• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Asupan Zat Gizi Mikro dan Paparan Pestisida dari Konsumsi Sayuran di Kabupaten Banggai

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Studi Asupan Zat Gizi Mikro dan Paparan Pestisida dari Konsumsi Sayuran di Kabupaten Banggai"

Copied!
248
0
0

Teks penuh

(1)

STUDI ASUPAN ZAT GIZI MIKRO DAN PAPARAN

PESTISIDA DARI KONSUMSI SAYURAN DI

KABUPATEN BANGGAI

FIRDAYENI FIRDAUS

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Studi Asupan Zat Gizi Mikro dan Paparan Pestisida dari Konsumsi Sayuran di Kabupaten Banggai adalah karya saya sendiri dibawah bimbingan Dr. Ir. Nuri Andarwulan, MS dan Dr. Ir. Lilis Nuraida, MSc dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada pihak manapun. Sumber informasi yang dikutip dari karya yang diterbitkan penulis lain telah dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Juli 2008

Firdayeni Firdaus

(3)

ABSTRACT

FIRDAYENI FIRDAUS. Dietary Intake Study of Micro and Pesticide Exposure from Vegetable Consumption at Banggai District. Supervised by Nuri Andarwulan and Lilis Nuraida.

Vegetables are the source of vitamins, minerals and natural fiber. Consuming vegetable without the assurance of food security can lead to dangerous risk such as the possibility of pesticide toxic accumulation in human body in a long term.

This study objective was to evaluate the adequacy of nutrition intake (vitamin and mineral) from vegetable consumption and the exposure of pestiside from vegetable consumption at Banggai District. The initial step of this research was conducting survey on vegetable consumption on household level at Luwuk, Toili, Pagimana and Batui Sub-districts. The nutrition intake ( vitamin A, vitamin B1, vitamin C, Calcium, Phosphor and Iron) of vegetable consumption, reckoned from vitamin and mineral rate at each kind of vegetable based on vitamin and mineral secondary data from Food Ingredient Composition List, released by Director of Nutrition, Indonesian Health Department (1981). The next phase was identifying the types of pesticide used in the practices of plant agitator organism (OPT: in bahasa) management on vegetable at Banggai District. Based the first two steps, the selected pestiside residue in selected vegetables was analysed. The survey data were used to calculate the nutrition intake (vitamin and mineral). The exposure of pesticide was calculated based on consumption level of vegetable and pesticide content in respective vegetables. Continued with the inspection of pesticide residue on dominat vegetable which consumed by respondents and using pesticide in cultivation. Then calculating the pestiside exposure and nutrition intake (vitamin A, vitamin B1, vitamin C, Calcium, Phosphor and Iron).

(4)

RINGKASAN

FIRDAYENI FIRDAUS. Studi Asupan Zat Gizi Mikro dan Paparan Pestisida dari Konsumsi Sayuran di Kabupaten Banggai. Dibimbing oleh Dr. Ir. Nuri Andarwulan, MS dan Dr. Ir. Lilis Nuraida, MSc.

Kesadaran dan keinginan yang kuat untuk menjaga kesehatan diri pada sebagian masyarakat Kabupaten Banggai akan pentingnya mengonsumsi sayuran, dilatarbelakangi adanya bukti-bukti ilmiah manfaat sayuran dalam pencegahan berbagai penyakit degeneratif karena sayur merupakan sumber vitamin, mineral dan serat alami. Mengonsumsi sayuran tanpa jaminan keamanan pangan bisa menjadi sumber bahaya seperti kemungkinan keracunan pestisida dalam jangka panjang.

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran umum tingkat asupan zat gizi mikro dan tingkat paparan pestisida dari konsumsi sayuran di Kabupaten Banggai.

Penelitian dilaksanakan di Kabupaten Banggai, Propinsi Sulawesi Tengah, pada Agustus sampai dengan September 2007. Penelitian ini mempunyai beberapa tahapan utama yaitu survei konsumsi sayuran di tingkat rumah tangga di Kecamatan Luwuk, Toili, Pagimana, dan Batui untuk estimasi asupan zat gizi vitamin dan mineral dan estimasi paparan pestisida dengan metode mengingat-ingat konsumsi pangan (Dietary recall method). Tahap berikutnya adalah melaksanakan survei penggunaan pestisida di petani sayuran di desa Salodik Kecamatan Luwuk untuk identifikasi jenis pestisida dan metode uji residu pestisida yang digunakan. Selanjutnya adalah pengambilan contoh sayuran di kebun petani sayuran di desa Salodik dan di pedagang sayuran di pasar tradisional Simpong Kecamatan Luwuk, pasar Cendana Pura Kecamatan Toili, pasar Pagimana Kecamatan Pagimana, pasar Balantang Kecamatan Batui. Hasil pemeriksaan residu pestisida pada contoh sayuran mentah yang dibudidaya dengan aplikasi pestisida akan digunakan untuk perhitungan tingkat paparan pestisida dari konsumsi sayuran di Kabupaten Banggai.

(5)

Berdasarkan hasil survei konsumsi sayuran diketahui ada 47 jenis sayuran yang dikonsumsi rumah tangga responden. Dari jumlah tersebut, ada 10 jenis sayuran yang paling sering ditemukan dalam komposisi menu makanan di setiap rumah tangga responden. Persentase konsumsi responden dan anggota keluarga, dari 47 jenis sayuran tersebut didominasi oleh jenis tomat 16,12%, kangkung 11,20%, terong 10,55%, kacang panjang 10,50%, bayam 6,61%, daun singkong 4,59%, waluh 4,23%, kelor 4,11%, pepaya muda 3,47%, dan urutan ke-10 persentase konsumsinya adalah labu siam 2,58%.

Konsumsi rata-rata total sayuran pada seluruh responden dan anggota keluarga setelah dihitung bagian yang dapat dimakan adalah 226 g per orang per hari dengan konsumsi minimum 54 g per orang per hari dan maksimum 724 g per orang per hari. Pada seluruh responden dan anggota keluarga menunjukkan nilai persentil ke-95 konsumsi sayuran tertinggi per individu dengan konsumsi total sayuran 427 g per orang per hari. Anjuran untuk konsumsi sayuran yaitu 225 - 375 g per orang per hari (US-FDA dalam Astawan dan Andreas 2008).

Hasil yang ditunjukkan Tabel 1, tingkat asupan vitamin A dan vitamin B1 responden dan anggota keluarga masih jauh di bawah AKG yaitu baru memenuhi 43% AKG dan 11,91% AKG. Sedangkan asupan vitamin C sudah mendekati AKG yang dianjurkan untuk orang Indonesia yaitu 50 – 90 mg per hari. Tingkat asupan rata-rata kalsium, fosfor dan zat besi responden dan anggota keluarga dengan rata-rata berat badan mayoritas anggota keluarga responden 57,27 kg masih jauh dari angka kecukupan mineral yang dianjurkan per hari.

Hasil survei penggunaan pestisida pada budidaya sayuran di Desa Salodik Kecamatan Luwuk Kabupaten Banggai selaku sentra produksi sayuran daerah setempat, menunjukkan bahwa dari 47 jenis sayuran yang dikonsumsi responden hanya ada 14 jenis sayuran yang dibudidaya menggunakan aplikasi pestisida yaitu bayam, buncis, daun bawang, kacang panjang, kangkung, ketimun, kol, sawi hijau, sawi putih, seledri, terong, tomat, wortel dan kentang.

Hasil pemeriksaan residu pestisida pada sayuran yang menggunakan pestisida untuk pengendalian OPT, hanya tomat, seledri, kacang panjang, buncis, sawi hijau, dan kol yang masih mengandung residu pestisida dengan nilai di bawah BMR. Residu sipermetrin pada sawi hijau meskipun belum ditetapkan batas maksimumnya, namun jika sawi hijau dikelompokkan dalam golongan sayuran kubis-kubisan dengan BMR sipermetrin 1 mg per kg sayuran maka hasil deteksi tersebut masih di bawah BMR. Demikian pula dengan residu lamda sihalotrin pada buncis yang belum ditetapkan batas maksimum residunya, jika buncis dikelompokkan golongan sayuran kubis-kubisan dengan BMR lamda sihalotrin 0,2 mg per kg maka residu lamda sihalotrin sebesar 0,05 mg per kg pada buncis masih di bawah BMR. Hasil ini menunjukkan bahwa petani sayuran pemasok sayuran di Kabupaten Banggai sudah menerapkan tata kerja yang baik dan benar dalam memproduksi sayuran dengan mengikuti petunjuk-petunjuk mengenai aturan pakai dan dosis yang dianjurkan pabrik atau petugas penyuluh.

(6)

saja. Untuk residu metidation sebesar 0,025 mg per kg kacang panjang, untuk memenuhi ADI, responden dapat mengkonsumsi maksimum kacang panjang sebanyak 2,29 kg per hari. Demikian halnya tomat yang merupakan sayuran yang paling sering ditemukan dalam komposisi menu makanan di setiap rumah tangga responden, dengan residu klorpirifos sebesar 0,02 mg per kg tomat, untuk memenuhi ADI, responden dapat mengkonsumsi maksimum tomat sebanyak 28,63 kg per hari. Residu sihalotrin sebesar 0,05 mg per kg buncis akan memberikan paparan 100% ADI sihalotrin jika responden mengkonsumsi buncis sebanyak 2,29 kg per hari. Residu profenofos sebesar 0,24 mg per kg kol akan memberikan paparan 100% ADI profenofos jika responden mengkonsumsi kol sebanyak 2,38 kg per hari. Residu klorpirifos sebesar 0.009 mg per kg seledri akan memberikan paparan 100% ADI klorpirifos jika responden mengkonsumsi seledri sebanyak 63,63 kg per hari. Residu sipermetrin sebesar 0,9 mg per kg sawi hijau akan memberikan paparan 100% ADI sipermetrin jika responden mengkonsumsi sawi hijau sebanyak 3,18 kg per hari.

