• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Perubahan Penggunaan Lahan, Pola Ruang dan Tingkat Perkembangan Wilayah di Kota Bogor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Perubahan Penggunaan Lahan, Pola Ruang dan Tingkat Perkembangan Wilayah di Kota Bogor"

Copied!
69
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN,

POLA RUANG DAN TINGKAT PERKEMBANGAN WILAYAH

DI KOTA BOGOR

DWI SEPTIANA MAYASARY

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBER DAYA LAHAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Perubahan Penggunaan Lahan, Pola Ruang dan Tingkat Perkembangan Wilayah di Kota Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Februari 2015

(4)

Ruang dan Tingkat Perkembangan Wilayah di Kota Bogor. Dibimbing oleh SANTUN R. P. SITORUS dan LA ODE SYAMSUL IMAN.

Kota Bogor merupakan Kota hujan yang berjarak 60 km dari Jakarta Ibu Kota Negara Kesatuan Republik Indonesia dan 120 km dari Bandung Ibu Kota Provinsi Jawa Barat. Lokasi lahan pertanian yang strategis dan nilai land rent yang tidak terlalu mahal, mengakibatkan banyak stakeholder yang menanamkan investasi, baik dalam bidang budidaya pertanian maupun non pertanian. Hal ini mengakibatkan konversi lahan tidak dapat dihindari meskipun pemerintah sudah mengatur tentang peruntukan penggunaan lahan dalam Undang-Undang Penataan Ruang (UU No 26 tahun 2007). Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk: (1) Mengetahui penggunaan lahan eksisting (penggunaan lahan tahun 2014). (2) Mengetahui perubahan penggunaan lahan Kota Bogor tahun 2005 dan tahun 2012.(3) Membandingkan pemanfaatan penggunaan lahan dengan alokasi ruang menurut Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Bogor. (4) Mengetahui tingkat perkembangan wilayah di Kota Bogor. (5) Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan penggunaan lahan. Penelitian ini dimulai dengan pembuatan peta penggunaan lahan yang diperoleh dari hasil digitasi peta administrasi dengan skala 1:5000 terhadap citra yang telah dikoreksi yaitu citra ikonos Kota Bogor tahun 2005 dan 2012. Konsisten dan inkonsisten penggunaan lahan diperoleh dari hasil overlay peta penggunaan lahan tahun 2012 dengan peta alokasi ruang (RTRW) Kota Bogor tahun 2011-2031. Tingkatan hirarki wilayah diperoleh dari hasil analisis data PODES dengan menggunakan metode skalogram. Analisis faktor yang mempengaruhi perubahan penggunaan lahan dianalisis dengan metode regresi berganda. Penggunaan lahan secara eksisting terdiri dari 9 jenis penggunaan lahan. Secara berurutan dari yang terluas hingga yang tersempit adalah: kebun campuran, permukiman tidak teratur, sawah, permukiman teratur, kawasan perdagangan, badan air, ladang, lahan terbuka, kawasan pemerintahan. Perubahan penggunaan lahan pada kebun campuran berubah menjadi 6 penggunaan lahan, pada ladang berubah menjadi 2 penggunaan lahan, pada lahan terbuka berubah menjadi 6 penggunaan lahan dan pada sawah berubah menjadi 6 penggunaan lahan. Penggunaan lahan yang konsisten (sesuai) dengan peruntukan ruang menurut RTRW sebesar 40.95% dan yang inkonsisten (tidak sesuai) sebesar 59.05%. Selama periode 2006 dan 2012 tingkat perkembangan wilayah di Kota Bogor sebagian besar (42 kelurahan/61.8%) tidak mengalami perubahan hirarki wilayah dan sebagian kecil mengalami peningkatan hirarki wilayah (12 kelurahan/17.6%), sedangkan yang mengalami penurunan hirarki wilayah 14 kelurahan (20.6%) dan Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perubahan penggunaan lahan Kota Bogor tahun 2005-2012 adalah luas lahan pertanian tahun 2005, pertumbuhan fasilitas sosial, dan pertumbuhan fasilitas ekonomi.

(5)

ABSTRACT

DWI SEPTIANA MAYASARY. Analysis of Land Use Change, Spatial Plan, and Regional Development of Bogor City. Supervised by SANTUN R.P. SITORUS and LA ODE SYAMSUL IMAN.

Bogor City is located 60 kms from the Indonesian Capital Jakarta and 120 kms from Bandung the capital of West Java Province. Strategic agricultural land and inexpensive land price have encouraged stakeholders to invest in agricultural sector and also non agricultural sector. Land use conversion is inevitable, although the goverment has set up the regulation to control land usage (Act No 26 year 2007). This research are conducted: (1) To analyze existing land use of Bogor City (land use in 2014). (2) To analyze the land use change in period of 2005-2012. (3) To analyze the consistency of existing land use compare to land allocation in the RTRW of Bogor City. (4) To identify regional development hierarchy level in Bogor City. (5) To determine factors that influencing land use change. This research was started with land usage map designing which retrieved from digitized result on administrative map 1: 5000 scales to ikonos image of Bogor City in years of 2005 and 2012. Consistency and inconsistency is obtained by overlaying land use map in 2012 and land allocation map of Bogor City years 2011-2031 (RTRW map). PODES is used to determine the regional hierarchy level by multiple regression method. Existing land use classified into 9 land use, in sequence from the largest one are: mixed garden, non-wellarrang ed settlement, paddy field, well arranged settlement, trade area, water body, dryland farm, open field and goverment office area. Dryland farm land use changes into 2 land use, open field land use change into 6 land use and paddy field land use change into 6 land use. The consistent existing land use compare to RTRW is 40.95% while inconsistence existing land use is 59.05%. During period of 2006 to 2012, most of regional development hierarchy in Bogor City are the relative constant hierarchy (42 villages/61.8%). 12 villages (17.6%) are increase in the hierarchy whilst 14 villages (20.6%) are decrease in the hierarchy. Factors that influencing land use change of Bogor City in period of 2005-2012 are: area of agricultural land in the years of 2005, social facilities growth, and economy facilities growth.

(6)
(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

pada

Departemen Ilmu Tanah dan Sumber daya Lahan

ANALISIS PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN,

POLA RUANG DAN TINGKAT PERKEMBANGAN WILAYAH

DI KOTA BOGOR

DWI SEPTIANA MAYASARY

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBER DAYA LAHAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(8)
(9)

Judul Skripsi : Analisis Perubahan Penggunaan Lahan, Pola Ruang dan Tingkat Perkembangan Wilayah di Kota Bogor.

Nama : Dwi Septiana Mayasary NIM : A14100052

Disetujuioleh

Prof. Dr Ir Santun R.P.Sitorus

Pembimbing I La Ode Syamsul Iman, SP.M.Si Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr IrBaba Barus, MSc Ketua Departemen

(10)
(11)

ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan April 2014 ini adalah konversi penggunaan lahan, dengan judul Perubahan Penggunaan Lahan, Pola Ruang dan Tingkat Perkembangan Wilayah Di Kota Bogor.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof. Dr Ir Santun R.P. Sitorus selaku dosen Pembimbing skripsi pertama yang senantiasa memberikan ilmu, bimbingan, dan motivasi selama masa studi di Departemen Ilmu Tanah dan Sumber daya Lahan. Terima kasih kepada La Ode Syamsul Iman, SP. M.Si selaku dosen pembimbing skripsi kedua atas ilmu, bimbingan dan saran dalam penyempurnaan penulisan skripsi.

Pada kesempatan ini penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Dr Ir Widiatmaka DAA selaku dosen pembimbing akademik sekaligus dosen penguji yang telah memberikan saran dan masukan bagi penulis dalam penyempurnaan skripsi ini.

2. Bapak Soiran, Ibu Purmini, Nur Indah Permatasary, M. Riza Fauzi selaku keluarga yang selalu memberi semangat dan dorongan positif memberikan doa dan kepercayaan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan S1 ini.

3. Bappeda Kota Bogor, P4W IPB dan masyarakat Kelurahan dan Kecamatan di Kota Bogor atas bantuan, penerimaan dan kerjasamanya dengan baik.

4. Dosen dan staff bagian perencanaan pengembangan wilayah atas ilmu yang diberikan, dukungan serta motivasi kepada penulis.

5. Luthfia, Zulfa, Angela, Nuning, Salimah, Aeni, Ardhy, Andang. Teman-teman laboratorium perencanaan pengembangan wilayah, Atas bantuan, kerjasama, dukungan dan motivasi selama penulis melakukan penelitian. 6. Tuty Evelina, Sulvina, Hanum, Larissa, Fitri, Ajeng, Dea, Zarina, Nurul,

Linda, Ardya, Nialiani, Rike, Safira, Dea hasna, Karjono, Fatimah, Akbar, Rita, Syifa, Miftah, Bang Priyadi, Bang Dicky, Kak Wida, Kak Ian, Kak Putri, Bang Dodi, Bang Felix, Bang Agung, Serta seluruh pihak yang telah membantu penulis dalam penelitian yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu atas dukungan, semangat, motivasi, bantuan, masukan dan kebersamaannya selama penulis melakukan penelitian.

Akhir kata, semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi para pembaca dabn dapat menambah ilmu pengetahuan bagi para pembaca.

