PROFIL LEUKOSIT PADA ANAK SAPI
Friesian Holstein
YANG DIBERI PAKAN DENGAN SUPLEMENTASI
Zn
NOVIALITA AESA PUTRI
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Profil Leukosit pada Anak Sapi Friesian Holstein yang diberi Pakan dengan Suplementasi Zn adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, November 2014
Novialita Aesa Putri
ABSTRAK
NOVIALITA AESA PUTRI. Profil Leukosit pada Anak Sapi Friesian Holstein
yang diberi Pakan dengan Suplementasi Zn. Dibimbing oleh ANITA ESFANDIARI dan SUS DERTHI WIDHYARI.
Zinc atau Zn merupakan mineral mikro yang berperan penting dalam sistem kekebalan tubuh. Tujuan penelitian ini adalah mempelajari pengaruh suplementasi Zn dalam pakan terhadap profil leukosit pada anak sapi Friesian Holstein (FH).
Penelitian ini menggunakan 9 ekor anak sapi FH yang sehat secara klinis, berumur antara 6-10 bulan. Anak sapi dibagi menjadi tiga kelompok perlakuan, masing-masing terdiri atas 3 ekor. Pengelompokan dilakukan berdasarkan perbedaan kandungan mineral Zn yang ditambahkan ke dalam konsentrat, yaitu kelompok yang diberi pakan tanpa suplementasi Zn (kontrol), kelompok yang diberi pakan dengan suplementasi Zn sebesar 60 ppm, dan kelompok yang diberi pakan dengan suplementasi Zn sebesar 120 ppm. Sampel darah diambil dari vena jugularis sebelum dan setelah suplementasi Zn, setiap bulan selama tiga bulan, untuk dianalisis terhadap jumlah total dan diferensial leukosit. Hasil penelitian menunjukkan bahwa suplementasi Zn sebesar 60 dan 120 ppm tidak menunjukkan perbedaan yang nyata pada jumlah leukosit total, neutrofil, monosit, dan eosinofil (P>0.05). Jumlah limfosit meningkat secara nyata setelah dua bulan suplementasi Zn sebesar 60 ppm (P<0.05). Kesimpulan, suplementasi Zn tidak berpengaruh pada jumlah leukosit total, neutrofil, monosit, dan eosinofil. Namun demikian, suplementasi Zn sebesar 60 ppm mampu meningkatkan jumlah limfosit anak sapi FH pada 2 bulan setelah suplementasi.
Kata kunci: Zn, anak sapi, leukosit total, diferensial leukosit
ABSTRACT
NOVIALITA AESA PUTRI. Leukocyte Profiles of Friesian Holstein Calves Received Feed Supplemented by Zn. Supervised by ANITA ESFANDIARI and SUS DERTHI WIDHYARI.
neutrophyl, monocyte, and eosinophyl counts. However, the supplementation 60 ppm of Zn may increase the lymphocyte count in calves two months after supplementation.
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan
pada
Fakultas Kedokteran Hewan
PROFIL LEUKOSIT PADA ANAK SAPI
Friesian Holstein
YANG DIBERI PAKAN DENGAN SUPLEMENTASI
Zn
NOVIALITA AESA PUTRI
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir yang berjudul Profil Leukosit pada Anak Sapi Friesian Holstein yang diberi Pakan dengan Suplementasi Zn.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibunda Halinar MPd dan Ayahanda Purwito SPd yang senantiasa memberikan kasih sayang, dukungan, semangat, dan doa yang tak kunjung putus kepada penulis. Terima kasih kepada Ibu Dr Drh Anita Esfandiari MSi dan Ibu Dr Drh Sus Derthi Widhyari MSi atas bimbingan, arahan, dan kesabaran selama membimbing penulis. Kepada Ibu Drh Okti Nadia Poetri MSi selaku dosen pembimbing akademik, penulis juga mengucapkan terima kasih.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Djadjat Sudrajat SSi yang telah memberikan bantuan kepada penulis selama penelitian di laboratorium Patologi Klinik, rekan-rekan satu penelitian, sahabat-sahabat, kolega Acromion FKH 47, Himpro Ruminansia, Keluarga besar HIMAJA (Himpunan Mahasiswa Jambi) dan IMKB (Ikatan Keluarga Kerinci Bogor), serta tak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada keluarga kecil Sunda Karya atas kebersamaan yang hangat selama ini dan senantiasa memberikan semangat kepada penulis. Terima kasih untuk semua pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak langsung dalam penelitian ini.
Semoga karya ini bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan.
Bogor, November 2014
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR LAMPIRAN vi
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan Penelitian 1
Manfaat Penelitian 2
TINJAUAN PUSTAKA 2
Friesian Holstein (FH) 2
Mineral Zinc (Zn) 3
Leukosit 4
METODE PENELITIAN 7
Waktu dan Tempat Penelitian 7
Alat dan Bahan 7
Prosedur Penelitian 7
HASIL DAN PEMBAHASAN 9
Leukosit 9
Limfosit 10
Neutrofil 11
Monosit 12
Eosinofil 13
SIMPULAN DAN SARAN 14
Simpulan 14
Saran 14
DAFTAR PUSTAKA 14
LAMPIRAN 17
DAFTAR TABEL
1 Komposisi konsentrat selama penelitian 8
2 Rataan jumlah leukosit total anak sapi Friesian Holstein sebelum dan
1 Uji ANOVA sebelum suplementasi Zn berdasarkan kelompok
perlakuan 17
2 Uji Duncan sebelum suplementasi Zn berdasarkan kelompok perlakuan 17 3 Uji ANOVA setelah 1 bulan suplementasi Zn berdasarkan kelompok
9 Uji ANOVA pada kelompok kontrol berdasarkan waktu pengamatan 21 10 Uji Duncan pada kelompok kontrol berdasarkan waktu pengamatan 21 11 Uji ANOVA pada kelompok perlakuan Zn 60 ppm berdasarkan waktu
pengamatan 22
12 Uji Duncan pada kelompok perlakuan Zn 60 ppm berdasarkan waktu
pengamatan 22
13 Uji ANOVA pada kelompok perlakuan Zn 120 ppm berdasarkan waktu
pengamatan 23
14 Uji Duncan pada kelompok perlakuan Zn 120 ppm berdasarkan waktu
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Jenis sapi perah yang banyak dikembangkan di Indonesia adalah Friesian Holstein (FH) (Syawal et al. 2013). Usaha sapi perah di Indonesia telah dimulai sejak zaman Hindia Belanda (Subandriyo dan Adiarto 2009), dan meningkat dari tahun ke tahun karena permintaan susu yang terus meningkat (Djaja et al. 2009).
