• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perilaku Seksual Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) di Telaga Warna Bogor.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perilaku Seksual Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) di Telaga Warna Bogor."

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

PERILAKU SEKSUAL MONYET EKOR PANJANG

(

Macaca fascicularis

) DI TELAGA WARNA BOGOR

KANIA DEWI RAHAYU

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Perilaku Seksual Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) di Telaga Warna Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

ABSTRAK

KANIA DEWI RAHAYU Perilaku Seksual Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) di Telaga Warna Bogor. Dibimbing oleh KANTHI ARUM WIDAYATI dan ISLAMUL HADI.

Monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) hidup di dalam kelompok sosial banyak jantan dan banyak betina. Monyet jenis ini melakukan interaksi sosial yang meliputi grooming (menelisik), seksual, bermain, afiliasi dan agresi di dalam kelompoknya. Perilaku seksual merupakan interaksi antara jantan dewasa dengan betina dewasa. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perilaku seksual di Taman Wisata Alam Telaga Warna, Bogor. Pengamatan dilakukan dengan metode ad libitum sampling dan scan sampling. Perilaku seksual paling banyak terjadi pada pagi hari antara pukul 07.00-11.00. Perilaku inspeksi merupakan perilaku seksual yang paling sering dilakukan oleh M. fascicularis di Telaga Warna. Hirarki sosial tidak berbanding lurus dengan frekuensi perilaku seksual,kecuali pada perilaku courtship.

Kata kunci : Macaca fasicularis, perilaku seksual, Telaga Warna

ABSTRACT

KANIA DEWI RAHAYU Sexual Behaviour of Long Tailed Macaques (Macaca fascicularis) in Telaga Warna Bogor. Supervised by KANTHI ARUM WIDAYATI and ISLAMUL HADI

Long tailed macaques Macaca fascicularis lives in the male multi-female group. The macaques did social interactions such as groomning, playing, sex and agretion. Sexual behavior is interaction between adult male with adult female. This research aim to know about sexual behaviour of long tailed macaques in Natural Recreation Park Telaga Warna, Bogor. The observation is done with ad libitum and scan sampling method. Sexual behaviour mostly occured in the morning between 07.00 until 11.00 am. Inspection was the most frequence sexual behaviour. Social hierarchy was not related with the frequency of sexual behaviour, except for courtship.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains

pada

Departemen Biologi

PERILAKU SEKSUAL MONYET EKOR PANJANG

(

Macaca fascicularis

) DI TELAGA WARNA BOGOR

KANIA DEWI RAHAYU

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN BOGOR

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi : Perilaku Seksual Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) di Telaga Warna Bogor.

Nama : Kania Dewi Rahayu

NIM : G34090052

Disetujui oleh

Dr Kanthi Arum Widayati MSi Pembimbing I

Dr Islamul Hadi MSi Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir Iman Rusmana MSi Ketua Departemen

(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2013 ini ialah Perilaku Seksual Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) di Telaga Warna Bogor. Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Kanthi Arum Widayati MSi dan Dr Islamul Hadi MSi selaku pembimbing serta terima kasih kepada Dr Nunik Sri Ariyanti MSi selaku penguji. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada staf Taman Wisata Alam Telaga Warna, Bogor yang telah memberikan banyak bantuan selama pengambilan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan dukungannya. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Muhammad Rizki Faisal atas dukungan dan do’anya. Selain itu, terima kasih juga disampaikan kepada Kak Sarah, Heca, Kak Nunuz, Ary, Ziah, adimas, eca, Mario, Pak Berry dan Mbak Puji dan seluruh warga zoo corner atas bantuan dan masukannya selama penelitian ini berlangsung.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2013

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1 

Latar Belakang 1 

Tujuan Penelitian 1 

METODE 1 

HASIL 4 

PEMBAHASAN 8 

SIMPULAN 10 

DAFTAR PUSTAKA 10 

LAMPIRAN 12

(10)

