan Pengembangan Kehutanan.

Mayhew JE and Newton AC. 1998. The Silvicultur of Mahogany. Walling Ford: CABI Publishing.

Moore - Landecker E. 1996. Fundamentals of the fungi. 4th ed. New Jersey: Prentice- Hall, Inc.

Neergaard P. 1977. Seed Pathology. Volume 1. New York: John Wiley & Sons, Inc.

Pelczar MJ. 1958. Microbiology. New York: McGraw-Hill Book Company.

Rahayu S. 1999. Penyakit Tanaman Hutan Indonesia. Gejala, Penyebab, dan Teknik Pengendaliannya. Yogyakarta: Kanisius.

Risviana 1993. Beberapa Sifat Jamur Pewarna Botryodiplodia theobromae Pat. dan Kemungkinan Pengendalian Serangannya Dengan Bahan Pengawet Everwood. [Skripsi]. Bogor: Jurusan Teknologi Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.

Sadjad S. 1980. Panduan Pembinaan Mutu Benih Tanaman Kehutanan di Indonesia. Bogor: Lembaga Afiliasi Institut Pertanian Bogor.

Samingan T. 1979. Dendrologi. Bagian Ekologi. Bogor: Departemen BOTANI. Fakultas Pertanian IPB.

Schmidt L. 2000. Pedoman Penanganan Benih Tanaman Hutan Tropis dan Sub Tropis 2000. Danida Forest Seed Centre. Jakarta: Direktorat Jendral Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial Departeman Kehutanan.

Sumrahardi A. 2000. Identifikasi Fungi yang Berasosiasi dengan Benih Acacia crassicarpa A. Cunn Ex Benth. Sesaat Setelah Panen dan Setelah Penyimpanan. [Skripsi]. Bogor: Jurusan Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.

Suratmo G. 1974. Perlindungan Hutan. Proyek Peningkatan Mutu Perguruan Tinggi. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Sutisna UP dan Kalima T. 1998. Pedoman Pengenalan Pohon Hutan di Indonesia. Bogor: Yayasan PROSEA.

(38)

25

Tjitrosomo SS, Gunawan, Hadioetomo dan Zakaria. 1981. Penuntun Praktikum Mikologi Dasar. Edisi Kedua. Bogor: Departemen Botani, Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.

(39)
(40)

27

Tabel Kadar Air Rata-Rata Benih Sewaktu Di Pohon

Ulangan

Benih sewaktu di pohon

B0 B1 KA

(gram) (gram) (%)

1 7,2230 6,3743 11,75

2 7,5303 6,7682 10,12

3 7,1801 6,3766 11,19

4

7,2257 6,3528 12,08

5 7,1138 6,3213 11,14

KA rata-rata 11,26

Tabel Kadar Air Rata-Rata Benih Setelah Disimpan

Ulangan

Benih setelah disimpan

B0 B1 KA

(gram) (gram) (%)

1 6,4359 5,4265 15,68

2 6,9062 5,8759 14,92

3 6,1971 5,2352 15,52

4 6,1734 5,246 15,02

5 6,2961 5,3739 14,65

(41)

IDENTIFIKASI FUNGI YANG BERASOSIASI DENGAN

BENIH MAHONI (Swietenia macrophylla King. ) SEWAKTU

MASIH DI POHON DAN SETELAH DISIMPAN

Oleh :

Devie Fadhilah

E 14202066

PROGRAM STUDI BUDIDAYA HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

(42)

IDENTIFIKASI FUNGI YANG BERASOSIASI DENGAN

BENIH MAHONI (Swietenia macrophylla King. ) SEWAKTU

MASIH DI POHON DAN SETELAH DISIMPAN

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan Pada Fakultas Kehutanan

Institut Pertanian Bogor

Oleh:

Devie Fadhilah

E14202066

PROGRAM STUDI BUDIDAYA HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

(43)
(44)