Kesehatan sapi perah perlu diperhatikan agar produktivitas, termasuk produksi susu, tetap optimal. Salah satu faktor yang harus diperhatikan adalah nutrisi pakan yang seimbang. Ketidakseimbangan nutrisi menyebabkan malnutrisi, yaitu tubuh mengalami kelebihan atau kekurangan nutrisi. Salah satu akibatnya adalah penurunan sistem kekebalan tubuh. Sistem kekebalan tubuh merupakan sistem, diantaranya, untuk melindungi tubuh dari agen infeksi. Sistem ini terdiri atas sel darah putih atau leukosit, sistem makrofag jaringan dan jaringan limfoid (Guyton dan Hall 2006). Penurunan sistem kekebalan tubuh diantaranya disebabkan oleh asupan mineral zinc yang tidak mencukupi (Fraker et al. 2000).
Zinc atau Zn merupakan mineral mikro yang memegang peranan penting dalam sistem kekebalan tubuh. Rendahnya kandungan Zn dalam pakan ruminansia menyebabkan kekurangan atau defisiensi Zn (Widhyari 2012). Menurut Indriani et al. (2013), kandungan Zn dalam pakan ruminansia relatif rendah yaitu berkisar antara 20-38 mg/kg, sedangkan kebutuhan Zn pada sapi perah antara 40-60 mg/kg atau 40-60 ppm (NRC 2001). Defisiensi Zn menyebabkan penurunan nafsu makan, gangguan pertumbuhan dan perkembangan fisik (Muchtadi 2009), penurunan sistem kekebalan tubuh serta kepekaan tubuh terhadap infeksi meningkat (Widhyari et al. 2009; Widhyari 2012). Oleh sebab itu suplementasi Zn sangat diperlukan untuk mencegah terjadinya defisiensi.
Manfaat suplementasi Zn terhadap kekebalan tubuh telah banyak dibuktikan dalam berbagai penelitian, antara lain sebagai inhibitor apoptosis yaitu kematian sel yang terprogram (Fraker et al. 2000) dan meningkatkan aktivitas dan kapasitas fagositosis sel leukosit (Widhyari et al. 2009). Namun demikian, suplementasi Zn yang berlebih menyebabkan kelebihan gizi (over nutrition) yang memiliki dampak mirip dengan defisiensi Zn yaitu menekan sistem kekebalan tubuh (Raqib et al.
2007; Muchtadi 2009), gangguan syaraf, dan kelemahan otot (Muchtadi 2009). Status kekebalan tubuh dapat diamati, diantaranya melalui gambaran leukosit dalam darah. Oleh karena itu, penelitian ini perlu dilakukan untuk mengamati pengaruh suplementasi Zn dalam pakan terhadap jumlah total dan diferensial leukosit pada anak sapi Friesian Holstein.
Tujuan Penelitian
2
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang profil jumlah total dan diferensial leukosit pada anak sapi yang diberi pakan dengan suplementasi Zn. Diharapkan, suplementasi Zn dalam pakan akan meningkatkan status kekebalan tubuh.
TINJAUAN PUSTAKA
Friesian Holstein (FH)
Friesian Holstein (FH) merupakan sapi perah yang berkembang di daerah subtropis. Sapi perah asal Belanda ini disebut juga Fries Holland yang memiliki ciri-ciri, yaitu warna belang hitam-putih (Gambar 1), tanduk pendek dan mengarah ke depan, terdapat warna putih berbentuk segitiga pada dahi. Sapi FH memiliki sifat yang tenang dan jinak sehingga mudah ditangani, tidak tahan panas tetapi mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan. Rata-rata berat badan sapi jantan 850 kg, sedangkan sapi betina 625 kg. Sapi FH merupakan sapi perah dengan produksi susu yang tinggi berkisar antara 4500-5500 liter dalam satu masa laktasi (AAK 1991).
Gambar 1 Sapi Friesian Holstein (WHFF 2013)
Masa Pertumbuhan
Sapi pada masa pertumbuhan merupakan sapi yang belum mencapai dewasa dan masih dalam proses pertumbuhan tubuhnya. Periode ini merupakan periode penentu, apakah sapi layak atau tidak untuk dijadikan pejantan atau induk dengan produktivitas yang optimal ketika mencapai umur dewasa. Alat pencernaan pada sapi mencapai kesempurnaan pada umur berkisar antara 6-8 bulan (Bamualim et al. 2009).
3 yang berperan untuk mempertahankan produktivitas dan menjaga kesehatan ternak (Bamualim et al. 2009).
Mineral Zinc (Zn)
Zinc atau Zn merupakan salah satu mineral mikro yang penting bagi tubuh.
Zinc memiliki peran sebagai kofaktor untuk lebih dari 300 enzim, seperti alcohol dehydrogenase, superoxide dismutase, RNA polymerase, alkaline phosphatase
dan carbonic anhydrase (Someya et al. 2009). Penyerapan Zn dalam tubuh terjadi di usus terutama pada usus kecil (NRC 2001). Kebutuhan Zn meningkat pada masa pertumbuhan, kebuntingan, dan laktasi. Selain itu, pada kondisi diare dan luka kebutuhan Zn juga meningkat (Widhyari 2012). Zinc diketahui berperan penting untuk menjaga sistem kekebalan tubuh (Someya et al. 2009).
Manfaat Zn
Tubuh membutuhkan Zn dalam jumlah yang sangat kecil, namun mutlak dibutuhkan untuk memelihara kehidupan yang optimal (Widhyari 2012). Menurut Simonyte et al. (2003), Zn merupakan mineral mikro yang penting bagi sistem kekebalan tubuh. Zinc mengatur beberapa fungsi limfosit, seperti sintesis antibodi, aktivasi limfosit T, dan sel natural killer (NK), serta kekebalan seluler (Bao et al.
2003). Menurut Rink dan Kirchner (2000), Zn berguna untuk mengaktifkan hormon timulin, suatu hormon yang diperlukan untuk diferensiasi, proliferasi, dan maturasi limfosit T.
Menurut Zemel et al. (2002), pemberian Zn pada anak penderita sickle cell disease (SDC) mampu memperbaiki pertumbuhan tubuh dan meningkatkan berat badan. Oleh sebab itu, manfaat Zn tidak hanya pada sistem kekebalan tubuh, namun juga berguna untuk memperbaiki pertumbuhan tubuh anak.
Defisiensi Zn
Defisiensi Zn dapat diklasifikasikan menjadi tiga kategori, yaitu defisiensi ringan, menengah, dan berat. Defisiensi ringan disebabkan karena stres. Defisiensi menengah berupa mulai menurunnya sistem kekebalan tubuh dan Zn plasma. Defisiensi berat memperlihatkan gejala klinis berupa anoreksia, dermatitis, dan parakeratosis (Widhyari 2012). Menurunnya sistem kekebalan dapat meningkatkan kepekaan tubuh terhadap infeksi (Fraker et al. 2000; Widhyari 2009), dapat terjadi pertumbuhan tubuh yang lambat, lesio pada kulit, dan proses persembuhan luka terhambat (Widhyari 2009, 2012).
