(Kasus: Petani Kedelai di Peudada Kabupaten Bireuen, NAD)
HAYATUL FITRIAH
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN
(Kasus: Petani Kedelai di Peudada Kabupaten Bireuen, NAD)
HAYATUL FITRIAH
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada
Program Studi Ilmu Penyuluhan Pembangunan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN
Darussalam).
Nama : Hayatul Fitriah
NIM : P 051040041
Disetujui, Komisi Pembimbing
Ir. Richard W.E. Lumintang, MSEA Dr. Soenarmo Hatmodjosoewito, M.Ed
Ketua Anggota
Diketahui
Ketua Departemen Komunikasi dan Dekan Sekolah Pascasarjana
Pengembangan Masyarakat
Dr. Ir. Lala M. Kolopaking, MS Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Hubungan Karakteristik Petani Kedelai dengan Kompetensi Berusahatani: Kasus petani di Peudada Kabupaten
Bireuen Nanggroe Aceh Darussalam adalah karya saya sendiri dan belum
diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain, telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Agustus 2007
Puji Syukur kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan hidayah-Nya lah, penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Hubungan Karakteristik Petani Kedelai dengan Kompetensi Berusahatani (Kasus: Petani Kedelai di Peudada
Kabupaten Bireuen, NAD).
penyempurnaan penulisan ini.
Akhirnya, semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi kita semua, terutama kepada pemerintah daerah sebagai masukan dalam mengambil kebijaksanaan.
Bogor, Agustus 2007
Penulis lahir di Bireuen, Nanggroe Aceh Darussalam tanggal 3 0ktober 1977, putri ketiga dari empat bersaudara dari pasangan Bapak (Alm) mohd. Basyah Haspy dan Ibu Nurbaiti A. Gani.
Pendidikan formal yang penulis tempuh,diawali dengan menyelesaikan Sekolah Dasar Negeri Gelanggang Teungoh, tahun 1990. Madrasah Tsanawiyah Swasta Jeumala Amal Lueng Putu, lulus tahun 1993. Melanjutkan ke Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Bireuen, lulus tahun 1996. Menyelesaikan Program Sarjana di Fakultas Pertanian Unsyiah, NAD, tahun 2002.
Penulis merupakan salah seorang tenaga pengajar di Perguruan tinggi Swasta Al-muslim, Mtg Glumpang Dua Kabupaten Bireuen, NAD sampai sekarang.
Halaman
Kegunaan Penelitian... 4
Definisi Istilah... 4
TINJAUAN PUSTAKA ... 7
Faktor Internal ... 7
Hubungan Karakteristik dengan Kompetensi Petani ... 26
KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS ... 31
Faktor Internal ... 38
Umur... 38
Pendidikan Formal... 39
Pengalaman Berusahatani Kedelai ... 40
Pengalaman Manajemen Usahatani ... 40
Motivasi Petani ... 40
Faktor Eksternal ... 41
Luas lahan Usahatani... 41
Pemanfaatan Media ... 42
Hubungan Interpersonal ... 42
Sarana dan Prasarana Produksi ... 42
Kebijakan Pemerintah ... 42
Kompetensi Petani Kedelai ... 43
Pengetahuan ... 44
Sikap ... 45
Ketrampilan ... 46
Hubungan Faktor Internal dengan Kompetensi Petani... 47
Hubungan Faktor Eksternal dengan Kompetensi Petani... 55
KESIMPULAN DAN SARAN ... 61
Kesimpulan ... 61
Saran... 62
Halaman
1. Distribusi Jumlah Sampel di Masing-masing Desa... 33
2. Variabel, Indikator, Sub Indikator dan Cara Pengukuran ... 34
3. Distribusi Petani Kedelai Berdasarkan Faktor Internal ... 38
4. Distribusi Petani Kedelai Berdasarkan Faktor Eksternal ... 41
5. Pengetahuan Petani dalam Berusahatani Kedelai ... 44
6. Sikap Petani dalam Berusahatani Kedelai ... 45
7. Keterampilan Petani dalam Berusahatani Kedelai ... 46
8. Hubungan Faktor Internal dengan Kompetensi Petani ... 47
9. Hubungan Faktor Internal dengan Kompetensi Petani... 55
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1
... Kerangka Pemikiran Penelitian... 41
Gambar 2 ... Distribusi Petani Kedelai berdasarkan Umur ... 48
Gambar 3 ... Distribusi Petani Kedelai berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 50
Gambar 4 ... Distribusi Petani Kedelai berdasarkan Pengalaman... 53
Gambar 5 Distribusi Petani Kedelai berdasarkan Pengalaman Manajemen... 55
Gambar 6 Distribusi Petani Kedelai berdasarkan Motivasi Berusahatani... 56
Gambar 7 Distribusi Petani Kedelai berdasarkan Luas Lahan... 59
Gambar 8 Distribusi Petani Kedelai berdasarkan Pemanfaatan Media ... 60
Gambar 9 Distribusi Petani Kedelai berdasarkan Hubungan Interpersonal ... 62
Gambar 10 Distribusi Petani Kedelai berdasarkan Sarana dan Prasarana ... 63
Gambar 11 Distribusi Petani Kedelai berdasarkan Kebijakan Pemerintah ... 66
Gambar 12 Distribusi Petani Kedelai berdasarkan Pengetahuan Usahatani ... 70
Gambar 13 Distribusi Petani Kedelai berdasarkan Sikap Usahatani ... 71
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 Konfigurasi Bobot, Rataan, Standar Deviasi dan Koefisien
Variasi masing-masing Elemen Stakeholders ... 104 Lampiran 2 Konfigurasi Bobot, Rataan, dan Standar Deviasi dari Elemen
Stakeholders Secara Agregat ... ... 10 7
Lampiran 3 Konfigurasi Bobot, Rataan, Standar Deviasi dan Koefisien Variasi masing-masing Stakeholders terhadap Penanganan Masalah ...
... 11 0
Lampiran 4 Konfigurasi Bobot, Rataan, dan Standar Deviasi Secara Agregat Terhadap Penanganan Masalah...
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Saat ini kedelai merupakan salah satu tanaman multiguna, karena dapat
digunakan untuk sumber pangan, pakan ternak, sampai untuk bahan baku
berbagai industri manufaktur dan olahan, sehingga kebutuhan akan kedelai
mengalami peningkatan yang signifikan. Kebutuhan kedelai di Indonesia setiap
tahun mengalami peningkatan, seiring dengan pertambahan penduduk dan
perbaikan pendapatan per kapita. Namun karena produksi dalam negeri belum
dapat memenuhi kebutuhan tersebut maka Indonesia harus mengimpor kedelai
setiap tahunnya.
Aceh termasuk salah satu penghasil kedelai terbesar di Indonesia dan
merupakan propinsi andalan (B.P.Bimas, 1995). Penghasil kedelai terbanyak di
Aceh adalah di Kota Bireuen. Saat ini, berdasarkan data dari BPS (Badan Pusat
Statistik) tahun 2006, luasan panen kedelai di Aceh mencapai 24.325 Ha, dan
sekitar 52% dari luas panen tersebut berada di kabupaten Bireuen, yaitu sekitar
13.633 Ha dengan produktifitas 1,31 ton/ha.
Banyak program yang telah dilakukan pemerintah dalam usaha
meningkatkan produktivitas kedelai, antara lain melalui program supra
intensifikasi khusus (Supra Insus), intensifikasi khusus (Insus) dan program
intensifikasi Umum (Inmum). Namun keberhasilan program tersebut tidak hanya
terletak pada pemerintah tapi yang lebih menentukan adalah petani itu sendiri.
Keberhasilan petani dalam mengelola usaha taninya sangat tergantung pada
kompetensi yang mereka miliki, baik itu pengetahuan, keterampilan dan juga
sikap.
Kompetensi merupakan kecakapan atau kemampuan yang dimiliki
seseorang, sehingga yang bersangkutan dapat menjalankan perannya dengan
baik. Kompetensi dalam hal ini lebih ditekankan pada pengetahuan, ketrampilan
dan sikap yang seharusnya dikembangkan dalam melakukan pekerjaan tertentu,
sehingga individu tersebut mampu mengerjakan pekerjaannya dengan baik dan
benar. Hasil kerja yang diperoleh merupakan manifestasi dari kompetensi, oleh
karena itu kualitas kerja (kinerja) menunjukkan tingkat kompetensi seseorang
terhadap profesinya.
Kompetensi petani dalam berusaha tani sangat menentukan sukses
sangat ditentukan oleh kemampuan petani menguasai teknik budidaya dan
teknologi pertanian dan akses terhadap modal usaha. Teknik budidaya
mencakup kegiatan pengolahan lahan, penanaman, pemeliharaan, pengendalian
hama dan penyakit tanaman, panen, dan pengelolaan pascapanen. Kegiatan
berusaha tani melalui berbagai tahapan-tahapan mengikuti periode
perkembangan tanaman yang memerlukan perlakuan yang khusus dan berbeda.
Petani dituntut untuk memiliki ketrampilan atau kemampuan yang khusus untuk
menangani tiap tahapan tersebut.
Upaya meningkatkan kompetensi petani, peran penyuluhan juga
sangatlah penting. Melalui penyuluhan, petani mendapatkan banyak informasi
dan pengetahuan baru, petani juga bisa menanyakan solusi dari masalah yang
mereka temui di lapangan dan mendapatkan berbagai masukan yang ada
kaitannya dengan usahatani mereka. Tidak bisa dipungkiri sampai saat ini
petani-petani di Indonesia sebagian besar hidup mereka sangatlah memprihatinkan dan
kompetensi mereka masih tergolong rendah. Meskipun mereka sudah bergelut di
pertanian dalam jangka waktu yang lama, tapi sangat jarang ditemui adanya
peningkatan dalam berusahatani, apalagi peningkatan dalam kompetensi petani,
sehingga tidak terjadi perubahan pada peningkatan pendapatan dan
kesejahteraan hidup.