DAFTAR TABEL

1 Struktur sosial individu dewasa di kelompok M. fascicularis di Telaga

Warna 4 

2 Matriks courtshipM. fascicularis di TWA Telaga Warna 7  3 Matriks presenting M. fascicularis di TWA Telaga Warna 7  4 Matriks inspeksi M. fascicularis di Telaga Warna 7  5 Matriks mountingM. fascicularis di TWA Telaga Warna 8  6 Frekuensi perilaku yang dilakukan oleh beberapa individu betina

dewasa saat birahi di TWA Telaga Warna 8 

DAFTAR GAMBAR

1 Presentase waktu terjadinya perilaku seksual 6  2 Frekuensi perilaku seksual M. fascicularis

DAFTAR LAMPIRAN

1 Peta kawasan Puncak, Kabupaten Bogor 12 

2 Matriks replacement individu jantan M. fascicularis di TWA Telaga

Warna, Bogor 12 

3 Matriks replacement individu betina M. fascicularis di TWA Telaga

(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Macaca fascicularis merupakan primata yang memiliki sebaran geografis yang luas. Persebaran geografis M. fascicularis terbentang dari bagian paling selatan Bangladesh, bagian paling selatan Myanmar sampai bagian selatan dari Semenanjung Indocina, Kamboja, Semenanjung Malaya, Filipina, Pulau Sumatra, Pulau Kalimantan dan Pulau Jawa. Habitat M. fascicularis dapat ditemukan pada sepanjang garis pantai, tepi sungai, hutan rawa, dan hutan yang berada di daerah pegunungan. Ketinggian dari habitat M. fascicularis pada hutan pegunangan bervariasi dari 1200 - 2000 mdpl. Kelompok M. fascicularis lebih menyukai habitat yang berada di dekat perairan (Fooden 1995). Monyet jenis ini hidup di dalam kelompok sosial yang terdiri atas banyak jantan dan banyak betina yang berinteraksi satu sama lain. Monyet M. fascicularis melakukan interaksi sosial yang meliputi grooming (menelisik), seksual, bermain, afiliasi dan agresi di dalam kelompoknya.

Perilaku seksual merupakan interaksi antara jantan dewasa dengan betina dewasa. Perilaku seksual dapat terjadi sepanjang tahun dan tidak memiliki musim tertentu. Frekuensi perilaku seksual akan meningkat saat musim buah ataupun berbunga hal ini dikarenakan adanya kaitan dengan ketersediaan makanan (Fooden 1995). Perilaku seksual pada umumnya dominan terjadi pada pejantan alfa dan beta, namun betina juga dapat melakukan perkawinan dengan beberapa jantan selain alfa dan beta. Hal ini menunjukkan bahwa tidak hanya jantan yang memonopoli sistem perkawinan tapi betina juga berperan dalam penentuan pasangan kawin (Karimullah dan Annuar 2011).

Taman Wisata Alam Telaga Warna, Bogor merupakan salah satu taman wisata alam yang masih memiliki bentang alam dengan hutan alami yang cukup luas. Terdapat kelompok M. fascicularis yang hidup secara liar di taman wisata alam ini. Studi mengenai kelompok M. fascicularis yang berada di Taman Wisata Alam Telaga Warna, Bogor belum banyak dilakukan sehingga pola perilaku dari kelompok tersebut belum banyak diketahui.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perilaku seksual M. fascicularis di Taman Wisata Alam Telaga Warna, Bogor.

METODE

Waktu dan Tempat

(12)

2

Telaga Warna berbatasan dengan Perkebunan Teh Ciseureuh di sebelah timur dan dengan Perkebunan Teh Gunung Mas di sebelah barat. Kawasan Telaga Warna terbagi menjadi cagar alam dan taman wisata alam yang terletak di daerah Puncak, Desa Tugu, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor, Jawa Barat (6.702°LS 106.996°BT). Keputusan Menteri Pertanian nomor 481/kpts/Um/6/1981 tanggal 9 Juni 1956 menetapkan bahwa luas kawasan Telaga Warna sebesar 368.25 ha. Pada tahun 1981, seluas 5 ha wilayah cagar alam berubah fungsi menjadi taman wisata alam. Kawasan tersebut meliputi sebuah telaga.

Tumbuhan yang ada di Taman Wisata Alam Telaga Warna, Bogor meliputi saninten (Castanea argentea), beleketebe (Solanea sigun), pasang (Lithocarpus sp.), ganitri (Elaeocarpus ganitrus), sarai (Caryota rumphiana), nangsi (Villebrunea rubescens) dan ki bangkong (Uncaria acida). Fauna yang terdapat di Taman Wisata Alam Telaga Warna, Bogor meliputi M. fascicularis, lutung (Trachypithecus auratus), surili (Presbytis comata), owa jawa (Hylobathes moloch) dan elang jawa (Spizaetus bartelsi). Fokus penelitian ini adalah di Taman Wisata Alam Telaga Warna.