Judul : IDENTIFIKASI FUNGI YANG BERASOSIASI DENGAN BENIH MAHONI (Swietenia macrophylla King. ) SEWAKTU MASIH DI POHON DAN SETELAH DISIMPAN

Nama : DEVIE FADHILAH NRP : E14202066

Menyetujui,

Pembimbing

Dr.Ir. I.G.K. Tapa Darma, M.Sc NIP. 130 696 561

Mengetahui,

Dekan Fakultas Kehutanan

Prof.Dr.Ir. Cecep Kusmana, MS NIP. 131 430 799

(45)

RINGKASAN

Perkembangan industri hasil hutan di Indonesia, menuntut kebutuhan bahan baku yang semakin besar. Karena itu, pembangunan Hutan Tanaman Industri (HTI) merupakan salah satu alternatif untuk mengantisipasi dan mendukung pemenuhan kebutuhan industri tersebut. Mahoni daun lebar (Swietenia macrophylla King.) dipilih sebagai tanaman HTI karena sifatnya yang multiguna (Schmidt 2000). Namun, dalam penyediaan bibit mahoni untuk tanaman HTI ada beberapa hambatan yang perlu diperhatikan terutama masalah penyakit yang disebabkan fungi terbawa benih (seedborne fungy). Penyakit ini dapat menyebabkan kerusakan pada benih itu sendiri, pada waktu perkecambahan dan pada tanaman dewasa. Akhirnya dapat menurunkan kualitas kayu yang dihasilkan. Dari hal tersebut maka dilakukanlah penelitian untuk menentukan jenis-jenis fungi yang berasosiasi dengan benih mahoni (Swietenia macrophylla

King.) sewaktu masih di pohon dan setelah disimpan dengan mengukur persen infeksi dan daya berkecambah benih.

Metode yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: (1) menginkubasikan benih pada media pasir steril pada kisaran suhu 25-27°C dan (2) mengidentifikasi fungi yang berasosiasi dengan benih melalui pengamatan morfologi koloni fungi pada media PDA dalam cawan petri dan pengamatan sifat-sifat morfologi setiap fungi di bawah mikroskop, lalu mencocokkan dengan beberapa pustaka yang ada.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah koloni fungi yang berasosiasi dengan benih setelah disimpan (276 koloni) lebih banyak daripada sewaktu masih di pohon (130 koloni). Beberapa fungi yang teridentifikasi pada benih sewaktu masih di pohon adalah Cladosporium sp. (persen infeksi 11,75%), Botryodiplodia theobromae (persen infeksi 14,25%) dan Aspergillus sp. (persen infeksi 6,50%) dengan total persen infeksi sebesar 32,50%. Sedangkan pada benih setelah disimpan adalah Cladosporium sp. (persen infeksi 14,50%), B. theobromae

(persen infeksi 11,75%), Aspergillus sp. (persen infeksi 26,25%) dan Rhizopus sp. (persen infeksi 4,50%) dengan total persen infeksi sebesar 69,00%. Daya berkecambah benih sewaktu masih di pohon (71,25%) menurun setelah disimpan (57,75%). Adanya perbedaan jumlah koloni dan variasi jenis fungi yang berasosiasi pada benih mahoni sewaktu masih di pohon dan setelah disimpan menunjukkan adanya perbedaan kemampuan adaptasi ekologis masing - masing fungi.

Berdasarkan hasil penelitian di atas tersebut, maka dapat diketahui jenis-jenis fungi yang menyerang benih dan karakter dari masing-masing fungi yang teridentifikasi. Hal tersebut dapat dijadikan sebagai dasar untuk melakukan tindakan pencegahan atau penyelamatan benih pada berbagai kondisi. Adapun saran yang direkomendasikan untuk mengetahui kapan waktu fungi itu menimbulkan penyakit pada benih, maka perlu dilakukan penelitian dengan menginokulasikan fungi-fungi tersebut sejak dalam bentuk fase benih, kecambah, anakan dan pohon. Dengan memberikan kondisi yang terbaik pada fungi tersebut

(46)
(47)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 12 Januari 1984 di Bogor Jawa Barat, sebagai anak keempat dari lima bersaudara keluarga Bapak Adang Ali dan Siti Aisyah.

