• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III LANDASAN TEORI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB III LANDASAN TEORI"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

LANDASAN TEORI

3.1. Pengertian K3

Keselamatan Kesehatan Kerja (K3) adalah keselamatan yang bertalian dengan mesin, pesawat, alat kerja, bahan dan proses pengolahannya, landasan tempat kerja dan lingkungannya serta melakukan pekerjaan. Keselamatan kerja bersasaran segala tempat kerja, baik di darat, di dalam tanah, di permukaan air, di dalam air, maupun di udara. Tempat-tempat kerja demikian tersebar pada segenap kegiatan ekonomi, seperti pertanian, industri, pertambangan, perhubungan, pekerjaan umum, jasa, dll (Suma’mur, 1989).

K3 Konstruksi Bidang Pekerjaan Umum adalah K3 pada sektor jasa konstruksi yang berhubungan dengan kepentingan umum (masyarakat) antara lain pekerjaan konstruksi: jalan, jembatan, bangunan gedung fasilitas umum, sistem penyediaan air minum dan perpipaannya, sistem pengolahan air limbah dan perpipaannya, drainase, pengolahan sampah, pengaman pantai, irigasi, bendungan, bendung, waduk, dan lainnya. K3 konstruksi memiliki persyaratan antara lain: Ruang lingkup, Struktur organisasi, wajib lapor, standar eksernal, tata tertib proyek, kebijakan sanksi/tindakan tidak disiplin, investigasi dan pelaporan kecelakaan.

Pemahaman tentang K3 yang benar dari semua aspek sangat berguna untuk pencegahan kecelakaan dalam kegiatan konstruksi dimana diharapkan produksi meningkat dengan meminimalkan atau mengurangi kecelakaan bahkan meniadakan kecelakaan (zero accident).

Keberhasilan Pada proses penerapan K3 itu sendiri, perusahaan menggunakan filosofi dasar pelaksanaan K3 sebagai berikut :

1. Setiap tenaga kerja berhak mendapatkan perlindungan atas keselamatan dalam melakukan pekerjaan dalam meningkatkan produksi dan produktivitas. 2. Setiap orang lainnya yang berada di tempat kerja perlu jaminan keselamatan. 3. Setiap sumber-sumber produksi yang digunakan secara efisien dan efektif.

4. Pengurus / Pimpinan perusahaan diwajibkan memenuhi dan mematuhi semua syarat-syarat dan ketentuan K3 yang berlaku pada perusahaan dan tempat kerja yang dijalankan.

(2)

6. Tercapainya kecelakaan nihil.

3.2. Sejarah Awal Perkembangan Keselamatan Kerja

Masalah keselamatan kerja telah dikenal sejak abad yang lalu sejalan dengan perkembangan industri. Namun secara spesifik, baru dimulai sekitar tahun 1800-an bersamaan dengan revolusi industri di Inggris yang ditandai dengan ditemukannya mesin uap yang membawa perubahan mendasar dalam proses produksi. Perubahan ini menimbulkan dampak luas khususnya hubungan antar manusia di tempat kerja. Manusia berubah menjadi sekedar alat produksi sebagaimana dengan mesin dan alat kerja lainnya yang dengan mudah diganti dengan yang baru. Karena itu keselamatannya kurang mendapat perhatian sehingga terjadi banyak kecelakaan kerja (Ramli, 2010).

Kondisi perubahan yang buruk dan angka kecelakaan yang tinggi telah mendorong berbagai kalangan untuk berupaya meningkatkan perlindungan bagi tenaga kerja. Salah satu diantaranya perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja. Manusia bukan sekedar alat produksi tetapi merupakan aset perusahaan yang sangat berharga sehingga harus dilindungi keselamatannya. Sebagai akibatnya, perhatian terhadap keselamatan dan kesehatan kerja mulai meningkat dan ditangani sebagai bagian penting dalam proses produksi (Ramli, 2010).

Selanjutnya, aspek keselamatan kerja terus berkembang. Pada tahun 1949, Para ahli Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) melihat bahwa aspek K3 tidak bisa dikelola secara insidensial, tetapi harus terprogram dengan baik. Pada tahun 1950-an, berkembang konsep Safety Management, yang dimotori oleh ahli K3 seperti Dan Petersen, Frank Bird dan James Tye yang mengemukakan bahwa keselamatan dan kesehatan kerja harus dikelola dengan menerapkan konsep manajemen modern. Aspek K3 merupakan bagian integral dari sistem manajemen dalam organisasi. Sejak itu berkembang berbagai konsep mengenai sistem manajemen K3 (Ramli, 2010).