Subjek Pengamatan

Pengamatan dilakukan terhadap satu kelompok M. fascicularis yang berada di Taman Wisata Alam Telaga Warna, Bogor. Kelompok tersebut terdiri atas 44 individu, dengan komposisi 10 individu jantan dewasa, 12 individu betina dewasa, 21 individu juvenile dan 1 individu infant.

Metode Pengamatan

Habituasi dilakukan pada bulan Februari hingga Maret 2013. Habituasi dilakukan untuk membiasakan subjek amatan terhadap kehadiran pengamat. Kelompok M. fascicularis diikuti selama masa habituasi. Setelah itu, individu M. fascicularis diidentifikasi. Identifikasi dilakukan berdasarkan ciri morfologi yang meliputi bentuk tubuh, rambut muka, bentuk wajah, bentuk kepala, alat kelamin dan cacat fisik. Hasil yang diperoleh dari identifikasi adalah jenis kelamin dan kelas umur. Tingkatan sosial diperoleh dari matriks replacement. Respon individu terhadap kehadiran individu lain diamati. Jika individu tersebut berpindah saat individu lain mendekatinya, maka individu tersebut memiliki tingkatan sosial yang lebih rendah dibandingkan dengan individu yang datang. Matriks replacement diperoleh dari pengamatan antara individu dengan melihat pergantian kehadiran individu.

Pengamatan Perilaku Seksual. Perilaku seksual diamati pola perilaku harian diketahui.

a. Waktu Terjadinya Perilaku Seksual

(13)

3 b. Frekuensi Perilaku Courtship

Perilaku courtship dapat ditunjukkan dengan menghabiskan waktu bersama seperti berjalan bersama, makan bersama dan tidur bersama. Perilaku courtship terjadi pada saat sebelum mounting, interval antar mounting dan berfungsi untuk merangsang terjadinya mounting (Vasey et al. 2008). Courtship dapat berlangsung selama 1 jam hingga 3 minggu (Fooden 1995).

c. Frekuensi Perilaku Presenting

Terdapat dua pengertian presenting yaitu pengangkatan ekor yang dilakukan baik individu jantan maupun betina kepada individu lain karena waspada dan penaikan ekor yang dilakukan oleh individu betina terhadap individu jantan untuk tujuan reproduksi. Presenting dapat menginisiasi pemeriksaan kelamin individu betina dan betina menginisisasi kopulasi dengan melakukan presenting (Fooden 1995).

d. Frekuensi Perilaku Inspeksi

Inspeksi adalah perilaku pemeriksaan kelamin yang dilakukan oleh jantan terhadap individu betina. Jantan melakukan inspeksi dengan cara menyentuh, mencium dan melihat bagian alat kelamin individu betina (Glick 1980). Jantan menginisiasi kopulasi dengan melakukan inspeksi (Fooden 1995).

e. Frekuensi Penaikan (Mounting)

Tahapan mounting yang diamati meliputi: jantan mendekati betina, jantan melakukan penaikan terhadap betina, jantan memegang pinggul betina dan tungkai jantan bertumpu pada pinggang betina setelah itu jantan melakukan penurunan (dismount).

f. Frekuensi Perilaku Seksual Betina pada Saat Estrus

Estrus adalah masa birahi dari betina. Perilaku seksual betina saat estrus meningkat dibandingkan saat tidak etrus. Individu betina yang sedang estrus biasanya didekati oleh jantan untuk mencegah betina dari gangguan individu jantan lain (Zhao 1993). Pengamat mengamati individu betina mana saja yang sedang etrus dengan memperhatikan ciri-ciri morfologi yaitu bagian di sekitar ekor yang membengkak dan berwarna kemerahan. Perilaku seksual yang dilakukan oleh individu betina selama estrus dicatat.

(14)

4

Prosedur Analisis Data

Program R 2.11.0 digunakan untuk melihat dan mencatat frekuensi perilaku seksual. Hubungan antara perilaku dengan individu dianalisis dengan program R. (R development core team 2012).