Berdasarkan uraian di atas, maka diperlukan kajian yang mendalam
melalui penelitian tentang kompetensi petani dalam berusahatani. Petani yang
diamati adalah petani kedelai di Kecamatan Peudada kabupaten Bireuen, NAD.
Kedelai merupakan komoditi andalan dan sangat potensial dikembangkan di
kabupaten Bireuen.
Rumusan Masalah
Sebagian besar petani di Indonesia memiliki kompetensi yang sangat
rendah, baik itu pengetahuan, ketrampilan dan juga sikap dalam pengelolaan
usahataninya.. Minimnya kompetensi petani menyebabkan petani tidak bisa
mandiri. Kompetensi petani merupakan anasir utama berhasilnya proses usaha
tani. Petani merupakan subjek utama yang mengendalikan dan mengelola
berbagai proses usahatani sehingga mampu menghasilkan (berproduksi). Petani
harus mampu mengambil keputusan terhadap usaha yang dipilih, cabang usaha,
itu seorang petani diharuskan memiliki kompetensi yang memadai untuk menjadi
pengelola yang berhasil terhadap usahatani yang dikelolanya.
Petani sebagai anggota masyarakat, memiliki kebebasan untuk
berinteraksi dengan lingkungan di sekitarnya, mempelajari hal-hal baru dan
mengikuti perkembangan yang ada. Hal tersebut akan membentuk karakteristik
petani yang berhubungan dengan tingkat kompetensi mereka dalam
berusahatani.
Bireuen merupakan kawasan sentra kedelai di Propinsi Nanggroe Aceh
Darussalam (NAD). Di samping itu potensi sumber daya alam (SDA) sangat
mendukung untuk budidaya kedelai. Namun dengan potensi yang besar itu
belum dapat dimanfaatkan secara optimal. Salah satu faktor utama terletak pada
kompetensi petani. Menciptakan dan menumbuhkan kompetensi pada petani
bukanlah hal yang mudah, karena yang paling menentukan adalah upaya yang
ada dalam setiap individu/petani itu sendiri, adanya kepedulian pemerintah dan
stakeholders dalam mendukung tercipta dan berkembangnya kompetensi petani.
Berdasarkan uraian di atas maka dapat dirumuskan beberapa masalah
sebagai berikut :
1. Kompetensi apa sajakah yang dikuasai petani kedelai di Kecamatan
Peudada Kabupaten Bireuen NAD?
2. Bagaimanakah hubungan faktor internal petani dengan kompetensi mereka
dalam berusahatani?
3. Bagaimanakah hubungan faktor eksternal petani kedelai dengan kompetensi mereka dalam berusahatani?
Tujuan Penelitian
1. Mengetahui kompetensi apa saja yang dikuasai petani kedelai di Kecamatan Peudada Kabupaten Bireuen NAD
2. Mengetahui hubungan faktor internal petani dengan kompetensi mereka dalam berusahatani.
Kegunaan Penelitian
Penelitian ini mengarahkan perhatian utama pada petani kedelai sebagai
pelaku usahatani, sehingga diharapkan dapat memberikan informasi yang
mendalam mengenai unsur-unsur kompetensi yang harus mereka miliki dan
kuasai dalam berusahatani serta faktor-faktor lain yang berhubungan dengan
keberhasilan mereka dalam berusahatani kedelai.
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dan berguna juga khususnya
sebagai :
1. Bahan masukan bagi pemerintah dalam mengambil kebijakan dibidang
pengembangan pertanian, khususnya dalam budidaya kedelai.
2. Sumber informasi kepada masyarakat, terutama petani kedelai mengenai
kompetensi yang harus mereka kuasai.
3. Meningkatkan pengembangan sumber daya manusia menuju kepada
kemandirian, khususnya peningkatan kompetensi petani pada masa yang
akan datang.
4. Penelitian ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang terkait, khususnya
bagi para pelaksana program pertanian di daerah, dalam menjawab
permasalahan mendasar tentang kondisi kompetensi petani saat ini.
5. Bermanfaat Bagi para akademisi sebagai literatur dan referensi.
Definisi Istilah
Definisi istilah diperlukan untuk memberikan batasan konsep terhadap
lingkup variabel yang akan diteliti, sehingga dapat memudahkan dalam
pengukuran. Istilah yang penting diberikan definisi sesuai dengan tujuan dan
maksud penelitian.
I. Karakteristik petani adalah ciri-ciri yang ada pada diri si petani. karakteristik
terbagi dalam dua faktor, yaitu faktor internal dan faktor eksternal yang
masing-masing didefinisikan sebagai berikut:
Faktor Internal, meliputi :
1. Umur adalah satuan usia dalam tahun yang dihitung sejak lahir sampai
penelitian ini dilakukan. Umur dibagi dalam tiga kategori yaitu; umur
2. Pendidikan formal adalah lamanya petani mengikuti pendidikan formal,
yaitu berdasarkan jenjang dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi.
Kategorinya yaitu; rendah, sedang dan tinggi.
3. Pengalaman berusahatani adalah lamanya petani berusahatani kedelai
dan dinyatakan dalam tahun. Berdasarkan hal tersebut pengalaman
dibagi dalam tiga kategori yaitu; sedikit, cukup dan lama.
4. Pengalaman manajemen usahatani adalah pengalaman petani dalam
menentukan, mengorganisir, mengkoordinasikan faktor-faktor produksi
yang dikuasainya sebaik-baiknya dan mampu memberikan produksi
sebagaimana yang diharapkan, dan dikategorikan dengan: rendah,
sedang dan tinggi.
5. Motivasi merupakan usaha yang dilakukan manusia untuk menimbulkan
dorongan untuk berbuat atau melakukan tindakan. Motivasi dikategorikan
dalam; rendah, sedang dan tinggi.
Faktor Eksternal, meliputi :
6. Luas lahan usahatani adalah areal tanah pertanian yang kelola dan
dimanfaatkan untuk usahatani kedelai, dan dinyatakan dalam hektar (ha).
Luas lahan dibagi dalam kategori; sempit, sedang dan luas.
7. Pemanfaatan media adalah frekuensi petani membaca media tertentu
untuk penambahan informasi dan pengetahuan baru. Kategorinya;
rendah, sedang dan tinggi.
8. Intensitas hubungan interpersonal adalah adanya komunikasi/hubungan
petani dengan orang lain baik itu penyuluh, tokoh masyarakat atau
sesama petani. dikategorikan dalam: Rendah, Sedang, dan Tinggi.
9. Sarana dan prasarana produksi adalah ketersediaan sarana produksi
yang dibutuhkan dalam mendukung kegiatan berusahatani, meliputi;
benih, pupuk, obat-obatan dan Alsin. Berdasarkan hal tersebut dibagi
dalam tiga kategori yaitu; Rendah, Sedang, dan Tinggi.
11. Kebijakan pemerintah dalam bidang pertanian diartikan sebagai perincian
oleh pemerintah mengenai ketentuan dan peraturan yang harus ditaati
dalam penyelenggaraan pertanian. Kategori: Rendah, Sedang, dan
Tinggi.
12. Kompetensi petani kedelai adalah kemampuan yang dimiliki oleh petani
berupa pengetahuan, sikap dan ketrampilan agar dapat mengelola
a. Pengetahuan adalah kemampuan kognitif petani dalam mengelola
usahataninya. Indikatornya adalah:
• pemilihan varietas/benih
• penanaman
• pemupukan
• pengendalian hama penyakit
• pengairan
• panen dan pasca panen
• pemasaran
b. Sikap adalah kecendrungan dan kesediaan petani untuk bertingkah
laku dalam menghadapi rangsangan terhadap cara pengelolaan
usahatani kedelai. Indikatornya meliputi :
• pemilihan varietas/benih
• penanaman
• pemupukan
• pengendalian hama penyakit
• pengairan
• panen dan pasca panen
c. Ketrampilan petani adalah kemampuan psikomotorik petani
mengenai teknis produksi usahatani kedelai. Indikatornya meliputi
pemilihan varietas/benih
• penanaman
• pemupukan
• pengendalian hama penyakit
• pengairan
• panen dan pasca panen
TINJAUAN PUSTAKA
Karakteristik Petani
Karakteristik individu adalah ciri-ciri yang dimiliki oleh individu yang
ditampilkan melalui pola pikir, pola sikap dan pola tindakan terhadap lingkungan
hidupnya (Rafinaldy, 1999: 15). Selanjutnya Halim (1992) menambahkan bahwa
karakteristik individu merupakan ciri-ciri yang dimiliki seseorang dengan semua
aspek dengan lingkungannya. Karakteristik terbentuk oleh faktor biologis dan
sosio psikologis. Pemberdayaan masyarakat terhadap sesuatu obyek tertentu
serta karakteristik individu merupakan salah satu faktor yang penting untuk
diketahui, Karakteristik individu merupakan salah satu faktor yang penting untuk
diketahui dalam rangka mengetahui suatu prilaku dalam masyarakat.