Tahun 1990 penulis memasuki pendidikan dasar di SD Negeri Sukasari 2 Bogor, lulus pada tahun 1996. Penulis kemudian melanjutkan ke Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Bogor dan lulus pada tahun 1999. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan ke Sekolah Menengah Umum Negeri 1 Bogor dan lulus pada tahun 2002.

Tahun 2002 penulis diterima pada program Studi Budidaya Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor melalui jalur SPMB (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru), penulis menekuni bidang patologi hutan pada Laboratorium Patologi Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi anggota Forest Management Students Club (FMSC) periode 2003-2004 dan anggota DKM ‘Ibaadurrahmaan periode 2003-2006. Penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapang (magang) di Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya - LIPI Bogor pada tanggal 6-17 Juli 2004. Tahun 2005 penulis pernah menjadi asisten mata Kuliah Pendidikan Agama Islam. Pada tahun yang sama, penulis juga telah melaksanakan Praktek Pengenalan dan Pengelolaan Hutan (P3H) di Cagar Alam Leuweung Sancang dan Kamojang serta di KPH Sukabumi, Jawa Barat selama 1,5 bulan. Penulis juga telah melaksanakan Praktek Kerja Lapang di IUPHHK PT Erna Djuliawati Logging unit II Kalimantan Tengah pada bulan Februari – April 2006.

(48)

UCAPAN TERIMA KASIH

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan kekuatan sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi. Shalawat dan salam semoga selalu tercurah kepada nabi akhir zaman Nabi Muhammad SAW, keluarganya, sahabatnya dan seluruh pengikutnya sampai akhir masa.

Penulis mengucapkan terima kasih atas selesainya skripsi ini kepada : 1. Dr.Ir. I.G.K. Tapa Darma, M.Sc selaku dosen pembimbing yang telah

memberikan bimbingan dengan penuh kesabaran dan pengarahan kepada penulis sehingga karya ilmiah ini dapat terselesaikan.

2. Prof.Dr.Ir. Surdiding Ruhendi, M.Sc sebagai dosen penguji dari Departemen Hasil Hutan dan Dr.Ir. Agus Hikmat, M.Sc sebagai dosen penguji dari Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata.

3. Umi dan Bapa atas doa dan kasih sayangnya yang tak pernah putus. 4. A Iyuh, Teh Novie dan Eva atas pengertian dan bantuannya.

5. Pa Iwa yang banyak membantu penulis selama di Lab. Mikrobiologi dan Biokimia Pusat Antar Universitas (PAU) IPB.

6. Lab. Patologi Hutan (Ibu Tutin, Siti, Ope, Reny, Ze, Alwiah, Ahmad dan Gunawan).

7. Teman-teman BDH-ers (Ikhsan, Diana, Uyun, Yosi, Irina, Iin, Radna, Baim, Arief, Nunung, Bagus, Benu, Eka, Ona dan Angga ) atas kebersamaannya. 8. Teman-teman ‘Ibaad-ers (Nurul, Yofi, Eka, Desna, Suwilin, Jum’s, Lucky

dan Arizia) atas motivasinya selama ini.

9. Kepada semua pihak yang telah membantu dan namanya tidak dapat disebutkan satu persatu.

Penulis menyadari masih terdapat kekurangan dalam skripsi ini, namun penulis berharap semoga karya ini berguna untuk pembaca.

Bogor, Januari 2007

(49)

vii

PRAKATA

Segala puji bagi Allah atas segala rahmat, karunia dan hidayah yang dianugerahkan kepada penulis. Shalawat dan salam semoga tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga, para sahabat dan pengikutnya hingga hari kiamat.