(7)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2008

Hak Cipta dilindungi Undang-undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

(8)

STUDI ASUPAN ZAT GIZI MIKRO DAN PAPARAN

PESTISIDA DARI KONSUMSI SAYURAN DI

KABUPATEN BANGGAI

FIRDAYENI FIRDAUS

Tugas Akhir

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesi pada

Program Studi Teknologi Pangan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(9)
(10)

Judul Tugas Akhir : Studi Asupan Zat Gizi Mikro dan Paparan Pestisida dari Konsumsi Sayuran di Kabupaten Banggai

Nama : Firdayeni Firdaus

NRP : F252060015

Program Studi : Teknologi Pangan

Menyetujui,

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Nuri Andarwulan, MS Dr. Ir. Lilis Nuraida, MSc

(Ketua) (Anggota)

Mengetahui,

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Magister Profesi Teknologi Pangan

Dr. Ir. Lilis Nuraida, MSc Prof.Dr.Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS

(11)

STUDI ASUPAN ZAT GIZI MIKRO DAN PAPARAN

PESTISIDA DARI KONSUMSI SAYURAN DI

KABUPATEN BANGGAI

FIRDAYENI FIRDAUS

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Studi Asupan Zat Gizi Mikro dan Paparan Pestisida dari Konsumsi Sayuran di Kabupaten Banggai adalah karya saya sendiri dibawah bimbingan Dr. Ir. Nuri Andarwulan, MS dan Dr. Ir. Lilis Nuraida, MSc dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada pihak manapun. Sumber informasi yang dikutip dari karya yang diterbitkan penulis lain telah dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Juli 2008

Firdayeni Firdaus

(13)

ABSTRACT

FIRDAYENI FIRDAUS. Dietary Intake Study of Micro and Pesticide Exposure from Vegetable Consumption at Banggai District. Supervised by Nuri Andarwulan and Lilis Nuraida.

Vegetables are the source of vitamins, minerals and natural fiber. Consuming vegetable without the assurance of food security can lead to dangerous risk such as the possibility of pesticide toxic accumulation in human body in a long term.

This study objective was to evaluate the adequacy of nutrition intake (vitamin and mineral) from vegetable consumption and the exposure of pestiside from vegetable consumption at Banggai District. The initial step of this research was conducting survey on vegetable consumption on household level at Luwuk, Toili, Pagimana and Batui Sub-districts. The nutrition intake ( vitamin A, vitamin B1, vitamin C, Calcium, Phosphor and Iron) of vegetable consumption, reckoned from vitamin and mineral rate at each kind of vegetable based on vitamin and mineral secondary data from Food Ingredient Composition List, released by Director of Nutrition, Indonesian Health Department (1981). The next phase was identifying the types of pesticide used in the practices of plant agitator organism (OPT: in bahasa) management on vegetable at Banggai District. Based the first two steps, the selected pestiside residue in selected vegetables was analysed. The survey data were used to calculate the nutrition intake (vitamin and mineral). The exposure of pesticide was calculated based on consumption level of vegetable and pesticide content in respective vegetables. Continued with the inspection of pesticide residue on dominat vegetable which consumed by respondents and using pesticide in cultivation. Then calculating the pestiside exposure and nutrition intake (vitamin A, vitamin B1, vitamin C, Calcium, Phosphor and Iron).

(14)

RINGKASAN

FIRDAYENI FIRDAUS. Studi Asupan Zat Gizi Mikro dan Paparan Pestisida dari Konsumsi Sayuran di Kabupaten Banggai. Dibimbing oleh Dr. Ir. Nuri Andarwulan, MS dan Dr. Ir. Lilis Nuraida, MSc.

Kesadaran dan keinginan yang kuat untuk menjaga kesehatan diri pada sebagian masyarakat Kabupaten Banggai akan pentingnya mengonsumsi sayuran, dilatarbelakangi adanya bukti-bukti ilmiah manfaat sayuran dalam pencegahan berbagai penyakit degeneratif karena sayur merupakan sumber vitamin, mineral dan serat alami. Mengonsumsi sayuran tanpa jaminan keamanan pangan bisa menjadi sumber bahaya seperti kemungkinan keracunan pestisida dalam jangka panjang.

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran umum tingkat asupan zat gizi mikro dan tingkat paparan pestisida dari konsumsi sayuran di Kabupaten Banggai.

Penelitian dilaksanakan di Kabupaten Banggai, Propinsi Sulawesi Tengah, pada Agustus sampai dengan September 2007. Penelitian ini mempunyai beberapa tahapan utama yaitu survei konsumsi sayuran di tingkat rumah tangga di Kecamatan Luwuk, Toili, Pagimana, dan Batui untuk estimasi asupan zat gizi vitamin dan mineral dan estimasi paparan pestisida dengan metode mengingat-ingat konsumsi pangan (Dietary recall method). Tahap berikutnya adalah melaksanakan survei penggunaan pestisida di petani sayuran di desa Salodik Kecamatan Luwuk untuk identifikasi jenis pestisida dan metode uji residu pestisida yang digunakan. Selanjutnya adalah pengambilan contoh sayuran di kebun petani sayuran di desa Salodik dan di pedagang sayuran di pasar tradisional Simpong Kecamatan Luwuk, pasar Cendana Pura Kecamatan Toili, pasar Pagimana Kecamatan Pagimana, pasar Balantang Kecamatan Batui. Hasil pemeriksaan residu pestisida pada contoh sayuran mentah yang dibudidaya dengan aplikasi pestisida akan digunakan untuk perhitungan tingkat paparan pestisida dari konsumsi sayuran di Kabupaten Banggai.

(15)

Berdasarkan hasil survei konsumsi sayuran diketahui ada 47 jenis sayuran yang dikonsumsi rumah tangga responden. Dari jumlah tersebut, ada 10 jenis sayuran yang paling sering ditemukan dalam komposisi menu makanan di setiap rumah tangga responden. Persentase konsumsi responden dan anggota keluarga, dari 47 jenis sayuran tersebut didominasi oleh jenis tomat 16,12%, kangkung 11,20%, terong 10,55%, kacang panjang 10,50%, bayam 6,61%, daun singkong 4,59%, waluh 4,23%, kelor 4,11%, pepaya muda 3,47%, dan urutan ke-10 persentase konsumsinya adalah labu siam 2,58%.

Konsumsi rata-rata total sayuran pada seluruh responden dan anggota keluarga setelah dihitung bagian yang dapat dimakan adalah 226 g per orang per hari dengan konsumsi minimum 54 g per orang per hari dan maksimum 724 g per orang per hari. Pada seluruh responden dan anggota keluarga menunjukkan nilai persentil ke-95 konsumsi sayuran tertinggi per individu dengan konsumsi total sayuran 427 g per orang per hari. Anjuran untuk konsumsi sayuran yaitu 225 - 375 g per orang per hari (US-FDA dalam Astawan dan Andreas 2008).

Hasil yang ditunjukkan Tabel 1, tingkat asupan vitamin A dan vitamin B1 responden dan anggota keluarga masih jauh di bawah AKG yaitu baru memenuhi 43% AKG dan 11,91% AKG. Sedangkan asupan vitamin C sudah mendekati AKG yang dianjurkan untuk orang Indonesia yaitu 50 – 90 mg per hari. Tingkat asupan rata-rata kalsium, fosfor dan zat besi responden dan anggota keluarga dengan rata-rata berat badan mayoritas anggota keluarga responden 57,27 kg masih jauh dari angka kecukupan mineral yang dianjurkan per hari.

Hasil survei penggunaan pestisida pada budidaya sayuran di Desa Salodik Kecamatan Luwuk Kabupaten Banggai selaku sentra produksi sayuran daerah setempat, menunjukkan bahwa dari 47 jenis sayuran yang dikonsumsi responden hanya ada 14 jenis sayuran yang dibudidaya menggunakan aplikasi pestisida yaitu bayam, buncis, daun bawang, kacang panjang, kangkung, ketimun, kol, sawi hijau, sawi putih, seledri, terong, tomat, wortel dan kentang.

Hasil pemeriksaan residu pestisida pada sayuran yang menggunakan pestisida untuk pengendalian OPT, hanya tomat, seledri, kacang panjang, buncis, sawi hijau, dan kol yang masih mengandung residu pestisida dengan nilai di bawah BMR. Residu sipermetrin pada sawi hijau meskipun belum ditetapkan batas maksimumnya, namun jika sawi hijau dikelompokkan dalam golongan sayuran kubis-kubisan dengan BMR sipermetrin 1 mg per kg sayuran maka hasil deteksi tersebut masih di bawah BMR. Demikian pula dengan residu lamda sihalotrin pada buncis yang belum ditetapkan batas maksimum residunya, jika buncis dikelompokkan golongan sayuran kubis-kubisan dengan BMR lamda sihalotrin 0,2 mg per kg maka residu lamda sihalotrin sebesar 0,05 mg per kg pada buncis masih di bawah BMR. Hasil ini menunjukkan bahwa petani sayuran pemasok sayuran di Kabupaten Banggai sudah menerapkan tata kerja yang baik dan benar dalam memproduksi sayuran dengan mengikuti petunjuk-petunjuk mengenai aturan pakai dan dosis yang dianjurkan pabrik atau petugas penyuluh.

(16)

saja. Untuk residu metidation sebesar 0,025 mg per kg kacang panjang, untuk memenuhi ADI, responden dapat mengkonsumsi maksimum kacang panjang sebanyak 2,29 kg per hari. Demikian halnya tomat yang merupakan sayuran yang paling sering ditemukan dalam komposisi menu makanan di setiap rumah tangga responden, dengan residu klorpirifos sebesar 0,02 mg per kg tomat, untuk memenuhi ADI, responden dapat mengkonsumsi maksimum tomat sebanyak 28,63 kg per hari. Residu sihalotrin sebesar 0,05 mg per kg buncis akan memberikan paparan 100% ADI sihalotrin jika responden mengkonsumsi buncis sebanyak 2,29 kg per hari. Residu profenofos sebesar 0,24 mg per kg kol akan memberikan paparan 100% ADI profenofos jika responden mengkonsumsi kol sebanyak 2,38 kg per hari. Residu klorpirifos sebesar 0.009 mg per kg seledri akan memberikan paparan 100% ADI klorpirifos jika responden mengkonsumsi seledri sebanyak 63,63 kg per hari. Residu sipermetrin sebesar 0,9 mg per kg sawi hijau akan memberikan paparan 100% ADI sipermetrin jika responden mengkonsumsi sawi hijau sebanyak 3,18 kg per hari.