Karakteristik individu merupakan ciri-ciri atau sifat-sifat individual yang
berhubungan dengan semua aspek kehidupan dan lingkungan seseorang. Halim
(1992: 16) mengidentifikasikan karakteristik individu antara lain adalah; umur,
pendidikan formal, luas lahan garapan, sikap terhadap inovasi, dan tingkat
pengetahuan. Selanjutnya Nelly (1988:16) mendefinisikan karakteristik individu
sebagai hasil pembawaan dan lingkungan sosialnya sehingga menentukan pola
aktivitas dalam meraih cita-citanya. Karakteristik petani menentukan
pemahaman petani terhadap informasi pertanian. Karakteristik terbagi dalam dua
faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal.
Faktor Internal
Sampson (1976) menyatakan bahwa faktor internal individu merupakan
ciri-ciri yang dimiliki oleh seseorang yang berhubungan dengan semua aspek
kehidupan dengan lingkungannya. Karakteristik individu secara internal meliputi
variabel seperti umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, status sosial ekonomi,
bangsa, agama dan sebagainya yang saling berinteraksi satu sama lain dalam
menentukan pemberdayaan. Karakteristik petani menentukan pemahaman
petani terhadap informasi pertanian. Adapun faktor internal petani yang dimaksud
dalam penelitian ini adalah; umur, pendidikan formal, pengalaman berusahatani,
Umur
Padmowihardjo (1994:36) mengatakan umur bukan merupakan faktor
psikologis, tetapi apa yang diakibatkan oleh umur adalah faktor psikologis.
Terdapat dua faktor yang menentukan kemampuan seseorang berhubungan
dengan umur. Faktor pertama adalah mekanisme belajar dan kematangan otak,
organ-organ sensual dan otot organ-organ tertentu. Faktor kedua adalah
akumulasi pengalaman dan bentuk-bentuk proses belajar lainnya. Selanjutnya
Wiraatmadja (1986:13) mengemukakan bahwa umur petani akan mempengaruhi
penerimaan petani terhadap hal-hal baru.
Umur merupakan suatu indikator umum tentang kapan suatu perubahan
harus terjadi. Umur menggambarkan pengalaman dalam diri seseorang sehingga
terdapat keragaman tindakannya berdasarkan usia yang dimiliki (Halim, 1992).
Selanjutnya Rakhmat (2001), mengatakan bahwa kelompok orangtua melahirkan
pola tindakan yang pasti berbeda dengan anak-anak muda. Kemampuan mental
tumbuh lebih cepat pada masa anak-anak sampai dengan pubertas, dan agak
lambat sampai awal dua puluhan, dan merosot perlahan-lahan sampai
tahun-tahun terakhir (Berelson dan Steinerdalam Halim, 1992).
Kelompok usia produktif menurut Rochaety dkk (2005:35) adalah petani
yang secara potensial memiliki kesiapan dan menghasilkan pendapatan untuk
mendukung kehidupan dirinya, keluarganya dan masyarakatnya. Namun
kenyataannya tidak sedikit jumlah kelompok usia produktif yang belum berperan
produktif dalam hidupnya. Ketidakmampuan mereka untuk produktif disebabkan
oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal berkaitan dengan
ketidakmampuan akademik dan ketrampilan, kelemahan motif berprestasi dan
penyesuaian diri. Faktor eksternal meliputi; kurangnya pendidikan dan pelatihan
yang sesuai, lingkungan yang kurang kondusif, kurangnya kesempatan kerja.
Soehardjo dan Patong (1984:45) mengemukakan bahwa kemampuan kerja
petani sangat ditentukan oleh umur petani itu sendiri, sehingga mengkategorikan
umur berdasarkan kelompoknya, dimana kisaran umur 0-14 tahun adalah umur
non produktif, 15-54 tahun adalah umur produktif dan kisaran 55 tahun ke atas
Pendidikan
Pendidikan menunjukkan tingkat intelegensi yang berhubungan dengan
daya pikir seseorang. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka
semakin luas pengetahuannya. Pendidikan merupakan proses pembentukan
watak seseorang sehingga memperoleh pengetahuan, pemahaman dan cara
bertingkah laku (Winkel,1986:19-20). Selanjutnya Gonzales (1977) merangkum
pendapat beberapa ilmuwan bahwa pendidikan merupakan suatu faktor yang
menentukan dalam mendapatkan pengetahuan. Pendidikan menggambarkan
tingkat kemampuan kognitif dan derajat ilmu pengetahuan yang dimiliki
seseorang. Muhadjir (1983: 35) menambahkan bahwa tingkat pendidikan
seseorang mempunyai pengaruh pada partisipasi ditingkat perencanaan. Oleh
karena itu semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka dapat diharapkan
semakin baik pula cara berpikir dan cara bertindaknya.
Russell (1993:39) mengatakan bahwa pendidikan senantiasa mempunyai
dua sasaran, yaitu pengajaran dan pelatihan perilaku yang lebih baik. Pengertian
yang sempit, pendidikan berarti perbuatan atau proses perbuatan untuk
memperoleh pengetahuan. Pengertian yang agak luas, pendidikan dapat
diartikan sebagai sebuah proses dengan metode-metode tertentu sehingga
sesorang memperoleh pengetahuan, pemahaman dan cara bertingkah laku yang
sesuai dengan kebutuhan (Syah, 1995:10). Salam (1997:12) mengemukakan
bahwa pendidikan pada hakekatnya merupakan usaha yang disadari untuk
mengembangkan kepribadian dan kemampuan manusia yang dilaksanakan di
dalam maupun di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup. Berdasarkan
penyelenggaraannya pendidikan dibedakan menjadi dua, yaitu pendidikan formal
dan pendidikan non formal.
Pengalaman Berusahatani
Menurut Padmowihardjo (1994:19-20) pengalaman adalah suatu
kepemilikan pengetahuan yang dialami seseorang dalam kurun waktu yang tidak
ditentukan. Pengaturan pengalaman yang dimiliki seseorang sebagai hasil
belajar selama hidupnya dapat digambarkan dalam otak manusia. Seseorang
akan berusaha menghubungkan hal yang dipelajari dengan pengalaman yang
dimiliki dalam proses belajar. Seluruh pemikiran manusia, kepribadian dan
bukan penyebab tindakan tetapi disebabkan oleh penyebab masa lalu (Rakhmat,
2001).
Gagne (1967: 32) mengatakan pengalaman adalah akumulasi dari proses
belajar yang dialami seseorang, kemudian menjadi pertimbangan-pertimbangan
baginya dalam menerima ide-ide baru. Selanjutnya Callahan (1966: 11)
mengatakan bahwa pengalaman dapat mengarahkan perhatian seseorang pada
minat, kebutuhan dan masalah–masalah yang dihadapinya. Pengalaman yang
dilalui seseorang adakalanya dapat berfungsi membantunya dalam melakukan
sesuatu, mendorongnya untuk memperhatikan sesuatu, mengarahkan seseorang
agar berbuat secara hati-hati. Kibler (1981: 51-52) mengatakan bahwa
seseorang akan memperoleh keuntungan dari pengalamannya, karena dengan
pengalaman itu ia akan mempunyai kesempatan melihat, membandingkan dan
memilih sehingga mempermudah baginya untuk memecahkan masalah yang
dihadapinya. Padmowihardjo (2002) menambahkan bahwa pengalaman baik
yang menyenangkan maupun yang mengecewakan, akan berpengaruh pada
proses belajar seseorang. Seseorang yang pernah mengalami keberhasilan
dalam proses belajar, maka dia telah memiliki perasaan optimis akan
keberhasilan dimasa mendatang, sebaliknya seseorang yang pernah mengalami
pengalaman yang mengecewakan , maka dia telah memiliki perasaan pesimis
untuk dapat berhasil.
Pengalaman berusahatani merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi aktivitas petani dalam usahataninya, dimana cita-cita petani
berdasarkan pengalaman yang baik, mengenai cara bercocok tanam yang baik
dan menguntungkan akan mempengaruhi terlaksananya pembangunan
pertanian itu sendiri (Mosher, 1987:47). Selanjutnya Mardikanto (1993)
mengatakan bahwa pengalaman seorang petani berpengaruh dalam mengelola
usahatni yang dilakukan. Hal ini secara tidak langsung berpengaruh pada proses
pengambilan keputusan, sehingga petani yang memiliki pengalaman
berusahatani lebih lama cendrung sangat selektif dalam proses pengambilan
keputusan.
Pengalaman Manajemen Usahatani
Petani sebagai manajer usahatani. Mosher (1977: 33-35) mengatakan
peranan lain yang harus dimiliki petani dalam usahataninya adalah sebagai
memiliki pengetahuan, sikap dan ketrampilan tentang manajemen usahatani.
Ketrampilan sebagai pengelola mencakup kegiatan berpikir yang didorong oleh
kemauan, terutama dalam hal pengambilan keputusan atau penetapan pilihan
dari alternatif-alternatif yang ada. Sangat penting bagi petani dalam
meningkatkan kecakapannya sebagai pengelola, sehingga ia dapat mengambil
manfaat dari setiap kesempatan baik yang terbuka baginya, berusaha membuat
usahataninya seproduktif mungkin dengan keuntungan yang terus bertambah.
Pengelolaan usahatani tidak dapat dipisahkan dari ketersediaan sarana
produksi dan pengetahuan serta kemampuan petani sebagai pengelola
usahatani. Mosher (1987: 35) mengatakan bahwa apabila ketrampilan bercocok
tanam sebagai juru tani pada umumnya adalah ketrampilan tangan, otot, dan
mata, maka ketrampilan petani sebagai pengelola mencakup kegiatan pikiran
yang didorong oleh kemauan. Selanjutnya Tohir (1983: 144-145) mengatakan
bahwa peran petani sebagai pengelola usahatani adalah mampu menyusun
perencanaan usahatani agar proses produksi yang dilaksanakan dapat optimal.