3.3. Aspek-aspek dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)

Menurut Anoraga (2005:76) mengemukakan aspek-aspek Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) meliputi :

(3)

a) Lingkungan kerja

Lingkungan kerja merupakan tempat dimana seseorang atau karyawan dalam beraktifitas bekerja. Lingkungan kerja dalam hal ini menyangkut kondisi kerja, seperti ventilasi, suhu, penerangan dan situasinya.

b) Alat Kerja dan Bahan

Alat kerja dan bahan merupakan suatu hal yang pokok dibutuhkan oleh perusahaan untuk bekerja. Dalam aktifitas kerja, alat-alat kerja sangatlah vital yang digunakan oleh para pekerja dalam melakukan kegiatan pekrjaan di bidang kontruksi.

c) Cara melakukan pekerjaan

Setiap bagian-bagian pekerjaan kontruksi/instalasi memiliki cara-cara melakukan pekerjaan yang berbeda-beda sesuai kemampuan yang dimiliki oleh karyawan. Cara-cara yang biasanya dilakukan oleh karyawan dalam melakukan semua aktifitas pekerjaan, misalnya menggunakan peralatan yang sudah tersedia dan pelindung diri secara tepat dan mematuhi peraturan penggunaan peralatan tersebut dan memahami cara mengoperasionalkan mesin atau alat bantu.

Menurut Budiono dkk, (2003:99), faktor-faktor yang mempengaruhi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) antara lain :

A. Beban Kerja

Beban kerja berupa beban fisik, mental dan sosial, sehingga upaya penempatan pekerja yang sesuai dengan kemampuannya perlu diperhatikan.

B. Kapasitas Kerja

Kapasitas kerja yang banyak tergantung pada pendidikan, keterampilan, kesegaran jasmani, ukuran tubuh, keadaan gizi dan sebagainya.

C. Lingkungan kerja

Lingkungan kerja yang berupa faktor fisik, kimia, biologik, ergonomic maupun psikososial.

Dari beberapa uraian diatas dapat disimpulkan bahwa Aspek dan Faktor yang mempengaruhi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) antara lain lingkungan kerja, alat kerja dan bahan, cara melakukan pekerjaan, beban kerja kapasitas kerja dan lingkungan kerja.

(4)

3.4. Kecelakaan Kerja

Kecelakaan adalah suatu kejadian yang tak terduga dan tidak diharapkan. Tak terduga dikarenakan di belakang peristiwa itu tidak terdapat unsur kesengajaan lebih dalam bentuk perencanaan. Kecelakaan akibat kerja adalah kecelakaan yang berhubungan dengan hubungan kerja pada perusahaan. Penyebab dari kecelakaan di berbagai tempat kegiatan konstruksi tidak sama. Namun memiliki kesamaan umum yang dibedakan dalam 2 golongan:

a. Tindakan atau perbuatan manusia yang tidak memenuhi keselamatan (unsafe human acts) yang berarti manusialah penyebab dari kecelakaan.

Tindakan yang membahayakan (unsafe human acts) dapat berupa sikap sebagai berikut:

1. Menjalankan pekerjaan tanpa mempunyai kewenangan (bekerja bukan pada kewenangannya).

2. Gagal menciptakan keadaan yang baik sehingga menjadi tidak aman atau memanas.

3. Menjalankan pekerjaan yang tidak sesuai dengan kecepatan geraknya. 4. Memakai Alat Pelindung Diri (APD) atau safety hanya berpura-pura. 5. Menggunakan peralatan yang tidak layak.

6. Pengurusan alat pengaman peralatan yang digunakan untuk melindungi manusia.

7. Bekerja berlebihan atau melebihi jam kerja di tempat kerja. 8. Mengangkat dan mengangkut beban yang berlebihan.

b. Keadaan lingkungan yang tidak nyaman (unsafe conditions) yang berarti situasi atau keadaan lingkungan sekitarlah yang menyebabkan kecelakaan. Kondisi yang membahayakan (unsafe conditions) dapat berupa situasi sebagai berikut:

1. Dalam keadaan pengamanan yang berlebihan.

2. Alat dan peralatan yang sudah tidak layak digunakan.

3. Terjadi kemacetan dalam penggunaan alat/mesin (congestion). 4. Sistem peringatan yang berlebihan (in adequate warning system).