(17)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2008

Hak Cipta dilindungi Undang-undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

(18)

STUDI ASUPAN ZAT GIZI MIKRO DAN PAPARAN

PESTISIDA DARI KONSUMSI SAYURAN DI

KABUPATEN BANGGAI

FIRDAYENI FIRDAUS

Tugas Akhir

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesi pada

Program Studi Teknologi Pangan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(19)
(20)

Judul Tugas Akhir : Studi Asupan Zat Gizi Mikro dan Paparan Pestisida dari Konsumsi Sayuran di Kabupaten Banggai

Nama : Firdayeni Firdaus

NRP : F252060015

Program Studi : Teknologi Pangan

Menyetujui,

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Nuri Andarwulan, MS Dr. Ir. Lilis Nuraida, MSc

(Ketua) (Anggota)

Mengetahui,

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Magister Profesi Teknologi Pangan

Dr. Ir. Lilis Nuraida, MSc Prof.Dr.Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS

(21)

PRAKATA

Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan ke Hadirat Allah SWT, Yang Maha Kuasa, Pengasih lagi Maha Penyayang. Atas rahmat dan hidayahNyalah karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak Agustus 2007 ini adalah Studi Asupan Zat Gizi Mikro dan Paparan Pestisida dari Konsumsi Sayuran di Kabupaten Banggai.

Pada kesempatan ini, dengan segala kerendahan hati penulis ingin mengucapkan terima kasih untuk semua pihak yang telah banyak berperan dalam membantu penulisan tesis ini. Terima kasih yang mendalam penulis ucapkan kepada Ibu Dr. Ir. Nuri Andarwulan, MS dan Ibu Dr. Ir. Lilis Nuraida, MSc selaku pembimbing yang telah sabar dan banyak meluangkan waktu, mengarahkan, dan membimbing penulis dari awal penulisan sampai terselesaikannya tesis ini. Terima kasih yang mendalam juga penulis ucapkan kepada Ibu Dr. Ir. Nurheni Sri Palupi, MSi selaku penguji yang telah banyak memberikan saran untuk perbaikan tesis ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bupati Banggai, Sekretaris Daerah Kabupaten Banggai, Kepala Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Banggai dan Kepala Bagian Ketahanan Pangan Sekda Kabupaten Banggai serta rekan-rekan di Bagian Ketahanan Pangan Sekda Kabupaten Banggai yang telah memberikan dukungan dan kesempatan kepada penulis untuk melanjutkan sekolah pascasarjana. Terima kasih juga kepada ibu-ibu PKK Kecamatan Luwuk, Batui, Toili dan Pagimana atas bantuan dan kerjasamanya dalam pengambilan data survei. Akhirnya ungkapan terima kasih tak terhingga untuk keluargaku tercinta yang selalu memberikan dukungan baik moril maupun materiil serta dorongan semangat untuk menyelesaikan studi. Semoga segala bantuan, dukungan semangat, perhatian dan doa yang telah diberikan oleh semua pihak kepada penulis akan mendapat balasan yang berlipat ganda dari Allah SWT, Amiin. Akhir kata penulis sampaikan dengan rasa syukur, semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukannya.

(22)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Lampung pada tanggal 14 Juni 1970 sebagai anak sulung dari Bapak Hi. Buyung Firdaus dan Ibu Hj. Djasni. Tahun 1989 penulis lulus dari SMA Negeri 2 Tanjung Karang dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk Universitas Lampung pada Program Studi Teknologi Hasil Pertanian dan lulus pada Desember 1994.

(23)

DAFTAR TABEL

DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR ISTILAH

DAFTAR SINGKATAN PENDAHULUAN

xi xiii xi xv xvii

Latar Belakang Tujuan

Kegunaan Ruang Lingkup

1 3 4 4

TINJAUAN PUSTAKA

Sayuran 5

Asupan Vitamin dan Mineral 6

Kajian Paparan 13

Model Umum Kajian Paparan Bahan Kimia 18

Survei Konsumsi Pangan untuk Kajian Paparan Bahan Kimia 22

Pestisida 24

Gambaran Umum Kabupaten Banggai 31

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian Metode Penelitian

37 37 HASIL DAN PEMBAHASAN

Profil Responden 52

Pola Konsumsi Sayuran 55

Asupan Vitamin dan Mineral melalui Konsumsi Sayuran 62

Tingkat Paparan Pestisida 71

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan 79

Saran 81

DAFTAR PUSTAKA 82

(24)

Halaman 1. Angka Kecukupan Vitamin A untuk Orang Indonesia

dibandingkansumber lain (µg RE/hari)

9

2. Angka kecukupan vitamin B1 untuk orang Indonesia dibandingkan sumber lain (mg/hari)

10

3. Angka kecukupan vitamin C untuk orang Indonesia dibandingkan sumber lain (mg/hari)

11

4. Angka kecukupan mineral: Kalsium, Fosfor, dan Besi yang dianjurkan untuk Indonesia (mg per orang per hari)

12

5. Metode yang digunakan dalam pengumpulan data konsumsi pangan dari kelompok populasi dan individu

23

6. Deteksi level maksimum residu pestisida pada beberapa sayuran di Indonesia, 1986-1993

26

7. Residu pestisida pada tomat dan kubis setelah dicuci; dikuliti; direbus

31

8. Jumlah dan kepadatan penduduk per desa, per km² dan RT menurut kecamatan di Kabupaten Banggai Tahun 2005

32

9. Banyaknya pasar menurut kecamatan di Kabupaten Banggai

35

10. Produksi sayuran menurut jenisnya per kecamatan di Kabupaten Banggai

36

11. Jumlah minimum contoh tanaman/bagian tanaman dalam bentuk curah

45

12. Ukuran contoh tanaman/bagian tanaman untuk analisis residu pestisida

45

13. Batas waktu penyimpanan (termasuk lama pengiriman) beberapa bahan dan tipe analisis residu pestisida

48

14. Berat badan anggota keluarga responden berdasarkan kelompok umur

54

15. Konsumsi sayuran per individu per hari hasil konversi dari ukuran rumah tangga (URT) ke g

(25)

17. Konsumsi sayuran (bdd) per individu per hari 59

18. Konsumsi sayuran (bdd) responden pengonsumsi saja per individu per hari

61

19. Konsumsi sayuran bagian dapat dimakan (bdd) per kg BB per hari 64

20. Konsumsi sayuran (bdd) untuk responden pengonsumsi saja per kg BB per hari

65

21. Komposisi vitamin dan mineral sayuran per 100 g 66

22. Asupan vitamin dan mineral dari konsumsi sayuran segar 68

23. Asupan vitamin dan mineral dari konsumsi sayuran yang dimasak 69

24. Jenis pestisida pada budidaya sayuran di Kabupaten Banggai 73

25. Bahan aktif dalam pestisida 77

26. Hasil pemeriksaan residu pestisida pada sayuran 78

27. Nilai paparan pestisida dari konsumsi sayuran (mentah) 76

28. Konsumsi maksimum sayuran per orang dengan berat badan 57.27 kg untuk mencapai paparan pestisida setara nilai ADI

(26)

Halaman 1. Kerangka analisis risiko

14

2. Kerangka kerja kajian risiko

15

3. Komponen-komponen yang diperlukan dalam kajian paparan 19

4. Peta akses terhadap pangan dan pendapatan Kabupaten Banggai 2005

33

5. Tahapan utama penelitian studi asupan zat gizi mikro dan paparan pestisida dari konsumsi sayuran di Kabupaten Banggai

38

6. Lokasi penelitian studi asupan zat gizi mikro dan paparan pestisida dari konsumsi sayuran di Kabupaten Banggai

39

7. Cara pengambilan contoh laboratorium 46

8. Proses pengambilan contoh 47

9. Komposisi kepala rumah tangga responden berdasarkan tingkat pendidikan

52

10. Komposisi kepala rumah tangga responden berdasarkan jenis pekerjaan

53

11. Komposisi anggota keluarga responden berdasarkan kelompok umur

53

12. Komposisi anggota keluarga responden berdasarkan jenis kelamin

54

13. Jumlah konsumsi sayuran (bdd) per orang per hari

60

14. Persentase konsumsi berbagai jenis sayuran per orang per hari y dikonsumsi responden pengonsumsi

(27)

Halaman 1. Daftar isian pemantauan konsumsi sayuran

86

2. Konversi ukuran rumah tangga 89

3. Daftar isian penggunaan pestisida 91

4. Contoh komposisi makanan untuk memenuhi angka kecukupan gizi per hari berdasarkan kelompok umur

92

5. Rata-rata berat badan (kg) di Indonesia

dibandingkan dengan Baku WHO-NCHS (1983)

93

6. Batas maksimum residu pestisida hasil pertanian 94

(28)

Acceptable Daily Intake adalah merupakan jumlah suatu bahan yang dinyatakan dalam mg bahan per kg bobot badan, yang meskipun dicerna/dimakan setiap hari bahkan selama hidup bersifat aman, tidak menimbulkan gangguan terhadap kesehatan, efek keracunan ataupun risiko.

Angka Kecukupan Gizi adalah nilai yang menunjukkan jumlah zat gizi yang diperlukan tubuh untuk hidup sehat setiap hari bagi hampir semua populasi menurut kelompok umur, jenis kelamin dan kondisi fisiologis tertentu seperti kehamilan dan menyusui.

Bahaya (hazard) adalah agen-agen biologis, kimia, maupun fisik yang terdapat dalam pangan dan berpotensi menyebabkan dampak buruk terhadap kesehatan.

Batas Maksimum Residu (BMR) Pestisida adalah konsentrasi maksimum residu pestisida yang secara hukum diizinkan atau diketahui sebagai konsentrasi yang dapat diterima dalam atau pada hasil pertanian, bahan pangan atau bahan pakan ternak. Konsentrasi tersebut dinyatakan dalam mg residu pestisida per kg hasil pertanian.