Bogor, Februari 2015

(12)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL x

DAFTAR GAMBAR x

DAFTAR LAMPIRAN xi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 2

TINJAUAN PUSTAKA 2

Wilayah dan Hirarki Wilayah 2

Penataan Ruang 3

Pembangunan dan Perkembangan Wilayah 4

Lahan, Penutupan Lahan dan Penggunaan Lahan 4

Faktor Perubahan Penggunaan Lahan 5

METODE PENELITIAN 6

Waktu dan Lokasi Penelitian 6

Jenis dan Sumber Data 6

Teknik dan Analisis Data 7

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 15

Letak Geografis dan batas Admisistrasi wilayah 15

Ketinggian, Iklim, dan Tanah 15

Pemerintahan Kota Bogor 15

Kependudukan 16

Kondisi Ekonomi 17

HASIL DAN PEMBAHASAN 17

Penggunaan Lahan Eksisting Kota Bogor 17 Perubahan Penggunaan Lahan Kota Bogor Periode 2005-2012 22 Konsistensi/Inkonsistensi Penggunaan Lahan tahun 2012 dengan

RTRWKota Bogor tahun 2011-2031 28

Tingkat Perkembangan Wilayah 35

(13)

Saran 42

DAFTAR PUSTAKA 42

LAMPIRAN 44

(14)

DAFTAR TABEL

Nomor Teks Halaman

1. Data Spasial yang Digunakan 7

2. Alat Penelitian 7

3. Teknik dan Analisis Data 8

4. Matriks Logika Konsistensi Penggunaan Lahan 10 5. Variabel Fasilitas Yang Digunakan dalam Analisis Skalogram 11 6. Variabel Untuk Mengidentifikasi Faktor Penentu

PerubahanPenggunaan Lahan 13

7. Data Total Pertumbuhan dan Kepadatan Penduduk Kota Bogor 16 8. Matriks Perubahan Penggunaan Lahan Tahun 2005-2012 24 9. Pola Perubahan Penggunaan Lahan Kota Bogor Tahun 2005-2012 27 10. Keterkaitan Penggunaan Lahan (2012) dengan Alokasi Ruang

menurut PERDA No 8 tahun 2011 30

11. Matriks Konsistensi Penggunaan Lahan Tahun 2012 Dengan RTRW

2011-2031 31

12. Konsistensi Penggunaan Lahan 2012 dengan dengan Alokasi

RTRW tahun 2011-2031 32

13. Kelompok Hirarki Wilayah Kota Bogor Tahun 2006-2012 36 14. Tabel Pertumbuhan Hirarki Tahun 2006 ke 2012 37 15. Hasil Analisis Regresi Perubahan Penggunaan Lahan 40

DAFTAR GAMBAR

Nomor Teks Halaman

1. LokasiPenelitian 6

2. Diagram AlirMetodePenelitian 14

(15)

Penggunaan Lahan Badan Air 22 13. Sebaran Spasial Perubahan Penggunaan Lahan Kota Bogor

Tahun 2005-2012 22

14. Sebaran Spasial Perubahan Penggunaan Lahan Kota Bogor

Tahun 2005 23

15. Sebaran Spasial Perubahan Penggunaan Lahan Kota Bogor

Tahun 2012 23

16. Grafik Konversi Kebun Campuran, Sawah, Ladang dan Lahan

terbuka 2005-2012 24

(16)
(17)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kesenjangan yang terjadi akibat kebijakan pembangunan yang kurang merata mengakibatkan timbulnya kesenjangan dalam pengembangan wilayah dan sumber daya pembangunan di Indonesia. Pendekatan pembangunan yang mengandalkan pada kapasitas birokrasi saja, tidak mampu mengembangkan partisipasi masyarakat secara optimal, hal ini diperburuk oleh masih belum optimalnya tindak lanjut pemantauan dan evaluasi pembangunan untuk memperbaiki keadaan. Secara umum perbedaan perkembangan wilayah dan pembangunan kawasan Indonesia itu timbul karena: (1) Potensi dan sumber daya alam, (2) implementasi pembangunan dan (3) dinamika penduduk dan perubahan sosial. Perbedaan potensi dan sumber daya alam merupakan sesuatu yang positif bila dikelola dengan kemitraan yang sejajar dan saling mengisi. Otonomi daerah yang bertujuan untuk mengembangkan kemandirian daerah, memberikan kewenangan kepada daerah untuk menciptakan akses bagi warganya untuk mengembangkan fasilitas disekitar tempat tinggal. (Mappamiring, 2006). Menurut White (1987) dalam Mappamiring (2006). Pembangunan sebenarnya tidak lain dari perubahan yang diinginkan di berbagai sektor kehidupan Wilayah suatu negara sangat menentukan berhasil tidaknya pembangunan, karena setiap wilayah memiliki potensi SDM maupun SDA untuk dikembangkan.

Menurut Nasoetion dan Winoto (1996) dalam Sitorus et al. (2011), pertumbuhan ekonomi Indonesia yang terus meningkat secara fluktuatif berdampak pada meningkatnya perkembangan wilayah. Perkembangan suatu wilayah ditandai oleh perkembangan sektor ekonomi dan peningkatan kelengkapan fasilitas-fasilitas umum seperti sekolah, pertokoan, industri dan lain sebagainya. Pembangunan fasilitas umum yang masif di wilayah yang berkembang menjadi daya tarik penduduk wilayah lain dan proses ini mendorong pertambahan penduduk secara signifikan. Kebutuhan pangan membutuhkan lahan pertanian untuk berproduksi, sedangkan permukiman dan sarana pelayanan umum membutuhkan sarana umum dan lahan terbangun. Kondisi tersebut mengakibatkan penggunaan lahan pertanian akan berpeluang besar untuk dialih gunakaan menjadi penggunaan non-pertanian.

Bogor merupakan salah satu hinterland Jakarta, selain Bekasi, Depok dan Tangerang yang telah banyak mengalami perubahan penggunaan lahan. Akibat perkembangan pesat kegiatan pembangunan yang dipicu oleh pertambahan penduduk yang meningkat mengakibatkan proses konversi penggunaan lahan tidak dapat dihindari demi memenuhi kebutuhan hidup. Pembangunan pesat terjadi di Kota Bogor di segala sektor termasuk kawasan industri, Central Bussines District (CBD), dan perumahan. Jumlah lahan terbuka menurun dan membuat RTH di Kota Bogor semakin berkurang.

(18)

pemanfaatan maupun pengendalian pemanfaatan ruang sebagai satu kesatuan sistem yang tidak terpisahkan, dan dilaksanakan secara terpadu, sinergi serta berkelanjutan, demi terciptanya lingkungan yang teratur, tertata, selaras, harmonis dan seimbang (Mappamiring, 2006).

Perumusan Masalah

Penelitian ini dilakukan berdasarkan rumusan masalah sebagai berikut:(1) Belum diketahui penggunaan lahan eksisting. (2) Terjadinya perubahan penggunaan lahan yang relatif cepat. (3) Mengetahui penggunaan lahan eksisting apakah sudah sesuai dengan arahan penggunaan lahan atau belum sesuai dengan alokasi tata ruang. (4) Belum diketahuinya tingkat perkembangan wilayah di Kota Bogor, sehingga penyusunan arahan perkembangan wilayah belum baik untuk menyeimbangkan perkembangan antar wilayah. (5) Belum diketahui faktor-faktor penyebab perubahan penggunaan lahan, untuk dapat mengendalikan perubahan penggunaan lahan maka faktor-faktor tersebut sangat penting untuk ditinjau lebih baik.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk: (1) Mengetahui penggunaan lahan eksisting (tahun 2014). (2) Mengetahui perubahan penggunaan lahan Kota Bogor Tahun 2005 dan Tahun 2012. (3) Menganalisis konsisten/inkonsisten penggunaan lahan berdasarkan peruntukan RTRW Kota Bogor. (4) Menganalisis tingkat perkembangan wilayah di Kota Bogor berdasarkan data Potensi Desa Kota Bogor. (5) Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya perubahan penggunaan lahan.

TINJAUAN PUSTAKA

Wilayah dan Hirarki Wilayah

(19)

dibelakangnya (hinterland). (3) Wilayah perencanaan (planning region atau programming region) yaitu wilayah yang batasannya didasarkan secara fungsional dalam kaitannya dengan maksud perencanaan. Dalam pendekatan klasifikasi konsep wilayah ini, wilayah nodal dipandang sebagai salah satu bentuk wilayah sistem, sedangkan dalam kelompok konsep wilayah perencanaan, terdapat konsep wilayah administratif-politis dan wilayah perencanaan fungsional. Penjabaran konsep wilayah nodal, wilayah diasumsikan sebagai suatu sel hidup yang terdiri dari inti dan plasma yang masing-masing memiliki fungsi yang saling mendukung. Inti diasumsikan sebagai pusat kegiatan industri atau pusat pasar, sedangkan plasma atau hinterland merupakan pusat pemasok bahan mentah, tenaga kerja, dan pusat pemasaran barang-barang hasil yang di produksi di inti (Panuju dan Rustiadi 2013)

Menurut Blakely dan Brandshow (2002) dalam Panuju dan Rustiadi (2013), analisis hirarki merupakan salah satu teknik analisis yang dapat digunakan untuk membangun indikator struktur perekonomian suatu wilayah, dimana suatu pusat yang berorde tinggi pada umumnya mempunyai jumlah sarana dan jumlah jenis sarana dan prasarana pelayanan yang lebih banyak dari orde yang lebih rendah. Dengan demikian pusat yang berorde lebih tinggi melayani pusat-pusat yang berorde lebih rendah. Selain itu jumlah jenis sarana dan sarana pelayanan yang ada pada suatu pusat pada umumnya berkolerasi erat dengan jumlah penduduk. Dengan demikian pada pusat-pusat yang berorde tinggi seringkali mempunyai kepadatan penduduk yang lebih tinggi.