Rencana usahatani adalah suatu azas yang di dalamnya terkandung hal-hal
berikut: jenis dan nilai masukan, jumlah dan harga masukan yang akan
dipergunakan dan dibeli, jumlah uang/kredit yang diperlukan, jumlah produksi
dan keuntungan bersih yang diterima.
Mardikanto (1993: 119) mengemukakan bahwa perencanaan adalah
suatu proses pengambilan keputusan yang berdasarkan fakta, mengenai
kegiatan-kegiatan yang harus dilaksanakan demi tercapainya tujuan yang
diharapkan atau yang dikehendaki. Selanjutnya Downey dan Erickson
(Damihartini, 2005: 20-21) mengemukakan bahwa konsep manajemen
merupakan 5P ( perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pengendalian
dan pengkoordinasian), dimana masing-masing dapat didefinisikan sebagai
berikut:
• Perencanaan menguraikan tentang penetapan program khusus untuk mencapai hasil yang diharapkan
• Pengorganisasian mencakup pemaduan bagian-bagian organisasi agar cocok satu sama lain
• Pengawasan merupakan daya upaya untuk menunjukkan jalan terbaik
• Pengkoordinasian merupakan kegiatan memadukan atau menyamakan berbagai arahan untuk dijadikan satu tujuan yang sama dan
menyelaraskan keinginan masing-masing pihak terkait.
Perencanaan merupakan persiapan yang harus dilakukan sebelum suatu
usaha dilaksanakan. Tjakrawiralaksana (1989: 119) mengemukakan bahwa
perencanaan pada dasarnya adalah suatu kegiatan penyusunan yang meliputi
penentuan: apa, bagaimana, kapan dan berapa banyaknya, atau kombinasi
cabang-cabang usahatani apa yang akan dikelola, serta penentuan unsur-unsur
produksi yang akan dipakai.
Sa’id, dkk (2001: 50) mengatakan bahwa pengorganisasian berbagai
input dan sarana produksi adalah kegiatan pengelolaan persediaan input-input
dan sarana-sarana produksi, mulai dari perencanaan persediaan,
pengadaan/pembelian, penyimpanan, pengalokasian dan pemeliharaan. Untuk
meningkatkan produktivitas, maka pengorganisasian mengenai sumber daya
berupa input-input dan sarana-sarana produksi yang akan digunakan akan sangat berguna. Pengorganisasian tersebut terutama menyangkut bagaimana
mengalokasikan berbagai input dan fasilitas yang akan digunakan dalam proses
produksi sehingga proses produksi dapat berjalan secara efektif dan efisien.
Sa’id, dkk (2001: 51) menambahkan pengawasan dalam produksi
pertanian meliputi pengawasan anggaran, proses, masukan, jadwal kerja dan
lain-lain yang merupakan upaya untuk memperoleh hasil maksimal. Fungsi
manajemen produksi selanjutnya adalah evaluasi. Evaluasi dilakukan secara
berkala, mulai dari saat perencanaan sampai akhir usaha tersebut berlangsung,
sehingga jika terjadi penyimpangan dari rencana dan merugikan, maka segera
dilakukan pengendalian. Pengendalian dalam usaha produksi pertanian
berfungsi untuk menjamin agar proses produksi berjalan sesuai dengan yang
direncanakan. Misalnya, pengendalian yang dilakukan pada kelebihan
penggunaan biaya, kelebihan penggunaan air, dan lain-lain.
Motivasi
Morgan (1961) mengemukakan bahwa konsep motivasi tidak bisa
dilepaskan dari adanya motif (motive), dorongan (drive) dan kebutuhan (needs). Tindakan yang bermotif dapat dikatakan sebagai tindakan yang didorong oleh
kebutuhan yang dirasakannya, sehingga tindakan tersebut tertuju ke arah suatu
Calfee,1996:85-86) mengemukakan bahwa teori dasar motivasi intrinsik
didasarkan pada asumsi bahwa manusia secara alami, termotivasi untuk
mengembangkan intelektual dan kompetensi atau kecakapan lainnya yang
mereka miliki, untuk memperoleh kebahagiaan dari prestasi mereka tersebut.
Menurut Padmowihardjo (1994:135) motivasi merupakan usaha yang
dilakukan manusia untuk menimbulkan dorongan untuk berbuat atau melakukan
tindakan. Selanjutnya Sudjana (1991:162) mengatakan motivasi belajar adalah
motivasi insentif. Motivasi tersebut menggambarkan kecendrungan asli manusia
untuk menggerakkan, mendominasi dan menguasai lingkungan di sekelilingnya.
Suparno (2000: 83-90) mengemukakan bahwa seseorang akan
melakukan sesuatu kalau mengharapkan akan melihat hasil, memiliki nilai (value) atau manfaat. Perasaan berhasil (the experience of success) akan menimbulkan motivasi seseorang untuk mempelajari sesuatu. Selain itu seseorang akan
termotivasi untuk belajar jika yang dipelajari mendatangkan keuntungan, baik
keuntungan dalam nilai ekonomi atau sosial.
Faktor Eksternal Luas Lahan Usahatani
Penguasaan lahan adalah status lahan yang digarap oleh individu. Lahan
adalah lingkungan fisik yang meliputi tanah, iklim, relief, hidrologi dan vegetasi
yang saling mempengaruhi potensi penggunaannya (Deptan, 1997). Selanjutnya
Kusnadi dan Santoso (2000) mengatakan bahwa lahan yang digunakan
penduduk adalah lahan garapan pertanian.
Menurut Tjakrawiralaksana (1983:7) lahan merupakan manifestasi atau
pencerminan dari faktor-faktor alam yang berada di atas dan di dalam
permukaan bumi, dan berfungsi sebagai (1) tempat diselenggarakan kegiatan
pertanian seperti bercocok tanam dan memelihara ternak atau ikan, (2) tempat
pemukiman keluarga tani. Hernanto (1993:46) menyatakan luas lahan usahatani
dapat digolongkan menjadi tiga bagian yaitu (1) sempit dengan luas ≤ 0,5 ha, (2)
sedang dengan luas 0,5-2 ha, (3) luas, jika lebih dari 2 ha.
Mardikanto (1993:217) mengatakan bahwa luas lahan usahatani
merupakan aset bagi petani dalam menghasilkan produksi total, dan sekaligus
sumber pendapatan. Pada umumnya, petani dengan kepemilikan lahan usaha
yang luas akan menempati posisi status sosial lebih tinggi dilingkungan
usahatani adalah luas lahan yang dikerjakan. Luas lahan garapan juga
berpengaruh dalam kecepatan petani untuk menerima suatu inovasi(Salikin,
2003).
Pemanfaatan Media massa
Surat kabar, majalah, radio dan televisi merupakan media yang paling
murah untuk menyampaikan informasi kepada masyarakat. Media massa dapat
digunakan untuk mengubah perilaku, terutama yang kecil dan kurang penting,
atau perubahan untuk memenuhi keinginan yang ada (Van den Ban dan
Hawkins, 1999:150). Selanjutnya Suseno (2003:96-97) mengatakan bahwa
beberapa media yang dapat digunakan untuk menyampaikan informasi antara
lain: surat, telepon, surat kabar, majalah, radio, televisi, internet dan yang
sejenisnya. Media tersebut selain untuk sumber informasi, juga untuk
menyampaikan gagasan, pendapat dan perasaan kepada orang lain.
Jahi (1988: 109) mengemukakan bahwa, dalam pelaksanaan
pembangunan pedesaan memerlukan berbagai sumber daya, termasuk media
massa. Media massa diperlukan karena dapat menimbulkan suasana yang
kondusif bagi pembangunan dan dapat juga memotivasi masyarakat serta
menggerakkan warga masyarakat desa untuk berpartisipasi dalam
pembangunan. Partisipasi khalayak pedesaan menjadi lebih bermakna, maka
media massa dituntut untuk mengantarkan berbagai macam informasi dan
pengetahuan kepada mereka. Selain itu media massa memiliki kemampuan yang
besar untuk menyebarkan pesan-pesan pembangunan untuk banyak orang, yang
tinggal di tempat terpisah dan tersebar, secara serentak dan dengan kecepatan
tinggi. Oleh karena itu media massa dikatakan sebagai ”pengganda ajaib”.
Hubungan Interpersonal
Hubungan interpersonal merupakan kebutuhan dari setiap individu,
karena pada dasarnya manusia memiliki naluriah untuk berkelompok dengan
manusia lainnya (Padmowihardjo, 1994) dan melalui interaksi dengan individu
lain seseorang akan dapat berkembang untuk dapat menunjukkan eksistensi
dirinya.
Wiraatmadja (1990:29-30) mengatakan bahwa dalam kegiatan
penyuluhan seorang penyuluh harus mengadakan hubungan dengan petani,
timbal balik (feedback). Hal ini penting bagi penyuluh, yaitu untuk dapat mengambil tindakan-tindakan selanjutnya, dengan demikian maka komunikasi
akan berjalan dengan baik. Asngari (2001:13) mengemukakan bahwa dalam
penyuluhan, informasi yang tepat disajikan dalam bentuk informasi yang
dibutuhkan masyarakat, yakni informasi yang bermakna: (1) secara ekonomis
menguntungkan, (2) secara teknis memungkinkan pelaksanaannya, (3) secara
psiko-sosial dapat diterima sesuai dengan norma-norma dan nilai-nilai yang ada
dalam masyarakat, dan (4) sesuai atau sejalan dengan kebijakan pemerintah.