Deviasi standar adalah seberapa jauh nilai pengamatan tersebar di sekitar nilai rata-rata.

Kajian paparan adalah pengujian terhadap asupan bahan-bahan berbahaya baik melalui makanan, minuman atau sumber lain, baik secara kualitatif maupun kuantitatif.

Metode mengingat-ingat konsumsi pangan (recall method) adalah metode survei konsumsi pangan dengan mencatat jumlah dan jenis pangan yang dikonsumsi pada waktu yang lalu (biasanya recall 24 jam).

Metode purposive sampling adalah metode pengambilan sampel yang tidak acak dimana sampel dipilih berdasarkan pertimbangan tertentu sesuai tujuan penelitian, memilih sub-grup dari populasi sedemikian rupa sehingga sampel yang dipilih mempunyai sifat sesuai dengan sifat populasi.

(29)

Nilai persentil adalah nilai-nilai yang membagi segugus pengamatan menjadi 100 bagian yang sama. Nilai tersebut dilambangkan dengan P1, P2, …, P99,

bersifat bahwa dari 1% dari seluruh data terletak di bawah P1, 2% dari

seluruh data terletak di bawah P2, …, 99% dari seluruh data terletak di

bawah P99.

Nilai rata-rata (avg) adalah nilai rata-rata hitung.

No-Observed-Adverse-Effect Level adalah konsentrasi atau jumlah tertinggi suatu bahan, yang ditemukan melalui studi atau observasi, tidak menyebabkan perubahan buruk yang terdeteksi pada morfologi, kapasitas fungsional, pertumbuhan, perkembangan atau umur hidup target.

Prima I adalah peringkat penilaian yang diberikan terhadap pelaksanan usaha tani dimana produk yang dihasilkan aman dikonsumsi, bermutu baik serta cara produksinya ramah terhadap lingkangan.

Prima II adalah peringkat penilaian yang diberikan terhadap pelaksanan usaha tani dimana produk yang dihasilkan aman dikonsumsi dan bermutu baik.

Prima III adalah peringkat penilaian yang diberikan terhadap pelaksanan usaha tani dimana produk yang dihasilkan aman dikonsumsi.

Responden adalah ibu rumah tangga atau anggota rumah tangga lainnya yang dianggap paling mengetahui keadaan rumah tangga serta konsumsi makan keluarga

Responden untuk hasil perhitungan konsumsi sayuran, asupan zat gizi mikro dan paparan pestisida adalah responden ditambah dengan anggota keluarga responden .

Total Diet Study (TDS) adalah studi yang memprediksi paparan bahan kimia melalui analisis kontaminan, bahan berbahaya dan atau zat gizi dalam sampel pangan yang didasarkan pada data konsumsi pangan pada suatu populasi.

Tolerable Upper Intake Level (UL) adalah suatu angka paling tinggi dari suatu anjuran kecukupan gizi yang bila dikonsumsi dalam jumlah tersebut setiap hari tidak menimbulkan efek yang membahayakan kesehatan.

(30)

AKG Angka Kecukupan Gizi

BB Berat Badan

bdd bagian dapat dimakan BMR Batas Maksimum Residu

BPOM Badan Pengawas Obat dan Makanan

CAC Codex Alimentarius Commission

CCFAC Codex Committee on Food Additive and Contaminants

FAO Food and Agriculture Organization of United Nations

FDA Food and Drug Administration

GAP Good Agriculture Practices

HACCP Hazard Analysis Critical Control Points

JECFA Joint FAO/WHO Expert Committe on Food Additives KLB Kejadian Luar Biasa

NOAEL No-Observed-Adverse-Effect Level OPT Organisme Pengganggu Tumbuhan

PANAP Pesticide Action Network Asia and the Pacific

PHT Pengendalian Hama Terpadu

PTDI Provisional Tolerable Daily Intake

PTWI Provisional Tolerable Weekly Intake

RDI Recommended Dietary Intake

SiSakti Sistem Sertifikasi Pertanian Indonesia SNI Standar Nasional Indonesia

SPS Sanitary Phyto Sanitary

TDS Total Diet Study

UL Tolerable Upper Intake Level

UNEP United Nations Environment Programme

URT Ukuran Rumah Tangga

WCED World Commission on Environment and Development

WHO World Health Organization

WNPG Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi

(31)

Latar Belakang

Kepedulian dan kesadaran konsumen akan produk pertanian bermutu dan pangan yang aman dikonsumsi, khususnya produk sayur-sayuran semakin meningkat. Kesadaran dan keinginan yang kuat untuk menjaga kesehatan diri pada sebagian masyarakat Kabupaten Banggai akan pentingnya mengonsumsi sayuran, dilatarbelakangi adanya bukti-bukti ilmiah manfaat sayuran dalam pencegahan berbagai penyakit degeneratif karena sayur merupakan sumber vitamin, mineral dan serat alami. Selama dua dekade yang lalu, Dr. Denis Burkitt, seorang ahli bedah Inggris, menegaskan bahwa orang dengan diet tinggi serat hampir tidak pernah menderita kanker usus besar, divertikulosis, diabetes, penyakit jantung koroner, atau radang usus buntu (Jensen 2000).

Serat (baik yang larut maupun yang tidak) dari buah, sayuran, gandum, kacang, dan biji diperlukan dalam jumlah yang cukup untuk melindungi tubuh terhadap mal fungsi, terutama ketika buang air besar karena berfungsi normalnya tubuh kita dilihat pada proses buang air besar. Disamping itu serat pangan yang tidak larut seperti selulosa juga bersifat mengikat terhadap logam berat dan lemak, serta membuangnya melalui feses. Hal ini membantu mengurangi jumlah trigliserida darah dan kolesterol serta melindungi terhadap logam beracun seperti timah hitam dan kadmium. Angka Kecukupan Gizi (AKG) untuk serat pangan bagi orang dewasa 25 gram per hari (Jensen 2000). Selain serat, konsumsi sayuran juga bertujuan untuk mendapatkan asupan zat gizi yang penting bagi tubuh. Beberapa zat gizi penting yang dapat diperoleh dari konsumsi sayuran antara lain kalsium, fosfor, zat besi, provitamin A, vitamin B1 dan vitamin C.

(32)

Buah segar dan sayuran mentah dianjurkan untuk dikonsumsi karena lebih efektif untuk mendapatkan vitamin dan mineral serta serat pangan yang dibutuhkan tubuh. Mengonsumsi sayuran tanpa jaminan keamanan pangan sebaliknya bisa menjadi sumber bahaya. Berbagai penyakit salmonellosis, demam tifus, diare, dan kemungkinan keracunan pestisida dalam jangka panjang menjadi isu keamanan produk segar. Isu keamanan produk segar perlu menjadi perhatian serius oleh produsen sayuran. GAP (Good Agriculture Practices) yang relevan dengan kondisi Indonesia sudah saatnya menjadi acuan bagi para produsen agar menghasilkan produk pertanian yang aman dan sehat. GAP (Good

Agriculture Practices) mencakup penerapan teknologi yang ramah lingkungan,

penjagaan kesehatan dan peningkatan kesejahteraan pekerja, pencegahan penularan OPT, dan prinsip traceability (suatu produk dapat ditelusuri asal-usulnya, dari pasar sampai kebun) sehingga sayur yang diproduksi memiliki mutu yang baik dan aman dikonsumsi (Dirjen Hortikultura 2006a)

Sistem pengawasan dalam penggunaan pestisida oleh petani dan pentingnya kewaspadaan dalam menangani keamanan produk sayuran sangat diperlukan. Penggunaan pestisida yang salah atau pengelolaannya yang tidak bijaksana dapat menimbulkan dampak negatif baik langsung maupun tidak langsung bagi kesehatan manusia dan lingkungan. Berdasarkan data dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan Program Lingkungan Persatuan Bangsa-Bangsa (UNEP), 1-5 juta kasus keracunan pestisida terjadi pada pekerja yang bekerja di sektor pertanian. Tidak dipungkiri bahwa pestisida adalah salah satu hasil teknologi modern dan mempunyai peranan penting dalam peningkatan hasil pertanian. Oleh karena itu penggunaannya dengan cara yang tepat dan aman adalah hal mutlak yang harus dilakukan mengingat pestisida adalah bahan yang beracun.

(33)

pestisida, gejala-gejalanya tidak langsung terlihat karena kebanyakan gejala-gejala ini tidak muncul dengan cepat, sehingga orang tidak menyadari bahwa penyakit mereka mungkin disebabkan oleh residu pestisida pada makanan (PANAP 1999). Bahaya potensial tersebut membutuhkan waktu berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun untuk muncul, karena pada dasarnya walaupun pestisida berpotensi meracuni tetapi tubuh kita bereaksi berbeda-beda terhadap bahan kimia. Ada orang yang mungkin lebih peka dibanding orang lain (PANAP 1999). Oleh karena itu perlu dilakukan kajian paparan pestisida dari konsumsi sayuran sebagai dasar pengawasan dan pencegahan dini terhadap sayuran yang berpotensi menyimpan residu pestisida.

Kajian paparan adalah bagian kajian risiko yang merupakan bagian dari kerangka analisis risiko. Konsep analisis risiko merupakan interaksi dari tiga hal yaitu (1) manajemen risiko, (2) kajian risiko dan (3) komunikasi risiko. Kajian risiko merupakan kajian ilmiah terhadap kemungkinan risiko yang terjadi untuk dilaporkan kepada manajer risiko. Manajemen risiko adalah penentuan kebijakan-kebijakan yang bertujuan untuk mengurangi risiko dengan mempertimbangkan dampak yang mungkin ditimbulkan. Komunikasi risiko adalah komunikasi instansi dan pihak terkait yang terlibat pada setiap langkah-langkah analisis risiko (BPOM 2001a).