Penataan Ruang

Penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang. Prinsip penataan ruang adalah pemanfaatan ruang bagi semua kepentingan secara terpadu, efektif dan efisien, serasi, selaras, seimbang, berkelanjutan, keterbukaan, persamaan, keadilan, dan perlindungan hukum. Adapun penataan ruang bertujuan untuk terselenggaranya pemanfaatan ruang berwawasan lingkungan, terselenggaranya pengaturan pemanfaatan ruang kawasan lindung dan kawasan budidaya, serta tercapainya pemanfaatan ruang yang berkualitas. Penataan ruang diklasifikasikan berdasarkan: sistem fungsi utama kawasan, wilayah administratif, kegiatan kawasan, dan nilai strategis kawasan.penataan ruang. Berdasarkan sistem terdiri atas sistem wilayah dan sistem internal perkotaan. Penataan ruang berdasarkan fungsi utama kawasan terdiri atas kawasan lindung dan kawasan budidaya. Penataan ruang berdasarkan wilayah administratif terdiri atas penataan ruang wilayah nasional, penataan ruang wilayah provinsi dan penataan ruang wilayah kota/kabupaten. Penataan ruang diselenggarakan dengan memperhatikan: kondisi fisik wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang rentan terhadap bencana, potensi sumber daya alam, sumber daya manusia dan sumber daya buatan, kondisi ekonomi, sosial, budaya, politik, hukum, pertanahan keamanan, lingkungan hidup, serta ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai satu kesatuan, dan geostrategi, geopolitik, dan geoekonomi (Pemerintah Republik Indonesia, 2007).

(20)

upaya untuk mewujudkan tertib tata ruang. Pelaksaan pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang kawasan strategis nasional sebagaimana dilaksanakan pemerintah daerah melalui dekonsentrasi (Pemerintah Republik Indonesia, 2007).

Menurut Rustiadi (2007), urgensi atas penataan ruang timbul sebagai akibat dari tumbuhnya kesadaran akan pentingnya intervensi publik atau collective action terhadap kegagalan mekanisme pasar (market failure) dalam menciptakan pola dan struktur ruang yang sesuai dengan tujuan bersama. Penataan ruang merupakan bentuk intervensi positif atas kehidupan sosial dan lingkungan guna meningkatkan kesejahteraan yang berkelanjutan. Secara lebih spesifik, penataan ruang dilakukan untuk: (1) Optimasi pemanfaatan sumber daya, (2) alat dan wujud distribusi sumber daya (mobilisasi dan alokasi pemanfaatan sumber daya) dan (3) menjaga keberlanjutan pembangunan.

Pembangunan dan Pengembangan Wilayah

Secara filosofis suatu proses pembangunan dapat diartikan sebagai upaya yang sistematik dan berkesinambungan untuk menciptakan keadaan yang dapat menyediakan berbagai macam alternatif yang sah bagi pencapaian aspirasi setiap warga yang paling humanistic. Pembangunan dapat dikonseptualisasikan sebagai suatu proses perbaikan yang berkesinambungan atas suatu masyarakat atau suatu system social secara keseluruhan menuju kehidupan yang lebih baik dan pembangunan adalah mengadakan atau membuat atau mengatur sesuatu yang belum ada. Menurut Rustiadi et al. (1991); Rustiadi dan Panuju (2002) dalam Rustiadi et al. (2011), sebuah proses pengembangan wilayah berkaitan dengan proses suburbanisasi di wilayah tersebut. Proses suburbanisasi adalah proses pengembangan wilayah yang menonjol dan akan semakin berpengaruh nyata dalam proses penataan ruang disekitar wilayah suburbanisasi diartikan sebagai proses terbentuknya pemukiman-pemukiman baru dan juga kawasan industri di pinggiran wilayah perkotaan, tempat bermukim dan tempat untuk kegiatan industri.

Lahan, Penutupan Lahan dan Penggunaan Lahan

Menurut Sitorus (1989), Hardjowigeno dan Widiatmaka (2007), dan Sitorus (2014), lahan atau sumberdaya lahan adalah suatu lingkungan fisik yang meliputi tanah, iklim, relief, hidrologi dan vegetasi dimana faktor-faktor tersebut mempengaruhi potensi penggunaannya. Termasuk didalamnya adalah akibat-akibat kegiatan manusia, baik pada masa lalu maupun sekarang, seperti reklamasi daerah-daerah pantai, penebangan hutan, dan akibat-akibatnya merugikan seperti erosi dan akumulasi garam. Dalam hal ini lahan juga mengandung pengertian ruang (space) atau tempat.

(21)

aktivitas manusia melibatkan penggunaan lahan karena jumlah aktifitas manusia bertambahnya dengan cepat, maka lahan menjadi sumber daya yang langka. Keputusan untuk mengubah pola penggunaan mungkin memberikan keuntungan atau kerugian yang besar, baik ditinjau dari pengertian ekonomis, maupun terhadap perubahan lingkungan. Dengan demikian, membuat keputusan tentang penggunaan lahan merupakan aktivitas politik dan sangat dipengaruhi keadaan sosial dan ekonomi (Sitorus, 2004).

Menurut Lillesand dan Kiefer (1990) dalam Firdian et al. (2011), penutupan lahan lebih merupakan perwujudan fisik objek-objek yang menutupi lahan tanpa mempersoalkan kegiatan manusia terhadap objek-objek tersebut. Berdasarkan hasil interpretasi citra satelit Landsat 7ETM+ Tahun 2009, terdapat 9 jenis penutupan/penggunaan lahan, yaitu : (1) Hutan, (2) perkebunan, (3) pertanian lahan kering, (4) pertanian lahan basah, (5) permukiman, (6) pertambangan, (7) padang rumput, (8) tanah terbuka dan (9) tubuh air.

Faktor Perubahan Penggunaan Lahan

Para ahli berpendapat bahwa perubahan penggunaan lahan disebabkan oleh adanya kebutuhan dan keinginan manusia. Perubahan penggunaan lahan pada umumnya dapat diamati dengan menggunakan data spasial dari peta penggunaan lahan pada titik tahun yang berbeda. Data penginderaan jauh seperti citra Satelit, radar dan foto udara sangat berguna dalam pengamatan perubahan penggunaan lahan. Berdasarkan perubahan penggunaan lahan yang terjadi dalam periode tertentu dapat dibangun model perubahan penggunaan lahan yang mampu memprediksi penggunaan lahan yang akan terjadi (Munibah, et al., 2009).

Menurut Lopulisa (1995) dalam Sitorus et al. (2011). Faktor-faktor yang mempengaruhi pola dan jenis penggunaan lahan di indonesia adalah sifat fisik lahan (iklim, topografi, drainase, sifat fisik dan kimia tanah dan lain-lain). Kondisi faktor budaya dan ekonomi serta faktor kebijakan pemerintah, besarnya kontribusi dan faktor-faktor tersebut akan sangat beragam menurut waktu dan ruang.

(22)

METODE PENELITIAN

Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di Kota Bogor (Kecamatan Bogor Barat, Bogor Timur, Bogor Selatan, Bogor Utara, Bogor Tengah dan Tanah Sareal). Analisis data dilakukan di Studio Divisi Perencanaan Pengembangan Wilayah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumber daya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilaksanakan pada bulan April 2014 sampai Januari 2015. Lokasi penelitian ditunjukkan pada Gambar 1.

Gambar 1. Lokasi Penelitian

Jenis dan Sumber Data

(23)

tahun 2012, dokumen RTRW Kota Bogor tahun 2011-2031 dan peta administrasi Kota Bogor. Perangkat yang digunakan berupa komputer yang dilengkapi dengan perangkat lunak pemetaan. Peralatan lainnya yang digunakan adalah Global Positioning System (GPS) dan kamera digital. Data spasial yang digunakan untuk penelitian ditunjukkan pada Tabel 1 dan alat penelitian tertera pada Tabel 2.

Tabel 1. Data Spasial yang Digunakan

No. Jenis data Skala Sumber Keterangan

1. Peta administrasi

Kota Bogor 2011 1:25000 Bappeda Kota Bogor Untuk mengetahui batas wilayah administrasi Kota

Bogor Untuk mengetahui penggunaan lahan menurut perencanaan

Bogor Untuk membuat peta penggunaan lahan Kota Bogor tahun

Bogor Untuk membuat peta penggunaan lahan Kota Bogor tahun 2005

5. Data Potensi Desa Kota Bogor tahun 2012

- LPPM-P4W Untuk mengetahui hirarki wilayah Kota Bogor

6. Peta penggunaan lahan Kota Bogor 2005-2012

1:5000 - Interpretasi visual citra ikonos 2005-2012

Tabel 2. Alat Penelitian

No. Alat Keterangan

1 ArcGIS Interpretasi penggunaan/penutupan lahan dan pengolahan data 2 Microsoft Office Excel 2007 Tabulasi data

3 Kamera digital Mendokumentasikan pada saat cek lapang 4 GPS Menentukan titik kordinat saat cek lapang

Teknik Analisis Data

(24)

Tabel 3. Teknik dan Analisis Data

No Teknik analisis data Keterangan

1 Persiapan Pengecekan kembali data primer dan sekunder, serta ketersediaan alat dalam penelitian.

2 Pengumpulan data Data yang tersedia di kumpulkan sebelum di olah (Citra Ikonos Kota Bogor tahun 2005 dan 2012, peta administrasi Kota Bogor dan data Podes Kota Bogor tahun 2006 dan 2012)

3 Pengecekan Lapang Untuk mengetahui akurasi peta penggunaan lahan dengan keadaan nyata di lapang.

4 Tabulasi analisis dan

data Analisis Skalogram dan Analisis Regresi Berganda 5 Interpretasi Hasil Menginterpretasikan penggunaan lahan

6 Penyusunan skripsi Kegiatan akhir penyusunan hasil penelitian.

Analisis Data Spasial

Sebelum proses digitasi dilakukan, terlebih dahulu dilakukan koreksi geometri dengan maksud agar memiliki sistem referensi dan acuan sistem koordinat yang sama. Sistem proyeksi koordinat yang digunakan dalam penelitian ini adalah sistem UTM dengan datum WGS 84 pada zona 48S. Koreksi geometri dilakukan pada perangkat lunak pemetaandengan menentukan titik kontrol GCP (Ground Control Point) sebanyak 4 titik yang berbeda. Akurasi koreksi geometri diukur dengan nilai RMS-Error (Root Mean Square-Error).