Skripsi ini berjudul Identifikasi Fungi yang Berasosiasi dengan Benih Mahoni (Swietenia macrophylla King.) Sewaktu Masih di Pohon dan Setelah Disimpan. Penyusunan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.

Terwujudnya tulisan ini tidak terlepas dari dukungan semua pihak, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr.Ir. I.G.K. Tapa Darma, M.Sc selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan kepada penulis sehingga karya ilmiah ini dapat terselesaikan. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Prof.Dr.Ir. Surdiding Ruhendi, M.Sc sebagai dosen penguji dari Departemen Hasil Hutan dan Dr.Ir. Agus Hikmat, M.Sc sebagai dosen penguji dari Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata. Terima kasih kepada kedua orang tua yang selalu memberikan semangat, dukungan dan motivasi untuk selalu berkarya. Kemudian, terima kasih juga kepada semua pihak yang telah membantu dan tidak dapat disebutkan satu persatu.

Penulis menyadari masih terdapat kekurangan dalam skripsi ini. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dalam penyempurnaan karya ilmiah ini. Akhir kata, penulis berharap semoga karya ini dapat memberikan kontribusi yang bermanfaat bagi ilmu pengetahuan, khususnya dalam Ilmu Pathology Kehutanan.

Bogor, Januari 2007

(50)

viii

Manfaat Penelitian ... 2

TINJAUAN PUSTAKA ... 3

Swietenia macrophylla King. ... 3

Taksonomi dan Tata Nama ... 3

Penyebaran dan tempat tumbuh ... 3

Deskripsi botani ... 4

Pembungaan dan pembuahan ... 5

Pemanfaatan ... 5

Hama dan Penyakit ... 6

Fungi Pada Benih ... 6

METODOLOGI PENELITIAN ... 9

Tempat dan Waktu Penelitian ... 9

Bahan dan Alat ... 9

Metode Penelitian ... 9

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 12

Hasil ... 12

Pembahasan ... 19

KESIMPULAN DAN SARAN ... 22

DAFTAR PUSTAKA ... 23

Gambar

Gambar 1. Buah mahoni.
Gambar 2.    Benih mahoni; a. Benih yang sudah dikupas; b. Sayap; c. Benih yang
Tabel 1. Identifikasi fungi pada benih mahoni sewaktu masih di pohon.
Gambar 3.  Koloni Cladosporium sp. pada umur 10 hari; (A) Dilihat dari atas; (B) Dilihat
+7

Referensi

Dokumen terkait

Mengucapkan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat, karunianya, sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul: “Pengaruh Komitmen Organisasional, Stres

pal para pengrajin tidak memperhatikan hu- bungan antara besar kapal, tenaga pendo- rong dan kecepatan kapal, sehingga sering terjadi benturan antara keinginan untuk membuat

Dari tabel 4.4 dapat dilihat untuk rantai rol, jumlah gigi untuk sporoket yang kecil (pinion) T1 untuk kecepatan rasio 3 adalah 25, sehingga jumlah gigi pada sporoket yang besar

Warga Negara dari masing-masing pihak, yang merupakan pemegang paspor diplomatik atau dinas yang sah dan ditugaskan sebagai anggota rnisi diplomatik atau konsuler

Berdasarkan beberapa penelitian yang telah dilakukan pada petani lahan lebak di Provinsi Sumatera Selatan, peran dan fungsi kelembagaan maupun permodalan belum

Tesis dengan judul Produktivitas Serasah Dan Laju Dekomposisi Di Kebun Campur Senjoyo Semarang Jawa Tengah Serta Uji Laboratorium Anakan Mahoni (Swietenia macrophylla King) Pada

1) Pengetahuan (C1), adanya peningkatan pada pengetahuan siswa terhadap materi yang disampaikan guru melalui model proyek respon kreatif. 2) Pemahaman (C2), melalui

Program pelatihan kerja yang disusun secara berjejang mengacu pada jenjang Kualifikasi Kerja Nasional Indonesia (KKNI) dalam penetapan kualifikasi tenaga kerja, sedangkan