Untuk melakukan kajian paparan pestisida dari konsumsi sayuran, diperlukan data yang relevan tentang spesifikasi, toksikologi, jumlah dalam pangan dan perkiraan asupannya. Kajian paparan bahan kimia dari konsumsi pangan biasanya merupakan hasil pilihan manajemen risiko untuk menjamin bahwa asupan bahan kimia dari semua sumber tidak akan melebihi ADI (Acceptable Daily Intake).

Tujuan

Tujuan umum penelitian studi asupan zat gizi mikro dan paparan pestisida dari konsumsi sayuran di Kabupaten Banggai adalah mengevaluasi kecukupan asupan vitamin dan mineral dari konsumsi sayuran dan mengevaluasi keamanan kimiawi sayuran.

(34)

Tujuan khusus penelitian ini adalah untuk:

1. Mendapatkan pola konsumsi sayuran masyarakat Kabupaten Banggai.

2. Menghitung asupan zat gizi vitamin dan mineral masyarakat di Kabupaten Banggai dari pola konsumsi sayuran.

3. Menentukan jenis pestisida yang biasa digunakan dan menganalisa kadar residu pestisida pada sayuran yang biasa dikonsumsi di Kabupaten Banggai. 4. Menentukan tingkat paparan terhadap pestisida yang berasal dari sayuran yang

dikonsumsi di Kabupaten Banggai.

Kegunaan

Kegunaan penelitian studi asupan zat gizi mikro dan paparan pestisida dari konsumsi sayuran di Kabupaten Banggai adalah menyediakan data dan informasi bagi para pengambil kebijakan di tingkat pusat, propinsi maupun kabupaten untuk keperluan penyusunan perencanaan dan evaluasi pembangunan pangan daerah serta pembinaan dan pengawasan sistem keamanan pangan segar.

Ruang Lingkup

Ruang lingkup kegiatan studi asupan zat gizi mikro dan paparan pestisida dari konsumsi sayuran di Kabupaten Banggai adalah:

1. Survei konsumsi sayuran di tingkat rumah tangga di Kecamatan Luwuk, Toili, Pagimana, dan Batui berupa pengisian kuesioner konsumsi sayuran.

2. Identifikasi jenis pestisida yang digunakan pada praktek pengendalian OPT sayuran di Kabupaten Banggai dengan menggunakan data primer yang didapat dari pelaksanakan survei kepada para petani sayuran di desa Salodik Kecamatan Luwuk.

3. Uji laboratorium untuk mengetahui kadar residu pestisida pada sayuran yang disampling.

(35)

Sayuran

Sayur-sayuran didefinisikan sebagai bagian dari tanaman yang umum dimakan untuk memenuhi kebutuhan gizi seseorang. Tanaman sayuran adalah tanaman budidaya yang terdiri dari tanaman sayuran buah, tanaman sayuran daun dan tanaman sayuran umbi (Dirjen Hortikultura 2006b).

Sayur-sayuran dapat dibedakan atas: daun (kangkung, katuk, sawi, bayam, selada air, dll), bunga (kembang turi, brokoli, kembang kol, dll), buah (terong, cabe, paprika, labu, ketimun, tomat, dll), biji muda (kapri muda, jagung muda, kacang panjang, buncis, semi/baby corn, dll), batang muda (asparagus, rebung, jamur, dll), akar (bit, lobak, wortel, rhadis, dll), serta sayuran umbi (kentang, bawang bombay, bawang merah, dll).

Berdasarkan warnanya, sayur-sayuran dapat dibedakan atas: hijau tua (bayam, kangkung, katuk, kelor, daun singkong, daun pepaya, dll), hijau muda (selada, seledri, lettuce, dll), dan yang hampir tidak berwarna (kol, sawi putih, dll). Warna hijau tersebut disebabkan oleh pigmen hijau yang disebut klorofil. Klorofil, yang terdiri dari klorofil a dan klorofil b ini, tersimpan di dalam kloroplas. Sayur-sayuran daun yang berwarna hijau tua, lebih banyak mengandung klorofil a, sebaliknya yang berwarna hijau muda lebih banyak mengandung klorofil b. Di dalam kloroplas juga terdapat pigmen lain, yaitu karoten. Semakin hijau warna daun, maka kandungan karotennya akan semakin tinggi.

Karoten dan vitamin C yang terdapat dalam sayur berperan penting sebagai antioksidan untuk mengatasi serangan radikal bebas yang dapat menyebabkan terjadinya kanker. Sayur juga mengandung serat pangan yang tinggi untuk mencegah sembelit, diabetes mellitus, kanker kolon, tekanan darah tinggi, dan lain-lain (Astawan 2007).

(36)

Komposisi sayuran

• Kadar air tinggi (70-90%), kontribusi terhadap energi rendah • Rendah lemak dan protein

• Karbohidrat : utama selulosa, pati dan gula (penyedia dietary fiber) • Vitamin dan mineral

• Pigmen

• Komponen Lain

Untuk mengetahui kadar zat gizi sayuran, lebih dahulu ditentukan bagian yang dapat dimakan (bdd). Bagian yang dapat dimakan untuk sayuran adalah bagian sayuran setelah dibuang bagian-bagian yang lazim tidak dimakan seperti akar, tangkai, kulit atau biji. Rekomendasi FAO untuk konsumsi sayuran sebesar 65 kg per kapita per tahun atau sama dengan 178 g per kapita per hari (Dirjen Hortikultura 2006b) sedangkan anjuran FDA dalam piramida makanan untuk konsumsi sayuran yaitu 3-5 porsi sehari atau sebanyak 225 – 375 g per orang per hari (US-FDA yang dikutip oleh Astawan dan Andreas 2008).

.

Asupan Vitamin dan Mineral

Angka kecukupan gizi adalah nilai yang menunjukkan jumlah zat gizi diperlukan tubuh untuk hidup sehat setiap hari bagi hampir semua populasi menurut kelompok umur, jenis kelamin dan kondisi fisiologis tertentu seperti kehamilan dan menyusui. Angka kecukupan gizi berguna sebagai nilai rujukan

(reverence values) yang digunakan untuk perencanaan dan penilaian konsumsi

makanan dan asupan gizi, agar tercegah dari defisiensi (kekurangan) ataupun kelebihan asupan zat gizi. Kekurangan asupan suatu zat gizi akan menyebabkan terjadinya defisiensi atau penyakit kurang gizi dan kelebihan akan menyebabkan terjadinya efek samping (adverse effect). Pada keadaan ekstrim kekurangan atau kelebihan zat gizi dapat menyebabkan penyakit bahkan kematian (IOM 2002).

(37)

mengetahui adanya dampak negatif yang berupa kekurangan (defisiensi) ataupun ekses sampai terjadinya keracunan.

Deplete-replete. Pada metode ini subyek diberi asupan zat gizi yang sangat rendah sehingga terjadi tanda-tanda defisiensi. Kemudian diberi asupan zat gizi sehingga tanda-tanda defisiensi hilang dan status zat gizi tersebut kembali normal (baik).

Dose-response. Sejumlah subyek diberi dosis zat gizi yang

berbeda-beda kemudian diteliti statusnya dengan indikator biokimiawi ataupun subklinik, ataupun cara lain misalnya rangsangan terhadap imunitas. Asupan zat gizi dari makanan sehari-hari dibanding dengan status. Pengumpulan data asupan zat gizi dapat dikumpulkan di tingkat masyarakat. Asupan zat gizi akan bervariasi mulai yang rendah, sedang dan tinggi. Kemudian diteliti pula status zat gizi pada mereka yang sudah diketahui asupannya. Dengan membandingkan asupan serta status terhadap zat gizi tersebut dapat diketahui kebutuhan zat gizi tersebut. Indikator yang digunakan biasanya indikator biokimia.

Faktorial. Metode ini mengukur kehilangan zat gizi yang dimaksud

pada berbagai tingkat asupan zat gizi yang bersangkutan. Dengan memperhitungkan banyaknya zat gizi yang keluar dari tubuh (obligatory losses) dapat diketahui pada tingkat asupan berapa yang sesuai dengan kebutuhan tubuh.

Faktor bioavaibilitas sangat mempengaruhi besar kecilnya zat gizi yang dianjurkan. Mineral biasanya bioavaibilitasnya dipengaruhi oleh adanya zat yang membentuk komplete misalnya asam fitat, oksalat dan tanin. Beberapa mineral lebih mudah diabsorpsi bila valensinya lebih rendah. Misalnya zat besi akan lebih mudah diserap berupa fero (Fe2+) daripada berupa feri (Fe3+) sehingga diperlukan pereduksi sewaktu masih dalam pencernaan. Karena itu vitamin C, sistein, dan lain-lain yang bersifat pereduksi akan membantu penyerapan zat besi (WNPG 2004).

Vitamin

(38)

karbohidrat dan lemak, mereka penyokong utama banyak reaksi yang menghasilkan energi dalam tubuh untuk pemacu pertumbuhan, pengembangan dan peliharaan jaringan tubuh.

Vitamin zat organik esensial diperlukan dalam jumlah kecil di diet untuk fungsi normal, pertumbuhan, dan pemeliharaan jaringan tubuh. Vitamin larut air terdiri dari vitamin B dan vitamin C. Dengan pengecualian vitamin B6 dan B12, mereka siap dikeluarkan lewat urin tanpa penyimpanan cukup besar, sehingga perlu sering dikonsumsi. Mereka umumnya tidak beracun bila dikonsumsi lebih dari yang diperlukan, meskipun gejala mungkin dilaporkan orang yang mengonsumsi megadose niacin, vitamin C, atau pyridoxine (vitamin B6). Semua vitamin B berfungsi sebagai koenzim atau ko-faktor, membantu aktivitas enzim-enzim penting sehingga reaksi untuk menghasilkan energi berjalan normal. Sebaliknya, ketiadaan beberapa vitamin larut air sebagian besar mempengaruhi pertumbuhan atau kecepatan metabolisme jaringan seperti kulit, darah, saluran pencernaan, dan sistem syaraf. Vitamin larut air mudah hilang dengan pemasakan terlalu lama (Insel et al. 2002).