Menurut FAO (1998:229) jasa penyuluhan memegang peranan penting
dalam gerakan diseminasi terhadap uji peningkatan usahatani (on-farm).
Sarana dan prasarana Produksi
Menurut Sudjati (1981:83) sarana merupakan alat-alat yang diperlukan
untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Mosher (1973:115-142)
menyatakan bahwa tersedianya sarana merupakan syarat pokok dalam
pembangunan pertanian. Ketersediaan sarana produksi mutlak diperlukan agar
dapat menjadi pendukung dalam peningkatan produksi.
Lunandi (1989:41) mengemukakan bahwa dalam hal tertentu penyediaan
materi (peralatan maupun sarana produksi) dibutuhkan dalam suatu proses
belajar ke arah perubahan perilaku di samping pengetahuan, ketrampilan dan
sikap dalam usaha atau kegiatan yang dilakukan.
Kebijakan Pemerintah
Kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pertanian diartikan sebagai
perincian oleh pemerintah mengenai ketentuan dan peraturan yang harus ditaati
dalam penyelenggaraan pertanian. Tentulah tidak semua aspek lingkungan
pertanian dapat diawasi oleh pemerintah. Pada umumnya disemua negara
terdapat pengaruh yang kuat dari pemerintah terhadap pertanian melalui
ketentuan dan program, misalnya: kebijaksanaan bagi hasil, hak atas tanah dan
air, harga, pengaturan pasar, pengawasan terhadap hama penyakit, ekspor,
kesejahteraan buruh, pemberian kredit dan tingkat bunga
Kompetensi
Kompetensi adalah “Seperangkat tindakan cerdas, penuh tanggung
jawab, yang dimiliki oleh seseorang sebagai syarat kemampuan untuk
mengerjakan tugas-tugas dibidang pekerjaan tertentu” (Kep. Mendiknas RI No.
045/U/2002). Sedangkan Gonczi dan Hager (Wibowo, dkk, 2002: 54)
mendefinisikannya sebagai “a complex combination of knowledge, attitudes, skill
and value diplayed in the context of task performance”. Selanjutnya Wibowo et al.
(2002: 54) menambahkan dari definisi tersebut terlihat jelas bahwa kompetensi
yang diharapkan dapat dikuasai seseorang tidak saja meliputi kompetensi bidang
studi melainkan juga sikap, kepribadian, dan nilai-nilai yang harus diembannya
sebagai seorang yang profesional.
Pembangunan pertanian saat ini menghadapi persaingan bebas dalam
era globalisasi. Oleh karena itu, pembangunan infrastruktur untuk penyediaan
input, pemasaran, dan penyuluhan sangat diperlukan untuk mempertahankan
kelangsungan hidup pertanian individual. Kecenderungan adanya persaingan
yang semakin ketat dipasar dunia menyebabkan hanya petani-petani yang lebih
efesien saja yang mampu bertahan (Van den Ban dan Hawkins, 1999:15). Atas
dasar pemikiran inilah menjadikan begitu pentingnya sumber daya pertanian
yang mempunyai kompetensi tinggi, khususnya petani sebagai pelaku utama
untuk mewujudkan pertanian yang tangguh dan maju.
Darmin (2005:1) menyebutkan ”Apa itu kompetensi” (What is
Competence), kata kompetensi datang dari bahasa latin competens, yang
merupakan present participle dari kata kerja competere. Kata ini mengandung
dua bagain : com, yang berarti bersama-sama, ”together”, dan ”petere”, yang berarti berjuang/memperjuangkan, ”strive”. Jadi secara literal, competere dapat diartikan memperjuangkan bersama-sama ”to strive together”. Menariknya, kata
competence dan competition keduanya diturunkan dari kata competere; dan
sebagaimana kita lihat, the competition adalah penggerak (the driving force
behind) dibalik fokus industri saat ini pada competence. Ide mengenai
kompetensi ini terkait erat dengan ide kapabilitas (the idea of competence is
closely associated with the idea of capability). Orang yang menyebut dirinya
kompeten adalah orang yang memiliki kapabilitas, dan organisasi yang disebut
kompeten adalah organisasi yang memiliki kapabilitas.
his or her being to the exent he or she can satisfactorily perform particular
cognitive, affective, and psychomotor behaviours.” Sedangkan Syah (2002: 229)
menyatakan bahwa pengertian dasar kompetensi (competency) adalah kemampuan atau kecakapan.
Istilah kompetensi diartikan sebagai “kecakapan yang memadai untuk
melakukan suatu tugas” atau sebagai “memiliki ketrampilan dan kecakapan yang
disyaratkan”. Pengertian yang lebih luas ini jelas bahwa setiap cara yang
digunakan dalam pelajaran yang ditujukan untuk mencapai kompetensi adalah
mengembangkan manusia yang bermutu yang memiliki pengetahuan,
ketrampilan, dan kemampuan sebagaimana disyaratkan. Kata kompetensi dipilih
untuk menunjukkan tekanan pada “kemampuan mendemontrasikan pengetahuan
(Suparno, 2001: 14)”.
Lasmahadi (2002: 2) mengemukakan bahwa kompetensi didefinisikan
sebagai aspek-aspek pribadi dari seorang pekerja yang memungkinkan dia untuk
mencapai kinerja superior. Aspek-aspek pribadi ini termasuk sifat, motif-motif,
sistem nilai, sikap, pengetahuan, dan ketrampilan. Kompetensi-kompetensi akan
mengarahkan tingkah laku, dan tingkah laku akan menghasilkan kinerja.
Pusposutardjo (Wibowo dkk, 2002: 54) mengatakan bahwa seseorang
dianggap kompeten apabila telah memenuhi beberapa persyaratan berikut :
1. Landasan kemampuan pengembangan kepribadian
2. Kemampuan penguasaan ilmu dan ketrampilan (know how and know why)
3. Kemampuan berkarya (know to do)
4. Kemampuan mensikapi dan berprilaku dalam berkarya sehingga dapat
mandiri, menilai dan mengambil keputusan secara bertanggung jawab (to
be)
5. Dapat hidup bermasyarakat dengan bekerja sama, saling menghormati
dan menghargai nilai-nilai pluralisme, dan kedamaian (to live together).
Kompetensi yang satu berbeda dengan kompetensi yang lain dalam hal
jumlah bagian-bagiannya. Menurut Suparno (2001: 15) makin kompleks, kreatif,
atau profesional suatu kompetensi, makin besar kemungkinan diterapkan dengan
cara berbeda (different fashion) pada setiap kali dilakukan, bahkan oleh orang yang sama. Hal ini berbeda dengan kompetensi teknis yang relatif merupakan
tindakan mekanis yang setiap kali diterapkan dengan menggunakan cara yang
Kompetensi profesional memerlukan kreativitas serta kecakapan
menyesuaikan pada keadaan yang berbeda-beda dimana terkandung
tanggungjawab untuk membuat suatu keputusan. Biasanya kompetensi ini
dihubungkan dengan kemampuan memecahkan masalah (Suparno, 2001: 15).
Menurut Willis dan Samuel (puspadi, 2003: 120) kompetensi merupakan
kemampuan untuk melaksanakan tugas secara efektif. Kemampuan secara fisik
dan mental dapat muncul secara bersama pada saat menjalankan suatu tugas
(Klausmeier dan Goodwin, 1996: 97-98), ada tiga jenis kemampuan kognitif,
psikomotor dan kemampuan afektif. Morgan, et al. (1963: 31) mengemukakan bahwa kemampuan manusia secara umum terbagi dua yaitu: (1) kemampuan
mental seperti pemikiran deduktif dan induktif, menciptakan sesuatu dengan
pemikiran; (2) kemampuan jasmani.
Klemp (Puspadi, 2003: 120) mengungkapkan ”A job competency in an underlying characteristic of a person which results in effective and or superior perfmance in a job. A job competency is an underlying characteristic of a person in that it may be a motive, trait, skill, aspect of one’s self image or social role, or a
body of knowledge which he or she uses”. Kompetensi kerja adalah segala
sesuatu pada individu yang menyebabkan kinerja yang prima.
Pengetahuan-pengetahuan khusus yang mencerminkan berbagai kompetensi belum dapat
dikatakan sebagai kompetensi kerja. Pengetahuan secara harfiah, mengacu
kepada kumpulan informasi. Kemampuan menggunakan
pengetahuan-pengetahuan khusus secara efektif merupakan hasil menggunakan pengetahuan-pengetahuan
yang lain.
Pengetahuan khusus dapat dipertimbangkan sebagai kompetensi dengan
dua alasan yaitu : pertama, dalam pengetahuan khusus terdapat perbedaan
tingkat pengetahuan dan kedua, ada konsep serta fakta khusus yang dapat
dipergunakan untuk menunjukkan kompetensi yang lain. Perbedaan tingkat
pengetahuan pada tingkat: (1) motif dan sifat; (2) citra diri, peran; (3) ketrampilan
(Puspadi,2003: 120).
Mulyasa (2002; 40) mengemukakan bahwa dalam hubungannya dengan
proses belajar, kompetensi menunjuk kepada perbuatan yang bersifat rasional
dan memenuhi spesifikasi tertentu dalam proses belajar. Kompetensi dikatakan
perbuatan karena berbentuk perilaku yang dapat diamati, meskipun sering
terlihat proses yang tidak nampak seperti pengambilan pilihan sebelum
dengan penuh kesadaran “mengapa dan bagaimana” perbuatan tersebut
dilakukan. Kompetensi merupakan perpaduan dari pengetahuan, ketrampilan,
nilai dan sikap yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak.