5. Ada api di tempat yang berbahaya. Misalnya, tempat yang mengandung bensin atau sejenisnya yang mendatangkan bahaya api.

(5)

6. Alat penjaga atau pengaman gedung kurang standar.

7. Kondisi suhu (atmosfir) yang membahayakan seperti; terpapar gas, fumes dan lain-lain.

8. Terpapar bising. 9. Terpapar radiasi.

10. Pencahayaan dan ventilasi yang kurang ataupun berlebihan. (Santoso, 2004)

3.5. Alasan Mendasar Perlunya Standar K3

Adapun beberapa alasan yang mendasari perlunya standar K3 dapat ditinjau dari 3 aspek yaitu:

Aspek Moral (Kemanusiaan)

Faktor ini sangat penting karena jiwa manusia tidak dapat dihitung secara ekonomi, tetapi dengan menonjolkan faktor ini dan mengabaikan faktor ekonomi adalah kurang bijaksana. Setiap pekerja tidak seharusnya mendapatkan risiko cedera dan sakit di tempat kerja, begitu juga setiap orang yang berhubungan dalam lingkungan kerja. Faktor ini sangat ditonjolkan pemerintah dan organisasi pekerja, sehingga kriteria accident adalah bila terjadi kecelakaan yang mengakibatkan meninggalnya manusia atau cacat permanen.

 Aspek Ekonomis

Rendahnya kinerja K3 dengan adanya kecelakaan dan penyakit akibat kerja yang berakibat:

1) Peningkatkan biaya negara dan biaya sosial (melalui pembayaran keamanan sosial, biaya pengobatan, kerugian, hilangnya kesempatan bekerja bagi pekerja, terganggu dan menurunnya produktifitas semua pihak yang terkena dampaknya),

2) Perusahaan pengguna dan organisasi pengerah tenaga kerja juga menanggung biaya atas kejadian kecelakaan (biaya administrasi resmi, denda, kompensasi kerusakan dan kecelakaan, waktu penyelidikan, terhentinya produksi, hilangnya kepercayaan dari tenaga kerja, dari pelanggan dan dari masyarakat luas).

(6)

Persyaratan K3 harus diperkuat oleh peraturan hukum perdata dan pidana. Karena tanpa dorongan ekstra tindakan pengaturan/penuntutan hukum yang tegas, banyak perusahaan tidak akan memenuhi kewajiban moralnya.

No.9 Tahun 2008 kegiatan jasa konstruksi yang dilaksanakan oleh pengguna jasa terdiri dari jasa pemborongan, jasa konsultansi dan kegiatan swakelola yang aktifitasnya melibatkan tenaga kerja dan peralatan kerja. Untuk keperluan pelaksanaan pekerjaan fisik di lapangan, wajib menyelenggarakan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) konstruksi bidang Pekerjaan Umum.

Keselamatan dan kesehatan kerja menurut ILO dan WHO adalah upaya pemeliharaandan peningkatan derajat kesehatan parapekerja baik secara fisik, mental dan sosial.Akan tetapi secara umum keselamatan dankesehatan kerja (K3) adalah ilmu pengetahuanyang mempelajari tentang cara penerapandalam usaha mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibatkerja.

Tujuan dan sasaran manajemen k3 adalah menciptakan sistem keselamatan dan kesatuan kerja di tempat kerja dengan melibatkan unsur manajemen, tenaga kerja, kondisi, dan lingkungan kerja yang terintegrasi dalam rangka mencegah dan mengurangi kecelakaan dan penyakit akibat kerja serta terciptanya tempat kerja yang aman dan efisien, dan produktif. (Sastrohadiwiryo, 2001).

Elemen-elemen yang patut dipertimbangkan dalam mengembangkan program keselamatan kerja adalah; komitmen perusahaan, kebijakan pemimpin, ketentuan penciptaan lingkungan kerja, ketentuan pengawaasan selama proyek berlangsung, pendelegasian wewenang, penyelidikan pelatihan dan pendidikan, mengukur kinerja program K3 dan pendokumentasian yang memadai secara kontinu. (Ervianto, 2009).