Defisiensi Zn akan menurunkan fungsi timus dalam mengatur produksi limfosit karena dapat menyebabkan atropi timus yang berdampak pada penurunan sekresi timulin. Timulin merupakan hormon yang bertanggung jawab untuk mengatur maturasi limfosit T dalam timus (Winarsi 2010). Defisiensi Zn menyebabkan hilangnya nafsu makan, karena Zn berperan dalam memelihara fungsi indera pengecap dan penciuman (Widhyari et al. 2009).
4
penyerapan Zn dalam saluran pencernaan dapat disebabkan oleh keberadaan asam fitat, oksalat, kalsium, tembaga, dan besi. Zat ini akan mengikat Zn sehingga Zn tidak dapat diserap oleh saluran pencernaan (Widhyari 2012).
Toksisitas Zn
Konsumsi suplemen Zn sangat dianjurkan, karena suplementasi Zn telah banyak dilaporkan bermanfaat bagi tubuh, namun konsumsi Zn yang tinggi atau melebihi kebutuhan tubuh dapat berdampak negatif (Ibs dan Rink 2003). Menurut Muchtadi (2009), kelebihan Zn menimbulkan gejala yang mirirp dengan kekurangan Zn yaitu menurunnya kekebalan tubuh. Asupan Zn yang tinggi dapat menghambat penyerapan tembaga (Cu) dari saluran pencernaan, karena Zn merupakan mineral kompetitor Cu. Tingginya asupan Zn diantaranya menyebabkan defisiensi Cu yang dapat dikaitkan dengan anemia sideroblastik (Kiswari 2014).
Menurut Ajayi (2008), kelebihan asupan Zn dapat menyebabkan kerusakan komponen sistem kekebalan. Raqib et al. (2007) melaporkan bahwa, suplementasi Zn dengan dosis tinggi pada anak tikus menyebabkan penurunan sistem kekebalan tubuh, karena asupan berlebih akan menekan sistem kekebalan seluler pada anak tikus.
Leukosit
Leukosit (sel darah putih) merupakan sel darah yang mengandung inti dan menjadi unit aktif dari sistem kekebalan tubuh (Guyton dan Hall 2006). Leukosit memiliki jumlah yang lebih sedikit dibandingkan dengan eritrosit (sel darah merah). Berdasarkan butiran sitoplasma, leukosit terbagi atas dua jenis yaitu granulosit (neutrofil, eosinofil, dan basofil) yang memiliki sitoplasma granular dan agranulosit (limfosit dan monosit) yang tidak memiliki sitoplasma granular (Peckham 2014). Pembentukan leukosit sebagian di sumsum tulang yang disebut mieloid dan sebagian di jaringan limfe yang disebut limfoid. Mieloid terdiri atas granulosit, monosit serta sedikit limfosit, sedangkan limfoid terdiri atas limfosit dan sel-sel plasma (Guyton dan Hall 2006).
Leukositosis adalah suatu keadaan jumlah leukosit berada di atas kisaran nilai normal, sedangkan leukopenia merupakan kondisi di mana jumlah leukosit berada di bawah kisaran nilai normal (Kiswari 2014). Dua keadaan tersebut dipengaruhi oleh peningkatan atau penurunan dari neutrofil, eosinofil, basofil, monosit, dan limfosit (Frandson et al. 2009). Jumlah leukosit total pada sapi dalam sirkulasi darah berkisar antara 4-12 x 103 /µL (PennVet 2003).
Limfosit
5 Berdasarkan ukurannya limfosit dibedakan menjadi dua, yaitu limfosit kecil dan limfosit besar (Kiswari 2014). Limfosit juga dibedakan menjadi dua tipe fungsional yaitu limfosit B dan limfosit T. Dua jenis limfosit ini memiliki kemampuan untuk meningkatkan kekebalan seluler dan humoral (Guyton dan Hall 2006). Pembentukan limfosit B terjadi di dalam sumsum tulang. Limfosit B dan turunannya berkembang menjadi sel-sel plasma, yang membuat dan menyekresikan antibodi. Limfosit T mengalami maturasi dalam timus dan tidak membuat antibodi dan reseptor antigen pada permukaannya seperti limfosit B (Peckham 2014).
Jumlah limfosit yang tinggi dalam sirkulasi darah disebut limfositosis. Limfositotis dapat disebabkan oleh infeksi virus, bakteri, dan parasit (Kiswari 2014). Sementara itu, limfopenia merupakan keadaan di mana jumlah limfosit dalam sirkulasi darah berada di bawah kisaran normal. Menurunnya jumlah limfosit dalam sirkulasi darah dapat dipengaruhi oleh kortikosteroid yang akan meningkatkan mobilisasi limfosit ke jaringan. Penurunan pembentukan limfosit (limfopoiesis) dapat terjadi akibat timektomi, radiasi, dan kemoterapi. Infeksi virus akut mengakibatkan penyimpanan limfosit pada organ limfoid meningkat sehingga dapat menyebabkan rendahnya limfosit dalam sirkulasi darah (Guyton dan Hall 2006).
Monosit
Monosit merupakan jenis leukosit berukuran paling besar diantara semua jenis leukosit dengan diameter hingga 20 µm, inti sel seperti biji kacang, dan sitoplasma tampak biru keabu-abuan dengan pewarnaan Giemsa (Peckham 2014). Jumlah monosit dalam sirkulasi darah sapi berkisar antara 0.20-0.84 x 103 /µL (PennVet 2003).
Monosit merupakan sel makrofag muda yang terdapat di dalam sirkulasi darah. Monosit berperan sebagai lapis pertahanan tubuh kedua untuk melakukan fagositosis sel debris hasil peradangan atau infeksi, menghancurkan partikel asing dan jaringan mati, dan mengolah bahan asing sedemikian rupa sehingga bahan asing tersebut dapat membangkitkan tanggap kebal (Guyton dan Hall 2006). Neutrofil
Neutrofil dikenal sebagai lapis pertahanan pertama jika terjadi serangan agen infeksi (Kiswari 2014). Berdiameter 12-14 µm, inti sel multilobus, sitoplasma merah muda pucat berisi granula berwarna ungu. Neutrofil bersifat motil dan fagositik, bersirkulasi selama 6-10 jam dalam darah dan kemudian memasuki jaringan (Peckham 2014). Neutrofil merupakan leukosit jenis polimorfonuklear (PMN), karena memiliki inti sel dengan bentuk yang beragam (Kiswari 2014).
6
Jumlah neutrofil yang meningkat dalam sirkulasi darah diantaranya dapat disebabkan oleh peradangan, stres akut, kerusakan jaringan atau nekrosis. (Kiswari 2014). Peningkatan tersebut dikenal sebagai neutrofilia (Frandson et al.