Peta penggunaan lahan diperoleh dari digitasi peta administrasi Kota Bogor Skala 1:5000 terhadap citra yang sudah dikoreksi dengan menggunakan citra ikonos Kota Bogor tahun 2005 dan citra ikonos Kota Bogor tahun 2012, dan menghasilkan peta penggunaan lahan Kota Bogor tahun 2005 dan peta penggunaan lahan Kota Bogor tahun 2012. Unsur-unsur interpretasi yang digunakan menurut Lint dan Simonett dalam Sutanto (1986), yaitu: (1) rona ialah warna atau kecerahan relatif obyek pada foto, menunjukan adanya tingkat keabuan yang teramati pada foto udara hitam putih. (2) Warna dapat dipresentasikan terhadap tiga unsur (hue, value, chroma). (3) Pola merupakan karakteristik makro yang digunakan untuk mendeskripsikan tata ruang pada citra. (4) Tekstur merupakan frekuensi perubahan rona dalam citra foto udara. (5) Ukuran ialah pertimbangan bentuk obyek sehubungan dengan skala foto. (6) Bentuk, merujuk pada konfigurasi umum suatu objek sebagaimana terekam pada citra penginderaan jauh. (7) Bayangan, berasosiasi dengan bentuk dan tinggi objek. (8) Situs, menjelaskan tentang posisi muka bumi dan citra yang diamati dalam kaitannya dengan kenampakan disekitarnya. (9) Asosiasi, menunjuk suatu komunitas objek yang memiliki keseragaman tertentu atau beberapa objek yang berdekatan secara erat dimana masing-masing membentuk keberadaan yang lainnya.

Perubahan Penggunaan Lahan

(25)

perbandingan anatara kedua peta penggunaan lahan tersebut menghasilkan peta perubahan penggunaan lahan. Pada citra Ikonos di lokasi penelitian, klasifikasi penggunaan lahan dalam penelitian ini dibedakan menjadi 9 kelas, yaitu:

1. Kawasan Perdagangan

Kawasan perdagangan merupakan kawasan yang diperuntukan untuk kegiatan perdagangan dan jasa, termasuk pergudangan yang diharapkan mampu mendatangkan keuntungan bagi pemiliknya dan memberikan nilai tambah pada suatu kawasan perkotaan (Menteri Pekerjaan Umum, 2007). Kawasan Perdagangan diinterpretasi berwarna putih atau putih keabu-abuan. bertekstur halus, berbentuk persegi panjang dan berada di dekat jalan (Daruati, 2002).

2. Kawasan Pemerintahan

Kawasan pemerintahan merupakan tempat untuk melaksanakan segala sesuatu hal yang berkaitan dengan pemerintahan baik itu kegiatan politik, administratif dan kegiatan perkantoran (Purba, 2005). Kawasan pemerintahan diinterpretasikan berbentuk persegi panjang, polanya teratur dan dekat dengan jalan utama (Daruati, 2002).

3. Kebun Campuran

Kebun campuran merupakan bentuk budidaya pertanian lahan kering dengan komoditas yang beragam (mixed farming) dan biasanya kebun campuran ditanami tanaman budidaya dan pohon berkayu. Mayoritas kebun campuran tersebar di permukiman tidak teratur (Sitorus et al. 2012). Kebun campuran diinterpretasikan ronanya terang, tekstur agak kasar, warnanya beragam, polanya bergerombol berdekatan dengan pemukiman atau mengikuti jalur aliran sungai (Saripin, 2003).

4. Sawah

Sawah merupakan bentuk budidaya pertanian lahan basah dengan komoditas utama tanaman padi (Sitorus et al. 2012). Sawah diinterpretaskan berbentuk Petakan hampir seragam yang dibatasi oleh pematang, rona gelap/terang, polanya petak-petak bertekstur seragam (Saripin, 2003).

5. Ladang

Ladang merupakan bentuk budidaya pertanian lahan kering dengan komoditas yang beragam dan biasanya dominan tanaman palawija, kacang-kacangan dan umbi-umbian pada satu petak lahan (Sitorus et al. 2012). Ladang diinterpretasikan dengan petakan bervariasi berwarna coklat bercampur hijau, dengan bentuk persegi panjang, bertekstur agak halus dan pola berkelompok (Saripin, 2003).

6. Lahan terbuka

Lahan terbuka merupakan lahan kosong, lahan tanpa penutup vegetasi (Sitorus et al. 2012). lahan terbuka diinterpretasikan rona agak bervariasi tergantung kelembaban tanah, warna cokelat tua kemerahan, ukuran bervariasi, bertekstur halus (Saripin, 2003).

7. Pemukiman Teratur

(26)

8. Permukiman Tidak Teratur

Permukiman tidak teratur merupakan sekumpulan bangunan dengan bentuk, ukuran dan jarak antar rumah yang tidak seragam (Sitorus et al. 2012). Permukiman tidak teratur diinterpretasikan ukurannya bervariasi, rona agak terang, tekstur agak kasar, pola persegi dengan jaringan jalan yang menyebar/ tidak jelas (Saripin, 2003).

9. Badan Air

Badan air merupakan sekumpulan air yang berada disuatu wilayah yang terdiri dari sungai, sempadan sungai dan danau (Menteri Pekerjaan Umum, 2007). Badan air diinterpretasikan dengan bentuk memanjang atau melebar, berwarna kehitaman dan biru dengan pola menyebar (Daruati, 2002).

Analisis Inkonsistensi Pemanfaatan Ruang

Bentuk inkonsistensi pemanfaatan ruang di Kota Bogor dapat diketahui dengan tumpang tindih (overlay) peta penggunaan lahan dan peta pola ruang. Peta hasil tumpang tindih di-query berdasarkan matrik logik inkonsistensi yang menghasilkan peta inkonsistensi pemanfaatan ruang Kota Bogor. Pergeseran penggunaan lahan berlangsung secara searah dan bersifat irreversible (tidak dapat balik), seperti lahan-lahan hutan yang sudah dikonversi menjadi lahan pertanian umumnya sulit dihutankan kembali. Sektor-sektor yang komersial dan strategis mempunyai land rent yang tinggi. Sebaliknya sektor-sektor yang kurang mempunyai nilai komersial nilai land rent-nya semakin kecil (Barlowe dalam Rustiadi et al. 2011).

Tabel 4. Matrik Logika Konsistensi Penggunaan Lahan di Kota Bogor.

Peruntukan (RTRW) Badan Air Penggunaan Lahan Kota Bogor Lahan

(27)

RTH Kebun Penelitian X X X V

Keterangan: V = Konsisten, X = Inkonsisten

Badan Air = Badan Air, Lahan Terbuka = Lahan Terbuka, Lahan Terbangun = Pemukiman Teratur, Permukiman Tidak Teratur, Kawasan Industri, dan RTH = Kebun Campuran, Sawah, Ladang.

Analisis Tingkat Perkembangan Wilayah

Tingkat perkembangan wilayah didapatkan dari hasil analisis data Potensi Desa Kota Bogor tahun 2012 dengan menggunakan metode skalogram. Metode skalogram digunakan untuk mengetahui hirarki yang ada di suatu wilayah. Penetapan hirarki pusat-pusat pertumbuhan dan pelayanan didasarkan pada penetapan jumlah dan jenis unit sarana-prasarana serta fasilitas sosial ekonomi yang tersedia.

Metode ini menghasilkan hirarki atau peringkat yang lebih tinggi pada pusat pertumbuhan yang memiliki jumlah dan jenis fasilitas yang lebih banyak. Penentuan tingkat perkembangan wilayah dibagi menjadi tiga, yaitu:

a) Hirarki I, jika indeks perkembangan ≥ ( rata-rata + simpang baku) b) Hirarki II, jika rata-rata < indeks perkembangan < ( rata-rata + simpang

baku)

c) Hirarki III, jika indeks perkembangan < rata-rata

Fasilitas yang dianalisis dikelompokkan atas kesamaan dan kemiripan sifat kedalam lima kategori, yaitu: (1) fasilitas pendidikan, (2) fasilitas sosial, (3) fasilitas kesehatan, (4) fasilitas ekonomi, (5) aksesibilitas. Pada Tabel 5 disajikan variabel data yang digunakan dalam analisis skalogram.

Tabel 5. Variabel Fasilitas yang digunakan dalam Analisis Skalogram. Kelompok Indeks Variabel yang digunakan

(28)

Jumlah Akademi Negeri dan Swasta Fasilitas Kesehatan Jumlah Rumah Sakit

Jumlah Rumah Sakit Bersalin

Jumlah Super market/ pasar swalayan/toserba/mini market Jumlah Restoran/rumah makan

Jumlah Industi dari logam dan logam mulia Jumlah Industri anyaman

Jumlah Industri gerabah/ keramik Jumlah Industri dari Kain tenun Jumlah industri makan dan minuman Jumlah Industri lainnya

(29)

Jarak dari RSB ke sarana Terdekat Jarak dari Poliklinik ke sarana Terdekat Jarak dari Puskesmas ke sarana Terdekat

Jarak dari Puskesmas pembantu ke sarana Terdekat Jarak dari Bank Umum ke sarana terdekat

Jarak dari Bank perkreditan rakyat terdekat

Analisis Faktor yang Mempengaruhi Perubahan Penggunaan Lahan.

Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan penggunaan lahan pada penelitian ini dianalisis dengan regresi berganda dengan metode forward stepwise pada perangkat lunak Statistica 7. Perubahan penggunaan lahan yang di analisis yaitu perubahan lahan pertanian menjadi lahan non pertanian (lahan terbangun) pada periode 2005-2012. Pada Tabel 6 disajikan variabel data yang digunakan dalam analisis regresi berganda. Persamaan regresi berganda yang digunakan adalah:

Y = A0 + A1X1 + A2X2 + .... + AnXnb

Y = Dipendent variabel (peubah tujuan).

Xi = Indipendent variabel (peubah penduga) ke-i, dengan i = 1,2, .... Ai = Koefisien regresi peubah ke-i.

Tabel 6. Variabel untuk Mengidentifikasi Faktor Penentu Perubahan Penggunaan Lahan.