Penanggulangan kecelakaan dan penyakit akibat kerja hanya akan berhasil apabila:

1. Manajemen sungguh-sungguh menyadari bahwa akar dari setiap kecelakaan atau penyakit akibat kerja terletak pada manajemen.

2. Manajemen memberi wewenang penuh kepada manajer K3. 3. Kebijakan K3 yang ditetapkan.

(7)

Peraturan tentang K3 Proyek Konstruksi :

Pemerintah telah sejak lama mempertimbangkan masalah perlindungan tenaga kerja, yaitu melalui UU No. 1 Tahun 1970Tentang Keselamatan Kerja. Sesuai dengan perkembangan jaman, pada tahun 2003, pemerintah mengeluarkan UU 13/2003 tentangKetenagakerjaan. Undang undang ini mencakup berbagai hal dalam perlindungan pekerja yaitu upah, kesejahteraan, jaminan sosial tenagakerja, dan termasuk juga masalah keselamatan dan kesehatan kerja.Aspek ketenaga kerjaan dalam hal K3 pada bidang konstruksi,diatur melalui Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.PER-01/MEN/1980 Tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada Konstruksi Bangunan. Peraturan ini mencakup ketentuan-ketentuan mengenai keselamatan dan kesehatan kerja secara umummaupun pada tiap bagian konstruksi bangunan. Peraturan ini lebihditujukan untuk konstruksi bangunan, sedangkan untuk jeniskonstruksi lainnya masih banyak aspek yang belum tersentuh. Disamping itu, besarnya sanksi untuk pelanggaran terhadap peraturan inisangat minim yaitu senilai seratus ribu rupiah.

3.6. Elemen - Elemen Penerapan K3 Proyek

1. Kebijakan K3

Merupakan landasan keberhasilan K3 dalam proyek Memuat komitment dan dukungan manajemen puncak terhadap pelaksanaan K3 dalam proyek. Harus disosialisasikan kepada seluruh pekerja dan digunakan sebagai landasan kebijakan proyek lainnya. 2. Administratif dan Prosedur

Menetapkan sistim organisasi pengelolaan K3 dalam proyek Menetapkan personal dan petugas yang menangani K3 dalam proyek Menetapkan prosedur dan sistim kerja K3 selama proyek berlangsung termasuk tugas dan wewenang semua unsur terkait Organisasi dan SDM. Kontraktor harus memiliki organisasi yang menangani K3 yang besarnya sesuai dengan kebutuhan dan lingkup kegiatan. Organisasi K3 harus memiliki asses kepada penanggung jawab projek. Kontraktor harus memiliki personnel yang cukup yang bertanggung jawab mengelola kegiatan K3 dalam perusahaan yang jumlahnya disesuaikan dengan kebutuhan. Kontraktor harus memiliki personel atau pekerja yang cakap dan kompeten dalam menangani setiap jenis pekerjaan serta mengetahui sistim cara kerja aman untuk masing-masing kegiatan.

(8)

Sebelum memulai suatu pekerjaan,harus dilakukan Identifikasi Bahaya guna mengetahui potensi bahaya dalam setiap pekerjaan. Identifikasi Bahaya dilakukan bersama pengawas pekerjaan dan Safety Departement. Identifikasi Bahaya menggunakan teknik yang sudah baku seperti Check List, What If, Hazops, dsb. Semua hasil identifikasi Bahaya harus didokumentasikan dengan baik dan dijadikan sebagai pedoman dalam melakukan setiap kegiatan.

Identifikasi Bahaya harus dilakukan pada setiap tahapan proyek yang meliputi : Design Phase

• Procurement • Konstruksi

• Commisioning dan Start-up • Penyerahan kepada pemilik 4. Project Safety Review

Sesuai perkembangan proyek dilakukan kajian K3 yang mencakup kehandalan K3 dalam rancangan dan pelaksanaan pembangunannya. Kajian K3 dilaksanakan untuk meyakinkan bahwa proyek dibangun dengan standar keselamatan yang baik sesuai dengan persyaratan. Project Safety Review bertujuan untuk mengevaluasi potensi bahaya dalam setiap tahapan project secara sistimatis.