Menurut Widyarini (2004: 2) untuk survive dan meraih keberhasilan dalam hidup, manusia perlu mengembangkan kompetensi. Kompetensi lebih dari
sekedar mengembangkan ketrampilan, mencakup keberhasilan mengatasi
tantangan-tantangan, sukses dalam berinteraksi dengan lingkungan, mampu
menyusun tujuan-tujuan, dan memandang diri sendiri sebagai orang yang cakap
(mampu melakukan apa yang tidak dapat dilakukan oleh orang lain). Seseorang
pelu memiliki tiga hal berikut untuk mengembangkan kompetensi:
(1) Sense of control adalah keyakinan seseorang bahwa dirinya sendirilah
yang mengendalikan hidupnya atau peristiwa-peristiwa yang ia alami
(bukan ditentukan oleh nasib/takdir atau orang lain yang berkuasa). Orang
yang memiliki sense of control merasa bahwa apa yang akan terjadi dalam hidupnya dapat diprediksi. Hal ini merupakan pemenuhan atas kebutuhan
survival.
(2) Kebutuhan untuk berprestasi dan penguasaan. Kebutuhan untuk mencapai
tujuan dan menguasai ketrampilan tertinggi ini merupakan dasar penting
untuk mengembangkan pengetahuan dan keterampilan yang
memungkinkan kita untuk sukses dalam berinteraksi dengan lingkungan
dan meraih apa yang diharapkan dalam hidup.
(3) Self esteem. Dalam psikologi, self esteem sering diterjemahkan sebagai
harga diri dan definisikan sebagai penilaian seseorang terhadap diri sendiri,
baik positif maupun negatif. Manusia yang mempunyai keyakinan akan
kemampuan-kemampuan yang dimiliki dan merasa dirinya bernilai adalah
orang yang harga dirinya positif, Sebaliknya, mereka yang harga dirinya
negatif akan merasa lemah, tidak berdaya.
Unsur-unsur Kompetensi Pengetahuan
Sagala (2003: 33) mengatakan berdasarkan taksonomi Bloom domain
kognitif mencakup kemampuan intelektual mengenal lingkungan yang terdiri atas
enam macam kemampuan yang disusun secara hierarkis dari yang paling
sederhana sampai ke yang paling kompleks, tingkatannya yaitu: pengetahuan
(kemampuan menangkap makna atau arti sesuatu hal), penerapan (kemampuan
menggunakan hal-hal yang telah dipelajari untuk menghadapi situasi-situasi baru
yang nyata), analisis (kemampuan menjabarkan sesuatu menjadi bagian-bagian
sehingga struktur organisasinya dapat difahami), sintesis (kemampuan
memadukan bagian-bagian menjadi satu keseluruhan yang berarti) dan penilaian
(kemampuan memberikan harga sesuatu hal berdasarkan kriteria intern,
kelompok, ekstern, atau yang telah ditetapkan terlebih dahulu).
Pengetahuan merupakan hirarki paling bawah dalam taksonomi kognitif
Bloom, didasarkan pada kegiatan-kegiatan untuk mengingat berbagai informasi
yang pernah diketahui, tentang fakta, metode atau teknik maupun mengingat
hal-hal yang bersifat aturan, prinsip-prinsip generalisasi. Proses memusatkan
perhatian kepada hal-hal yang akan dipelajari, belajar mengingat-ingat dan
berfikir, oleh Brunner disebut sebagai ”cognitive strategy”, suatu proses untuk memecahkan masalah baru (Suparno, 2001: 6).
Menurut Brunner (Suparno, 2001: 84) pengetahuan selalu dapat
diperbaharui, dikembangkan lebih lanjut sesuai dengan perkembangan
kematangan intelektual individu. Pengetahuan bukan produk, melainkan suatu
proses. Proses tersebut menurut Brunner melibatkan tiga aspek: (1) proses
mendapatkan informasi baru dimana seringkali informasi baru ini merupakan
pengganti pengetahuan yang telah diperoleh sebelumnya atau merupakan
penyempurnaan informasi sebelumnya, (2) proses transformasi, yaitu proses
memanipulasi pengetahuan agar sesuai dengan tugas-tugas baru, (3) proses
mengevaluasi, yaitu mengecek apakah cara mengolah informasi telah memadai.
Sikap
Sikap mencakup kemampuan-kemampuan emosional dalam mengalami
dan menghayati sesuatu hal. Afektif ini meliputi lima tingkat emosional disusun
secara hierarkis yaitu: kesadaran (kemampuan untuk ingin memperhatikan
sesuatu hal), partisipasi (kemampuan untuk ikut serta atau terlibat dalam sesuatu
hal), penghayatan nilai (kemampuan untuk menerima nilai dan terikat
kepadanya), pengorganisasian nilai (kemampuan untuk memiliki sistem nilai
dalam dirinya), dan karakterisasi diri (kemampuan untuk memiliki pola hidup
dimana sistem nilai yang terbentuk dalam dirinya mampu mengawasi tingkah
Menurut van den Ban dan Hawkins (1999: 106) sikap adalah perasaan,
pikiran, dan kecenderungan seseorang yang kurang lebih bersifat permanen
mengenai aspek-aspek tertentu dalam lingkungannya. Sikap merupakan
kecondongan evaluatif terhadap suatu obyek atau subyek yang memiliki
konsekwensi yakni bagaiman seseorang berhadapan dengan obyek sikap.
Meyers (Sarwono, 2002) menyatakan bahwa sikap adalah suatu reaksi evaluasi
yang menyenangkan terhadap sesuatu atau seseorang, yang ditujukan dalam
kepercayaan, perasaan atau perilaku seseorang.
Sikap didefinisikan sebagai keadaan internal seseorang yang
mempengaruhi pilihan-pilihan atas tindakan-tindakan pribadi yang dilakukannya
(Suparno, 2005: 15). Beberapa ahli (Sarwono, 2002: 232) mendefinisikan sikap
sebagai a favourable or unfavourable evaluative reaction to ward something or
someone, exhibited in one’s belief, feelings or intended behavior (Meyers, 1996).
An attitude is a disposition to serpond favourably or unfavourably to an object,
person, institution or event (Azjen, 1988). Terdapat perbedaan dalam definisi
tersebut, namun semuanya sependapat bahwa cirri khas sikap adalah (1)
mempunyai objek tertentu (orang, perilaku, konsep, situasi, benda), dan (2)
mengandung penilaian (setuju – tidak setuju, suka-tidak suka).
Menurut Suparno (2001: 9) sikap mempunyai tiga karakteristik yaitu: (1)
Intensitas yakni kekuatan terhadap objek, (2) Arah terhadap objek, apakah
positif-negatif ataupun netral, (3) Target yakni sasaran sikap, terhadap apa sikap
ditujukan.
Sikap dipandang mempunyai komponen afektif atau emosional, aspek
konatif dan berakibat pada tingkah laku atau behavioral consequences (Suparno, 2001: 15). Gagne dalam Suparno (2001: 15) menekankan pada efek sikap
terhadap pilihan-pilihan ini mempunyai aspek intelektual maupun aspek
emosional. Hal tersebut diperoleh individu sepanjang hidupnya melalui
pergaulannya baik di rumah, disekolah maupun di lingkungan ketiga. Perbuatan
yang dipilih seseorang dipengaruhi kejadian-kejadian khusus pada waktu itu,
tetapi kecenderungan-kecenderungan yang bersifat tetap mengakibatkan tingkah
laku yang konsisiten dalam situasi tertentu dan itulah yang dimaksud sikap.
Menurut Sarwono (2002: 251-252) sikap terbentuk dari pengalaman,
melalui proses belajar. Pandangan ini mempunyai dampak terapan, yaitu bahwa
pendidikan, pelatihan, komunikasi, dan sebagainya) untuk mengubah sikap
seseorang.
Keterampilan
Menurut Sagala (2003: 160) psikomotorik adalah ranah yang berkaitan
dengan ketrampilan (skill) atau kemampuan bertindak setelah seseorang menerima pengalaman belajar tertentu. Selanjutnya Suparno (2001: 11)
menambahkan belajar psikomotorik menekankan ketrampilan motorik yaitu
bekerja dengan benda-benda atau aktivitas yang memerlukan koordinasi syaraf
dan otot. Untuk menjelaskan konsep ini digunakan contoh kegiatan berbicara,
menulis, berbagai aktivitas pendidikan jasmani, dan program-program
ketrampilan.
Ketrampilan adalah kegiatan yang berhubungan dengan urat-urat syaraf
dan otot-otot (neuromuscular) yang lazimnya tampak dalam kegiatan jasmaniah seperti menulis, mengetik, olah raga, dan sebagainya (Syah, 2002: 119).
Keterampilan menekankan kemampuan motorik dalam kawasan psikometer,
yaitu bekerja dengan benda-benda atau aktivitas yang memerlukan koordinasi
syaraf dan otot. Seseorang dikatakan menguasai kecakapan motoris bukan saja
karena ia dapat melakukan hal-hal atau gerakan yang telah ditentukan, tetapi
juga karena mereka melakukannya dalam keseluruhan gerak yang lancar dan
tepat waktu (Suparno, 2001: 11).
Pengetahuan tentang cara-cara menguasai keterampilan tertentu akan
mengubah arah dan intensitas motivasi seseorang. Keterampilan yang kompleks
dapat dipelajari secara bertahap. Analisis tugas yang kompleks menjadi
keterampilan-keterampilan bagian (part-skills), memungkinkan dikuasainya keterampilan tersebut. Jika penguasaan atas keterampilan sudah tercapai, maka
akan timbul rasa puas, yang pada gilirannya mendorong orang untuk mengulangi
kegiatan tersebut atau melanjutkannya ke tahap yang lebih kompleks (Suparno,
2001: 22).