Peubah tujuan (Y) Peubah penduga (X) Perubahan luas lahan (X8) Alokasi Lahan Terbangun (ha) (X9) Luas Lahan Pertanian 2005 (ha) (X10) Luas Lahan Terbangun 2005 (ha)

(30)
(31)

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

Letak Geografis dan Batas Administrasi

Secara geografis Kota Bogor terletak diantara 106048’BT dan 60 26”LS Kedudukan geografis Kota Bogor ditengah-tengah wilayah Kabupaten Bogor serta lokasinya sangat dekat dengan ibu kota negara, merupakan potensi yang strategis bagi perkembangan dan pertumbuhan ekonomi dan jasa, pusat kegiatan nasional untuk industri, perdagangan, transportasi, komunikasi dan pariwisata (BPS Kota Bogor, 2013).

Luas wilayah Kota Bogor sebesar 11 850 ha, terdiri dari 6 kecamatan dan 68 kelurahan. Kemudian secara administratif Kota Bogor dikelilingi oleh wilayah Kabupaten Bogor dengan batas wilayah sebagai berikut:

1. Sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Kemang, Bojong gede dan Kecamatan Sukaraja Kabupaten Bogor

2. Sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Sukaraja dan Kecamatan Ciawi Kabupaten Bogor

3. Sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Darmaga dan Kecamatan Ciomas Kabupaten Bogor.

4. Sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Cijeruk dan Kecamatan Caringin Kabupaten Bogor.

Ketinggian, Iklim dan Tanah

Kota Bogor mempunyai rata-rata ketinggian minimum 190 mdpl dan maksimum 330 mdpl. Kondisi iklim di Kota Bogor memiliki suhu rata-rata tiap bulan 26 oC dengan suhu terendah 21.8 oC dan suhu tertinggi 30.4 oC, kelembaban udara 70%, Kota Bogor identik dengan kota hujan, hal ini dikarnakan keadaan cuaca dan udara yang sejuk dengan curah hujan rata-rata setiap tahun sekitar 3 500-4 000 mm dengan curah hujan terbesar pada bulan Desember dan Januari (BPS Kota Bogor, 2013).

Secara umum Kota Bogor ditutupi oleh batuan vulkanik yang berasal dari endapan (batuan sedimen) dua gunung berapi, yaitu Gunung Pangrango (berupa batuan breksi tupaan/kpbb) dan Gunung Salak (berupa alluvium/kal dan kipas alluvium/kpal). Lapisan batuan ini agak dalam dari permukaan tanah dan jauh dari aliran sungai. Endapan permukaan umumnya berupa alluvial yang tersusun oleh tanah, pasirdan kerikil hasil dari pelapukan endapan, hal ini baik untuk pertumbuhan vegetasi dan tanaman budidaya. Jenis tanah yang hampir terdapat di seluruh wilayah adalah latosol cokelat kemerahan dan sebagian besar mengandung tanah liat (clay) serta bahan-bahan yang berasal dari letusan gunung berapi, sehingga keadaan tanahnya mengandung tanah liat, batu-batuan dan pasir. Jenis tanah hampir di seluruh wilayah adalah latosol cokelat kemerahan dengan kedalaman efektif tanah lebih dari 90 cm dengan tekstur tanah yang halus serta bersifat agak peka terhadap erosi.

Pemerintahan Kota Bogor

(32)

Tegal Gundil, Cibuluh, Tanah Baru, Ciluar, Cimahpar, Kedung Halang, dan Ciparigi. Pada Bogor Selatan Terdiri dari 16 kelurahan yaitu: Empang, Lawang

Gintung, Batu Tulis, Bondongan, Pamoyanan, Ranggamekar, Mulyaharja, Cikaret, Bojongkerta, Rancamaya, Kertamaya, Harjasari, Muarasari, Genteng, Pakuan dan Cipaku. Pada Bogor Timur Terdiri dari 6 Kelurahan yaitu:

Baranangsiang, Sukasari, Tajur, Katulampa, Sindang Sari dan Sindang Rasa. Pada Kecamatan Bogor Barat Terdiri dari dari 16 kelurahan yaitu: Menteng, Pasir

Kuda, Pasir Jaya, Pasir Mulya, Gunung Batu, Bubulak, Situ Gede, Margajaya, Balumbang Jaya, Semplak, Cilendek Timur, Cilendek Barat, Curug, Loji, Curug Mekar, Sindang Barang. Pada Kecamatan Bogor Tengah terdiri dari 11 kelurahan

yaitu: Pabaton, Tegallega, Sempur, Babakan Pasar, Panaragan, Cibogor, Babakan, Paledang, Ciwaringin, Gudang, Kebon Kelapa. Pada Kecamatan Tanah Sareal

terdiri dari 11 kelurahan yaitu: Tanah Sareal, Kebon Pedes, Kedung Badak, Kedung Jaya, Kedung Waringin, Sukaresmi, Sukadamai, Mekarwangi, Kencana, Kayumanis, Cibadak. Dari keluran tersebut lima diantaranya termasuk desa tertinggal yaitu desa pamoyanan, Genteng, Balumbangjaya, Mekar wangi dan Sindangrasa. Kota Bogor memiliki 210 dusun, 623 RW, 2 712 RT (BPS Kota Bogor, 2013).

Kependudukan

Jumlah laju pertumbuhan penduduk dan kepadatan penduduk tahun 2008-tahun 2012 tertera pada Tabel 7. Pada Tabel 7 terlihat bahwa peningkatan pertumbuhan penduduk pada tahun 2008-2009 adalah sebesar 2%, pada tahun 2009-2010 peningkatan pertumbuhan penduduk sebesar 6%, pada tahun 2010-2011 peningkatan pertumbuhan penduduk sebesar 2% dan peningkatan jumlah penduduk pada tahun 2011-2012 adalah sebesar 2%. Peningkatan pertumbuhan penduduk terbesar adalah pada tahun 2009-2010 yaitu sebesar 6%, dibandingkan tahun-tahun sebelum dan sesudahnya yang relatif konstan untuk pertumbuhan penduduk yaitu sebesar 2%. Pada tahun 2014 laju pertumbuhan penduduk Kota Bogor mencapai angka 1.89%, dengan laju pertumbuhan seperti itu, maka jumlah penduduk Kota Bogor diperkirakan mencapai 104 juta jiwa (Buwono, 2014) .

Tabel 7. Data Total Pertumbuhan dan Kepadatan penduduk Kota Bogor

Tahun 2008 2009 2010 2011 2012

Jumlah Pria (jiwa) 453 916 445 835 484 791 493 496 503 317 Jumlah Wanita (Jiwa) 440 376 449 761 465 543 473 902 484 131 Total Penduduk (Jiwa) 876 292 895 596 950 334 967 398 987 448

Pertumbuhan Penduduk (%) - 2 6 2 2

(33)

Kondisi Ekonomi

Kota Bogor saat ini mengalami pertumbuhan ekonomi yang positif, karena pada tahun 2013 pertumbuhan ekonomi Kota Bogor mencapai angka 6.11% dan pada tahun 2014 mengalami peningkatan mencapai 6.26%. Pertumbuhan perekonomian Kota Bogor ini didorong oleh peningkatan nilai investasi yang masuk dari tahun ke tahun. Pada tahun 2012 nilai investasi mencapai Rp. 8.7 triliun, pada tahun 2013 mencapai Rp. 9.01 triliun dan tahun 2014 mengalami peningkatan mencapai Rp. 10.4 triliun. Pertumbuhan ekonomi ini dipicu oleh beberapa faktor makro ekonomi. diantaranya adalah pertambahan jumlah penduduk (Buwono, 2014).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penggunaan Lahan Eksisting Kota Bogor Interpretasi Visual Penggunaan Lahan Melalui Citra Ikonos.

Penggunaan lahan yang dijumpai di Kota Bogor adalah: yaitu (1) kebun campuran, (2) sawah, (3) ladang, (4) permukiman tidak teratur, (5) permukiman teratur, (6) kawasan perdagangan, (7) kawasan pemerintahan, (8) lahan terbuka, (9) badan air. Peta penggunaan lahan Kota Bogor eksisting secara spasial disajikan pada Gambar 3.

(34)

Kebun Campuran

Kebun campuran adalah kebun yang terdiri atas beberapa atau campuran vegetasi antara tanaman tahunan dengan tanaman semusim dalam suatu lahan. Pada citra ikonos kebun campuran memiliki tekstur yang kasar dengan rona terang, tekstur agak kasar, warnanya beragam, polanya bergerombol berdekatan dengan permukiman atau mengikuti jalur aliran sungai. Kenampakan objek pada citra dan foto pengamatan lapang kebun campuran disajikan pada Gambar 4.

Gambar 4. Kenampakan objek pada citra dan foto pengamatan lapang penggunaan lahan kebun campuran.

Sawah

Sawah merupakan bentuk budidaya pertanian lahan basah dengan komoditas utama tanaman padi. Pada citra ikonos Sawah diinterpretaskan berbentuk petakan hampir seragam yang dibatasi oleh pematang, rona gelap/terang, polanya petak-petak bertekstur seragam Kenampakan objek pada citra dan foto pengamatan lapang sawah disajikan pada Gambar 5.

Gambar 5. Kenampakan objek pada citra dan foto pengamatan lapang penggunaan lahan sawah.

Ladang

(35)

ikonos ladang diinterpretasikan dengan petakan bervariasi berwarna coklat bercampur hijau, dengan bentuk persegi panjang, bertekstur agak halus dan pola berkelompok. Kenampakan objek pada citra dan foto pengamatan lapang ladang disajikan pada Gambar 6.

Gambar 6. Kenampakan objek pada citra dan foto pengamatan lapang penggunaan lahan ladang

Permukiman Tidak Teratur

Permukiman tidak teratur merupakan sekumpulan bangunan dengan bentuk, ukuran dan jarak antar rumah yang tidak seragam. Pada citra ikonos pemukiman tidak teratur diinterpretasikan ukurannya bervariasi, rona agak terang, tekstur agak kasar, pola persegi dengan jaringan jalan yang menyebar/tidak jelas. Kenampakan objek pada citra dan foto pengamatan lapang permukiman tidak teratur disajikan pada Gambar 7.