5. Pembinaan dan Pelatihan

Pembinaan dan Pelatihan K3 untuk semua pekerja dari level terendah sampai level tertinggi. Dilakukan pada saat proyek dimulai dan dilakukan secara berkala.

Pokok Pembinaan dan Latihan : • Kebijakan K3 proyek

• Cara melakukan pekerjaan dengan aman

• Cara penyelamatan dan penanggulangan darurat 6. Safety Committee (Panitia Pembina K3)

Panitia Pembina K3 merupakan salah satu penyangga keberhasilan K3 dalam perusahaan. Panitia Pembina K3 merupakan saluran untuk membina keterlibatan dan kepedulian semua unsur terhadap K3 Kontraktor harus membentuk Panitia Pembina K3 atau Komite K3 (Safety Committee). Komite K3 beranggotakan wakil dari masing-masing fungsi yang ada dalam kegiatan kerja. Komite K3 membahas permasalahan K3

(9)

dalam perusahaan serta memberikan masukan dan pertimbangan kepada manajemen untuk peningkatan K3 dalam perusahaan.

7. Promosi K3

Selama kegiatan proyek berlangsung diselenggarakan program-program Promosi K3 bertujuan untuk mengingatkan dan meningkatkan awareness para pekerja proyek. Kegiatan Promosi berupa poster, spanduk, buletin, lomba K3 dsb. Sebanyak mungkin keterlibatan pekerja.

8. Safe Working Practices

Harus disusun pedoman keselamatan untuk setiap pekerjaan berbahaya dilingkungan proyek misalnya :

• Pekerjaan Pengelasan • Scaffolding

• Bekerja diketinggian

• Penggunaan Bahan Kimia berbahaya • Bekerja diruangan tertutup

• Bekerja diperalatan mekanis dsb. 9. Sistim Ijin Kerja

Untuk mencegah kecelakaan dari berbagai kegiatan berbahaya, perlu dikembangkan sistim ijin kerja. Semua pekerjaan berbahaya hanya boleh dimulai jika telah memiliki ijin kerja yang dikeluarkan oleh fungsi berwenang (pengawas proyek atau K3) Ijin Kerja memuat cara melakukan pekerjaan, safety precaution dan peralatan keselamatan yang diperlukan.

10.Safety Inspection

Merupakan program penting dalam phase konstruksi untuk meyakinkan bahwa tidak ada “unsafe act dan unsafe Condition” dilingkungan proyek. Inspeksi dilakukan secara berkala. Dapat dilakukan oleh Petugas K3 atau dibentuk Joint Inspection semua unsur dan Sub Kontraktor

11.Equipment Inspection

Semua peralatan (mekanis,power tools,alat berat dsb) harus diperiksa oleh ahlinya sebelum diijinkan digunakan dalam proyek. Semua alat yang telah diperiksa harus

(10)

diberi sertifikat penggunaan dilengkapi dengan label khusus. Pemeriksaan dilakukan secara berkala.

12.Keselamatan Kontraktor

Harus disusun pedoman Keselamatan Konstraktor/Sub Kontraktor Subkontrakktor harus memenuhi standar keselamatan yang telah ditetapkan. Setiap sub kontraktor harus memiliki petugas K3.

13.Pekerja Subkontraktor harus dilatih mengenai K3 secara berkala.

Pemahaman tentang keselamatan dan kesehatan kerja (K3) yang benar dari semua aspek sangat berguna untuk pencegahan kecelakaan dalam kegiatan konstruksi dimana diharapkan produksi meningkat dengan meminimalkan atau mengurangi kecelakaan bahkan meniadakan kecelakaan.Diatur dalam dasar-dasar hukum konstruksi.:

1. UU No.1 Tahun 1970 tentang keselamatan kerja.

2. UU No. 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan dimana didalam UU tersebut memuat seluruh tentang ketenagakerjaan termasuk keselamatan dan kesehatan kerja.

3. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 05/PRT/M/2014. Tentang Pedoman K3 konstruksi bidang pekerjaan umum.

4.Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 1/Men/1980 Tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja dibidang konstruksi bangunan.

5. Surat Keputusan bersama menteri pekerjaan umum dan menteri tenaga kerja No. Kep.174/Men/1986-104/KPTS/1986 tentang pedoman keselamatan dan kesehatan kerja pada tempat kegiatan konstruksi.