Menurut Reber (Syah, 2002: 119) keterampilan adalah kemampuan
melakukan pola-pola tingkah laku yang kompleks dan tersusun rapi secara mulus
dan sesuai dengan keadaan untuk mencapai hasil tertentu. Keterampilan bukan
hanya meliputi gerakan motorik melainkan juga pengejawatahan fungsi mental
yang bersifat kognitif. Konotasinya pun luas sehingga sampai pada
mampu mendayagunakan orang lain secara tepat juga dianggap sebagai orang
yang terampil.
Kemampuan mengamati secara cermat gerakan, taktik, dan kiat-kiat
orang yang menjadi contoh (model) baik secara langsung maupun melalui media
gambar memungkinkan keterampilan bagian dapat ditiru dengan lebih mudah.
Urutan langkah menjadi amat penting. Demikian pula frekuensi dan intensitas
praktek akan memberi peluang dikuasainya keterampilan yang semula bersifat
kaku, menjadi lancar, luwes, dan harmonis (Suparno, 2001: 23).
Usahatani Kedelai
Usahatani merupakan kegiatan yang dilakukan manusia, pada suatu
lahan tertentu, dengan hubungan tertentu antara manusia dengan lahannya,
yang disertai pertimbangan tertentu pula. Usahatani dalam arti luas adalah suatu
kegiatan yang menyangkut proses produksi, menghasilkan bahan-bahan
kebutuhan manusia yang dapat berasal dari tumbuhan maupun hewan yang
disertai dengan usaha untuk memperbaharui, memperbanyak (reproduksi) dan
mempertimbangkan faktor ekonomis (Suratiyah, 2006: 8).
Amang dkk (1996: 137) mengatakan dalam sistem usahatani yang
dilakukan oleh petani terdapat berbagai komoditas yang diusahakan, sehingga
terjadi kompetisi antara komoditas dengan pengusahaan lahan. Dalam
menetapkan pilihan komoditas, petani biasanya membandingkan kemudahan
dan keuntungan yang diperoleh dari komoditas terpilih. Atau dengan kata lain
kedelai akan ditanam oleh petani apabila dapat memenuhi kebutuhan dan lebih
menguntungkan dibanding dengan komoditas lain.
Adisarwanto (2005: 49) mengatakan bahwa tanaman kedelai dapat
tumbuh diberbagai agroekosistem dengan jenis tanah, kesuburan tanah, iklim
dan pola tanam yang berbeda, sehingga kendala satu agroekosistem akan
berbeda dengan agro ekosistem yang lain. Langkah-langkah utama yang harus
diperhatikan dalam bertanam kedelai yaitu pemilihan varietas, waktu tanam,
penyiapan lahan, cara tanam, penyiangan, pemupukan dan pengelolaan air.
Pemilihan Varietas
Adisarwanto (2005:49)Hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam
adaptasi terhadap lingkungan tumbuh tinggi. Selanjutnya Amang dkk (1996: 155)
mengatakan meskipun jumlah varietas semakin meningkat, namun petani
umumnya masih menggunakan varietas lokal yang telah beradaptasi pada
berbagai kondisi agroekosistem di Indonesia, misalnya; di Aceh varietas lokal
yang umum digunakan adalah kipas putih.
Waktu Tanam
Menurut Adisarwanto (2005: 50), penentuan waktu tanam yang tepat
akan berpengaruh terhadap tingkat keberhasilan pertanaman kedelai.
Penanaman kedelai di lahan kering dimulai pada awal musim hujan (MH I) yaitu
antara bulan Oktober atau November. Sementara pada musim tanam kedua (MH
II) yaitu antara Februari dan Maret. Penanaman kedelai di lahan sawah,
permulaan waktu tanam yang paling tepat dimulai adalah akhir bulan Februari
sampai pertengahan Maret (MK I), dan untuk penanaman kedua muali awal
bulan Juni sampai pertengahan Juli.
Penyiapan Lahan
Penyiapan lahan untuk tanaman kedelai sangat ditentukan oleh tanah
sebelum penanaman.
• Penyiapan lahan MK I dilakukan 1-2 bulan sebelum hujan turun. Caranya, mencangkul permukaan tanah sedalam 5-10 cm, agar saat hujan turun,
kondisi tanah sudah cukup baik untuk ditanami. Pembuatan drainase sangat
penting sehingga tidak terjadi genangan air dalam petakan, agar biji yang baru
tumbuh tidak busuk atau mati.
• Penyiapan lahan MH I setelah pemanenan padi pada musim kemarau hanya dilakukan pembersihan gulma. Tanggul bekas tanaman dipotong minimal 5
cm dengan permukaan tanah, buat drainase dengan jarak 3-5 m dengan
kedalaman 25 – 30 cm dan lebar 20-25 cm, biasanya dibuat 4- 5 saluran.
• Penyiapan lahan MK II sama dengan penyiapan lahan MK I
• Penyiapan lahan MH II, hanya dilakukan jika penanaman dilakukan secara intensif dan jika banyak gulma. Selain diolah, pada 3-5 hari sebelum tanah
Cara Tanam
Cara tanam yang baik agar memperoleh produktivitas tinggi yaitu dengan
membuat lubang tanam memakai tugal, kedalaman 1,5-2 cm. Setiap lubang
tanam diisi 3-4 benih dan diupayakan 2 benih yang tumbuh. Jarak tanam yang
baik adalah 40 cm x 10-15 cm, untuk lahan subur adalah 40 cm x 15-20 cm
(Adisarwanto, 2005: 52).
Penyiangan
Penyiangan pada lahan sawah, biasanya dilakukan dengan pemberian
mulsa jerami padi. Takarannya adalah 5 ton/ha, dengan cara menghamparkan
jerami secara merata di permukaan lahan setebal 5-10 cm. Penanaman kedelai
di lahan kering, penyiangan dilakukan dengan penyemprotan herbisida
pratumbuh, jika di daerah tersebut kurang tenaga kerja (Adisarwanto,2005: 53).
Pemupukan
Tanaman kedelai tidak menunjukkan respon yang tinggi terhadap
pemupukan. Hal yang penting diperhatikan dalam pemupukan kedelai adalah
pemilihan jenis pupuk, takaran atau dosis, dan waktu pemberian. Pengaplikasian
pupuk harus sesuai dengan waktu, jumlah serta dara pemberian yang tepat dan
benar. Cara pemberian pupuk bisa disebar rata dalam petakan tanah, atau
dengan cara disebar dalam larikan sekitar 10-15 cm di samping lubang tanam
(cara yang paling efektif dan efisien) (Adisarwanto, 2005: 53)
Pengendalian Hama, Penyakit, dan Gulma
Pengendalian HPT saat ini dilakukan dengan bijak yang didasarkan pada
pengembangan sistem pengendalian terpadu (PHT). Pengendalian HPT secara
alami, seperti musuh alami, iklim, dan kompetitor. Sistem PHT juga didasarkan
pada kelestarian lingkungan (Adisarwanto, 2005: 66).
Panen dan Pasca panen
Penanganan panen dan pasca panen merupakan faktor penting. Hal-hal
yang perlu diperhatikan antara lain; saat dan umur panen, penjemuran,
Panen dilakukan jika 95% polong sudah berwarna coklat kekuningan, dan
jumlah daun tersisa hanya sekitar 5-10%. Selanjutnya dilakukan penjemuran,
agar kadar air biji menurun dan untuk mempermudah pembijian. Proses
pembijian sampai sekarang masih secara tradisional, yaitu dengan
menggunakan alat pemukul sederhana. Sedikit sekali yang menggunakan
thresher.
Pembersihan biji dilakukan dengan membuang semua kotoran yang
tercampur dengan biji, seperti tanah, kerikil, potongan batang, daun atau tangkai,
tujuannya untuk meningkatkan efisiensi dalam proses pengeringan biji dan
memudahkan proses sortasi biji bernas yang akan dipakai untuk benih atau
keperluan lain. Langkah terakhir yaitu melakukan penyimpanan. Penyimpanan
kedelai dilakukan dengan dua cara, yaitu di tempat terbuka dan di tempat kedap
udara (Adisarwanto, 2005: 77-83).
Hubungan Karakteristik dengan Kompetensi Petani Hubungan Umur dengan Kompetensi
Padmowihardjo (1994: 36) mengemukakan bahwa kemampuan umum
untuk belajar berkembang secara gradual semenjak dilahirkan sampai saat
kedewasaan. Asumsi ini dapat diketahui bahwa pada umur lebih lanjut orang
akan belajar lebih cepat dan berhasil mempertahankan retensi dalam jumlah
besar daripada usia lebih muda, akan tetapi setelah mencapai umur tertentu,
maka kemampuan belajar akan berkurang secara gradual dan terasa nyata
setelah mencapai 55 atau 60 tahun, dan setelah itu penurunan akan lebih cepat
lagi.
Mulyasa (2003: 125) mengatakan bahwa perkembangan kemampuan
berpikir terjadi seiring dengan bertambahnya umur. Selanjutnya Soehardjo dan
Patong (1984: 41) mengemukakan bahwa kemampuan kerja petani sangat
ditentukan oleh umur petani tersebut.
Hubungan pendidikan dengan kompetensi petani
Mosher (1987 : 158-161) mengatakan pendidikan formal mempercepat
proses belajar, memberikan pengetahuan, kecakapan dan
ketrampilan-ketrampilan yang diperlukan dalam masyarakat. Mulyasa (2003: 3)
berkualitas. Menampilkan individu-individu yang memiliki keunggulan yang
tangguh, kreatif, mandiri, dan profesional dalam bidangnya masing-masing.