Gambar 7. Kenampakan objek pada citra dan foto pengamatan lapang penggunaan lahan permukiman tidak teratur.

Permukiman Teratur

(36)

Gambar 8. Kenampakan objek pada citra dan foto pengamatan lapang penggunaan lahan permukiman teratur.

Kawasan Perdagangan

Kawasan perdagangan didefinisikan sebagai areal yang digunakan untuk suatu pusat perbelanjaan seperti pasar, mall dan perusahaan. Pada citra ikonos Kawasan perdagangan diinterpretasi berwarna putih atau berwarna putih keabuan, bertekstur halus dengan bentuk persegi memanjang, ukurannya agak besar dan berada dekat dengan jalan. Kenampakan objek pada citra dan foto pengamatan lapang kawasan perdagangan disajikan pada Gambar 9.

Gambar 9. Kenampakan objek pada citra dan foto pengamatan lapang penggunaan lahan kawasan perdagangan.

Kawasan Pemerintahan

(37)

Gambar 10. Kenampakan objek pada citra dan foto pengamatan kawasan pemerintahan.

Lahan Terbuka

Lahan terbuka merupakan lahan kosong, lahan tanpa penutup vegetasi dan tidak ada aktivitas yang dilakukan pada areal tersebut. Pada citra ikonos lahan terbuka diinterpretasikan rona agak bervariasi tergantung kelembaban tanah, warna cokelat tua kemerahan, ukuran bervariasi, bertekstur halus. Kenampakan objek pada citra dan foto pengamatan lapang lahan terbuka disajikan pada Gambar 11.

Gambar 11. Kenampakan objek pada citra dan foto pengamatan lapang penggunaan lahan terbuka.

Badan Air

(38)

Gambar 12. Kenampakan objek pada citra dan foto pengamatan lapang penggunaan lahan badan air.

Perubahan Penggunaan Lahan Kota Bogor Periode 2005-2012

Penggunaan lahan Kota Bogor tahun 2005 secara spasial disajikan pada Gambar 14. Dan penggunaan lahan kota bogor tahun 2012 disajikan pada Gambar 15.

Ket : BDA= badan air, KBC= kebun campuran, SWH= sawah, LDG= ladang, KWD= kawasan perdagangan, KWP= kawasan pemerintahan, PKM= permukiman teratur, PKM_T= permukiman tidak teratur, LHT= lahan terbuka

.

(39)
(40)

Tabel 8. Matriks perubahan penggunaan lahan Kota Bogor tahun 2005-2012

Penggunaan Lahan 2005

(ha)

Penggunaan lahan 2005-2012 (ha)

KBC SWH LDG PKM_T PKM KWD KWP LHT BDA

KBC 3 361.60 156.2 - 401.2 32.3 12.2 2.6 21.7 -

SWH 375 2 358.50 23 200.5 156.8 17 - 29.9 -

LDG - 71.1 42.8 26.6 - - - - -

PKM_T - - - 3 014.90 - - - - -

PKM - - - 752.7 - - - - -

KWD - - - 207.6 - - -

KWP - - - 43 - -

LHT 48.9 29.1 7.2 13.5 51.8 6.9 - 163 -

BDA - - - 76.2

Ket : BDA= badan air, KBC= kebun campuran, SWH= sawah, LDG= ladang, KWD= kawasan perdagangan, KWP= kawasan pemerintahan, PKM= permukiman teratur, PKM_T= permukiman tidak teratur, LHT= lahan terbuka.

Gambar 16. Grafik Konversi kebun campuran, sawah, ladang dan lahan terbuka tahun 2005-2012.

(41)

pemukiman teratur adalah sebesar 156.8 ha, konversi dari kebun campuran menjadi ladang adalah sebesar 23.0 ha, konversi sawah menjadi lahan terbuka adalah sebesar 29.9 ha, konversi dari sawah menjadi permukiman tidak teratur adalah sebesar 200.5 ha dan konversi sawah terkecil adalah konversi dari sawah menjadi kawasan perdagangan yaitu sebesar 17.0 ha. Luas ladang yang tidak mengalami perubahan selama periode 2005-2012 adalah sebesar 42.8 ha, sedangkan untuk konversi ladang terbesar selama periode 2005-2012 adalah konversi dari ladang menjadi sawah yaitu sebesar 71.7 ha, dan konversi ladang terkecil terjadi pada perubahan ladang menjadi permukiman tidak teratur sebesar 26.6 ha. Luas lahan terbuka yang tidak mengalami konversi lahan selama periode 2005-2012 adalah sebesar 163.0 ha, sedangkan untuk konversi lahan terbuka terbesar selama periode 2005-2012 adalah konversi dari lahan terbuka menjadi permukiman teratur yaitu sebesar 51.8 ha, konversi dari lahan terbuka menjadi kebun campuran yaitu sebesar 48.9 ha, konversi dari lahan terbuka menjadi sawah sebesar 29.1 ha, konversi dari lahan terbuka menjadi permukiman tidak teratur adalah sebesar 13.5 ha, konversi dari lahan terbuka menjadi ladang adalah sebesar 7.2 ha, konversi terkecil adalah konversi dari lahan terbuka menjadi kawasan perdagangan adalah sebesar 6.9 ha dan tidak mengalami perubahan untuk kawasan pemerintahan dan badan air.

Gambar 17. Grafik Luas permukiman tidak teratur, permukiman teratur,

kawasan perdagangan, kawasan pemerintahan dan badan air yang tidak mengalami perubahan pada periode tahun 2005-2012.

(42)

badan air pada periode 2005-2012 tidak mengalami konversi penggunaan lahan sehingga luasannya tetap sama yaitu sebesar 76.2 ha.

Gambar 18. Grafik Perubahan Penggunaan Lahan Kota Bogor Tahun 2005-2012

Perubahan penggunaan lahan Kota Bogor tahun 2005-2012 disajikan secara grafik pada Gambar 18. Pada Gambar 18, terdapat grafik perubahan penggunaan lahan periode 2005-2012 dapat diketahui bahwa luas kebun

campuran mengalami penurunan luas wilayah, pada tahun 2005 luas kebun

campuran adalah 3 987.7 ha dan pada tahun 2012 berubah menjadi 3 785.5 ha, penurunan luasan kebun campuran selama periode 2005-2012 adalah sebesar 202,2 ha (1.73%). Pada periode 2005-2012 Sawah mengalami penurunan luas wilayah, pada tahun 2005 luas sawah adalah 3 160 ha dan pada tahun 2012 berubah menjadi 2 615.0 ha, penurunan sawah selama periode 2005-2012 adalah sebesar 545.7 ha (4.66%). Pada periode 2005-2012 Ladang mengalami penurunan luas wilayah, pada tahun 2005 luasan ladang adalah 140.6 ha dan pada tahun 2012 berubah menjadi 73.0 ha. Penurunan ladang selama periode 2005-2012 adalah sebesar 67.6 ha (0.58%). Pada periode 2005-2005-2012 kawasan

permukiman tidak teratur mengalami pertambahan luasan wilayah pada tahun

2005 sebesar 3 014.9 ha dan pada tahun 2012 berubah menjadi 3 656.8 ha, pertambahan luas kawasan permukiman tidak teratur selama periode 2005 sampai 2012 adalah sebesar 641.9 ha (5.48%). Pada periode 2005-2012 kawasan

permukiman teratur mengalami pertambahan luasan wilayah pada tahun 2005

sebesar 752.7 ha dan pada tahun 2012 berubah menjadi 993.5 ha, pertambahan luas kawasan selama periode 2005 sampai 2012 adalah sebesar 240.8 ha (2.06%).

3 987.7

KBC SWH LDG PKM_T PKM KWD KWP LHT BDA

(43)

Pada periode 2005-2012 kawasan perdagangan mengalami pertambahan luas wilayah pada tahun 2005 sebesar 207.6 ha dan pada tahun 2012 berubah menjadi 243.6 ha, pertambahan luas kawasan selama periode 2005 sampai 2012 adalah sebesar 36.0 ha (0.31%). Pada periode 2005-2012 kawasan pemerintahan mengalami pertambahan luas wilayah pada tahun 2005 sebesar 43.0 ha dan pada tahun 2012 berubah menjadi 45.6 ha, pertambahan luas kawasan selama periode 2005 sampai 2012 adalah sebesar 2.6 ha (0.02%). Pada periode 2005-2012 lahan

terbuka mengalami penurunan luasan wilayah, pada tahun 2005 luasan lahan

terbuka adalah 320.5 ha dan pada tahun 2012 berubah menjadi 214.5 ha, penurunan luas kebun campuran selama periode 2005-2012 adalah sebesar 106,0 ha (0,91%). Pada periode 2005-2012 badan air tidak mengalami perubahan dimana luasannya tetap sama yaitu sebesar 76,2 ha.

Tabel 9. Pola Perubahan Penggunaan lahan Kota Bogor tahun 2005-2012

(44)

2005-Sawah-->Kawasan Perdagangan 17.0

Keterangan: *(LHB) Lahan terbangun:**kawasan perdagangan, kawasan pemerintahan, permukiman teratur, permukiman tidak teratur. *(RTH) Ruang Terbuka Hijau

:**sawah, ladang, kebun campuran, *(LHT) lahan terbuka: **lahan

terbuka,*(BDA) badan air:**badan air.