Acuan/Elemen - Elemen Penerapan K3

Ruang lingkup dan karakteristik organisasi berbeda satu dengan yang lainnnya namun Elemen dasar penerapan program keselamatan dan kesehatan kerja adalah sebagai berikut:

 Elemen ke 1 Tekad dan Kebijakan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)  Elemen ke 2 Tanggung jawab, wewenang dan tanggung gugat

 Elemen ke 3 Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3), pasrtisipasi, konsultasi dan komunikasi

(11)

 Elemen ke 4 Peraturan umum Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)  Elemen ke 5 Prosedur Kerja Aman dan Analisa keamanan metoda kerja  Elemen ke 6 Orentasi Kerja untuk Karyawan

 Elemen ke 7 Pelatihan dan Kesadaran  Elemen ke 8 Inspeksi tempat kerja

 Elemen ke 9 Pelaporan dan Analisa Kecelakaan Kerja  Elemen ke 10 Pengendalaian Tanggap Darurat

 Elemen ke 11 Penyediaan dan Penanganan Pertolongan Pertama pada Kecelakaan (P3K) Pertolongan Pertama Gawat Darurat

 Elemen ke 12 Promosi keselamatan dan Kesehatan Kerja

 Elemen ke 13 Pengendalian Operasional Keselamatan dan Kesehatan kerja

3.7. Komitmen dan Kebijakan K3

Pengurus dan pengusaha menunjukkan komitmen terhadap K3 sehingga mengeluarkan suatu kebijakan K3 demi memulai sebuah aturan terhadap pelaksanaan SMK3 di proyek konstruksi. Kebijakan K3 suatu pernyataan tertulis yang ditandatangani oleh pengusaha dan pengurus yang memuat seluruh visi dan tujuan perusahaan, komitmen dan tekad melaksanakan K3, kerangka dan program kerja yang mencakup kegiatan perusahaan secara menyeluruh yang bersifat umum dan atau operasinal. (Permenaker, 1996) Adapun persyaratan kebijakan K3 yang diatur dalam permen Nomor: 09/PRT/M/2008 adalah sebagai berikut:

o Perusahaan Penyedia Jasa harus menetapkan Kebijakan K3 pada kegiatan konstruksi yang dilaksanakan.

o Pimpinan Penyedia Jasa harus mengesahkan Kebijakan K3.

o Kebijakan K3 yang ditetapkan harus memenuhi ketentuan sebagai berikut: - Sesuai dengan sifat dan kategori resiko K3 bagi Penyedia Jasa

- Mencakup komitmen untuk mencegah kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja serta peningkatan berkelanjutan SMK3.

- Mencakup komitmen untuk mematuhi peraturan perundang-undangan dan persyaratan lain yang terkait dengan K3.

- Sebagai kerangka untuk menyusun dan mengkaji sasaran K3. - Didokumentasikan, diterapkan dan dipelihara.

(12)

- Dikomunikasikan kepada semua personil yang bekerja di bawah pengendalian Penyedia Jasa agar peduli K3.

- Dapat diakses oleh semua pihak yang berkepentingan.

- Dievaluasi secara berkala untuk memastikan bahwa kebijakan K3 masih relevan dan sesuai.

3.8. Perencanaan K3

Perusahaan harus membuat perencanaan yang efektif guna mencapai keberhasilan penerapan Sistem Manajemen K3 dengan sasaran yang jelas dan dapat diukur. Perencanaan juga memuat tujuan, sasaran dan indikator kinerja yang diterapkan dengan mempertimbangkan identifikasi sumber bahaya penilaian dan pengendalian resiko sesuai dengan persyaratan perundangan yang berlaku serta hasil pelaksanaan tinjauan awal terhadap keselamatan dan kesehatan kerja. (Sastrohadiwiryo, 2001). Identifikasi bahaya, penilaian dan pengendalian risiko dari kegiatan produk, barang dan jasa harus dipertimbangkan pada saat merumuskan rencana untuk memenuhi kebijakan K3.