2009). Infeksi merupakan penyebab utama terjadinya neutrofilia. Neutropenia adalah penurunan jumlah neutrofil di bawah kisaran normal. Neutropenia diantaranya disebabkan oleh malnutrisi yaitu kekurangan vitamin B12 atau asam folat dan tembaga, infeksi virus, dan pemberian obat dengan dosis tinggi, misalnya antitiroid (Kiswari 2014).
Eosinofil
Eosinofil merupakan jenis granulosit dengan kemampuan fagositosis yang lemah (Guyton dan Hall 2006). Berdiameter 12-15 µm, inti berlobus, sitoplasma banyak mengandung granula besar berwarna merah cerah dengan pewarnaan Giemsa (Peckham 2014). Jumlah eosinofil dalam sirkulasi darah sapi berkisar antara 0-0.17 x 103 /µL (PennVet 2003).
Eosinofilia yaitu peningkatan jumlah eosinofil dalam sirkulasi darah yang melebihi batas kisaran normal. Umumnya disebabkan oleh infeksi parasit, reaksi alergi, dan penyakit kulit atopik. Eosinofilia juga dapat disebabkan oleh neoplasma, autoimun, penyakit kolagen, dan reaksi alergi (Kiswari 2014). Rendahnya jumlah eosinofil di bawah kisaran normal dalam sirkulasi darah disebut eosinopenia (Frandson et al. 2009).
Basofil
Basofil merupakan jenis leukosit yang paling sedikit ditemukan dalam sirkulasi darah (PennVet 2003). Jenis granulosit ini memiliki ciri khas pada sitoplasma yang dipenuhi oleh granula berukuran besar dan menutupi inti sel, yang dengan pewarnaan Giemsa menghasilkan warna biru tua (Kiswari 2014). Diameter sel berkisar antara 14-16 µm dan inti sel berwarna biru atau ungu gelap (Peckham 2014).
Granula basofil mengandung heparin (antikoagulan), histamin, prostaglandin, dan serotonin (Guyton dan Hall 2006; Peckham 2014). Basofil memiliki reseptor imunoglobulin E (IgE) (Peckham 2014). Imunoglobulin E merupakan antibodi yang menyebabkan reaksi alergi dan memiliki sifat untuk melekat pada sel mast dan basofil, sehingga kedua sel ini berperan dalam beberapa tipe reaksi alergi. Reaksi antigen-antibodi menyebabkan rupturnya sel mast dan basofil disertai keluarnya mediator peradangan yang menimbulkan reaksi alergi (Guyton dan Hall 2006).
7
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan dari bulan Mei sampai November 2013 di Laboratorium Patologi Klinik, Divisi Penyakit Dalam, Departemen Klinik Reproduksi dan Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Pengambilan sampel darah dilakukan di peternakan rakyat di desa Citapen, Kecamatan Ciawi, Bogor.
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada penelitian meliputi disposable syringe,
vacutainer berantikoagulan tripotassium ethylene diamine tetra-acetic acid (K3 EDTA), cool box, mikroskop, hemositometer (kamar hitung dan pipet leukosit),
mechanical shaker, counter, gelas obyek, cover glass, bak pewarnaan, tabung reaksi, rak tabung reaksi, label, tisu, dan pipet. Bahan yang digunakan meliputi air, pakan, suplemen Zn, sampel darah sapi, alkohol 70%, larutan Turk, metanol, larutan Giemsa 10%, dan minyak imersi. Hewan penelitian yang digunakan adalah anak sapi FH sebanyak 9 ekor berumur antara 6-10 bulan.
Prosedur Penelitian Hewan Penelitian
Hewan penelitian dibagi menjadi tiga kelompok perlakuan dengan masing-masing kelompok terdiri atas tiga ekor. Pengelompokan dilakukan berdasarkan perbedaan kandungan mineral Zn yang ditambahkan ke dalam konsentrat, yaitu kelompok yang diberi pakan tanpa suplementasi Zn (kontrol), kelompok yang diberi pakan dengan suplementasi Zn sebesar 60 ppm, dan kelompok yang diberi pakan dengan suplementasi Zn sebesar 120 ppm.
Pakan yang diberikan berupa rumput dan konsentrat yang disesuaikan dengan kebutuhan ternak. Konsentrat yang diberikan sesuai standard National Research Council (NRC) seperti yang disajikan pada Tabel 1. Konsentrat yang telah disusun dicampur dengan suplemen Zn dan diberikan setiap hari sebanyak dua kali sehari, yaitu pagi dan sore selama tiga bulan. Air minum diberikan secara
8
Pengambilan sampel darah dilakukan pada saat sebelum suplementasi Zn, selanjutnya setiap bulan sebanyak satu kali selama tiga bulan. Pengambilan sampel darah dilakukan melalui vena jugularis. Lokasi pengambilan sampel darah terlebih dahulu dibersihkan dengan kapas yang telah dibasahi dengan alkohol, kemudian sampel darah diambil sebanyak 2 ml dengan menggunakan disposable syringe 5 ml. Sampel darah kemudian dipindahkan ke dalam vacutainer yang berisi antikoagulan K3EDTA. Sampel darah dimasukkan ke dalam cool box, dan segera dibawa ke laboratorium untuk dianalisis terhadap jumlah total dan diferensial leukosit.
Penghitungan Jumlah Leukosit Total
Jumlah leukosit total dihitung menggunakan hemositometer. Sampel darah dihisap menggunakan pipet leukosit dan aspirator sampai tera 0.5. Dinding pipet leukosit yang terkena darah dibersihkan dengan tisu dan tidak boleh mengenai ujung mulut pipet. Selanjutnya, larutan Turk dihisap hingga tera 11, dinding pipet leukosit dibersihkan kembali dengan hati-hati jangan sampai menyentuh mulut pipet, aspirator dilepaskan. Pipet leukosit kemudian dihomogenkan menggunakan
mechanical shaker. Setelah itu, sekitar 2-3 tetes pertama isi pipet dibuang, kemudian dimasukkan ke dalam kamar hitung dan ditutup dengan cover glass. Pembacaan dilakukan di bawah mikroskop dengan pembesaran 10 x 40 (Kiswari 2014).
Diferensiasi Leukosit
9 ditemukan dihitung hingga jumlah leukosit mencapai 100. Nilai absolut diperoleh dengan mengalikan persentase masing-masing jenis leukosit dengan jumlah leukosit total (Kiswari 2014).