HASIL

Struktur Sosial

Berdasarkan matriks replacement, pengamat menentukan peringkat masing-masing individu dewasa dalam satu kelompok tersebut. Al sebagai jantan pertama, An menempati posisi jantan kedua, Mx menempati posisi jantan ketiga, Ip menempati posisi sebagai jantan keempat dan Ap menempati posisi sebagai jantan kelima dan individu yang termasuk perifer adalah Pe dan Pt (Lampiran 2). Individu perifer adalah individu yang berada di tepian kelompok. Pada sistem hierarki betina, Sr menempati posisi sebagai betina pertama, Ar sebagai betina kedua dan Tr sebaga betina ketiga, Rbc sebagai betina keempat, Eyw sebagai betina kelima dan Fi sebagai betina keenam (Lampiran 3). Hirarki sosial dari individu-individu dewasa dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Struktur sosial individu dewasa di kelompok M. fascicularis di Telaga Warna

Waktu Terjadinya Perilaku Seksual dan Frekuensi Perilaku Seksual

Monyet ekor panjangdi Telaga Warna banyak melakukan perilaku seksual pada pagi hari yaitu antara pukul 07.00-11.00 yakni sebesar 48 % dari waktu keseluruhan sedangkan frekuensi perilaku seksual yang terendah terjadi pada sore hari antara pukul 15.00-17.00 (13 %) (Gambar 1).

(15)

5 Telaga Warna sebesar 42 % sedangkan perilaku courtship merupakan perilaku dengan frekuensi terendah dengan persentase sebesar 6 %. Perilaku presenting merupakan perilaku terendah kedua sebesar 20 %. Perilaku mounting memiliki frekuensi sebesar 32 %. Perilaku mounting tidak selalu didahului oleh inspeksi dan presenting. Hal tersebut dapat dilihat pada Gambar 2, frekuensi inspeksi melebihi frekuensi mounting dan frekuensi presenting jauh lebih kecil dibandingkan mounting.

Frekuensi Perilaku Courtship

Jantan dengan peringkat atas sering melakukan courtship. Hal ini dapat terlihat dari hasil yang diperoleh. Individu yang paling sering melakukan courtship adalah individu Al sebanyak 22 kali, lalu individu Mx, Pe dan Ip yang melakukan courtship masing-masing sebanyak 9 kali, 5 kali dan 3 kali (Tabel 2). Individu An yang merupakan individu peringkat kedua, tidak pernah melakukan courtship terhadap individu betina.

Individu Kcm, Try dan Eyw merupakan betina yang paling sering menerima courtship. Individu Kcm dan Eyw menerima courtship hanya dari individu Al sedangkan individu Try paling banyak menerima courtship dari Ip dan Pe sebanyak 3 kali dan 5 kali.

Frekuensi Perilaku Presenting

Frekuensi presenting tertinggi ditunjukkan oleh individu Jjn kemudian diikuti oleh individu Nay dan Eyw masing-masing sebanyak 25 kali, 21 kali dan 19 kali (Tabel 3). Individu Eyw sebagai individu betina peringkat kelima memiliki frekuensi presenting yang lebih rendah dibandingkan dengan Jjn sebagai individu peringkat ketujuh.

Individu jantan yang paling sering dikenai presenting adalah Al sebanyak 28 kali, Pe 15 kali, dan Ip 19 kali. Al paling sering dikenai presenting oleh Eyw, Pe sering dikenai presenting oleh Jjn dan Nay dan Ip sering dikenai presenting oleh Jjn.

Frekuensi Perilaku Inspeksi

Frekuensi inspeksi sering ditunjukkan oleh individu jantan Al, Pe, Ap, Mx dan An dengan frekuensi masing-masing 70 kali, 32, 26, 27 kali dan 23 kali (Tabel 4). Pada data ini, individu Pe sebagai jantan perifer memiliki frekuensi inspeksi yang lebih besar dibandingkan dengan individu An sebagai jantan peringkat kedua.

Individu Nay, Jjn, Arm, Rbc, dan Try merupakan individu yang paling sering dikenai perilaku inspeksi dengan frekuensi sebesar 34, 29, 27, 25 dan 22 kali. Individu Nay dan Jjn paling banyak diinspeksi oleh Pe dan Arm, Rbc serta Try paling banyak dikenai inspeksi oleh Al.