Mineral

Secara umum, ada tiga fungsi mineral dalam tubuh yaitu: (1) sebagai ko-faktor dalam berbagai reaksi metabolik, (2) sebagai bagian dari senyawa yang mengandung zat organik seperti enzim, hormon dan unsur tertentu dalam darah, dan (3) sebagai ion yang menungkinkan pergerakan zat melintasi membran sel dan pergerakan otot. Walaupun mineral mempunyai fungsi sangat penting tetapi secara keseluruhan beratnya hanya sekitar 4 persen berat badan.

Angka Kecukupan Gizi (AKG)

(39)
[image:39.612.134.507.115.583.2]

Tabel 1 Angka kecukupan vitamin A untuk orang Indonesia dibandingkan sumber lain (µg RE/hari)

Kelompok Umur AKG 1998a)

IOM 2002b)

FAO/WHO 2001c)

FNRI 2002d)

AKG 2004e)

Anak 0-6 bl 350 400 375 375 375

7-11 bl 350 500 400 400 400

1-3 th 350 300 400 400 400

4-6 th 400 400 450 450 450

7-9 th 400 400 500 400 500

Laki-laki 10-12 th 500 600 600 400 600

13-15 th 600 900 600 550 600

16-18 th 700 900 600 600 600

19-29 th 700 900 600 550 600

30-49 th 700 900 600 550 600

50-64 th 700 900 600 550 600

65 th+ 600 900 600 550 600

Perempuan 10-12 th 500 600 600 400 600

13-15 th 500 700 600 450 600

16-18 th 500 700 600 450 600

19-29 th 500 700 500 500 500

30-49 th 500 700 500 500 500

50-64 th 500 700 500 500 500

65 th+ 500 700 500 500 500

Ibu hamil +200 +50-70 +300 +300 +300

Menyusui 1-6 bl +350 +500-600 +350 +400 +350

7-12 bl +350 +500-600 +350 +400 +350

Keterangan:

a) Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VI, 1998 b) Dietary Reference Intakes, Institute of Medicine, 2002

c) Recommended Nutrient Intakes, FAO/WHO, 2001

d) Recommended Energy and Nutrient Intakes, Food and Nutrition Research

Institute, Philippines, 2002

(40)

Tabel 2 Angka kecukupan vitamin B1 untuk orang Indonesia dibandingkan sumber lain (mg/hari)

Kelompok Umur AKG

1998a)

IOM 2000b)

FAO/WHO 2001c)

FNRI 2002d)

AKG 2004

Anak 0-6 bl 0.3 0.2 0.2 0.2 0.2

7-11 bl 0.4 0.3 0.3 0.4 0.4

1-3 th 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5

4-6 th 0.8 0.6 0.6 0.6 0.8

7-9 th 1.0 0.7 0.9 0.7 0.9

Laki-laki 10-12 th 1.0 0.9 1.2 0.9 1.1

13-15 th 1.0 1.1 1.2 1.2 1.2

16-18 th 1.0 1.2 1.2 1.4 1.3

19-29 th 1.2 1.2 1.2 1.2 1.3

30-49 th 1.2 1.2 1.2 1.2 1.2

50-64 th 1.2 1.2 1.2 1.2 1.2

65 th+ 1.0 1.2 1.2 1.2 1.0

Perempuan 10-12 th 1.0 0.9 1.1 0.9 1.1

13-15 th 1.0 1.0 1.1 1.0 1.2

16-18 th 1.0 1.0 1.1 1.1 1.1

19-29 th 1.0 1.1 1.1 1.1 1.0

30-49 th 1.0 1.1 1.1 1.1 0.9

50-64 th 1.0 1.1 1.1 1.1 0.9

65 th+ 1.0 1.1 1.1 1.1 0.8

Hamil Trimester 1 +0.2 +0.3 +0.3 +0.3 +0.3

Trimester 2 +0.2 +0.3 +0.3 +0.3 +0.3

Trimester 3 +0.2 +0.3 +0.3 +0.3 +0.3

Menyusui 6 bl pertama +0.3 +0.3 +0.4 +0.4 +0.3

6 bl kedua +0.3 +0.3 +0.4 +0.4 +0.3

Keterangan:

a) Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VI, 1998 b) Dietary Reference Intakes, Institute of Medicine, 2000

c) Recommended Nutrient Intakes, FAO/WHO, 2001

d) Recommended Energy and Nutrient Intakes, Food and Nutrition Research

(41)

Tabel 3 Angka kecukupan vitamin C untuk orang Indonesia dibandingkan sumber lain (mg/hari)

Kelompok Umur AKG

1998a)

IOM 2000b)

FAO/WHO 2001c)

FNRI 2002d)

AKG 2004

Anak 0-6 bl 30 40 25 30 40

7-11 bl 35 50 30 30 50

1-3 th 40 15 30 30 40

4-6 th 45 25 30 30 45

7-9 th 45 35 35 30 45

Laki-laki 10-12 th 50 45 40 45 50

13-15 th 60 75 40 65 75

16-18 th 60 90 40 75 90

19-29 th 60 90 45 75 90

30-49 th 60 90 45 75 90

50-64 th 60 90 45 75 90

65 th+ 60 90 45 75 90

Perempuan 10-12 th 50 45 40 45 50

13-15 th 60 65 40 65 65

16-18 th 60 75 40 70 75

19-29 th 60 75 45 70 75

30-49 th 60 75 45 70 75

50-64 th 60 75 45 70 75

65 th+ 60 75 45 70 75

Hamil Trimester 1 +10 +10 +10 +10 +10

Trimester 2 +10 +10 +10 +10 +10

Trimester 3 +10 +10 +10 +10 +10

Menyusui 6 bl pertama +25 +45 +25 +35 +25

6 bl kedua +10 +45 +25 +35 +25

Keterangan:

a) Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VI, 1998 b) Dietary Reference Intakes, Institute of Medicine, 2000

c) Recommended Nutrient Intakes, FAO/WHO, 2001

d) Recommended Energy and Nutrient Intakes, Food and Nutrition Research

(42)
[image:42.612.133.524.116.599.2]

Tabel 4 Angka kecukupan mineral: kalsium, fosfor, dan zat besi yang dianjurkan untuk Indonesia (mg per orang per hari)

Kelompok Umur BB1) (kg) Kalsium Fosfor Besi3)

Bayi 0-6 bl 6.0 200 100 0.30 (40)

7-11 bl 8.0 400 225 10 (40)

Anak 1-3 th 12.0 500 (2500) 400 (3000) 7 (48)

4-6 th 17.0 500 (2500) 400 (3000) 8 (48)

7-9 th 25.0 600 (2500) 400 (3000) 10 (48)

Laki-laki 10-12 th 35.0 1000 (2500) 1000 (4000) 13 (48)

13-15 th 46.0 1000 (2500) 1000 (4000) 19 (54)

16-18 th 55.0 1000 (2500) 1000 (4000) 13 (54)

19-29 th 56.0 800 (2500) 600 (4000) 13 (54)

30-49 th 62.0 800 (2500) 600 (4000) 13 (54)

50-64 th 62.0 800 (2500) 600 (3000) 13 (54)

65 th+ 62.0 800 (2500) 600 (3000) 13 (54)

Perempuan 10-12 th 37.0 1000 (2500) 1000 (4000) 14 (48)

13-15 th 48.0 1000 (2500) 1000 (4000) 26 (54)

16-18 th 50.0 1000 (2500) 1000 (4000) 26 (54)

19-29 th 52.0 800 (2500) 600 (4000) 26 (54)

30-49 th 55.0 800 (2500) 600 (4000) 26 (54)

50-64 th 55.0 800 (2500) 600 (3000) 12 (54)

65 th+ 55.0 800 (2500) 600 (3000) 12 (54)

Hamil Trimester 1 +150 (2500) +0 (3500) +0 (54)

Trimester 2 +150 (2500) +0 (3500) +9 (55)

Trimester 3 +150 (2500) +0 (3500) +13 (54)

Menyusui 6 bl pertama +150 (2500) +0 (4000) +6 (54)

6 bl kedua +150 (2500) +0 (4000) +6 (54)

Keterangan:

1) BB = Berat Badan

2) Angka di dalam kurung adalah UL (upper limit) yaitu batas atas yang dianggap aman untuk dikonsumsi

(43)

Kajian Paparan

Penyakit yang disebabkan oleh makanan atau keracunan makanan mempunyai konsekuensi yang luas baik terhadap kesehatan maupun terhadap kehidupan sosial dan industri pangan. Oleh karena itu perlu ditetapkan sistem jaminan keamanan pangan pada rantai pangan mulai dari bahan baku sampai produk yang siap dimakan atau siap saji, atau dari produsen sampai ke konsumen, sehingga risiko akibat terpapar bahaya dapat diminimumkan. Bahaya dalam hal ini meliputi bahaya biologi, bahaya kimia dan bahaya fisik. Salah satu sistem yang dapat digunakan untuk tujuan tersebut adalah analisis risiko (BPOM 2001b).

Parker dan Tompkin (2000) mendefinisikan risiko (risk) sebagai kemungkinan terkena penyakit-penyakit yang disebabkan oleh cemaran biologis, kimia, dan fisika yang terdapat dalam makanan. Analisis risiko (Risk Analysis) merupakan penetapan tata cara memperkirakan risiko yang berhubungan dengan masalah kesehatan dan mengendalikan risiko tersebut seefektif mungkin. Konsep analisis risiko merupakan interaksi dari tiga hal yaitu kajian risiko, manajemen risiko, dan komunikasi risiko (Gambar 1).

Kajian risiko merupakan kajian ilmiah terhadap kemungkinan risiko yang terjadi untuk dilaporkan kepada manajer risiko. Manajemen risiko adalah penentuan kebijakan-kebijakan yang bertujuan untuk mengurangi risiko dengan mempertimbangkan dampak yang mungkin ditimbulkan. Komunikasi risiko adalah komunikasi instansi dan pihak terkait yang terlibat pada setiap langkah-langkah analisis risiko (BPOM 2001a).

Kajian risiko adalah evaluasi ilmiah terhadap peluang dan tingkat keparahan gangguan kesehatan akibat terpapar bahaya yang terdapat dalam makanan. Tujuan kajian risiko adalah mendokumentasikan dan menganalisis bukti-bukti ilmiah untuk mengukur risiko serta mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhinya sehingga dapat digunakan dalam manajemen risiko.