Analisis Data
Data yang diperoleh dianalisis menggunakan uji analysis of variance
(ANOVA) dan dilanjutkan dengan uji Duncan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Leukosit
Rataan jumlah leukosit total pada anak sapi FH semua kelompok perlakuan sebelum dan sesudah suplementasi Zn disajikan pada Tabel 2. Rataan jumlah leukosit total tidak berbeda nyata antar waktu pengamatan pada semua kelompok perlakuan (P>0.05) (Tabel 2). Rataan jumlah leukosit total juga tidak berbeda nyata antar kelompok perlakuan (P>0.05). Namun demikian, terdapat kecenderungan adanya perubahan profil pada masing-masing kelompok perlakuan setelah suplementasi Zn. Rataan jumlah leukosit total pada kelompok Zn 60 ppm cenderung menurun setelah satu bulan suplementasi Zn, dan cenderung meningkat pada bulan berikutnya. Profil yang berbeda ditunjukkan oleh kelompok Zn 120, dimana jumlah leukosit total pada kelompok ini memperlihatkan adanya kecenderungan meningkat setelah suplementasi. Kelompok Zn 120 ppm memperlihatkan profil jumlah leukosit total yang mirip dengan kelompok kontrol. Rataan jumlah leukosit total tertinggi dijumpai pada kelompok Zn 60 ppm setelah dua bulan suplementasi Zn. Rataan jumlah leukosit total pada semua kelompok perlakuan selama pengamatan berada dalam kisaran referensi normal menurut PennVet (2003) yaitu antara 4-12 x 103 /µL.
Tabel 2 Rataan jumlah leukosit total (x103/µL) anak sapi Friesian Holstein
sebelum dan sesudah suplementasi Zn
Perlakuan Waktu pengamatan bulan ke-
0 1 2 3
Kontrol 7.32±1.53 a 9.07±4.01 a 10.02±1.97 a 7.67±2.40 a Zn 60 ppm 7.15±1.25 ab 6.25±3.35 a 11.18±2.44 ab 7.15±1.23 ab Zn 120 ppm 7.28±1.06a 8.07±2.09 a 8.40±2.77 a 6.78±1.58 a Keterangan: huruf superscript yang sama pada baris yang sama menunjukkan hasil yang tidak
berbeda nyata pada taraf uji 5% (P>0.05).
10
3). Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan jumlah leukosit total dipengaruhi oleh peningkatan jumlah limfosit. Frandson et al. (2009) menyatakan bahwa peningkatan jumlah limfosit pada ruminansia dapat meningkatkan jumlah leukosit total dalam sirkulasi darah.
Rataan jumlah leukosit total tertinggi dijumpai pada bulan ke-2 dan terjadi pada semua kelompok perlakuan. Hal ini diduga dipengaruhi oleh status Zn dalam tubuh. Menurut Widhyari (2012), apabila kadar Zn dalam tubuh berkurang maka penyerapan Zn akan meningkat. Hal ini dilakukan oleh tubuh agar kebutuhan Zn tetap tercukupi. Penyerapan Zn yang meningkat diduga dapat meningkatkan jumlah limfosit karena Zn bertanggung jawab terhadap kerja timus sebagai tempat maturasi limfosit T muda dan fungsi limfosit T dewasa dalam perifer (Winarsi 2010). Penyerapan Zn yang meningkat mampu meningkatkan jumlah limfosit yang akan memengaruhi jumlah leukosit total dalam sirkulasi darah.
Peningkatan rataan jumlah leukosit total untuk semua kelompok perlakuan tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (P>0.05). Widhyari (2005) melaporkan bahwa, suplementasi Zn pada kambing peranakan etawa pada periode sekitar partus tidak disertai dengan peningkatan jumlah leukosit total, yang mengindikasikan bahwa Zn tidak bekerja pada rangsangan leukopoiesis, yaitu proses pembentukan leukosit, tetapi diduga bekerja pada peningkatan kinerja leukosit.
Limfosit
Tabel 3 memperlihatkan rataan jumlah limfosit pada anak sapi FH semua kelompok perlakuan sebelum dan sesudah suplementasi Zn. Profil rataan jumlah limfosit (Tabel 3) pada penelitian ini mirip dengan profil rataan jumlah leukosit total (Tabel 2).
Tabel 3 Rataan jumlah limfosit (x103/µL) anak sapi Friesian Holstein sebelum dan sesudah suplementasi Zn
Perlakuan Waktu pengamatan bulan ke-
0 1 2 3
Kontrol 3.57±1.69 a 4.02±1.73 ab 6.54±1.04 ab 4.42±1.24 ab Zn 60 ppm 3.57±0.77 a 3.23±2.03 a 7.90±2.02 b 4.31±0.74 a Zn 120 ppm 3.85±1.26 a 3.91±1.06 a 4.96±1.29 a 4.05±1.11 a Keterangan: huruf superscript yang sama pada baris yang sama menunjukkan hasil yang tidak
berbeda nyata pada taraf uji 5% (P>0.05).
11 Menurut penelitian Guo dan Wang (2013), pasien hemodialisis yang menerima suplementasi Zn menunjukkan jumlah limfosit yang lebih tinggi secara nyata dibandingkan dengan pasien yang tidak menerima suplementasi Zn.
Peningkatan jumlah limfosit pada penelitian ini diduga disebabkan oleh suplementasi Zn. Zinc dapat meningkatkan produksi interleukin-1 oleh monosit. Interleukin-1berfungsi untuk meningkatkan produksi interleukin-2 yang berperan sebagai stimulan dalam proliferasi limfosit B dan limfosit T (Guyton dan Hall 2006). Zinc merupakan kofaktor penting bagi timulin, yaitu hormon yang diproduksi oleh timus. Timulin berfungsi untuk mengatur diferensiasi limfosit T muda dan fungsi limfosit T dewasa serta memodulasi pelepasan sitokin oleh
peripheral blood mononuclear cells (Ibs dan Rink 2003).
Neutrofil
Tabel 4 memperlihatkan adanya peningkatan rataan jumlah neutrofil di atas normal pada kelompok kontrol pada bulan ke-1 setelah suplementasi Zn. Kisaran normal jumlah neutrofil pada sapi berkisar antara 0.6-4 x 103 /µL (PennVet 2003). Peningkatan jumlah neutrofil di atas kisaran normal disebut neutrofilia (Frandson
et al. 2009). Rataan jumlah neutrofil anak sapi FH semua kelompok perlakuan sebelum dan sesudah suplementasi Zn disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4 Rataan jumlah neutrofil (x103/µL) anak sapi Friesian Holstein sebelum dan sesudah suplementasi Zn
Perlakuan Waktu pengamatan bulan ke-
0 1 2 3
Kontrol 3.11±1.37a 4.22±2.12a 3.12±0.73a 2.81±1.13a Zn 60 ppm 2.99±1.47a 2.53±1.17a 2.78±0.80a 2.35±0.69a Zn 120 ppm 2.91±0.45a 3.78±1.12a 2.85±1.17a 2.12±0.48a Keterangan: huruf superscript yang sama pada baris yang sama menunjukkan hasil yang tidak
berbeda nyata pada taraf uji 5% (P>0.05).