Frekuensi Perilaku Mounting

(16)

6

Betina dewasa yang sering dikenakan penaikan oleh jantan dewasa adalah Arm,Try, Jac dan Nay (32 kali, 29 kali, 23 kali dan 22 kali). Matriks mounting jantan dewasa terhadap betina dewasa dapat dilihat pada Tabel 5. Individu Arm, Try dan Nay paling sering dikenai mounting oleh Al.

Frekuensi Perilaku Seksual Individu Betina Pada Saat Estrus

Frekuensi seksual juga dipengaruhi oleh fase birahi pada betina. Pada saat sedang birahi individu betina lebih sering melakukan perilaku seksual dibandingkan saat sedang tidak birahi. Individu Try melakukan perilaku seksual sebanyak 24 kali saat birahi sedangkan pada saat tidak birahi, Try melakukan perilaku seksual sebanyak 18 kali. Pada individu Rbc, Kcm, Jjn dan Nay pada saat birahi melakukan perilaku seksual masing-masing sebanyak 23 kali, 16 kali, 28 kali dan 25 kali sedangkan pada sat tidak birahi, keempat individu betina tersebut melakukan perilaku seksual masing-masing sebanyak 2 kali, 6 kali, 23 kali dan 5 kali. Total perilaku seksual yang dilakukan oleh kelima individu betina dewasa tersebut adalah sebanyak 116 kali saat estrus sedangkan saat tidak estrus sebanyak 54 kali (Tabel 6).

Gambar 1 Presentase waktu terjadinya perilaku seksual

(17)

7 Tabel 2 Matriks courtshipM. fascicularis di TWA Telaga Warna

Betina

Tabel 3 Matriks presenting M. fascicularis di TWA Telaga Warna Jantan

(18)

8

Tabel 5 Matriks mountingM. fascicularis di TWA Telaga Warna Betina

Tabel 6 Frekuensi perilaku yang dilakukan oleh beberapa individu betina dewasa saat birahi di TWA Telaga Warna

Individu

Perilaku seksual monyet di TWA Telaga Warna sering terjadi di pagi hari. Pada pagi hari, monyet banyak melakukan aktivitas, sehingga kemungkinan terjadinya perilaku seksual semakin tinggi (Mulyati 2008). Penelitian ini juga menunjukkan bahwa perilaku inspeksi tidak selalu diikuti dengan perilaku mounting. Terkadang, setelah individu jantan melakukan inspeksi, jantan meninggalkan betina atau betina juga dapat meninggalkan jantan. Perilaku mounting juga tidak selalu didahului oleh presenting. Hal ini mungkin disebabkan oleh terjadinya force mounting. Perilaku force mounting dapat dilakukan jantan dengan menangkap, mengejar dan menggigit betina (Englehardt et al. 2006).

(19)

9 Warna adalah Al selaku jantan pertama. Jantan yang melakukan courtship memiliki tingkat dominansi yang lebih tinggi dibandingkan dengan partner seksualnya (Vasey et al. 2008).

Peringkat sosial M. fascicularis di TWA Telaga Warna tidak berpengaruh terhadap frekuensi perilaku seksual, kecuali pada perilaku courtship. Al, jantan dengan peringkat satu, merupakan individu yang paling banyak melakukan perilaku seksual dibandingkan dengan jantan lainnya. Jantan dengan hirarki sosial tinggi memiliki akses yang lebih banyak terhadap sumber daya, termasuk akses untuk melakukan perilaku seksual (Berard et al. 1993). Betina juga memiliki kecenderungan untuk memilih jantan dengan hirarki sosial lebih tinggi agar mendapatkan perlindungan dan akses terhadap makanan (Karimullah dan Annuar 2011). Namun, hal ini tidak berarti bahwa jantan dengan peringkat lebih rendah tidak dapat melakukan perilaku seksual. Ip dan Pe, jantan dengan peringkat sosial yang lebih rendah, juga melakukan lebih banyak aktivitas seksual dibandingkan jantan dengan peringkat yang lebih tinggi. Hal ini mungkin disebabkan Ip sering menjaga jarak dari jantan nomor 1 dan 2 sehingga memiliki kesempatan lebih banyak untuk mendekati betina lain dalam kelompok. Hal ini menunjukkan bahwa jantan dengan peringkat sosial yang rendah juga aktif secara seksual. Hal ini juga terjadi pada spesies Macaca lain yaitu Macaca radiata. Monyet bonnet (M. radiata) dengan peringkat rendah memiliki frekuensi perkawinan yang tinggi (Shively et al. 1982). Selain itu, tingginya perilaku seksual pada jantan peringkat rendah juga disebabkan pemilihan pasangan kawin oleh betina. Betina juga dapat menolak jantan dengan peringkat tinggi dan memilih jantan dengan peringkat yang lebih rendah (Hemelrijk et al. 2008).