(44)
[image:44.612.146.501.194.460.2]

secara sistematis melalui empat prosedur yang berkaitan yaitu identifikasi bahaya (hazard identification), karakterisasi bahaya (hazard characterization), kajian paparan (exposure assessment) dan karakterisasi risiko (risk characterization) (BPOM 2001a). Bagan alir prosedur tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 1 Kerangka analisis risiko (BPOM, 2001a)

Kajian risiko dapat dilakukan dalam bentuk kualitatif maupun kuntitatif. Kajian risiko kuantitatif lebih disukai, tetapi jika data lengkap untuk kajian kuantitatif tidak tersedia maka dapat dilakukan kajian kualitatif. Kecukupan data yang tersedia akan memudahkan pengkonversian data kualitatif ke bentuk kuantitatif (BPOM 2001b).

Kajian risiko terutama dilakukan dalam kondisi (a) tidak tersedianya standar internasional yang dapat menjamin keamanan pangan lokal dan perdagangan internasional, (b) terdapat populasi yang rentan atau populasi yang terpapar suatu bahaya dan (c) standar keamanan lebih ketat daripada standar perdagangan internasional (BPOM 2001b).

Komunikasi risiko

Pertukaran informasi dan Pendapat secara interaktif

Manajemen risiko •Evaluasi risiko •Kajian pilihan •Palaksanaan keputusan •Monitoring dan evaluasi Kajian risiko

• Identifikasi bahaya

• Karakterisasi bahaya

• Kajian paparan

(45)
[image:45.612.131.538.94.340.2]

Gambar 2 Kerangka kerja kajian risiko (BPOM 2001c)

Identifikasi bahaya (hazard identification)

Identifikasi bahaya (hazard identification) adalah identifikasi berbagai macam bahaya yang terdapat di dalam makanan yang mampu menyebabkan dampat buruk terhadap kesehatan. Bahaya (hazard) dapat diartikan sebagai agen-agen biologis, kimia, maupun fisika yang terdapat di dalam pangan dan berpotensi menyebabkan dampak buruk terhadap kesehatan. Identifikasi bahaya merupakan hasil dari kegiatan studi/survei/surveilan keamanan pangan, diantaranya survei terhadap faktor-faktor risiko pada rantai pangan, mikroba penyebab kejadian luar biasa (KLB) akibat pangan, survei epidemiologi, dan studi/survei/surveilan lainnya (Parker dan Tompkin 2000).

Beberapa hal yang menentukan kegiatan identifikasi bahaya diantaranya adalah ketersediaan biaya, metode, pustaka, dan sumber informasi dalam melaksanakan studi/survei/surveilan. Sumber informasi yang biasa digunakan adalah informasi epidemiologi dari petugas kesehatan dan pelaporan dari KLB atau kasus penyakit akibat pangan. Tetapi, jumlah pelaporan KLB dan kasus penyakit akibat pangan yang belum mencerminkan

Penetapan Tujuan Identifikasi Bahaya

KAJIAN PAPARAN Karakterisasi Bahaya Kajian dosis-respon

Perkiraan risiko:

•Peluang dan keparahan •Ketidakpastian

•Keragaman

(46)

kejadian yang sebenarnya dapat menghambat kegiatan identifikasi bahaya sehingga perlu sumber informasi lain misalnya informasi dari rantai pangan (Parker dan Tompkin 2000).

Karakterisasi bahaya (hazard characterization)

Karakterisasi bahaya (hazard characterization) adalah pengujian terhadap penyakit yang ditimbulkan oleh agen-agen biologi, kimia, maupun fisika, yang terdapat pada makanan baik secara kualitatif maupun kuantitatif (Parker dan Tompkin 2000). Tujuan dari kegiatan ini adalah memperkirakan tingkat keparahan dan lamanya sakit akibat pengaruh mikroorganisme atau racun dalam jumlah atau konsentrasi tertentu.

Dalam kegiatan karakterisasi bahaya perlu dilakukan kajian dosis-respon (dose response assessment). Kajian dosis respon adalah penentuan hubungan antara banyaknya paparan agen-agen kimia, biologi, dan fisika (dosis) terhadap frekuensi penyakit yang terjadi (respon). Kajian dosis respon biasanya menggunakan manusia (sukarelawan) atau binatang sebagai model percobaan untuk menentukan frekuensi, tingkat keparahan, dan lama sakit yang ditimbulkan (BPOM 2001b). Parker dan Tompkin (2000) menambahkan metode lain dalam kajian dosis-respon yaitu pengumpulan informasi mengenai jumlah mikroorganisme atau racun dalam makanan ketika KLB akibat pangan atau kasus keracunan terjadi.

Dari dua metode di atas, dapat dibuat model matematis untuk memperkirakan risiko infeksi oleh mikroorganisme pada konsentrasi yang berbeda. Parker dan Tompkin (2000) menyebutkan, model matematis yang sering digunakan adalah model beta-Poisson. Model ini memberikan hasil paling mirip dengan percobaan pada manusia, sehingga lebih efisien.

Kajian paparan (exposure assessment)

(47)

(2000) menyebutkan tujuan dari kajian ini adalah mengetahui banyaknya mikroba atau racun yang termakan oleh manusia dari konsumsi bahan pangan.

Parker dan Tompkin (2000) menambahkan, untuk memperkirakan banyaknya cemaran mikroba dan bahan berbahaya lainnya dalam makanan cukup sulit karena beragamnya jenis cemaran tersebut. Jenis makanan dan faktor-faktor sepanjang rantai pangan yang kompleks, seperti budidaya, pengolahan, distribusi, serta pola konsumsi, turut menentukan beragamnya cemaran di dalam makanan. Faktor-faktor lain yang membatasi keakuratan kajian paparan ini adalah perubahan pola makan yang ditentukan oleh latar belakang sosial suatu populasi, preferensi konsumen dalam menentukan makanan, karakteristik demografi suatu populasi, dan munculnya jenis pangan baru. Walaupun sulit untuk memperoleh informasi yang diperlukan, kajian paparan perlu dilakukan dalam surveilan keamanan pangan secara total dan terpadu.

Untuk menentukan apakah konsumen pangan berada pada risiko terkena bahaya paparan bahan kimia, maka diperlukan suatu perkiraan konsumsi suatu pangan yang kemudian dibandingkan dengan tingkat konsumsi bahan kimia yang aman atau nilai ADI (Acceptable Daily Intakes) untuk bahan kimia tersebut. Perkiraan konsumsi pangan dengan cemaran bahan kimia yang sebenarnya sebagai ukuran tingkat paparan bahan kimia sangat diperlukan dalam kajian risiko (WHO 1985).

Karakterisasi risiko (risk characterization)

(48)

Keluaran kajian risiko adalah perkiraan risiko yang meliputi peluang dan keparahan sakit yang disebabkan oleh makanan yang mengandung bahaya. Perkiraan risiko dapat berupa perkiraan kuantitatif misalnya jumlah outbreak

atau kejadian luar biasa (KLB) per tahun, jumlah yang sakit per tahun atau per 100.000 populasi, jumlah yang sakit per 100.000 porsi makanan atau perkiraan kualitatif misalnya risiko dapat diabaikan, risiko rendah, sedang dan tinggi (BPOM 2001b).

Model Umum Kajian Paparan Bahan Kimia

Paparan didefinisikan sebagai total bahan kimia yang dikonsumsi oleh manusia. Untuk memperkirakan tingkat paparan bahan kimia JECFA (Joint

FAO/WHO Expert Committe on Food Additives) menggunakan tiga tipe

pendekatan yaitu perkiraan per kapita, perkiraan dari survei konsumsi pangan dan analisis bahan kimia menggunakan metode TDS (Total Diet Study) (WHO 1987). Dalam kajian paparan terdapat beberapa komponen yang diperlukan untuk mendapatkan ketelitian dan ketepatan dari tujuan kajian paparan, seperti terlihat pada Gambar 3. Penggunaan komponen tersebut masing-masing harus ditentukan terlebih dahulu sebelum melakukan kajian paparan sehingga interpretasi hasil kajian sesuai dengan tujuan.

Kajian paparan mengkombinasikan data konsumsi pangan atau model diet dari data yang sesuai, dengan data tingkat cemaran bahan kimia dalam makanan untuk memperkirakan tingkat konsumsi makanan dengan cemaran bahan kimia yang menjadi fokus kajian. Hasil dari perkiraan tingkat konsumsi makanan dengan cemaran bahan kimia kemudian dibandingkan dengan suatu nilai tingkat konsumsi bahan kimia yang aman, misalnya ADI (Acceptable Daily Intakes), dan RDI (Recommended Dietary Intakes) untuk tiap-tiap bahan kimia yang menjadi fokus kajian (WHO 1977).

Secara umum persamaan yang digunakan dalam kajian paparan baik kajian paparan kronis maupun akut adalah sebagai berikut:

(49)

Gambar 3 Komponen yang diperlukan dalam kajian paparan (WHO 1997) Data konsentrasi bahan kimia

(Pestisida, kontaminan): • Tingkat maksimum yang

diijinkan

• Konsentrasi tertinggi yang dilaporkan

• Nilai rata-rata atau median • Data konsentrasi cemaran

bahan kimia yang diuji • Faktor koreksi

Target studi kajian paparan: •Fetus

•Bayi •Anak-anak

KAJIAN PAPARAN

Faktor lain: •Status gizi •Pekerjaan •Status kesehatan •Umur

•Jenis kelamin

Waktu paparan: •Seumur hidup •Tahunan •Bulanan •Mingguan •Harian

•Satu kali konsumsi Data konsumsi pangan

(termasuk air minum) •Konsumsi tertinggi •Rata-rata

(pengkonsumsian) •Rata-rata

(seluruh populasi)

Karakterisasi risiko:

•Dosis respon akut •ADI

(50)

Dari persamaan tersebut terlihat dua pendekatan utama dalam kajian paparan yaitu data konsentrasi bahan kimia dan data konsumsi pangan. Data konsumsi pangan yang digunakan sebelumnya banyak berhubungan dengan kajian nutrisi saja sehingga data ini kurang sesuai digunakan dalam kajian paparan bahan-bahan kimia lainnya. Data konsumsi pangan dapat dikumpulkan di tingkat nasional, rumah tangga atau individu. Data yang dikumpulkan pada tingkat individu merupakan data yang paling sesuai untuk digunakan dalam kajian paparan. Data konsumsi pangan di tingkat rumah tangga dan nasional dapat membantu dalam kajian paparan terutama menyediakan informasi awal pola konsumsi di tingkat nasional.