* Keterangan sebagai singkatan ** Keterangan sebagai cara menghitung

Konversi lahan pertanian menjadi lahan terbangun pada umumnya disebabkan oleh 3 fenomena sosial ekonomi yaitu: (1) Keterbatasan sumber daya lahan, (2) pertumbuhan penduduk, (3) pertumbuhan ekonomi. Data pada Tabel 9 menjelaskan bahwa perubahan penggunaan lahan selama periode 2005-2012 adalah sebesar 2 129 ha (28.93%) dari luasan lahan. Pada periode 2005 hingga 2012 terjadi perubahan penggunaan lahan yang signifikan seperti perubahan

lahan terbangun (kawasan pemerintahan, kawasan perdagangan, permukiman

teratur, permukiman tidak teratur) pada tahun 2005 luasannya adalah sebesar 4 124.4 ha dan mengalami pertambahan luasan pada tahun 2012 menjadi 4 939.5 ha, dimana pada periode tersebut terjadi perluasan wilayah sebesar 815.2 ha.

tidak mengalami perubahan penggunaan lahan dimana luasannya tetap sama yaitu 76.2 ha. Perkembangan suatu wilayah dapat dilihat dengan semakin berkurangnya lahan kosong di dalam wilayah tersebut. Hal ini dapat disebabkan oleh pertambahan jumlah penduduk dalam suatu wilayah baik secara alamiah maupun akibat semakin tingginya kebutuhan ruang untuk dijadikan tempat tinggal dan untuk tempat berwirausaha.

Konsistensi/Inkonsistensi Penggunaan Lahan Tahun 2012 dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Bogor Tahun 2011-2031

(45)

(Gambar 15). Hasil dari overlay tersebut menghasilkan sebaran spasial konsistensi/inkonsistensi pemanfaatan ruang Kota Bogor tahun 2012 (Gambar 21).

Suatu penggunaan lahan dikatakan konsisten (sesuai) apabila suatu penggunaan lahan aktual (tahun 2012), sama dengan pengalokasian penggunaan lahan menurut pola ruang rencana tata ruang wilayah (RTRW) dan suatu penggunaan lahan dianggap inkonsisten (tidak sesuai) apabila suatu penggunaan lahan aktual (tahun 2012), tidak sama atau berbeda dengan pengalokasian penggunaan lahan menurut RTRW, misalnya lahan aktual merupakan lahan terbangun sedangkan alokasi ruang sebagai ruang terbuka hijau (RTH) dalam dokumen RTRW, sehingga kawasan tersebut dapat dikatakan inkonsisten (tidak sesuai).

Gambar 19. Sebaran Alokasi Ruang Berdasarkan RTRW Kota Bogor Tahun 2011-2031.

(46)

Tabel 10. Keterkaitan penggunaan lahan (2012) dengan Alokasi Ruang menurut

Ket : KBC= kebun campuran, SWH= sawah, LDG= ladang, PKM_T= permukiman tidak teratur, PKM= permukiman teratur, KWD= kawasan perdagangan, KWP= kawasan pemerintahan, LHT= lahan terbuka, BDA= badan air.

(47)

lahan terbuka sedangkan pada alokasi RTRW dikelompokan menjadi 2 tipe penggunaan lahan. Pada badan air (BDA) penggunaan lahan terdiri dari 1 penggunaan lahan yaitu badan air, sedangkan pada alokasi RTRW penggunaan lahan BDA dikelompokkan menjadi 3 tipe penggunaan. Penggunaan lahan (2012) dikelompokkan kedalam 9 tipe penggunaan lahan sedangkan penggunaan lahan menurut alokasi ruang (RTRW) dikelompokkan kedalam 33 tipe penggunaan lahan.

Pada data alokasi ruang menurut RTRW dapat diketahui alokasi ruang terluas disediakan untuk lahan terbangun yaitu sebesar 10 212.0 ha, lahan tersebut dalam rencana tata ruang meliputi: fasilitas olahraga dan rekreasi, pendidikan, peribadatan, fasilitas umum dan sosial, industri, jasa, militer, perdagangan, prasarana kota, pusat wp, transportasi, utilitas kota, rumah tinggi, rumah sedang dan ruang rendah. Alokasi untuk ruang terbuka hijau (RTH) disediakan seluas 900.8 ha, lahan tersebut dalam rencana tata ruang meliputi: hutan kota, penunjang pertanian, pertanian, RTH, RTH infrastruktur, RTH kebun penelitian, RTH taman lingkungan, RTH taman, TPU, sempadan SUTT. Alokasi ruang untuk lahan terbuka menurut alokasi RTRW adalah sebesar 183.7 ha, lahan tersebut dalam rencana tata ruang meliputi: sempadan jalan tol dan sempadan rel KA. Alokasi ruang untuk kawasan badan air menurut alokasi ruang adalah sebesar 410.4 ha, lahan tersebut dalam rencana tata ruang meliputi: sempadan saluran, sempadan sungai, sungai. Pada tabel peruntukan alokasi ruang menurut RTRW dapat diketahui, peruntukan alokasi ruang tertinggi adalah fasilitas rumah sedang seluas 4 743.1 ha, sedangkan untuk alokasi ruang terkecil adalah untuk fasilitas umum berupa RTH infrastruktur yaitu sebesar 0.3 ha.

Untuk menganalisis ketidaksesuaian pemanfaatan ruang, dilakukan penyamaan jenis penggunaan lahan pada alokasi RTRW dengan kondisi eksisting. Penyamaan tersebut digunakan sebagai dasar untuk mengetahui apakah pemanfaatan ruang saat ini sesuai (konsisten) atau tidak sesusai (inkonsisten) dengan alokasi ruang RTRW. Pada Tabel 11 dijelaskan penggunaan lahan menurut alokasi RTRW yang dikelompokan kedalam penggunaan lahan eksisting.

(48)

Pemerintahan 68 9 1 85 15 71 10 permukiman teratur SWH= Sawah, KBC= kebun campuran.

(49)

Konsisten Luas (ha) 1606 1404 565 514 970 1020 dengan rencana tata ruang wilayah Kota Bogor tahun 2011-2031. Dari Tabel 12 dapat diketahui nilai konsisten terbesar terletak pada Kecamatan Bogor Barat sebagai permukiman tidak teratur dengan luasan wilayah sebesar 1178 ha. Pada badan air nilai konsistensi terbesar terletak pada kecamatan Bogor Barat yaitu sebesar 29 ha. Pada kawasan pemerintah nilai konsistensi terbesar terletak pada kecamatan Bogor Tengah yaitu sebesar 48 ha. Pada kawasan perdagangan nilai konsistensi terbesar terletak pada Kecamatan Bogor Tengah yaitu sebesar 120 ha. Pada kebun campuran nilai konsistensi terbesar terletak pada kecamatan Bogor Barat yaitu sebesar 157 ha. Pada lahan terbuka nilai konsistensi terbesar terletak pada Kecamatan Bogor Utara dan Tanah Sareal yaitu sebesar 1 ha. Pada ladang nilai konsistensi terbesar terletak pada Kecamatan Bogor Barat yaitu sebesar 8 ha. Pada permukiman teratur nilai konsistensi terbesar terletak pada kecamatan Bogor Utara yaitu sebesar 91 ha. Pada sawah nilai konsistensi terbesar terletak pada Kecamatan Bogor Barat yaitu sebesar 60 ha. Dari data tersebut dapat diketahui bahwa penggunaan lahan yang tersebar di Kota Bogor yang sesuai dengan alokasi ruang menurut RTRW adalah sebesar 6079 ha (40.95%).

(50)

Gambar 20. Persentase Keterkaitan Penggunaan Lahan dengan Alokasi Pola Ruang

Gambar 21. Sebaran spasial konsistensi dan inkonsistensi penggunaan lahan tahun 2012 dengan RTRW tahun 2011-2031.

Secara keseluruhan penggunaan lahan tahun 2012 Kota Bogor yang konsisten untuk peruntukan sebagai lahan terbangun, lahan terbuka, badan air dan RTH adalah sebesar 6 079 ha (40.95%) dan untuk lahan yang inkonsisten sebesar 8 766 ha (59.05%). Secara spasial, wilayah yang konsisten untuk penggunaan lahan menurut alokasi ruang sebagian besar tersebar Bogor Tengah, hal ini dapat

Bogor Barat

Bogor Selatan

Bogor Tengah

Bogor Timur

Bogor Utara

Tanah Sareal

Inkonsisten 55.5 64.9 48.1 59.2 61.9 56.4

Konsisten 44.5 35.1 51.9 40.8 38.1 43.6

0.0 10.0 20.0 30.0 40.0 50.0 60.0 70.0

Pr

e

sen

tase

Lu

as

(%

(51)

dilihat dari data yang tertera pada Tabel 12 dan Gambar 20, dimana Kecamatan Bogor Tengah dengan luas lahan sebesar 1088 ha, memiliki luas kawasan yang konsisten diperuntukan sebagai lahan terbangun sebesar 51.9% dan daerah yang tidak konsisten adalah sebesar 48.1%. Hal ini dapat terbukti kebenarannya dengan pengecekan lapang dikarenakan Kecamatan Bogor Tengah merupakan pusat kawasan pemerintahan, perdagangan dan permukiman penduduk. Kawasan untuk lahan terbangun yang inkonsinten dengan RTRW sebagian besar tersebar di Kecamatan Bogor selatan yaitu sebesar 64.9% sedangkan kawasan yang sesuai dengan alokasi peruntukan RTRW sebesar 35.1%, hal ini disebabkan oleh peruntukan penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan alokasi RTRW misalnya peruntukan sebagai kawasan RTH dalam alokasi RTRW pada kenyataan dilapang digunakan menjadi kawasan lahan terbangun.

Tingkat Perkembangan Wilayah

Tingkat Perkembangan Wilayah di Kota Bogor dapat dilihat dengan analisis skalogram. Terdapat 63 variabel yang digunakan dalam menentukan tingkat perkembangan wilayah Kota Bogor Tahun 2006 dan 2012, yang dikelompokan ke dalam 5 indeks yaitu: fasilitas pendidikan, fasilitas sosial, fasilitas kesehatan, fasilitas ekonomi dan aksesibilitas. Hasil analisis skalogram ini menghasilkan nilai Indeks Perkembangan Desa (IPD), dimana semakin tinggi nilai IPD suatu daerah maka semakim tinggi pula tingkat perkembangan wilayah daerah tersebut dan sebaliknya, apabila semakin kecil nilai IPD di suatu daerah makan semakin rendah tingkat perkembangan wilayah di daerah tersebut. Meningkatnya jumlah penduduk menuntut adanya peningkatan jumlah unit dan jenis fasilitas sarana dan prasarana sebagai penompang wilayah pusat pelayanan aktivitas. Analisis ini dilakukan dengan cakupan 6 kecamatan dan 68 kelurahan. Hasil analisis skalogram yang menggambarkan pengelompokan tingkatan hirarki wilayah di Kota Bogor Tahun 2006 dan 2012 dicantumkan pada Gambar 22.