Rasio antara jantan dan betina dewasa di TWA Telaga Warna yang hampir mencapai 1:1 juga mempengaruhi frekuensi perilaku seksual. Semakin banyak jumlah betina dewasa, maka kompetisi antara jantan untuk mengakses betina juga semakin rendah. Selain itu, semakin banyak jantan dewasa dalam satu kelompok mengakibatkan jantan peringkat satu tidak dapat menjaga semua betina yang ada di dalam satu kelompok. Hal ini mengakibatkan jantan-jantan dewasa dengan peringkat lebih rendah memiliki kesempatan lebih tinggi untuk mengawini betina. (Berard et al. 1993).

(20)

10

Selain itu, ketiga betina ini tidak dalam keadaan hamil atau pun menyusui sehingga didekati oleh jantan. Hal ini menunjukkan bahwa saat estrus, kemungkinan betina untuk dikawin lebih besar jika dibandingkan saat mereka tidak estrus.

SIMPULAN

Frekuensi perilaku seksual paling banyak terjadi pada pagi hari antara pukul 07.00-11.00. Jantan yang sering melakukan mounting yaitu Al, Ip, Pe, dan Mx . Betina yang memiliki frekuensi tinggi dalam menerima mounting yaitu Arm, Try, Jac, dan Nay. Perilaku inspeksi merupakan perilaku seksual yang paling sering dilakukan oleh M. fascicularis di Telaga Warna. Courtship paling sering dilakukan oleh Al jantan peringkat pertama di Telaga Warna. Perilaku seksual lebih tinggi pada saat estrus dibandingkan saat tidak etrus. Hirarki sosial tidak berbanding lurus dengan perilaku seksual, kecuali pada perilaku courtship.

DAFTAR PUSTAKA

Berard J, Nurnberg P, Epplen JT, Schmidtke J. 1993. Male rank, reproductive behavior and reproductive success in free-ranging rhesus macaques. Primates. 34:481-489.

Englehardt A, Heistermann M, Hodges JK, Nurnberg P, Carsten N. 2006. Determinants of male reproductive success in wild long tailed macaques (Macaca fascicularis)-male monopolization, female mate choice or postcopulatory mechanisms. Behav Ecol Sociobol. 59:704-752.

Fooden. 1995. Systematic Review of Southeast Asia Long Tail Macaques: Macaca fascicularis (Raffles[1821]). Illnois (US): Field Museum of Natural History.

Glick B. 1980. Ontogenetic and Psycobiological Aspect of Mating Activities of Male Macaca radiate. New York (US): Van Nostrand Reinhold Company . Hemelrijk CK, Wantia J, Isler K. 2008. Female dominance over males in primates: self organisation and sexual dimorphism. PLos ONE [Internet]. [diunduh tahun 2013 bulan Juli tanggal 6]; 3(7):e2678: 10.371/journal.pone.0002678.

Karimullah, Annuar S. 2011. Social organization and mating system of Macaca fascicularis (long tailed macaques). Int J. Biol. 3(2):23-31.

Martin P, Bateson PPG. 1993. Measuring Behaviour: An Introductory Guide. United Kingdom (UK): Cambridge University Press.

Mulyati L. 2008. Perilaku seksual monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) di Bumi Perkemahan Cibubur, Jakarta [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

(21)

11 Nurhasanah. 2007. Perilaku seksual monyet ekor panjang (Macaca fascicularis)

di Cagar Budaya Ciung Wanara Ciamis Jawa Barat [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

R Development Core Team. 2012. R: A Language and Environment for Statistical Computing. R Fondation for Statistical Computing, Vienna, Austria. ISBN 3-900051-07-0. http://www.rproject.org/. [27 Oktober 2012].