Dalam kajian paparan sangat penting untuk menentukan keakuratan konsentrasi bahan kimia dalam bahan pangan sehingga teknik sampling dan prosedur analisis merupakan tahap yang kritis untuk mendapatkan keakuratan data-data yang diperoleh. Selain melalui analisis bahan kimia, data konsentrasi bahan kimia dapat diperoleh dari berbagai sumber misalnya data konsentrasi secara coba-coba (estimasi), data pengawasan pemerintah atau data surveilan dan data survei industri (WHO 1997).

Konsentrasi bahan kimia yang digunakan dalam kajian paparan di tingkat internasional harus relevan dengan peraturan Codex. Salah satu fungsi standar Codex adalah sebagai acuan perdagangan pangan yang aman, oleh karena itu tingkat penggunaan bahan kimia tertinggi yang diijinkan, merupakan indikator keamanan bahan tersebut. Penggunaan metode konsentrasi tertinggi diperbolehkan dalam kajian paparan, namun harus dipahami tidak semua orang mengonsumsi makanan dengan konsentrasi cemaran bahan kimia tertinggi. Codex menyarankan penggunaan data konsentrasi bahan kimia hasil analisis untuk menentukan konsentrsi bahan kimia dalam produk yang sebenarnya (WHO 1997).

(51)

paparan maka semakin besar pula risiko terkena bahaya akibat konsumsi makanan dengan cemaran bahan kimia (JECFA 2001).

Pada kajian risiko residu pestisida dengan metode TDS (Total Diet

Study), penentuan data konsentrasi residu pestisida pada sayuran dilakukan

dengan menganalisis residu pestisida pada sayuran, sedangkan untuk kajian paparan residu pestisida maka konsentrasi bahan aktif pestisida pada sayuran ditentukan dengan menggunakan standar batas maksimum residu (BMR) pestisida pada hasil pertanian berdasarkan SNI dan Codex Maksimum Residue Limits untuk hasil pertanian.

Menurut petunjuk JECFA (2001), beberapa pertimbangan yang digunakan dalam kajian paparan dan harus selalu dicantumkan dalam laporan sebagai berikut:

• Perkiraan paparan kronis (jangka panjang) sebaiknya didasarkan pada data konsumsi populasi umum.

• Kajian paparan pada suatu kelompok populasi tertentu diperlukan apabila kelompok tersebut dicurigai terkena suatu risiko bahaya yang didasarkan pada evaluasi toksikologis.

• Paparan kronis dihitung dengan membandingkan tingkat konsumsi makanan dengan cemaran bahan kimia setiap hari per kg berat badan dan tingkat konsumsi amannya (ADI).

• Ketika konsumsi cemaran bahan kimia pada kelompok bahan pangan tertentu diperkirakan melebihi nilai ADI, maka sebaiknya dilakukan kajian pada kelompok bahan pangan tersebut.

• Kajian yang didasarkan pada data konsumsi pangan nasional dan tingkat cemaran bahan kimia yang diijinkan pada peraturan nasional, harus dicantumkan apakah estimasi cemaran bahan kimia dilakukan pada keseluruhan kategori pangan atau hanya pada kategori pangan tertentu yang diijinkan berdasarkan peraturan nasional.

(52)

Survei Konsumsi Pangan Untuk Kajian Paparan Bahan Kimia

Menurut Sahardjo dan Riyadi (1990), survei konsumsi pangan merupakan suatu kegiatan survei yang dimaksudkan untuk mengetahui keadaan konsumsi pangan baik dilihat dari jenis maupun jumlah yang dikonsumsi, termasuk bagaimana kebiasaan makannya. Survei konsumsi pangan dapat digunakan untuk menentukan jumlah dan sumber zat gizi mupun nongizi yang dikonsumsi. Oleh karena itu, survei konsumsi pangan dapat menghasilkan informasi yang bersifat kualitatif , kuantitatif atau kedua-duanya.

CCFAC (Codex Committee on Food Additive and Contaminants) telah mengembangkan metode-metode yang digunakan dalam survei konsumsi pangan untuk kajian paparan cemaran. Tidak ada satu pun metode survei konsumsi pangan yang dapat digunakan secara umum karena adanya variasi konsumsi pangan secara individu (perorangan) atau kelompok individu (populasi). Adanya variasi ini tidak boleh dilupakan dalam pemilihan metode survei konsumsi pangan dan interpretasi data yang diperoleh (WHO 1985).

Terdapat dua pendekatan yang umum digunakan untuk mendapatkan informasi pola konsumsi pangan baik secara individu maupun populasi yaitu (1) berdasarkan dugaan perpindahan dan kehilangan bahan pangan di suatu daerah atau rumah tangga, dan (2) berdasarkan data jumlah pangan yang benar-benar dikonsumsi secara langsung oleh individu atau rumah tangga. Secara ringkas metode yang biasa digunakan dapat dilihat pada Tabel 5. Pemilihan metode survei konsumsi pangan harus mempertimbangkan berbagai faktor diantaranya usia, tingkat pendidikan dan motivasi dari populasi target, serta biaya dan sumber daya manusia yang diperlukan (WHO 1985).

(53)
[image:53.612.131.508.111.357.2]

Tabel 5 Metode yang digunakan dalam pengumpulan data konsumsi pangan dari kelompok populasi dan individu.

Kajian Metode

Individu Metode buku harian konsumsi pangan (Food diary method)

Metode penimbangan pangan (Food weighting method)

Metode porsi pangan duplikat (Duplicate portion method)

Metode mengingat-ingat konsumsi pangan (Dietary recall method)

Metode perulangan konsumsi pangan (Food frequency method)

Populasi Metode buku harian konsumsi pangan (Food diary method)

Metode penimbangan pangan (Food weighting method)

Metode mengingat-ingat konsumsi pangan (Dietary recall method)

Metode perulangan konsumsi pangan (Food frequency method)

Metode pangan tak terlihat (Food disappearance method):

a). Rumah tangga

b). Nasional

Sumber: WHO (1985)

Metode Mengingat-ingat Konsumsi Pangan (Dietary recall method)

(54)

Metode ini tidak secara nyata mencerminkan pola konsumsi pangan individu selama periode waktu survei karena adanya variasi konsumsi pangan individu, oleh karena itu perlu diambil beberapa pola pangan individu di dalam suatu populasi sebab rata-rata konsumsi pangan individu di dalam populasi tidak terlalu bervariasi. Untuk meningkatkan validitas metode ini maka dapat digabungkan dengan metode lain yang cocok untuk survei berskala besar misalnya metode buku harian konsumsi pangan (Food diary method). Kualitas sumber daya manusia (petugas pencacah) yang digunakan dalam metode ini harus cukup tinggi karena karakteristik dan tingkat pendidikan responden yang diambil bervariasi dalam suatu populasi dan responden-responden tersebut juga harus mencerminkan keadaan demografi populasi tersebut yang meliputi umur, jenis kelamin, pendapatan, dan lain lain.

Pestisida

Dalam upaya meningkatkan produksi pertanian, senantiasa ditemui beberapa hambatan utama. Salah satu permasalahan yang juga merupakan hambatan yang perlu diperhatikan adalah serangan hama dan penyakit tanaman. Sebegitu jauh penggunaan pestisida sintetis merupakan pilihan utama bagi para petani untuk mengendalikan hama dan penyakit yang menyerang pertanaman mereka, meskipun disadari atau pun tidak disadari, penggunaaan pestisida sintetis berpengaruh negatif terhadap ekosistem pertanian, kesehatan dan lingkngan serta akumulasi residu pestisida pada produk pertanian (WCED 1988; Wilkinson 1987; UNEP 1992).

(55)

berdasarkan deteksi residu p

Gambar

Tabel 1   Angka kecukupan vitamin A untuk orang Indonesia dibandingkan sumber lain (µg RE/hari)
Tabel  4   Angka kecukupan mineral: kalsium, fosfor, dan zat besi    yang dianjurkan untuk Indonesia (mg per orang per hari)
Gambar 1  Kerangka analisis risiko (BPOM, 2001a)
Gambar 2  Kerangka kerja kajian risiko (BPOM 2001c)
+7

Referensi

Dokumen terkait

researcher in the study, research site, source of the data, data collection.. procedures, data analysis procedures, and method for verification of the

Kegiatan pendidikan terdapat tiga bidang yang saling terkait yaitu adminis-trasi supervisi adalah pimpinan sekolah, pengajaran adalah guru bidang studi dan bimbingan konseling

dasar produk obat sirup ekstrak perasan jahe merah yaitu 50% yang sebelumnya telah dilakukan penelitian mengenai efektivitas perasan jahe merah terhadap

1 Penyusunan NSPK Bidang Bangunan Gedung Bandar Lampung 1 Paket 2020 600,000 Dinas Perkim.. 2 Fasilitasi Penyusunan Raperda Bangunan Gedung Hijau

Surakarta yang telah memberikan kesempatan untuk menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Masduki, S.Si., M.Si., selaku Pembimbing yang selalu memberikan pengarahan, bimbingan,

Dari tabel di atas, maka dapat diketahui pengaruh kecepatan laju aliran terhadap laju erosi material carbon steel A53 Gr B yang ditunjukkan dalam bentuk grafik pada

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1982 Tentang Hak Cipta. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1987 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang

Total biaya / Total cost 59.052,7.. Berdasarkan Tabel 6, maka dapat pula dihitung biaya penebangan dengan cara membagi total biaya mesin dengan masing-masing produktivitasnya.