Peningkatan jumlah neutrofil pada kelompok kontrol diduga karena hewan cenderung lebih mudah stres dibandingkan dengan kelompok yang disuplementasi Zn. Stres dapat terjadi akibat trauma fisik, infeksi, adanya perubahan cuaca yang ekstrim, faktor lingkungan, dan status fisiologis hewan. Kondisi stres menyebabkan peningkatan sekresi kortisol, jenis hormon glukokotikoid, dari korteks adrenal (Guyton dan Hall 2006). Peningkatan hormon glukokortikoid akan menginduksi L-selektin yaitu suatu molekul yang terdapat pada permukaan sel untuk melakukan pergerakan, mengakibatkan neutrofil bermigrasi dari pool
marginal ke sirkulasi darah sehingga terjadi neutrofilia (Widhyari 2005).
12
Zn 120 ppm. Menurut Widhyari (2005), kambing peranakan etawa pada periode sekitar partus yang diberi pakan mengandung Zn 60 mg/kg berat kering menunjukkan profil jumlah neutrofil yang lebih stabil dibandingkan dengan kelompok kontrol dan kelompok yang diberi pakan mengandung Zn 80 mg/kg berat kering. Hal ini diduga bahwa kelompok Zn 60 ppm lebih mampu menekan faktor stres yaitu kortisol. Menurut Widhyari et al. (2011), kadar kortisol pada kambing peranakan etawa saat partus yang diberi tambahan Zn sebanyak 60 mg/kg berat kering lebih rendah dibandingkan dengan kambing etawa yang diberi tambahan Zn sebanyak 40 dan 80 mg/kg berat kering.
Rataan jumlah neutrofil sapi FH tidak menunjukkan perbedaan yang nyata antar kelompok perlakuan (P>0.05). Pinna et al. (2002) melaporkan bahwa, penambahan Zn pada manusia dengan kondisi sehat tidak berpengaruh terhadap jumlah neutrofil dalam darah. Hal ini diduga karena suplemetasi Zn lebih berperan dalam meningkatkan kinerja neutrofil. Menurut Widhyari (2012), penambahan Zn sebanyak 60 mg/kg berat kering dalam pakan pada kambing peranakan etawa saat partus mampu meningkatkan secara nyata kapasitas fagositosis sel PMN dibandingkan dengan kelompok kontrol dan kelompok yang diberi pakan mengandung Zn 80 mg/kg berat kering.
Monosit
Rataan jumlah monosit anak sapi FH pada semua kelompok perlakuan tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (P>0.05) sepanjang waktu pengamatan. Rataan jumlah monosit anak sapi FH semua kelompok perlakuan sebelum dan sesudah suplementasi Zn dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5 Rataan jumlah monosit (x103/µL) anak sapi Friesian Holstein sebelum dan sesudah suplementasi Zn
Perlakuan Waktu pengamatan bulan ke-
0 1 2 3
Kontrol 0.38±0.03a 0.57±0.23a 0.29±0.19a 0.32±0.06a Zn 60 ppm 0.37±0.14a 0.31±0.17a 0.20±0.26a 0.30±0.06a Zn 120 ppm 0.35±0.09a 0.23±0.07a 0.36±0.23a 0.42±0.13a Keterangan: huruf superscript yang sama pada baris yang sama menunjukkan hasil yang tidak
berbeda nyata pada taraf uji 5% (P>0.05).
13 dan Rink (2003), bahwa suplementasi Zn secara in vitro sebanyak 500 µmol.l-1 mampu memengaruhi aktivitas limfosit T dan monosit.
Kim et al. (2008) melaporkan bahwa, kapasitas fagositosis monosit pada anjing Beagle yang diberi tambahan Zn sebanyak 100 µM meningkat secara nyata.
Zinc mampu menginduksi produksi TNF-α (Tumor Necrosis Factor Alpha), yaitu sitokin yang disekresikan oleh makrofag, salah satu fungsinya adalah meningkatkan kapasistas fagositosis sel PMN dan monosit.
Eosinofil
Rataan jumlah eosinofil ketiga kelompok sapi FH sebelum diberi suplemen Zn menunjukkan nilai di atas kisaran normal. Jumlah eosinofil pada sapi dalam sirkulasi darah berkisar antara 0-0.17 x 103 /µ L (PennVet 2003). Kondisi dimana jumlah eosinofil meningkat di atas kisaran normal, disebut sebagai eosinofilia (Frandson et al. 2009). Rataan jumlah eosinofil anak sapi FH semua kelompok perlakuan sebelum dan sesudah diberi suplemen Zn disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6 Rataan jumlah eosinofil (x103/µL) anak sapi Friesian Holstein sebelum dan sesudah suplementasi Zn
Perlakuan Waktu pengamatan bulan ke-
0 1 2 3
Kontrol 0.26±0.17a 0.26±0.10a 0.07±0.13a 0.13±0.09a Zn 60 ppm 0.24±0.03a 0.17±0.12a 0.31±0.33a 0.19±0.19a Zn 120 ppm 0.18±0.13a 0.15±0.04a 0.23±0.10a 0.19±0.14a Keterangan: huruf superscript yang sama pada baris yang sama menunjukkan hasil yang tidak
berbeda nyata pada taraf uji 5% (P>0.05).
Satu bulan setelah suplementasi Zn, rataan jumlah eosinofil pada kelompok yang disuplementasi Zn menurun ke kisaran nilai normal, sedangkan pada kelompok kontrol tetap di atas kisaran nilai normal. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Scott dan Koski (2000), dimana tikus yang mengalami eosinofilia, segera menurun jumlah eosinofilnya setelah diberi suplemen Zn dibandingkan dengan tikus yang tidak diberi suplemen Zn.
14
Kelompok Zn 60 ppm dan 120 ppm mengalami penurunan rataan jumlah eosinofil pada akhir pengamatan. Hal ini diduga disebabkan oleh status Zn dalam tubuh. Menurut Suprijati (2013), ketika kebutuhan Zn telah tercukupi maka tubuh akan mengurangi penyerapan Zn. Hal ini dilakukan oleh tubuh untuk menjaga keseimbangan kadar Zn dalam tubuh.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Suplementasi Zn sebesar 60 dan 120 ppm dalam pakan tidak memengaruhi jumlah leukosit total, neutrofil, monosit, dan eosinofil. Namun demikian, suplementasi Zn sebesar 60 ppm dalam pakan mampu meningkatkan jumlah limfosit anak sapi Friesian Holstein pada dua bulan setelah suplementasi.
Saran
Perlu dilakukan penelitian dengan jumlah hewan coba lebih banyak, waktu pengamatan yang lebih lama, dan sumber Zn yang berbeda, serta penelitian tentang pengaruh Zn terhadap kinerja leukosit anak sapi Friesian Holstein.