Shively C, Clarke S, King N, Schapiro S, Mitchell G. 1982. Patterns of sexual behaviour in male macaques. Am J Primatol. 2:373-384.

Vasey PL, Rains D, VanderLaan DP, Duckworth N, Kovacovsky SD. 2008. Courtship behavior in Japanese macaques during heterosexual and homosexual consortships. Behav Proccess. 78:401-407.

Wolfe L. 1978. Age and sexual behaviour of japanese macaques (Macaca fuscata). Arch Sex Behav. 7(1):55-67.

(22)

12

Lampiran 1 Peta kawasan Puncak, Kabupaten Bogor

Lampiran 2Matriks replacement individu jantan M.fascicularis di TWA Telaga Warna, Bogor

Penerima

Pelaku

Al An Mx Ip Ap Jk Rb Ra Pe Pt Total Peringkat

(23)

13 Lampiran 3 Matriks replacement individu betina M.fascicularis di TWA Telaga

Warna, Bogor Penerima

Pelaku

Sr Arm Try Rbc Eyw Kcm Nnk Fi Jac Jjn Okt Nay Total Peringkat

Sr ** 4 6 4 3 3 3 4 5 2 3 3 40 1 Arm 0 ** 3 2 2 2 2 1 2 1 1 1 17 2

Try 0 1 ** 2 1 2 3 1 2 2 1 1 16 3 Rbc 0 0 0 ** 1 1 2 0 2 1 3 1 11 4 Eyw 0 1 1 1 ** 1 2 1 1 1 1 1 10 5 Kcm 0 0 0 0 0 ** 1 0 0 0 0 0 1 12 Nnk 0 0 0 0 0 1 ** 0 1 0 1 1 4 11 Fi 0 0 0 0 0 1 1 ** 1 1 1 0 5 6 Jac 0 0 0 0 0 1 1 1 ** 0 1 0 4 9 Jjn 0 0 0 0 0 1 1 1 1 ** 1 0 5 7 Okt 0 0 0 1 0 2 1 0 0 0 ** 1 5 8 Nay 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 ** 2 10 Total 0 6 10 10 7 16 17 9 15 8 14 9 120

(24)

14

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 6 Juni 1991 dari ayah Ahmad Kona’i dan ibu Een Rukaenah. Penulis adalah puteri ketiga dari tiga bersaudara. Pada tahun 2009 penulis lulus dari SMA Negeri 8 Bogor dan pada tahun yang sama penulis diterima masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB dan diterima di Departemen Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.

Gambar

Gambar 1 Presentase waktu terjadinya perilaku seksual
Tabel 2  Matriks courtship M. fascicularis di  TWA Telaga Warna

Referensi

Dokumen terkait

Dua belas isolat kapang dan khamir yang diisolasi dari ragi tempe memiliki kemampuan yang bervariasi dalam menghambat produksi aflatoksin. Rhizopus cohnii memiliki

Bappeda Kota Salatiga merupakan bagian dari sistem perencanaan pembangunan nasional dimana Bappeda adalah unsur perencana penyelenggaraan pemerintahan yang

Hasil jagung P 27 pada perlakuan pupuk kandang (T1) dan sludge (T2) secara statistik tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (Tabel 5) disebabkan karena kandungan

Hasil belajar yang kurang memuaskan atau mungkin gagal, dapat terjadi pada siswa karena kurangnya motivasi belajar dari dalam diri siswa menjadi masalah yang

t tabel dapat disimpulkan H 0 ditolak atau H 1 menyatakan Model pembelajaran Jigsaw dan STAD berpengaruh terhadap hasil belajar IPA pada materi pencemaran

Hasil kajian bagi tahap kemahiran berkomunikasi guru di bilik darjah bagi sekolah kebangsaan dan sekolah jenis kebangsaan tamil bagi item guru menyampaikan

Anak Usia Dini adalah anak dimana hampir sebagian besar waktunya digunakan untuk bermain dengan bermain itulah Anak UsiaDini tumbuh dan mengembangkan seluruh aspek yang

Antara lain, saya sering mengatakan, birokrasi yang masih bermasalah di banyak tempat, korupsi sendiri, masih terjadi juga konflik komunal, kekerasan-kekerasan horizontal, anarki