3.9. Tinjauan Program K3

Program Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah suatu sistem yang dirancang untuk menjamin keselamatan yang baik pada semua personel di tempat kerja agar tidak menderita luka maupun menyebabkan penyakit di tempat kerja dengan mematuhi atau taat pada hukum dan aturan keselamatan dan kesehatan kerja, yang tercermin pada perubahan sikap menuju keselamatan di tempat kerja. Resiko K3 adalah perpaduan antara peluang dan frekuensi terjadinya peristiwa K3 dengan akibat yang ditimbulkannya dalam konstruksi. Resiko K3 memiliki 3 jenis kategori yakni:

1) Resiko tinggi, mencakup pekerjaan konstruksi yang pelaksanaannya beresiko membahayakan keselamatan umum, harta benda, jiwa manusia dan lingkungan serta terganggunya kegiatan konstruksi.

2) Resiko sedang, mencakup pekerjaan konstruksi yang pelaksanaannya beresiko membahayakan keselamatan umum dan harta benda serta terganggunya kegiatan konstruksi.

3) Resiko kecil, mencakup pekerjaan konstruksi yang pelaksanaannya tidak membahayakan keselamatan umum dan harta benda serta terganggunya kegiatan konstruksi. (Permen, 2008).

(13)

Pengendalian resiko merupakan upaya pencegahan terjadinya kecelakaankerja yang terbagi atas 5 hierarki sebagai berikut:

 Eliminasi, yaitu menghilangkan sumber bahaya di tempa kerja.  Substitusi, yaitu mengganti bahan dengan proses yang lebih aman.

 Engineering, yaitu melakukan perubahan atau modifikasi terhadap desain peralatan, proses dan lay out.

Pelaksanakan Kegiatan K3 di Lapangan.

Pelaksanaan kegiatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di lapangan meliputi:

1) Kegiatan K3 di lapangan berupa pelaksanaan safety plan melalui kerja sama dengan instansi yang terkait K3 yaitu depnaker, polisi dan rumah sakit.

2) Pengawasan pelaksanaan K3, meliputi kegiatan:

· Safety patrol, yaitu suatu tim K3 yang terdiri dari 2 atau 3 orang yang melaksanakan patroli untuk mencatat hal-hal yang tidak sesuai ketentuan K3 dan yang memiliki resiko kecelakaan.

· Safety supervisor, yaitu petugas yang ditunjuk manajer proyek untuk mengadakan pengawasan terhadap pelaksanaan pekerjaan dilihat dari segi K3. · Safety meeting; yaitu rapat dalam proyek yang membahas hasil laporan safety

patrol maupun safety supervisor.

3) Pelaporan dan penanganan kecelakaan berat, ringan, korban meninggal dan peralatan berat. (Beesono, 2012)

(14)

Referensi

Dokumen terkait

Maka dapat disimpulkan bahwa Implementasi Sistem Akuntansi Keuangan Daerah tidak berpengaruh signifikan positif terhadap Kualitas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kota

REALISASI FISIK / KEUANGAN PROGRAM DAN KEGIATAN S/D 31 JULI 2021 DINAS PERTANAHAN KOTA BATAM TAHUN ANGGARAN 2021. No PROGRAM/KEGIATAN/SUB KEGIATAN NILAI

e) Menentukan action atau tindakan sementara yang dapat dilakukan. f) Menilai risiko (risk assessment) yang timbul dengan mendefinisikan kriteria likelihood dan

SUCIYONO SMPN SATU ATAP 1 KAMPAKBIMBINGAN DAN KONSELING (KONSELOR) 5 Tidak hadir 6 11051781011032 RETNANINGTYAS SMP N 1 DONGKO BIMBINGAN DAN KONSELING (KONSELOR) 5 Syarat

Kadang-kadang saluran empedu tidak terlihat jelas pada pemeriksaan USG untuk menentukan letak obstruksi, karena bagian distal saluran empedu sukar terlihat pada

Perlu diberikan edukasi yang baik mengenai penyakit glaukoma terhadap pasien, terutama edukasi mengenai gejala, faktor risiko, dan dampak yang diakibatkan glaukoma

Debitur yang beritikad tidak jujur atau debitur beritikad buruk, dan berbagai sebutan lainnya dengan mana yang sama, adalah debitur yang telah melakukan perbuatan

Setia, 2002), h.. yang harus dilenyapkan karena kemiskinan dapat menjebak manusia kepada perilaku yang tercela dan hina, bahkan dalam Islam dipahami kemiskinan dapat