DAFTAR PUSTAKA
[AAK] Aksi Agraris Kanisius. 1991. Beternak Sapi Perah. Yogyakarta (ID): Kanisius.
Ajayi OB. 2008. Effect of zinc deficiency on haematological parameters and mineral content of selected tissues in albino rats. Pak J Nutr. 7(4):543-545. Bamualim AM, Kusmartono, Kuswandi. 2009. Aspek nutrisi sapi perah. Di
dalam: Santosa KA, Diwyanto K, Toharmat T, editor. Peternakan Sapi Perah di Indonesia. Bogor (ID): LIPI Press. Hlm 165-209.
Bao B, Prasad AS, Beck FWJ, Godmere M. 2003. Zinc modulates mRNA levels of cytokines. Am J Physiol Endocrinol Metab. 285:E1095-E1102.
Chen CH, Huang YL, Chuan MY. 2004. The influence of zinc in mice on infection with Angiostrongylus cantonensis. Parasitol Res. 94(1):74-81.
Djaja W, Matondang RH, Haryono. 2009. Aspek manajemen usaha sapi perah. Di dalam: Santosa KA, Diwyanto K, Toharmat T, editor. Peternakan Sapi Perah di Indonesia. Bogor (ID): LIPI Press. Hlm 27-69.
Fraker PJ, King LE, Tonya L, Teresa LV. 2000. The dynamic link between the integrity of the immune system and zinc status. J Nutr. 130:1399S-1406S. Frandson RD, Wilke AL, Fails AD. 2009. Anatomy and Physiology of Farm
Animals. Ed ke-7. Colorado (US): Wiley-Blackwell.
15 Guyton AC, Hall JE. 2006. Textbook of Medical Physiology. Ed ke-11.
Philadelphia (US): Elsevier Saunders.
Ibs KH, Rink L. 2003. Zinc-altered immune function. J Nutr. 133:1452S-1456S. Indriani AP, Muktiani A, Pangestu E. 2013. Konsumsi dan produksi protein susu
sapi perah laktasi yang diberi suplemen temulawak (Curcuma xanthorrhiza) dan seng proteinat. Anim Agricul J. 2(1):128-135.
Kiswari R. 2014. Hematologi & Transfusi. Jakarta (ID): Erlangga Medical Series. Kim YJ, Kang JH, Yang MP. 2008. Zinc increases the phagocytic capacity of
canine peripheral blood phagocytes in vitro. Vet Res Commun. 33:251-261. Manurung DNM, Nasrul E, Medison I. 2013. Gambaran jumlah eosinofil darah
tepi penderita asma bronkial di bangsal paru RSUD Dr. M. Djamil Padang. J Kesehat Andal. 2(3):122-126.
Muchtadi D. 2009. Gizi Anti Penuaan Dini. Bandung (ID): Alfabeta.
[NRC] National Research Council. 2001. Nutrient Requirements of Dairy Cattle. Washington, D.C. (US): National Academy Press.
[PennVet] University of Pennsylvania School of Veterinary Medicine. 2003.
Haematology Normal Values for Cattle [Internet]. [diunduh 2013 Agustus 15]. Tersedia pada: http://research.vet.upenn.edu/fieldservice/Dairy/Clinical Pathology/tabid/3848/Default.aspx.
Peckham M. 2014. At a Glance Histologi. Jakarta (ID): Erlangga Medical Series Pinna K, Kelley DS, Taylor PC, King JC. 2002. Immune functions are maintained
in healthy men with low zinc intake. J Nutr. 132:2033-2036.
Raqib R, Hossain MB. Kelleher SL. Stephensen CB, Lonnerdal B. 2007. Zinc supplementation of pregnant rats with adequate zinc nutriture suppresses immune functions in their offspring. J Nutr. 137:1037-1042.
Rink L, Kirchner H. 2000. Zinc-altered immune function and cytokine production.
J Nutr. 130:1407S-1411S.
Scott ME, Koski KG. 2000. Zinc deficiency impairs immune responses against parasitic nematode infections at intestinal and systemic sites. J Nutr. 130:1412S-1420S.
Someya Y, Tanihata J, Sato S, Kawano F, Shirato K, Sugiyama M, Kawashima Y, Nomura S. 2009. Zinc-deficiency induced changes in the distribution of rat white blood cells. J Nutr Sci Vitaminol. 55:162-169.
Simonyte S, Cerkasin G, Planciuniene R, Naginiene R, Ryselis S, Ivanov L. 2003. Influence of cadmium and zinc on the mice resistance of Listeria monocytogenes infection. Medicina. 39(8):767-772.
Subandriyo dan Adiarto. 2009. Sejarah perkembangan peternakan sapi perah. Di dalam: Santosa KA, Diwyanto K, Toharmat T, editor. Peternakan Sapi Perah di Indonesia. Bogor (ID): LIPI Press. Hlm 1-25.
Suprijati. 2013. Seng organik sebagai imbuhan pakan ruminansia. Wartazoa.
23(3):142-157.
Syawal S, Purwanto BP, Permana IG. 2013. Studi hubungan respon ukuran tubuh dan pemberian pakan terhadap pertumbuhan sapi pedet dan dara pada lokasi yang berbeda. JTTP. 2(3):175-188.
[WHFF] World Holstein Friesian Federation. 2013. Holstein Champions
16
Widhyari SD. 2005. Patofisiologi sekitar partus pada kambing peranakan etawah: kajian peran suplementasi zincum terhadap respons imunitas dan produktivitas [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Widhyari SD, Wientarsih I, Soehartono H, Kompiang IP, Winarsih W. 2009. Efektivitas pemberian kombinasi mineral zinc dan herbal sebagai imunomodulator. JIPI. 14(1): 30-40.
Widhyari SD, Widodo S, Wibawan IWT, Sutama IK, Esfandiari A. 2011. Profil kadar kortisol dan seng pada kambing peranakan etawa saat melahirkan yang diberi tambahan seng dalam pakannya. J Vet. 12(3):220-228.
Widhyari SD. 2012. Peran dan dampak defisiensi zinc (Zn) terhadap sistem tanggap kebal. Wartazoa. 22(3):141-148.
Winarsi H. 2010. Protein Kedelai dan Kecambah Manfaatnya Bagi Kesehatan. Yogyakarta (ID): Kanisius.