Menurut Wiriatmadja (1986: 42) pendidikan adalah usaha mengadakan
perubahan perilaku berdasarkan ilmu-ilmu dan pengalaman yang sudah diakui
dan direstui masyarakat. Pendidikan yang rendah akan berhubungan dengan
rendahnya ketrampilan, sehingga menyebabkan produktivitas usahatani juga
rendah, karena tidak dapat menjangkau dan mengadopsi sumberdaya, teknologi
dan ketrampilan manajemen. Tingginya tingkat pendidikan seseorang baik formal
maupun non formal, umumnya mempunyai wawasan pola berpikir yang semakin
rasional dan kompeten dalam pengambilan keputusan berusahatani. Selanjutnya
Mardikanto (1993) mengatakan bahwa pendidikan petani umumnya
mempengaruhi pola pikir petani dalam mengelola usahatani. Pendidikan yang
relatif tinggi dan umur yang muda menyebabkan petani lebih dinamis. Semakin
tinggi pendidikan seseorang semakin efisien bekerja dan semakin banyak
cara-cara teknik berusahatni yang lebih baik dan menguntungkan.
Hubungan Pengalaman dengan Kompetensi Petani
Walker (1973) mengatakan pengalaman adalah hasil dari proses
mengalami oleh seseorang yang mempengaruhi terhadap informasi yang
diterima. Pengalaman akan menjadi dasar terhadap pembentukan pandangan
individu untuk memberikan tanggapan dan penghayatan. Middlebrook (1974)
menambahkan bahwa tidak adanya pengalaman sama sekali terhadap suatu
objek secara psikologis cendrung akan membentuk sikap negatif terhadap objek
tertentu. Bagi orang yang telah lama menggeluti suatu pekerjaan akan lebih
trampil dan cendrung menghasilkan suatu hasil yang lebih baik daripada orang
yang baru.
Hubungan Pengalaman Manajemen dengan Kompetensi Petani
Asngari (2001: 19) mengatakan bahwa petani sebagai manajer
diharuskan menguasai ketrampilan pengelolaan usahatani yang dilakukan.
Ketrampilan merupakan inti dari kompetensi seseorang pada pekerjaannya.
Derajat ketrampilan seseorang merupakan kombinasi komplek dari kognitif,
afektif dan psikomotorik, semakin lengkap maka semakin sempurna ketrampilan
yang dikuasai. Petani sebagai manajer diharapkan memiliki ketrampilan khusus
kegiatan tindakan/proses dalam mengelola suatu usaha agar dapat
menghasilkan produk sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan. Selanjutnya
Downey dan Erickson (Damihartini,2005: 20-21) mengemukakan bahwa konsep
manajemen meliputi ”5P” yaitu : perencanaan, pengorganisasian,pengarahan,
pengendalian dan pengkoordinasian.
Tohir (1983: 119) mengatakan bahwa suatu rencana usahatani harus
mengandung hal-hal berikut: jenis dan nilai (jumlah), jumlah dan harga masukan
(input) yang akan dipergunakan dan dibeli, jumlah uang atau kredit yang
diperlukan untuk pembiayaan dan pelaksanaan rencana, jumlah produksi yang
akan diperoleh dan yang disedikan untuk dijual guna pengembalian utang dan
keuntungan bersih yang diharapkan. Selanjutnya Tohir (1983: 163-164)
menambahkan dengan perencanaan usahatani memiliki arti penting bagi
keberhasilan proses produksi dan hasil produksi yang diinginkan karena:
• Membantu petani dalam mengorganisasikan dan mengoperasikan usahatani dengan maksud untuk meningkatkan produksi dan pendapatan
• Membantu petani dalam perencanaan pemanfaatan sumber-sumber produksi dan metode-metodenya
• Membantu petani dalam menaksir biaya produksi dan pendapatan
• Membantu petani dalam mengetahui kemampuan usahatani memikul kredit.
Hubungan luas lahan dengan kompetensi petani
Soerianegara (1977) mengatakan bahwa lahan merupakan suatu
sumberdaya alam fisik yang mempunyai peranan yang sangat penting dalam
berbagai segi kehidupan manusia. Luas lahan merupakan sumberdaya alam
yang dimiliki petani. luas lahan petani mempengaruhi produksi total yang
dihasilkan, dan berpengaruh terhadap pendapatan yang diterima petani.
Hernanto (1988) menambahkan bahwa luas lahan garapan usahatani
menentukan pendapatan, taraf hidup dan derajat kesejahteraan rumah tangga
petani.
Sinaga dan Kasryno (Rukka, 2002: 23) menyatakan bahwa, banyak faktor
yang mempengaruhi kegairahan petani untuk meningkatkan produktivitas lahan
mereka. Salah satu dari faktor-faktor yang dimaksud adalah status dan luas
penguasaan lahan pertanian, di samping itu luas lahan garapan juga
mempengaruhi kecepatan petani mengadopsi teknologi. Selanjutnya Tohir (1983:
mampunya petani memenuhi kebutuhannya. Lahan yang sempit merupakan
faktor utama terjadinya kemiskinan rohaniyah para petani, dalam arti kurangnya
pengetahuan akibat rendahnya tingkat pendidikan petani.
Hubungan Pemanfaatan media massa dengan Kompetensi Petani Azwar (1988, 34) mengatakan media massa sering dimanfaatkan oleh
organisasi petani untuk saling berbagi pengalaman dan meningkatkan motivasi
bekerjasama dalam memecahkan masalah. Sehingga sebagai sarana
komunikasi, berbagai bentuk media massa seperti televisi, radio, surat kabar,
majalah dan lain-lain mempunyai pengaruh besar dalam pembentukan opini dan
kepercayaan orang.
Media dapat mempengaruhi pikiran atau pembicaraan, walaupun tidak
dapat memutuskan yang harus dipikirkan. Gagasan baru yang disebar lewat
media lebih cepat diterima. Menurut Schramm (1984: 289) segala macam media,
mulai dari yang mahal dan rumit sampai kepada yang paling sederhana dan
murah dapat digunakan dengan efektif untuk mengajarkan tentang
pembangunan.
Hubungan Komunikasi Interpersonal dengan Kompetensi Petani Hubungan interpersonal merupakan kebutuhan dari setiap individu,
karena pada dasarnya manusia memiliki naluriah untuk berkelompok dengan
manusia lainnya (Padmowihardjo, 1994), dan melalui berinteraksi dengan
individu lain seseorang akan dapat berkembang untuk dapat mewujudkan
eksistensi dirinya.
Dengan demikian hubungan interpersonal yang dilakukan petani sangat
berpengaruh dan berhubungan dengan kompetensi petani.
Hubungan Sarana dan Prasarana Produksi dengan Kompetensi Petani Sarana dan prasarana produksi merupakan syarat pokok dan syarat
pelancar dalam pembangunan pertanian, seperti sarana produksi, kredit
produksi, pemasaran dan transportasi (Mosher, 1991: 78). Selanjutnya
Kartasasmita (1996: 159) menambahkan salah satu upaya yang amat pokok
dalam pemberdayaan masyarakat adalah meningkatkan akses kepada
sumber-sumber kemajuan ekonomi (sarana dan prasarana), seperti: modal, teknologi,
Mosher (1991) mengatakan bahwa ketersediaan sarana produksi seperti
benih, bibit, pupuk dan peralatan dalam jumlah, mutu, harga dan waktu yang
tepat menunjang keberhasilan proses produksi dan keberhasilan usahatani yang
dilakukan petani.Mengacu pada teori tersebut maka diduga bahwa dukungan
KERANGKA PEMIKIRAN dan HIPOTESIS
Kerangka Pemikiran
Keberhasilan petani dalam kegiatan berusahatani sangat tergantung pada
kompetensi petani. Dalam kaitannya dengan kompetensi, banyak aspek yang
menjadi tolok ukur yang dapat dilihat atau diukur. Alur pikir penelitian ini dibuat
dengan merujuk pada tinjauan pustaka, yang mengacu pada beberapa konsep.
Peningkatan kompetensi petani, dilakukan melalui proses pemberdayaan.
Pemberdayaan ini terkait dengan falsafah penyuluhan pembangunan, dimana
tujuan dari penyuluhan pembangunan pada hakekatnya mengandung makna
pemberdayaan masyarakat dalam mengubah perilaku masyarakat (petani)
sehingga tahu, mau dan mampu menggunakan pengetahuan mereka baik
teknologi dan ketrampilan baru (inovasi) dalam usahataninya, sehingga mereka
dapat bertani lebih baik, berusaha tani lebih baik dan kehidupan lebih baik,
karena mereka sudah mandiri, akhirnya hidup sejahtera dapat dicapai.
Mengacu pada tinjauan pustaka, diketahui bahwa individu merupakan
unsur yang sangat penting dalam proses pemberdayaan petani ke arah
kompetensi. Oleh karena itu, diduga bahwa karakteristik personal petani
berhubungan dengan tingkat kompetensi petani kedelai. Adapun faktor eksternal
petani yang terpilih dalam penelitian ini adalah; (1) umur, (2) tingkat pendidikan
formal, (3) pengalaman berusaha tani, (4) pengalaman manajemen usahatani,
dan (5) Motivasi. Sedangkan faktor eksternal adalah (1) Luas Lahan (2)
Pemanfaatan media, (3) hubungan interpersonal, (4) dukungan sarana dan
prasarana produksi, dan (5) Kebijakan Pemerintah. Secara skematis hubungan