(52)

Tabel 13. Kelompok Hirarki Wilayah Kota Bogor Tahun 2011-2031

Hirarki Tahun 2006 Tahun 2012

1 Pabaton, Tanah Sareal, 2 Babakan Pasar, Baranang Siang,

Bondongan, Cibuluh, Cilendek

(53)

Berdasarkan hasil analisis skalogram pada tahun 2006, kelurahan yang berhirarki 1 berjumlah 8 kelurahan, yang berhirarki 2 berjumlah 21 kelurahan dan yang berhirarki 3 berjumlah 39 kelurahan. Pada tahun 2011 terjadi perubahan tingkat perkembangan wilayah di Kota Bogor dimana jumlah kelurahan yang berhirarki 1 menjadi 11 kelurahan, yang berhirarki 2 menjadi 15 kelurahan dan yang berhirarki 3 menjadi 42 kelurahan. Wilayah yang mengalami perubahan hirarki dari tahun 2006 ke tahun 2012 menjadi kelurahan hirarki 1 yaitu: Bondongan, Empang, Kebon Kalapa, Margjaya dan Sukaresmi. Hal tersebut terjadi dikarenakan kelurahan tersebut mengalami peningkatan jumlah fasilitas yang tersedia anatara lain peningkatan jumlah fasilitas pendidikan, fasilitas ekonomi, fasilitas kesehatan, fasilitas sosial yang tertera pada Tabel 5. Sebaliknya kelurahan Pasir Mulya mengalami perubahan tingkatan hirarki wilayah, dari tingkatan hirarki 1 pada tahun 2006 menjadi hirarki II pada tahun 2012. Penurunan tingkatan hirarki ini dapat disebakan oleh peningkatan jumlah dan jenis fasilitas di kelurahan lain sedangkan untuk Kelurahan Pasir Mulya terjadi peningkatan fasilitas yang tidak terlalu signifikan atau bahkan tidak terjadi peningkatan fasilitas sama sekali.

Tabel 14. Pertumbuhan Hirarki Tahun 2006 ke 2012.

No Kelurahan Peningkatan Hirarki (2006-2012)

1 Bondongan, Empang, Kebon Kelapa, Margayajaya 2 --> 1

2 Sukaresmi 3 --> 1

3 Curug, Harjasari, Kedung Jaya, Kencana, Kertamaya, Tegal Gundil, Tegalega 3 --> 2

No Kelurahan Penurunan Hirarki (2006-2012)

1 Pasir Mulya 1-->2

2 Cibogor 1-->3

3 Babakan Pasar, Baranangsiang, Cibuluh, Kayu Manis, Muara Sari, Pakuan, Semplak, Sempur,

Sindang Sari, Sukadamai, Sukasari, Tanah Baru 2-->3

Pada Tabel 14, menunjukan bahwa tingkat perkembangan wilayah di Kota Bogor yang dilihat berdasarkan kelengkapan fasilitas dan aksesibilitas yang berada pada setiap kelurahan pada tahun 2006 dan 2012 mengalami peningkatan dan penurunan tingkat perkembangan wilayah. Kelurahan Sukaresmi pada tahun 2006 dengan fasilitas yang sangat terbatas dimana penduduk yang bertempat tinggal di kelurahan tersebut kurang terlayani untuk mendapatkan fasilitas umum yang tersedia dimana kelurahan tersebut masuk kedalam kawasan kelompok hirarki 3. Pada tahun 2012 seiring berkembangnya pembangunan fasilitas di kelurahan sukaresmi, menjadikan kelurahan tersebut berkembang dimana fasilitas umum yang tersedia bisa dimanfaatkan oleh masyarakat dan masuk kedalam kelompok berhirarki 1, sehingga Kelurahan Sukaresmi mengalami peningkatan hirarki wilayah yang tadinya berhirarki 3 meningkat menjadi berhirarki 1.

(54)

Kelurahan Cibogor masuk kedalam kelompok wilayah berhirarki 1 dan pada tahun 2012 Kelurahan Cibogor masuk kedalam kelompok hirarki 3, penurunan tingkatan hirarki pada Kelurahan Cibogor disebabkan karena lokasinya yang dekat dengan pusat kota, pada tahun 2006 fasilitas di dalam pusat Kota belum berkembang dan fasilitas di Kelurahan Cibogor sudah lengkap untuk masyarakat, akan tetapi seiring berjalannya waktu fasilitas di pusat Kota semakin berkembang, lengkap dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat sehingga banyak masyarakat Kelurahan Cibogor lebih memilih menggunakan fasilitas yang ada di pusat kota untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Hal tersebut mengakibatkan fasilitas yang ada di Kelurahan Cibogor menjadi tidak digunakan dan para pengusaha/pedagang banyak yang bangkrut dan menutup usahanya.

Gambar 24 dan Gambar 25 menjelaskan perubahan penggunaan lahan yang ditandai dengan legenda berwarna merah. Kedua gambar tersebut menunjukan sebaran perubahan penggunaan lahan tahun 2005-2012 pada kebun campuran, sawah, ladang dan lahan terbuka yang mengalami perubahan penggunaan lahan menjadi lahan terbangun (permukiman teratur, permukiman tidak teratur, kawasan pemerintahan, kawasan perdagangan).

(55)
(56)

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Perubahan Penggunaan Lahan

Pertumbuhan jumlah penduduk yang semakin meningkat memicu terjadinya perubahan penggunaan lahan yang tidak dapat dihindari, sehingga mengakibatkan kebutuhan ruang yang semakin tinggi sedangkan ketersediaan ruang yang semakin terbatas mengakibatkan perubahan penggunaan lahan tidak sesuai dengan alokasi peruntukan ruang (RTRW) yang sesungguhnya. Pada penelitian ini faktor-faktor yang menyebabkan perubahan penggunaan lahan dianalisis dengan metode forward stepwise. Hasil dari analalisis dapat dilihat pada Tabel 15.

Tabel 15. Hasil Analisis Regresi Perubahan Penggunaan Lahan.

Faktor Perubahan Penggunaan Lahan Beta Std.Err.of beta t(57) level

p-Pertumbuhan Penduduk 0.193 0.131 1.47 0.147

Pertumbuhan Fasilitas Sosial 0.249 0.12 -2.077 0.042 Pertumbuhan Fasilitas Ekonomi 0.201 0.102 -1.967 0.054 Pertumbuhan Fasilitas Pendidikan -0.048 0.106 -0.454 0.652 Pertumbuhan Fasilitas Kesehatan 0.023 0.11 0.209 0.836 Indeks Perkembangan Desa -0.057 0.122 -0.47 0.64 Alokasi Lahan Pertanian (ha) 0.047 0.12 0.387 0.7 Alokasi Lahan Terbangun (ha) 0.14 0.177 0.789 0.433 Luas Lahan Pertanian 2005 (ha) -0.581 0.183 3.178 0.002 Luas Lahan Terbangun 2005 (ha) 0.136 0.144 -0.945 0.349

R Square (R² ) 0,486

Berdasarkan hasil analisis, terdapat beberapa variabel yang berpengaruh sangat nyata secara statistik dengan nilai p-level < yaitu 0.05 (kurang dari 5%) yaitu: Pertumbuhan fasilitas sosial dan luas lahan pertanian tahun 2005. Dari Tabel 15, didapatkan nilai R-Square (R² ) sebesar 0.486. Hal ini menunjukkan bahwa model tersebut hanya mampu menjelaskan keragaman data sebesar 0.486. Interpretasi faktor-faktor yang berpengaruh sangat nyata, mempengaruhi perubahan penggunaan lahan adalah:

1. Luas Lahan Pertanian

Gambar

Gambar 1.  Lokasi Penelitian
Tabel 2.  Alat Penelitian
Tabel 4.  Matrik Logika Konsistensi Penggunaan Lahan di Kota Bogor.  Peruntukan (RTRW)  Badan Air  Penggunaan Lahan Kota Bogor Lahan
Gambar 2. Diagram Alir Penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil pengujian menunjukkan bahwa efek dari rongga terkopel pada pemakaian prisma tertutup dapat meningkatkan kinerja serapan pada bentang frekuensi di bawah 200 Hz,

Memperhatikan kondisi calon HTI yang tidak subur, tentu saja akan mempunyai masalah dalam pertumbuhan tanaman tersebut, karena tanaman cepat tumbuh dan mempunyai riap

ovarium, tidak ada sel tumor cairan asites ataupun pada bilasan cairan di asites ataupun pada bilasan cairan di rongga peritonium rongga peritonium Stadium Ic : tumor terbatas

Dari hasil penilaian kelengkapan dan kebenaran dokumen administrasi atas peserta lelang yang memasukan dokumen penawaran diatas, dokumen administrasi yang dinyatakan memenuhi syarat

Žmogus, kuris galvoja tik apie save ir visur ieško sau naudos, negali būti laimingas. Nori gyventi sau -

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan penyusunan laporan Tugas Akhir dengan

Hasil penelitian menunjukan bahwa pelaksanaan rekrutmen, seleksi dan penempatan tenaga kerja di koperasi BMT-UGT Sidogiri Pasuruan lebih memprioritaskan para alumni

Berdasarkan penelitian yang telah peneliti lakukan di SMA Islamiyah Pontianak dan dari hasil pengolahan data yang diperoleh, baik dari hasil belajar sebelum diterapkan