17 Lampiran 1 Uji ANOVA sebelum suplementasi Zn berdasarkan kelompok
perlakuan
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Leukosit Between Groups 46666.667 2 23333.333 .014 .986 Within Groups 1.007E7 6 1678888.889
Total 1.012E7 8
Limfosit Between Groups 161226.889 2 80613.444 .048 .953 Within Groups 1.003E7 6 1671275.222
Total 1.019E7 8
Monosit Between Groups 882.000 2 441.000 .047 .954 Within Groups 55846.000 6 9307.667
Total 56728.000 8
Neutrofil Between Groups 63890.667 2 31945.333 .023 .978 Within Groups 8513017.333 6 1418836.222
Total 8576908.000 8
Eosinofil Between Groups 11352.667 2 5676.333 .373 .703 Within Groups 91261.333 6 15210.222
Total 102614.000 8
Lampiran 2 Uji Duncan sebelum suplementasi Zn berdasarkan kelompok perlakuan
18
Lampiran 3 Uji ANOVA setelah 1 bulan suplementasi Zn berdasarkan kelompok perlakuan
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Leukosit Between Groups 1.223E7 2 6116944.444 .580 .589
Within Groups 6.331E7 6 1.055E7
Total 7.555E7 8
Limfosit Between Groups 1090881.556 2 545440.778 .198 .825 Within Groups 1.649E7 6 2748779.556
Total 1.758E7 8
Monosit Between Groups 184790.889 2 92395.444 3.241 .111 Within Groups 171052.000 6 28508.667
Total 355842.889 8
Neutrofil Between Groups 4584427.556 2 2292213.778 .967 .432 Within Groups 1.422E7 6 2369356.444
Total 1.880E7 8
Eosinofil Between Groups 21200.222 2 10600.111 1.226 .358 Within Groups 51878.000 6 8646.333
Total 73078.222 8
Lampiran 4 Uji Duncan setelah 1 bulan suplementasi Zn berdasarkan kelompok perlakuan
19 Lampiran 5 Uji ANOVA setelah 2 bulan suplementasi Zn berdasarkan kelompok
perlakuan
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Leukosit Between Groups 1.172E7 2 5860833.333 1.003 .421 Within Groups 3.505E7 6 5842222.222
Total 4.678E7 8
Limfosit Between Groups 1.302E7 2 6509216.778 2.866 .134 Within Groups 1.363E7 6 2270931.111
Total 2.664E7 8
Monosit Between Groups 41261.556 2 20630.778 .402 .686 Within Groups 307753.333 6 51292.222
Total 349014.889 8
Neutrofil Between Groups 192838.889 2 96419.444 .114 .894 Within Groups 5077167.333 6 846194.556
Total 5270006.222 8
Eosinofil Between Groups 85310.889 2 42655.444 .958 .436 Within Groups 267262.667 6 44543.778
Total 352573.556 8
Lampiran 6 Uji Duncan setelah 2 bulan suplementasi Zn berdasarkan kelompok perlakuan
Eosinofil Kontrol 3 73.00
Zn 120 ppm 3 225.67
Zn 60 ppm 3 308.00
Sig. .235
20
Lampiran 7 Uji ANOVA setelah 3 bulan suplementasi Zn berdasarkan kelompok perlakuan
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Leukosit Between Groups 1181666.667 2 590833.333 .182 .838 Within Groups 1.951E7 6 3251388.889
Total 2.069E7 8
Limfosit Between Groups 214070.889 2 107035.444 .097 .909 Within Groups 6643416.667 6 1107236.111
Total 6857487.556 8
Monosit Between Groups 24522.667 2 12261.333 1.610 .276 Within Groups 45701.333 6 7616.889
Total 70224.000 8
Neutrofil Between Groups 732273.556 2 366136.778 .560 .598 Within Groups 3921361.333 6 653560.222
Total 4653634.889 8
Eosinofil Between Groups 7864.889 2 3932.444 .177 .842 Within Groups 133084.000 6 22180.667
Total 140948.889 8
Lampiran 8 Uji Duncan setelah 3 bulan suplementasi Zn berdasarkan kelompok perlakuan
Eosinofil Kontrol 3 128.33
Zn 60 ppm 3 189.67
Zn 1200 ppm 3 192.33
Sig. .628
21 Lampiran 9 Uji ANOVA pada kelompok kontrol berdasarkan waktu pengamatan
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Leukosit Between Groups 1.414E7 3 4715000.000 .672 .593 Within Groups 5.612E7 8 7014583.333
Total 7.026E7 11
Limfosit Between Groups 1.557E7 3 5188573.417 2.452 .138 Within Groups 1.693E7 8 2116001.583
Total 3.249E7 11
Monosit Between Groups 145836.250 3 48612.083 2.109 .177 Within Groups 184416.667 8 23052.083
Total 330252.917 11
Neutrofil Between Groups 3470533.667 3 1156844.556 .566 .653 Within Groups 1.636E7 8 2045060.750
Total 1.983E7 11
Eosinofil Between Groups 80921.583 3 26973.861 1.727 .239 Within Groups 124961.333 8 15620.167
Total 205882.917 11
Lampiran 10 Uji Duncan pada kelompok kontrol berdasarkan waktu pengamatan Subset for alpha = 0.05
Neutrofil Bulan ke-3 3 2807.67
22
Lampiran 11 Uji ANOVA pada kelompok perlakuan Zn 60 ppm berdasarkan waktu pengamatan
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Leukosit Between Groups 4.387E7 3 1.462E7 2.891 .102 Within Groups 4.047E7 8 5058958.333
Total 8.434E7 11
Limfosit Between Groups 4.154E7 3 1.385E7 5.944 .020 Within Groups 1.864E7 8 2329726.917
Total 6.018E7 11
Monosit Between Groups 45457.583 3 15152.528 .520 .681 Within Groups 233295.333 8 29161.917
Total 278752.917 11
Neutrofil Between Groups 703875.000 3 234625.000 .202 .892 Within Groups 9276450.667 8 1159556.333
Total 9980325.667 11
Eosinofil Between Groups 32393.667 3 10797.889 .271 .844 Within Groups 318358.000 8 39794.750
Total 350751.667 11
Neutrofil Bulan ke-3 3 2344.67
23 Lampiran 13 Uji ANOVA pada kelompok perlakuan Zn 120 ppm berdasarkan
waktu pengamatan
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Leukosit Between Groups 4861666.667 3 1620555.556 .413 .748 Within Groups 3.136E7 8 3920000.000
Total 3.622E7 11
Limfosit Between Groups 2415555.000 3 805185.000 .574 .648 Within Groups 1.122E7 8 1402938.000
Total 1.364E7 11
Monosit Between Groups 54530.000 3 18176.667 .894 .485 Within Groups 162640.667 8 20330.083
Total 217170.667 11
Neutrofil Between Groups 4124194.917 3 1374731.639 1.806 .224 Within Groups 6090748.000 8 761343.500
Total 1.021E7 11
Eosinofil Between Groups 9624.250 3 3208.083 .256 .855 Within Groups 100166.667 8 12520.833
Total 109790.917 11
Neutrofil Bulan ke-3 3 2123.00
24